Hana Tajima Simpson : Mengenakan jilbab pada Hari Saya Mengucapkan Syahadat
Redaksi – Rabu, 27 Jumadil Akhir 1434 H / 8 Mei 2013 18:26 WIB
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/hana-tajima-simpson-mengenakan-jilbab-pada-hari-saya-mengucapkan-syahadat.htm#.UZsJUUoyqSo
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/hana-tajima-simpson-mengenakan-jilbab-pada-hari-saya-mengucapkan-syahadat.htm#.UZsJUUoyqSo
Nama
Hana Tajima Simpson. Di kalangan para blogger, nama perempuan blasteran
Jepang-Inggris itu dikenal karena gaya berjilbabnya yang unik dan lebih
kasual. Sosok Hana pun telah menghias sejumlah media di Inggris dan
Brazil. Hana yang dikenal sebagai seorang desainer membuat kejutan lewat
produk berlabel Maysaa. Produk yang telah dilempar ke pasaran dunia itu
berupa jilbab bergaya layers (bertumpuk). Melalui label itu, Hana
mencoba memperkenalkan gaya berbusana yang trendi, namun tetap sesuai
dengan syariat Islam di kalangan Muslimah.
Kini, produk busana Muslimah yang diciptakannya itu tengah menjadi
tren dan digandrungi Muslimah di negara-negara Barat. Semua itu, tak
lepas dari kegigihannya dalam mempromosikan Maysaa. Tak cuma itu, kini
namanya menjadi ikon fesyen bagi para Muslimah di berbagai negara.
Mengenai gaya berjilbab yang diusung Hana, skaisthenewblack.blogspot
menulis, Dia (Hana) memiliki gaya yang hebat. Sangat elegan dan chic,
namun tetap terlihat sederhana. Ternyata, busana Muslimah pun bila
dikreasi secara kreatif dan inovatif bisa mewarnai dunia fesyen
internasional.
Sejatinya, gaya berjilbab yang ditunjukkan perempuan berusia 23 tahun
itu kepada para Muslimah di berbagai negara tercipta secara tidak
sengaja. Hana yang saat itu baru memeluk Islam ingin sekali menggenakan
jilbab. Ia memeluk Islam saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sebagai
seorang desainer, awalnya saya merasa frustrasi melihat gaya berbusana
sebagian besar Muslimah yang kurang bervariasi, ungkapnya dalam sebuah
wawancara khusus dengan HijabScraft.
Dengan maksud ingin menunjukkan kepada masyarakat Barat bahwa para
perempuan Muslim pun dapat tampil di muka umum dengan gaya berbusana
yang modis dan chic, serta mengikuti tren fesyen terkini, Hana mulai
tergerak untuk mendesain gaya busana Muslimah lengkap dengan jilbabnya
yang berbeda dengan yang sudah ada pada saat itu. Selain unik, gaya
berbusana yang diusung Hana ini pada dasarnya tidak pernah benar-benar
mengikuti tren fesyen yang pada saat itu tengah digandrungi di
negara-negara Barat pada umumnya. Suatu hari saya akan tampil dengan
gaya glamor ala Hollywood dan (hari) berikutnya saya akan terobsesi
dengan gaya rock/grunge di tahun 90-an, paparnya.
Ia mengatakan cenderung menjaga hal-hal yang dianggap kecil dan
sederhana dalam mendesain sebuah fesyen. Hana pun secara terus terang
mengaku tertarik untuk mengkreasikan sesuatu, seperti memadankan jaket
kulit vintage dengan gaun panjang bermotif bunga-bunga. Untuk
mempopularkan gaya berbusananya, Hana memanfaatkan jaringan internet
dengan membuat laman web pribadi yang diberi nama stylecovered.com. Saat itu, Hana belum sempat memberikan label untuk produk yang didesainnya itu.
Tanpa disangka, gaya berbusana yang ditampilkan dalam laman webnya
itu menarik minat para blogger Muslimah di Inggris. Berawal dari
situlah, Hana kemudian memutuskan untuk mendirikan Maysaa, sebuah rumah
desain dan fesyen yang terinspirasi dari fesyen Barat namun tetap
disesuaikan dengan kaidah Islam.
Kendati Maysaa ditujukan untuk para wanita Muslim, namun Hana tidak
menampik hasil rancangannya ini juga bisa dikenakan oleh kalangan wanita
non-Muslim. Saya tidak bisa mengatakan pakaian yang saya buat hanya
untuk wanita Muslim atau untuk wanita non-Muslim, karena kehidupan saya
pada dasarnya juga merupakan percampuran dari keduanya. Karenanya, saya
suka membuat rancangan dari perspektif yang sangat pribadi, terang
perempuan yang sudah mulai merancang sejak usia lima tahun itu.
Memeluk Islam
Sebelum mengucap dua kalimat syahadat, Hana adalah seorang pemeluk
Kristen. Ia tumbuh di daerah pedesaan di pinggiran Devon yang terletak
di sebelah barat daya Inggris. Kedua orang tuanya bukan termasuk orang
yang religius, namun mereka sangat menghargai perbedaan. Di tempat
tinggalnya itu tidak ada seorang pun warga yang memeluk Islam.
Persentuhannya dengan Islam terjadi ketika Hana melanjutkan sekolah ke
perguruan tinggi. Saya berteman dengan beberapa Muslim saat di perguruan
tinggi, ujarnya.
Dalam pandangan Hana, saat itu teman-temannya yang beragama Islam
terlihat berbeda. Mereka terlihat menjaga jarak dengan beberapa
mahasiswa tertentu. Mereka juga menolak ketika diajak untuk pergi ke
pesta malam di sebuah klub, tutur Hana. Bagi Hana, hal itu justru sangat
menarik. Terlebih, teman-temannya yang Muslim dianggap sangat
menyenangkan saat diajak berdiskusi membahas materi kuliah. Menurut dia,
mahasiswa Muslim lebih banyak dihabiskan waktunya untuk membaca di
perpustakaan ataupun berdiskusi.
Dari teman-teman Muslim itulah, secara perlahan Hana mulai tertarik
dengan ilmu filsafat, khususnya filsafat Islam. Sejak saat itu pula,
Hana mulai mempelajari filsafat Islam dari sumbernya langsung, yakni
Alquran. Dalam Alquran yang dipelajarinya, ia menemukan fakta bahwa
ternyata kitab suci umat Islam ini lebih sesuai dengan kondisi saat ini.
Di dalamnya saya menemukan berbagai referensi seputar isu-isu hak perempuan. Semakin banyak saya membaca, semakin saya menemukan diriku setuju dengan ide-ide yang tertulis di belakangnya dan aku bisa melihat mengapa Islam mewarnai kehidupan mereka (teman-teman Muslimnya-Red), ungkapnya.
Rasa kagumnya terhadap ajaran-ajaran yang terdapat di dalam Alquran
pada akhirnya membuat Hana memutuskan untuk memeluk Islam. Tanpa menemui
hambatan, ia pun bersyahadat dengan hanya disaksikan oleh teman-teman
Muslimahnya. Yang paling sulit saat itu adalah memberitahukan kepada
keluargaku, meskipun aku tahu mereka akan bahagia selama aku juga merasa
bahagia.
Memilih Berjilbab
Tak semua Muslimah tergerak untuk menutup auratnya dengan jilbab.
Namun bagi Hana Tajima, jilbab adalah identitas seorang Muslimah.
Sebagai seorang mualaf, desainer busana Muslimah yang sedang menjadi
pusat perhatian itu memilih untuk mengenakan jilbab. Seperti halnya saat
memutuskan untuk memeluk Islam, keputusan hana untuk mengenakan jilbab
juga datang tanpa paksaan. Saya mulai mengenakan jilbab pada hari yang
sama di saat saya mengucapkan syahadat. Ini merupakan cara yang terbaik
untuk membedakan kehidupan saya di masa lalu dengan kehidupan di masa
depan, paparnya seperti dikutip dari hijabscarf.blogspot.com.
Keputusannya untuk mengenakan jilbab kontan memancing reaksi beragam
dari orang-orang di sekitarnya, terutama teman dekatnya. Sebelum
mengenakan jilbab, Hana paham betul dengan semua konotasi negatif yang
disematkan kepada orang-orang berjilbab. Saya tahu apa yang mereka
pikirkan mengenai jilbab, tetapi saya akan bersikap pura-pura tidak
mengetahuinya. Namun seiring waktu, orang-orang di sekitarku kini bisa
bersikap lebih santai manakala melihatku dalam balutan jilbab, papar
Hana sumringah.
Dalam blog pribadinya Hana mengakui bahwa menjadi seorang Muslimah di
sebuah negara Barat dapat sedikit menakutkan, terutama ketika para mata
di sekitarnya menatap dengan tatapan aneh. Maklum saja, di
negara-negara Barat, sebagian penduduknya telah terjangkit Islamofobia.
Tak sedikit, Muslimah yang mengalami diskriminasi dan pelecehan saat
mengenakan jilbab. Bahkan, di Jerman beberapa waktu lalu, seorang
Muslimah dibunuh di pengadilan karena mempertahankan jilbab yang
dikenakannya.
Karena itu, mengapa saya ingin menciptakan sesuatu yang akan membantu
para Muslimah di mana pun untuk terus termotivasi mengatasi rasa takut
itu, ujar Hana. Kini, dengan busana Muslimah yang dirancangnya, kaum
Muslimah di negara-negara Barat bisa tampil dengan busana yang bisa
diterima masyarakat tanpa meninggalkan aturan yang ditetapkan syariat
Islam.
sumber
Peter Casey : Tak Canggung Sholat Tepat Waktu di Tempat Umum
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/peter-casey-tak-canggung-sholat-tepat-waktu-di-tempat-umum.htm#.UZsIPEoyqSo
Redaksi – Senin, 3 Rajab 1434 H / 13 Mei 2013 09:51 WIB
Dia berusia 23 Tahun. Bernama Peter Casey, atau Abdulmalik. Pada usia 15 tahun, lulusan Queens College ini memutuskan bersyahadat masuk Islam.
Namanya dikenal secara luas baik di negerinya, Amerika
Serikat, maupun dunia internasional setelah pengakuannya memilih Islam
tersebar luas di jagat maya. Alih-alih takut akan keselamatan nyawanya
mengingat fobia Islam kembali mengental di AS menjelang peringatan
tragedi 11 September, ia malah rajin menunjukkan keyakinan barunya di depan publik. (Tidak semua muslim mampu lakukan hal itu di negeri non muslim walau oleh ‘yang sudah Muslim’ sejak lahir)
Ia misalnya, selalu pergi ke masjid setiap hari dengan ‘menumpang’ skateboard-nya
— gaya khas anak muda AS. Ia juga jarang berpikir dua kali untuk
melakukan ibadah shalat di Starbuck, jika kebetulan ia tengah nongkrong di sana dan waktu shalat telah tiba.
Pria bermata biru ini mengaku pantang menyembunyikan identitas keislamannya. Sebaliknya, ia mengatakan ia berusaha untuk “menantang stereotip dan kesalahpahaman” orang lain di sekitarnya tentang Islam.
Sebagai seorang mualaf yang dibesarkan di pinggiran kota dengan latar
belakang Yudeo-Kristen, Casey dibesarkan di pinggiran Long Island oleh
ibu yang beragama Yahudi dan ayah Katolik. Ia tumbuh dalam keluarga yang
bertolak belakang dalam melihat Yesus.
Di satu sisi, kekristenan berbicara tentang Yesus (Tuhan) sebagai Allah Putra, Allah Bapa, dan roh Kudus (3 Pribadi tapi Satu/trinitas). Di sisi lain, Yudaisme (Agama Yahudi) berbicara tentang Yesus sebagai seorang mesias/seorang yang diurapi/juru selamat palsu.
“Saya merasa ada dua hal ekstrem di sana, dan saya mempelajari keduanya,” kata Casey.
Pasca-serangan 11 September 2001, pemahaman mulai berubah. Ia berusia
13 tahun saat dua menara kembar WTC itu runtuh. Sejak itu!, ia rajin
berselancar di dunia maya mengorek isi ajaran Islam — yang “Pada
awalnya” dituduhkan berada di balik serangan itu. Ia menemukan dalam
penelusurannya doktrin yang lebih masuk akal dalam Islam tentang Yesus:
Dia Seorang Nabi, Seorang Pria yang menyampaikan firman Allah. Tidak
lebih dari itu.
“Aku sedang mencari agama Yesus dan murid-muridnya,” kata Casey
mengatakan. “Dan ketika saya mulai belajar tentang Islam, saya seperti:”
Ini dia. Ini adalah agama itu.” . (The New York Times,12/9/2011)
Dua tahun kemudian, pada usia 15 tahun, ia masuk Islam.
Sejak itu, Ia telah berupaya untuk meluruskan kecurigaan publik AS pada Islam. Tak hanya melalui perbuatan – seperti bershalat di tempat umum dan
ramah pada siapa saja — ia juga aktif berdakwah melalui blog-nya yang
bertajuk ‘Dawah Addict’. Tema-tema seperti ‘Muhammad dalam Alkitab’ dan
‘Bagaimana Menjadi Seorang Muslim’ diulasnya tanpa canggung.
“Ketika saya pertama kali menjadi Muslim, dan ini masih terdengar
hingga hari ini, orang-orang berkata,”Mengapa tidak ada Muslim di luar
sana mengatakan tentang Islam yang sebenar-benarnya?” Kata Mr Casey.
“Dan saya pikir, yah, Saya akan Melakukannya jika tidak ada orang lain yang akan melakukannya.”
Ia bahkan mempunyai saluran/channel You Tube sendiri yang ia
pergunakan untuk Dakwah dan menyampaikan islam dengan jumlah pendengar
yang terus tumbuh dengan 5000 pelanggan dan hampir setengah juta
pengunjung.
sumber,
The New York Times,(http://cityroom.blogs.nytimes.com/2011/09/12/l-i-bred-muslim-convert-challenges-stereotypes/?partner=rss&emc=rss)
semoga bermanfaat,….
Benarkah Jenderal Napoleon Bonaparte Itu Akhirnya Muslim?
http://www.eramuslim.com/dakwah-mancanegara/benarkah-jenderal-napoleon-bonaparte-itu-akhirnya-muslim.htm#.UZsFH0oyqSo
Redaksi – Selasa, 11 Rajab 1434 H / 21 Mei 2013 07:26 WIB
Benarkah
Napoleon Bonaparte, jenderal besar panglima perang Perancis ini masuk
Islam? Kenapa tidak? Berpuluh puluh tahun Napoleon berada di Mesir dan
sering berinteraksi dengan masyarakat dan dunia Islam. dalam pencarian
agamanya, sangat mungkin Napoleon mempelajari dan tertarik pada Islam
seperti yang terjadi pada jutaan mualaf lainnya hingga hari ini….Semoga
___________________
Bagi pembaca sejarah, nama Napoleon Bonaparte mungkin sudah tak
asing lagi. Nah, tahukah Anda bahwa ada kabar menarik yang menyebutkan
bahwa musuh bebuyutan Inggris pada zaman itu adalah seorang Muslim.
Tapi ingat, kabar ini bukannya tanpa kontroversi.
Kabar Napoleon menjadi Muslim ini diungkap dalam harian resmi
Prancis, Le Moniteur Universel (terbit dalam kurun 1789-1868).
Disebutkan bahwa Napoleon resmi menjadi Muslim pada 1798. Kutipan berita
inilah yang kemudian dimuat dalam buku Satanic Voices – Ancient and
Modern karya David Musa Pidcock tepatnya pada halaman 61.
Buku Pidcock ini terbit pada 1992, demikian tulisan yang dikutip
media.isnet.org. Pidcock juga menuliskan bahwa Napoleon memilih nama Ali
sebagai nama barunya, sehingga menjadi Ali Napoleon Bonaparte. Rupanya
Napoleon sempat terinspirasi oleh orang kepercayaannya, Jenderal Jacques
Menou, yang kemudian menjadi Jenderal Abdullah-Jacques Menou. Sang
jenderal kemudian menikahi seorang wanita Mesir, Siti Zoubeida –yang
diyakini memiliki garis keturunan dari Nabi Muhammad saw.
Napoleon disebut-sebut mengakui superioritas hukum Islam, bahkan
berniat menerapkannya di kekaisarannya di Prancis. Prinsip-prinsip
syariah itu sempat dimasukkan ke dalam Civil Code Napoleon atau hukum
yang ditulis oleh Napoleon. Code Napoleon ini kemudian menjadi
menginspirasi konstitusi Prancis dan konstitusi negara-negara taklukan
Napoleon di Eropa.
Tunggu dulu…ternyata penerapan prinsip syariah dalam hukum Prancis
ini ada contohnya di dunia kontemporer. Berita yang ditulis
media.isnet.org ini menyebutkan, salah satunya adalah ketika terjadi
kecelakaan fatal 1997 yang menewaskan Putri Diana dari Inggris dan teman
dekatnya, Dodi al-Fayed. Para fotografer yang memotret insiden tersebut
juga ikut dikenai dakwaan hukum dengan bersumber pada jurisprudensi
Prancis.
Dakwaan itu menyebutkan, para fotografer ikut bersalah “karena tidak
menolong saat berada di lokasi kejadian”. Nah, menurut Pidcock, prinsip
ini konon berasal dari hukum syariah hasil ijtihad dari Imam Malik.
Lebih jauh lagi, hubungan Napoleon dengan Islam diungkap juga dalam
Bonaparte and Islam atau versi Prancisnya, Bonaparte et Islam, tulisan
Christian Cherfils.
Sejarah
mencatat, Napoleon Bonaparte, seorang Jendral dan Kaisar Prancis yang
tenar kelahiran Ajaccio, Corsica 1769. Namanya terdapat dalam urutan
ke-34 dari Seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah yang
ditulis oleh Michael H. Hart. Karier militer Napoleon menyuguhkan
paradoks yang menarik. Kegeniusan gerakan taktiknya amat memukau, dan
bila diukur dari segi itu semata, bisa jadi dia bisa dianggap seorang
jendral terbesar sepanjang jaman. Sebagai seorang yang berkuasa dan
berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya
ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu. Tapi
rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang
dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte
merasa tenang dan damai. Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun
sebelum kematiannya ditahun 1821, kabarnya Napoleon Bonaparte menyatakan
ke-Islamannya di hadapan dunia Internasional. Namanya berubah menjadi
‘Aly (Ali) Napoleon Bonaparte’. Apa yang membuat Napoleon ini lebih
memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ? bukan hanya sekedar isu,
berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat di majalah Genuine
Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura.
“I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains,
cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of
Lot and his daughters?” “The science which proves to us that the earth
is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at
religion. Joshua stops the sun! One shall see the stars falling into the
sea… I say that of all the suns and planets,…”
( “Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang
Yahudi adalah bangsat, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih
dahsyat daripada kisah Luth beserta kedua puterinya?” (Lihat Kejadian
19:30-38) “Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi
bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap
agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan
melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut…. saya katakan, semua
matahari dan planet-planet ….”)
Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :
“Religions are always based on miracles, on such things than
nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and
he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has
less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters.”
(“Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti
halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai
anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang
dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual
seperti yang terdapat di dalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga
menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa.” )
Selanjutnya :
“Surely, I have told you on different occations and I have
intimated to you by various discourses that I am a Unitarian Musselman
and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans.”
(“Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada
kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda di
setiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan
nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam.”)
Akhirnya ia berkata :
“In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner.”
(“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada
Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya
tanpa pendamping.” )
Napoleon Bonaparte mengagumi Al-Quran setelah membandingkan dengan kitab sucinya terdahulu, Alkitab.
Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan Al-Quran, juga semua
cerita yang melatar belakanginya. Dalam buku yang berjudul ‘Bonaparte et
I’Islarn oleh Cherlifs, Paris, halaman 105’, Napoleon Bonaparte berkata
sebagai berikut:
“I hope the time is not far off when I shall be able to unite all
the wise and educated men of all the countries and establish a uniform
regime based on the prinsiples of the Qur’an wich alone can lead men to
happiness.”
( “Saya meramalkan bahwa tidak lama lagi akan dapat dipersatukan
semua manusia yang berakal dan berpendidikan tinggi untuk memajukan satu
kesatuan kekuasaan yang berdasarkan prinsip–prinsip ajaran Islam,
karena hanyalah Qur’an itu satu-satunya kebenaran yang mampu memimpin
manusia kepada kebahagiaan.”)
Beberapa sumber lain yang menyatakan ke-Islaman beliau:
* Buku ‘Satanic Voices – Ancient and Modern’ dengan penulis David M. Pidcock (1992 ISBN: 1-81012-03-1), pada hal. 61 * Surat kabar Perancis ‘Le Moniteur’, yang menulis bahwa beliau masuk Islam pada tahun 1798.
* Buku ‘Satanic Voices – Ancient and Modern’ dengan penulis David M. Pidcock (1992 ISBN: 1-81012-03-1), pada hal. 61 * Surat kabar Perancis ‘Le Moniteur’, yang menulis bahwa beliau masuk Islam pada tahun 1798.
* Buku ‘Napoleon And Islam’ dengan penulis C. Cherfils (ISBN: 967-61-0898-7).
Islam hadir tidak hanya mayoritas di suatu negara tapi juga sebagai
minoritas khususnya di benua Eropa dan Amerika. Napoleon Bonaparte
adalah salah satu contoh dari pribadi muslim yang sukses sebagai
minoritas di Perancis. Tetapi ada data yang bisa jadi sebagai
pengelabuan sejarah, dikatakan pada akhirnya Napoleon dimakamkan secara
Kristen di Perancis pada tgl 15 Desember 1840 di gereja Paris, namun
sepertinya hal tersebut sebagai sesuatu informasi yang dibuat oleh pihak
barat untuk mengaburkan fakta bahwa beliau adalah seorang Muslim.
Sama
halnya di Indonesia, Pattimura yang seorang muslim bahkan cicitnya pun
menyatakan mereka adalah muslim, lalu tiba-tiba nama Patimura berubah
menjadi Thomas Mattulesi Pattimura.
Terlepas dari semua hal tersebut,
kiranya kita mesti merenungkan ucapan beliau tidak lama setelah
mempelajari isi Al-Quran dan sebelum masuk Islam; yang pertama
menguntungkan kaum muslimin dan yang kedua membahayakan mereka.
Ucapan
yang keluar dari mulut politikus besar ini dan menguntungkan kaum
muslimin adalah, “Aku telah belajar dari buku ini, dan aku merasa bahwa
apabila kaum muslimin mengamalkan aturan-aturan komprehensif buku ini,
maka niscaya mereka tidak akan pernah terhinakan.” Adapun kata-kata yang
membahayakan kaum muslimin adalah, ia pernah berkata, “Selama
Al-Quran ini berkuasa di tengah-tengah kaum muslimin, dan mereka hidup
di bawah naungan ajaran-ajarannya yang sangat istimewa, maka kaum
muslimin tidak akan tunduk kepada kita, kecuali bila kita pisahkan
antara mereka dengan Al-Quran.” walaupun tidak diketahui kapan waktunya
ia ucapkan dua pernyataan tersebut yang mana lebih awal dan mana yang
lebih akhirnya .
Wallahu a’lam.
(Beberapa sumber/Farzila Novia/RoL/HK)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar