Aktivis HAM Suriah: Jumlah Korban Perang Suriah Hampir 100 Ribu Jiwa
Publikasi: Rabu, 5 Rajab 1434 H / 15 Mei 2013 16:32
DAMASKUS (an-najah) – Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia
mengatakan lebih dari 94.000 orang telah terbunuh selama lebih dari dua
tahun konflik di Suriah, hal itu diungkapkan dalam sebuah revisi terbaru
jumlah korban tewas akibat konflik pada Selasa kemarin (14/5).
Kelompok pengawas itu mengatakan
revisi jumlah dilakukan – hanya dua hari setelah mereka mengumumkan
penghitungan sebanyak 82.257 tewas – setelah menerima informasi baru
dari daerah yang dikuasai rezim Alawi Nushairiyah dari negara
berpenduduk mayoritas Sunni.
“Berdasarkan informasi ini, jumlah korban syahid dan sipil yang
terbunuh sejak awal revolusi Suriah lebih dari 94.000 jiwa,” kata
Observatorim dalam sebuah pernyataan.
Kelompok itu mengatakan telah menerima figur-figur baru dari daerah
termasuk Tartus dan Latakia – benteng di pantai Mediterania basis
minoritas Alawi.
Informasi menunjukkan bahwa jumlah korban di antara jajaran
masyarakat Alawi jauh lebih tinggi dari statistik Observatorium yang
dipublikasikan dua hari lalu.
Pada hari Ahad, kelompok pengawas berbasis di Inggris yang bergantung
pada jaringan dari para aktivis dan petugas medis di lapangan
menyebutkan korban tewas sejak dimulainya pemberontakan anti-pada Maret
2011 sebanyak 82.257, termasuk 34.473 warga sipil. [benji/an-najah]
Sekjen PBB Khawatir Sikap Esktrim Benyamin Netanyahu
Sekjen
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki moon menyatakan
kekhawatirannya atas sikap radikal Perdana Menteri Israel, Benyamin
Netanyahu.
"Ban Ki moon menyatakan kekhawatirannya
atas sikap ekstrim Netanyahu yang memberlakukan pembatasan bagi warga
Palestina untuk keluar masuk ke Masjid al-Aqsa dan Baitul Maqdis timur,"
ungkap Eduardo del Buey, jubir sekjen PBB hari Kamis (16/5).
Del Buey menekankan, sekjen PBB telah melakukan kontak dengan Benyamin
Netanyahu dan Mahmoud Abbas untuk memajukan proses perundingan damai
antara pemerintahan otorita dan rezim Zionis.
Sebelumnya sumber-sumber Palestina menyebutkan, sekelompok pemukim
Zionis ekstrim dengan didukung militer Israel memasuki kompleks Masjid
al-Aqsa.
Rezim Zionis Israel dalam enam bulan lalu
mulai melakukan gerakan anti Masjid al-Aqsa termasuk penggalian di
sekitar masjid ini dengan tujuan merusak tempat suci umat Islam
tersebut. (IRIB Indonesia/MF)
Lavrov: Kami Akan Laksanakan Kontrak Senjata dengan Suriah
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan kontrak militer Moskow-Damaskus.
"Kami akan melanjutkan kerjasama teknis-militer dengan Suriah dan kami
akan menjual senjata pertahanan kepada negara ini," ungkap Lavrov.
"Saya tekankan bahwa kami tidak menjalin kerjasama baru dengan Suriah,
dan saat ini kami hanya melaksanakan kontrak pertahanan yang telah ada
dengan Damaskus," kata Lavrov seperti dilaporkan IRNA Kamis (16/5)
Lavrov menambahkan, kami akan menyelesaikan seluruh kontrak terkait penjualan sistem pertahanan udara dengan Suriah.
Media massa Rusia dalam beberapa pekan terakhir secara luas meliput
berita terkait penjualan sistem anti rudal S-300 Rusia kepada Suriah.
Sementara itu, di saat seluruh petinggi Moskow berbicara mengenai tekad
mereka untuk melaksanakan kontrak yang ada, Perdana Menteri Israel,
Benyamin Netanyahu bertandang ke Rusia untuk mencegah pengiriman sistem
anti rudal tersebut.
Lavrov di bagian lain pidatonya
tanpa menyebut nama negara tertentu mengatakan, "Mereka yang tidak
berniat menginvasi Suriah tidak perlu khawatir, karena sistem anti rudal
adalah sistem pertahanan yang digunakan untuk menangkal serangan
udara."
Menlu Rusia menambahkan, dengan dikirimnya sistem ini ke
Suriah, kami tidak melanggar etika hukum dan kami tidak ingin citra
kami sebagai penjual senjata yang dipercaya akan rusak.
Menurut Lavrov, solusi tunggal untuk menyelesaikan krisis di Suriah
adalah dihentikannya kekerasan di negara ini. (IRIB Indonesia/MF)
Presiden Perancis: Uni Eropa Bakal Hancur dan Terhapus dari Peta
Presiden
Perancis mengisyaratkan bahwa kita membutuhkan dibentuknya sebuah
pemerintahan ekonomi bersama di zona euro untuk mengkoordinasi kebijakan
finansial dan mengatakan, "Bila hal ini tidak segera dilakukan, maka
kita bakal hancur."
Menurut laporan FNA (17/5)
mengutip Xinhua, menyusul gelombang baru krisis ekonomi dan defisit
anggaran di Uni Eropa, Presiden Perancis Francois Hollande meminta agar
segera dibentuk satu pemerintahan ekonomi untuk kawasan euro.
Presiden Hollande dalam konferensi pers keduanya di tahun ini di
hadapan wartawan dalam dan luar negeri mengungkap peta jalan Perancis
untuk membantu krisis yang menghantam euro. Sementara pada saat yang
sama Perancis juga tengah memasuki resesi ekonomi baru.
Presiden Perancis mengatakan, "Krisis finansial yang ada di belakang
kita dan alasannya dari hari ke hari semakin membebas. Apa yang saat ini
sedang dihadapi Eropa bukan masalah krisis finansial, tapi resesi yang
berasal dari kebijakan pengetatan ekonomi.
Untuk itu
Presiden Hollande menuntut adanya kesamaan politik dan anggaran yang
lebih dari negara-negara anggota zona euro dan mengatakan, "Tanpa adanya
hubungan yang lebih kuat, maka Eropa pasti hancur dan terhapus dari
peta, bahkan dari benak masyarakat.
Selain itu,
Hollande juga menuntut dibentuknya sebuah pemerintahan ekonomi di zona
euro untuk mengkoordinasi kebijakan finansial dan kesamaan visi dalam
urusan ekonomi dan sosial. (IRIB Indonesia / SL)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar