Minggu, 26 Mei 2013

AMIN RAIS-REFORMASI- AMBISI PRESDIEN ATAW TERJEBAK TIPUAN RODA2 ZIONIS INTERNASIONAL...>>> KEMANA SAJA IDEALISME ANDA PK AMIEN...?? ATAU MEMANG ANDA JUGA BAGIAN DARI BOLA PERMAINAN PARA PENJAJAH KRIMINAL INTERNASIONAL...YANG SENGAJA DIGULIRKAN...UNTUK MERUNTHKAN....KEKUATAN REPUBLIK..YANG DIBANGUN OLEH PARA FAUNDING FATHER...??? ANDA HAMPR SAMA ATAU MALAH SERUPA DENGAN MENDIANG SUHARTO...??? PENGKHIANAT BANGSA..DAN PENGKHIANAT PROKLAMASI 17.8 1945..??>> ........ Mantan menteri Rokhmin Dahuri barangkali akan tercatat dalam sejarah sebagai "whistleblower" pengungkap gunung es skandal KKN yang menggoncangkan jantung kekuasaan NKRI pasca Reformasi. Saya baru mendarat di Kennedy Airport New York City Rabu siang 23 Mei, ketika Andi Malarangeng menelpon tentang berita Amien Rais menyatakan pernah ditawari dana oleh Paul Wolfowitz dan dalam berita itu Amien Rais menyebut salah satu yang menyaksikan pertemuan adalah saya dan Bambang Sudibyo. Saya berangkat dari Jakarta Minggu malam 20 Mei dan tidak membaca berita tsb. Karena itu saya menyatakan bahwa pertemuan Amien dan Paul Wolfowitz yang dimaksud mungkin salah satu dari acara Amien Rais sebagai Ketua Umum PAN bulan Maret 1999. Waktu itu belum ada pilpres langsung, dan pendamping Amien waktu itu adalah Bambang Sudibyo sedang “manager” yang mengatur perjalanan Amien ke Washington DC ialah Bara Hasibuan. Paul Woffowitz waktu itu berada diluar kabinet dan menjabat Dean School of International Affairs, John Hopkins University...>> Kebiasaan Amien Rais menemui para gembong zionis ini juga terkonfirmasi oleh tulisan Christianto Wibisono di Harian Suara Pembaharuan tgl 29 Mei 2007 berjudul "AMIEN RAIS DAN PAUL WOLFOWITZ". Harap diperhatikan bahwa tulisan tersebut menyebut pertemuan-pertemuan Amien Rais dengan tokoh-tokoh zionis seperti Paul Wolfowitz (arsitek perang Afghanistan dan Irak), George Soros (tangan kanan keluarga Rothchild pendiri negara Israel), Al Gore (mantan wapres Amerika agen provokator isu pemanasan global untuk kepentingan globalis yahudi) serta Henry Kissinger (arsitek perang Vietnam).....>>> "Apalah Bapak mendukung Pak Habibie menjadi presiden mendatang?" Demikian "pertanyaan kunci" tersebut saya ajukan kepada Amien Rais begitu kesempatan yang sangat sulit akhirnya datang kepada saya. Amien Rais tidak menjawab pertanyaan saya. Sebaliknya saya melihat wajahnya memerah menahan marah. Sesaat kemudian ia memegang pundak saya dan menekannya keras-keras sambil berlalu...>> satu hari menjelang Perang Khaibar di jaman Rosulullah, Beliau memerintahkan umat Islam untuk berangkat ke Khaibar (dekat Madinah) demi menaklukkan orang-orang yahudi yang terbukti telah melakukan tindakan pengkhianatan. Sebelum berangkat Beliau berpesan kepada kaum muslim untuk tidak melakukan sholat sebelum mencapai tempat tujuan meskipun waktu sholat telah tiba. Ketika di tengah perjalanan ternyata waktu sholat benar-benar tiba. Sebagian sahabat Rosul memenuhi pesan Rosul dengan tidak melaksanakan sholat sebelum mencapai Khaibar. Namun sebagian sahabat lainnya, yang merasa memiliki hak menafsirkan hukum agama sendiri di atas Rosulullah, menolak mengikuti perintah Rosul dengan menjalankan sholat....>> Allah telah berulangkali berfirman di dalam Al Qur'an untuk mematuhi semua perintah Rosul karena semua perkataan beliau adalah kebenaran yang dijamin Allah. Sebaliknya menolak perintah Rosulullah diancam Allah dengan hukuman berat. Dengan demikian maka para sahabat yang melakukan sholat sebelum sampai Khaibar sebenarnya telah melakukan pembangkangan terhadap Allah dan Rosul-Nya. Memang sebelumnya telah ada perintah untuk melakukan sholat tepat waktu. Namun dalam kasus ini perintah tersebut tidak berlaku lagi setelah digantikan oleh perintah untuk melakukannya di Khaibar. Dan bagi mereka yang merasa memiliki hak untuk menafsirkan hukum lain di luar perintah Allah dan Rosul-nya, maka sebenarnya orang itu telah berlaku "jahil"...>> Penting pula mencermati kriteria sesat menurut Majelis Ulama Islam (MUI) pusat. Seperti dilansir sejumlah media, antara lain oleh detiknews dan antaranews: ada 10 kriteria aliran sesat. (1) Mengingkari rukun iman dan islam. (2) Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar’i Alquran dan Asunnah. (3) Meyakini turunya wahyu setelah Alquran. (4) Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran. (5) Melakukan tafsiran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir. (6) Mengingkari kedudukan hadis nabi sebagai sumber ajaran Islam. (7) Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul. (8) Mengingkari Nabi Muhammad sebagai rasul terakhir. (9) Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariat. (10) Mengkafirkan sesama muslim tanpa dalil syar’i. ...>> Terlepas dari polemik di atas, saya kira banyak orang sepakat bahwa mereka yang sudah menyimpang dari ajaran kebanyakan orang pun tidak mau dikatakan sesat. Betapa pula yang tidak sesat, saat digelari sesat, pasti tidak terima. Ironisnya, jika ketidakterimaan itu diaplikasikan dalam bentuk perlawanan. Namun, lebih ironis pula mereka yang merasa diri ‘lurus alias tidak sesat’, juga bertindak radikal menghukum kelompok yang diindakasi sesat. Oleh karena itu, tindakan anarkis perseorangan ataupun massa yang menghakimi mereka penganut aliran sesat patut ditinjau ulang. Sudah pantaskah menghakimi secara massa mereka yang diklaim aliran sesat? Lantas, di mana posisi polisi, pemerintah, dan ulama? Di mana pula hukum Tuhan semesta alam? ..>> Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Sudah maklum bahwa setiap Muslim yang beriman kepada Allah SWT , bersyahadat atas monoteisme (tauhid), mengakui misi Nabi Muhammad SAW, tidak menyangkal perintah-perintah agama dan orang yang dengan sepenuhnya sadar akan rukun-rukun Islam dan salat dengan tata cara yang benar, maka niscaya juga tepat baginya sebagai imam salat jamaah bagi yang lain dan juga mengikuti imamah orang lain ketika melakukan salat sehari-hari meskipun ada perbedaan-perbedaan (paham) keagamaan di antara imam dan makmumnya. Prinsip ini pun berlaku bagi Syiah Ahlul Bait AS. Kita bersama mereka (Syiah Ahlul Bait) menyangkut Allah, Rasulullah SAW, Ahlul Bait AS, juga para sahabat Nabi Muhammad SAW. Tidak ada perbedaan di antara kita dan mereka menyangkut prinsip-prinsip dan dasar-dasar syariah Islam juga kewajiban-kewajiban desisif agama. ..>>


RAFSANJANI "BIJAK", AHMADI- NEJAD  "JAHIL"???

http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/05/rafsanjani-bijak-ahmadinejad-jahil.html#.UaHc3lIxVkg

Pada satu hari menjelang Perang Khaibar di jaman Rosulullah, Beliau memerintahkan umat Islam untuk berangkat ke Khaibar (dekat Madinah) demi menaklukkan orang-orang yahudi yang terbukti telah melakukan tindakan pengkhianatan. Sebelum berangkat Beliau berpesan kepada kaum muslim untuk tidak melakukan sholat sebelum mencapai tempat tujuan meskipun waktu sholat telah tiba.

Ketika di tengah perjalanan ternyata waktu sholat benar-benar tiba. Sebagian sahabat Rosul memenuhi pesan Rosul dengan tidak melaksanakan sholat sebelum mencapai Khaibar. Namun sebagian sahabat lainnya, yang merasa memiliki hak menafsirkan hukum agama sendiri di atas Rosulullah, menolak mengikuti perintah Rosul dengan menjalankan sholat.

Pada saat itu sebenarnya umat Islam tengah diuji dengan ujian yang tampak ringan namun sebenarnya sangat berat. Kedua pilihan tersebut yaitu menjalankan sholat tepat waktu atau memenuhi perintah Rosul untuk menjalankan sholat di Khaibar tampak seperti 2 perintah yang sama-sama baik. 
Namun sebenarnya dalam kasus ini tidak demikian. Allah telah berulangkali berfirman di dalam Al Qur'an untuk mematuhi semua perintah Rosul karena semua perkataan beliau adalah kebenaran yang dijamin Allah. Sebaliknya menolak perintah Rosulullah diancam Allah dengan hukuman berat. Dengan demikian maka para sahabat yang melakukan sholat sebelum sampai Khaibar sebenarnya telah melakukan pembangkangan terhadap Allah dan Rosul-Nya.

Memang sebelumnya telah ada perintah untuk melakukan sholat tepat waktu. Namun dalam kasus ini perintah tersebut tidak berlaku lagi setelah digantikan oleh perintah untuk melakukannya di Khaibar. Dan bagi mereka yang merasa memiliki hak untuk menafsirkan hukum lain di luar perintah Allah dan Rosul-nya, maka sebenarnya orang itu telah berlaku "jahil".


Dalam riwayat hadits yang menceritakan peristiwa tersebut memang disebutkan bahwa Rosulullah tidak menyalahkan para sahabat yang membangkang perintahnya dengan menjalankan sholat di tengah perjalanan. Namun mengingat banyaknya bias pada kitab-kitab hadits,  saya lebih percaya bila Rosul mengecam tindakan para sahabat tersebut. Wallahualam. (Beberapa contoh hadits yang bias diantaranya adalah perintah untuk membunuh cicak, perintah membunuh ular, nabi Musa berkelahi melawan malaikat, nabi musa mengejar batu sambil telanjang, Allah yang berwujud seperti manusia, dll).

Terkait dengan kisah tersebut kini di Iran tengah terjadi peristiwa yang bisa ditafsirkan sama. Iran dipimpin oleh seorang ulama besar  keturunan Rosul yang disucikan Allah bernama Ali Khamanei. Dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin tertinggi, ia telah mendelegasikan kekuasaan memilih pemimpin eksekutif (presiden) kepada Dewan Penjaga Revolusi yang beranggotakan para ulama dan ilmuan. Dewan Penjaga Revolusi telah mendiskualifikasi 2 orang tokoh populer yaitu Akbar Hashemi Rafsanjani dan Esfandiar Rahim Mashaie. Rafsanjani adalah mantan presiden yang berperan besar dalam Revolusi Iran tahun 1979. Sementara Mashaie adalah seorang pejabat tinggi yang didukung oleh Presiden Ahmadinejad.

Atas keputusan tersebut Rafsanjani dan Ahmadinejad telah melakukan sikap yang mirip dengan sikap para sahabat terhadap perintah Rosulullah tentang sholat di Khaibar. Rafsanjani patuh pada keputusan, namun Ahmadinejad membangkang dengan "penafsiran"-nya sendiri.

“Rafsanjani menganggap bahwa pengalamannya menjadi presiden ditentukan oleh hukum. (Maka demi hukum pula beliau menerima keputusan),” kata Eshagh Jahangari, jubir Rafsanjani menanggapi keputusan Dewan Penjaga Revolusi.

Jahangari menekankan bahwa Rafsanjani adalah salah satu pilar dari sistem kekuasaan di Iran, maka ia tidak akan menghancurkan pilar tersebut.

Namun tidak demikian halnya dengan Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Ia menolak keputusan tersebut dan memutuskan untuk membawa kasus tersebut ke pemimpin tertinggi Ali Khamanei. Menurut Ahmadinejad Mashaei, yang tidak lain adalah besannya itu, adalah seorang dengan keimanan yang tinggi dan memiliki kemampuan yang dibutuhkan sebagai kandidat presiden. Penolakan pencalonan Mashaei dianggapnya sebagai "tidak adil".

Bukan kali ini saja Ahmadinejad melakukan "pembangkangan". Ia pernah terlibat "perang dingin" dengan pemimpin tertinggi Ali Khamenei akibat memecat seorang menteri yang dijagokan Khamanei. Ia juga dianggap "lancang" memasuki wilayah keagamaan yang merupakan haknya para ulama dalam kasus penafsiran "kedatangan al Masih". Ia baru meminta ma'af kepada Khamanei setelah diancam akan ditangkap oleh panglima Tentara Pengawal Republik yang berada di bawah komando pemimpin tertinggi.

Baru-baru ini Ahmadinejad juga melakukan kegaduhan politik, yaitu dengan memperdengarkan rekaman pembicaraan saudara kandung ketua parlemen di depan sidang parlemen. Selain itu para pendukung Ahmadinejad mengusir ketua parlemen saat berpidato di depan massa. Akibat aksi-aksi tersebut Ahmadinejad kembali mendapat ancaman oleh Tentara Pengawal Republik. Baru-baru ini juga beredar kabar tentang "penculikan" Ahmadinejad oleh aparat inteligen Iran akibat ancaman Ahmadinejad untuk "membongkar aib regim" setelah pencalonan kandidat presiden yang dijagokannya mendapatkan rintangan.

Jika para sahabat saja bisa membangkang kepada Rosulullah, manusia terbaik yang pernah diciptakan Allah di muka bumi, maka tidak mengherankan jika Ahmadinejad pun membangkang terhadap Ali Khamanei. Namun tentu saja hal itu tidak bisa dibiarkan karena hal itu berarti telah menyemai bibit perpecahan yang mengancam eksistensi suatu bangsa.



REF:
"Rafsanjani to Stay with S. Leader, Ahmadinejad Rejects Mashaei Dismissal"; almanar.com.lb; 22 Mei 2013

KILAS BALIK GERAKAN REFOR- MASI  (2) 

http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/05/kilas-balik-gerakan-reformasi-2.html#.UaHamFIxVkg

Menjelang Pemilu 1999, saat saya masih menjadi wartawan di Batam, saya mendapatkan tugas dari pimpinan saya untuk mengajukan satu "pertanyaan kunci" kepada Amien Rais saat beliau "berkampanye" di Masjid Raya Batamindo, Muka Kuning-Batam.

"Apalah Bapak mendukung Pak Habibie menjadi presiden mendatang?"

Demikian "pertanyaan kunci" tersebut saya ajukan kepada Amien Rais begitu kesempatan yang sangat sulit akhirnya datang kepada saya. Amien Rais tidak menjawab pertanyaan saya. Sebaliknya saya melihat wajahnya memerah menahan marah. Sesaat kemudian ia memegang pundak saya dan menekannya keras-keras sambil berlalu.


Saya menyembunyikan peristiwa ini kepada atasan dan rekan-rekan kerja karena menganggapnya sebagai sebuah "aib" tidak saja bagi saya namun juga bagi Pak Amien. Bertahun-tahun saya pun mencoba memahami mengapa Pak Amien Rais marah kepada saya karena pertanyaan tersebut di atas. Hingga akhirnya saya mendapatkan jawabannya.

"Bodoh aku! Siapa yang tidak ingin jadi presiden?" kata saya dalam hati setelah berhasil menemukan jawaban atas kemarahan Pak Amien Rais tersebut.

Ya, siapa tidak ingin jadi presiden? Terlebih bagi seorang yang merasa paling berjasa dalam gerakan reformasi yang sukses menumbangkan regim Orde Baru pimpinan Pak Harto. Pak Amien Rais tentu juga ingin menjadi presiden. Namun sayang realitas politik tidak memihaknya, Amien Rais telah menjadi "kartu mati", dan hal itulah yang membuatnya marah saat disinggung tentang prospek Habibie menjadi presiden.

Boleh saja Pak Amien sukses menumbangkan Soeharto. Namun secara de-facto Pak Harto masih menjadi orang paling berpengaruh di Indonesia. Kalau tidak di kalangan politisi, setidaknya Pak Harto masih berpengaruh besar di kalangan birokrat dan terlebih lagi TNI. Ditambah kekayaan yang melimpah, tidak ada yang tidak bisa dilakukan Pak Harto kecuali bertahan menjadi presiden. Anaknya saja, Tommy, bisa membunuh seorang hakim agung dan masih bisa mendapatkan remisi dan bisnisnya masih lancar sampai kini. Siapa saja yang berani mendukung Pak Amien menjadi presiden sama saja dengan melempar kotoran ke muka Pak Harto dan keluarganya. Dan tidak ada orang waras di Indonesia yang berani melakukan hal itu. Maka Amien pun gagal menjadi presiden, tidak saja pada tahun 1999, namun juga tahun 2004 dan 2009.

Hal lain lagi yang baru saya ketahui kemudian adalah hubungan gelap antara Amien Rais dengan para tokoh zionis-neokonservatif Amerika. Adrian Napitupulu, tokoh gerakan mahasiswa "Forum Kota" dalam acara diskusi "Apa Kabar Indonesia Pagi" hari Rabu (22/5) lalu menuduh Amien Rais bersama elit-elit politik telah menelikung gerakan reformasi yang digerakkan para mahasiswa dan baru benar-benar bergabung dengan gerakan reformasi 70 hari sebelum lengsernya Pak Harto tgl 21 Mei 1998. Saya masih ingat benar karena diberitakan oleh media massa saat itu, bahwa pada bulan April atau saat gerakan reformasi tengah mencapai momentumnya, Amien Rais pergi ke Amerika. Media massa memang tidak menyebutkan apa saja yang dilakukan Amerika saat itu. Namun kini saya yakin, beliau menemui para tokoh zionis-neokonservatif. Apalagi kalau bukan untuk mendapatkan instruksi-instruksi dan dukungan dana.

Kebiasaan Amien Rais menemui para gembong zionis ini juga terkonfirmasi oleh tulisan Christianto Wibisono di Harian Suara Pembaharuan tgl 29 Mei 2007 berjudul "AMIEN RAIS DAN PAUL WOLFOWITZ". Harap diperhatikan bahwa tulisan tersebut menyebut pertemuan-pertemuan Amien Rais dengan tokoh-tokoh zionis seperti Paul Wolfowitz (arsitek perang Afghanistan dan Irak), George Soros (tangan kanan keluarga Rothchild pendiri negara Israel), Al Gore (mantan wapres Amerika agen provokator isu pemanasan global untuk kepentingan globalis yahudi) serta Henry Kissinger (arsitek perang Vietnam).

Berikut adalah tulisan tersebut:


AMIEN RAIS DAN PAUL WOLFOWITZ

Bola liar aliran dana DKP memuncak menjadi “adversarial contest” antara Presiden Yudhoyono yang setelah bersabar 2,5 tahun menyebut nama Amien Rais sebagai opponent “penyebar fitnah”.

Mantan menteri Rokhmin Dahuri barangkali akan tercatat dalam sejarah sebagai "whistleblower" pengungkap gunung es skandal KKN yang menggoncangkan jantung kekuasaan NKRI pasca Reformasi. Saya baru mendarat di Kennedy Airport New York City Rabu siang 23 Mei, ketika Andi Malarangeng menelpon tentang berita Amien Rais menyatakan pernah ditawari dana oleh Paul Wolfowitz dan dalam berita itu Amien Rais menyebut salah satu yang menyaksikan pertemuan adalah saya dan Bambang Sudibyo.

Saya berangkat dari Jakarta Minggu malam 20 Mei dan tidak membaca berita tsb. Karena itu saya menyatakan bahwa pertemuan Amien dan Paul Wolfowitz yang dimaksud mungkin salah satu dari acara Amien Rais sebagai Ketua Umum PAN bulan Maret 1999. Waktu itu belum ada pilpres langsung, dan pendamping Amien waktu itu adalah Bambang Sudibyo sedang “manager” yang mengatur perjalanan Amien ke Washington DC ialah Bara Hasibuan. Paul Woffowitz waktu itu berada diluar kabinet dan menjabat Dean School of International Affairs, John Hopkins University.

Membicarakan hubungan bilateral AS dengan pelbagai negara dunia termasuk RI, harus memahami pelbagai tingkatan, jalur dan dimensi dari "multi-track diplomacy" secara cermat. Bila tidak, akan terjadi kerancuan dan campur aduk yang membingungkan karena "factor conflict of interest" pada tingkat individu, institusi maupun "inter-state" (hubungan antar Negara)

Baik Paul Wolfowitz maupun Edward Masters menyatakan bahwa USINDO adalah lembaga netral dan bukan "lobbyist" dalam arti “spesifik” dan karena itu tidak dalam posisi untuk “mengatur atau mengusahakan pertemuan antara Amien Rais yang waktu itu menjabat sebagai Ketua Umum PAN dengan Wapres Al Gore. Dalam "euphoria" demokrasi itu maka National Endowment for Democracy (NED) adalah lembaga AS yang mempunyai missi membantu mengembangkan proses re-demokratisasi bekas negara otoriter, termasuk Indonesia. Partai Republik mempunyai International Republican Institute (IRI) sedang Partai Demokrat mendirikan National Democratic Institute (NDI). USINDO bisa menghubungi IRI dan NDI agar Amien Rais bisa bertemu dengan senator dan "congressmen" baik dari Demokrat maupun Republik. Secara umum juga ditekankan bahwa AS berkepentingan melihat suksesnya reformasi demokratis di Indonesia setelah keluar dari krismon dan perubahan dari rezim otoriter ke demokrasi parlementer.

Saya mengikuti beberapa pertemuan rombongan inti Amien Rais, Bambang Sudibyo dan Bara Hasibuan serta Yahya Muhaimin (waktu itu Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI). Sepanjang ingatan saya pembicaraan dengan Paul dan elite AS serta Michael Camdessus dari IMF adalah pada tingkat hubungan bilateral, institusional dan juga harapan suksesnya demokrasi RI pada tingkat operasional dengan pemberdayaan lembaga lembaga demokrasi seperti parpol dan LSM. Di New York, Amien Rais juga sempat bertemu George Soros dan Henry Kissinger. Itulah satu satunya agenda “resmi” karena posisi saya sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pusat PAN.

Setelah itu, pemilu 1999 menghasilkan multipartai dengan PDIP sebagai fraksi terbesar tapi bukan mayoritas dan manuver Poros Tengah melahirkan paradox bahwa Megawati harus puas jadi Wapres karena Amien Rais menjadi arsitek Poros Tengah yang mengorbitkan Gus Dur sebagai Presiden. Bambang Sudibyo kemudian memperoleh posisi strategis sebagai Menteri Keuangan.

Gus Dur ternyata tidak bisa dikendalikan oleh Poros Tengah dan konspirasi ini hanya berumur 2 tahun karena Gus Dur di-"impeach" oleh MPR digantikan oleh Megawati.

6 minggu sebelum "impeachment" Gus Dur menawarkan jabatan Menko Perekonomian sekitar 10-12 Juni 2001. Saya menyatakan bisa menerima bila Gus Dur dan Megawati rujuk sehingga pekerjaan sebagai Menko selesai separo bila dua atasan bersatu. Tapi kalau Menko harus bekerja dibawah Presiden dan Wapres yang saling bersaing, maka Menko itu pasti habis waktunya untuk memahami sebetulnya kabinet dan pemerintah itu mau dibawa kemana, bila RI 1 dan RI2 ber-oposisi satu sama lain.

Melaju ke pilpres 2004, Amien Rais sudah menjadi ketua MPR dan kunjungan ke Washington tentu sudah diatur oleh protokol Senat dan KBRI. Paul Wolfowitz sudah jadi deputy Menhan dan sibuk soal Iraq dan saya hanya menghadiri ceramah umum Amien di depan USINDO. Karena jaringan yang saya bina di Washington DC, banyak tim sukses capres yang menghubungi saya mengenai persepsi AS terhadap capres dan hubungan bilateral bila terpilih sebagai presiden. Saya tekankan perlunya hubungan bilateral yang strategis antara kedua negara. Ini bukan masalah sumbangan dana kampanye, melainkan hubungan bilateral yang melembaga dan transparan seperti hubungan AS-Rusia, AS-RRT, AS- Arab Saudi, AS-India dst dsb. Bobotnya ialah "mutual strategic interest" dua negara dan wawasan kenegarawanan capres ybs.,

Dana kampanye capres RI tentu harus berasal dari dalam negeri berdasar mekanisme regulasi yang berlaku. Dana kampenya capres AS juga ketat menyeleksi dan menghukum pelanggaran setoran dana kampanye oleh orang atau lembaga asing non AS. Ketika John Huang dari Partai Demokrat menyalurkan sumbangan dari group Lippo ke dana kampanya Bill Clinton, maka delik pidana ini disidangkan dan John Huang serta Charlie Trie dijatuhi pidana kurungan dan denda. Karena itu Mahathir yang sudah belajar dari kasus John Huang, memakai pola yang lebih rumit. LSM Malaysia menyalurkan donasi ke LSM AS, jadi suatu aliran dana terbalik dari Negara Dunia ketiga malah disumbangkan ke mbahnya kapitalis AS. Lalu LSM AS itu yang mengatur dana itu yang statusnya sudah menjadi dana LSM AS, disalurkan ke dana kampanye Bush, secara legal dan afdol. Kisah ini tetap menarik dan disorot karena sempat menyinggung "lobbyist" Jack Abramoff.

Secara "explicit" dan terbuka pada peluncuran GNI 10 April 2007 saya telah mengusulkan UU pencegahan "conflict of interest" penguasa merangkap pengusaha. Politisi terutama ex pengusaha harus menyerahkan pengelolaan asset bisnis kepada "blind trust management", perusahaan independen pengelola assets ketika pengusaha politisi tersebut menjabat menteri atau sampai Presiden. Tidak ada larangan pengusaha jadi menteri atau presiden. Yang harus diatur adalah "conflict of interestnya" bila terjadi amburadul dana pribadi dan dana kampanye.

Capres atau politisi kemudian harus mengumumkan dua macam buku yang transparan. Buku pertama ialah harta, bisnis dan penghasilan pribadi serta pajak yang dibayar. Buku kedua ialah buku dana kampanye yang jumlahnya bisa lebih besar dari harta milik dan penghasilan pribadi. Buku ini juga diaudit secara transparan untuk mengetahui apa dan siapa donator dan berapa jumlah donasi yang tidak boleh melanggar ketentuan maksimal perorangan dan perusahaan.

Semua usulan ini sudah saya sampaikan kepada Presiden Yudhoyono 10 April sore itu juga. Ketua DPR yang Senin malam 9 April datang makan malam sudah mendengar begitu pula Ketua DPD hari Rabu 11 April. Ketua Mahkamah Konstitusi hari Jumat 13 April dan kemudian Ketua MPR menjelang heboh usul amandemen. Jadi GNI sudah memberi peringatan dini bahwa masalah amburadul "conflict of interest" penguasaha dan dana kampanye harus ditanggulangi dengan sistematis.

Masih belum terlambat bila kita melaksanakan sistem itu agar tidak ditelan wabah “dana kampanye model Joyoboyo”. Tragis bahwa baik Amien maupun Paul menjadi korban kasus dan isu bernuansa moral KKN. Joyoboyo ternyata tidak mengenal batas Jawa, Indonesia atau Yahudi Amerika Serikat.


Artikel ini ditulis Oleh Christianto Wibisono di Harian "Suara Pembaharuan" tgl 29 Mei 2007


Quo Vadis Amien Rais?

Oleh : Ahmad Sumargono, S.E, M.M (Ketua GPMI, Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan UNPAD)
http://dhymas.wordpress.com/indonesiaku/quo-vadis-amien-rais/

 

Pernyataan Amien Rais dalam wawancara dengan majalah Tempo 4 Mei 2008 bertajuk : Ahmadiyah Punya Hak Hidup untuk ke sekian kalinya membuat saya terperangah. Dengan semangat membela Ahmadiyah Amien  berkata, ”Saya mencium ada kelompok siluman yang melakukan semacam operasi intelijen untuk memperkeruh suasana, menghancurkan ketenangan masyarakat.” Tuduhan ini bukan alang-kepalang daya pressure nya, karena diketahui bersama komponen umat Islam terbesar, atau Islam mainstream di negeri inilah yang justru berada di balik protes-protes keras pembubaran Ahmadiyah. Wabil-khusus tentu saja MUI (Majlis Ulama Indonesia) yang telah dua kali mengeluarkan fatwa tegas bahwa Ahmadiyah adalah aliran sesat dan menyesatkan. 

Berikut ini petikan wawancara tersebut :


Menjelang peringatan sepuluh tahun Reformasi, salah satu komponen bangsa, yaitu Ahmadiyah, dianggap menyimpang dan direkomendasikan untuk menghentikan kegiatannya. Padahal, di masa Orde Baru saja, mereka bisa hidup damai.…

Di zaman Orde Lama, mereka juga bisa hidup tenang. Saya mencium ada kelompok siluman yang melakukan semacam operasi intel untuk memperkeruh suasana, menghancurkan ketenangan masyarakat. Munculnya masalah Ahmadiyah seperti konflik Islam-Kristen di Ambon dulu yang amat mengejutkan, karena sebelumnya tidak pernah terjadi. Padahal hubungan harmonis antara penganut Islam dan Kristen di sana tadinya selalu menjadi contoh kebanggaan nasional. Ketika berkunjung ke luar negeri, sering kali kita menyebut bahwa Pancasila telah memungkinkan anak-anak bangsa yang berbeda agama bisa bekerja sama secara harmonis dan rukun. Tidak ada pertentangan, apalagi sampai konfrontasi fisik.

Mengapa Anda menyebut siluman? Bukankah organisasi yang menentang Ahmadiyah jelas, seperti Forum Umat Islam?
Itu kan organisasi yang muncul. Yang muncul jelas konkret. Bagian dari umat Islam. Tapi yang merekayasa ini harus dicari.

Apakah Anda mendapat informasi intelijen soal kelompok siluman ini?
Tidak ada sama sekali. Tapi kriminalisasi dan demonisasi Ahmadiyah ini sebuah rekayasa politik dan psikologi massa. Ini musibah. Umat Islam harus hati-hati.

Sudah berapa lama Anda mengenal Ahmadiyah?
Ahmadiyah sudah ada di Indonesia sejak saya kecil. Ketika saya masuk Universitas Gadjah Mada pada 1962, saya lihat beberapa tokoh universitas ada yang menjadi penganut Ahmadiyah. Yang terkenal itu Doktor Ahmad Djojosoegito. Mereka juga punya sekolah teknik menengah dan sekolah menengah atas di Yogyakarta.

Selama ini masyarakat tidak ada masalah dengan mereka?
Sama sekali tidak ada. Mengapa dalam dua tahun terakhir ini diributkan? Kalau Ahmadiyah dikatakan menyimpang dari akidah Sunni, sejak lahirnya, ya, sudah menyimpang. Ahmadiyah Qadian ataupun Lahore menganggap Mirza Gulam Ahmad sebagai Imam Mahdi.

Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat telah merekomendasikan Ahmadiyah menghentikan kegiatan mereka….
Saya menyayangkan mengapa badan itu ketika membuat rekomendasi tidak sekaligus melarang umat Islam melakukan kekerasan atau merusak masjid atau kantor milik Ahmadiyah. Perusakan itu perbuatan yang tidak islami. Kalau ada rekomendasi itu, mungkin orang-orang yang mau melakukan kekerasan akan berpikir dulu. Rekomendasi itu tidak bijak karena tidak melihat implikasi sosial, politik, psikologi, dan keagamaan dari yang direkomendasikan.

Sekarang pemerintah sedang menggodok surat keputusan bersama tentang Ahmadiyah. Apa implikasinya jika Ahmadiyah harus dilarang?
Kalau dilarang akan menjadi preseden yang luar biasa. Kapan-kapan kalau ada sebuah sekte muncul dan tidak sesuai dengan selera serta pandangan keimanan mainstream, kembali akan dihajar, dengan diktum sebagai aliran sesat dan ramai-ramai akan dikeroyok massa. Masalah ini sudah masuk ke wilayah yang amat sangat rumit dan sensitif, sudah karut-marut. Tapi tampaknya pemerintah seolah-olah tidak tahu.
Maksudnya?
Mengapa tiba-tiba Ahmadiyah dijadikan sasaran? Apalagi melibatkan aksi massa yang melibatkan ribuan orang dan well-organized. Ini menimbulkan tanda tanya. Saya curiga persoalan ini sengaja dimunculkan supaya masyarakat lupa akan persoalan kenaikan harga bahan pokok, dari kegagalan pemerintah mengatasi kondisi infrastruktur yang sudah hancur-hancuran. Supaya masyarakat lupa akan kenyataan bahwa pemerintah ini sudah menjadi broken government.
Anda curiga pemerintah berada di balik aksi anti-Ahmadiyah? Kalau benar, bukankah kekerasan ini membuat citra pemerintah menjadi jelek menjelang pemilihan umum?
Saya kira ini tidak langsung berhubungan dengan pemilihan umum. Tapi di mana pun, pemerintah yang sedang anjlok citranya karena tidak bisa mengatasi masalah mendasar yang dihadapi rakyatnya biasanya menjadi kreatif dan inovatif menciptakan suatu isu yang tahan agak lama.

Tujuannya?
Untuk memalingkan perhatian masyarakat dari jumlah pengangguran yang membengkak, kelaparan, dan kesengsaraan masyarakat. Dulu Bung Karno mengganyang Malaysia. Padahal Malaysia tidak ada salahnya. Tiap hari pawai, sampai lupa inflasi sudah 900 persen. Lupa bahwa di desa atau di kota sudah ada orang yang makan tikus bakar. Rakyat jadi asyik masyuk dengan konflik dan melupakan, bukan sejenak-dua jenak, tapi cukup lama kesusahannya. Saya bisa saja keliru, tapi saya mengamati, pemerintah yang bingung kadang-kadang mencari isu yang mengalihkan perhatian masyarakat.

Bagaimana sesungguhnya sikap umat Islam terhadap Ahmadiyah?
Coba tanya ke gajah-gajahnya organisasi Islam, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Saya kira mereka tidak setuju dengan cara seperti ini. Walaupun di Badan Koordinasi itu ada orang Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah, kalau Hasyim Muzadi atau Din Syamsuddin ditanya, saya kira keduanya tidak akan setuju dengan kekerasan terhadap Ahmadiyah.

Dari segi agama, bagaimana semestinya menyikapi Ahmadiyah?
Bagi orang yang membaca Al-Quran, sudah jelas sekali. Tiap anak-cucu Adam punya hak sepenuhnya untuk menganut agama yang dia pilih. Anak kecil juga hafal surat Al-Kafirun: lakum dinukum waliyadin, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Ini mengajari kita semua supaya ada koeksistensi secara damai di antara pemeluk agama yang berbeda-beda. Dalam Al-Quran juga dikatakan, “Barang siapa ingin kafir, silakan kafir. Barang siapa ingin beriman, silakan beriman.”

Jadi tidak ada paksaan dalam beragama?
Yang paling penting, tidak ada paksaan dalam beragama. Saya membaca tarikh Nabi, beliau tidak pernah mengajari supaya sebuah sekte yang dianggap menyimpang dibasmi dengan kekerasan. Orang kafir juga harus dilindungi karena punya hak hidup.

Konstitusi kita juga menjamin kebebasan orang beribadah?
Ya, itu jelas sekali. Jadi Tuhan sang Maha Pemurah dan pencipta langit dan bumi telah menciptakan keragaman. Ya, sudah.

Secara politik, apa sebenarnya yang dikhawatirkan dari Ahmadiyah?
Ahmadiyah bukan gerakan politik. Bahkan istilah jihad di tangan Ahmadiyah menjadi melempem. Buat mereka, jihad berarti berdakwah saja. Jadi keliru kalau ada yang menganggap Ahmadiyah akan mengembangkan negara syariah. Beberapa stasiun televisi mereka di Eropa hanya bicara tentang ajaran Islam, akhlak, dan ekonomi.

Bagaimana profil orang Ahmadiyah?
Di Pakistan mereka tetap eksis. Mereka naik haji ke Mekkah dan Madinah, juga tetap salat lima waktu. Bahkan setahu saya, banyak jenderal angkatan laut, darat, dan udara di Pakistan orang Ahmadiyah. Bahkan pemenang Nobel Fisika, Dr Abdussalam, juga orang Ahmadiyah. Jadi mereka itu sekumpulan orang intelektual. Bahkan, kalau mau jujur, yang menyiarkan agama Islam di Eropa, ya, orang-orang Ahmadiyah lewat stasiun televisi dan stasiun radio.

Mungkinkah persoalan Ahmadiyah dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat, karena ada partai yang kencang mendukung pelarangan Ahmadiyah?
Saya yakin sekali tidak akan sampai ke Dewan. Kalau mengharapkan Dewan memvonis Ahmadiyah, itu mission impossible.

Mengapa?
Saya agak paham peta di Dewan. Membuat semua anggota Dewan yang fraksinya berbeda-beda mengompori pemerintah supaya melarang Ahmadiyah, itu tidak terbayangkan. Unthinkable. Ya, mungkin ada satu-dua fraksi yang ingin melarang Ahmadiyah. Tapi, berdasarkan pengalaman saya, Dewan akan selalu kembali ke titik tengah. Tidak mau diajak ekstrem.

Bagaimana sebaiknya jalan tengah untuk Ahmadiyah?
Sekalipun Ahmadiyah dianggap aliran yang menyimpang dari tradisi Sunni, di luar mazhab Hambali, Maliki, Hanafi, Syafei, hak hidup mereka harus dihormati. Itu konsekuensi dari demokrasi dan konstitusi kita. Nah, jalan tengahnya, Ahmadiyah dilarang menyebarkan secara terbuka keimanannya, secara tertutup bolehlah. Tapi, karena mereka bagian dari tubuh bangsa Indonesia, boleh tetap ada. Wong jadi komunis juga boleh, kok.

Bagaimana dengan tuntutan agar Ahmadiyah diminta keluar dari Islam?
Enggak betul itu. Yang punya Islam itu Allah. Saya meratapi mengapa sepertinya benang emas Quran itu dilupakan. Kalau kita kembali ke Quran, kita kan disuruh menyeru kepada kebenaran, kepada agama Allah dengan cara yang baik, kearifan, mujadalah yang indah, debat yang sejuk, wonderful. Tidak ada dalam Al-Quran menyuruh mengepalkan tinju dan memburu orang yang berbeda pendapat. Saya setuju pernyataan Din Syamsuddin: “Jangan paksakan Ahmadiyah keluar dari Islam.” Sebab, mereka memang tidak mau. Mereka merasa Islam.

Bagaimana bila Ahmadiyah akhirnya dilarang, masjid-masjidnya ditutup?
Itu akan membuat Indonesia menjadi negara yang sangat tidak simpatik.

Apa yang akan Anda lakukan?
Ya, saya tidak setuju saja. Wong saya cuma rakyat biasa.

Siapa yang untung dengan karut-marut persoalan Ahmadiyah?
Yang untung yang tidak senang Indonesia tenteram.
-o0o-

 

Amien menyetarakan protes-protes Ahmadiyah itu dengan konflik Islam-Kristen di Ambon. Kata Amien, “Sebelumnya tidak pernah ada konflik Islam-Kristen di sana, tiba-tiba muncul.” Amien sama sekali tidak menyebut akar masalah inti konflik horizontal Islam-Kristen Ambon itu, jelas-jelas terjadi karena dimulai pertamakali dengan peristiwa penyerangan pihak Kristen terhadap kelompok Islam. Umat Islam yang baru  merayakan Idul Fitri , tiba-tiba diserbu, dibantai secara membabi-buta. Ketika konflik berlarut-larut, umat Islam semakin tersudut, dan terus-menerus dibantai, datanglah bala bantuan dari Laskar Jihad pimpinan Ust Jafar Umar Thalib. Posisi pun berubah, umat Islam bahkan banyak memenangkan peperangan dalam berbagai front yang ada di Ambon dan sekitarnya.

Dalam posisi umat Islam di atas angin, Amien Rais sepulang dari kunjungan ke AS (1999), tiba-tiba membuat pernyataan yang amat mengejutkan, yakni: Mengundang Pasukan Asing semacam Pasukan Perdamaian PBB agar masuk ke Ambon. Ide Ketua Muhammadiyah (ketika itu) sungguh aneh. Pulang dari Amerika Serikat mendadak-sontak mempunyai pemikiran yang sarat anasir aspirasi di luar Islam. Bisa dibayangkan jika benar-benar pasukan asing didatangkan ke Ambon, bisa jadi sampai hari ini konflik di Ambon  akan terus berkobar.

Sikap Amien Rais yang sering kontroversial dalam setiap pernyataannya itu memang sangat menarik perhatian pers juga publik yang membacanya. Tulisan-tulisan Amien Rais yang merinci masalah Tambang di Busang juga Freeport, (1997), dielu-elukan masyarakat khususnya umat Islam. Dengan angka-angka yang amat gamblang Amien Rais membongkar ketidakadilan kontrak-karya di Busang dan Freeport. Amien menyebutkan lokasi tambang emas Freeport kini menjadi kubangan raksasa berupa danau. Seluruh isinya, gunung emas sudah pindah ke Amerika Serikat. Sikap kritis Amien yang pro rakyat dan sebaliknya dengan berani menghantam rezim Soeharto, telah melambungkan nama  Amien Rais menjadi pahlawan baru.

Saya sendiri sejak awal sangat bersahabat dan bersimpati kepada Amien Rais. Karena itu tatkala Amien Rais semakin melambung namanya karena sikap kristisnya kepada rezim Soeharto, hal ini telah membuat rezim Soeharto berang dan merekayasa agar Amien Rais dicopot jabatannya sebagai Ketua Dewan Pakar ICMI. Habibie pun ikut menekan Amien agar mundur. Di sini, saya membela posisi Amien Rais dan menulis  duduknya masalah secara gamblang di Harian Kompas, “Amien Rais dan Masa Depan ICMI” (Kompas 24 Februari 1997). Tetapi bersamaan waktu yang terus berjalan dengan jatuhnya rezim Soeharto, sepak-terjang Amien Rais terus bermunculan yang “aneh” buat saya. Karena sikapnya dalam konflik Islam-Kristen Ambon, ingin mendatangkan pasukan asing, semacam Pasukan Perdamaian PBB itu, Adian Husaini menulis buku berjudul: Amien Rais  dan Amerika Serikat, yang sarat kritik pedas. Buku yang amat gamblang membedah penampilan Amien Rais yang justru konsisten “mengabdi” kepada kepentingan asing ini tidak pernah dijawab oleh Amien Rais.

Sikap Amien Rais di hari-hari “Musim Semi” umat Islam demam membentuk partai politik Islam, pasca lengsernya Presiden Soeharto, sekitar Juni-Juli 1998, kembali pilihan dan sikap Amien Rais, menjadi tanda tanya besar, buat saya. Ketika itu saya bersama-sama tokoh-tokoh Islam lainnya sibuk pula mempersiapkan partai Islam penerus Masyumi  yang kemudian menjadi Partai Bulan Bintang sekarang. Susunan pengurus DPP  (sementara) sudah sepakat ditentukan melalui rapat-rapat di kediaman Bapak HM Cholil Badawi dan DR.Anwar Haryono SH. Ketua Umum pun disepakati akan duduk Yusril Ihza Mahendra. Namun tatkala Amien Rais bertandang ke rumah Pak Anwar Haryono, Juli 1998 ditawarkanlah agar Amien Rais mau duduk sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang. Amien Rais pun dengan mantap menyanggupi tawaran itu. Sdr.Yusril pun (saat itu sedang berada di Banyuwangi Ja-tim) langsung ditelepon dan siap posisinya digantikan Amien Rais dan Yusril hanya duduk sebagai Sekjen. Adegan mengharukan pun tercipta. Semua yang hadir larut dalam tangis dan saling peluk, dimana Amien Rais pun memeluk dan dipeluk Anwar Haryono yang hanya bisa duduk di kursi roda karena mengidap stroke. Semua orang menjadi lega dan ditutup dengan doa bersama untuk kesuksesan partai yang diharapkan menjadi partai penerus Masyumi itu. Apalagi Anwar Haryono dikenal sebagai juru bicara Masyumi setelah partai ini dipaksa bubar oleh rejim Soekarno pada 1960. Amien Rais pun pamit segera pulang karena hari itu hari Jumat dan harus segera melaksanakan shalat Jumat di kantor pusat PP Muhammadiyah Menteng Raya 62 Jakarta.

Kejadian yang amat dramatis terjadi hanya beberapa jam saja setelah adegan peluk-pelukan mengharukan di rumah Bp Anwar Haryono. Amien Rais tiba-tiba muncul di layar televisi seusai shalat Jumat di kantor PP Muhammadiyah. Ketika wartawan menanyakan, apakah Pak Amien mantap akan memimpin Partai Bulan Bintang ? Amien menjawab,”Saya akan mendirikan partai lain yang lebih terbuka.Bagi saya partai seperti Partai Bulan Bintang, ibarat baju akan ‘kesesakan’ jika saya pakai”. Pernyataan ini kini dicatat sejarah menjadi pendirian seorang Amien Rais. Ia kemudian memprakarsai berdirinya PAN (Partai Amanat Nasional) bersama-sama Goenawan Mohammad, Albert Hasibuan dll. Platform partai pun dikabarkan disiapkan orang-orang Goenawan Mohammad, walau boss Kelompok Tempo ini tak lama setelah PAN berdiri justru meninggalkan PAN.
Bela Ahmadiyah

Kembali ke pernyataan Amien Rais soal Ahmadiyah di awal artikel ini. Seharusnya saya tidak perlu terkejut karena sudah memiliki catatan historis tentang Amien Rais. Komentarnya terhadap FUI (Forum Umat Islam) memang menyakitkan. FUI dituduh sebagai organisasi siluman. Padahal FUI ini merupakan gabungan lebih 50 Ormas Islam termasuk Muhammadiyah berada di dalamnya. Saya tahu Amien tahu persis personel di tubuh FUI tak lain justru para sahabatnya sendiri yang pada 2004 lalu justru mendukungnya maju menjadi Capres. Di tengah keragu-raguan dan track-record Amien yang kelabu itu, toh Amien Rais tetap dijagokan seluruh komponan politik Islam, khususnya PKS juga tokoh-tokoh Islam, misalnya KH.Abdul Rasyid Abdullah Syafii (Tokoh ulama Betawi kharismatis yang kini menjadi pimpinan FUI).  Walau demikian menjadi gamblang pula, protret Amien Rais yang hari ini bisa tampak  sangat melawan Amerika Serikat, namun nanti sore dia sangat membela kepentingan Paman Sam. Kata ungkapan Jawa : “Isuk Dele Sore Tempe” (Pagi masih berupa Kedelai dan sore hari sudah berubah menjadi Tempe).

Saya teringat pada sebuah diskusi di Universitas Tri Sakti awal 1980-an sepulang Amien Rais dan Nurcholish Madjid dari studi di Chicago University. Sikap Nurcholish yang cenderung ingin mencari selamat itu disindir Amien Rais dengan menyitir anekdot Kyai, Ular dan Kodok Cerita Amien Rais disambut gelak tawa yang meledak karena sikap kyai yang sangat plin-plan itu dilekatkan ke tubuh Nurcholish Madjid dengan sangat jitu. Kini saya  memastikan bahwa sikap kyai seperti itu ternyata juga melekat di tubuh Amien Rais.

Sebagai mubaligh yang hampir setiap hari menghampiri umat dan masyarakat luas di tingkat grass-roots, saya kini acapkali disergap pertanyaan jamaah yang awam. Bagaimana kabar Pak Amien Rais?  Menurut rakyat awam, kehancuran bangsa Indonesia saat ini mutlak menjadi tanggungjawab Amien Rais. Sikapnya yang jelas-jelas Plin-Plan bahkan membawakan agenda asing (seperti sikapnya masalah Ahmadiyah), kini terbuka dengan senyata-nyatanya.

Kini menjadi pertanyaan besar Ada apa sebenarnya Amien Rais dengan Ahmadiyah ? Sebuah dokumen awal reformasi niscaya bisa membantu kita. Amien Rais saat menjabat sebagai Ketua MPR-RI, pada 22 April 2000 pernah menerima kunjungan Kholifah Ahmadiyah Mirza Thahir Ahmad. Kunjungan pemimpin Ahmadiyah ini diatur oleh Dawam Rahardjo, dalam kapasitas sebagai salah satu pimpinan Muhammadiyah. Mirza Thahir sempat berkunjung ke berbagai kota di Jawa dan mengumumkan pencanangan Indonesia (menjadi) Pusat Ahmadiyah di-Dunia.Di Yogya Mirza juga mengumumkan hendak membuka Perkampungan Islam Internasional dengan lahan seluas 500 hektar bekerjasama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono. Ketika itu, foto Amien Rais saat menerima kunjungan cicit Mirza Ghulam Ahmad ini dimuat hampir seluruh media massa baik cetak dan elektronik. Kunjungan ini pun diprotes oleh Kelompok Khatamunnubuwah dari Pakistan yang sengaja mengirimkan 50 orang utusannya ke Indonesia untuk memprotes PP Muhammadiyah yang telah menjalin kerjasama dengan Ahmadiyah/ Mirza Thahir Ahmad. Dari balik cerita ini bisa diduga mengepa Amien Rais begitu membela Ahmadiyah. Quo Vadis Amien Rais. Umat Islam niscaya tidak akan mendukungnya lagi, Wallahu’alam bissawab. [red/www.suara-islam.com]
source : Berbagai sumber

5 Komentar

  1. perduli bangsa berkata,

    Umat beragama…….
    Marilah kita berpikir lebih arief dan berjiwa besar. Berikan kebebasan bagi orang lain utuk memeluk agamanya masing2, karena Syurga adalah kesempatan bagi semua orang yang percaya atas keyakinannya masing2.
    Jadi selama orang itu mengakui sila pertama dari Pancasila : KeTuhanan Yang Maha Esa seharusnya mereka boleh beribadah menurut keyakinannya masing2. Ibarat Istri kita yang cantik dan selalu diganggu orang karena kecantikannya, bukakah kita cukup mendidik istri kita itu agar tidak mudah tergoda oleh orang lain dari cara berpakaian cara bergaul dll…bukannya kita melabrak satu persatu semua yang menganggu dan akhirnya kita masukan istri kita kedalam kerangkeng bawah tanah sehingga semua orang tidak bisa melihatnya saking kita takut diganggu oleh orang lain……sama seperti agama kita kalau kita takut agama kita di rusak oleh agama lain lebih baik kita makin mendidik semua umat pemeluknya bukan sibuk merusak agama orang lain sehingga akhirnya malah kecapean sendiri kan….
  2. minda hilang berkata,

    PENGIKUT ALQURAN DAN HADIS;JELASLAH KE ATAS ORG ORG SESAT DAN TIDAK MAU MNGIKUTIN AJARAN ISLAM [TDK MAU MGKUTI PERINTAHDAN. KEBESARAN ALLAH SWT]BIARKAN MRKA DGN AGMA Y MRKA.SSNGGUHNYA MEREKA PENURUT HAWA NAFSU N GODA SYAITAN Y NYATA..
  3. minda hilang berkata,

    DUNIA HMPIR KIAMAT;KAUM SIAPA Y PLING BYK MSUK NERAKA;UMAT MUHAMMAD
  4. Amrizal berkata,

    _ _ _ _[[[[ SUNGGUH .. S.E.B.E.L.U.M.N.Y.A .. SAYA HAMPIR TAK MENGERTI .. ]]]]_ _ _ _
    ” Tapi hati sy Berkata ” Prof DR HM Amien Rais, __ Tidak menyatakan bahwa ajaran Ahmadiyah adalah ajaran Islam yg Benar __ !!?
    Disamping itu Saya rasa Prof DR HM Amien Rais .. Tidak menghendaki antar Umat yg nyata2 Bersyahadat Kepada Allah SWT dan Rasulnya .. Saling menyakiti/Berperang !!?
  5. morino berkata,

    bapak Ahmad Sumargono….
    hmmmmm, ada apa denganmu? anda pernah sakit hati?


PERGERAKAN MAHASISWA PASCA REFORMASI



1. LATAR BELAKANG

Reformasi atau pembaruan dapat terjadi terhadap kebijakan politik yang dianggap menyimpang. Manakala seorang pemimpin berlaku korup dan manipulatif, maka diperlukan segera langkah-langkah politik yang berarti dari segenap bangsa untuk melakukan perbaikan. Begitu juga dengan, jikalau sistem pemerintahan yang ada tidaklah berpihak pada kepentingan rakyat.
Hal ini dapat kita simak di Indonesia yakni pada tahun 1998 yang sekaligus sebagai titik awal Gerakan untuk reformasi Indonesia. Dan dibalik gerakan pembaruan ini mahasiswalah yang menjadi ujung tombaknya. Hanya mahasiswa yang mampu menjadi ujung tombak untuk melakukan gerakan secara radikal ini, sekaligus menjadi kekuatan yang paling ditakuti oleh para penguasa yang korup, manipulatif, dan menyimpang. Mengapa mahasiswa? Mahasiswa dengan nalar intelektualitasnya mampu menemukan argumentasi rasional untuk menggambarkan kondisi yang memang bobrok dan tidak sesuai dengan sistem pemerintahan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Lantas setelah gerakan mahasiswa untuk melakukan reformasi Indonesia, yang kemudian berhasil mempengaruhi sistem penyelenggaraan negara Indonesia di kemudian hari. Apakah yang kemudian dapat dilanjutkan oleh angkatan mahasiswa pasca reformasi, melanjutkan perjuangan yang sudah dirajut oleh angkatan mahasiswa gerakan reformasi/angkatan ‘98? Intinya, apa yang dapat dilakukan terhadap reformasi? Karena mahasiswa angkatan ’98 berpendapat gerakan reformasi dilakukan bukan untuk meruntuhkan kekuasaan Soeharto, melainkan untuk mewujudkan sebuah proses kebebasan atau proses demokratisasi dengan latar belakang reformasi di negara Indonesia.
2. RUMUSAN MASALAH

            A). Kilas Balik Gerakan Mahasiswa Indonesia ?
            B). Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi ?
            C). Faktor Penghambat dan Pendukung Terciptanya Gerakan Mahasiswa ?


3. ISI

3.1. Kilas Balik Gerakan Mahasiswa Indonesia
            Jikalau kita memikirkan bagaimana dan darimana sebuah gerakan dapat  tercipta? Pastinya secara logika kita dapat berargumentasi, bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mengawali timbulnya sebuah gerakan. Siklus timbulnya sebuah gerakan selalu beriringan dengan kepentingan sekelompok orang ataupun individu untuk menuntut sebuah perubahan, sehingga diharapkan terdapat sinkronisasi dengan kepentingannya tersebut. Kepentingan-kepentingan tersebut dapat mencakup seluruh bidang-bidang kehidupan manusia antara lain, bidang sosial, bidang politik, bidang budaya, dll. Pada intinya, sebuah gerakan timbul karena adanya suatu kepentingan yang mendesak, yang mengharuskan dan menuntut adanya sebuah perubahan, entah itu merubah sesuatu dari yang baik kearah yang buruk ataupun sebaliknya merubah yang buruk kearah yang baik dengan melihat keadaan, kebutuhan, dan sesuai dengan perkembangan zaman.
            Sedangkan di Indonesiapun munculnya sebuah gerakan adalah tidak asing lagi. Bahkan jikalau merunut pada sejarah gerakan Bangsa Indonesia, gerakan yang tercipta dapat menimbulkan sebuah perjuangan nasional. Gerakan yang muncul di Indonesia disandarkan pada berbagai fakta, dimulai dari kegerahan bangsa Indonesia terhadap penjajahan dan pendudukan bangsa sehingga memaksakan untuk meraih sebuah kemerdekaan bangsa, sampai gerakan yang menuntut sebuah perubahan pada penyelengaraan negara karena dianggap sudah tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Peranan mahasiswa Indonesia dimulai pada tahun 1945, dalam masa merebut kemerdekaan dari penjajahan yang kemudian kita kenal dengan sebuatan angkatan ‘45. Peristiwa ini diawali dengan peristiwa Rengasdengklok yakni, penculikan Soekarno dan Muhammad Hatta oleh sekelompok pemuda Indonesia. Gerakan ini bertujuan untuk mendesak Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Gerakan ini di pelopori oleh gabungan mahasiswa yang tergabung dalam tentara pelajar (TP).
Tumbangnya orde lama dan berganti dengan orde baru merupakan campur tangan mahasiswa dengan tentara. Kekuasaan orde baru selama 32 tahun akhirnya dapat di runtuhkan oleh mahasiswa. Runtuhnya orde baru pada tahun 1998 merupakan awal reformasi dari bangsa Indonesia.
Setelah kita melihat sejarah pergerakan mahasiswa Indonesia sehingga dapat menimbulkan sebuah pergerakan nasional sekaligus perubahan, kita berpikir bahwa kekuatan mahasiswa tidaklah bisa di pandang sebelah mata. Karena pemikiran yang kritis dan nalar intelektualitas dari para mahasiswa terhadap penyimpangan bangsa dalam mengurus negara dan rakyat dapat merubah bangsa itu sendiri. Sehingga layak jika mahasiswa menyandang predikat “agent of change”, agennya pembaharuan.
                                   
3.2. Pergerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
            Mahasiswa Indonesia yang berperan sebagai pengusung reformasi, merubah strategi perjuangan melalui pergerakan dengan keseluruhan latar belakang masalah sosial, ekonomi, dll, dengan tidak lagi terpatok kepada satu tujuan tertentu saja. Pada masa awal reformasi mahasiswa mengagendakan sejumlah tuntutan yang didasari oleh masalah sosial, ekonomi seperti ; pemberantasan KKN, pembentukan Otonomi Daerah dsb. Hal ini mencerminkan bahwa mahasiswa tidak mau terkekang oleh suatu rezim maupun kediktatoran pemimpin bangsa. Disatu sisi mahasiswa menyuarakan masalah, tidak sebatas dengan apa yang mereka rasakan melainkan tertuju pada realita atau kenyataan yang ada di masyarakat luas.
            Memang, secara realita, mahasiswa memiliki suatu kelebihan yaitu, berani bersuara dan melantangkan masalah sosial dibawah ancaman pemerintah. Gerakan reformasi mahasiswa memang tidak mempersoalkan siapa yang akan mengganti kebijakan pemerintah melainkan, lebih kepada proses yang demokratis dengan latar belakang reformasi tersebut. Karena itu disimpulkan, bahwa gerakan reformasi mahasiswa adalah gerakan yang berdiri sendiri, non-partisipan, lebih didasarkan pada substansi perubahan daripada pelaksana perubahan. Tidak ada alasan untuk menimbang-nimbang siapa yang menjadi pelaksana reformasi, namun yang lebih penting mempertanyakan apa yang dilakukannya terhadap reformasi.
            Lantas kalau memang apa yang harus dilakukan terhadap reformasi itu sendiri diajukan terhadap angkatan mahasiswa pasca reformasi, bagaimana? Sudahkah sistem penyelenggaraan negara berpihak pada kepentingan rakyat banyak? Apakah bangsa ini benar-benar merdeka, sementara kita tahu sendiri seluruh kehidupan ekonomi, sosial Indonesia sudah didikte oleh negara-negara barat, dengan mengeksplorasi seluruh kekayaan alam bumi nusantara. Dan semua ini terjadi karena faktor pemerintah kita yang tidak tegas dan hanya mementingkan keluarga dan kelompoknya.
            Seharusnya, hal tersebut bisa menjadi sebuah wacana bagi kaum intelektual muda negeri ini yakni mahasiswa untuk melakukan gerakan perjuangan kembali, seperti yang sudah dilakukan oleh gerakan mahasiswa angkatan ’45, angkatan ’66, dan angkatan ’98 terdahulu. Namun yang tertulis tidaklah hampir sesuai dengan kenyataan yang ada. Gerakan mahasiswa setelah munculnya era reformasi gaungnya sudah hampir tidak terdengar lagi. Mereka kini hanya berfokus pada daerahnya masing-masing saja dan tidak terpusat contohnya seperti gerakan ’98. Itupun kadangkala tidak digubris oleh pihak yang merasa ditantang oleh gerakan mahasiswa seperti, pemerintah.
            Dan ditilik dari segi jumlah massanya pun gerakan mahasiswa saat ini telah mengalami penurunan. Mungkin hal ini dapat terjadi karena, trauma mahasiswa angkatan pasca reformasi setelah menyimak sejarah pergerakan mahasiswa angkatan ’98 di berbagai media informasi. “Mereka berbuat dan berkorban demi memperbaharui negeri ini dari segala kediktaktoran dan penyimpangan, tetapi semua itu harus dibayar dengan jatuhnya korban jiwa karena gerakan ’98 bergerak sendiri tanpa adanya perlindungan dari angkatan bersenjata”. Akhirnya dampaknya pun dapat terasa, kebanyakan mahasiswa saat ini lebih memilih diam sama sekali atau berperilaku apatis daripada harus kehilangan nyawa mereka sia-sia jiakalau kesimpangan terjadi.
            Terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi turunnya gerakan mahasiswa pasca reformasi saat ini, kehadiran mahasiswa dengan gerakan pembaharuannya tetaplah sangat diperlukan sebagai controlling of state implementation sehingga keseimbangan negara dan kepentingan rakyat dapat terlaksana.

      3.3. Faktor Penghambat dan Pendukung Terciptanya Gerakan Mahasiswa
            Masyarakat merupakan faktor pendukung dalam pergerakan mahasiswa pasca reformasi, hal ini terjadi karena pada masa saat itu sampai sekarang, krisis ekonomi menjadi momen yang tepat dan mengena pada masyarakat. Dukungan masyarakat sangat membantu bagi pergerakan mahasiswa. Pada awal pergerakan mahasiswa ’98 masyarakat bergabung dalam aksi yang dilakukan mahasiswa. Tidak hanya konsumsi, akomodasi, uang, dll yang membantu operasional gerakan, tetapi masyarakat mempunyai peran yang sangat besar. Terlihat jelas bahwa gerakan mahasiswa didukung penuh oleh masyarakat.
Masyarakat juga yang mempunyai andil dalam setiap pergerakan mahasiswa hingga sekarang, kita tahu pada pegerakan mahasiswa dalam menuntut penolakan kenaikan BBM, penolakan ikut campurnya IMF dalam ekonomi Indonesia, masyarakat sangat mendukung dan membantu dalam aksi pergerakan mahasiswa. Maka dari itu masyarakat merupakan faktor yang sangat vital dalam setiap pergerakan mahasiswa hingga saat ini. Tidak kita sadari setiap pergerakan mahasiswa tidak mungkin tanpa adanya dukunga dari masyarakat luas.
Disisi lain masyarakat berafiliasi dengan mahasiswa adalah kemampuan dalam setiap pergerakan lebih baik ketimbang dengan organisasi lainnya, yang lebih penting masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu pembaruan, seperti halnya mahasiswa yang berada di perguruan tinggi yang menggemban tujuan pembaruan. Pada satu sisi masyarakat menginginkan suatu proses demokrasi yang lancar, adil, jujur.
            Sedangakan militer, merupakan faktor penghambat bagi pergerakan mahasiswa ’98 hingga sekarang. Karena militer difungsikan sebagai kelompok penekan oleh pemerintah bagi siapapun yang tidak sepakat dengan pemerintah, sehingga kritik-kritik pada waktu itu yang disampaikan oleh mahasiswa menjadi petaka bagi dirinya sendiri, ditambah lagi dengan kroni-kroni dan regulasi-regulasi otoriter yang makin menyulitkan mereka berbicara lantang. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu dan juga seiring bertambahannya kedewasaan demokrasi dalam sistem pemerintahan indonesia, militer tidak lagi menjadi penghalang, tetapi tidak sedikit dari mereka yang menjadi sebuah ancaman bagi mahasiswa itu sendiri, di satu sisi lain militer adalah sebagai pelindung disetiap aksi pergerakan mahasiswa. Dan pada pergerakan mahasisiwa tahun 1998, mereka dalam melakukan suatu pergerakan juga mendapat dukungan dari kalangan civitas academica, sehingga gerakan mahasiswa tahun 1998 mampu melakukan percepatan-percepatan yang luar biasa untuk mengadakan perubahan yang diinginkannya sehingga gerakan mahasiswa tahun 1998 sudah tidak dapat dibendung lagi.
            Sedangakan pada tahun 1966 gerakan mahasiswa yang menginginkan adanya suatu perubahan yang terdapat didalam tritura, yang diantaranya adalah Bubarkan PKI, Rombak Kabinet Dwikora, dan Turunkan Harga, juga mendapat hambatan. Yang menjadi faktor penghambat pada masa itu adalah adanya anggapan bahwa mahasiswa ditunggangi oleh CIA yang ditengarai sebagai antek neolib dan juga adanya perlawanan dari simpatisan PKI terhadap pergerakan mahasiswa. Namun di tahun itu mahasiswa malah mendapat dukungan dari militer dan Regulasi-Regulasi Orde Baru yang tidak lain adalah mereka yang akhirnya menjadi faktor penghambat di tahun 1998. Namun walau selalu ditemukan faktor-faktor penghambat, tetap saja pergerakan mahasiswa berjalan sampai tujuan mereka tercapai dengan dibantunya mereka dengan pendukung-pendukung yang ada pada masa itu.
4. KESIMPULAN

Masih terekam di ingatan bangsa kita pada bulan Mei 1998 di Jakarta, sebuah gerakan perjuangan dari kaum intelektualitas muda sebut saja mahasiswa, dengan bermodal landasan idealisme dan keberanian, sampai mereka rela bertaruh nyawa untuk mewujudkan cita-cita ideal mereka yakni sebuah reformasi. Karena nalar intelektualitas mereka berpikir bahwa ada realitas yang tidak beres dan ada ketimpangan pada penyelenggaraan negara selama masa Orde Baru. Mereka dibuat gerah karena; kediktaktoran pemerintah pusat, ketidakbebasan berpendapat dan berapresiasi, KKN di tubuh pemerintah merajalela, dan ketidakberpihakan sistem konstitusi negara pada kepentingan rakyat banyak, betapa tidak!
Terdorong dengan cita-cita ideal mereka adalah benar dan keniscayaan, mereka semakin merapatkan barisan dengan jumlah massa mahasiswa yang bergelombang, datang dari segala penjuru tanah air, untuk menyuarakan bahwa; “reformasi atau pembaharuan adalah sebuah keharusan terhadap sistem penyelenggaraan negara Indonesia hasil bentukan masa Orde Baru setelah melihat realitas yang nyata”. Akhirnya, dengan mengorbankan sejumlah nyawa mahasiswa melayang dan sebuah keberuntungan mendapat dukungan tertutup dari kalangan militer dan dukungan dari masyarakat, membuat pintu jalan reformasi mereka terasa semakin mudah. Dan Soehartopun menyatakan mundur sebagai Presiden RI sekaligus menjadi pertanda bahwa rezim orde baru telah berakhir dan era reformasi adalah benar sebuah keniscayaan. “Selamat datang era reformasi!”.
Ya, selamat datang era reformasi! Dan sampai detik inipun (bulan September 2009) adalah era reformasi. Lantas patutkah kita bertanya? Kemanakah Gerakan perjuangan mahasiswa itu pergi? Kemanakah pemikiran nalar intelektualitas mereka terhadap realitas yang terjadi saat ini? Terutama realitas yang menyimpang, yang membuat mendung kembali bangsa ini. Dimulai dari realitas klasik yakni, kepentingan rakyat banyak masih saja diurus setengah-setengah, KKNpun sama klasiknya, semakin mewabahnya penerapan neoliberal, eksplorasi besar-besaran kekayaan SDA tanah air oleh pihak asing, sampai westernisasi, hedonisme, dll.
Pasti ada faktor, mengapa gerakan mahasiswa Indonesia untuk melawan terus segala ketimpangan realitas yang terjadi pada negara dan rakyat mengalami siklus penurunan? Inilah poin-poin faktor tersebut dari kami :    
            - Trauma mahasiswa Indonesia terhadap korban mahasiswa tragedi 1998
            - Mahasiswa pasca reformasi merasa pencapaian angkatan ’98 adalah sebuah
solusi tuntas keberhasilan terhadap pembaharuan penyelenggaraan negara,
sehingga tidak membutuhkan gerakan perjuangan kembali. (Hanya menunggu
kesuksesan demokrasi di Indonesia karena angkatan mahasiswa saat ini yakin negara ini sedang berada dalam proses demokratisasi, yang dibutuhkan hanyalah menunggu).
- Hal tersebut diatas secara otomatis menghilangkan sikap idealis dan kritis
mahasiswa dan berubah menjadi sikap apatis terhadap realitas-realitas yang dapat menyebabkan ketimpangan penyelenggaraan negara dan ketidakberpihakan kepada kepentingan rakyat banyak.
            - Dan, dari faktor internal sistem pendidikan kampus pun kami berpendapat dapat
mempengaruhi menurunnya pergerakan mahsaiswa. Yakni sistem SKS, adalah sebuah ketentuan wajib bagi mahasiswa demi mendapatkan titel sarjana, padahal secara kasat mata mahasiswa dengan darah mudanya cenderung memilki jiwa yang ekspresif dan bebas untuk menyampaikan idealisme mereka terhadap realitas dengan berbagai cara. Oleh karena itu, mahasiswa lebih cenderung untuk lebih mengejar target-target pendidikannya, sehingga hampir kehabisan ruangan yang fleksibel untuk menjalankan hakikat mahasiswa sejatinya. (Hakikat mahasiswa adalah adanya keseimbangan antara pendidikan dengan nalar intelektualitas dan idealisme mereka, sehingga mereka membutuhkan suasana dan ruangan yang fleksibel).


5. DAFTAR PUSTAKA

Chrisnandi, Yuddy. 2008. Beyond Parlemen : Dari Politik Kampus Hingga
                 Suksesi Kepemimpinan Nasional. Jakarta : Ind Hill Co
Denny, JA. 2006. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda era 80-an.
         Yogyakarta : LKIS
Denny, JA. 2006. Napak Tilas Politik Reformasi Indonesia. Yogyakarta : LKIS
Adnan, Fuad, 22 Oktober 2005, Dinamika Pergerakan Mahasiswa,
         http://www.google.co.id/, diakses pada  3 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar