“Virus Wahabi sangat berbahaya. Jika anda sudah terkena virus Wahabi, maka
anda akan ringan lidah dalam berucap: “Musyrik! Kafir! Bid’ah! TBC! dan
ucapan-ucapan lain yang jelek-jelek kepada saudara sendiri sesama Muslim.
Nah, jika anda mengenali gejala-gaejala terkena virus Wahabi dalam pikiran
anda, segera obati jangan biarkan berlarut-larut, nanti akan susah diobati.
Untuk mendownload Obat Anti Virus Wahabi…..”
Itulah salah satu kalimat di dunia maya tentang Wahabi Salafi. Mungkin si
pembuat pernyataan di atas betul-betul menganggap berbahaya terhadap
Wahabi, atau sekedar guyonan semata. Namun bagi saya sendiri, pemikiran
atau ajaran Wahabi tidak berbahaya, karena memang ditegakkan di atas
argumen/hujjah yang rapuh bak sarang laba-laba.
Sekalipun tidak berbahaya dari aspek kekuatan hujjahnya, akan tetapi dari
aspek sosial, para penganut wahabi salafi ini sering membuat statemen yang
sangat mudah menyulut dan menyeret konflik masyarakat. Untuk alasan yang
terakhir, saya perlu mengemukakan prinsip awal yang harus dipegang oleh
setiap muslim.
Prinsip pertama tentang persatuan. Sudah seharusnya kita sebagai umat Islam
mengutamakan persatuan. Selama dia mengaku muslim dengan mengucap Laa Ilaha
Illallah dan mengakui Muhammad sebagai Nabi terakhir, tidak sepantasnya
kita tuduh yang macam-macam (kafir, musyrik dll), yang pada akhirnya akan
bisa menimbulkan friksi atau perpecahan. Kita harus menyatakan muak dengan
perpecahan umat Islam, karena nanti yang untung pasti orang lain, kita
buntung. Apalagi di zaman modern ini, umat Islam memang sengaja diadu domba.
Prinsip kedua, jangan mudah mengumbar tuduhan yang enggak-enggak. Dalam hal
ini, kita dapat memberi contoh sikap dan ucapan sekelompok jamaah yang
disinggung di atas, yakni wahabi-salafi. Kelompok ini sering mengklaim
(truth claim), mendaku, atau mungkin sekedar mengaku-ngaku sebagai pihak
yang selalu berada di rel kebenaran, selalu memegang teguh al-Qur’an, dan
berjalan di bawah sinaran sunnah Rasul. Pada akhirnya, mereka sering
melontarkan tuduhan-tuduhan kepada kelompok muslim yang lain sebagai pelaku
TBC (tahayul, bid’ah, churafat), kafir dan musyrik. Bahkan menganggap
terhadap orang muslim tertentu, lebih berbahaya daripada orang Yahudi dan
orang Kafir.
Mereka memang usil, sirik, sok tahu, sok alim, dan suka iri
sehingga sering mempermasalahkan tradisi masyarakat muslim di Indonesia,
seperti maulid Nabi, haul ulama, tahlilan, dziba’an, ziarah kubur, qunut
shubuh, ratiban, tawassul, menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah
meninggal, do’a berjama’ah, zikir keras berjama’ah, bersalaman sesudah
shalat, dan lain sebagainya. Anehnya, mereka lunak, lemah lembut, dan
bersahabat karib, bahkan tunduk dan merunduk-runduk kepada Amerika dan
Israel.
Orang seperti ini harus kita ingatkan secara halus, tapi kalau tidak bisa,
perlu diingatkan dengan “pukulan” yang agak keras dengan diajak berdiskusi
dan berdebat secara ilmiah. Makanya, benteng terbaik untuk menghadapi
mereka adalah dengan mengkaji secara serius terhadap model berfikir dan
argumen mereka. Inilah kewajiban, atau paling tidak, sangat dianjurkan
kepada para santri, remaja, dan pemuda, bahkan para tetua NU untuk
melakukannya. Sehingga kita tidak mudah gagap atau bingung, rendah diri,
dan merasa bodoh ketika berhadapan dengan kelompok wahabi salafi. Tidak ada
alasan bagi kita semua untuk malas membaca. Untuk saat ini, buku-buku yang
berusaha membedah, membongkar, dan mengkaji secara ilmiah terhadap wahabi
salafi sudah sangat banyak dan tersedia di mana-mana.
Hal lain yang perlu kita ketahui terkait truth claim (klaim kebenaran) yang
dilakukan wahabi salafi seperti dijelaskan di atas (mendaku sebagai
pemegang dan pewaris otoritatif terhadap al-Qur’an dan Hadis), adalah
realitas para pengikut salafi wahabi ini masih belum puas, sebuah kata pun
masih perlu direbut dan diserobot. Kata tersebut adalah SALAF/SALAFI. Kata
ini diklaim sebagai hak miliknya –kayak negara Jiran yang suka mengklaim
milik Indonesia-. Kata SALAF selalu ditempelkan dalam kajian-kajian mereka
dan berupaya diidentikkan sebagai mazhab mereka, mazhab salaf. Padahal
salaf atau salafi bukan suatu mazhab tertentu (baca buku Dr. Said Ramadhan
al-Buthi yang berjudul As-Salafiyyah).
Tidak berhenti sampai disitu “kerakusan” mereka, kelompok ini tidak puas
dengan hanya menyerobot kata SALAF/SALAFI. Mereka bergerak lagi dengan
merebut, mengambil alih dan mengklaim sebagai pemilik paten yang sah atas
Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sehingga ketika orang NU menyebut dirinya sebagai aswaja, tentu akan
ditolak mentah mentah oleh mereka. Karena apa? Ya karena kita dianggap
tidak mengamalkan aswaja versi mereka, karena kita dituduh telah melakukan
banyak bid’ah.
Di sinilah kita perlu menyadari, bahwa kalau kita menyebut aswaja jangan
langsung beranggapan tunggal. Realitas sosiologis membuktikan lain, paling
tidak ada aswaja lain, yaitu yang diklaim oleh salafi wahabi. Makanya, di
kalangan NU sudah sering menyebut aswaja ala NU (aswaja berdasar Nahdlatul
Ulama), atau kalau saya menyebut dengan aswaja moderat, yakni aswaja yang
amal ibadah, wiridan, dan tirakat kesehariannya bukan menyalahkan ritual
ibadah kelompok lain.
Hal ini untuk membedakan dengan kelompok salafi wahabi yang juga
mengklaim sebagai kelompok yang paling aswaja dengan dibarengi menyalahkan
kelompok lain. Sehingga di sini, kita dapat mengetahui kenapa Pakistan
baru-baru ini melarang gerakan aswaja di sana.
Ternyata orang-orang yang ada dalam gerakan aswaja tersebut adalah
orang-orang wahabi-salafi.
Selanjutnya tidak tertutup kemungkinan kelompok ini akan menyerobot dan
mengklaim bahwa Islam, Muhammad, bahkan Allah itu sebagai hak milik pribadi
kelompoknya. Komunitas muslim lainnya bukan pemilik Islam, pengikut Nabi,
dan penyembah Allah. Kalau ini terjadi, maka sungguh tragis, dan wujud dari
kemunduran sejarah umat Islam. Tidak tertutup kemungkinan, akan banyak
pertikaian karena umat Islam yang lain dianggap tidak Islam. Tentu kita
tidak mengharapkan ini terjadi.
Kita harus banyak toleran menghadapi kelompok muslim lain, kita harus
menghargai perbedaan sembari tidak mengklaim sebagai pemilik Islam
satu-satunya, pemegang Sunnah tiada duanya, pengibar panji salaf yang
semurni-murninya, sambil menyesat-sesatkan umat Islam lain. Apakah
kita senang kalau nanti umat Islam dari kelompok lain banyak yang
masuk neraka, dan kita akan sendirian masuk syurga. Alangkah sepinya surga,
dan betapa ramainya neraka. Tentu ini adalah bukan harapan
kita.
Terakhir, mari kita perhatikan sabda Nabi SAW:
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ
اْلأَحْلاَمِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ
إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ
السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ
فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، رواه
البخاري
“Akan keluar suatu kaum di akhir zaman, orang-orang muda usia, pendek akal,
mereka berkata-kata dengan sebaik-baik perkataan manusia yang tidak
melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama seperti keluarnya
anak panah dari busurnya. Maka, di mana saja kamu menjumpai mereka,
perangilah, karena di dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat
bagi yang melakukannya.” (HR.Bukhari)
DR H. Ainur Rofiq Al-Amin, SH, MA, Penulis Buku *“Membongkar Proyek
Khilafah ala Hizbut Tahrir Indonesia”***
--
http://harian-oftheday.blogspot.com/
"...menyembah yang maha esa,
menghormati yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda,
mengasihi sesama..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar