Minggu, 26 Mei 2013

.SURIAH-FAKTOR LUAR DAN FAKTOR DIDALAM...?? SIAPA...YANG BERMAIN ... POLITIK UNTUK MENGACAU SURIAH..??>> MENGAPA...??? Navi Pillay, Komisaris Tingggi Dewan HAM PBB menuding Suriah melanggar Hak Asasi Manusia di saat rezim al-Saud di Arab Saudi memenjarakan lebih dari 30 ribu warganya yang tak berdosa dan tanpa dakwaan yang jelas. Selain itu, Riyadh juga gencar menumpas aksi demo damai rakyatnya. Navi Pillay menyebut upaya pemerintah Damaskus melindungi warganya dari serangan kelompok bersenjata yang didukung Arab Saudi, Qatar, Israel, AS dan Turki sebagai pelanggaran HAM. Di sisi lain, Pillay tidak melihat aksi pengiriman tentara Arab Saudi ke Bahrain dan pembantaian warga Manama sebagai pelanggaran HAM. Sementara itu, pemerintahan Bashar Assad berbeda dengan Arab Saudi dan Bahrain. Assad mendapat dukungan penuh dari rakyatnya. Hal ini terlihat dari aksi demo warga mendukung pemimpin mereka yang digelar hampir tiap hari. Poin penting di sini adalah baik Arab Saudi, Qatar, AS dan Israel sama-sama memiliki satu tujuan yaitu melemahkan poros muqawama serta mencegah keterkucilan Tel Aviv dengan menggulingkan pemerintahan Bashar Assad...>> Arab Saudi dan Qatar yang getol memusuhi pemerintahan Bashar Assad di Suriah dengan mendukung penuh kelompok bersenjata sejatinya menjadi pelaksana kebijakan Amerika Serikat dan Rezim Zionis Israel untuk mengobrak-abrik stabilitas kawasan Timur Tengah. Seiring dengan merebaknya gelombang kebangkitan Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara yang berujung pada lengsernya sejumlah diktator Arab seperti Hosni Mubarak di Mesir, Zein el Abidine ben Ali di Tunisia dan Muammar Gaddafi di Libya, Amerika dan negara Barat berusaha menggulingkan pemerintahan Bashar Assad demi menyelamatkan Israel dari keterkucilan dan mencegah bertambah kuatnya poros muqawama di kawasan...>>...setelah upaya mereka gagal di Suriah, Arab Saudi dan Qatar berusaha menjadikan kasus Damaskus sebagai kasus internasional dan terus menekan Bashar Assad. Kedua negara ini dengan dalih melindungi warga sipil Suriah menuding Damaskus melakukan pelanggaran HAM. Tak cukup sampai di sini, Riyadh dan Doha membawa klaimnya tersebut ke Majelis Umum PBB. Sementara itu, upaya keras kedua negara Arab ini membawa tudingan mereka soal pelanggaran HAM Suriah ke Majelis Umum PBB tidak dibarengi dengan kondisi memuaskan di Arab Saudi dan Qatar sendiri. Kondisi HAM di Riyadh dan Doha sendiri saat ini cukup memprihatinkan. ..>>Dari faktor luar, dukungan finansial hingga militer yang digelontorkan AS dan Israel bersama sejumlah negara regional semacam Qatar, Arab Saudi dan Turki terhadap milisi teroris di perbatasan Turki dan Lebanon kian menyeret konflik Suriah ke jurang konflik yang lebih dalam. Kini, krisis Suriah bukan lagi problematika kekecewaan rakyat terhadap pemerintah Damaskus, tapi ke arah kudeta terhadap sebuah rezim sah oleh negara lain melalui kaki tangannya..>> Penasehat Presiden Mesir urusan Hubungan Luar Negeri, Essam el-Haddad yang didampingi sejumlah staf khusus presiden Mursi mengunjungi Tehran untuk membahas krisis Suriah dengan pejabat tinggi Iran. Lawatan delegasi Mesir tersebut untuk menindaklanjuti pembicaraan antara Iran dan Mesir mengenai pembentukan kuartet yang terdiri atas Iran, Turki, Mesir dan Arab Saudi guna mencari solusi krisis Suriah. Pada pertemuan puncak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Mekah Agustus 2012 lalu, Presiden Mesir mengemukakan prakarsa membentuk kelompok kontak untuk Suriah yang terdiri dari Mesir, Arab Saudi, Iran dan Turki. Menyusul kemudian, sebuah pertemuan tingkat tinggi digelar pada 17 September 2012, sekitar sepekan setelah pembicaraan pendahuluan di Kairo oleh pejabat dari keempat negara. Namun, pertemuan keempat negara itu membentur dinding karena ketidakhadiran Arab Saudi "keukeuh" dengan sikapnya sendiri, yang tidak seirama dengan prakarsa pihak lain mengenai penyelesaian damai konflik Suriah..>> Sebuah sumber militer Suriah mengkonfirmasikan penguasaan 70 persen wilayah di kota Al-Qusayr oleh militer negara ini. FNA (26/5) melaporkan, sebuah sumber militer Suriah menyinggung keberhasilan pasukan negara ini di Al-Qusayr dan mengatakan, "Berbagai satuan militer telah mengontrol bagian timur wilayah Al-Shumaliyah di Al-Qusayr dan para pasukan terus bergerak ke arah barat untuk menyempurnakan pembersihan wilayah tersebut." Berdasarkan laporan yang sama, pasukan infantri Suriah telah menghancurkan sejumlah titik konsentrasi para teroris yang akibatnya puluhan teroris tewas dan sejumlah lainnya terluka. Militer Suriah juga berhasil menduduki kembali sejumlah gedung pemerintahan yagn sebelumnya dikuasai oleh para teroris. ..>>

Koalisi Arab Saudi, Qatar, AS dan Israel Gulingkan Bashar Assad

Arab Saudi dan Qatar yang getol memusuhi pemerintahan Bashar Assad di Suriah dengan mendukung penuh kelompok bersenjata sejatinya menjadi pelaksana kebijakan Amerika Serikat dan Rezim Zionis Israel untuk mengobrak-abrik stabilitas kawasan Timur Tengah. Seiring dengan merebaknya gelombang kebangkitan Islam di Timur Tengah dan Afrika Utara yang berujung pada lengsernya sejumlah diktator Arab seperti Hosni Mubarak di Mesir, Zein el Abidine ben Ali di Tunisia dan Muammar Gaddafi di Libya, Amerika dan negara Barat berusaha menggulingkan pemerintahan Bashar Assad demi menyelamatkan Israel dari keterkucilan dan mencegah bertambah kuatnya poros muqawama di kawasan.

Untuk merealisasikan ambisinya ini, AS memanfaatkan Arab Saudi dan Qatar, tentunya dengan imbalan seperti sikap bungkam Washington terhadap kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) di kedua negara ini. Gedung Putih meminta Riyadh dan Doha mendukung kubu anti Assad serta mengobarkan krisis di Suriah. Arab Saudi dan Qatar dalam hal ini berusaha mengulang kesuksesan mereka di Yaman. Seperti diketahui P-GCC yang dimotori Arab Saudi mengusulkan penggantian Ali Abdullah Saleh, presiden Yaman dengan wakilnya, Abd Rabbu Mansour Hadi dan kini strategi ini akan diterapkan juga di Suriah. Selanjutnya mereka akan menentukan pemerintahan sesuai dengan selera dan kepentingan mereka.

Kini setelah upaya mereka gagal di Suriah, Arab Saudi dan Qatar berusaha menjadikan kasus Damaskus sebagai kasus internasional dan terus menekan Bashar Assad. Kedua negara ini dengan dalih melindungi warga sipil Suriah menuding Damaskus melakukan pelanggaran HAM. Tak cukup sampai di sini, Riyadh dan Doha membawa klaimnya tersebut ke Majelis Umum PBB. Sementara itu, upaya keras kedua negara Arab ini membawa tudingan mereka soal pelanggaran HAM Suriah ke Majelis Umum PBB tidak dibarengi dengan kondisi memuaskan di Arab Saudi dan Qatar sendiri. Kondisi HAM di Riyadh dan Doha sendiri saat ini cukup memprihatinkan.

Arab Saudi saat ini tercatat sebagai rezim yang paling tidak demokratis dan kejam di dunia. Wanita di negara ini tidak mendapat hak-hak sebagaimana mestinya. Mereka dilarang mengendarai kendaraan dan tidak diperkenankan berpartisipasi di pentas politik, termasuk tidak memiliki hak suara. Qatar sendiri tak berbeda jauh dengan Arab Saudi, pemerintahan Doha juga berbentuk kerajaan dan tidak terlihat demokrasi di negara ini.

Navi Pillay, Komisaris Tingggi Dewan HAM PBB menuding Suriah melanggar Hak Asasi Manusia di saat rezim al-Saud di Arab Saudi memenjarakan lebih dari 30 ribu warganya yang tak berdosa dan tanpa dakwaan yang jelas. Selain itu, Riyadh juga gencar menumpas aksi demo damai rakyatnya. Navi Pillay menyebut upaya pemerintah Damaskus melindungi warganya dari serangan kelompok bersenjata yang didukung Arab Saudi, Qatar, Israel, AS dan Turki sebagai pelanggaran HAM. Di sisi lain, Pillay tidak melihat aksi pengiriman tentara Arab Saudi ke Bahrain dan pembantaian warga Manama sebagai pelanggaran HAM.
Sementara itu, pemerintahan Bashar Assad berbeda dengan Arab Saudi dan Bahrain. Assad mendapat dukungan penuh dari rakyatnya. Hal ini terlihat dari aksi demo warga mendukung pemimpin mereka yang digelar hampir tiap hari. Poin penting di sini adalah baik Arab Saudi, Qatar, AS dan Israel sama-sama memiliki satu tujuan yaitu melemahkan poros muqawama serta mencegah keterkucilan Tel Aviv dengan menggulingkan pemerintahan Bashar Assad.

Militer Suriah Kuasai 70 Persen Kota Al-Qusayr

Sebuah sumber militer Suriah mengkonfirmasikan penguasaan 70 persen wilayah di kota Al-Qusayr oleh militer negara ini.

 

FNA (26/5) melaporkan, sebuah sumber militer Suriah  menyinggung keberhasilan pasukan negara ini di Al-Qusayr dan mengatakan, "Berbagai satuan militer telah mengontrol bagian timur wilayah Al-Shumaliyah di Al-Qusayr dan para pasukan terus bergerak ke arah barat untuk menyempurnakan pembersihan wilayah tersebut."

 

Berdasarkan laporan yang sama, pasukan infantri Suriah telah menghancurkan sejumlah titik konsentrasi para teroris yang akibatnya puluhan teroris tewas dan sejumlah lainnya terluka.

 

Militer Suriah juga berhasil menduduki kembali sejumlah gedung pemerintahan yagn sebelumnya dikuasai oleh para teroris.

 
Sumber itu juga menjelaskan bahwa wialyah di sekitar bandara Al-Dob'ah aman dan telah dikuasai oleh militer. Para teroris telah keluar dari bandara tersebut akan tetapi pasukan infantri Suriah belum memasuki area bandara.
Para teroris juga melancarkan sejumlah serangan ke pos-pos pemeriksaan militer Suriah guna mereduksi hebatnya tekanan dari pasukan Suriah terhadap anasir di Al-Qusayr dan Rif Homs. (IRIB Indonesia/MZ)

Intervensi Asing dan Sengkarut Krisis Suriah



Penasehat Presiden Mesir urusan Hubungan Luar Negeri, Essam el-Haddad yang didampingi sejumlah staf khusus presiden Mursi mengunjungi Tehran untuk membahas krisis Suriah dengan pejabat tinggi Iran. Lawatan delegasi Mesir tersebut untuk menindaklanjuti pembicaraan antara Iran dan Mesir mengenai pembentukan kuartet yang terdiri atas Iran, Turki, Mesir dan Arab Saudi guna mencari solusi krisis Suriah.

 

Pada pertemuan puncak Organisasi Kerjasama Islam (OKI) di Mekah Agustus 2012 lalu, Presiden Mesir mengemukakan prakarsa membentuk kelompok kontak untuk Suriah yang terdiri dari Mesir, Arab Saudi, Iran dan Turki. Menyusul kemudian, sebuah pertemuan tingkat tinggi digelar pada 17 September 2012, sekitar sepekan setelah pembicaraan pendahuluan di Kairo oleh pejabat dari keempat negara. Namun, pertemuan keempat negara itu membentur dinding karena ketidakhadiran Arab Saudi "keukeuh" dengan sikapnya sendiri, yang tidak seirama dengan prakarsa pihak lain mengenai penyelesaian damai konflik Suriah.
Di tengah meningkatnya krisis Suriah, Mesir berupaya menghidupkan kembali kuartet kelompok kontak Suriah ini untuk meretas solusi damai dengan memanfaatkan sinergi regional. Di sisi lain, prakarsa kolektif lain yang disepakati seperti konsensus Jenewa juga membentur dinding dalam penerapannya karena penentangan negara-negara Barat dan kelompok oposisi Suriah.
Selain itu, Iran juga pernah mengemukakan prakarsa enam poin mengenai penyelesaian krisis Suriah yang bertumpu pada dialog dan rekonsiliasi nasional bangsa Suriah sendiri. Prakarsa Tehran ini telah disampaikan kepada sejumlah negara dan Utusan Khusus PBB dan Liga Arab untuk urusan Suriah, Lakhdar Brahimi. Meski berbagai usulan telah disampaikan, tapi tidak pernah bisa diterapkan untuk meredakan konflik berdarah di Suriah. Sebab sebagian kelompok oposisi masih tetap melanjutkan aksinya menyulut kerusuhan di Suriah. Kondisi itu semakin kompleks dengan meningkatnya dukungan negara-negara Barat dan sejumlah negara regional terhadap kelompok oposisi bersenjata di Suriah. Dan Imbasnya jalan meretas solusi bersama yang logis semakin jauh dari harapan.
Krisis Suriah memiliki dua faktor pemicu, dari luar dan dalam negara Arab itu. Dari faktor internal sendiri, kelompok oposisi yang sama-sama menentang rezim Assad ternyata tidak satu suara. Akibatnya, usulan perundingan dengan pemerintah Damaskus yang digulirkan mantan pemimpin aliansi oposisi Suriah, Muaz Al-Khatib tidak didukung oleh kubu oposisi lainnya. Akhirnya ia mengundurkan diri akibat beratnya tekanan dari berbagai pihak. Selain itu, keberadaan Front Al-Nusra sebagai "penumpang gelap" kubu oposisi rezim Damaskus semakin memperkeruh keadaan dengan meningkatkan aksi-aksi kekerasan yang dilakukan milisi teroris itu. 
Dari faktor luar, dukungan finansial hingga militer yang digelontorkan AS dan Israel bersama sejumlah negara regional semacam Qatar, Arab Saudi dan Turki terhadap milisi teroris di perbatasan Turki dan Lebanon kian menyeret konflik Suriah ke jurang konflik yang lebih dalam. Kini, krisis Suriah bukan lagi problematika kekecewaan rakyat terhadap pemerintah Damaskus, tapi ke arah kudeta terhadap sebuah rezim sah oleh negara lain melalui kaki tangannya.
Di tengah silang sengkarut masalah yang menimpa Suriah, Iran dan Mesir menyerukan aksi nyata dan segera untuk menghentikan kekerasan yang semakin mengkhawatirkan di Suriah. Bagi Tehran dan Kairo, intervensi asing, apalagi invasi militer jelas bukan solusi, bahkan justru hanya membuat api konflik semakin berkobar. Sebab solusi krisis Suriah adalah dialog antara pemerintah dan oposisi serta digelarnya pemilu yang bebas dan adil untuk mengembalikan nasib Suriah kepada rakyatnya sendiri.(IRIBIndonesia/PH)

Tags:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar