|
Kamis, 16 Mei 2013
Hidayatullah.com—Presiden
Amerika Serikat Barack Obama dan Perdana Menteri Turki Recep Tayyip
Erdogan menyatakan bahwa tidak ada tempat bagi presiden Suriah saat ini,
Bashar al-Assad, di negara demokrasi Suriah di masa mendatang.
Hal itu dikatakan keduanya usai mengadakan pembicaraan panjang
mengenai berbagai masalah dari terorisme hingga perdagangan. Namun,
masalah Suriah mendominasi pembicaraan Obama dan Erdogan.
Meskipun diketahui Erdogan mendesak Washington untuk lebih bersungguh-sungguh dalam mengakhiri konflik Suriah --antara lain dengan mempersenjatai pasukan oposisi-- Obama masih tetap pada sikap sebelumnya yang hanya memberikan bantuan kemanusiaan.
Pembicaraan lebih lanjut mengenai Suriah telah dijadwalkan dalam kunjungan satu harinya ke Washington Kamis (16/5/2013), namun Erdogan sepertinya pulang dengan tanpa mendapatkan dukungan lebih dari pemerintah AS terkait masalah Suriah, tulis Euronews.*
Meskipun diketahui Erdogan mendesak Washington untuk lebih bersungguh-sungguh dalam mengakhiri konflik Suriah --antara lain dengan mempersenjatai pasukan oposisi-- Obama masih tetap pada sikap sebelumnya yang hanya memberikan bantuan kemanusiaan.
Pembicaraan lebih lanjut mengenai Suriah telah dijadwalkan dalam kunjungan satu harinya ke Washington Kamis (16/5/2013), namun Erdogan sepertinya pulang dengan tanpa mendapatkan dukungan lebih dari pemerintah AS terkait masalah Suriah, tulis Euronews.*
RAKYAT TURKI DEMONSTRASI TUN- TUT ERDOGAN MUNDUR
Ratusan orang melakukan aksi demonstrasi menuntut pengunduran PM Erdogan
di kota Rayhanli, Turki, Sabtu (11/5) menyusul terjadinya pemboman yang
menewaskan puluhan orang di kota perbatasan dengan Syria tersebut pada
hari yang sama.
Menurut para demonstran pemboman tersebut merupakan akibat langsung dari sikap pemerintahan Erdogan yang telah campur tangan dalam krisis di Syria. Demonstrasi yang sama juga digelar di ibukota Ankara dimana para demonstran mengecam Erdogan dan menlu Ahmet Davutoglu.
Sikap Erdogan dan Davotoglu atas Syria dianggap membahayakan negara Turki, dan hal itu membuat partai-partai oposisi berkali-kali mengecam pemerintahan Erdogan. Bulan Juli tahun lalu misalnya, pimpinan partai Republican People’s Party mengecam Erdogan karena dianggap telah mendorong Turki dalam "bencana Timur Tengah" akibat sikap agresifnya terhadap Syria.
“Langkah-langkah Erdogan yang menunjukkan kebencian pada Assad serta provokasinya terhadap pemerintahan Syria kini telah memantul kepada kita dalam bentuk serangan-serangan dan provokasi-provokasi," kata Devlet Bahceli, pimpinan partai oposisi nasionalis.
SYRIA KAMBING HITAM, SYRIA MEMBANTAH
Sama seperti kasus penembakan pesawat tempur Turki yang menerobos wilayah Syria tahun lalu, peristiwa pemboman di Rayhanli juga dijadikan alasan untuk meningkatkan tekanan Turki atas Syria dengan menuduh Syria sebagai pelaku pemboman.
Deputi PM Besir Atalay menyebut "militer dan inteligen negara tetangga" terlibat dalam insiden tersebut. Meski tidak menunjuk langsung, namun istilah tersebut dapat diartikan merujuk pada Syria.
Menurut para demonstran pemboman tersebut merupakan akibat langsung dari sikap pemerintahan Erdogan yang telah campur tangan dalam krisis di Syria. Demonstrasi yang sama juga digelar di ibukota Ankara dimana para demonstran mengecam Erdogan dan menlu Ahmet Davutoglu.
Sikap Erdogan dan Davotoglu atas Syria dianggap membahayakan negara Turki, dan hal itu membuat partai-partai oposisi berkali-kali mengecam pemerintahan Erdogan. Bulan Juli tahun lalu misalnya, pimpinan partai Republican People’s Party mengecam Erdogan karena dianggap telah mendorong Turki dalam "bencana Timur Tengah" akibat sikap agresifnya terhadap Syria.
“Langkah-langkah Erdogan yang menunjukkan kebencian pada Assad serta provokasinya terhadap pemerintahan Syria kini telah memantul kepada kita dalam bentuk serangan-serangan dan provokasi-provokasi," kata Devlet Bahceli, pimpinan partai oposisi nasionalis.
SYRIA KAMBING HITAM, SYRIA MEMBANTAH
Sama seperti kasus penembakan pesawat tempur Turki yang menerobos wilayah Syria tahun lalu, peristiwa pemboman di Rayhanli juga dijadikan alasan untuk meningkatkan tekanan Turki atas Syria dengan menuduh Syria sebagai pelaku pemboman.
Deputi PM Besir Atalay menyebut "militer dan inteligen negara tetangga" terlibat dalam insiden tersebut. Meski tidak menunjuk langsung, namun istilah tersebut dapat diartikan merujuk pada Syria.
Mitos dan Fakta Seputar Sunnah dan Syiah
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/05/mitos-dan-fakta-seputar-sunnah-dan-syiah.html#more
1. Mitos: Mayoritas Muslim bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan hanya minoritas bermazhab Syiah.
Fakta: Mayoritas Muslim tidak menyadari dan tidak memiliki identitas kemazhaban. Mayoritas mutlak dari 1,7 milyar Muslim hanya menyadari dirinya sebagai Muslim dan terikat dengan identitas keislamannya. Labelisasi Sunni-Syiah dan label-label sekterian lain diberikan oleh penguasa berkedok agama untuk menggebuk musuh dan meraih keuntungan-keuntungan politik sesaat. Namun, dalam kenyataannya, label-label itu tidak dipahami dan diakui oleh individu-individu umat Muslim sendiri sebagai penanda keislamaan seseorang.
2. Mitos: Syiah adalah minoritas dan Sunni adalah mayoritas Muslim di dunia dewasa ini.
Fakta: Kalau yang dimaksud Syiah kita batasi dalam definisi ajaran yang mengikuti dan mencintai Ahlul Bait Nabi, maka jelas kelompok ini menjadi mayoritas. Karena secara objektif sebagian terbesar umat Islam mencintai dan mengikuti Ahlul Bait Nabi dan menjunjung tinggi posisi mereka dalam soal-soal religius dan spiritual. Demikian pula sebaliaknya, kalau yang dimaksud dengan Sunni itu adalah ajaran yang meremahkan peran dan kedudukan Ahlul Bait Nabi dengan berbagai alasan dan justifikasi sebagaimana yang kini dianut oleh kelompok Salafi-Wahabi, maka jelas mereka merupakan minoritas di kalangan umat Muslim. Namun demikian, jika yang dimaksud dengan Syiah adalah sebagaimana yang dituduhkan oleh kelompok Salafi-Wahabi sebagai ajaran yang mengutuk dan mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi, maka jelas Syiah hanyalah segelintir kecil manusia yang hanya ada dalam ilusi kelompok para penuduh itu sendiri atau orang-orang yang memang tersesat dari jalan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
3. Mitos: Rezim-rezim Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Qatar bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Fakta: Seluruh pemimpin rezim-rezim petrodolar ini beraliran sekuler ekstrem yang sama sekali tidak terikat dengan syariah Islam dari mazhab mana pun. Mereka menjalin hubungan bilateral secara terang-terangan dan terbuka dengan Amerika Serikat dan secara sembunyi-sembunyi dengan anak kesayangan AS, Israel, yang setiap hari membunuhi mayoritas Muslim Sunni di Palestina, Afghanistan, Yaman, Somalia, Sudan, dan sebagainya.
Fakta: Mayoritas Muslim tidak menyadari dan tidak memiliki identitas kemazhaban. Mayoritas mutlak dari 1,7 milyar Muslim hanya menyadari dirinya sebagai Muslim dan terikat dengan identitas keislamannya. Labelisasi Sunni-Syiah dan label-label sekterian lain diberikan oleh penguasa berkedok agama untuk menggebuk musuh dan meraih keuntungan-keuntungan politik sesaat. Namun, dalam kenyataannya, label-label itu tidak dipahami dan diakui oleh individu-individu umat Muslim sendiri sebagai penanda keislamaan seseorang.
2. Mitos: Syiah adalah minoritas dan Sunni adalah mayoritas Muslim di dunia dewasa ini.
Fakta: Kalau yang dimaksud Syiah kita batasi dalam definisi ajaran yang mengikuti dan mencintai Ahlul Bait Nabi, maka jelas kelompok ini menjadi mayoritas. Karena secara objektif sebagian terbesar umat Islam mencintai dan mengikuti Ahlul Bait Nabi dan menjunjung tinggi posisi mereka dalam soal-soal religius dan spiritual. Demikian pula sebaliaknya, kalau yang dimaksud dengan Sunni itu adalah ajaran yang meremahkan peran dan kedudukan Ahlul Bait Nabi dengan berbagai alasan dan justifikasi sebagaimana yang kini dianut oleh kelompok Salafi-Wahabi, maka jelas mereka merupakan minoritas di kalangan umat Muslim. Namun demikian, jika yang dimaksud dengan Syiah adalah sebagaimana yang dituduhkan oleh kelompok Salafi-Wahabi sebagai ajaran yang mengutuk dan mengkafirkan sahabat-sahabat Nabi, maka jelas Syiah hanyalah segelintir kecil manusia yang hanya ada dalam ilusi kelompok para penuduh itu sendiri atau orang-orang yang memang tersesat dari jalan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
3. Mitos: Rezim-rezim Arab seperti Arab Saudi, Bahrain dan Qatar bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Fakta: Seluruh pemimpin rezim-rezim petrodolar ini beraliran sekuler ekstrem yang sama sekali tidak terikat dengan syariah Islam dari mazhab mana pun. Mereka menjalin hubungan bilateral secara terang-terangan dan terbuka dengan Amerika Serikat dan secara sembunyi-sembunyi dengan anak kesayangan AS, Israel, yang setiap hari membunuhi mayoritas Muslim Sunni di Palestina, Afghanistan, Yaman, Somalia, Sudan, dan sebagainya.
4. Mitos: Arab Saudi adalah kerajaan yang menjunjung tinggi Islam.
Fakta: Dalam masa kekuasaan rezim Kerajaan Arab Saudi di Jazirah Arab selama 100 tahun terakhir Arab Saudi, dua kota utama umat Muslim, Mekkah dan Madinah, telah mengalami perusakan yang massif. Jika trend ini dibiarkan dalam puluhan tahun mendatang maka sejarah Islam tidak akan lagi meninggalkan jejak-jejak historis dan arkeologis yang berarti. Segalanya akan berganti wajah menjadi dua kota kosmopilitan yang kehilangan sakralitas. Dekonstruksi atas situs-situs historis umat Islam yang dilakukan oleh rezim Arab Saudi ini mirip dengan kelakuan rezim zionis Israel terhadap situs-situs historis keagamaan milik Kristen dan Muslim di tanah suci Palestina. Motif kedua rezim itupun sama: menghilangkan jejak-jejak sakralitas dan historisitas kota-kota suci demi membangun sebuah pemahamaan keagamaan yang seutuhnya didistorsi.
5. Mitos: Nahdhatul Ulama (NU) bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dan berakidah sesuai dengan ajaran-ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari.
Fakta: Sebagian besar tradisi NU seperti ziarah kubur, tahlil, peringatan 4-7-40 dan haul, penghormatan terhadap ulama, tawasul, tabaruk, dan sebagainya merupakan tradisi-tradisi khas Syiah yang tidak terdapat dalam referensi-referensi kitab klasik Ahlus Sunnah wal Jamaah melainkan semata-mata ada dalam kitab-kitab klasik Syiah seperti Mafatih Al-Jinan karya Abbas Al-Qummi, Al-Iqbal karya Al-Kaf’ami, Al-Balad Al-Amin karya Sayyid Ibn Thawus dan sebagainya.
6. Mitos: Syiah adalah mazhab Islam yang terpengaruh dengan tradisi Persia dan Zoroastrianisme.
Fakta: Iran baru memeluk mazhab Syiah pada abad 15 Masehi di zaman Safawi. Sebelumnya, Iran adalah pusat perkembangan mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dapat dilihat dari fakta sebagian besar kitab rujukan milik Ahlus Sunnah saat ini merupakan karya-karya ulama Sunni berdarah Persia, seperti Shahih Bukhori dan sebagainya. Bahkan, Syiah semula merupakan mazhab resmi Mesir di era Daulah Fathimiyyah yang berhasil membangun pusat kota Kairo dan Universitas Al-Azhar.
7. Mitos: Mazhab Syiah yang dijadikan sebagai mazhab resmi Dinasti Safawi merupakan reaksi dendam atas penaklukan Muslim Arab atas Persia.
Fakta: Dinasti Safawi sebenarnya bukan didirikan oleh elit berdarah Persia melainkan oleh sekelompok keluarga yang memiliki darah Turki Azeri. Oleh karena itu, pusat kerajaan Safawi dimulai dari Ardabil yang memiliki banyak percampuran etnik Turki-Azeri dan Kurdi. Sebaliknya, penganut Syiah paling awal adalah kelompok Arab Irak yang bertempat di Kufah, Irak dan sebagian lain berada di wilayah Bahrain (hingga kini mayoritas penduduknya bermazhab Syiah), Yaman (hingga kini mayoritas penduduk Yaman Utara bermazhab Syiah Zaidiyyah), Mesir (cikal-bakal dinasti Fathimiyah), dan sebagainya. Yang jelas, Syiah dianut oleh bangsa dan suku-suku Arab jauh sebelum bangsa Iran memeluknya.
8. Mitos: Sektarianisme dan konflik-konflik sektarian telah merebak di seluruh Timur Tengah sejak zaman awal Islam.
Fakta: Konflik sektarian tidak pernah terjadi di tengah masyarakat Timur Tengah kecuali ketika ada konflik politik yang tidak diselesaikan secara politik. Para politisi yang mengatasnamakan agama kemudian menjadikan isu sektarian untuk memprovokasi dan memobilisasi massa demi tujuan-tujuan politik sekaligus menstigmatisasi musuh-musuh politiknya dengan label-label sektarian. Ini berlaku untuk para penguasa yang diidentifikasi sebagai Sunni maupun Syiah. Oleh karena itu, sepanjang masa, di hampir semua belahan dunia Islam, kita menyaksikan harmoni di antara sesama Muslim. Bahkan, secara historis, para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Abu Hanifa dan Imam Malik belajar kepada Imam Ja’far Ash-Shodiq, imam keenam Syiah, dalam soal-soal agama. Interaksi ilmiah terus berlangsung secara damai sampai ada ambisi politik yang menyeret isu mazhab dalam pertarungan profan tersebut.
9. Mitos: Salafi-Wahabi adalah sama dengan Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Fakta: Salafi Wahabi adalah ajaran asing dalam sejarah Islam, yang memiliki banyak kemiripan dengan ajaran Khawarij. Mereka sama sekali berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang kerap mengedepankan jalan tengah dan moderasi dalam berbagai prinsipnya. Pertentangan ajaran Wahabi-Salafi yang membajak Sunni terutama sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Imam Syafii yang dianut oleh mayoritas Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia.
[Islam Times/on/Beritaprotes]
Fakta: Dalam masa kekuasaan rezim Kerajaan Arab Saudi di Jazirah Arab selama 100 tahun terakhir Arab Saudi, dua kota utama umat Muslim, Mekkah dan Madinah, telah mengalami perusakan yang massif. Jika trend ini dibiarkan dalam puluhan tahun mendatang maka sejarah Islam tidak akan lagi meninggalkan jejak-jejak historis dan arkeologis yang berarti. Segalanya akan berganti wajah menjadi dua kota kosmopilitan yang kehilangan sakralitas. Dekonstruksi atas situs-situs historis umat Islam yang dilakukan oleh rezim Arab Saudi ini mirip dengan kelakuan rezim zionis Israel terhadap situs-situs historis keagamaan milik Kristen dan Muslim di tanah suci Palestina. Motif kedua rezim itupun sama: menghilangkan jejak-jejak sakralitas dan historisitas kota-kota suci demi membangun sebuah pemahamaan keagamaan yang seutuhnya didistorsi.
5. Mitos: Nahdhatul Ulama (NU) bermazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah dan berakidah sesuai dengan ajaran-ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari.
Fakta: Sebagian besar tradisi NU seperti ziarah kubur, tahlil, peringatan 4-7-40 dan haul, penghormatan terhadap ulama, tawasul, tabaruk, dan sebagainya merupakan tradisi-tradisi khas Syiah yang tidak terdapat dalam referensi-referensi kitab klasik Ahlus Sunnah wal Jamaah melainkan semata-mata ada dalam kitab-kitab klasik Syiah seperti Mafatih Al-Jinan karya Abbas Al-Qummi, Al-Iqbal karya Al-Kaf’ami, Al-Balad Al-Amin karya Sayyid Ibn Thawus dan sebagainya.
6. Mitos: Syiah adalah mazhab Islam yang terpengaruh dengan tradisi Persia dan Zoroastrianisme.
Fakta: Iran baru memeluk mazhab Syiah pada abad 15 Masehi di zaman Safawi. Sebelumnya, Iran adalah pusat perkembangan mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dapat dilihat dari fakta sebagian besar kitab rujukan milik Ahlus Sunnah saat ini merupakan karya-karya ulama Sunni berdarah Persia, seperti Shahih Bukhori dan sebagainya. Bahkan, Syiah semula merupakan mazhab resmi Mesir di era Daulah Fathimiyyah yang berhasil membangun pusat kota Kairo dan Universitas Al-Azhar.
7. Mitos: Mazhab Syiah yang dijadikan sebagai mazhab resmi Dinasti Safawi merupakan reaksi dendam atas penaklukan Muslim Arab atas Persia.
Fakta: Dinasti Safawi sebenarnya bukan didirikan oleh elit berdarah Persia melainkan oleh sekelompok keluarga yang memiliki darah Turki Azeri. Oleh karena itu, pusat kerajaan Safawi dimulai dari Ardabil yang memiliki banyak percampuran etnik Turki-Azeri dan Kurdi. Sebaliknya, penganut Syiah paling awal adalah kelompok Arab Irak yang bertempat di Kufah, Irak dan sebagian lain berada di wilayah Bahrain (hingga kini mayoritas penduduknya bermazhab Syiah), Yaman (hingga kini mayoritas penduduk Yaman Utara bermazhab Syiah Zaidiyyah), Mesir (cikal-bakal dinasti Fathimiyah), dan sebagainya. Yang jelas, Syiah dianut oleh bangsa dan suku-suku Arab jauh sebelum bangsa Iran memeluknya.
8. Mitos: Sektarianisme dan konflik-konflik sektarian telah merebak di seluruh Timur Tengah sejak zaman awal Islam.
Fakta: Konflik sektarian tidak pernah terjadi di tengah masyarakat Timur Tengah kecuali ketika ada konflik politik yang tidak diselesaikan secara politik. Para politisi yang mengatasnamakan agama kemudian menjadikan isu sektarian untuk memprovokasi dan memobilisasi massa demi tujuan-tujuan politik sekaligus menstigmatisasi musuh-musuh politiknya dengan label-label sektarian. Ini berlaku untuk para penguasa yang diidentifikasi sebagai Sunni maupun Syiah. Oleh karena itu, sepanjang masa, di hampir semua belahan dunia Islam, kita menyaksikan harmoni di antara sesama Muslim. Bahkan, secara historis, para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Abu Hanifa dan Imam Malik belajar kepada Imam Ja’far Ash-Shodiq, imam keenam Syiah, dalam soal-soal agama. Interaksi ilmiah terus berlangsung secara damai sampai ada ambisi politik yang menyeret isu mazhab dalam pertarungan profan tersebut.
9. Mitos: Salafi-Wahabi adalah sama dengan Ahlu Sunnah wal Jamaah.
Fakta: Salafi Wahabi adalah ajaran asing dalam sejarah Islam, yang memiliki banyak kemiripan dengan ajaran Khawarij. Mereka sama sekali berbeda dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah yang kerap mengedepankan jalan tengah dan moderasi dalam berbagai prinsipnya. Pertentangan ajaran Wahabi-Salafi yang membajak Sunni terutama sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Imam Syafii yang dianut oleh mayoritas Ahlus Sunnah wal Jamaah di Indonesia.
[Islam Times/on/Beritaprotes]
1 komentar:
- Koreksi dikit pak, poin no 5 "seperti ziarah kubur, tahlil, peringatan 4-7-40 dan haul, penghormatan terhadap ulama, tawasul, tabaruk" ini bukan masalah aqidah. Ini masalah fiqih furuiyah. Ajaran-ajaran Abul Hasan Al-Asy’ari adalah masalah tauhid buat referensi bisa dibaca disini http://ummatipress.com/
Surat Protes Franz Magnis atas Rencana Penghargaan Negarawan untuk SBY
Penulis : Sandro Gatra | Jumat, 17 Mei 2013 | 11:00 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2013/05/17/11000272/Surat.Protes.Franz.Magnis.atas.Rencana.Penghargaan.Negarawan.untuk.SBY
KOMPAS/RIZA FATHONIPakar Etika Politik dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis-Suseno, SJ.
JAKARTA, KOMPAS.com —
Pakar Etika Politik Sekolah Tinggi Filsafat Diyarkara, Romo Franz Magnis
Suseno SJ, menyampaikan protes atas rencana pemberian penghargaan
negarawan dunia 2013 atau "World Statesman Award" kepada Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono.
This is a shame, a shame for you. It discredits any claim you might make as a an institution with moral intentions.
Penghargaan
tersebut akan diberikan oleh organisasi yang mempromosikan perdamaian,
demokrasi, toleransi, dan dialog antarkepercayaan yang berbasis di New
York, Amerika Serikat, yakni Appeal of Conscience Foundation (ACF).
Penghargaan akan diberikan di sela-sela kunjungan Presiden ke AS akhir
Mei 2013.
Magnis yang dihubungi Kompas.com, Jumat (17/5/2013), membenarkan bahwa dirinya mengirim surat protes kepada ACF. Surat dikirim ke ACF melalui e-mail pada
Rabu (15/5/2013), setelah dirinya mendengar rencana pemberian
penghargaan itu dari media massa. Hingga saat ini, kata dia, belum ada
tanggapan dari ACF.
"Presiden mau diberi penghargaan saya tidak
ada komentar. Tapi kalau disebut penghargaan karena jasanya memajukan
toleransi, saya sangat keberatan. Selama hampir 10 tahun toleransi
keagamaan di Indonesia berkurang," kata Magnis.
Dalam suratnya
Magnis menulis, penghargaan itu hanya akan membuat malu ACF. Menurut
Magnis, selama 8,5 tahun kepemimpinan Presiden Yudhoyono, kaum minoritas
Indonesia justru berada dalam situasi tertekan. Presiden bahkan tidak
pernah memberikan seruan sepatah kata pun kepada rakyatnya untuk
menghormati hak-hak kaum minoritas.
Berikut surat protes yang diperoleh Kompas.com dari Romo Magnis.
Ladies and Gentlemen of the Appeal of Conscience Foundation (ACF),
I
am a Catholic Priest and professor of philosophy in Jakarta. In
Indonesia we learnt that you are going to bestow this year's World
Stateman Award to our President Susilo Bambang Yudhoyono because of his
merits regarding religious tolerance.
This is a shame, a shame for you. It discredits any claim you might make as a an institution with moral intentions.
How can you take such a decision without asking concerned people in Indonesia? Hopefully you have not made this decission in response to prodding by people of our Government or of the entourage of the President.
Do you not know about the growing difficulties
of Christians to get permits for opening places of prayer, about the
growing number of forced closures of churches, about the growth of
regulations tha make worshipping for minorities more difficult, thus
about growing intolerance on the grassroot level?
And
particularly, have you never heard about the shameful and quite
dangerous attitudes of hardline religious groups towards so called
deviant teachings, meaning members of the Achmadiyah and the Shia
communities, and the government of Susilo Bambang Yudhoyono just doing
nothing and saying nothing to protect them? Hundreds of their people
have under Susilo Bambang Yudhoyono's presidentship been driven out of
their houses, they still live miserably in places like sports halls,
there have allready Achmadis and Shia people been killed (so that the
question arises whether Indonesia will deteriorate to conditions like
Pakistan dan Iran [favor of President G. W. Bush] where every months
hundreds of Shia people are being killed because of religious
motivations)?
Do you not know that President Susilo
Bambang Yudhoyono during his up to now 8 1/2 years in office has not a
single time said something to the Indonesian people, that they should
respect their minorities? That he has shamefully avoided responsibility
regarding growing violence towards Achmadiyah and Shia people?
Again,
whom did you ask for information before making you award choice? What
could be your motivation to bestow upon this President a reward for
religious tolerance who so obviously lacks any courage to do his duty
protecting minorities?
I have to add that I am not a
radical, not even a "human right extremist" (if such exist). I am just
appaled about so much hypocrisy. You are playing in the hands of those -
still few - radicals that want to purify Indonesia of all what they
regard as heresies and heathen.
Franz Magnis-Suseno SJ
Sebelumnya, Juru
Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan, semua pihak hendaknya
menilai dengan obyektif penghargaan dari Appeal of Conscience
Foundation (ACF) yang akan diberikan kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Penilaian hendaknya tidak menggunakan penafsiran filsafat
politik yang salah.
"Awards
diberikan dalam konteks kenegarawanan seseorang yang dinilai berjasa
dan berhasil bagi terciptanya perdamaian, toleransi beragama, dan
demokrasi," kata Julian, Kamis (16/5/2013) malam. Ia mengatakan, ACF
merupakan lembaga independen dan mempunyai kredibilitas yang baik.
Selengkapnya komentar Julian terkait protes atas penghargaan ini baca: Istana: Tolong Nilai dengan Obyektif Penghargaan ACF untuk Presiden
Editor :
Heru Margianto
Anak Kiai Dukung Romo Magnis Protes Award SBY
Sabtu, 18 Mei 2013 10:13 WITA
http://makassar.tribunnews.com/mobile/index.php/2013/05/18/anak-kiai-dukung-romo-magnis-protes-award-sby
JAKARTA, TRIBUN-TIMUR.COM--Seorang anak kiai NU bernama Imam Shofwan menggalang petisi penolakan penghargaan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Petisi melalui dunia maya disuarakan menyusul rencana The Appeal of Conscience Foundation (ACF) yang akan memberi penghargaan "World Statesman 2013" kepada Presiden SBY.
Ajakan Imam muncul pada www.change.org/natoSBY. Dalam suratnya, Imam mengajak netizen untuk menyimak surat protes yang ditulis oleh Profesor Franz Magnis Suseno kepada ACF. Dalam surat ini, Magnis mempertanyakan dasar penilaian dari penghargaan yang merujuk pada prestasi SBY dalam bidang toleransi beragama.
"Ini sangat memalukan, memalukan untuk Anda. Hal ini mendiskreditkan segala klaim yang Anda buat sebagai sebuah institusi dengan niat-niat moral" tutur Magnis dalam suratnya.
Imam seperti dalam rilisnya, Jumat (17/5), mengajak siapa saja untuk bergabung dengan memparaf dan menyebar petisinya yang bisa diakses pada www.change.org/natoSBY.
Imam Shofwan sepenuhnya setuju dengan pertanyaan Magnis. "Bagaimana Anda bisa mengambil keputusan ini tanpa bertanya pada masyarakat Indonesia yang terkait? Semoga Anda tidak mengambil keputusan ini atas dasar dorongan dari oknum-oknum pemerintah atau lingkaran presiden," kata Imam menirukan bunyi surat Magnis.
Co-founder Change.org Indonesia Arief Aziz menyatakan petisi Imam Shofwan sangat unik. Biasanya pembuat petisi membuat surat sendiri dalam menyuarakan aspirasinya. Kali ini, Imam memasukkan surat protes dari seorang professor yang juga dikenal sebagai rohaniwan dan terkenal dengan sifat kejawaannya.
Imam mengaku besar di keluarga Nahdlatul Ulama. "Sebagai muslim saya setuju dengan Romo Magnis. Saya percaya bahwa "Kejahatan yang dilakukan atas nama agama, adalah kejahatan terbesar terhadap agama itu sendiri," kata dia.
Kebetulan moto inilah yang tertera di situs ACF. Perlindungan minoritas, kata Imam, tidak terletak pada pemerintahan daerah. Ini kewajiban konstitusional seorang Presiden. Ia percaya, jika dukungan petisinya terus meningkat, ACF akan menunda penghargaan dan memberi pengaruh positif bagi perlindungan minoritas di Indonesia.
Romo Magnis melayangkan surat protes kepada Appeal of Conscience Foundation (ACF), melalui email. Profesor yang menamatkan studi S2 filsafat di Hochschule fur Philosophie di Pullach, Jerman ini menilai, pemberian penghargaan toleransi kepada SBY tidak tepat.
Sebabnya, sikap intoleransi beragama di Indonesia masih banyak terjadi. Satu contoh yang terlihat adalah perihal pembangunan rumah ibadah kaum minoritas yang sulit sampai saat ini.
"Kenyataannya bagi minoritas bangun rumah ibadah makin sulit. Dan masih banyak lagi," tuturnya. "Pemerintah tidak secukupnya berusaha melindungi minoritas."
Appeal of Conscience Foundation adalah sebuah yayasan yang didirikan oleh Rabbi Arthur Scheier pada 1965. Setiap tahun yayasan itu memberikan penghargaan kepada para tokoh yang dinilai berjasa di bidang kebebasan beragama, hak asasi manusia (HAM), meningkatkan perdamaian, toleransi, dan menyelesaikan konflik antaretnik.
Selain Presiden SBY, sejumlah kepala pemerintahan yang pernah menerima penghargaan World Statesman Award di antaranya, Perdana Menteri Kanada Stephen Harper (2012), mantan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak (2011), dan mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown (2009).
Romo Magnis menambahkan, pemberian penghargaan kepada SBY terkait toleransi beragama justru akan membuat malu ACF. "Rencana itu sangat memalukan, dan mempermalukan Anda sendiri. Itu dapat mendiskreditkan klaim apapun akan Anda buat sebagai sebuah institusi berlandaskan moralitas," tulis Magnis dalam surat terbukanya kepada ACF.
Magnis lalu mempertanyakan langkah ACF yang menjadikan SBY selaku negarawan yang dinilai patut menerima penghargaan atas toleransi beragama, "Bagaimana mungkin Anda dapat mengambil keputusan seperti itu tanpa meminta masukan dari kami yang mengalaminya langsung Indonesia?"
"Mudah-mudahan Anda tidak membuat keputusan tersebut sekadar untuk menanggapi desakan dari orang-orang yang dekat dengan Pemerintah kami ataupun rombongan di sekitar Presiden."
Franz Magnis yang juga budayawan itu bukan sekali ini saja bersuara lantang. Ia juga pernah menolak Bakrie Award. Ia menilai, Bakrie terlibat dalam kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha pun angkat suara atas protes Romo Magnis. Ia mengatakan, pemberian award dari lembaga independen dan kredibel seperti the Appeal of Conscience Foundation dari AS, merupakan suatu penghormatan.
"Ini pengakuan internasional bahwa Presiden SBY dinilai pantas sebagai tokoh yang berhasil menjaga kerukunan dan rasa saling toleransi antarumat beragama," ujar Julian seraya mengemukakan, Presiden Yudhoyono dinilai piawai dalam menangani konflik masyarakat tanpa kekerasan. SBY juga dianggap handal dalam mengawal dan memberi ruang demokrasi di Indonesia.
Penganugerahan World Statesman Award 2013 itu akan diberikan pendiri Appeal of Conscience Foundation Rabbi Arthur Schneier dalam suatu acara bertajuk "2013 Special Awards Dinner" di New York, Amerika Serikat, pada 30 Mei mendatang.
Semula penghargaan akan diterima SBY pada Nopember 2013. Namun, acara itu dimajukan karena Kepala Negara berencana menghadiri sidang di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Mei 2013, New York.
Petisi melalui dunia maya disuarakan menyusul rencana The Appeal of Conscience Foundation (ACF) yang akan memberi penghargaan "World Statesman 2013" kepada Presiden SBY.
Ajakan Imam muncul pada www.change.org/natoSBY. Dalam suratnya, Imam mengajak netizen untuk menyimak surat protes yang ditulis oleh Profesor Franz Magnis Suseno kepada ACF. Dalam surat ini, Magnis mempertanyakan dasar penilaian dari penghargaan yang merujuk pada prestasi SBY dalam bidang toleransi beragama.
"Ini sangat memalukan, memalukan untuk Anda. Hal ini mendiskreditkan segala klaim yang Anda buat sebagai sebuah institusi dengan niat-niat moral" tutur Magnis dalam suratnya.
Imam seperti dalam rilisnya, Jumat (17/5), mengajak siapa saja untuk bergabung dengan memparaf dan menyebar petisinya yang bisa diakses pada www.change.org/natoSBY.
Imam Shofwan sepenuhnya setuju dengan pertanyaan Magnis. "Bagaimana Anda bisa mengambil keputusan ini tanpa bertanya pada masyarakat Indonesia yang terkait? Semoga Anda tidak mengambil keputusan ini atas dasar dorongan dari oknum-oknum pemerintah atau lingkaran presiden," kata Imam menirukan bunyi surat Magnis.
Co-founder Change.org Indonesia Arief Aziz menyatakan petisi Imam Shofwan sangat unik. Biasanya pembuat petisi membuat surat sendiri dalam menyuarakan aspirasinya. Kali ini, Imam memasukkan surat protes dari seorang professor yang juga dikenal sebagai rohaniwan dan terkenal dengan sifat kejawaannya.
Imam mengaku besar di keluarga Nahdlatul Ulama. "Sebagai muslim saya setuju dengan Romo Magnis. Saya percaya bahwa "Kejahatan yang dilakukan atas nama agama, adalah kejahatan terbesar terhadap agama itu sendiri," kata dia.
Kebetulan moto inilah yang tertera di situs ACF. Perlindungan minoritas, kata Imam, tidak terletak pada pemerintahan daerah. Ini kewajiban konstitusional seorang Presiden. Ia percaya, jika dukungan petisinya terus meningkat, ACF akan menunda penghargaan dan memberi pengaruh positif bagi perlindungan minoritas di Indonesia.
Romo Magnis melayangkan surat protes kepada Appeal of Conscience Foundation (ACF), melalui email. Profesor yang menamatkan studi S2 filsafat di Hochschule fur Philosophie di Pullach, Jerman ini menilai, pemberian penghargaan toleransi kepada SBY tidak tepat.
Sebabnya, sikap intoleransi beragama di Indonesia masih banyak terjadi. Satu contoh yang terlihat adalah perihal pembangunan rumah ibadah kaum minoritas yang sulit sampai saat ini.
"Kenyataannya bagi minoritas bangun rumah ibadah makin sulit. Dan masih banyak lagi," tuturnya. "Pemerintah tidak secukupnya berusaha melindungi minoritas."
Appeal of Conscience Foundation adalah sebuah yayasan yang didirikan oleh Rabbi Arthur Scheier pada 1965. Setiap tahun yayasan itu memberikan penghargaan kepada para tokoh yang dinilai berjasa di bidang kebebasan beragama, hak asasi manusia (HAM), meningkatkan perdamaian, toleransi, dan menyelesaikan konflik antaretnik.
Selain Presiden SBY, sejumlah kepala pemerintahan yang pernah menerima penghargaan World Statesman Award di antaranya, Perdana Menteri Kanada Stephen Harper (2012), mantan Presiden Korea Selatan Lee Myung-Bak (2011), dan mantan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown (2009).
Romo Magnis menambahkan, pemberian penghargaan kepada SBY terkait toleransi beragama justru akan membuat malu ACF. "Rencana itu sangat memalukan, dan mempermalukan Anda sendiri. Itu dapat mendiskreditkan klaim apapun akan Anda buat sebagai sebuah institusi berlandaskan moralitas," tulis Magnis dalam surat terbukanya kepada ACF.
Magnis lalu mempertanyakan langkah ACF yang menjadikan SBY selaku negarawan yang dinilai patut menerima penghargaan atas toleransi beragama, "Bagaimana mungkin Anda dapat mengambil keputusan seperti itu tanpa meminta masukan dari kami yang mengalaminya langsung Indonesia?"
"Mudah-mudahan Anda tidak membuat keputusan tersebut sekadar untuk menanggapi desakan dari orang-orang yang dekat dengan Pemerintah kami ataupun rombongan di sekitar Presiden."
Franz Magnis yang juga budayawan itu bukan sekali ini saja bersuara lantang. Ia juga pernah menolak Bakrie Award. Ia menilai, Bakrie terlibat dalam kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.
Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha pun angkat suara atas protes Romo Magnis. Ia mengatakan, pemberian award dari lembaga independen dan kredibel seperti the Appeal of Conscience Foundation dari AS, merupakan suatu penghormatan.
"Ini pengakuan internasional bahwa Presiden SBY dinilai pantas sebagai tokoh yang berhasil menjaga kerukunan dan rasa saling toleransi antarumat beragama," ujar Julian seraya mengemukakan, Presiden Yudhoyono dinilai piawai dalam menangani konflik masyarakat tanpa kekerasan. SBY juga dianggap handal dalam mengawal dan memberi ruang demokrasi di Indonesia.
Penganugerahan World Statesman Award 2013 itu akan diberikan pendiri Appeal of Conscience Foundation Rabbi Arthur Schneier dalam suatu acara bertajuk "2013 Special Awards Dinner" di New York, Amerika Serikat, pada 30 Mei mendatang.
Semula penghargaan akan diterima SBY pada Nopember 2013. Namun, acara itu dimajukan karena Kepala Negara berencana menghadiri sidang di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Mei 2013, New York.
Editor : imam
Source : Tribunnews.com
Kedubes AS Tolak Surat Protes ke SBY, Rohaniawan Kecewa
Posted: 06/05/2013 13:30
Susilo Bambang Yudhoyono (Liputan6.com/Abdul Aziz Prastowo)
Puluhan orang yang tergabung dalam Solidaritas Korban
Pelanggaran Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (Sobat-KBB) kecewa atas
penolakan surat protes kepada Kedutaan Besar Amerika Serikat. Surat
protes ini terkait anugerah World Statesman yang diberikan The Appeal of
Conscience Foundation yang berpusat di New York, kepada Presiden SBY.
Dalam aksi damai tersebut, mereka berupaya bernegoisasi selama 30 menit dengan pihak kepolisian yang mengawal jalanya aksi tersebut. Namun pada akhirnya mereka gagal menemui dan menyerahkan surat tersebut kepada Kedubes Amerika Serikat yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Selatan No 3-5, Jakarta Pusat, itu.
"Hari ini sudah terbukti bahwa negeri Amerika hanya peduli kepada kekayaan kita saja. Mereka hanya mengorek-ngorek luka anak bangsa. Oleh karena itu hari ini kita akan kembali menyatakan surat kita kepada Kedubes AS," ujar Kordinator Forum Rohaniawan se-Jabodetabek Pendeta Erwin Marbun di sela-sela aksinya di Kedubes Amerika Serikat, Jakarta, Senin (6/5/2013).
Penolakan ini, kata Erwin, merupakan bentuk pelecehan terhadap hak asasi manusia yang menyampaikan aspirasinya yang menyampaikan nota protes atas penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Menurutnya, alasan prosedur dinilai hanya alasan mengada-ngada.
"Tidak mau menjadi wakil anak negerinya. Ini namanya pelecehana jika tak mau menjadi wakil anak negerinya. Apa maksudnya prosedur ini? Kami tak maksud melawan bapak polisi ini. Ini bukti bahwa negeri ini tak berpihak kepada korban. Oleh karena itu, kita akan menyampaikan pernyataan surat kita melalui saudara kita yang peduli," tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Jayadi Damaniq, kuasa hukum HKBP GKI Yasmin. Ia menyesalkan sikap Kedubes Amerika yang menolak surat protes atas penganugerahan Yayasan Appeal of Conscience kepada Presiden SBY itu. Mestinya kata dia, Kedubes AS menerima surat tersebut sebagai bentuk pelayanan sesama anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam aksi damai tersebut, mereka berupaya bernegoisasi selama 30 menit dengan pihak kepolisian yang mengawal jalanya aksi tersebut. Namun pada akhirnya mereka gagal menemui dan menyerahkan surat tersebut kepada Kedubes Amerika Serikat yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Selatan No 3-5, Jakarta Pusat, itu.
"Hari ini sudah terbukti bahwa negeri Amerika hanya peduli kepada kekayaan kita saja. Mereka hanya mengorek-ngorek luka anak bangsa. Oleh karena itu hari ini kita akan kembali menyatakan surat kita kepada Kedubes AS," ujar Kordinator Forum Rohaniawan se-Jabodetabek Pendeta Erwin Marbun di sela-sela aksinya di Kedubes Amerika Serikat, Jakarta, Senin (6/5/2013).
Penolakan ini, kata Erwin, merupakan bentuk pelecehan terhadap hak asasi manusia yang menyampaikan aspirasinya yang menyampaikan nota protes atas penghargaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu. Menurutnya, alasan prosedur dinilai hanya alasan mengada-ngada.
"Tidak mau menjadi wakil anak negerinya. Ini namanya pelecehana jika tak mau menjadi wakil anak negerinya. Apa maksudnya prosedur ini? Kami tak maksud melawan bapak polisi ini. Ini bukti bahwa negeri ini tak berpihak kepada korban. Oleh karena itu, kita akan menyampaikan pernyataan surat kita melalui saudara kita yang peduli," tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Jayadi Damaniq, kuasa hukum HKBP GKI Yasmin. Ia menyesalkan sikap Kedubes Amerika yang menolak surat protes atas penganugerahan Yayasan Appeal of Conscience kepada Presiden SBY itu. Mestinya kata dia, Kedubes AS menerima surat tersebut sebagai bentuk pelayanan sesama anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
"AS salah
satu anggota PBB. Maka itu sudah menjadi hukum internasional bahwa
seharunya Kedubesa AS menerima surat ini. Tidak ada alasan menolak
surat. Pasal mana yang melarang itu?" ujarnya bernada kecewa.
Kendati pihaknya belum dapat memastikan upaya selanjutnya. Ia juga belum dapat memastikan apakah akan menyerahkan surat protes ini sesuai prosedur melalui Kementerian Luar Negeri setelah Kedubes Amerika menolaknya.
"Nanti akan kita diskusikan lagi. Alasan prosedur melalui Kemenlu hanya mengada-ngada. Enggak ada aturan itu. Kalau Pemerintah AS tidak mau menerima surat kita maka demikian warga negaranya di New York yang akan menganugerahkan juga harus disikapi tegas, tidak boleh," tegasnya.
"Kita punya hak yang sama. Itu adalah perbuataan diskriminatif. Apa yang mereka lakukan tidak patut," sambungnya.
Sementara itu pihak Kementerian Luar Negeri belum dapat memberikan konfirmasi terkait prosedur tersebut. (Mut)
Kendati pihaknya belum dapat memastikan upaya selanjutnya. Ia juga belum dapat memastikan apakah akan menyerahkan surat protes ini sesuai prosedur melalui Kementerian Luar Negeri setelah Kedubes Amerika menolaknya.
"Nanti akan kita diskusikan lagi. Alasan prosedur melalui Kemenlu hanya mengada-ngada. Enggak ada aturan itu. Kalau Pemerintah AS tidak mau menerima surat kita maka demikian warga negaranya di New York yang akan menganugerahkan juga harus disikapi tegas, tidak boleh," tegasnya.
"Kita punya hak yang sama. Itu adalah perbuataan diskriminatif. Apa yang mereka lakukan tidak patut," sambungnya.
Sementara itu pihak Kementerian Luar Negeri belum dapat memberikan konfirmasi terkait prosedur tersebut. (Mut)