Menkeu Sang Pangeran Rezim Berkeley, Berkuasa!
14 May 2013 10:36:03 http://www.aktual.co/tatapredaksi/103219menkeu-sang-pangeran-rezim-barkley-berkuasa
MD Nafis (Foto: Aktual.co)
Di tengah hiruk pikuk kasus PKS vs KPK, perempuan dan kekuasaan,
pat gulipat kriminalisasi yang tak kunjung usai, korupsi mewabah, ada
epos politik telewatkan yaitu kembalinya Mafia Berkeley masuk ke jantung
rezim penguasa. Ya, jabatan menteri keuangan RI, jabatan tradisi ini
sekarang dipegang para Mafia Berkeley.
Chatib
Basri, ekonom Universitas Indonesia, merupakan kader terbaik 'rezim
berkeley'. Dia adalah penganut setia pemikiran ekonomi neoliberal yang
diberikan kursi panas sebagai menteri keuangan setelah sekian tempo
diduduki Agus Martowardojo. Agus dikenal cenderung protektif di
anggaran, ketat pada pengawasan serta lebih ke national interest.
Chatib
Basri lahir di Jakarta pada tanggal 22 Agustus 1965. Dia adalah
ekonom, peneliti, dan profesional yang menjabat Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) sejak 14 Juni 2012 menggantikan Gita Wirjawan.
Keahlian
yang dimilikinya meliputi bidang makroekonomi, perdagangan
internasional, dan ekonomi politik. Ia pernah duduk sebagai penasehat
khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia (2006-2010), Sherpa Indonesia
untuk G-20 (2008) dan Deputi Menteri Keuangan untuk G-20 (2006-2010).
Perlu
menjadi catatan penting, Bang Dede' panggilan akrab Chatib Basri,
terpilih bukan semata memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai
pemegang estafet "Rezim Berkeley", namun dihasilkan dari lobby politis.
Setidaknya, Chatib mewakili endorsement beberapa kekuatan International Financial Institutions (IFI's) seperti Bank Dunia, IMF dan ADB meng-endorse Chatib. Upaya Standard and Poor men-down grade Indonesia dari Positif ke Stabil, juga ancaman Moody dalam down grade posisi economic rank. Hal ini tentunya sangat menggusarkan hati Bapak Presiden SBY.
Selain
IFI's, turut pula dukungan kekuatan Multi National Coorporate (MNC's).
Duduknya Dede' di BKPM adalah gawang komunikasi para investor asing
dalam pengamanan aset-investasinya di Indonesia. BKPM menjadi jembatan
kepentingan asing terhadap Indonesia.
Dalam
tingkat politik domestik, setidaknya ada 2 kekuatan yang mendukung
Chatib, yakni Sang Wakil Presiden, sang God Father Prof. Dr Boediono dan
Ketua Umum Golkar Abu Rizal Bakrie. Penunjukan Boediono sebagai
Koordinator sosialisasi kenaikan BBM tentunya tidak gratis. Dia tidak
bodoh! Sang God Father mengambil bargain dengan menunjuk putra mahkota Neolib Chatib untuk mendampingi.
SBY
dibikin tidak bisa mengelak! Semula SBY ingin memberikan ranjau, tapi
justru "ditodong" balik oleh Boediono. Begitu juga usaha keras Hatta
Rajasa yang kandas berhadapan dengan Sang God Father.
Hatta yang semula dianggap perform dalam
proses penggantian Agus Marto, ternyata mesti menyerah dalam
detik-detik terakhir, Veto dimenangkan Sang God Father! Kerja keras
Hatta diibaratkan bak pertandingan yang dimulai dari awal sampai akhir,
saat di tikungan paling akhir, Sang God Father dengan lihai memenangkan
pertandingan.
Siapakah legitimator Chatib?
Tentu kerabat koalisi terbesar, siapa? Ya Partai Golkar. Dalam hal ini,
tumbangnya Presiden SBY tinggal menunggu waktu jika berjalan tanpa
partai Golkar!
Oleh sebab itu, Ical sapaan
akrab Abu Rizal Bakrie dipanggil ke Istana dalam konteks publik kenaikan
BBM. SBY kaget ketika Ical menyetujui Chatib sebagai Menkeu. Padahal
Chatib adalah kolega utama Sri Mulyani yang notabene Rival Ical. Timbul
pertanyaan, apakah keputusan Ical ini sekedar mengamankan rumors tentang
informasi kucuran Century mengalir hingga Lumpur Lapindo? Wa'Allahu
A'lam.
Dalam kapasitas yang diembannya, Sang
Pangeran harus melaksanakan beberapa agenda wajib Neoliberalisme. Agenda
pertama yaitu penghapusan subsidi-zero subsidi. Kalaupun terpaksa ada
subsidi, itupun hanya sekedar permen raskin. Kedua, menjaga liberalisasi
sektor keuangan dan pasar dengan meminimalkan prokteksi barang dan jasa
impor.
Hal ini mengakibatkan tidak ada lagi
ketahanan pangan dan barang produk dalam negeri. Ketiga, menjual -
privatiasi sektor BUMN demi alasan efisiensi dan efektifitas. Tidak
heran apabila dalam beberapa waktu kedepan limpahan utang luar negeri
akan mengucur kembali kepada anak cucu.
Rezim Neoliberal, hanyalah rezim pelayan kepentingan IFI's, MNC dan kelompok kecil penguasa, bukan sekedar Oligarki Ekonomi.
Tentunya
semua No Free Lunch! Ada konsesi dibalik semua ini. Apakah itu? Kita
nantikan saja sepak terjang Bang Dede'. Selamat menjalankan Agenda dan
Instruksi Sang Pangeran "Berkeley". Semoga jabatan Menkeu bukan sekedar
tradisi namun bukan pula langkah bunuh diri Dinasti Berkeley.
Cerita Mafia tidak pernah berakhir!
Penulis: M. Danial Nafis
Ismed Eka Kusuma -
Ibas Yudhoyono Korban Character Assasination Terbaru
14 Feb 2013 07:15:53
http://www.aktual.co/aktualreview/202821ibas-yudhoyono-korban-character-assasination-terbaru
Edhi Baskoro Yudhoyono (Foto: Aktual.co/Amir Hamzah)
Jakarta.Co -- Mungkin tak pernah terbayangkan oleh Ibas alias Edhi
Baskoro Yudhoyono, bahwa itikad baik dia sebagai wakil rakyat untuk
memenuhi ketentuan tata tertib persidangan DPR-RI, bisa berkembang
menjadi isu yang menghebohkan jagad politik republik ini.
Niat Ibas pasti baik, karena sesibuk apapun dia yang juga merangkap jabatan sebagai Sekjen Partai Demokrat, dia masih berupaya menghadiri rapat paripurna DPR RI. Bahkan meski hanya mampu hadir sejenak, dan kehadiran dia itu harus dibuktikan dengan mengisi dan menandatangani daftar presensi. Itu semua dilakukan Ibas dengan kesadaran penuh.
Tapi siapa nyana, rapat paripurna DPR Ri hari Selasa 12 Februari itu menjadi hari naas bagi Ibas. Media yang sedang lapar berita maupun sensasi di tahun politik 2013 terutama di tengah kehangatan gonjang ganjing isu perseteruan intern di tubuh Partai Demokrat. sempat memergoki kejadian yang agak di luar kelaziman.
Inilah tatkala Ibas ‘kebetulan’ bukan menandatangani daftar presensi rapat paripurna itu di meja khusus yang lazim disediakan petugas kesekjenan DPR RI. Padahal mayoritas anggota DPR selama ini lazim mengisi dan menandatangani langsung daftar presensi itu di meja panjang yang berderet tersedia di sebelah kiri dan kanan pintu masuk utama ke ruang sidang paripurna,
Lebih cilaka lagi anak bungsu Presiden SBY ini dikesankan oleh sejumlah pihak seolah-dia menandatangani daftar presensi itu secara sembunyi-sembunyi. Bahkan seakan dia juga mendapatkan fasilitas khusus dan istimewa, Ibas melakukannya di bagian belakang ruang rapat paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Komplek DPR RI, Jakarta.
Apalagi sebelum menandatangani, sebagian awak media sempat melihat salah seorang petugas Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) berpakaian safari warna krem mendatangi petugas kesekjenan yang menjaga daftar presensi di muka ruang rapat paripurna. Lalu bersama petugas paspamres yang ditugasi menjaga keamanan anak Presiden, staf kesekjenan DPR tadi bergegas menuju ke bagian kiri ruang rapat paripurna. Rupanya, di sana, Ibas yang mengenakan batik coklat berpadu putih dengan kerah warna biru telah menunggu untuk menandatangani presensi.
Character Assasination Tradisi Buruk Indonesia
Habis sudah. Ibas pun kemudian dimangsa oleh media yang tengah haus sensasi maupun pelbagai kekuatan kepentingan yang menumpangi. Anak presiden ini masuk perangkap framing media. Dia kini menjadi korban character assasination.
Tragis. Karena pemberitaan pun membumbui bahwa seolah Ibas datang ke ruang rapat paripurna secara sembunyi sembunyi bukan seperti anggota DPR RI lain yang lazim datang melalui pintu utama di depan dengan menaiki eskalator dahulu. Kok ya kebetulan Ibas saat itu datang melalui pintu alternatif di selasar kiri ruang rapat paripurna,yang lebih mudah terjangkau dengan lift.
Aspek dramatisasi pun lengkap sudah, Karena setelah menandatangani, Ibas bersama pengawal dari Paspampres tadi, lalu meninggalkan lingkungan DPR RI untuk tugas yang lain melalui pintu masuk yang sama. Ah nasibmu memang sedang naas, Ibas.
"Nanti aja ya mas," jawab Ibas mengelak. ketika dia akan ditanya media soal penandatanganan daftar presensi yang tidak lazim itu hari Selasa 12 Februari lalu. .
Terjadilah heboh itu. Heboh yang bergulir karena dikupas habis media melalui berbagai pengembangan berita dan liputan dengan mencari tanggapan dan komentar dari kiri kanan. Alhasil isu kontroversial tentang Ibas bisa dikemas yang niscaya laris dijual ke khalayak pekan ini. Dalih pembenarannya. adalah tahun 2013 ini adalah tahun politik. Jadi wajar jika suasana jadi panas.
Badan Kehormatan Penjaga Panji Kewibawaan DPR
Isu cara Ibas menandatangani daftar presensi itu karuan membuat panas telinga para penjaga panji kehormatan wakil rakyat di Senayan ini. Hampir semua anggota Badan Kehormatan (BK) DPR RI berkomentar.
Mulai dari anggota yang menyatakan bahwa sikap Ibas itu salah, sampai ke penegasan tidak ada perlakuan diskriminatif terhadap anggota DPR yang kebetulan anak Presiden. Bahkan juga sampai pada pernyataan bahwa Ibas akan dipanggil dan diperiksa oleh BK untuk diberikan sanksi. .
Mengapa? Karena perlakuan diskriminatif dalam soal penandatanganan daftar presensi hanya dimungkinkan bagi anggota yang merangkap posisi juga sebagai pimpinan DPR dan MPR. Hanya kepada unsur pimpinan tersebut saja, petugas kesekjenan DPR/MPR boleh mengantar daftar presensi rapat untuk ditandatangani, mengingat kesibukan dan posisi protokoler para pimpinan lembaga tinggi negara ini .
.
Artinya jika itu dilakukan bukan uintuk pimpinan DPR/MPr maka baik anggota DPR yang meminta diantarkan, maupun petugas absensi yang mengantarkan, keduanya jelas telah melanggar kode etik.
Namun sudah menjadi rahasia umum bagi siapapun yang lama berkecimpung di kompleks parlemen Senayan, bahwa praktek minta tolong Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas kepada petugas kesekjenan itu.bukan monopoli "kelakuan" dia,. Karena hal itu pun acap dilakukan oleh sejumlah anggota DPR lainnya dari semua fraksi yang ada di DPR.
Lho, kok bisa? Itu logis saja, karena pola hubungan antara staf kesekjenan lembaga tinggi negara ini dengan para anggota ini juga tidak selamanya bersifat hubungan formal atau fungsional
Dalam pola interaksinya hubungan antar kedua unsur itu juga acap berupa hubungan interpersonal. Sehingga ada “semacam keiklasan” untuk saling “tolong menolong” yang ikut mewarnai interaksi kedua pihak tersebut .
Politik Belah Bambu, Zalimi Pihak Lemah
Nah jika BK DPR kini begitu bersemangat untuk menelusuri isu kontroversial yang berkenaan dengan kasus tandatangan Ibas itu, otomatis BK juga tidak selayaknya bersikap naïve.
“Karena kadang kala ada sesuatu hal yang bersifat sangat penting dan mendesak, sehingga anggota (DPR) itu harus terburu-buru mengejar sesuatu tugas lain yang juga penting, sepanjang urusan mengantar daftar presensi untuk ditandatangani itu tidak mengganggu yang lain, ya tetap masih dalam batas kewajaran," kata Kepala Humas dan Pemberitaan DPR RI, Djaka Dwi Winarko, Selasa (12/2).
Pada lain pihak, juga tidak pada tempatnya bila kemudian untuk maksud membela-bela Ibas lantas ada rekan separtainya, yang kemudian menyatakan pihak kesekjenan DPR yang harus disalahkan. Karena sikap semacam itu sebagaimana disuarakan oleh Didi Irawadi juga menunjukkan sikap zalim. Mirip politik belah bambu, menginjak ke bawah mengangkat ke atas.
Bahwa pihak kesekjenan DPR harus bersikap tegas dan lebih ketat untuk melayani seluruh anggota DPR tanpa pandang buku, kita setuju. Apalagi dalam soal pencatatan presensi dan pengadministrasian aktifitas para wakil rakyat itu memang merupakan tugas pokok dan fungsi kesekjenan DPR selaku pemilik wewenang,
Tapi sikap terburu nafsu menyalahkan orang kecil? Apalagi hanya sekedar untuk menyelamatkan orang besar tertentu, yang memang jelas bersalah, tentu kita tidak akan pernah rela.
Niat Ibas pasti baik, karena sesibuk apapun dia yang juga merangkap jabatan sebagai Sekjen Partai Demokrat, dia masih berupaya menghadiri rapat paripurna DPR RI. Bahkan meski hanya mampu hadir sejenak, dan kehadiran dia itu harus dibuktikan dengan mengisi dan menandatangani daftar presensi. Itu semua dilakukan Ibas dengan kesadaran penuh.
Tapi siapa nyana, rapat paripurna DPR Ri hari Selasa 12 Februari itu menjadi hari naas bagi Ibas. Media yang sedang lapar berita maupun sensasi di tahun politik 2013 terutama di tengah kehangatan gonjang ganjing isu perseteruan intern di tubuh Partai Demokrat. sempat memergoki kejadian yang agak di luar kelaziman.
Inilah tatkala Ibas ‘kebetulan’ bukan menandatangani daftar presensi rapat paripurna itu di meja khusus yang lazim disediakan petugas kesekjenan DPR RI. Padahal mayoritas anggota DPR selama ini lazim mengisi dan menandatangani langsung daftar presensi itu di meja panjang yang berderet tersedia di sebelah kiri dan kanan pintu masuk utama ke ruang sidang paripurna,
Lebih cilaka lagi anak bungsu Presiden SBY ini dikesankan oleh sejumlah pihak seolah-dia menandatangani daftar presensi itu secara sembunyi-sembunyi. Bahkan seakan dia juga mendapatkan fasilitas khusus dan istimewa, Ibas melakukannya di bagian belakang ruang rapat paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Komplek DPR RI, Jakarta.
Apalagi sebelum menandatangani, sebagian awak media sempat melihat salah seorang petugas Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) berpakaian safari warna krem mendatangi petugas kesekjenan yang menjaga daftar presensi di muka ruang rapat paripurna. Lalu bersama petugas paspamres yang ditugasi menjaga keamanan anak Presiden, staf kesekjenan DPR tadi bergegas menuju ke bagian kiri ruang rapat paripurna. Rupanya, di sana, Ibas yang mengenakan batik coklat berpadu putih dengan kerah warna biru telah menunggu untuk menandatangani presensi.
Character Assasination Tradisi Buruk Indonesia
Habis sudah. Ibas pun kemudian dimangsa oleh media yang tengah haus sensasi maupun pelbagai kekuatan kepentingan yang menumpangi. Anak presiden ini masuk perangkap framing media. Dia kini menjadi korban character assasination.
Tragis. Karena pemberitaan pun membumbui bahwa seolah Ibas datang ke ruang rapat paripurna secara sembunyi sembunyi bukan seperti anggota DPR RI lain yang lazim datang melalui pintu utama di depan dengan menaiki eskalator dahulu. Kok ya kebetulan Ibas saat itu datang melalui pintu alternatif di selasar kiri ruang rapat paripurna,yang lebih mudah terjangkau dengan lift.
Aspek dramatisasi pun lengkap sudah, Karena setelah menandatangani, Ibas bersama pengawal dari Paspampres tadi, lalu meninggalkan lingkungan DPR RI untuk tugas yang lain melalui pintu masuk yang sama. Ah nasibmu memang sedang naas, Ibas.
"Nanti aja ya mas," jawab Ibas mengelak. ketika dia akan ditanya media soal penandatanganan daftar presensi yang tidak lazim itu hari Selasa 12 Februari lalu. .
Terjadilah heboh itu. Heboh yang bergulir karena dikupas habis media melalui berbagai pengembangan berita dan liputan dengan mencari tanggapan dan komentar dari kiri kanan. Alhasil isu kontroversial tentang Ibas bisa dikemas yang niscaya laris dijual ke khalayak pekan ini. Dalih pembenarannya. adalah tahun 2013 ini adalah tahun politik. Jadi wajar jika suasana jadi panas.
Badan Kehormatan Penjaga Panji Kewibawaan DPR
Isu cara Ibas menandatangani daftar presensi itu karuan membuat panas telinga para penjaga panji kehormatan wakil rakyat di Senayan ini. Hampir semua anggota Badan Kehormatan (BK) DPR RI berkomentar.
Mulai dari anggota yang menyatakan bahwa sikap Ibas itu salah, sampai ke penegasan tidak ada perlakuan diskriminatif terhadap anggota DPR yang kebetulan anak Presiden. Bahkan juga sampai pada pernyataan bahwa Ibas akan dipanggil dan diperiksa oleh BK untuk diberikan sanksi. .
Mengapa? Karena perlakuan diskriminatif dalam soal penandatanganan daftar presensi hanya dimungkinkan bagi anggota yang merangkap posisi juga sebagai pimpinan DPR dan MPR. Hanya kepada unsur pimpinan tersebut saja, petugas kesekjenan DPR/MPR boleh mengantar daftar presensi rapat untuk ditandatangani, mengingat kesibukan dan posisi protokoler para pimpinan lembaga tinggi negara ini .
.
Artinya jika itu dilakukan bukan uintuk pimpinan DPR/MPr maka baik anggota DPR yang meminta diantarkan, maupun petugas absensi yang mengantarkan, keduanya jelas telah melanggar kode etik.
Namun sudah menjadi rahasia umum bagi siapapun yang lama berkecimpung di kompleks parlemen Senayan, bahwa praktek minta tolong Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas kepada petugas kesekjenan itu.bukan monopoli "kelakuan" dia,. Karena hal itu pun acap dilakukan oleh sejumlah anggota DPR lainnya dari semua fraksi yang ada di DPR.
Lho, kok bisa? Itu logis saja, karena pola hubungan antara staf kesekjenan lembaga tinggi negara ini dengan para anggota ini juga tidak selamanya bersifat hubungan formal atau fungsional
Dalam pola interaksinya hubungan antar kedua unsur itu juga acap berupa hubungan interpersonal. Sehingga ada “semacam keiklasan” untuk saling “tolong menolong” yang ikut mewarnai interaksi kedua pihak tersebut .
Politik Belah Bambu, Zalimi Pihak Lemah
Nah jika BK DPR kini begitu bersemangat untuk menelusuri isu kontroversial yang berkenaan dengan kasus tandatangan Ibas itu, otomatis BK juga tidak selayaknya bersikap naïve.
“Karena kadang kala ada sesuatu hal yang bersifat sangat penting dan mendesak, sehingga anggota (DPR) itu harus terburu-buru mengejar sesuatu tugas lain yang juga penting, sepanjang urusan mengantar daftar presensi untuk ditandatangani itu tidak mengganggu yang lain, ya tetap masih dalam batas kewajaran," kata Kepala Humas dan Pemberitaan DPR RI, Djaka Dwi Winarko, Selasa (12/2).
Pada lain pihak, juga tidak pada tempatnya bila kemudian untuk maksud membela-bela Ibas lantas ada rekan separtainya, yang kemudian menyatakan pihak kesekjenan DPR yang harus disalahkan. Karena sikap semacam itu sebagaimana disuarakan oleh Didi Irawadi juga menunjukkan sikap zalim. Mirip politik belah bambu, menginjak ke bawah mengangkat ke atas.
Bahwa pihak kesekjenan DPR harus bersikap tegas dan lebih ketat untuk melayani seluruh anggota DPR tanpa pandang buku, kita setuju. Apalagi dalam soal pencatatan presensi dan pengadministrasian aktifitas para wakil rakyat itu memang merupakan tugas pokok dan fungsi kesekjenan DPR selaku pemilik wewenang,
Tapi sikap terburu nafsu menyalahkan orang kecil? Apalagi hanya sekedar untuk menyelamatkan orang besar tertentu, yang memang jelas bersalah, tentu kita tidak akan pernah rela.
Marilah kita bersikap proporsional.
Dhia Prekasha Yoedha
SBY, Parikesit, dan Gonjang Ganjing Wangsit Perklenikan
18 Mar 2013 18:54:36
http://www.aktual.co/aktualreview/185804sby-parikesit-dan-gonjang-ganjing-wangsit-perklenikan
Candi Parikesit di Dieng (Foto: Aktual.co/Ist)
Jakarta. Aktual.Co --
Syahdan, ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) dan rombongan melawat ke Jerman dan Hongaria awal Maret lalu,
pada tempo yang bersamaan serombongan kecil orang-orang terpilih juga
melaksanakan tetirah dengan laku ziarah ke pegunungan Dieng, Wonosobo.
Tepatnya, ke petilasan Candi Parikesit.
Entah apa dan bagaimana hubungannya, selang beberapa hari kemudian, mencuat berita bahwa pegunungan Dieng, dinyatakan berstatus waspada bencana. Tepatnya di Kawah Timbang yang berjarak belasan kilometer dari lokasi Candi Parikesit.
Kawah Timbang di Dataran Tinggi,Dieng Kabupaten Banjarnegara sesuai pemantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ternyata ditemukan mengeluarkan gas beracun kembali,seolah "wisanggeni" muncul dari permukuaan. Tidak urung,Pusat Vulkanologi ini segera menaikkan status Dieng dari Normal menjadi Waspada, sekaligus mengimbau masyarakat tidak berada dalam radius 500 meter dari kawah.
Dosa Lama Sang Penguasa
Aneh bersamaan dengan peningkatan status menjadi waspada bencana itu, kemudian terbetik pula berita bisik-bisik bahwa rombongan tetirah yang melakoni tapa brata di Candi Parikesit seakan juga mendapat penampakan yang mencekam. Seolah mata batin mereka melihat ada bayang sosok penguasa besar yang mendadak jatuh sakit dan lumpuh. Sehingga dia terpaksa harus dirawat di kursi roda.
Sosok itu tergambar mirip Parikesit. Sebagaimana kisah Parikesit, tokoh wayang cucu Arjuna Pandawa lima,yang tanpa harus berjuang sekuat tenaga tapi menerima durian runtuh yaitu kenikmatan bertahta di kerajaan besar hasil penyatuan ulang Astina Pura dengan Amarta alias Indraprasta. Begitu pun gambaran tentang sosok tersebut, yang konon mendapat durian runtuh pula,
Padahal kakek-kakek Parikesit harus berjuang setengah mati di dalam Bharata Yudha, dengan menghabisi nyawa sepupunya,keseluruhan 100 saudara sekandung Kurawa, yang selalu dikisahkan menjadi lawan bebuyutan Pandawa, Bahkan Abimanyu,ayah Parikesit juga harus tewas terluka arang keranjang ditembus berbagai senjata Kurawa sebagai tumbal kemenangan Pendawa.
Seperti juga nasib Parikesit, yang akibat dosa lama pribadi dia atas Bagawan Samithi, akhirnya harus tewas dipatuk Naga Taksaka yang menyamar jadi ulat di buah jambu, Begitu pula jalan hidup sosok yang tergambarkan sebagai penguasa yang mendadak lumpuh itu. Taksaka berhasil menyelinap ke benteng ketat Astina sesuai titah Srenggi, anak Samiti, Srenggi gusar akibat sikap zalim Parikesit yang lupa diri karena ayahnya tetap membisu saat ditanya. Padahal Samiti terpaksa berdiam diri menghadapi ulah Parikesit, karena Begawan ini tengah menjalani laku tapa diam.
Nah entah apa dosa masa lalu sang penguasa ini, yang dalam penampakan tatap batin para tetirah di candi itu, diperkirakan akan lumpuh sehingga berkursi roda itu?
Wallahualam bissawab.
Lalu apa pula kaitan antara hasil olah laku batin para tetirah itu dengan konstelasi di negara ini. Yang pasti sepulang muhibah ke mancanegara, SBY pun lantas menggelar serentetan manuver berupa penerimaan kunjungan berbagai tokoh maupun rombongan yang konon telah lama mohon waktu menghadap penguasa di Istana Negara.
Skenario Sandiwara Super Semar
Kecuali pertemuan dengan Prabowo Subianto Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, hari Senin 11 Maret yang menyisakan kontroversi saling bantah membantah tentang inisiatif dan agenda pertemuan, yang pasti kesediaan SBY menerima audiensi tiga rombongan berikut yang berbeda, diiyakini SBY dan tim dia mampu mendongkrak pencitraan diri SBY yang tengah tergerus habis.
Sayang pencitraan yang ingin dimunculkan SBY saat bertemu Prabowo dengan pilihan waktu tanggal 11 Maret yang semula ditiup-tiupkan seolah akan ada Super Semar gaya baru, ternyata tak berbuah sempurna. Padahal setting pentas semula telah dikesankan seakan Prabowo menerima tongkat estafeta dari SBY,seperti Soeharto mendapat Surat Perintah Sebelas Maret dari Sukarno.
Ya, jelas beda dong. Soeharto dulu bertitah kepada ketiga jendral “super semar” Basuki Rahmat, M Yusuf, dan Amir Mahmud untuk menodong Sukarno di Istana Bogor, agar Pemimpin Besar Revolusi itu iklas menerbitkan semacam surat mandat bagi dia selaku Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Surat yang oleh Soeharto dkk kemudian dimanipulasi seakan sebagai pelimpahan kekuasaan kepada dirinya dari Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Sebaliknya, pertemuan SBY dengan Prabowo tersebut tidak jelas siapa pengundang dan siapa yang butuh, Terbukti dengan pernyataan dari Heru Lelono, Staf Khusus SBY pada pers yang menyebutkan bahwa Prabowo yang memohon diterima sowan. Sudah tentu pernyataan Heru itu kontan disanggah oleh Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Gerindara yang mendampingi Prabowo saat bertemu dengan SBY.
"Tak benar sama sekali jika Pak Prabowo berinisiatif meminta pertemuan itu seperti kata Heru Lelono. Saya tak tahu motif Heru mengatakan itu di berbagai media, Sangat disayangkan untuk hal kecil dan teknis saja, Heru Lelono bisa salah dan memutar fakta. Bagaimana untuk masalah yang lebih besar?" sesal Fadli.
Konsolidasi Wacana Politik
Beda dengan momen bertemu Prabowo, pertemuan SBY dengan tujuh purnawirawan, dari Jenderal Fachrul Razi; Subagyo HS; Luhut Panjaitan; sampai letjen Agus Widjojo; Johny J. Lumintang; Suaidi Marasabessy; dan Sumardi, pada Selasa 12 Maret, mampu dikelola SBY untuk mengatasi isu kudeta dan penggulingan dirinya.
Yang menarik bagi para pengamat militer, karena rata-rata dari tujuh jendral itu masing-masing tercatat pernah punya hubungan tidak serasi dengan Prabowo. Bahkan juga dengan Wiranto. Duh betapa rumit kaitan tali temali hubungan antar para jenderal tersebut,
Pengguliran wacana agar jangan ada kudeta atau gerakan rakyat untuk memakzulkan dirinya, digelindingkan SBY lagi saat menerima pimpinan 13 ormas Islam beberapa hari kemudian. Hadir di antaranya Nahdlatul Ulama (NU); Persis; Al-Irsyad al- Islamiyah; Al-Ittihadiyah; Matlaul Anwar; Ar-Rabithah al- Alawiyah; Al-Washliyah; Az-Zikra; Syarikat Islam Indonesia; Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI); IKADI; Perti; dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Mereka semua sowan ke SBY atas nama Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Hanya Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua yang tidak turut sowan karena secara resmi bukan anggota LPOI.
Pertemuan berikut SBY pada beberapa hari setelah pisowanan dengan ormas Islam itu adalah dengan para pimpinan media massa dan penerbitan.
Gonjang Ganjing Negara
Lantas wacana apa saja yang dilemparkan SBY untuk memperoleh gaung tanggapan sebagaimana yang dia inginkan? Ternyata itu tidak berbeda dari apa yang SBY sengaja ungkap dalam keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu 3 Maret saat akan bertolak ke Jerman dan Hungaria.
Yaitu, meminta semua pihak, kelompok elit politik dan komunitas tertentu,tetap di dalam koridor demokrasi dan ketentuan hukum yang berlaku dalam menyikapi dinamika politik belakangan ini.
Terutama, agar tidak mengganggu stabilitas politik nasional menjelang pemilu 2014.
“Tapi kalau lebih dari itu. Apalagi dengan rencana membuat gonjang ganjing negara dan pemerintah tidak bisa bekerja, saya khawatir justru akan menyusahkan rakyat kita," kata SBY.
Dinamika politik yang terjadi sepekan terakhir, menurut SBY berawal dari penetapan status Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam skandal korupsi Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dalam perspektif khalayak ramai maupun elit politik, lalu menjelma bercampur aduk di antara wacana hukum dan wacana politik. Apalagi kemudian, tindakan Anas malah terkesan menantang dengan bersikap seakan akan dia korban kezaliman SBY.
Wangsit Klenik SBY
Yang aneh, mengapa semua manuver yang digelar SBY ini kok bagai dituntun oleh semacam wangsit dan sangat berbau klenik? Apakah SBY itu type pemimpin yang tidak rasional?
Mungkin masih kita ingat saat Presiden SBY senewen ketika dikritik tokoh-tokoh lintas agama dengan istilah Sembilan Kebohongan SBY? Mengapa dia marah? Kalau soal isi pernyataan mereka tentang Anti Kebohongan, boleh jadi SBY tidak begitu risau, karena beberapa di antara pernyataan itu mungkin banyak benarnya.
Jadi kekesalan SBY itu justru tertuju kepada angka 9 tadi. Lho kok begitu? Ya wajar saja karena SBY itu lahir tanggal 9 September tahun 1949 alias 9/9/1949. SBY juga pembina partai yang bernomor 9. Sehingga lumrah bila SBY begitu peka atas kritikan itu yang secara tidak langsung mengolok-olok keyakinan dia atas angka 9 sebagai simbol sakral pembawa keberuntungannya itu.
Keyakinan SBY atas angka perlambang gaib itu, juga tertuturkan dalam buku Pak Beye dan Politiknya, yang ditulis Wisnu Nugroho. Contoh, cerita dengan judul “Kemenyan di Panggung Pak Beye” yang termuat dalam Bab Ketujuh: Klenik, menggambarkan betapa sakti pawang hujan di Yogyakarta, yang mampu menahan jatuhnya hujan hingga tiba saat SBY meninggalkan panggung.
Padahal itu baru satu dari 123 cerita ringan yang dihimpun jurnalis Kompas ini di dalam bukunya itu. Dari cara bertutur di bukunya itu, Wisnu terkesan memang tak ingin secara vulgar menyebut SBY sebagai penggemar klenik.
Yang pasti, Wisnu sempat mengutak-atik angka sembilan yang seolah identik dengan sosok SBY. Bukan hanya tanggal lahirnya, 9-9-1949 yang kemudian dijadikan nomor kotak pos dan SMS di Istana, yaitu 9949. Partai Demokrat yang didirikan SBY pada 9 September. Lalu pada Pemilu 2009, SBY juga menggelar satu operasi pemenangan yang digerakkan oleh tim sembilan. Masih banyak lagi contoh yang diceritakan Wisnu berkenaan dengan angka sembilan dan SBY.
Sihir dan Jimat SBY
Boleh jadi semua kesamaan tadi cuma kebetulan. Tapi kok ya kebetulan itu berulang. Alhasil soal kepercayaan pada hal yang bersifat gaib, ternyata memang melekat erat pada karakter kepemimpinan SBY, sebagaimana contoh salah satu pernyataan SBY berikut ini.
“Ini musim pemilu, musim pilpres, Banyak yang menggunakan ilmu sihir. Luar biasa, Ini betul dan saya merasakan dengan keluarga,” kata SBY saat memberi sambutan pada acara dzikir bersama di, Puri Cikeas, Bogor, Jumat 03 Juli 2004.
Ucapan SBY yang dikutip Tempo ini lantas jadi pemberitaan serius beberapa media di tanah air dengan berbagai tanggapan dan sindiran sejumlah lawan politiknya.Ucapan SBY tentang serangan sihir oleh lawan-lawan politiknya, ternyata tidak mengherankan Ali Mochtar Ngabalin yang saat itu tergabung dalam dari tim JK. “Ya dia punya jimat,” kata Ngabalin.
Politisi PBB itu tahu banget soal jimat SBY, karena sepanjang kampanye Pilpres 2004 dia sering ikut SBY. Bahkan dia juga ikut dalam kunjungan ke sejumlah makam raja-raja yang dikunjungi SBY.
“Dia datangi arwah-arwah dan meminta keselamatan. Tidak terhitung jumlahnya, tidak siang tidak malam,” ungkap Ketua Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI) ini.
Saking bingung, Ngabalin mengaku pernah menegur SBY karena kebiasaan ritus klenik itu saat kampanye pilpres 2004. Dasar sial, bukan didengar oleh SBY, malah Ngabalin lalu tidak diikutsertakan lagi di dalam perjalanan-perjalanan kampanye SBY berikutnya.
Laku Spritual SBY
Dari sisi lain, sejumlah laku spiritual yang dilakoni SBY seperti ziarah ke makam para wali seperti Kyai Kholil Bangkalan Madura, Maulana Hasanudin Banten, Sunan Gunung Djati Cirebon, Habib Husein Alaydrus Luar Batang Jakarta Utara dan lain-lain, telah membuat SBY merasa semakin kuat.Karena ritual perjalanan spiritual itu, bagi SBY paling sedikit telah membuat SBY semakin punya keyakinan dan spirit batin tinggi.
Hal itu juga yang ditempuh SBY saat akan menggusur Anas Urabningrum dengan cara mengirimkan pesan layanan singkat kepada para petinggi Partai Demokrat, minus Anas saat SBY tengah berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW. Sejauh ini, SBY dengan semua wangsit dan laku tetirah yang berbau klenik itu, berhasil melaju terus.
Namun bagaimana halnya, ketika alam gaib di sana mulai menunjukkan isyarat buruk bagi SBY?
Mari kita tunggu saja, gerangan apa yang akan terjadi nanti.
Entah apa dan bagaimana hubungannya, selang beberapa hari kemudian, mencuat berita bahwa pegunungan Dieng, dinyatakan berstatus waspada bencana. Tepatnya di Kawah Timbang yang berjarak belasan kilometer dari lokasi Candi Parikesit.
Kawah Timbang di Dataran Tinggi,Dieng Kabupaten Banjarnegara sesuai pemantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ternyata ditemukan mengeluarkan gas beracun kembali,seolah "wisanggeni" muncul dari permukuaan. Tidak urung,Pusat Vulkanologi ini segera menaikkan status Dieng dari Normal menjadi Waspada, sekaligus mengimbau masyarakat tidak berada dalam radius 500 meter dari kawah.
Dosa Lama Sang Penguasa
Aneh bersamaan dengan peningkatan status menjadi waspada bencana itu, kemudian terbetik pula berita bisik-bisik bahwa rombongan tetirah yang melakoni tapa brata di Candi Parikesit seakan juga mendapat penampakan yang mencekam. Seolah mata batin mereka melihat ada bayang sosok penguasa besar yang mendadak jatuh sakit dan lumpuh. Sehingga dia terpaksa harus dirawat di kursi roda.
Sosok itu tergambar mirip Parikesit. Sebagaimana kisah Parikesit, tokoh wayang cucu Arjuna Pandawa lima,yang tanpa harus berjuang sekuat tenaga tapi menerima durian runtuh yaitu kenikmatan bertahta di kerajaan besar hasil penyatuan ulang Astina Pura dengan Amarta alias Indraprasta. Begitu pun gambaran tentang sosok tersebut, yang konon mendapat durian runtuh pula,
Padahal kakek-kakek Parikesit harus berjuang setengah mati di dalam Bharata Yudha, dengan menghabisi nyawa sepupunya,keseluruhan 100 saudara sekandung Kurawa, yang selalu dikisahkan menjadi lawan bebuyutan Pandawa, Bahkan Abimanyu,ayah Parikesit juga harus tewas terluka arang keranjang ditembus berbagai senjata Kurawa sebagai tumbal kemenangan Pendawa.
Seperti juga nasib Parikesit, yang akibat dosa lama pribadi dia atas Bagawan Samithi, akhirnya harus tewas dipatuk Naga Taksaka yang menyamar jadi ulat di buah jambu, Begitu pula jalan hidup sosok yang tergambarkan sebagai penguasa yang mendadak lumpuh itu. Taksaka berhasil menyelinap ke benteng ketat Astina sesuai titah Srenggi, anak Samiti, Srenggi gusar akibat sikap zalim Parikesit yang lupa diri karena ayahnya tetap membisu saat ditanya. Padahal Samiti terpaksa berdiam diri menghadapi ulah Parikesit, karena Begawan ini tengah menjalani laku tapa diam.
Nah entah apa dosa masa lalu sang penguasa ini, yang dalam penampakan tatap batin para tetirah di candi itu, diperkirakan akan lumpuh sehingga berkursi roda itu?
Wallahualam bissawab.
Lalu apa pula kaitan antara hasil olah laku batin para tetirah itu dengan konstelasi di negara ini. Yang pasti sepulang muhibah ke mancanegara, SBY pun lantas menggelar serentetan manuver berupa penerimaan kunjungan berbagai tokoh maupun rombongan yang konon telah lama mohon waktu menghadap penguasa di Istana Negara.
Skenario Sandiwara Super Semar
Kecuali pertemuan dengan Prabowo Subianto Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, hari Senin 11 Maret yang menyisakan kontroversi saling bantah membantah tentang inisiatif dan agenda pertemuan, yang pasti kesediaan SBY menerima audiensi tiga rombongan berikut yang berbeda, diiyakini SBY dan tim dia mampu mendongkrak pencitraan diri SBY yang tengah tergerus habis.
Sayang pencitraan yang ingin dimunculkan SBY saat bertemu Prabowo dengan pilihan waktu tanggal 11 Maret yang semula ditiup-tiupkan seolah akan ada Super Semar gaya baru, ternyata tak berbuah sempurna. Padahal setting pentas semula telah dikesankan seakan Prabowo menerima tongkat estafeta dari SBY,seperti Soeharto mendapat Surat Perintah Sebelas Maret dari Sukarno.
Ya, jelas beda dong. Soeharto dulu bertitah kepada ketiga jendral “super semar” Basuki Rahmat, M Yusuf, dan Amir Mahmud untuk menodong Sukarno di Istana Bogor, agar Pemimpin Besar Revolusi itu iklas menerbitkan semacam surat mandat bagi dia selaku Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban. Surat yang oleh Soeharto dkk kemudian dimanipulasi seakan sebagai pelimpahan kekuasaan kepada dirinya dari Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Sebaliknya, pertemuan SBY dengan Prabowo tersebut tidak jelas siapa pengundang dan siapa yang butuh, Terbukti dengan pernyataan dari Heru Lelono, Staf Khusus SBY pada pers yang menyebutkan bahwa Prabowo yang memohon diterima sowan. Sudah tentu pernyataan Heru itu kontan disanggah oleh Fadli Zon, Wakil Ketua Umum DPP Gerindara yang mendampingi Prabowo saat bertemu dengan SBY.
"Tak benar sama sekali jika Pak Prabowo berinisiatif meminta pertemuan itu seperti kata Heru Lelono. Saya tak tahu motif Heru mengatakan itu di berbagai media, Sangat disayangkan untuk hal kecil dan teknis saja, Heru Lelono bisa salah dan memutar fakta. Bagaimana untuk masalah yang lebih besar?" sesal Fadli.
Konsolidasi Wacana Politik
Beda dengan momen bertemu Prabowo, pertemuan SBY dengan tujuh purnawirawan, dari Jenderal Fachrul Razi; Subagyo HS; Luhut Panjaitan; sampai letjen Agus Widjojo; Johny J. Lumintang; Suaidi Marasabessy; dan Sumardi, pada Selasa 12 Maret, mampu dikelola SBY untuk mengatasi isu kudeta dan penggulingan dirinya.
Yang menarik bagi para pengamat militer, karena rata-rata dari tujuh jendral itu masing-masing tercatat pernah punya hubungan tidak serasi dengan Prabowo. Bahkan juga dengan Wiranto. Duh betapa rumit kaitan tali temali hubungan antar para jenderal tersebut,
Pengguliran wacana agar jangan ada kudeta atau gerakan rakyat untuk memakzulkan dirinya, digelindingkan SBY lagi saat menerima pimpinan 13 ormas Islam beberapa hari kemudian. Hadir di antaranya Nahdlatul Ulama (NU); Persis; Al-Irsyad al- Islamiyah; Al-Ittihadiyah; Matlaul Anwar; Ar-Rabithah al- Alawiyah; Al-Washliyah; Az-Zikra; Syarikat Islam Indonesia; Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI); IKADI; Perti; dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
Mereka semua sowan ke SBY atas nama Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Hanya Muhammadiyah, ormas Islam terbesar kedua yang tidak turut sowan karena secara resmi bukan anggota LPOI.
Pertemuan berikut SBY pada beberapa hari setelah pisowanan dengan ormas Islam itu adalah dengan para pimpinan media massa dan penerbitan.
Gonjang Ganjing Negara
Lantas wacana apa saja yang dilemparkan SBY untuk memperoleh gaung tanggapan sebagaimana yang dia inginkan? Ternyata itu tidak berbeda dari apa yang SBY sengaja ungkap dalam keterangan pers di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu 3 Maret saat akan bertolak ke Jerman dan Hungaria.
Yaitu, meminta semua pihak, kelompok elit politik dan komunitas tertentu,tetap di dalam koridor demokrasi dan ketentuan hukum yang berlaku dalam menyikapi dinamika politik belakangan ini.
Terutama, agar tidak mengganggu stabilitas politik nasional menjelang pemilu 2014.
“Tapi kalau lebih dari itu. Apalagi dengan rencana membuat gonjang ganjing negara dan pemerintah tidak bisa bekerja, saya khawatir justru akan menyusahkan rakyat kita," kata SBY.
Dinamika politik yang terjadi sepekan terakhir, menurut SBY berawal dari penetapan status Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam skandal korupsi Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dalam perspektif khalayak ramai maupun elit politik, lalu menjelma bercampur aduk di antara wacana hukum dan wacana politik. Apalagi kemudian, tindakan Anas malah terkesan menantang dengan bersikap seakan akan dia korban kezaliman SBY.
Wangsit Klenik SBY
Yang aneh, mengapa semua manuver yang digelar SBY ini kok bagai dituntun oleh semacam wangsit dan sangat berbau klenik? Apakah SBY itu type pemimpin yang tidak rasional?
Mungkin masih kita ingat saat Presiden SBY senewen ketika dikritik tokoh-tokoh lintas agama dengan istilah Sembilan Kebohongan SBY? Mengapa dia marah? Kalau soal isi pernyataan mereka tentang Anti Kebohongan, boleh jadi SBY tidak begitu risau, karena beberapa di antara pernyataan itu mungkin banyak benarnya.
Jadi kekesalan SBY itu justru tertuju kepada angka 9 tadi. Lho kok begitu? Ya wajar saja karena SBY itu lahir tanggal 9 September tahun 1949 alias 9/9/1949. SBY juga pembina partai yang bernomor 9. Sehingga lumrah bila SBY begitu peka atas kritikan itu yang secara tidak langsung mengolok-olok keyakinan dia atas angka 9 sebagai simbol sakral pembawa keberuntungannya itu.
Keyakinan SBY atas angka perlambang gaib itu, juga tertuturkan dalam buku Pak Beye dan Politiknya, yang ditulis Wisnu Nugroho. Contoh, cerita dengan judul “Kemenyan di Panggung Pak Beye” yang termuat dalam Bab Ketujuh: Klenik, menggambarkan betapa sakti pawang hujan di Yogyakarta, yang mampu menahan jatuhnya hujan hingga tiba saat SBY meninggalkan panggung.
Padahal itu baru satu dari 123 cerita ringan yang dihimpun jurnalis Kompas ini di dalam bukunya itu. Dari cara bertutur di bukunya itu, Wisnu terkesan memang tak ingin secara vulgar menyebut SBY sebagai penggemar klenik.
Yang pasti, Wisnu sempat mengutak-atik angka sembilan yang seolah identik dengan sosok SBY. Bukan hanya tanggal lahirnya, 9-9-1949 yang kemudian dijadikan nomor kotak pos dan SMS di Istana, yaitu 9949. Partai Demokrat yang didirikan SBY pada 9 September. Lalu pada Pemilu 2009, SBY juga menggelar satu operasi pemenangan yang digerakkan oleh tim sembilan. Masih banyak lagi contoh yang diceritakan Wisnu berkenaan dengan angka sembilan dan SBY.
Sihir dan Jimat SBY
Boleh jadi semua kesamaan tadi cuma kebetulan. Tapi kok ya kebetulan itu berulang. Alhasil soal kepercayaan pada hal yang bersifat gaib, ternyata memang melekat erat pada karakter kepemimpinan SBY, sebagaimana contoh salah satu pernyataan SBY berikut ini.
“Ini musim pemilu, musim pilpres, Banyak yang menggunakan ilmu sihir. Luar biasa, Ini betul dan saya merasakan dengan keluarga,” kata SBY saat memberi sambutan pada acara dzikir bersama di, Puri Cikeas, Bogor, Jumat 03 Juli 2004.
Ucapan SBY yang dikutip Tempo ini lantas jadi pemberitaan serius beberapa media di tanah air dengan berbagai tanggapan dan sindiran sejumlah lawan politiknya.Ucapan SBY tentang serangan sihir oleh lawan-lawan politiknya, ternyata tidak mengherankan Ali Mochtar Ngabalin yang saat itu tergabung dalam dari tim JK. “Ya dia punya jimat,” kata Ngabalin.
Politisi PBB itu tahu banget soal jimat SBY, karena sepanjang kampanye Pilpres 2004 dia sering ikut SBY. Bahkan dia juga ikut dalam kunjungan ke sejumlah makam raja-raja yang dikunjungi SBY.
“Dia datangi arwah-arwah dan meminta keselamatan. Tidak terhitung jumlahnya, tidak siang tidak malam,” ungkap Ketua Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Mesjid Indonesia (BKPRMI) ini.
Saking bingung, Ngabalin mengaku pernah menegur SBY karena kebiasaan ritus klenik itu saat kampanye pilpres 2004. Dasar sial, bukan didengar oleh SBY, malah Ngabalin lalu tidak diikutsertakan lagi di dalam perjalanan-perjalanan kampanye SBY berikutnya.
Laku Spritual SBY
Dari sisi lain, sejumlah laku spiritual yang dilakoni SBY seperti ziarah ke makam para wali seperti Kyai Kholil Bangkalan Madura, Maulana Hasanudin Banten, Sunan Gunung Djati Cirebon, Habib Husein Alaydrus Luar Batang Jakarta Utara dan lain-lain, telah membuat SBY merasa semakin kuat.Karena ritual perjalanan spiritual itu, bagi SBY paling sedikit telah membuat SBY semakin punya keyakinan dan spirit batin tinggi.
Hal itu juga yang ditempuh SBY saat akan menggusur Anas Urabningrum dengan cara mengirimkan pesan layanan singkat kepada para petinggi Partai Demokrat, minus Anas saat SBY tengah berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW. Sejauh ini, SBY dengan semua wangsit dan laku tetirah yang berbau klenik itu, berhasil melaju terus.
Namun bagaimana halnya, ketika alam gaib di sana mulai menunjukkan isyarat buruk bagi SBY?
Mari kita tunggu saja, gerangan apa yang akan terjadi nanti.
Dhia Prekasha Yoedha
Tidak ada komentar:
Posting Komentar