Mentan Suswono jadi Saksi Kasus Suap Daging Sapi
Kamis, 16 Mei 2013, 16:00 WIB
Republika/Adhi Wicaksono
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/05/16/mmvvo4-mentan-suswono-jadi-saksi-kasus-suap-daging-sapi
Menteri Pertanian Suswono
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Suswono, akan
menjadi saksi dalam kasus dugaan suap kuota impor daging sapi yang
menjerat mantan presiden PKS, Lutfhi Hasan Ishaaq. Rencananya, Suswono
akan menjadi saksi dalam persidangan dua Direktur PT Indoguna Utama,
Arya Abdi Effendy dan Juard Effendi.
"Ya, sudah ada pemberitahuan," kata Suswono, dalam pesan singkatnya kepada ROL, Kamis (16/5).
Suswono akan menjadi saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Menteri asal PKS itu sudah beberapa kali
dipanggil KPK untuk dimintai keterangan oleh lembaga antikorupsi itu.
Pada persidangan Rabu (15/5), ketua majelis hakim Purwono Edi Santoso
memutuskan mengkonfrontir para saksi. Hal itu menyusul adanya perbedaan
keterangan antara saksi Elda Devianne Adiningrat dan Direktur Utama PT
Indoguna Maria Elizabeth Liman. Rencananya, hakim akan menkonfrontir
Elda, Maria dan Ahmad Fathanah. Suswono juga disebut masuk menjadi saksi
dalam persidangan yang dijadwalkan, Jumat (17/5) itu.
Nama Suswono mencuat karena disebut hadir dalam pertemuan di Medan.
Dalam pertemuan di sebuah hotel itu, Suswono bertemu dengan Maria
Elizabeth. Selain mereka, hadir pula Luthfi, Ahmad Fathanah, dan orang
dekat Suswono, Suwarso. Pertemuan itu disebut membicarakan masalah
daging sapi.
Sosok Suswono kembali disebut dalam persidangan Rabu kemarin. Saat
itu penuntut umum, Ronald Worotikan, membacakan berita acara pemeriksaan
Elda. Jaksa mengatakan, Fathanah sempat menyebut dua poin sebagai
komitemen saat bertemu Elda dan Maria di suatu restoran. Salah satu
poinnya, Maria akan dibantu dalam pengurusan penambahan kuota impor
daging sapi dan Menteri Pertanian membaca situasi dan kondisinya.
Poin lainnya, Maria akan bersedia membantu mendukung dana PKS.
Penuntut umum menyebut, Fathanah mengatakan dua poin itu sebagai hasil
pertemuan di Lembang. Fathanah mengatakan pertemuan itu dihadiri Luthfi
Hasan Ishaaq, Hilmi Aminuddin, dan Suswono. Elda membenarkan keterangan
yang dibaca penuntut umum. Terkait pertemuan di Lembang yang dihadiri
Ahmad Fathanah itu, Suswono membantahnya. "Itu sama sekali tidak benar,"
kata Mentan mengelak.
Reporter : Irfan Fitrat |
Redaktur : Karta Raharja Ucu | |
KPK Tunjukkan Foto Fathanah ke Hilmi
Kamis, 16 Mei 2013, 15:26 WIB
Republika/Prayogi
Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/05/16/mmvu42-kpk-tunjukkan-foto-fathanah-ke-hilmi
KPK memeriksa Ketua Majelis Syuro
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hilmi Aminuddin sebagai saksi dalam
kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi di Kementerian
Pertanian (Kementan).
Hilmi mengakui penyidik menunjukkan berbagai foto di antaranya foto
Ahmad Fathanah. Selain itu, penyidik memperlihatkan foto lainnya yang
tampak asing bagi Hilmi.
"Fotonya macam-macam. Diperlihat kepada saya banyak sekali gambar-gambar dan foto-foto yang sebagian besar saya nggak
kenal. Sebagian ada Fathanah, sebagian tidak," kata Hilmi Aminuddin
yang ditemui usai pemeriksaan di KPK, Jakarta, Kamis (16/5).
Hilmi selesai diperiksa dan keluar dari gedung KPK sekitar pukul
14.30 WIB. Dengan begitu, Hilmi diperiksa penyidik KPK selama 4,5 jam.
Ia juga terlihat memakai baju koko dan peci berwarna putih.
Saat ditanya di mana lokasi foto-foto tersebut, Hilmi mengatakan,
sebagian besar foto tidak diketahui lokasinya. Sedangkan foto Fathanah
yang ada di Lembang, ia menjelaskan foto tersebut merupakan foto
rombongan pengusaha sekaligus mantan Wakil Ketua MPR RI, Aksa Mahmud.
Menurutnya, rombongan kunjungan Aksa Mahmud menjadi tamunya sebelum
Hari Raya Idul Adha, tanpa menyebut tahunnya. Saat itu, ia mengantar
rombongan Aksa Mahmud ke Badan Inseminasi buatan milik pemerintah."Di
sana, ternyata di rombongan itu ada Fathanah," jelasnya.
Reporter : Bilal Ramadhan |
Redaktur : A.Syalaby Ichsan | |
« Jawab #16 pada: 16 Mei 2013, 23:27:18 »
« Edit Terakhir: 16 Mei 2013, 23:31:03 oleh unikistimewa »
Saksi Ahli: LHI Tidak Bisa Dijerat dengan Pasal Suap
30 Mei 2013
dakwatuna.com – Jakarta. http://m.dakwatuna.com/2013/05/30/34110/saksi-ahli-lhi-tidak-bisa-dijerat-dengan-pasal-suap/#axzz2UqEJ4tnd
Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi menghadirkan beberapa saksi ahli terkait dugaan
suap impor daging sapi pada Rabu (29/5). Salah satu saksi ahli yang
dihadirkan adalah Eva Achjani Zulfa, Dosen Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
Dalam kesaksiannya Eva mengatakan bahwa sebagai
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq,
seharusnya tak dapat dijerat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan pasal suap. Pasal itu hanya bisa digunakan kepada aparatur negara
seperti Pegawai Negeri, Menteri, dan Presiden.
“Bagian unsur yang
menentukan dalam pasal ini penerimanya adalah aparatur negara. Pimpinan
partai tidak masuk. Pasal ini hanya untuk PNS dan aparatur negara,”
kata Eva saat bersaksi di Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi,
Jakarta, Rabu (29/5).
Bukan tanpa sebab Eva mengatakan itu. Sebab,
dia berkaca bahwa dalam perkara ini kapasitas Luthfi sebagai petinggi
partai bukan anggota komisi I DPR RI. Sementara, komisi yang berkaitan
langsung dengan perkara impor daging sapi ini adalah komisi IV DPR.
Sebagai
mana kita ketahui bahwa LHI menjadi tersangka dugaan suap impor daging
sapi sehubungan dengan kapasitasnya sebagai Presiden PKS, bukan sebagai
anggota DPR.
Karenanya, hal itu juga berlaku untuk dua terdakwa.
Dimana, dua bos PT Indoguna Utama, Arya Abdi Effendy dan Juard Effendy
tidak menyuap penyelenggara negara, tapi menyuap ketua partai politik.
Sementara,
saksi ahli lain yang dihadirkan adalah Dian, dosen Fakultas Hukum
Trisakti, dan Thomas Sembiring selaku Direktur Eksekutif Asosiasi
Pengusaha Importir Daging Indonesia.
Dian, dalam keterangannya
berpendapat sama dengan Eva. Kata dia, pasal yang menjerat Luthfi
seharusnya baru bisa terealisasi apabila yang bersangkutan adalah aparat
negara.
“Penyuapan bisa dilakukan harus berhubungan dengan
jabatannya. Anggota DPR atau pimpinan partai tidak bisa dikenai pasal
ini,” kata dia kepada Majelis Hakim.
Saksi lain, Thomas Sembiring
menyatakan kuota daging nasional sejak 2011 terus mengalami penurunan.
Thomas mengatakan Elda Devianne Adiningrat selaku Ketua Asosiasi
Perbenihan Indonesia menawarkan ada penambahan kuota impor daging.
“Swasembada daging di Indonesia akan berhasil di 2014 jika impor daging di bawah 10 persen kebutuhan nasional,” terang Thomas.
Thomas
tambahkan, penambahan kuota impor juga harus dikoordinasikan dengan
Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, dan
Kementerian Pertanian.
“Penambahan quota itu harus melalui rapat koordinasi terbatas Kemenko Perekonomian, Kemendag, dan kementan,” demikian Thomas.
Para
pakar dan ahli sudah banyak yang memberikan pendapat dan pandangannya
terkait kasus dugaan suap impor daging sapi yang menjerat LHI, sebagian
besar mereka berpendapat terdapat banyak kejanggalan terkait penetapan
LHI sebagai tersangka.
Akankah KPK mempertimbangkan masukan para pakar
dan ahli ini, atau mereka hanya dianggap sebagai pihak yang hanya turut
meramaikan saja. (sl/rmol)
Prof. Jimly Asshiddiqie Kuatir Keberanian KPK Didasari Atas Kebodohan
http://forum.detik.com/pendapat-para-pakar-dan-member-df-tentang-kasus-impor-daging-t706265.html
Hukum adalah alat mencari keadilan. Jadi hukum bukan untuk hukum. Karena
itu jangan terpaku hanya pada prosedur, teknis, administrasi.
"Penegak hukum harus melihat konteks yang lebih besar. Bahwa hukum alat
membangun keadilan dan kebenaran. Jadi bukan hukum untuk hukum," ujar
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie kepada Rakyat Merdeka
Online (Kamis, 31/).
Jimly menanggapi penetapan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka kasus suap impor daging sapi.
"Makanya saya selalu mengatakan penegak hukum itu harus bertangan
dingin, berhati dingin, berkepala dingin, dan berdarah dingin. Tidak
boleh tangan panas, tidak boleh berhati panas," ungkapnya.
Tak hanya itu, penegak hukum juga tidak boleh ingin menunjukkan
keberanian. Karena keberanian itu adalah ciri orang berdarah panas.
Bahkan, katanya, penegak hukum tidak boleh pemberani. Pemberani itu
tidak relevan untuk penegak keadilan.
"Sangat berbahaya kalau pedang keadilan diserahkan kepada orang yang
berani. Yang kita perlukan bukan pemberani. Sebab pemberani itu bisa
berani karena bodoh, bisa berani tapi pintar. Tapi sepintar-sepintar
orang kalau dia sedang berani sering emosional. Jadi menegakkan hukum
tidak perlu berani dan tidak perlu menunjukkan sikap pemberani,"
ungkapnya.
Jimly sendiri melihat proses hukum yang dialami oleh Lutfhi sangat
cepat. Setelah proses tangkap tangan terhadap tiga orang Selasa malam,
pada Rabu malamnya, Luthfi langsung dijadikan tersangka. Dan malam itu
juga dijemput oleh penyidik KPK.
Karena itu, dia kuatir keberanian KPK ini karena didasari atas
kebodohan. Kalau sampai pedang keadilan diserahkan kepada orang bodoh,
menurutnya itu sangat bahaya.
"Jangan sampai begitu. Menegakkan keadilan itu kan sebagian juga seni.
(Lutfhi) belum diperiksa kok dijadikan sebagai tersangka. Bok ditunggu
seminggu kalau memang ada alat bukti. Ini kan soal kecerdikan. Jadi ini
penegak hukumnya agak bodoh. Bisa karena bodoh, bisa karena goblok. Ini
bukan soal salah benar. Ini soal seni. Dia tidak berseni," tandasnya.
Sebelumnya Jimly menjelaskan, agar orang tidak curiga, KPK harus
menungkapkan dua alat bukti mengenai keterlibatan Lutfhfi. Jadi kalau
misalnya, tidak diungkapkan dua alat bukti yang dianggap cukup itu orang
jadi heran. Kok tiba-tiba begitu cepat prosesnya," ujar Jimly.
http://www.rmol.co/read/2013/01/31/9...tas-Kebodohan-
Jimly: Aneh, Dalam Hitungan Menit LHI Jadi Tersangka, Tapi Anas Nggak Diapa-apain
Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Assidiqie, mengaku ada keanehan dalam
penanganan kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Presiden PKS Lutfhi
Hasan Ishaaq.
“Saya merasa ada yang aneh tapi kita tidak bisa tidak percaya KPK karena
selama ini kita percaya KPK. Tapi kok begini apa karena ini PKS yah?,”
kata Jimly di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (31/1/2013).
Dia mengatakan orang jadi menduga-duga kok dalam waktu hitungan menit
(Presiden PKS) sudah jadi tersangka dan dijemput KPK. “Sedangkan Anas
tidak diapa-apain,” kata Jimly.
Demikian pula, Jimly mengatakan Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR dari
Golkar katanya sudah masuk dalam dakwaan tapi tidak diapa-apain oleh
KPK. “Jadi sebaiknya diungkap saja semua, jadi orang tidak curiga,” kata
Jimly.
Dikatakan para penegak hukum harusnya punya kearifan soal seperti ini. ”
Yah itu hukum bukan untuk hukum jadi apa namanya, kita mau perbaiki
keadaan dan mau perbaiki negara bukan mau bikin kacau negara dan bikin
masalah,” kata Jimly. (Hasanudin Aco/Johnson Simanjuntak/Tribunnews)
http://www.dakwatuna.com/2013/01/31/...#axzz2Tnhfn9CB
Q
Jimly: Penetapan Tersangka Luthfi Ganjil
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menilai ada yang ganjil pada
penetapan tersangka oleh KPK kepada Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq.
"KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaq sebagai tersangka sangat cepat, hanya
beberapa menit setelah penangkapan. Kesannya, PKS seperti menjadi
target," kata Jimly Asshiddiqie usai diskusi publik yang diselenggarakan
Fraksi Partai Gerindra di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.
Jimly mempertanyakan, proses pemeriksaan terhadap Luthfi Hasan Ishaq
karena hanya beberapa menit setelah penangkapan langsung ditetapkan
sebagai tersangka.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini membandingkan dengan Ketua Umum
Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang pernah disebut-sebut oleh
beberapa tersangka maupun saksi pada kasus dugaan korupri proyek Wisma
Atlet SEA Games maupun Hambalang, tapi sampai sekarang belum ada proses
lebih lanjut dari KPK.
Ia juga membandingkan dengan Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi
Santoso, yang informasinya namanya disebut dalam dakwaan terhadap
tersangka Zulkaranen Jabbar dan Dendy Presetya, di Pengadilan Tipikor
Jakarta, tapi tidak ada tindak lanjut dari KPK.
Zulkaranen Jabbar dan Dendy Prasetya, adalah tersangka kasus dugaan
koripso pada proyek pengadaan laboratorium komputer untuk madrasah
tsanawiyah dan pengadaan Alquran di Kementerian Agama.
http://www.republika.co.id/berita/na...-luthfi-ganjil
Jimly Soal LHI: "Kesannya, PKS Seperti Menjadi Target"
Pakar Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie menilai ada yang ganjil pada
penetapan tersangka oleh KPK kepada Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq.
"KPK menetapkan Luthfi Hasan Ishaq sebagai tersangka sangat cepat, hanya
beberapa menit setelah penangkapan. Kesannya, PKS seperti menjadi
target," kata Jimly Asshiddiqie usai diskusi publik yang diselenggarakan
Fraksi Partai Gerindra di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis
(31/01).
Jimly mempertanyakan, proses pemeriksaan terhadap Luthfi Hasan Ishaq
karena hanya beberapa menit setelah penangkapan langsung ditetapkan
sebagai tersangka.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini membandingkan dengan Ketua Umum
Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang pernah disebut-sebut oleh
beberapa tersangka maupun saksi pada kasus dugaan korupri proyek Wisma
Atlet SEA Games maupun Hambalang, tapi sampai sekarang belum ada proses
lebih lanjut dari KPK.
Ia juga membandingkan dengan Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi
Santoso, yang informasinya namanya disebut dalam dakwaan terhadap
tersangka Zulkaranen Jabbar dan Dendy Presetya, di Pengadilan Tipikor
Jakarta, tapi tidak ada tindak lanjut dari KPK.
Zulkaranen Jabbar dan Dendy Prasetya, adalah tersangka kasus dugaan
koripso pada proyek pengadaan laboratorium komputer untuk madrasah
tsanawiyah dan pengadaan Alquran di Kementerian Agama
http://www.lamhabanews.com/2013/02/j...s-seperti.html
|
|
Yusril Ihza Mahendra : Saya Tidak Bela PKS atau KPK
http://forum.detik.com/pendapat-para-pakar-dan-member-df-tentang-kasus-impor-daging-t706265.html
Yusril Ihza Mahendra menyatakan dirinya tidak membela Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pernyataan
ini disampaikan mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini melalui akun
twitternya, @Yusrilihza_Mhd, siang ini Senin (20/5).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi hebohnya pemberitaan
Metrojambi.com sebelumnya. Dalam berita tersebut, disebutkan Yusril Ihza
menyatakan pemberantasan korupsi, termasuk penyitaan aset koruptor
harus sesuai dengan hukum acara pidana.
“KPK dalam bertindak harus sesuai dengan proses hukum. Dalam hukum, ada
yang namanya hukum acara. Setiap proses hukum harus benar dulu hukum
acaranya. Jika tidak, maka hukum itu tidak sah dan batal dengan
sendirinya,” jelas Yusril dalam berita tersebut.
Masih dalam berita tersebut, Yusril, tindakan KPK memasuki sebuah
tempat tanpa membawa surat perintah penyitaan, batal demi hukum.
Alasannya, prosedur yang ditempuh penyidik tidak memenuhi syarat dalam
hukum acara.
Dalam tweetnya, Yusril menuding pernyataan normatifnya ketika memberi
kuliah umum di kampus Universitas Jambi dipelintir. Ia tidak ingin
berita tersebut dimanfaatkan untuk menguntungkan partai tertentu dengan
cara membenturkan dirinya dengan KPK.
Dalam tweetnya, Yusril juga mengklaim mengkontak pihak Metrojambi.com.
Namun, hingga berita ini diturunkan, pihak Metrojambi.com belum
dihubungi oleh Yusril Ihza Mahendra.
http://metrojambi.com/v1/nasional/18...-atau-kpk.html |
|
Pakar Hukum: Elit PKS Betul, KPK Tidak Bisa Jerat LHI Dengan UU TPPU
Jika dianalisa secara mendalam, sebenarnya UU TPPU yang dikenakan KPK
kepada LHI banyak ditemukan kejanggalan. Karenanya logika yang dibangun
oleh elit PKS dan sebagian pakar hukum memang betul, bahwa mestinya KPK
tidak bisa menjerat Luthfi Hasan Ishaaq dengan UU Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) karena uang yang diberikan Indoguna tidak sampai
ke tangan mantan Presiden PKS itu.
“Kalau kita lihat memang seperti itu, belum sampai. Kalau belum sampai,
tidak mungkin ada pencucian uang. Logikanya memang demikian,” ujar pakar
hukum soal TPPU Yenti Garnasih, Kamis ( 16/5).
Apalagi, Ahmad Fathanah sendiri, yang disebut sebagai kurir dan orang
dekat Luthfi Hasan Ishaaq, baru tertangkap tangan Januari lalu. Karena
itu tidak mungkin, mobil-mobil yang disita KPK kemarin itu berasal dari
suap Indoguna.
“Tetapi itu yang kita lihat dari luar. Kita kan tidak kita tahu apa yang
ditemukan KPK. Bagaimana yang sesungguhnya terjadi hanya KPK yang
tahu,” jelasnya.
“Dengan menjerat (Luthfi) pakai TPPU dan menyita mobil-mobil itu,
seharusnya KPK sudah punya bukti bahwa suap sudah terjadi dan sudah
disalurkan. Mobil-mobil itu diduga dibeli dengan hasil kejahatan sekitar
impor daging sapi,” ungkapnya.
Sebelumnya, Juru bicara KPK Johan Budi juga menyatakan, Luthfi disebut
tidak menerima uang hanya karena dilihat dari permukaan. Dan ketika
dikonfirmasi, Johan Budi selalu menyatakan ‘kita tunggu di pengadilan’.
“Gini deh, jangan bilang dia (LHI) belum terima. Anda kan hanya baca
pemberitaan di permukaan. Nanti di pengadilan kita buktikan. Apakah
tuduhan KPK itu terbukti atau tidak, nanti kita paparkan bukti-bukti.
Pengadilan lah tempat membuktikan itu,” ungkap Johan, Senin lalu (13/5).
http://www.dakwatuna.com/2013/05/16/...#axzz2Tnhfn9CB |
|
JANGAN GUNAKAN HUKUM SEBAGAI ALAT POLITIK”
Prof . Teuku Nasrullah, Pakar Hukum Acara Pidana dalam acara Indonesian
Lawyer’s Club (ILC), Selasa 14 Mei 2013 dengan tema “Uang Daging Kemana
Saja” yang tayang pukul 19.30.Mengapa seorang pakar hukum sekelas Prof.
Nasrullah sampai perlu mengingatkan semua pihak untuk tidak menggunakan
hukum sebagai alat penguasa dalam mencapai keinginan-keingannya? Tentu
Prof. Nasrullah, dan kita semua yang mampu melihat dengan jernih,
mengetahui bahwa beberapa kasus di negeri ini (termasuk kasus yang saat
ini mengaitkan nama mantan Presiden PKS, Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq –
LHI) sarat dengan kepentingan penguasa (bisa diartikan partai, bisa
diartikan kelompok yang saat ini berkuasa).
Mari sejenak mengurai kekusutan ini…
KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada Ahmad Fathanah (AF) di
Hotel Le Meridien Jakarta tanggal 29 Januari 2013. Dalam OTT tersebut
ditemukan uang tunai Rp 1 Miliar yang menurut keterangan AF berasal dari
2 Dirut PT Indoguna Utama dan akan diberikan kepada Ustadz LHI sebagai
uang suap/pelicin agar PT Indoguna Utama memperoleh tambahan kuota impor
daging sapi dari Kementrian Pertanian.
Sebagai tindak lanjut OTT tersebut, KPK menjemput dan mengenakan status
tersangka dalam kasus dugaan suap impor daging sapi kepada Ustadz LHI.
Setidaknya ada 3 pertimbangan KPK dalam menahan Ustadz LHI. Pertimbangan
pertama, KPK menganggap ada kemungkinan tersangka akan menghilangkan
barang bukti. Kedua, KPK menganggap tersangka memiliki potensi untuk
melarikan diri, membuat-mengganggu atau memengaruhi saksi-saksi yang
akan diperiksa KPK nantinya. Ketiga, ada kecurigaan bahwa tersangka akan
melakukan tindak pidana korupsi lain. Ustadz LHI dijemput KPK di Gedung
DPP PKS di Jln. TB Simatupang Jakarta tanggal 30 Januari 2013.
Penyelidikan KPK pun bergulir sangat cepat untuk kasus AF ini. KPK
seolah tak ingin kehabisan kesempatan untuk membangun kembali citra
positif mereka sebagai penggiat anti korupsi setelah sempat tersandung
kasus bocornya sprindik. Saksi-saksi segera dipanggil. Aliran dana dari
rekening milik AF dibuka ke publik, sita asset para tersangka dilakukan
secara cepat dan dramatik. Media-media nasional pun dilibatkan dalam
tiap gerak KPK sehingga info sekecil apapun segera sampai ke publik.
Media pun segera menyambut dengan headline-headline provokatif. Beberapa
media bahkan memberi ruang tanggapan dalam baris-baris berita mengenai
Ustadz LHI. Bisa dipastikan, ruang-ruang tersebut berisi caci maki
kepada PKS. Tak berhenti di situ, ruang media sosial yang semestinya
dimanfaatkan untuk menebar kebaikan pun berubah menjadi ajang pelepasan
kemarahan publik.
PKS pun bergerak cepat dengan memilih Ustadz Anis Matta sebagai Presiden
PKS menggantikan Ustadz LHI. Simpati masyarakat pun kembali membanjir
untuk PKS. PKS yang diramalkan hancur karena kasus dugaan suap pada
Ustadz LHI pun mampu bangkit kembali. Bahkan lebih kokoh dan solid.
Kenyataan bahwa PKS bertambah kuat, tentu mengkhawatirkan pihak-pihak
lawan politik. Mereka memanfaatkan aksi KPK menangani kasus suap impor
daging sapi sebagai celah untuk menghancurkan dan menghabisi PKS. Apakah
KPK tahu bahwa mereka dimanfaatkan oleh lawan-lawan politik PKS? Atau
KPK menjadikan diri mereka sendiri sebagai alat politik dari penguasa
negeri?
Mari kita lihat kejadian berikut..
Ketika akan terjadi sita asset berupa kendaraan yang dicurigai milik
Ustadz LHI dan AF di Gedung DPP PKS di Jln. TB Simatupang tanggal 6 Mei
2013, media heboh memberitakan kejadian tersebut sebagai upaya
perlawanan dari PKS kepada KPK.. Apa sebabnya media bisa memberitakan
seperti itu? Tentu tidak bisa sembarangan menulis berita. Seorang
jurnalis, dituntut untuk mengabarkan sebuah berita yang berasal dari
narasumber yang jelas identitasnya.
Berita yang dimuat media nasional terkait sita asset merupakan
keterangan langsung dari Juru Bicara KPK, Johan Budi SP. Inilah satu
contoh keterangan Johan Budi SP : awalnya penyidik KPK akan menyita
mobil itu, namun adanya upaya perlawanan, maka mobil itu akhirnya hanya
disegel.
(http://nasional.inilah.com/read/deta...l#.UZQu2aKeOax) |
|
Disadari atau tidak, pernyataan Johan Budi tadi memicu publik untuk
beropini bahwa PKS melakukan perlawanan atas sebuah tindakan berkekuatan
hukum yang dilakukan KPK. Dalam kenyataannya, KPK melakukan tindakan
tak etis ketika hendak menyita asset berupa kendaraan tersebut (ada
bukti video CCTV mengenai hal ini).
Sementara dalam berbagai kesempatan, Wakil SekJen PKS Fahri Hamzah,
menegaskan sikap PKS yang sama sekali tidak berkeberatan atas penyegelan
dan atau penyitaan asset selama KPK taat pada aturan hukum yang
berlaku.
Konflik ini kemudian memicu media berlomba-lomba mempertemukan PKS dan
KPK dalam ruang diskusi terbuka. Dari ruang diskusi tersebut diperoleh
kesimpulan bahwa KPK berhak melakukan penyitaan meski tak sesuai dengan
SOP (Standar Operation Procedure – Standar Penatalaksanaan Tindakan) dan
PKS berhak mengajukan keberatan kepada KPK melalui pra peradilan atau
menempuh jalur hukum lainnya.
Puncak diskusi terbuka mengenai konflik sita asset antara KPK dengan PKS
dan orang-orang yang dicurigai sebagai sarana pencucian uang AF terjadi
dalam Indonesia Lawyers Club Selasa, 14 Mei 2013. Banyak pihak awalnya
meramalkan PKS akan tumbang dan hancur dalam diskusi tersebut.
Sayangnya, yang terjadi adalah kebalikannya.
Diskusi tersebut justru membuka mata masyarakat bahwa KPK sudah banyak
melakukan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Johan Budi, Juru bicara
KPK yang hadir saat itu berulang kali menegaskan, bahwa keadilan akan
diperoleh saat persidangan. “Biarlah pengadilan yang memutuskan”.
Pernyataan Johan Budi memicu pertanyaan, “Sebelum di pengadilan, ada di
manakah keadilan dan kebenaran itu?”
Betapa tidak, KPK hanya membuka info mengenai aliran dana AF kepada
pihak PKS dan kepada perempuan-perempuan cantik yang oleh media sering
kali diganti dengan kata “daging mentah”. KPK seolah ingin mengaitkan
perilaku hedonis AF dengan PKS. Apakah ini adil?
VS, seorang perempuan yang dikaitkan dengan AF turut menceritakan cara
KPK menyita mobilnya. “Saya berangkat naik mobil dan pulang hanya
membawa kardus-kardus”, tutur VS dengan mata berkaca-kaca. “Saya diminta
mengembalikan uang yang diberikan Mas Ahmad (Fathanah).. Saya tidak
tahu uang itu berasal dari mana. Saya sudah berkali-kali menolak
pemberian Mas Ahmad… Saya tidak tahu..”. Apakah ini adil?
AA, seorang artis papan atas Indonesia pun keberatan namanya dikaitkan
sebagai “perempuan di sekeliling AF”. “Saya hanya memiliki kaitan
profesional sebagai artis yang akan disewa untuk acara Pilkada oleh AF
dan tidak memiliki hubungan pribadi”, tandasnya. “Sebagai artis
profesional, saya meminta DP untuk jasa saya, karena saya harus
menghubungi pihak-pihak lain untuk show seperti menyewa band..”,
imbuhnya lagi. Meski demikian, AA tak berkeberatan ketika penyidik KPK
memintanya mengembalikan uang yang telah menjadi hak-nya tersebut kepada
KPK.
Kedua perempuan ini diminta mengembalikan uang pemberian AF, atas dasar
dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal ini tak pelak membuat
mereka, para pengacara yang hadir dalam ILC tertawa. Bahkan dengan tegas
dan gamblang, Prof. T. Nasrullah menjelaskan soal TPPU menurut pasal 5
UU No. 8 Th. 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang yang menurut beliau selama ini sudah salah
diinterpretasikan oleh KPK.. Sebagai akibatnya, banyak orang yang tidak
tahu menahu dan terkait dengan tindak pidana AF, terkena imbasnya. Dan
ini tentu saja, TIDAK ADIL. Dengan tegas, Prof. T. Nasrullah mengatakan,
“Saya pikir, Ayu ini BODOH BENAR kalau dia kembalikan uang ini…
Termasuk Vita (VS)..”.
“Hukum tidak bergerak dalam terjemahan-terjemahan yang menjerat orang
tidak salah” (Prof. T. Nasrullah). Artinya, KPK tidak boleh salah
menerjemahkan pasal-pasal UU dalam menjerat tersangka karena itu sama
artinya dengan menempatkan hukum pada posisi yang tidak benar. KPK juga
harus ingat, dalam hukum mereka adalah policy executor (pelaksana
kebijakan), bukanlah policy maker (pembuat kebijakan). Oleh karenanya,
KPK harus sangat berhati-hati dalam setiap tindakannya. “Bila tindakan
KPK dianggap sudah melampaui batas kewenangan dan bahkan cenderung
sewenang-wenang, KPK bisa dilapokan melalui pra peradilan atau ke
polisi”, tambah Prof. Nasrullah.
“Ketika penegakan hukum tidak bisa diaudit, ini sudah menjadi luar
biasa..” (Prof. T. Nasrullah). Bila KPK adalah penegak hukum dan
penggiat anti korupsi, ada baiknya publik ikut mengetahui hasil audit
KPK, karena lembaga apapun yang tidak bisa diaudit cenderung rentan
untuk menyalahgunakan kekuasaan.
http://muhammadyusro.com/2013/05/16/...-alat-politik/
DR. Chaerul Huda (ahli pidana,
staf ahli kapolri) dalam acara di Jak Tv tadi malam (23/5) menyatakan:
"Kalo penegak hukum menghancurkan karakter tersangka, kasus hukumnya
biasanya lemah (kasus TPPU LHI).
Sebagaimana semua kita tahu, kasus pokok yang menimpa Luthfi Hasan Ishaaq (LHI)
sudah sangat kabur dan seperti ada unsur kesengajaan menutupinya dengan
penghancuran karakter LHI dengan begitu bombastisnya pemberitaan tentang
"wanita-wanita" Ahmad Fathanah dan munculnya sosok Darin Mumtazah
yang dikait-kaitkan dengan LHI.
Sebagimana diberitakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menunda
melimpahkan berkas perkara tersangka Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) dan Ahmad
Fathanah ke penuntutan yang direncanakan pada pekan ini. Ini mungkin juga
indikasi betapa KPK kesulitan dalam kasus LHI ini. Para
pakar hukum juga banyak yang menyatakan lemahnya kasus LHI.
Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menerapkan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap kasus korupsi
Simulator SIM di Mabes Polri yang menjerat Irjend Djoko Susilo. Selain itu, KPK
juga menerapkan TPPU terhadap kasus suap impor daging sapi di Kementerian
Pertanian.
Namun hal itu menuai kontroversi, sebab KPK tidak berlakukan TPPU dalam kasus
pembangunan pusat pelatihan dan pendidikan, di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Menurut pakar hukum Tata Negara, Margarito Kamis, hal itu menunjukkan bahwa KPK
tebang pilih dalam memberangus tindak kejahatan korupsi.
"(Hambalang) Ini kasus mogok. Kasus Djoko Susilo dan kasus impor sapi
menggelegar sampai kemana-mana, tapi Hambalang kok seolah-olah tidak ada TPPU.
Sudah lambat menghitung kerugian negara, lalu tidak menetapkan TPPU. TPPU nya
di langit ke sembilan," tegas Margarito, Jakarta, Minggu (12/5/2013).
Lebih lanjut dia menegaskan, tidak
ditetapkannya TPPU dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Sekretaris Dewan
Pembina Partai Demokrat Andi Mallarangeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat
Anas Urbaningrum, sebagai bukti ketidakadilan KPK memberantas korupsi.
Menurutnya, hal itu akan menimbulkan spekulasi serta menjadi pertanyaan publik
terhadap institusi tindak kejahatan korupsi itu.
"Masa Jenderal berani, PKS berani, tapi kasus Hambalang tidak berani.
Patut dipertanyakan, apakah mereka takut karena banyak nama-nama beken dalam
kasus tersebut," tegas Margarito.
"Ini yang tidak masuk diakal dalam kasus Hambalang, bagi saya itu sama
halnya melawan akal sehat publik. Terapkan TPPU supaya adil, karena tidak
begitu malah akan dipertanyakan," lanjutnya.
Proses hukum atas dugaan kasus
korupsi yang melibatkan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi
Hasan Ishaaq (LHI) menghadirkan polemik. LHI yang ditengarai terlibat dalam
kasus korupsi impor sapi disangkakan sejumlah pasal oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dalam proses peradilannya.
Sejumlah pihak menilai ada perlakuan tak
adil yang diterima oleh LHI. Penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU) yang disangkakan kepada LHI dianggap sebagai tindakan diskriminasi.
Pakar Hukum Pidana Muzakir tak menampik adanya perilaku tebang pilih terhadap
kasus LHI. “Pandangan saya, iya benar ini perilaku disrkiriminatif. Tapi, itu
jika koruptor lain sampai saat ini tidak KPK jerat dengan pasal tersebut
sekalipun persidangannya telah usai,” katanya seperti di kutip dari Republika,
Minggu (19/5/13).
Muzakir menjelaskan poin penting dari cap diskrimatif ini dapat dilihat dari
langkah KPK dalam melanjutkan proses hukum kepada koruptor lain seperti Angelina
Sondakh. Menurutnya, kasus Angie –sapaan Angelina-, sedikitnya dapat dijadikan
role model seperti apa sikap KPK kepada para koruptor lainnya termasuk LHI.
Angie yang tidak dijerat pasal TPPU dalam kasusnya alhasil ‘hanya’ divonis 4,5
tahun dan denda ‘cuma ‘sebesar Rp 250 juta. Dengan vonis yang ‘ringan’ ini,
tentu Angie menurutnya bisa dihukum lebih berat jika dikenakan pasal TPPU untuk
kemudian diamini oleh majelis hakim.
Muzakir mengatakan KPK bisa saja melakukan tindakan gegabah bila tidak
menelusuri dengan teliti kebenaran dari fakta bahwa harta yang LHI miliki ialah
hasil korupsi. Hal tersebut menurutnya dapat menyudutkan KPK di tengah
banyaknya kecaman penerapan pasal TPPU kepada LHI.
KPK-DAN KASUS KORUPSI?
BalasHapusKita dukung upaya penghapusan Korupsi di Indonesia-baik yang dilegalkan ataupun yang tdk dilegalkan?
1. Kasus Freeport...Berapa ribu Triliun Negara di rugikan..hanya karena dilegalkannya perbuatan Suharto cs dan menyuap AS dalam menggulingkan BK- yang sangat keras menentang nekolim dan konspirasi jahat para penjajah kriminal internasional..di PBB-IMF-BD-dan konspirasi jurnalis dan media mainstream...yg dikuasai agen2-jaringan penjajah internasional dan neolibs -neokons internasional..??
2. KPS 2 dan UU PMA dll..yg di mainkan UU Migas..dan permainan amandemen pasal 33 uud 1945..oleh para politisi dan ahli2 hukum oportunis bayaran..yg meng-obok2 uud 1945 tgl 18.8.1945 yg dijiwai uud 1945 tgl 22.6.1945..??
3. BLBI-dan konspirasinya..termasuk subsidi rekap bunga bank selama 40 tahun..yang membebani APBN yang dikaumflasekan..?? Ini subsidi kepada orang kaya dn bankir2..??
4. Bank Century..?? total lebih dari 10 trilun..??
5. Kebijakan APBN dan UTANGAN ...yg totalnya kini sudah melampau 2000 triliun..
6. Permainan politik dan pemilu-pilkada..yg memakan biaya tinggi..??
Dll dll..
MENGAPA KASUS 2 BESAR DAN SANGAT MENDASAR TIDAK PERNAH DISENTUH..HANYA PERMAINAN POLITIK.. SEOLAH DILEGITIMASI...KARENA MENYANGKUT IMF-BD-DAN TEKANAN2 ASING...??