Apa Neo Liberalisme (NEOLIB) Itu? Bagian 1
http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/apa-neo-liberalisme-neolib-itu-bagian-2/
Dengan
dipilihnya Boediono sebagai cawapres-nya SBY, diskusi tentang “neolib”
menjadi marak. Namun diskusinya tidak memberikan gambaran yang jelas.
Liberalisme adalah faham yang sangat
jelas digambarkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang terbit di tahun
1776 dengan judul “An inquiry into the nature and the causes of the
wealth of nations”. Buku ini sangat terkenal dengan singkatannya “The
wealth of nations” dan luar biasa pengaruhnya. Dia menggambarkan
pengenalannya tentang kenyataan hidup. Intinya sebagai berikut.
Manusia adalah homo economicus
yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh manfaat
atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya.
Kalau karakter manusia yang egosentris dan individualistik seperti ini
dibiarkan tanpa campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya
akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor-faktor produksi,
pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi dan kreasi berkembang
sepenuhnya. Prosesnya sebagai berikut.
Kalau ada barang dan jasa yang harganya
tinggi sehingga memberikan laba yang sangat besar (laba super normal)
kepada para produsennya, banyak orang akan tertarik memproduksi barang
yang sama. Akibatnya supply meningkat dan ceteris paribus harga turun. Kalau harga turun sampai di bawah harga pokok, ceteris paribus supply
menyusut dengan akibat harga meningkat lagi. Harga akan berfluktuasi
tipis dengan kisaran yang memberikan laba yang sepantasnya saja (laba
normal) bagi para produsen. Hal yang sama berlaku buat jasa distribusi.
Buku ini terbit di tahun 1776 ketika hampir semua barang adalah komoditi yang homogeen (stapel producten)
seperti gandum, gula, garam, katoen dan sejenisnya. Lambat laun daya
inovasi dan daya kreasi dari beberapa produsen berkembang. Ada saja di
antara para produsen barang sejenis yang lebih pandai, sehingga mampu
melakukan diferensiasi produk. Sebagai contoh, garam dikemas ke dalam
botol kecil praktis yang siap pakai di meja makan. Di dalamnya ditambahi
beberapa vitamin, diberi merk yang dipatenkan. Dia mempromosikan
garamnya sebagai sangat berlainan dengan garam biasa. Konsumen percaya,
dan bersedia membayar lebih mahal dibandingkan dengan harga garam biasa.
Produsen yang bersangkutan bisa memperoleh laba tinggi tanpa ada
saingan untuk jangka waktu yang cukup lama. Selama itu dia menumpuk laba
tinggi (laba super normal) yang menjadikannya kaya.
Karena semuanya dibolehkan tanpa
pengaturan oleh pemerintah, dia mulai melakukan persaingan yang
mematikan para pesaingnya dengan cara kotor, yang ditopang oleh
kekayaannya. Sebagai contoh, produknya dijual dengan harga yang lebih
rendah dari harga pokoknya. Dia merugi. Kerugiannya ditopang dengan
modalnya yang sudah menumpuk. Dengan harga ini semua pesaingnya akan
merugi dan bangkrut. Dia tidak, karena modalnya yang paling kuat.
Setelah para pesaingnya bangkrut, dengan kedudukan monopolinya dia
menaikkan harga produknya sangat tinggi.
Contoh lain : ada kasus paberik rokok
yang membeli rokok pesaingnya, disuntik sangat halus dengan cairan
sabun. Lantas dijual lagi ke pasar. Beberapa hari lagi, rokoknya rusak,
sehingga merknya tidak laku sama sekali, paberiknya bangkrut.
Yang digambarkan oleh Adam Smith mulai
tidak berlaku lagi. Karena apa saja boleh, pengusaha majikan mulai
mengerjakan sesama manusia dengan gaji dan lingkungan kerja yang di luar
prikemanusiaan. Puncaknya terjadi dalam era revolusi industri, yang
antara lain mengakibatkan bahwa anak-anak dan wanita hamil dipekerjakan
di tambang-tambang. Wanita melahirkan dalam tambang di bawah permukaan
bumi. Mereka juga dicambuki bagaikan binatang. Dalam era itu seluruh
dunia juga mengenal perbudakan, karena pemerintah tidak boleh campur
tangan melindungi buruh.
Dalam kondisi seperti ini lahir
pikiran-pikiran Karl Marx. Banyak karyanya, tetapi yang paling terkenal
menentang Adam Smith adalah Das Kapital yang terbit di tahun 1848. Marx
menggugat semua ketimpangan yang diakibatkan oleh mekanisme pasar yang
tidak boleh dicampuri oleh pemerintah. Marx berkesimpulan bahwa untuk
membebaskan penghisapan manusia oleh manusia, tidak boleh ada orang yang
mempunyai modal yang dipakai untuk berproduksi dan berdistribusi dengan
maksud memperoleh laba. Semuanya harus dipegang oleh negara/pemerintah,
dan setiap orang adalah pegawai negeri.
Dunia terbelah dua. Sovyet Uni, Eropa
Timur, China, dan beberapa negara menerapkannya. Dunia Barat mengakui
sepenuhnya gugatan Marx, tetapi tidak mau membuang mekanisme pasar dan
kapitalisme. Eksesnya diperkecil dengan berbagai peratutan dan
pengaturan. Setelah dua sistem ini bersaing selama sekitar 40 tahun,
persaingan dimenangkan oleh Barat.
Maka tidak ada lagi negara yang menganut
sistem komunisme a la Marx-Lenin-Mao. Semuanya mengadopsi mekanisme
pasar dan mengadopsi kaptalisme dalam arti sempit, yaitu dibolehkannya
orang per orang memiliki kapital yang dipakai untuk berproduki dan
berdistribusi dengan motif mencari laba. Tetapi kapital yang dimilikinya
harus berfungsi sosial. Apa artinya dan bagaimana perwujudannya ?
Sangat beragam. Keragaman ini berarti juga bahwa kadar campur tangannya
pemerintah juga sangat bervariasi dari yang sangat minimal sampai yang
banyak sekali.
Neolib
Orang-orang yang menganut faham bahwa
campur tangan pemerintah haruslah sekecil mungkin adalah kaum neolib;
mereka tidak bisa mengelak terhadap campur tangannya pemerintah,
sehingga tidak bisa lagi mempertahankan liberalisme mutlak dan total,
tetapi toh harus militan mengkerdilkan pemerintah untuk kepentingan
korporatokrasi. Jadi walaupun yang liberal mutlak, yang total, yang laissez fair laissez aller dan laissez fair laissez passer, yang cut throat competition dan yang survival of the fittest
mutlak sudah tidak bisa dipertahankan lagi, kaum neolib masih bisa
membiarkan kekayaan alam negara kita dihisap habis oleh para majikannya
yang kaum korporatokrat dengan dukungan Bank Dunia, Bank Pembangunan
Asia dan IMF.
Tim ekonomi dalam pemerintahan di
Indonesia sejak tahun 1967 adalah kaum neolib yang lebih ekstrem dari
rekan-rekannya di negara-negara barat. Perkecualiannya hanya sebentar
sekali, yaitu selama kabinet Gus Dur.
Oleh Kwik Kian Gie
Apa Neo Liberalisme (NEOLIB) Itu? Bagian 2
KEBIJAKAN NEOLIB DI INDONESIA
Jalan Tol
Orang-orang neolib di Indonesia lebih
ekstrem dari rekan-rekan sepahamnya di negara-negara barat. Kaum neolib
Indonesia tidak percaya perlunya barang dan jasa publik cuma-cuma buat
rakyatnya. Maka dalam infrastruktur summit I dan II dikumandangkan ke
seluruh dunia bahwa RI adalah lahan terbuka buat investor dari mana saja
untuk mencari laba dari pembangunan infrastruktur. Itulah sebabnya
hanya Indonesia saja yang mengenal satu kata untuk jalan raya bebas
hambatan yang mulus, yaitu “jalan tol”, yang berarti bahwa semua orang
di Indonesia yang menggunakan jalan raya seperti ini harus membayar
tarif tol yang besarnya bisa memberi keuntungan yang memuaskan kepada
investor swasta yang membuat jalannya.
Tidak demikian di negara-negara barat di seluruh dunia. Jalan raya yang di sini disebut “jalan tol”, di sana disebut high way, free way, auto bahn atau snelweg
tanpa kata “tol”. Semuanya dipakai oleh siapa saja tanpa dipungut
bayaran. Pembiayaan pembuatan dan pemeliharaannya ditanggung secara
gotong royong oleh seluruh rakyat melalui pengenaan pajak
BUMN
Neolib sangat alergi terhadap BUMN. Yang
bukan neolib bersikap bahwa BUMN (terutama yang persero) adalah
perusahaan yang tunduk pada mekanisme pasar, yang harus bisa bersaing
dengan perusahaan swasta.
Mengapa harus dimusuhi, sehingga harus
dijuali? Lebih hebat lagi, BUMN yang merugi dibenahi oleh pemerintah
sampai menguntungkan. Setelah menguntungkan dijual dengan harga murah.
Katanya, kalau merugi tidak laku dijual. Saya bertanya dalam sidang
kabinet ketika itu, bukankah BUMN yang dari rugi menjadi untung itu
sebuah bukti bahwa BUMN bisa bagus dan menguntungkan asalkan tidak a priori memusuhinya atas dasar dogma dan doktrin? Toh Indosat dan banyak BUMN lainnya dijual.
Ada beberapa negara barat yang
beranggapan bahwa semua sumber daya mineral harus dieksploitasi oleh
negara. Produknya yang berupa bahan mentah untuk berbagai industri hilir
dijual kepada swasta sesuai dengan harga dunia. Hasilnya dipakai untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Saya tanya
kepada sang menteri negara itu, bukankah itu etatis?
“Tidak” katanya,
karena sumber daya mineral itu pemberian Tuhan, God given, harus dibagi secara merata kepada seluruh rakyat. Nilai tambah dari barang yang man made
seperti yang dilakukan oleh Bill Gates boleh dimilikinya secara mutlak.
Itupun dipajaki agar labanya yang besar berfungsi sosial. Ini ucapannya
seorang menteri negara barat!
Minyak
Indonesia telah 64 tahun merdeka. Namun
90% dari minyaknya dieksploitasi oleh perusahaan asing. Demikian juga
dengan bagian terbesar dari sumber daya mineral yang sangat mahal
harganya.Tanpa malu dikatakan bahwa kita tidak mampu menggarapnya
sendiri.
Contoh paling konkret dan paling akhir adalah blok Cepu yang
habis masa kontraknya di tahun 2010 diperpanjang sampai 2030. Direksi
Pertamina di bawah pimpinan Baihaki Hakim yang mempunyai pengalaman 13
tahun mengelola Caltex Indonesia sebagai direktur utama dianggap tidak
mampu, padahal dalam rapat gabungan Direksi dan Dewan Komisaris seluruh
direksi Pertamina menyatakan terang-terangan sanggup menggarapnya
sendiri. Tak lama lagi Baihaki Hakim dipecat. Penerusnya, Widya Purnama
dipecat lagi karena berani tidak setuju atas perpanjangan kontrak blok
Cepu kepada Exxon Mobil.
Utang
Sejak tahun 1967 Tim Ekonomi yang selalu
dari mashab pikiran yang sama sampai sekarang berutang terus menerus
dari negara-negara asing secara sangat sistematis. Para pemberi utang
dilembagakan dalam IGGI/CGI. Dalam APBN utang yang harus dibayar kembali
beserta pembayaran bunganya tidak disebut “utang”, tetapi disebut
“pemasukan pembangunan”, sehingga anggaran negara yang defisit selalu
disebut “berimbang”. Ada kesan rakyat Indonesia dimasukkan ke dalam
jebakan utang, yang prosesnya harus disembunyikan.
Berkaitan dengan ini, ukuran tentang besarnya utang luar negeri yang sudah dianggap terlampau tinggi adalah debt service ratio
(DER) yang tidak boleh melampaui 20%. Ketika sudah dilampaui, ukurannya
diubah. Utang luar negeri dan utang dalam negeri pemerintah dianggap
aman kalau di bawah 30% dari PDB. Dengan demikian, jumlah utang lantas
menjadi “aman” kembali.
Namun diukur dengan APBN, jumlah cicilan
pokok utang ditambah dengan bunganya sudah mengambil porsi 25% dari
seluruh APBN yang oleh siapapun dianggap sangat besar.
Jadi salah satu ciri kebijakan “neolib”
bukan saja menghendaki campur tangan pemerintah yang sekecil mungkin,
tetapi juga kebijakan yang tunduk saja pada apa kata lembaga-lembaga
keuangan internasional.
Obligasi Rekapitalisasi Perbankan (OR)
Ketika kita terkena krisis di tahun
1998, bank-bank yang rusak harus disehatkan oleh pemerintah dengan
suntikan likuiditas berupa OR. Hal yang sama terjadi dengan AS dan
negara-negara Eropa Barat sekarang ini. Tetapi di AS dan Eropa Barat
bank yang diamankan seraya diambil alih oleh pemerintah tidak akan
dijual kembali kepada swasta dengan harga murah. Begitu mengambil alih
kepemilikan (nasionalisasi), mereka langsung saja menyatakan hanya akan
menjual bank-bank itu dengan laba.
Yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
ketika itu sangat berbeda. Tim Ekonomi neolib menjual bank dengan harga
sangat murah, sedangkan di dalamnya terdapat OR yang adalah tagihan
kepada pemerintah dalam jumlah sangat besar. Yang paling mencolok
penjualan BCA yang 97% dimiliki oleh pemerintah, diinjeksi dengan OR
sebesar Rp. 60 trilyun, tetapi dijual dengan ekuivalen Rp. 10 trilyun
saja. Alasannya karena harus menuruti perintah IMF tentang kapan harus
dijual. Ruginya Rp. 50 trilyun, belum lagi assets-nya yang
bernilai Rp. 53 trilyun dijual dengan harga Rp. 20 trilyun. Kebijakan
yang sangat tidak dapat dipahami olah akal sehat ini didasarkan atas
paham bahwa campur tangan pemerintah harus seminimal mungkin, yaitu
pemerintah tidak boleh memiliki bank terlalu lama. Menunggu sampai
kondisi ekonomi membaik agar harganya lebih tinggi saja tidak boleh.
Faktor lain ialah harus nurut IMF 100%. Di AS dan Eropa dalam krisis
sekarang IMF tidak dianggap sama sekali. AS mencetak uang.
Subsidi BBM
Fanatiknya pada mekanisme pasar membuat
pemerintah yang neolib merasa rugi kalau menjual minyak yang milik
rakyat kepada rakyatnya dengan harga yang lebih rendah dari harga yang
dibentuk di New York Mercantile Exchange (NYMEX) New York. Perbedaannya
disebut subsidi yang sebetulnya hanyalah opportunity loss. Tetapi mereka lantas merasa bahwa opportunity loss
itu sama dengan uang yang harus dikeluarkan. Maka dinaikkanlah harga
BBM yang milik rakyat kepada rakyatnya sendiri, karena rakyat Indonesia
harus patuh pada mekanisme pasar di NYMEX dalam membeli barang yang
miliknya sendiri, tidak peduli mereka akan jatuh miskin atau tidak.
Oleh Kwik Kian Gie
Kesaksian Akhli Di Mahkamah Konstitusi Tentang UU Dan Kebijakan BBM Yang Melanggar Konstitusi
http://kwikkiangie.com/v1/2012/06/kesaksian-akhli-di-mahkamah-konstitusi-tentang-uu-dan-kebijakan-bbm-yang-melanggar-konstitusi/
Bapak Ketua dan Para Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia,
Bagian terbesar dari penyelenggara negara, baik yang Eksekutif
maupun yang Legislatif telah tersesat pikirannya selama berpuluh-puluh
tahun tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan kebijakan dalam
menentukan harga BBM, dan penyesatan itu mengakibatkan pelanggaran
terhadap Konstitusi kita.
Mereka mengatakan bahwa kalau harga minyak mentah di pasar
internasional lebih tinggi dari harga minyak mentah yang terkandung
dalam bensin premium, pemerintah Indonesia memberi subsidi kepada
rakyatnya. “Subsidi” yang mereka artikan sama dengan uang tunai yang
harus dikeluarkan oleh pemerintah. Karena jumlahnya besar, uang tunai
ini tidak dimiliki oleh pemerintah, sehingga APBN jebol.
Izinkanlah saya menggunakan data yang paling akhir digunakan oleh pemerintah dan DPR dalam menentukan kebijakannya.
Dalam angka-angka dikatakan bahwa dalam hal :
- Harga minyak Indonesia (yang dikenal dengannama Indonesian Crude Price, disingkat ICP USD 105 per barrel;
- Penyedotan atau lifting minyak Indonesia 930.000 barrel per hari;
- Konsumsi BBM rakyat Indonesia 63 juta kiloliter per tahun;
- dan beberapa asumsi lainnya,
pemerintah Indonesia harus mengeluarkan subsidi dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 123,60 trilyun.
Uang tunai sebesar ini tidak dimiliki oleh pemerintah, sehingga APBN
jebol. Maka pemerintah harus menaikkan harga BBM jenis premium, yang
selalu disebut dengan istilah “BBM bersubsidi”.
Pemerintah, para ilmuwan, pengamat, pers dan komponen elit bangsa
lainnya meyakinkan rakyat Indonesia tentang pendapatnya yang sama
sekali tidak benar, dan bahkan menyesatkan itu.
Pemerintah yang dalam berbagai pernyataan dan penjelasannya
mengatakan harus mengeluarkan uang tunai untuk subsidi BBM, ternyata
menulis yang bertentangan di dalam Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012.
Marilah sekarang kita simak
Dalam NOTA KEUANGAN TAHUN 2012 ini (tunjukkan bukunya) tercantum
Angka subsidi sebesar Rp. 123,60 trilyun tercantumpada halaman IV-7
dalam bentuk tabel nomor IV.3 dengan judul subsidi sebesar Rp. 123,5997
trilyun atau dibulatkan menjadi Rp. 123,6 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Dalam Nota Keuangan terdapat 3 halaman lainnya yang mencantumkan
pemasukan uang tunai dari BBM yang sama sekali tidak pernah disebut
oleh Pemerintah.
3 halaman itu sebagai berikut:
Pada Halaman III-6 terdapat Tabel III.3 dengan judul“Penerimaan Perpajakan, tahun 2012”.
Dalam Tabel ini terdapat pos “Pajak Penghasilan Migas” sebesar Rp.
60,9156 trilyun. Jadi ada uang tunai yang masuk dari Pajak Penghasilan
Migas sebesar Rp. 60,9156 trilyun.
Pada Halaman III-12 terdapat Tabel III.7 dengan judul“Perkembangan PNBP” atau“Penerimaan Negara Bukan Pajak” Tahun 2012
Dalam Tabel ini terdapat pos “Penerimaan SDA Migas” sebesar Rp.
159,4719 trilyun. Jadi ada uang tunai yang masuk lagi sejumlah Rp.
159,4719 trilyun.
Pada Halaman IV.43 terdapat Tabel IV.5 dengan judul “Transfer ke Daerah” dengan penjelasan Dana Bagi Hasil (DBH) sejumlah Rp. 32,2762 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Kalau 3 halaman yang saya sebutkan tadi bersama dengan satu halaman
yang memuat angka yang dinamakan “subsidi” disusun dalam bentuk tambah
kurang, hasilnya seperti yang tercantum pada Tabel I di halaman 3.
Mohon kita simak bersama.
Kita lihat ada 2 angka penerimaan, yaitu dari Pajak Penghasilan
Migas sebesar Rp. 60,9156 trilyun dan dari Pemasukan Negara Bukan Pajak
(PNBP) sebesar Rp. 159,4719 trilyun. Dua angka ini merupakan arus uang
tunai yang masuk ke dalam Kas Negara sejumlah Rp. 220,3875 trilyun
yang tidak pernah disebut dalam kaitannya dengan mengemukakan apa yang
dinamakan “subsidi”.
Nota Keuangan mencantumkan dua angka pengeluaran, yaitu yang disebut
“subsidi” sebesar Rp. 123,5997 trilyun dan yang dinamakan “Dana Bagi
Hasil Migas” sebesar Rp. 32,3267 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Kita lihat bahwa dua angka pemasukan jumlahnya Rp. 220,3875 trilyun
dikurangi dengan dua angka pengeluaran yang Rp. 155,8759 trilyun
menghasilkan KELEBIHAN UANG sejumlah Rp. 64,5116 trilyun.
Namun pengeluaran uang yang dinamakan Dana Bagi Hasil bukan
pengeluaran oleh rakyat Indonesia. Ini adalah pemasukan uang tunai ke
dalam Kas Negara yang diteruskan kepada Daerah dalam rangka Otonomi
Keuangan.
Maka seyogianya angka ini dianggap sebagai pemasukan uang tunai,
sehingga kalau ditambahkan, keseluruhan kelebihan uang tunai atau
surplus-nya menjadi Rp. 96,7878 trilyun.
Jadi kalau dikatakan Pemerintah mengeluarkan uang tunai sejumlah Rp.
123,5997 trilyun guna membayar “subsidi” BBM jelas tidak benar. Yang
benar yalah pemasukan uang tunai neto sebesar Rp. 96,8 trilyun.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Setelah melakukan pembohongan publik dan penyesatan, DPR melakukan
perdebatan sangat dramatis yang logikanya sama sekali tidak dipahami
oleh akal sehat dan juga sulit dipahami oleh setiap murid SMU, karena
urusannya hanya perhitungan tambah kurang.
Fraksi-Fraksi Koalisi di DPR menyimpulkan bahwa kalau harga ICP di
pasar internasional mencapai USD 105 per barrel ditambah dengan 15%
atau mencapai USD 120,75 per barrel, maka APBN akan jebol. Karena itu,
pemerintah diperbolehkan menaikkan harga bensin premium tanpa
persetujuan dari DPR.
Kesepakatan ini dituangkan dalam apa yang terkenal dengan “pasal 7 ayat 6A”.
Kenaikan harga di pasar internasional hanya berdampak pada volume
minyak mentah yang harus diimpor. Mari kita lihat angka-angkanya pada
Tabel II di halaman 5
Tadi telah saya kemukakan bahwa kesepakatan DPR mengatakan bahwa
bilamana harga ICP mencapai 115% (atau plus 15%) dari USD 105 per
barrel, Pemerintah boleh menaikkan harga BBM tanpa persetujuan DPR,
karena defisit yang diakibatkan oleh subsidi terlampau besar, sehingga
tidak tertahankan lagi.
Dari susunan angka-angka dalam Tabel II terlihat jelas bahwa
Pemerintah masih kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 74,1915 trilyun,
walaupun harga ICP mencapai USD 120,75 per liter.
Dari Tabel dapat dilihat bahwa kenaikan harga ICP di pasar
internasional hanya berdampak pada bagian yang harus diimpor saja, atau
hanya berdampak untuk 25,2192 milyar liter. Kebutuhan lainnya yang
37,7808 milyar liter dipenuhi dari minyak yang ada dalam perut bumi
Indonesia sendiri. Maka dampaknya pengeluaran ekstra sebesar Rp.
22,5963 trilyun, sehingga masih ada kelebihan uang tunai sebesar Rp.
74,1915 trilyun, walaupun harga ICP menjadi USD 120,75 per barrel.
Sekarang tentang
ALASAN IDEOLOGIS
ALASAN IDEOLOGIS
Majelis Hakim Yang Mulia,
Mengapa orang-orang pandai dan berpendidikan tinggi melakukan kesalahan yang merupakan blunder dengan dampak penyesatan pikiran dan pemahaman yang demikian mendalam dan meluasnya ?
Menurut keyakinan saya, ini adalah sebuah indoktrinasi, bahkan
penucian otak yang sangat sistematis oleh kekuatan korporasi asing
yangingin mengeduk keuntungan sebesar-besarnya dari bumi Indonesia,
terutama dari Migas.
Secara ideologis, elit bangsa Indonesia telah berhasil di brain wash,
sehingga mereka tidak bisa berpikir lain kecuali secara otomatis atau
refleks merasa sudah seharusnya bahwa komponen minyak mentah dalam BBM
harus dinilai dengan harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar, yang
dalam UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2 disebut “mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar”.
Harga yang terbentuk di pasar internasional melalui institusi NYMEX
tidak ada hubungannya dengan harga pokok BBM yang minyak mentahnya
milik kita sendiri.
Maka marilah sekarang kita telaah berapa uang tunai yang
harus dikeluarkan untuk pengadaan bensin premium yang minyak mentahnya
berasal dari perut bumi Indonesia ?
Harga pokok pengadaan bensin yang berasal dari minyak mentah milik
sendiri, karena digali dari dalam perut bumi Indonesia terdiri dari
pengeluaran-pengeluaran uang tunai untuk kegiatan-kegiatan penyedotan (lifting), pengilangan (refining) dan biaya pengangkutan rata-rata ke pompa-pompa bensin (transporting).
Keseluruhan biaya-biaya ini sebesar USD 10 per barrel. 1 barrel = 159
liter dan dengan asumsi nilai tukar 1 USD = Rp. 9.000, maka biaya dalam
bentuk uang tunai yang harus dikeluarkan sebesar (10 : 159) x Rp.
9.000 = Rp. 566 per liter.
Namun kita dicuci otak untuk berpikir bahwa seolah-olah
semua minyak mentah harus dibeli dari pasar minyak internasional yang
harganya ditentukan oleh mekanisme pasarnya New York Mercantile
Exchange (NYMEX)
Dengan demikian kita harus berpikir bahwa harga pokok dari 1 liter
bensin premium sebesar Rp. 6.509, yaitu atas dasar harga minyak mentah
di pasar internasional sebesar USD 105 per barrel. 1 barrel = 159
liter, sehingga dengan asumsi 1 USD = Rp. 9.000 (yang diambil oleh APBN
2012), komponen minyak dalam 1 liter bensin premium adalah (105 : 159)
x Rp. 9.000 = Rp. 5.934,30. Ditambah dengan biaya Lifting, Refiningdan Transporting sebesar Rp. 566 per liter, menjadilah bensin premium dengan harga pokok sebesar Rp. 6.509 per liter.
Seperti kita ketahui, harga bensin premium Rp. 4.500 per liter,
sehingga pemerintah merasa merugi sebesar Rp. 2.009 per liternya (Rp.
6.509 – Rp. 4.500). Dengan kata lain, pemerintah merasa memberikan
subsidi kepada rakyat Indonesia yang membeli bensin premium sebesar Rp.
2.009 untuk setiap liternya.
Karena menurut pemerintah konsumsi BBM dengan harga Rp. 4.500 per
liter itu seluruhnya 61,62 juta kiloliter atau 61,62 milyar liter,
pemerintah merasa merugi, memberikan subsidi kepada rakyat pengguna
bensin sejumlah Rp. 123,59 trilyun. Angka inilah yang tercantum dalam
Nota Keuangan tahun 2012 (Tabel IV.3 : Subsidi – halaman IV.7).
Jelas bahwa pola pikir ini didasarkan atas ideologi fundamentalisme
mekanisme pasar yang diterapkan pada minyak dan BBM, yaitu bahwa harga
BBM harus ditentukan oleh mekanisme pasar; pemerintah tidak boleh ikut
campur tangan dalam menentukan harga BBM yang diberlakukan buat
rakyatnya, walaupun minyak mentah yang diolah menjadi BBM adalah milik
rakyat itu sendiri. Pemerintah yang mewakili rakyat pemilik minyak di
bawah perut bumi tanah airnya tidak boleh menentukan harga yang
diberlakukan buat rakyat. Dengan kata lain, hak rakyat untuk menentukan
nasibnya sendiri tentang bagaimana menggunakan minyak yang miliknya
sendiri itu diingkari.
Harga yang dibayar untuk minyak miliknya sendiri haruslah harga yang
ditentukan oleh mekanisme pasar, mekanisme permintaan dan penawaran
minyak dari seluruh dunia yang dikoordinasikan oleh New York Mercantile
Exchange (NYMEX).
Kalau harga minyak yang terkandung dalam BBM dijual dengan harga
yang lebih rendah dibandingkan dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX,
perbedaan ini disebut “subsidi” yang dianggap “rugi” dalam arti
benar-benar kehilangan uang.
Pikiran yang menganut mekanisme pasar murni difanatisir,
diradikalisir dan disesatkan dengan mengatakan bahwa subsidi BBM sama
dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Jumlahnya
sangat besar, pemerintah tidak memiliki uang itu, sehingga APBN jebol.
Ini jelas tidak benar, jelas bohong. Toh dikatakan oleh praktis seluruh
elit kekuasaan yang duduk dalam eksekutif maupun legislatif.
Penyesatan tersebut telah diperlihatkan pada awal kesaksian ini,
yaitu angka-angka yang tercantum dalam Tabel I. Angka-angka ini ditulis
oleh pemerintah sendiri yang dicantumkan dalam dokumen resmi, yaitu
Nota Keuangan/APBN tahun 2012 yang dijadikan titik tolak diskusi dan
penentuan kebijakan.
Demikianlah jauhnya indoktrinasi, brain washing yang berhasil tentang mutlaknya pemberlakuan mekanisme pasar, sehingga mulut pemerintah mengatakan memberi subsidi yang sama dengan uang tunai dalam jumlah besar yang harus dikeluarkan sehingga APBN jebol, tetapi tangannya menuliskan Tabel nomor I yang jelas memperlihatkan bahwa ada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun.
APA TUJUAN DARI INDOKTRINASI DAN BRAIN WASHING ?
Secara logis, deduktif dan obyektif dapat dikenali bahwa
pemberlakuan harga minyak di pasar dunia buat rakyat Indonesia yang
membeli minyak miliknya sendiri, dimaksud untuk membuat rakyat
Indonesia secara mendarah daging berkeyakinan, bahwa harga yang dibayar
untuk BBM dengan sendirinya haruslah harga yang berlaku di pasar
dunia.
Kalau ini sudah merasuk ke dalam otak dan darah dagingnya seluruh
bangsa Indonesia, perusahaan-perusahaan minyak raksasa dunia bisa
menjual BBM di Indonesia dengan memperoleh laba besar.
Seperti kita ketahui, sekitar 90% dari minyak Indonesia
dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan asing atas dasar kontrak bagi
hasil. Pihak Indonesia memperoleh 85% dan asing 15%. Tetapi dalam
kenyataannya, pembagiannya sekarang ini pihak Indonesia memperoleh 70%
dan para kontraktor asing memperoleh 30%. Sebabnya yalah adanya
ketentuan bahwa biaya eksplorasi harus dibayar kembali dalam natura
atau dalam bentuk minyak mentah yang digali dari bumi Indonesia.
Para kontraktor asing menggelembungkan (mark up)
biaya-biaya eksplorasinya, sehingga sampai saat ini, setelah sekian
lamanya tidak ada eksplorasi lagi, biaya-biaya eksplorasi yang dinamakan
recovery costs masih saja dibayar terus. Jumlahnya 15% dari
minyak mentah yang digali. Maka kalau volume seluruh penggalian minyak
sebanyak 930.000 barrel per hari, yang digali oleh kontraktor asing
sebanyak 90% dari 930.000 barrel per hari, yang sama dengan 837.000
barrel per hari. Hak kontraktor asing 30%. Tetapi karena yang 15%
dianggap sebagai penggantian biaya eksplorasi yang disebut cost recovery,
kita anggap netonya memperoleh 15%. Ini berarti bahwa keseluruhan
kontraktor asing yang beroperasi di Indonesia setiap harinya mendapat
minyak sebanyak 15% x 837.000 barrel = 125.500 barrel per hari atau
19.954.500 liter per hari.
Kita saksikan bahwa Shell, Petronas dll. sudah membuka pompa-pompa
bensinnya. Mereka hanya menjual jenis bensin yang setara dengan
Pertamax dengan harga sekitar Rp. 10.000 per liter. Apa artinya ini ?
Artinya, mereka mempunyai hak memiliki 19.954.500 liter per hari. Biaya
untuk melakukan pengedukan, pengilangan dan transportasi sampai ke
pompa-pompa bensin mereka sebesar Rp. 566 per liter. Dijual dengan
harga Rp. 10.000 per liter. Labanya Rp. 9.434 per liter. Volumenya
19.954.500 liter per hari. Maka labanya per hari dari konsumen
Indonesia dengan menjual bensin yang minyak mentahnya dari perut bumi
Indonesia sebesar Rp. 188.255.847.000 per hari, yaitu (19.954.500 x
10.000) – (19.954.500 x 566) = Rp. 188.255.847.000 per hari.
Dalam satu tahun laba keseluruhan kontraktor asing yang bekerja di Indonesia sebesar Rp. 68,71 trilyun.
Buat saya sangat jelas bahwa faktor inilah yang membuat para
kontraktor asing itu melakukan apa saja untuk mencuci otak rakyat
Indonesia bahwa bensin harus dibayar dengan harga New York beserta
berbagai argumentasinya. Ternyata berhasil, karena dikumandangkan
dengan demikian kerasnya oleh para elit kita, dari Presiden sampai
pegawai negeri rendahan, dari mahasiswa sampai guru besar dan praktis
oleh semua media massa.
Indoktrinasi dan pencucian otak masih dirasa kurang. Maka kita mulai
menyaksikan Chevron yang memasang iklan dengan pesan betapa Chevron
membangun Indonesia, yang di-iyakan oleh wajah-wajah Indonesia bagaikan
inlander yang pro Belanda zaman kolonial dahulu. Belum lama iklan
dengan pesan yang sama juga mulai dikumandangkan oleh Shell.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Sekarang tentang
IDEOLOGI YANG MENYUSUP KE DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
IDEOLOGI YANG MENYUSUP KE DALAM PERUNDANG-UNDANGAN
Ideologi bahwa pemerintah tidak boleh campur tangan dalam menentukan
harga BBM di Indonesia, walaupun minyak mentah milik bangsa Indonesia
sendiri, telah berhasil disusupkan ke dalam undang-undang, yaitu
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Undang-undang inilah yang dijadikan landasan untuk memberlakukan harga
di pasar internasional buat bangsa Indonesia. Kalau rakyat Indonesia
belum mampu membayar harga internasional, dikatakan bahwa pemerintah
harus memberikan subsidi untuk perbedaan harganya, dan dikatakan juga
bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan, sehingga
APBN jebol. Bahwa ini tidak benar telah dijelaskan.
Sekarang tentang
HARGA BBM, UNDANG-UNDANG DASAR DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
HARGA BBM, UNDANG-UNDANG DASAR DAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 Tahun 2001 jelas bertentangan dengan UUD kita beserta tafsirannya.
UUD kita mengatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.”
Karena itu harga BBM yang sesuai dengan ketentuan UUD tersebut
ditentukan oleh hikmah kebijaksanaan yang didasarkan atas tiga prinsip,
yaitu:
- kepatutan,
- daya beli masyarakat,
- nilai strategis untuk keseluruhan sektor-sektor lainnya dalam pembangunan.
Karena prinsip tersebut dilanggar, maka Mahkamah Konstitusi (MK)
membuat Putusan yang menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan
Konstitusi. Putusannya adalah:
Putusan Perkara Nomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal
28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi
diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.”
KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI tersebut DILECEHKAN OLEH SEBUAH PERATURAN PEMERINTAH, yaitu
Oleh Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “HARGA BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS BUMI, kecuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”.
Luar biasa Majelis Hakim Yang Mulia, dengan sejelas itu
dikatakan bahwa “Harga bahan bakar minyak diserahkan pada mekanisme
persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.” Yang dikecualikan
hanya gas alam.
PARA PENGUASA JUGA MELECEHKAN KONSTITUSI dan MAHKAMAH KONSTITUSI
Sejak lama para penguasa kita memberikan pernyataan-pernyataan
sangat tegas dan jelas, yang mencerminkan keyakinan dan tekadnya
tentang harga BBM yang diberlakukan buat rakyat Indonesia haruslah
harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh
NYMEX.
Mereka mengatakan bahwa apabila harga BBM di Indonesia lebih rendah
dibandingkan dengan harga BBM di luar negeri, perbedaan itu merupakan
kerugian dalam keuangan negara.
Pemerintah harus menambal kerugian tersebut dengan uang tunai dalam
jumlah sangat besar yang tidak dimilikinya. Maka kalau harga tidak
disamakan dengan harga BBM internasional, APBN jebol. Bahwa ini jelas
tidak benar telah saya uraikan.
Sekarang akan dikemukakan pikiran yang diucapkan, dituliskan,
dipidatokan kepada rakyat dan DPR, beserta keinginan pemerintah
memberlakukan harga BBM atas dasar harga minyak mentah yang ditentukan
oleh NYMEX.
Mari kita simak pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
Kompas tanggal 17 Mei 2008 mengutip Menko Boediono yang mengatakan :“Pemerintah
akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam
negeri dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai
September 2008. Pemerintah ingin mengarahkan harga BBM pada mekanisme
penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Hal yang sama diulangi lagi oleh Boediono dalam kapasitasnya sebagai
Wakil Presiden dalam wawancaranya pada acara di Metro TV dengan
Suryopratomo pada tanggal 26 Maret 2012.
Presiden SBY memberi pernyataan yang dikutip oleh Indopos tanggal 3 Juli 2008 sebagai berikut : “Jika
harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus
ditanggung APBN Rp. 320 trilyun. Kalau harga minyak USD 160 gila lagi.
Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM ”.
Sangat jelas, Presiden SBY berkeyakinan bahwa perbedaan harga antara
pasar New York dengan harga BBM yang diberlakukan untuk rakyat
Indonesia sama dengan uang tunai yang dikeluarkan. Seperti telah
dijelaskan, ini tidak benar. Presiden SBY disesatkan oleh para
menterinya sendiri.
Kompas tanggal 24 Mei 2008 mengutip Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro yang mengatakan : “dengan
tingkat harga baru itu, pemerintah masih mensubsidi harga premium
sebesar Rp. 3.000 per liter karena ada perbedaan harga antara harga
baru Rp. 6.000 per liter dan harga di pasar dunia sebesar Rp. 9.000 per
liter.”
Ketika itu, bensin premium dinaikkan harganya menjadi Rp. 6.000 per
liter, harga minyak mentah di pasar internasional USD 133 per barrel dan
kurs rupiah 1 USD = Rp. 10.000
Cara berpikir Menteri Purnomo sebagai berikut:
Harga minyak mentah USD 133 per barrel sama dengan USD 0,8365 per
liter atau Rp. 8.365 per liter. Ditambah dengan LRT sebesar Rp. 630
menjadi harga pokok bensin premium sebesar Rp. 8.995. Angka ini
dibulatkan menjadi Rp. 9.000 per liter.
Jadi sangat jelas pikiran Menteri Purnomo bahwa rakyat Indonesia
seyogianya membayar BBM sesuai dengan harga minyak di pasar
internasional (harga NYMEX).
Kompas tanggal 24 Mei 2008 mengutip Menteri Keuangan Sri Mulyani : “Sekarang
memang dinaikkan menjadi Rp. 6.000 per liter. Tetapi ini untuk
sementara. Jika harga minyak terus meningkat secara signifikan,
pemerintah bisa melakukan tindakan untuk menekan harga subsidi BBM
(baca : menaikkan harga BBM)”.
Lengkaplah sudah bukti-bukti bahwa sejak tahun 2008 sampai sekarang
pikirannya, darah dagingnya, DNA-nya para penguasa kita berkeyakinan
bahwa rakyat Indonesia yang memiliki minyak harus membayar minyaknya
sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX dalam memenuhi
kebutuhan akan BBM.
Sekarang tentang
NYMEX YANG BUKAN MEKANISME PASAR YANG SEHAT DAN WAJAR
NYMEX YANG BUKAN MEKANISME PASAR YANG SEHAT DAN WAJAR
Majelis Hakim Yang Mulia,
Perlu saya kemukakan bahwa NYMEX yang diagungkan itu tidak
memberlakukan “mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”, karena
empat hal sebagai berikut:
- Yang diperdagangkan di NYMEX hanya 30% dari volume produksi minyak dunia. Sisanya dikuasai oleh the 5 sisters dengan cara yang tidak transparan.
- OPEC sebagai kartel minyak sangat berpengaruh atas pembentukan harga yang ditentukan oleh NYMEX.
- Cadangan minyak Amerika Serikat demikian besarnya, sehingga pembelian dan penjualannya memang difungsikan untuk mempengaruhi harga minyak dalam pasar internasional.
- NYMEX melaksanakan future trading dalam minyak yang sejak lama dituding sebagai ajang spekulasi minyak mentah.
Sekarang tentang
LANDASAN TEORETIS YANG DIBUAT KEBLINGER
LANDASAN TEORETIS YANG DIBUAT KEBLINGER
Majelis Hakim Yang Mulia,
Izinkanlah saya sekarang mendalami landasan teorinya dalam
aspek berbagai metode penghitungan harga pokok.
Nampaknya landasan
falsafah beserta metode yang merupakan turunannya tidak dipahami, atau
dibuat keblinger. Penjelasannya sebagai berikut.
Pertama-tama tentang Metode replacement value
Apakah ada landasan teoretis tentang bagaimana menghitung harga
pokok BBM yang bisa kita anut, dan nyatanya dianut oleh pemerintah ?
Ada, yaitu menghitung harga pokok BBM atas dasar replacement value.
Teori ini mengatakan bahwa harga pokok dari barang yang dijual adalah
harga beli yang berlaku di pasar dari barang yang baru saja dijual.
Kalau saya sekarang menjual 1 liter bensin premium dengan harga Rp.
4.500 per liter, harga pokok saya adalah harga yang harus saya bayar
seandainya minyak mentah yang ada dalam 1 liter premium itu saya beli
dari New York dengan harga yang berlaku di sana sekarang. Berapakah
harga itu ? Tergantung. Kalau harganya USD 105 per barrel, maka per
liternya USD 0,66. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000 harga pokok minyak
mentah per liternya 0,66 x Rp. 9.000 = Rp. 5.940. Ditambah dengan biaya
LRT sebesar Rp. 566 per liter, harga pokok bensin premium per liternya
menjadi Rp. 6.506. Atas dasar alur pikir ini, pemerintah merasa harga
pokoknya Rp. 6.506, sehingga kalau dinaikkan menjadi Rp. 6.000 masih
rugi sedikit.
Pemerintah terus mengatakan bahwa kalau dipaksa menjual premium
dengan harga Rp. 4.500 per liter, setiap liternya akan merugi Rp.
1.500.
Benarkah ? Benar dalam konsep penghitungan harga pokok atas dasar metode replacement value.
Tetapi kerugiannya tidak dalam bentuk uang tunai yang hilang.
Kerugiannya dalam bentuk kesempatan memperoleh untung Rp. 1.500 per
liternya yang hilang, karena tidak bisa menjual minyak di New York.
Mengapa tidak bisa ? Karena minyak dibutuhkan oleh rakyat Indonesia
sendiri. Yang hilang bukan uang tunai, tetapi kesempatan memperoleh
untung besar. Kerugiannya dalam bentuk opportunity loss, bukan real cash money loss.
Karena itu, tidak ada kerugian dalam bentuk uang tunai yang membuat
APBN jebol. Sebaliknya, pemerintah masih memperoleh kelebihan uang
tunai yang ditulisnya sendiri dalam Nota Keuangan 2012, yang pada awal
paparan ini sudah dikemukakan dalam bentuk tabel-tabel.
Dibuat keblingernya konsep penghitungan harga pokok atas dasar replacement value yalah karena opportunity loss dikatakan sebagai real cash money loss; kerugian dalam kesempatan yang hilang dikatakan sebagai kerugian dalam bentuk uang tunai yang hilang.
Maka mulut mengatakan “APBN jebol”, tetapi tangannya menulis
dalam Nota Keuangan ada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,7878
trilyun.
Mari kita dalami lebih lanjut tentang landasan falsafahnya metode replacement value. Landasan falsafahnya adalah
Substansialisme
Mengapa ada konsep penghitungan harga pokok atas dasar replacement value
? Untuk memperoleh harga pokok yang menjamin bahwa substansi barangnya
dipertahankan. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa pedagang cabe
mulai berdagang dengan Rp. 100.000 dibelikan 10 kg. cabe. Semuanya laku
dijual dengan hasil penjualan Rp. 150.000. Ketika dia ingin membeli
cabe untuk perputaran perdagangan selanjutnya, harga beli cabe sudah
naik menjadi Rp. 12.000 per kg.
Mahasiswa A dan B ditanya berapa laba sang pedagang ? A mengatakan
Rp. 50.000, karena kalau labanya yang Rp. 50.000 itu dikonsumsi, modal
nominalnya dalam bentuk uang tunai masih utuh sebesar Rp. 100.000
B menjawab labanya Rp. 30.000, karena B ingin mempertahankan 10 kg.
cabenya yang tidak boleh berkurang setelah laba dikonsumsi habis. Harga
beli cabe buat pedagang naik menjadi Rp. 12.000 per kg, sehingga untuk
mengganti jumlah kg. cabe yang harus tetap 10 kg., pedagang harus
mengeluarkan uang Rp. 120.000
A ingin mempertahankan modal nominalnya sebesar Rp. 100.000. B ingin
mempertahankan substansi dalam bentuk barang dagangannya (cabe)
sebanyak 10 kg. Maka dia menganggap laba yang dapat dikonsumsi tanpa
mengurangi volume cabe barang dagangannya (10 kg.) sebesar Rp. 30.000
saja, karena yang Rp. 120.000 dibutuhkan untuk membeli 10 kg. cabe lagi
yang harganya sekarang sudah meningkat menjadi Rp. 12.000 per kg.
A menggunakan metode harga pokok cash basis. B menggunakan metode repalcement value basis.
A disebut nominalis, B disebut substansialis. Landasan pikiran A
adalah nominalisme, sedangkan B menganut aliran substansialisme.
Pemerintah yang mengambil harga pasar minyak di New York sebagai
harga pokoknya menganut faham substansialisme. Konsekwensinya,
kelebihan uang tunai harus dipakai untuk mempertahankan volume energi,
yang bentuknya misalnya menggunakan kelebihan uangnya guna melakukan
riset menemukan energi alternatif.
Seperti kita ketahui, pemerintah ingin menggunakannya untuk
membagi-bagi uangnya kepada orang miskin, atau untuk infra struktur.
Jadi tujuan pemerintah menerapkan substansialisme dalam bidang
minyak tidak untuk mempertahankan cadangan energi, tetapi untuk
tujuan-tujuan lain.
Kalau memang itu tujuannya jangan mengatakan menderita kerugian,
jangan menggunakan kata “subsidi”. Caranya merumuskan kebijakannya
yalah dengan mengatakan:
“Pemerintah telah memperoleh kelebihan uang tunai
sebanyak Rp. 96,78 trilyun dengan menjual bensin premium dengan harga
Rp. 4.500 per liternya. Tetapi pemerintah ingin menaikannya menjadi Rp.
6.000 per liter supaya mendapat uang lebih banyak guna memberikan
santunan kepada orang miskin, membangun jembatan dsb.”
Pemerintah menjadi bingung karena tidak berpikir sendiri, melainkan
menjalankan bisikan atau bahkan pendiktean orang lain tanpa mengetahui
apa maksud orang yang mendiktekannya, dan tanpa mengerti landasan
falsafah dari penghitungan harga pokok atas dasar substansialisme.
Karena bingungnya itu lantas menjadi ngawur dalam
berargumentasi. Pemerintah menebar jejaring kebohongan yang akhirnya
terjerat jejaring itu sendiri dengan akibat terlihat seperti orang yang
selalu kebingungan.
Sekarang tentang
METODE CASH BASIS ATAU HISTORICAL COST
Harga pokok atas dasar metode ini yalah uang tunai yang benar-benar
dikeluarkan untuk memperoleh 1 liter bensin premium. Uang tunai harus
dikeluarkan untuk membayar biaya-biaya penyedotan minyak dari bawah
perut bumi (lifting), mengilangnya menjadi bensin (refining) dan mentransportasikannya ke pompa-pompa bensin (transporting).
Tiga macam biaya ini (LRT) keseluruhannya USD 10 per barrel. Karena 1
barrel = 159 liter, dan kalau kurs 1 USD = Rp. 9.000, maka uang tunai
yang harus dikeluarkan untuk memperoleh bensin premium pada pompa-pompa
bensin rata-ratanya (10 : 159) x Rp. 9.000 = Rp. 566 per liter.
Karena uang tunai yang dikeluarkan hanya sebanyak Rp. 566 per
liternya, harga pokok menurut metode ini Rp. 566 per liter. Kalau
dijual Rp. 4.500 per liter, terjadi kelebihan uang tunai sebesar Rp.
3.934 per liternya.
Sistem pembukuan dan sistem kalkulasi harga pokok yang
diterapkan oleh pemerintah adalah cash basis. Maka tidak bisa
berbohong.
Karena keseluruhan sistem pembukuan dan metode penghitungan harga pokok yang melandasinya adalah yang cash basis atau yang historical cost, maka pemerintah tidak mungkin berbohong tanpa menggelapkan kelebihan uangnya yang merupakan perbuatan kriminal berat.
Itulah sebabnya melalui jalan yang berliku, dalam Nota Keuangan 2012 terdapat kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,7878 trilyun, seperti yang telah dijelaskan berkali-kali.
Majelis Hakim Yang Mulia,
Izinkanlah saya sekarang menjelaskan dengan
Izinkanlah saya sekarang menjelaskan dengan
PERHITUNGAN SIMULATIF YANG DISEDERHANAKAN
Kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,7878 trilyun dihitung oleh
pemerintah yang dituangkan dalam 4 buah tabel, yang letaknya dalam Nota
Keuangan 2012 saling berjauhan urutan halamannya. Jadi yang saya
lakukan hanya menulis dan menyusun apa adanya yang disajikan oleh
pemerintah.
Sekarang saya akan menjelaskan keseluruhan alur pikir yang
disederhanakan, tetapi dibuat selogis dan serealistis mungkin. Hasilnya
hanya berbeda sekitar 1% saja.
Diasumsikan bahwa seluruh minyak mentah yang merupakan hak Indonesia dijadikan bensin premium semuanya.
Konsumsi lebih besar dari produksi minyak hak Indonesia, yaitu
konsumsi sebesar 63.000.000.000 liter, sedangkan produksi hak Indonesia
37.780.800.000 liter. Maka harus diimpor sebanyak 25.219.200.000 liter
yang benar-benar dibayar dengan harga internasional sebesar USD 105
per barrel.
Pertamina disuruh membeli minyak mentah hak Indonesia dengan harga
internasional. Demikian juga dengan impor neto yang dengan sendirinya
harus dibayar dengan harga internasional sebesar USD 105 per barrel.
Susunan angka-angkanya menjadi Tabel di halaman 17.
Kita lihat bahwa Pertamina memang kekurangan uang tunai sebesar Rp.
126,63 trilyun. Ini yang disuarakan dengan keras oleh pemerintah
sebagai subsidi yang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan, dan
dikatakan membuat APBN jebol.
Namun karena Pertamina disuruh membayar minyak mentah kepada
pemerintah Indonesia untuk 37,7808 milyar liter dengan harga USD 105
per barrel, pemerintah kemasukan uang tunai dari Pertamina sebesar Rp.
224,569 trilyun (baris paling atas dengan angka-angka tebal). Defisit
yang Rp. 126,63 trilyun ditambah dengan surplus yang Rp. 224,569
trilyun menjadikan surplus uang tunai padapemerintah sebesar Rp. 97,939
trilyun.
Tabel ini dimaksud untuk menjelaskan alur pikir pemerintah dan
dibuat secara simulatif yang disederhanakan, tetapi selogis dan
serealistis mungkin, memperlihatkan surplus sebesar Rp. 97,939 trilyun.
Angka surplus ini berbeda dengan yang tercantum dalam APBN tahun 2012
yang sebesar Rp. 96,788 trilyun. Selisihnya hanya Rp. 1,151 trilyun
atau 1,19% saja. Maka perhitungan simulatif untuk menjelaskan alur
pikir dapat dipertanggung jawabkan.
Majelis Hakim Yang Mulia, Izinkan saya sekarang menjelaskan dengan bahasa rakyat melalui LOGIKA KEBUN CABE
Rakyat yang tidak berpendidikan tinggi dengan segera dapat menangkap
konyolnya pikiran para elit kita dengan penjelasan sebagai berikut.
Rumah tempat tinggal keluarga pak Amad punya kebun kecil yang setiap
harinya menghasilkan 1 kgcabe. Keluarganya yang ditambah dengan staf
pegawai/pembantu rumah tangga cukup besar. Keluarga ini mengkonsumsi 1
kg. cabe setiap harinya.
Seperti kita ketahui, kalau produksi cabe yang setiap harinya 1 kg itu
dijual, pak Amad akan mendapat uang sebesar Rp. 15.000 setiap harinya.
Tetapi 1 kgcabe itu dibutuhkan untuk konsumsi keluarganya sendiri.
Biaya dalam bentuk uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pak Amad
untuk menyiram dan memberi pupuk sekedarnya setiap harinya Rp. 1.000.
Pak Amad setiap harinya ngomel, menggerutu mengatakan bahwa dia
sangat sedih, karena harus mensubsidi keluarganya sebesar Rp. 15.000
per hari, karena harus memberi cabe hasil kebunnya kepada keluarganya,
yang harganya di pasar Rp. 15.000 per kg
Akhirnya seluruh keluarga sepakat megumpulkan uang (urunan)
sebanyak Rp. 5.000 yang diberikan kepada pak Amad sebagai penggantian
untuk cabenya yang tidak dijual di pasar. Pak Amad masih menggerutu
mengatakan bahwa dia memberi subsidi untuk cabe sebesar Rp. 10.000
setiap hari.
Lantas tidak hanya menggerutu, dia menjadi sinting betreriak-teriak
bahwa dompetnya akan jebol, karena uang tunai keluar terus sebanyak Rp.
10.000 setiap harinya. Dalam kenyataannya, dia keluar uang Rp. 1.000
dan memperoleh Rp. 5.000 setiap harinya.
Ketika saya menceriterakan ini, rakyat jelata yang minta penjelasan
kepada saya mengatakan : “Iya pak, kok aneh ya, punya cabe di kebunnya
sendiri, harganya meningkat tinggi kok sedih, ngamuk, mengatakan
kantongnya jebol, uang mengalir keluar, padahal yang keluar hanya Rp.
1.000 per hari, dia memperoleh Rp. 5.000 per harinya.”
Saya katakan kepada rakyat jelata : “Ya itulah otak banyak sekali dari pemimpinmu yag sudah berhasil dicuci sampai menjadi gendeng seperti itu.”
“Maka bensin premium yang harga pokok tunainya Rp. 566 per liter,
dijual dengan harga Rp. 4.500 dikatakan merugi dan memberikan subsidi,
padahal kelebihan uang tunai sebanyak Rp. 4.500 – Rp. 566 = Rp. 3.934
per liternya.”
Banyak terima kasih atas perhatiannya.
Bagus sekali informasi seperti ini, teruskan agar lebih banyak yang tahu dan seharusnya topik2 pokok dalam kehidupan menjadi perdebatan agar capres2 dan rakyat paham. Selamat buat Bung kita. Sukses terus.,
BalasHapus