Rusia Prihatinkan Rancangan Resolusi PBB untuk Suriah
Moskow: http://kabarperang.blogspot.com/2013/05/rusia-prihatinkan-rancangan-resolusi.html
Moskow memiliki keprihatinan serius mengenai
kemungkinan pemungutan suara tentang rancangan resolusi mengenai Suriah
di Sidang Majelis Umum PBB, kata Kementerian Luar Negeri di Moskow,
Rabu (15/5).
"Kendati ada keberatan kami dan sejumlah negara, sekelompok negara mengendalikan situasi ke pemungutan suara mengenai rancangan resolusi tentang Suriah pada 15 Mei," kata kementerian tersebut di dalam satu pernyataan.
Moskow menuduh sekelompok negara memilih pembahasan di lingkaran tertutup tanpa memperhitungkan pendapat semua anggota PBB. Akibatnya ialah dokumen itu tetap bias dan tidak objektif, serta mengabaikan kenyataan di Suriah, kata kementerian tersebut.
"Semua tanggung jawab atas rusaknya kestabilan di negeri itu semata-mata tergantung atas Pemerintah Suriah, sementara menghilangkan penyebutan apa pun mengenai tindakan tidak sah dan kekerasan oleh kelompok oposisi bersenjata, yang seringkali menggunakan metode teror sehingga merenggut banyak korban jiwa," kata kementerian itu.
Moskow memperingatkan, perbedaan antara pelaku teror "yang baik dan jahat" merusak upaya internasional guna memerangi terorisme di Suriah, demikian laporan Xinhua. Ditambahkannya, negara yang secara paksa mendorong penyelesaian kekurangan keinginan untuk menyelesaikan konflik itu secara politik, yang bertentangan dengan kesepakatan AS-Rusia belum lama ini.
Kesepakatan tersebut, yang dicapai selama kunjungan Menteri Luar Negeri AS John Kerry ke Moskow, menyarankan konferensi internasional mengenai Suriah dengan tujuan memulai dialog politik antar-warga Suriah dengan dasar Komunike Jenewa.
"Tak pihak pun di dunia bisa membantah bahwa dokumen itu adalah satu-satunya landasan guna menyelesaikan konflik di Suriah," kata kementerian tersebut
"Kendati ada keberatan kami dan sejumlah negara, sekelompok negara mengendalikan situasi ke pemungutan suara mengenai rancangan resolusi tentang Suriah pada 15 Mei," kata kementerian tersebut di dalam satu pernyataan.
Moskow menuduh sekelompok negara memilih pembahasan di lingkaran tertutup tanpa memperhitungkan pendapat semua anggota PBB. Akibatnya ialah dokumen itu tetap bias dan tidak objektif, serta mengabaikan kenyataan di Suriah, kata kementerian tersebut.
"Semua tanggung jawab atas rusaknya kestabilan di negeri itu semata-mata tergantung atas Pemerintah Suriah, sementara menghilangkan penyebutan apa pun mengenai tindakan tidak sah dan kekerasan oleh kelompok oposisi bersenjata, yang seringkali menggunakan metode teror sehingga merenggut banyak korban jiwa," kata kementerian itu.
Moskow memperingatkan, perbedaan antara pelaku teror "yang baik dan jahat" merusak upaya internasional guna memerangi terorisme di Suriah, demikian laporan Xinhua. Ditambahkannya, negara yang secara paksa mendorong penyelesaian kekurangan keinginan untuk menyelesaikan konflik itu secara politik, yang bertentangan dengan kesepakatan AS-Rusia belum lama ini.
Kesepakatan tersebut, yang dicapai selama kunjungan Menteri Luar Negeri AS John Kerry ke Moskow, menyarankan konferensi internasional mengenai Suriah dengan tujuan memulai dialog politik antar-warga Suriah dengan dasar Komunike Jenewa.
"Tak pihak pun di dunia bisa membantah bahwa dokumen itu adalah satu-satunya landasan guna menyelesaikan konflik di Suriah," kata kementerian tersebut
Erdogan Buat Perang di Suriah?
Posted on Mei 13, 2013 by A Nizami
http://kabarislam.wordpress.com/2013/05/13/erdogan-buat-perang-di-suriah/
Harusnya Erdogan (Ikhwanul Mulimin yg jadi PM Turki) mendamaikan. Bukan justru menyulut api peperangan.
Korban antara pihak pemerintah dan pemberontak hampir seimbang. Masing2 tewas sekitar 16 ribu orang.
Harusnya Erdogan tegas menutup Kedubes Israel, Pangkalan Militer NATO di Turki, dan tidak memberi akses pipa gas dari Rusia ke Israel.
Harusnya Muslim menyayangi sesama dan keras thd orang2 kafir.
Bukan justru menyayangi orang2 kafir seperti NATO dan Israel dan keras thd sesama Muslim.
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/11/30/haram-berteman-dengan-kafir-harbi-dan-membunuh-sesama-muslim/
Kedubes Israel ternyata ada di: Mesir, Turki, Qatar, Yordania. Ikhwanul Muslimin menempatkan Tayyib Erdogan sebagai PM Turki sejak 2003 dan Mursi sebagai presiden Mesir sejak 2012. Pemimpin Ikhwanul Muslimn, Yusuf Qaradhawi tinggal di Qatar. Warga Ungu adalah negara-negara yang menyediakan Pangkalan Militer bagi AS:
Pangkalan Militer AS di Timur Tengah
Kedubes Israel di Seluruh dunia:
http://www.allembassies.com/israeli_embassies.htm
`1. Embassy of Israel in Cairo, Egypt:
6 Sharia Ibn-El Maleck, Cairo,
Tel.: 20 -2-3610528, 20 -2-7610458, 20 -2-7610528/45,
Fax: 20 -2-7610414,
E-mail: info@cairo.mfa.gov.il
2. Embassy of Israel in Doha, Qatar:
56/11 IBN Al-Buhaturi St. P.O.B 22183 Doha,
Tel.: 974 –4689074, 974 –4689077,
Fax: 974 –4685258,
E-mail: info@doha.mfa.gov.il
3. Embassy of Israel in Ankara, Turkey:
SOK Mahatma Gandi 85 Ankara,
Tel.: 90 -312-4463605,
Fax: 90 -312-4468071,
E-mail: info@ankara.mfa.gov.il
3. Embassy of Israel in Amman, Jordan:
47 Maysaloun Street Rabiya,
P.O. Box 950866 Amman 11195, Jordan,
Tel.: 962 -6-5524680-8, 962 -6-5525170-5, 962 -6-5524689,
Fax: 962 -6-5525177,
E-mail: info@amman.mfa.gov.il
Wahabi Adnan Aroor Marah Karena 500 Pemberontak Wahabi Tewas
Posted on Mei 11, 2013 by A Nizami
http://kabarislam.wordpress.com/2013/05/11/wahabi-adnan-aroor-marah-karena-500-pemberontak-wahabi-tewas/
Wahabi Adnan Aruur marah karena 500 pemberotak Wahabi di Suriah tewas.
Ada lambang “MATA SATU” di belakangnya yg merupakan Simbol Organisasi Yahudi ILLUMINATI / DAJJAL.
Ada lambang “MATA SATU” di belakangnya yg merupakan Simbol Organisasi Yahudi ILLUMINATI / DAJJAL.
Bagusnya Wahabi yg ada di sini ke Suriah semua biar pada mati sekalian…
Harusnya Jihad itu ke Israel dan membunuh Yahudi. Bukan ke Suriah yang masih sama2 Ahli Kiblat dan Sholat.
http://www.youtube.com/watch?v=TDKjxa-oBtE
Aneh kalau orang2 kafir seperti Yahudi di Israel aman dari pemberontak Wahabi sementara orang2 Islam seperti Syekh Al Buthi malah dibunuhi.
Ummat Islam itu berkasih sayang terhadap sesama, namun keras terhadap orang-orang kafir:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/11/30/haram-berteman-dengan-kafir-harbi-dan-membunuh-sesama-muslim/
Edmund Allenby, 1st Viscount Allenby
From Wikipedia, the free encyclopedia
(Redirected from General Edmund Allenby)
Viscount Allenby | |
---|---|
Field Marshal Viscount Allenby | |
Nickname | Bloody Bull |
Born | 23 April 1861 Brackenhurst, Nottinghamshire, England |
Died | 14 May 1936 (aged 75) London, England |
Allegiance | United Kingdom |
Service/branch | British Army |
Years of service | 1880–1925 |
Rank | Field Marshal |
Battles/wars | Second Boer War First World War |
Awards | Knight Grand Cross of the Order of the Bath Knight Grand Cross of the Order of St Michael and St George Knight Grand Cross of the Royal Victorian Order |
Contents |
Early years and active service
Born the son of Hynman Allenby and Catherine Anne Allenby (née Cane), Allenby was educated at Haileybury College.[1] He had no great desire to be a soldier, and tried to enter the Indian Civil Service, failing the entry exam.[1] He sat the exam for the Royal Military College, Sandhurst in 1880, was commissioned as a lieutenant in the 6th (Inniskilling) Dragoons on 10 May 1882[2] and joined his regiment in South Africa later that year.[3] After serving at the cavalry depot in Canterbury, he was promoted to captain on 10 January 1888[4] and then returned to South Africa.[3]Allenby returned to Britain in 1890 and he sat – and failed – the entry exam for the Staff College in Camberley. Not deterred, he sat the exam again the next year and passed. Captain Douglas Haig of the 7th Hussars also entered the Staff College, at the same time, thus beginning a rivalry between the two that was to run until the First World War.[3] Allenby was more popular with fellow officers, even being made Master of the Draghounds in preference to Haig who was the better rider; Allenby had already developed a passion for polo.[3] James Edmonds, a contemporary, later claimed that the staff at Staff College thought Allenby dull and stupid but were impressed by a speech he gave to the Farmers’ Dinner, which had in fact been written for him by Edmonds and another.[5]
Promoted to major on 19 May 1897,[6] Allenby was posted to the 3rd Cavalry Brigade, then serving in Ireland, as the Brigade-Major in March 1898.[3]
Boer War
At the outbreak of the Second Boer War, Allenby was returned to his regiment, and the Inniskillings were embarked at Queenstown before landing at Cape Town, South Africa, later that year.[3] He took part in the actions at Colesberg on 11 January 1900, Klip Drift on 15 February 1900 and Dronfield Ridge on 16 February 1900.[3]While camped beside the Australian Light Horse outside Bloemfontein with Lord Roberts' army, the New South Wales Lancers with the rest of French's cavalry, waited to move. At this time both men and horses suffered continuously rainy weather and cases of enteric were taken away every day. Major Allenby, appointed to commanded the squadron of New South Wales Lancers, arrived one evening towards midnight. He was about to walk in on a rum soaked officers' mess, when he was intercepted by an acquaintance, (A. B. Paterson who later commanded Remounts during the Sinai and Palestine Campaign of the First World War) who inform Allenby the mess were just drinking his health. He replied, "I heard you. But that's no excuse for keeping the whole camp awake. You tell them to be in bed with all lights out, in five minutes, or I'll have to do something about it."[7]
Allenby went on take part in the actions at Zand River on 10 May 1900, Kalkheuval Pass on 3 June 1900, Barberton on 12 September 1900 and Tevreden on 16 October 1900 when the Boer General Jan Smuts was defeated.[3] He was promoted to local lieutenant-colonel on 1 January 1901,[8] local colonel on 29 April 1901,[9] lieutenant-colonel on 2 August 1902[10] and brevet colonel on 22 August 1902.[11]
Edwardian Period
Allenby returned to Britain in 1902 and became commanding officer of the 5th Royal Irish Lancers in Colchester. Promoted to the substantive rank of colonel and to the temporary rank of brigadier general on 19 October 1905,[12] Allenby assumed command of the 4th Cavalry Brigade in 1906.[13] Promoted again to the rank of major-general on 10 September 1909[14] – due to his extensive cavalry experience, was appointed Inspector-General of Cavalry in 1910.[13] His increasing tendency as his career progressed for sudden bellowing outbursts of explosive rage directed at his subordinates, combined with his powerful physical frame, led to the coining of his nickname as "The Bull".[13]World War I
Western Front
Further information: British cavalry during the First World War
During the First World War he initially served on the Western Front. At the outbreak of war in August 1914 a British Expeditionary Force (BEF) was sent to France, consisting of four infantry divisions and one cavalry division, the latter commanded by Allenby, which first saw action in semi-chaotic circumstances covering the retreat after the Battle of Mons
opposing the German Army's invasion of France, and distinguished itself
under Allenby's direction in the subsequent fighting with minimal
resources at its disposal at the First Battle of Ypres.[13] He was promoted to temporary lieutenant-general on 10 October 1914.[15] As the BEF was expanded in size to two Armies, he was rewarded by being made commander of the Cavalry Corps.[13] On 6 May 1915 Allenby voluntarily left the Cavalry Arm to take up command of V Corps which was engaged at that moment in severe fighting at Second Battle of Ypres; V Corps, whilst victorious in defeating the German Imperial Army's assault incurred controversially heavy losses in the process through Allenby's tactical policy of continual counter-attacks
at the German attacking force. In September 1915, as an attempted
diversion of German Army strength to facilitate the concurrent British
Army offensive at Loos,
V Corps under Allenby's direction executed a minor attack in the Hooge
Sector in the Ypres Salient, which once again incurred substantial
losses to its units involved in the affair.[16] In October 1915 Allenby was promoted to lead the British Third Army.[13], being made Lieutenant-General (substantive rank) on 1 January 1916.[17] In mid-Summer 1916, in support of the launch of the Battle of the Somme
offensive, he was the Army Commander with responsibility for the
abortive assault by 3rd Army troops on the trench fortress of the Gommecourt
salient, which failed with severe casualties to the units under his
command in the operation. After weeks of heavy fighting during 3rd
Army's offensive at the Battle of Arras
in the Spring of the 1917, where an initial break-through had
deteriorated into trench-fighting positional warfare once more with
heavy casualties to 3rd Army's units involved, Allenby lost the
confidence of his Commander-in-Chief Douglas Haig, and, having been promoted to full General on 3 June 1917,[18] he was replaced at the head of 3rd Army on 9 June 1917 and returned to England.[13]Egypt and Palestine
Main article: Sinai and Palestine Campaign
With Allied victory over Germany far from certain in May 1917, the allocation of British resources between the Western Front and other fronts was a matter of debate in the War Cabinet. Curzon and Hankey recommended that Britain seize ground in the Middle East. Lloyd George, who also wanted more effort on other fronts, wanted a commander “of the dashing type” to replace Sir Archibald Murray in command of the Egyptian Expeditionary Force. Smuts refused the command (late May) unless promised resources for a decisive victory. Lloyd George appointed Allenby, telling him that his objective was “Jerusalem before Christmas” and that he had only to ask for reinforcements to get them. The Chief of the Imperial General Staff ("CIGS") Robertson believed that Western Front commitments (Third Ypres was in progress from 31 July until November) did not justify a serious attempt to capture Jerusalem, and throughout 1917 put pressure on Allenby to demand unrealistically large reinforcements in order to discourage the politicians from authorising Middle East offensives. Allenby’s exact remit was still undecided when he was appointed.[19]
Shortly after his departure from England for the Middle East he learned that his son, Michael, had fallen in action on the Western Front. He arrived on 27 June 1917. He assessed the Turkish Army's fighting force that he was facing as 46,000 rifles and 2,800 sabres, and estimated that he could take Jerusalem with 7 infantry and 3 cavalry divisions, although he did not feel there was a sufficient purely military case to do so, and that he would need reinforcements to advance further. Allenby was eventually ordered to attack the Turks in southern Palestine, but the extent of his advance was not yet to be decided, advice which Robertson repeated in “secret and personal” notes (1 and 10 August).[20]
Allenby quickly won the respect of his troops by making frequent visits to the E.E.F.'s front-line units, in a marked change from the leadership style of his predecessor Murray, who had commanded primarily from Cairo, and moved the E.E.F.'s GHQ from the Egyptian capital city to Rafah, nearer to the front lines at Gaza, and re-organized the hitherto disparate forces of the EEF into a three primary corps order of battle: XX, XXI & the Desert Mounted Corps. He also approved the utilization of Arabic irregular forces which were operating at that time to the Turkish Army's open left flank in the Arabian interior under the direction of a young British Army Intelligence Officer called T. E. Lawrence, whom he sanctioned the provision of £200,000 a month for to facilitate his work amongst the tribes involved.[21]
In early October 1917 Robertson asked Allenby to state his extra troop requirements to advance from the Gaza-Beersheba line (30 miles wide) to the Jaffa-Jerusalem line (50 miles wide), urging him to take no chances in estimating the threat of a German-reinforced threat. Allenby’s estimate was that he would need 13 extra divisions (an impossible demand even if Haig’s forces went on the defensive) and that he might face 18 Turkish and 2 German divisions. Yet in private letters Allenby and Robertson agreed that sufficient British Empire troops were already in place to take and hold Jerusalem and in the event the Germans sent only 3 battalions to Palestine, and Turkish strength there was only 21,000 (out of 110,000 on all fronts) facing 100,000 British Empire troops.[22]
Having reorganised his regular forces Allenby won the Third Battle of Gaza (31 October - 7 November 1917) by surprising the defenders with an attack at Beersheba. His force pushed northwards towards Jerusalem. The Ottomans were beaten at Junction Station (10–14 November) and Jerusalem was captured on 9 December 1917.[23]
Honouring Jerusalem on foot
Allenby's official proclamation of martial law following the fall of Jerusalem on 9 December 1917 read as follows:...I entered the city officially at noon, 11 December, with a few of my staff, the commanders of the French and Italian detachments, the heads of the political missions, and the Military Attaches of France, Italy, and America... The procession was all afoot, and at Jaffa gate I was received by the guards representing England, Scotland, Ireland, Wales, Australia, New Zealand, India, France and Italy. The population received me well..."[25]
To the Inhabitants of Jerusalem the Blessed and the People Dwelling in Its Vicinity:
The defeat inflicted upon the Turks by the troops under my command has resulted in the occupation of your city by my forces. I, therefore, here now proclaim it to be under martial law, under which form of administration it will remain so long as military considerations make necessary.
However, lest any of you be alarmed by reason of your experience at the hands of the enemy who has retired, I hereby inform you that it is my desire that every person pursue his lawful business without fear of interruption.
Furthermore, since your city is regarded with affection by the adherents of three of the great religions of mankind and its soil has been consecrated by the prayers and pilgrimages of multitudes of devout people of these three religions for many centuries, therefore, do I make it known to you that every sacred building, monument, holy spot, shrine, traditional site, endowment, pious bequest, or customary place of prayer of whatsoever form of the three religions will be maintained and protected according to the existing customs and beliefs of those to whose faith they are sacred.
Guardians have been established at Bethlehem and on Rachel's Tomb. The tomb at Hebron has been placed under exclusive Moslem control.
The hereditary custodians at the gates of the Holy Sepulchre have been requested to take up their accustomed duties in remembrance of the magnanimous act of the Caliph Omar, who protected that church.[25]
Middle East victory
Asked again after the Fall of Jerusalem, Allenby wrote that he would need 16-18 divisions for a further advance of 250 miles to Aleppo (the Damascus-Beirut Line) to cut Turkish communications to Mesopotamia. By early 1918 50,000 Turks in the theatre were tying down a British Empire ration strength of over 400,000 (of whom almost half were non-combatants, and 117,471 were British troops).[26]With Robertson's clash with the government now moving to its final stages, and the new Supreme War Council at Versailles drawing up plans for more efforts in the Middle East, Smuts was sent to Egypt to confer with Allenby and Marshall. Allenby told Smuts of Robertson’s private instructions (sent by hand of Walter Kirke, appointed by Robertson as Smuts’ adviser) that there was no merit in any further advance and worked with Smuts to draw up plans, reinforced by 3 divisions from Mesopotamia, to reach Haifa by June and Damascus by the autumn, the speed of the advance limited by the need to lay fresh rail track. This met with War Cabinet approval (6 March 1918).[27]
The German offensive on the Western Front meant that Allenby was without reinforcements and after his forces failed to capture Amman in March and April 1918 he halted the offensive. In the spring of 1918 he had to send 60,000 men to the Western Front, although the Dominion Prime Ministers in the Imperial War Cabinet continued to demand a strong commitment to the Middle East in case Germany could not be beaten.[27]
New troops from the Empire (specifically Australia, New Zealand, India and South Africa) led to the resumption of operations in August 1918. Following an extended series of deceptive moves the Ottoman line was broken at the Battle of Megiddo (19–21 September 1918) and the Allied cavalry passed through and blocked the Turkish retreat. The EEF then advanced at an impressive rate, (as high as 60 miles in 55 hours for cavalry, and infantry slogging 20 miles a day) encountering minimal resistance, Damascus fell on 1 October, Homs on 16 October and Aleppo on 25 October. Turkey capitulated on 30 October 1918.[23]
Field Marshal, peerage and retirement
Allenby was made a Field Marshal on 31 July 1919[28] and on 7 October of that year was created Viscount Allenby, of Megiddo and of Felixstowe in the County of Suffolk.[29] He remained in the Middle East as High Commissioner for Egypt and the Sudan until 1925, retiring from active service in that year.[29]Later years
Murray and Allenby were invited to give lectures at Aldershot in 1931 about the Palestine Campaign. Exchanging letters beforehand, Murray asked whether it had been worth risking the Western Front to transfer troops to Palestine. Allenby avoided that question, but commented that in 1917 and into the spring of 1918 it had been far from clear that the Allies were going to win the war. Russia had dropped out, but the Americans were not yet present in strength. France and Italy were weakened and might have been persuaded to make peace, perhaps by Germany giving up Belgium, Alsace-Lorraine and the Trentino. In those circumstances, with Germany likely to be left in control of Eastern Europe and the Balkans, it had been sensible for Britain to grab some land in the Middle East to block Germany’s route to India. Allenby’s views mirrored those of the War Cabinet at the time.[30]Allenby went to Patagonia for a last fishing trip, aged 74, to see if the salmon really were as big as those in the Tay.[31] He died suddenly from a ruptured cerebral aneurysm, on 14 May 1936, in London, aged 75. He was cremated and his ashes were buried in Westminster Abbey.[29]
Legacy
Publicity surrounding Allenby's exploits in the Middle East was at its highest in Britain in the immediate aftermath of the First World War. Allenby enjoyed a period of celebrity in the United States as well. He and his wife went on an American tour in 1928, receiving a standing ovation when he addressed Carnegie Hall in New York City.[33] Biographer Raymond Savage claimed that for a time Allenby was better known in America than Lawrence.[34]
In David Lean's film Lawrence of Arabia (1962), which depicts the Arab Revolt during World War I, Allenby is given a major part and is portrayed by Jack Hawkins in one of his best-known roles. Screenwriter Robert Bolt called Allenby a "very considerable man" and hoped to depict him sympathetically.[35] Nonetheless, many view Allenby's portrayal as negative.[36][37]
T. E. Lawrence ("Lawrence of Arabia"), whose efforts with the Arab Revolt were greatly aided by Allenby, thought highly of him: "(He was) physically large and confident, and morally so great that the comprehension of our littleness came slow to him".[38]
Family
In 1897, Allenby married Miss Adelaide Chapman, the daughter of a Wiltshire landowner.[3]Honours
British
- Knight Grand Cross of the Order of St. Michael and St. George (GCMG) - 17 December 1917[39]
- Knight Grand Cross of the Order of the Bath, Military Division (GCB) - 5 November 1918[40] (KCB: 18 February 1915;[41] CB: 26 June 1902[42])
- Viscount Allenby of Meggido and of Felixstowe in the County of Suffolk - 18 October 1919[43]
- Knight of Justice of the Venerable Order of St. John (KJStJ) - 19 June 1925[44] (Knight of Grace: 21 December 1917[45])
- Knight Grand Cross of the Royal Victorian Order (GCVO) - 4 June 1934[46]
Others
- Grand Officer of the Legion of Honour of France - 18 March 1915[47]
- Belgian Croix de Guerre - 11 March 1918[48]
- Grand Cross of the Order of the White Eagle with Swords of the Kingdom of Serbia - 10 September 1918[49]
- Grand Cross of the Order of the Redeemer of the Kingdom of Greece - 10 October 1918[50]
- Croix de Guerre of France - 11 March 1919[51]
- Army Distinguished Service Medal of the United States - 12 July 1919[52]
- Grand Officer of the Military Order of Savoy of the Kingdom of Italy - 21 August 1919[53]
- Grand Cross of the Order of the Crown of Romania of the Kingdom of Romania - 20 September 1919[54]
- Order of Wen-Hu, 1st Class of the Republic of China - 17 February 1920[55]
- Order of the Renaissance, 1st Class with Brilliants of the Kingdom of Hejaz - 5 March 1920[56]
- Order of Michael the Brave, 1st Class of the Kingdom of Romania - 7 May 1920[57]
- Grand Cordon of the Order of the Rising Sun of the Empire of Japan - 21 January 1921[58]
- Grand Cordon of the Order of the Paulownia Flowers of the Empire of Japan - 20 January 1922[59]
- Grand Cross (Mil.) of the Order of Leopold of the Kingdom of Belgium - 23 March 1935[60] (Grand Officer: 26 July 1917[61])
See also
- First World War
- Battle of Jerusalem (1917)
- Second Boer War
- Cavalry
- British Mandate of Palestine
- Allenby Street Tel Aviv, Israel
- Army Manoeuvres of 1912
- Victory Services Club
References
Haram Berteman dengan Kafir Harbi dan Membunuh Sesama Muslim
Operation Iraqi Freedom, Academic War Coverage September 28, 2006 4:57 pm
http://warpost.blogsome.com/2006/09/
With more than 200 schools in at least 44 states already participating, "Guantánamo: How Should We Respond?” is an unprecedented collaborative effort of academia, journalism, religion, medicine and even the military in exploring the Government’s detention policy and practices in the “war on terror.” On October 5th, Seton Hall will host an all-day conference available at academic institutions across the United States to study the national and international implications of indefinitely detaining hundreds of individuals deemed "enemy combatants."
"Guantánamo: How Should We Respond?” has taken on increased importance since President George W. Bush’s announcement on September 6 that fourteen suspected terrorist previously held in secret United States facilities abroad will be transferred for trial by military commission at Guantánamo. This decision casts into question both what it means to have a fair trial in such a setting and the failure of the Government even to bring charges against the vast majority of the present detainees.
The Guantánamo Teach-in will offer participants incisive analysis with diverse perspectives. Across America, from Maine to New Mexico, from Florida to Hawaii, and from Texas to Montana, law schools, colleges, universities, community colleges and seminaries will be linked in a national dialogue on the lessons of Guantánamo, sparked by, but not limited to, the broadcast presentations.
British Soldiers' Letters, EgyptSeptember 27, 2006 11:20 am
War Post has lagged a little since August - I’ve
moved to Cairo for the year to study at AUC, mostly Middle Eastern
history, improving my fu’usa and learning Egyptian colloquial.
I’m taking three history classes: State & Society, the Ottoman
Empire: 1699-1914; After Empire: Nationalism and Social Movements in the
ME, 1914-present; and a seminar focused on Jordan and the Palestinians,
which is so far a history of tribes in what became Transjordan. We’re
reading conflicting accounts of the creation of Transjordan — Abdullah
was a miracle from the Hijaz; Abdulla was just lucky; Abdullah was a
dolt and a spendthrift — which opens the class to the field of Jordanian
history-making. Much of the class ethos, perhaps, centers around Andrew
Shryock’s Nationalism and the Genealogical Imagination,
a book that seek to bring oral histories out from under their textual
authoritities. Specifically, Shyrock wants to recognize the oral
histories of the Adwan and the Bani Sakhr tribes alongside the
written-down, national narrative of Hashemite Jordan to form a new
understanding of the modern state and a new model of how we measure
histories as accurate, "authentic" and influential.
I’m waiting on the Imperial War Museum to see if I
can post some of their archived sources here. Andrew Carroll gratiously
passed along information on a few Mesopotamian letters at the museum as
he tours America for Operation Homecoming. In the meantime, I continue to record bits of life in Egypt on my other blog, while still keeping War Post updated.
The photo is an aerial shot of the Giza Plateau
during World War I. I don’t know the date, but if it’s after 1920, maybe
we can see Winston Churchill below, sketching the Pyramids between
treaties. Here is an except of a British soldier’s stop-over in Cairo,
before joining General Allenby’s army to take Palestine.
In my new unit, U.U. Cable Section, I found a couple of enquiringly minded fellows, and we spent many evenings exploring native Cairo. We met with far more courtesy than hostility.One evening we found ourselves in a kind of courtyard where men were sitting smoking, and where children were playing. In a corner were three or four not-too-fat cats. Dusty - so called because his name was Miller - bought a piastre worth of meat at a little shop and we cut this up with jack-knives and fed the cats.This caused quite a stir. The men made friendly noises, and a number of them offered us sweetmeats. Afterwards in that quarter we were always greeted as "The askaris who fed pussini".
Sapper
H. P. Bonser, Royal Engineers (Signals), February 1916 to July
1919. Foreign service units: 74th Divisional Signal Company,
Egypt, Southern Palestine; Detached Duty, Fayoum Area; U.U. Cable
Section. Royal Engineers, Egypt, Palestine, Syria.
First published in Everyman at War (1930), edited by C. B. Purdom. Via First World War.com
Operation Iraqi Freedom, Newspaper War Coverage September 18, 2006 5:36 am
Today the Washinton Post reports:
The U.S. military in Iraq has imprisoned an Associated Press photographer for five months, accusing him of being a security threat but never filing charges or permitting a public hearing.Read the rest here.
Bilal Hussein, 35, an Iraqi citizen, was being held for "imperative reasons of security" under United Nations resolutions, according to military officials. Hussein, 35, was detained April 12.
September 14, 2006 9:51 am
A reader recently commented on Lynn Chu’s poem,
and it’s appropriateness here. As I explained, I intially read "Why I
Continue to Believe" too forgivinginly, maybe, or at least with an idea
that the author was trying to be Harold Pinter. I think I was wrong, but
now there’s a more interesting question: how does one person’s reaction
to war rhetoric differ from another’s, and what do those discrepancies
suggest? So far, I can find three reactions to this poem: outrage, as in
the comment; satisfaction, as on the milblog
that linked to the poem from here and called it a "good read"; and my
own reaction. I wasn’t reading Chu and getting outraged or satisfied,
instead thinking that this kind of language, in the form of a poem,
could only be deliberatly and supremely scathing — it was war critique
through war rhetoric. Even if I was wrong and Chu means to be
staight-and-narrow Administration, the poem shows it can move and be
read as a pro-war rally or as a sarcastic exposé on the rally.
Mesopotamian Expeditionary Force, Academic War Coverage September 9, 2006 6:13 am
It is a serious experience to be in occupied territory. Immediately the country falls to our arms, we set about establishing a state of just government, order, security and well being. This is no easy job. There are lots of hostile influences at work. The Arab is divided in his allegiance. He will know that any encouragement he gives to us will be repaid by merciless punishment if a turn in fortunes of war should reinstate the Turk. Then again, the Turk is a hard taskmaster but he is a Moslem. Religion has a great influence over the Arab; but our policy is right and must win in the long run. The Turk’s plan was to destroy both life and property. Ours is to build up and as time goes on and freedom and security and prosperity are firmly established the old prejudices will die a natural death.
— Robert Stewart Campbell, an officer with the British Royal Engineers, writing home to his family in 1917 from Mesopotamia
Ciri-ciri ummat Islam adalah bersikap
lemah lembut terhadap sesama Muslim. Yaitu orang-orang yang mengakui
Allah sebagai satu-satunya Tuhan, Malaikat, Kitab Suci Al Qur’an, Nabi
Muhammad sebagai Nabi yang terakhir, dan Hari akhir serta menjalankan 5
rukun Islam:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” [Ali 'Imran
159]
Ummat Islam itu berkasih sayang terhadap sesama, namun keras terhadap orang-orang kafir:
“Muhammad itu adalah utusan
Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu
lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Karena itu pernyataan kaum Salafi Wahabi
yang mengatakan lebih baik berteman dengan kaum Yahudi dan Nasrani
ketimbang kaum Syi’ah sebetulnya bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab
kaum Yahudi dan Nasrani itu bukan cuma mengingkari sahabat, namun juga
Allah, Kitab Al Qur’an, dan Nabi Muhammad.
Kaum Yahudi dan Nasrani bukan cuma
mencela sahabat. Tapi juga Nabi Muhammad. Bahkan kaum Yahudi sampai
meracuni Nabi Muhammad untuk membunuh Nabi. Jadi kalau kaum Salafi
Wahabi berkata kaum Yahudi lebih baik ketimbang Syi’ah yang masih
menyembah Allah dan menghormati Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir,
sangat aneh. Itu bukan ucapan seorang Muslim. Tapi budak Yahudi dan
Nasrani untuk merusak Persatuan Islam.
Kaum Yahudi dan Nasrani saat ini membantai ummat Islam di Palestina, Iraq, dan Afghanistan.
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/11/30/haram-berteman-dengan-kafir-harbi-dan-membunuh-sesama-muslim/
Foto di atas adalah pembantaian terhadap ummat Islam yang dilakukan kaum Yahudi. Selengkapnya bisa dilihat di:
Sementara kaum Syi’ah meski berbeda dgn
kaum Sunni, namun masih sama-sama mengaku Islam. Mereka masih percaya
Allah sebagai satu-satunya Tuhan, Al Qur’an sebagai kitab suci, dan Nabi
Muhammad sebagai Nabi terakhir. Kita juga saat haji dan umrah shalat
bersama-sama mereka di Masjidil Haram.
Jadi tindakan kaum Salafi Wahabi yang
bersahabat dengan Yahudi dan Nasrani dan memusuhi sesama Muslim Syi’ah
tersebut selain bertentangan dengan Islam juga merugikan perjuangan
Islam. Pasca Revolusi Iran, Iraq dibantu dengan negara-negara Arab, AS,
dan NATO menyerang Iran. Lebih dari 1 juta Muslim tewas karenanya dengan
kerugian lebih dari US$ 1 TRILYUN! Seandainya yang diserang adalah
Israel, tentu Masjidil Aqsa sudah di tangan Islam sekarang dan Muslim
Palestina tidak menderita lagi. Di Timur Tengah kaum Sunni dan Syi’ah
saling membom masjid. Bayangkan jika di Indonesia masjid-masjid juga
dibom. Bukankah kita tidak tenang beribadah?
Baca selengkapnya di: http://media-islam.or.id/2011/11/30/haram-berteman-dengan-kafir-harbi-dan-membunuh-sesama-muslim/
Perang Iran-Iraq (1980-1988) yang menewaskan lebih dari 1 juta Muslim dan kerugian lebih dari US$ 1 Trilyun!
Abdullah bin Ubay bin Salul adalah bapak
para munafik, tapi Rasulullah tidak memeranginya, karena khawatir akan
digunjingkan bahwa Rasul memerangi pengikutnya sendiri.
Sebaliknya meski mengaku ingin berpegang
pada sunnah, namun dengan bersahabat dengan kaum Yahudi dan Nasrani dan
menganggap kaum tersebut lebih baik daripada sesama Muslim, mereka
ingkar Al Qur’an. Ingkar kepada Allah.
Orang-orang yang beriman tidak akan mengambil kaum Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin:
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian
yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin,
maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. [Al Maa-idah
51]
Hanya orang munafik yang dekat dengan kaum Yahudi dan Nasrani yang saat ini tengah memusuhi Islam dan membantai ummat Islam:
“Maka kamu akan melihat
orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik)
bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami
takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan
kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya.
Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka.” [Al Maa-idah 52]
Jadi saat ada beberapa ormas Islam dan
Media Islam yang mendukung pemberontak Libya dan Suriah yang didukung
kaum Yahudi (Israel) dan Nasrani (AS) melakukan pemberontakan terhadap
pemerintahnya, terus terang berdasarkan firman Allah di atas orang yang
minta bantuan pada Yahudi dan Nasrani itu adalah kaum munafik. Karena
Yahudi dan Nasrani tidak akan ridho Islam itu tegak:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.
Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”.
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan
datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong
bagimu.” [Al Baqarah 120]
Tidak mungkin Yahudi dan Nasrani
mendukung para pemberontak jika niatnya adalah mendirikan negara Islam.
Sejarah menunjukkan bagaimana kaum Yahudi dan Nasrani mengajarkan
sekularisasi dan menolak Syariat Islam ditegakkan.
Bukan cuma kaum Syi’ah yang dimusuhi
kaum Salafi/Wahabi. Pada awal berdirinya kerajaan Arab Saudi, Ibnu Su’ud
dibantu oleh Muhammad bin Abdul Wahab bughot/berontak terhadap
KEKHALIFAHAN TURKI USMANI dengan bantuan Inggris yang kafir. Padahal
Kekhalifahan Turki Usmani itu adalah sama-sama Sunni.
Terhadap kaum Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
pun kerap memvonis bid’ah sehingga ada orang yang tidak belajar Islam
sama sekali di dekat rumahnya hanya karena alasan bid’ah. Akibatnya
aqidahnya lemah, cara shalat belum tentu benar, dan sebagainya. Ini
mendangkalkan aqidah dan ilmu ummat Islam.
Bahkan terhadap Iraq pun di mana kaum
Sunni menguasai pemerintahan, Arab Saudi meminjamkan pangkalan
militernya bagi AS guna menyerang Iraq. Sekarang ummat Islam di Iraq
dijajah oleh AS.
Kenapa negara-negara Arab (Arab Saudi,
Mesir, Qatar, Kuwait, Yordania, dsb) yang jumlah penduduknya 280 juta
orang tidak mampu mengalahkan negara Israel yang jumlahnya hanya 7 juta
orang? Karena negara-negara Arab itu sudah dipecah-belah oleh kaum
Yahudi dan Nasrani sehingga berperang satu sama lainnya. Lihat foto di
atas bagaimana mesranya tentara Arab Saudi bersama tentara AS saat
menyerang Iraq yang sesama Arab dan sesama Muslim! Tak heran jika ummat
Islam tak pernah menang melawan Israel.
Bagaimana mungkin kaum Salafi/Wahabi
yang mendominasi Islam di Arab Saudi memurnikan Sunnah Nabi jika
perintah Allah saja mereka langgar seperti membiarkan orang-orang kafir
seperti Hilton, Sheraton, Intercontinental, dsb mendirikan hotel tepat
di depan Masjidil Haram? Bukankah ini bertentangan dengan perintah
Allah?
“Tidaklah pantas orang-orang
musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui
bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” [At Taubah 17-18]
Orang Islam hanya memohon pertolongan
kepada Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman yang shalat dan
menunaikan zakat serta tunduk kepada Allah:
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah
Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” [Al Maa-idah
55]
Dan barangsiapa mengambil Allah,
Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka
sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” [Al
Maa-idah 56]
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
[Al Hujuraat 10]
Jadi orang-orang yang minta bantuan
kepada orang-orang kafir seperti minta bantuan kafir harbi AS untuk
menyerang Iraq, mereka akan kekal di neraka:
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka
tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya
amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu
kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.
Sekiranya mereka beriman kepada Allah,
kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi),
niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi
penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang
fasik.” [Al Maa-idah 80-81]
Jika pun ada penyimpangan/bid’ah,
hendaknya diseru kepada kebenaran dengan cara yang baik. Bukan justru
merusak dan memecah-belah:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.” [An Nahl 125]
Orang Islam yang baik itu punya sifat
yang baik sehingga musuh bisa jadi teman. Contohnya Umar bin Khatab, Abu
Sofyan, dan Khalid bin Walid yang dulu musuh, akhirnya bisa jadi teman.
“Dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia.
sifat-sifat yang baik itu tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak
dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan
yang besar.” [Fushshilat 34-35]
Jadi tidak pantas seorang dai, syekh,
mujahid cuma jadi tukang ghibah (gunjing), tajassus (mencari2
kesalahan/aib sesama Muslim), bahkan berusaha menteror atau membunuh
manusia yang tidak bersalah. Itu dosa.
“kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” [Al 'Ashr 3]
Tidak pantas juga bagi seorang Muslim
untuk mudah menganggap sesat atau mengkafirkan sesama Muslim yang masih
sholat dan mengucapkan 2 kalimat syahadah. Jika begitu, maka mereka itu
lemah imannya atau mungkin justru tidak punya iman:
Tiga perkara berasal dari iman:
(1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah”
karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam
karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung
semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini
memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau
keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu
Dawud)
Jangan mengkafirkan orang yang shalat karena perbuatan dosanya meskipun (pada kenyataannya) mereka melakukan dosa besar. Shalatlah di belakang tiap imam dan berjihadlah bersama tiap penguasa. (HR. Ath-Thabrani)
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw,
membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa ilaaha illallaah, ” Nabi
menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan
Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw.
bersabda, “Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari dan Muslim]
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi
yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan
perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu
lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” [Al Hujuraat 11]
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka
itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Dari ayat di atas, sering orang suka
mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal kalau dia introspeksi, bisa
jadi kesalahannya lebih banyak daripada orang yang dia cari.
Hendaknya kita bisa mengikuti para Imam
Madzhab dan pengikutnya seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’ie,
dan Imam Hambali. Meski mereka berbeda-beda pendapat dalam memahami Al
Qur’an dan Hadits, namun mereka tidak saling mengkafirkan atau
membid’ahkan. Demikian pula pengikutnya. Mereka tetap menjunjung
perintah Allah untuk menjaga persatuan dan persaudaraan Islam/Ukhuwah
Islamiyyah.
Referensi:
Lihat bagaimana pemerintah Pakistan
menyediakan Pangkalan Militer bagi AS dan NATO untuk membantai bukan
hanya ummat Islam di Afghanistan, tapi juga 30 ribu Muslim di Pakistan.
Separuh pasokan logistik Nato berupa bahan bakar untuk tank dan pesawat
terbang serta makanan puluhan ribu tentara mereka dipasok lewat
Pakistan:
http://www.detiknews.com/read/2011/11/27/111557/1776477/1148/bunuh-24-tentara-pakistan-nato-diminta-segera-angkat-kaki?nd992203605
Washington: http://kabarperang.blogspot.com/2013/04/as-analisis-rencana-aksi-militer.html
Presiden Amerika Serikat Barrack Obama
menegaskan pihaknya tidak akan terburu-buru memilih aksi militer untuk
menindaklanjuti dugaan penggunaan senjata kimia pada perang sipil di
Suriah, meskipun AS akan mengubah pendekatannya terhadap perang
tersebut. Obama juga menginginnkan sekutunya, Israel, mengikuti AS dalam
sikap intervensinya terhadap Suriah.
Sejauh ini, Obama menentang aksi militer terbatas, seperti mempersenjatai pasukan antipemerintah Suriah. Namun ia kini menekankan untuk memperdalam intervensi AS terhadap perang sipil yang telah berlangsung dua tahun itu, sejak menerima kabar bahwa pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad diduga menggunakan senjata kimia, Kamis lalu. Seorang pejabat AS mengungkapkan, untuk memutuskan penggunaan tindakan militer, masih banyak hal yang harus dianalisis.
Jika jadi dilakukan, aksi militer yang mungkin akan dilakukan di antaranya adalah serangan rudal dari kapal atau membuat zona aman tanpa penerbangan. Kemungkinan lain secara politis, adalah mengirim puluhan ribu pasukan AS untuk membantu mengamankan senjata kimia di Suriah.Namun, penasihat militer utama presiden, Martin Dempsey, mengakui bahwa mengamankan senjata kimia di Suriah tak mudah lantaran senjata kimia itu berpindah-pindah dan situsnya sangat banyak.
Sementara itu, Pentagon khawatir terhadap intervensi militer AS dalam perang Suriah, terutama setelah terlibat dalam perang Afghanistan dan Iraq. Saat itu keputusan yindakan militer didasarkan pada analisis intelejen yang buruk tentang senjata pemusnah massal.
Sejauh ini, Obama menentang aksi militer terbatas, seperti mempersenjatai pasukan antipemerintah Suriah. Namun ia kini menekankan untuk memperdalam intervensi AS terhadap perang sipil yang telah berlangsung dua tahun itu, sejak menerima kabar bahwa pasukan Presiden Suriah Bashar al-Assad diduga menggunakan senjata kimia, Kamis lalu. Seorang pejabat AS mengungkapkan, untuk memutuskan penggunaan tindakan militer, masih banyak hal yang harus dianalisis.
Jika jadi dilakukan, aksi militer yang mungkin akan dilakukan di antaranya adalah serangan rudal dari kapal atau membuat zona aman tanpa penerbangan. Kemungkinan lain secara politis, adalah mengirim puluhan ribu pasukan AS untuk membantu mengamankan senjata kimia di Suriah.Namun, penasihat militer utama presiden, Martin Dempsey, mengakui bahwa mengamankan senjata kimia di Suriah tak mudah lantaran senjata kimia itu berpindah-pindah dan situsnya sangat banyak.
Sementara itu, Pentagon khawatir terhadap intervensi militer AS dalam perang Suriah, terutama setelah terlibat dalam perang Afghanistan dan Iraq. Saat itu keputusan yindakan militer didasarkan pada analisis intelejen yang buruk tentang senjata pemusnah massal.
SENJATA-SENJATA PAMUNGKAS RUSIA UNTUK SYRIA
Perkembangan berikut ini kemungkinan akan menghentikan krisis Syria. Atau justru membuat krisis semakin membesar.
Hampir dapat dipastikan Rusia telah mengirimkan salah satu senjata pertahanan udara paling canggih di dunia, S-300, ke Syria. Rusia juga telah memperkuat armada Laut Tengah (Mediterania) dengan kapal-kapal perang yang dikirimkan dari Pasifik, dengan tugas, apalagi kalau bukan menjaga Syria dari kejatuhan ke tangan Amerika.
Berita tentang pengiriman "senjata pamungkas" tersebut pertama kali muncul di media berbahasa Arab yang berbasis di Inggris, Al-Quds Al-Arabi beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa Rusia telah mengirimkan 200 peluncur rudal S-300 ke Syria dan personil militer Syria telah memiliki kemampuan untuk mengoperasikannya sendiri. Berita tersebut dianggap sangat akurat karena diduga dibocorkan sendiri oleh Rusia sebagai bentuk "perang psikologis" terhadap Amerika dan negara-negara barat yang tengah merencanakan untuk meningkatkan intensitas pertempuran di medan perang Syria dengan tambahan bantuan senjata kepada pemberontak, atau bahkan intervensi langsung.
Maka dunia menyaksikan para menlu Amerika, Inggris dan terakhir PM Israel Benjamin Netanyahu tergopoh-gopoh menemui Presiden Rusia Vladimir Putin guna membujuknya membatalkan pengiriman tersebut. Namun alih-alih Putin justru memperingatkan mereka semua untuk tidak mengusik Syria.
“Dalam situasi ini sangatlah krusial untuk menghindari tindakan-tindakan yang bisa menggoncangkan keadaan," kata Putin usai bertemu Netanyahu di kediaman Putin di Sochi, Laut Hitam, 14 Mei lalu.
Netanyahu membutuhkan waktu hingga 3 jam untuk membujuk Putin membatalkan pengiriman S-300 sebagai upaya terakhir setelah Amerika dan Inggris gagal melakukannya. Namun Putin justru menyalahkan Israel atas aksi militernya terhadap Syria tgl 3 dan 5 Mei lalu. Dan peringatan Putin untuk tidak mengusik Syria mengisyaratkan dengan gamblang bahwa Israel tidak patut membujuk Putin setelah aksi-aksi militer yang dilakukannya.
Menurut sumber-sumber terpercaya, dalam pertemuan tersebut telah terjadi saling gertak antara Putin dan Netanyahu. Dikabarkan Netanyahu mengingatkan Putin bahwa Isreal tidak akan segan menghancurkan rudal-rudal S-300 besarta fasilitas-fasilitas militer pendukungnya yang banyak dioperasikan oleh personil militer Rusia di Syria. Sebaliknya Putin mengingatkan bahwa rudal-rudal S-300-nya tidak akan segan menembak jatuh pesawat-pesawat tempur Israel.
Para analis memperkirakan bahwa penyebab utama pengiriman senjata pemusnah Rusia tersebut adalah serangan-serangan udara Israel terhadap Syria yang dianggap Rusia sebagai bentuk "aksi kunci" yang bisa memancing intervensi barat terhadap Syria sekaligus mengancam kepentingan Rusia di Syria sebagai sekutu strategisnya. Padahal, karena sensitifnya isu tentang keampuhan senjata ini telah membuat PBB melarang Rusia menjual senjata ini ke Iran, dan sampai saat ini larangan tersebut ditaati Rusia.
S-300 didisain untuk menembak jatuh beberapa sasaran udara sekaligus seperti pesawat dan rudal hingga jarak 200 km. Senjata ini dianggap sebagai salah satu sistem pertahanan udara tercanggih di dunia.
ARMADA RUSIA PENUHI LAUT TENGAH
Sementara itu satu rombongan kapal perang Rusia dari satuan Armada Pasifik dikabarkan telah memasuki Laut Tengah dimana Rusia memiliki pangkalan AL di Tarsus, Syria. Demikian siaran yang dikeluarkan kantor berita pemerintah Rusia "RRIA Novosti" mengutip seorang pejabat militer Rusia, Kamis (16/5).
Satuan laut tersebut dikabarkan kini tengah berlabuh di Ciprus. Di antara kapal perang yang turut dalam misi tersebut adalah destroyer "Admiral Panteleyev", kapal amphibi tempur "Peresvet" dan "Admiral Nevelskoi", kapal tanker "Pechenga" dan kapal tug penyelamat "Fotiy Krylov". Kapal-kapal tersebut bertolak dari pangkalan sebelumnya di Vladivostok, Siberia, pada tgl 19 Maret lalu. Misi tersebut adalah untuk memperkuat armada Laut Tengah Rusia (meski secara resmi Rusia tidak memiliki satuan laut setingkat Armada). Sebelumnya Armada Laut Tengah Rusia diperkuat oleh kapal anti kapal selam "Severomorsk", frigat "Yaroslav Mudry", kapal tug penyelamat "Altai" dan "SB-921", kapal tanker "Lena" (yang dikirim dari Armada Laut Baltik) serta kapal pendarat pasukan "Azov" (yang dikirim dari Armada Laut Hitam). Armada Laut Tengah ini kemungkinan masih akan diperkuat lagi dengan kapal-kapal selam bertenaga nuklir.
Pada bulan April lalu menhan Rusia Sergei Shoigu mengumumkan bahwa Rusia telah mulai membentuk satuan tugas laut di Laut Tengah dengan mengirim beberapa kapal perang dari Pasifik dan kawasan lain. Pernyataan tersebut menyusul pernyataan Shoigu sebelumnya yang menyebutkan bahwa Rusia membutuhkan kehadiran armada lautnya di Laut Tengah untuk melindungi kepentingan Rusia di kawasan tersebut.
Seorang pejabat militer Rusia menyebutkan bahwa markas besar armada Laut Tengah kemungkinan berada di Novorossiysk, Russia, atau di Sevastopol, Ukraina.
Admiral Vladimir Komoyedov, kepala komisi pertahanan parlemen Rusia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa armada atau gugus tugas Laut Tengah yang akan dibentuk Rusia akan diperkuat dengan 10 kapal perang dan kapal-kapal pendukungnya.
Pada saat terjadi Perang Dingin, tepatnya antara tahun 1967 hingga 1992 Rusia (saat itu bernama Uni Sovyet) membentuk satu armada di Laut Tengah yang diberi nama "Skuadron V" sebagai lawan dari Armada VI Amerika yang ditempatkan di kawasan yang sama. Armada tersebut terdiri dari 30 hingga 50 kapal perang.
REF:
"Putin again warns Netanyahu hands off Syria"; DEBKAfile; 14 Mei 2013
"Russian Pacific Fleet Warships Enter Mediterranean"; almanar.com.lb; 16 Mei 2013
Hampir dapat dipastikan Rusia telah mengirimkan salah satu senjata pertahanan udara paling canggih di dunia, S-300, ke Syria. Rusia juga telah memperkuat armada Laut Tengah (Mediterania) dengan kapal-kapal perang yang dikirimkan dari Pasifik, dengan tugas, apalagi kalau bukan menjaga Syria dari kejatuhan ke tangan Amerika.
Berita tentang pengiriman "senjata pamungkas" tersebut pertama kali muncul di media berbahasa Arab yang berbasis di Inggris, Al-Quds Al-Arabi beberapa waktu lalu yang menyebutkan bahwa Rusia telah mengirimkan 200 peluncur rudal S-300 ke Syria dan personil militer Syria telah memiliki kemampuan untuk mengoperasikannya sendiri. Berita tersebut dianggap sangat akurat karena diduga dibocorkan sendiri oleh Rusia sebagai bentuk "perang psikologis" terhadap Amerika dan negara-negara barat yang tengah merencanakan untuk meningkatkan intensitas pertempuran di medan perang Syria dengan tambahan bantuan senjata kepada pemberontak, atau bahkan intervensi langsung.
Maka dunia menyaksikan para menlu Amerika, Inggris dan terakhir PM Israel Benjamin Netanyahu tergopoh-gopoh menemui Presiden Rusia Vladimir Putin guna membujuknya membatalkan pengiriman tersebut. Namun alih-alih Putin justru memperingatkan mereka semua untuk tidak mengusik Syria.
“Dalam situasi ini sangatlah krusial untuk menghindari tindakan-tindakan yang bisa menggoncangkan keadaan," kata Putin usai bertemu Netanyahu di kediaman Putin di Sochi, Laut Hitam, 14 Mei lalu.
Netanyahu membutuhkan waktu hingga 3 jam untuk membujuk Putin membatalkan pengiriman S-300 sebagai upaya terakhir setelah Amerika dan Inggris gagal melakukannya. Namun Putin justru menyalahkan Israel atas aksi militernya terhadap Syria tgl 3 dan 5 Mei lalu. Dan peringatan Putin untuk tidak mengusik Syria mengisyaratkan dengan gamblang bahwa Israel tidak patut membujuk Putin setelah aksi-aksi militer yang dilakukannya.
Menurut sumber-sumber terpercaya, dalam pertemuan tersebut telah terjadi saling gertak antara Putin dan Netanyahu. Dikabarkan Netanyahu mengingatkan Putin bahwa Isreal tidak akan segan menghancurkan rudal-rudal S-300 besarta fasilitas-fasilitas militer pendukungnya yang banyak dioperasikan oleh personil militer Rusia di Syria. Sebaliknya Putin mengingatkan bahwa rudal-rudal S-300-nya tidak akan segan menembak jatuh pesawat-pesawat tempur Israel.
Para analis memperkirakan bahwa penyebab utama pengiriman senjata pemusnah Rusia tersebut adalah serangan-serangan udara Israel terhadap Syria yang dianggap Rusia sebagai bentuk "aksi kunci" yang bisa memancing intervensi barat terhadap Syria sekaligus mengancam kepentingan Rusia di Syria sebagai sekutu strategisnya. Padahal, karena sensitifnya isu tentang keampuhan senjata ini telah membuat PBB melarang Rusia menjual senjata ini ke Iran, dan sampai saat ini larangan tersebut ditaati Rusia.
S-300 didisain untuk menembak jatuh beberapa sasaran udara sekaligus seperti pesawat dan rudal hingga jarak 200 km. Senjata ini dianggap sebagai salah satu sistem pertahanan udara tercanggih di dunia.
ARMADA RUSIA PENUHI LAUT TENGAH
Sementara itu satu rombongan kapal perang Rusia dari satuan Armada Pasifik dikabarkan telah memasuki Laut Tengah dimana Rusia memiliki pangkalan AL di Tarsus, Syria. Demikian siaran yang dikeluarkan kantor berita pemerintah Rusia "RRIA Novosti" mengutip seorang pejabat militer Rusia, Kamis (16/5).
Satuan laut tersebut dikabarkan kini tengah berlabuh di Ciprus. Di antara kapal perang yang turut dalam misi tersebut adalah destroyer "Admiral Panteleyev", kapal amphibi tempur "Peresvet" dan "Admiral Nevelskoi", kapal tanker "Pechenga" dan kapal tug penyelamat "Fotiy Krylov". Kapal-kapal tersebut bertolak dari pangkalan sebelumnya di Vladivostok, Siberia, pada tgl 19 Maret lalu. Misi tersebut adalah untuk memperkuat armada Laut Tengah Rusia (meski secara resmi Rusia tidak memiliki satuan laut setingkat Armada). Sebelumnya Armada Laut Tengah Rusia diperkuat oleh kapal anti kapal selam "Severomorsk", frigat "Yaroslav Mudry", kapal tug penyelamat "Altai" dan "SB-921", kapal tanker "Lena" (yang dikirim dari Armada Laut Baltik) serta kapal pendarat pasukan "Azov" (yang dikirim dari Armada Laut Hitam). Armada Laut Tengah ini kemungkinan masih akan diperkuat lagi dengan kapal-kapal selam bertenaga nuklir.
Pada bulan April lalu menhan Rusia Sergei Shoigu mengumumkan bahwa Rusia telah mulai membentuk satuan tugas laut di Laut Tengah dengan mengirim beberapa kapal perang dari Pasifik dan kawasan lain. Pernyataan tersebut menyusul pernyataan Shoigu sebelumnya yang menyebutkan bahwa Rusia membutuhkan kehadiran armada lautnya di Laut Tengah untuk melindungi kepentingan Rusia di kawasan tersebut.
Seorang pejabat militer Rusia menyebutkan bahwa markas besar armada Laut Tengah kemungkinan berada di Novorossiysk, Russia, atau di Sevastopol, Ukraina.
Admiral Vladimir Komoyedov, kepala komisi pertahanan parlemen Rusia beberapa waktu lalu menyebutkan bahwa armada atau gugus tugas Laut Tengah yang akan dibentuk Rusia akan diperkuat dengan 10 kapal perang dan kapal-kapal pendukungnya.
Pada saat terjadi Perang Dingin, tepatnya antara tahun 1967 hingga 1992 Rusia (saat itu bernama Uni Sovyet) membentuk satu armada di Laut Tengah yang diberi nama "Skuadron V" sebagai lawan dari Armada VI Amerika yang ditempatkan di kawasan yang sama. Armada tersebut terdiri dari 30 hingga 50 kapal perang.
REF:
"Putin again warns Netanyahu hands off Syria"; DEBKAfile; 14 Mei 2013
"Russian Pacific Fleet Warships Enter Mediterranean"; almanar.com.lb; 16 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar