Raden Kian Santang dan Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah
(Hikayat
ini adalah contoh sastra lisan di Banten dan Jawa Barat yang lebih bersifat
kiasan, yang memaksudkan dirinya untuk bercerita tentang bagaimana peralihan
kultural dan politik di Banten dan Jawa Barat dari Era Hindu ke Era Islam).
http://sulaimandjaya.blogspot.com/2013/02/raden-kian-santang-dan-sayyidina-ali.html
Prabu Siliwangi memiliki beberapa putra dan putri,
diantaranya adalah Raden Kian Santang dan Ratu Rara Santang, yang keduanya
adalah putra dan putri kesayangan sang Prabu. Raden Kian Santang terkenal
dengan kesaktiannya yang luar biasa. Di dunia persilatan nama Raden Kian
Santang sudah tak asing lagi sehingga seluruh Pulau Jawa bahkan Nusantara saat
itu sangat mengenal siapa Raden Kian Santang. Tak ada yang sanggup
mengalahkannya. Bahkan, Raden Kian Santang sendiri tak pernah melihat darahnya
sendiri.
Suatu ketika, Raden Kian Santang yang adalah putra Prabu
Siliwangi itu terkejut ketika di dalam mimpinya ada seorang kakek berjubah yang
mengatakan bahwa ada seorang manusia yang sanggup mengalahkannya, dan kakek
tersebut tersenyum. Mimpi itu terjadi beberapa kali hingga Raden Kian
Santang bertanya-tanya siapa gerangan orang itu. Dalam mimpi selanjutnya sang
kakek menunjuk ke arah lautan dan berkata bahwa orang itu di sana.
Penasaran dengan mimpinya, Raden Kian Santang pun meminta
ijin kepada ayahandanya, Prabu Siliwangi untuk pergi menuju seberang lautan,
dan menceritakan semuanya. Prabu Siliwangi walaupun berat hati tetap
mempersilahkan putranya itu pergi. Namun Ratu Rara Santang, adik perempuan
Raden Kian Santang, ingin ikut kakaknya tersebut.
Meski dicegah, Ratu Rara Santang tetap bersikeras ikut
kakaknya, yang akhirnya mereka berdua pergi menyeberangi lautan yang sangat
luas menuju suatu tempat yang ditunjuk orang tua alias si kakek berjubah di
dalam mimpi Raden Kian Santang itu.
Hari demi hari, minggu berganti minggu dan genap delapan
bulan perjalanan sampailah Raden Kian Santang dan Ratu Rara Santang ke sebuah
dataran yang asing, tanahnya begitu kering dan tandus, padang pasir yang sangat
luas serta terik matahari yang sangat menyengat mereka melabuhkan perahu yang
mereka tumpangi.
Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang begitu sangat
dikenalnya. Yah, kakek yang pernah datang di dalam mimpinya itu. Kakek itu
tersenyum dan berkata: “Selamat datang anak muda! Assalamu alaikum!” Raden Kian
Santang dan Ratu Rara Santang hanya saling berpandangan dan hanya berkata: “Aku
ingin bertemu dengan Ali, orang yang pernah kau katakan sanggup mengalahkanku.”
Dengan tersenyum kakek itu pun berkata: “Anak muda, kau bisa
bertemu Ali jika sanggup mencabut tongkat ini!” Lalu si kakek itu menancapkan
tongkat yang dipegangnya.
Kembali Raden Kian Santang dan Ratu Rara Santang saling
berpandangan, dan Raden Kian Santang tertawa terbahak-bahak. “Hai orang tua! Di
negeri kami adu kekuatan bukan seperti ini, tapi adu olah kanuragan dan
kesaktian. Jika hanya mencabut tongkat itu buat apa aku jauh-jauh ke negeri
tandus seperti ini? Ujar Raden Kian Santang mengejek.
Kakek itu kembali tersenyum. “Anak muda, jika kau sanggup
mencabut tongkat itu kau bisa mengalahkan Ali, jika tidak kembalilah kau ke
negerimu anak sombong.” Kata orang tua itu.
Akhirnya Raden Kian Santang mendekati tongkat itu dan
berusaha mencabutnya. Namun upayanya tak berhasil. Semakin dia mencoba
semakin kuat tongkat itu menghunjam.
Keringatnya bercucuran, sementara Ratu Rara Santang tampak
khawatir dengan keadaan kakaknya, ketika tiba-tiba darah di tangan Raden Kian
Santang menetes, dan menyadari bahwa orang tua yang di hadapan mereka bukan
orang sembarangan.
Saat itu, lutut Raden Kian Santang bergetar dan dia merasa
kalah. Ratu Rara Santang yang terus memperhatikan kakaknya segera membantunya,
namun tongkat itu tetap tak bergeming, akhirnya mereka benar-benar mengaku
kalah.
“Hai orang tua! Aku mengaku kalah dan aku tak mungkin sanggup
melawan Ali. Melawan dirimu pun aku tak bisa! Tapi ijinkan aku bertemu
dengannya dan berguru kepadanya.” Ujar Raden Kian Santang.Kakek itu kembali tersenyum. “Anak muda! Jika Kau
ingin bertemu Ali, maka akulah Ali.” Tiba-tiba mereka berdua bersujud kepada
orang tua itu, namun tangan orang tua itu dengan cepat mencegah keduanya
bersujud. “Jangan bersujud kepadaku anak muda! Bersujudlah kepada Zat yang
menciptakanmu, yaitu Allah!”
Akhirnya mereka berdua mengikuti orang tua tersebut, yang
ternyata Ali Bin Abi Tholib, ke Baitullah dan memeluk agama Islam.
Begitulah, Raden Kian Santang dan Ratu Rara Santang
mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh. Dalam perjalanannya Raden Kian
Santang kembali ke pulau Jawa dan menyebarkan Islam di daerah Garut hingga
meninggalnya. Sedangkan Ratu Rara Santang dipersunting oleh salah satu pangeran
dari tanah Arab yang bernama Syarif Husen. Perkawinan antara Ratu Rara Santang
dan Syarif Husen itu menghasilkan dua putra, yaitu Syarif Nurullah dan Syarif
Hidayatullah. Syarif Nurullah menjadi penguasa Makkah saat itu, sedangkan Syarif
Hidayatullah pergi ke Jawa untuk bertemu dengan ayah dan kakeknya.
Syarif Hidayatullah pamit untuk pergi ke Jawa dan ingin
menyebarkan Islam ke sana. Dan pergilah Syarif Hidayatullah mengarungi samudera
nan luas seperti halnya dulu ibu dan pamannya, Ratu Rara Santang dan Raden Kian
Santang.
Setibanya di tanah Jawa, Syarif Hidayatullah tidak kesulitan
berjumpa dengan ayah dan kakeknya. Namun Syarif Hidayatullah prihatin karena
hingga saat itu kakeknya masih belum masuk ke dalam agama Islam dan tetap
bersikukuh dengan agamanya yaitu agama Sunda Wiwitan, meski berbagai upaya
terus dilakukan dan dia hanya berdoa semoga kakeknya suatu saat diberi hidayah
oleh Allah.
Melihat keuletan cucunya dalam menyebarkan Agama Islam, Prabu
Siliwangi memberikan tempat kepada cucunya sebuah hutan yang kemudian bernama
Cirebon. Dan di sinilah pusat penyebaran Islam dimulai. Murid - muridnya kian
bertambah dan Islam sangat cepat menyebar.
Dalam penyebarannya Syarif Hidayatullah mengembara ke ujung
barat pulau Jawa, ke daerah kulon, tempat pendekar-pendekar banyak tersebar. Di
Pandeglang ada Pangeran Pulosari dan pangeran Aseupan, juga terdapat Raja
Banten yang terkenal sangat sakti, bahkan Raden Kian Santang pun segan
kepadanya, yaitu Prabu Pucuk Umun, Raja Banten yang memiliki ilmu Lurus Bumi
yang sangat sempurna, juga pukulan braja musti yang bisa menghancurkan gunung,
bahkan menggetarkan bumi.
Rupanya Syarif Hidayatullah telah mengetahui kesaktian Prabu
Pucuk Umun yang menguasai daerah itu. Untuk langsung mengajak Prabu Pucuk Umun
masuk ke dalam Agama Islam sangat tidak mungkin, sebab Syarif Hidayatullah tahu
Prabu Pucuk Umun mudah sekali murka, dan hal ini sangat berbahaya.
Dengan bersusah payah Syarif Hidayatullah menemui Pangeran
Pulosari dan juga Pangeran Aseupan, yang merupakan sepupu dari Prabu Pucuk
Umun, dan rupanya Pangeran Pulosari dan Pangeran Aseupan sangat tertarik dengan
ajaran agama yang di bawa oleh cucu Raja Pajajaran itu, dan keduanya menganut
agama Islam.
Masuknya kedua pangeran itu ke dalam agama yang dibawa Syarif
Hidayatullah terdengar juga oleh Prabu Pucuk Umun, dan hal ini membuatnya
murka. Tiba-tiba langit menjadi gelap, halilintar bergelegar bersahutan.
Pangeran Aseupan dan Pangeran Pulosari memahami bahwa kakak sepupunya telah
mengetahui masuknya mereka kepada agama yang dibawa Syarif Hidayatullah.
Dengan ilmu Lurus Buminya, Prabu Pucuk Umun memburu kedua
pangeran yang menurutnya berkhianat itu, dan terjadilah perkelahian yang sangat
dahsyat. Pangeran Pulosari dan Pangeran Aseupan berusaha mengelak dari
serangan-serangan yang dilakukan kakak sepupunya itu. Namun kesaktian luar
biasa yang dimiliki Prabu Pucuk Umun membuat mereka lari ke arah selatan, dan
di sanalah Syarif Hidayatullah menunggu mereka, dan dengan luka yang diderita
mereka, akhirnya mereka pun berlindung di belakang Syarif Hidayatullah.
Prabu Pucuk Umun berteriak: “Hai cucu Siliwangi! Jangan kau
ganggu tanahku dengan agamamu, jangan kau usik ketenangan rakyatku, enyahlah
kau dari sini sebelum kau menyesal dan berdosa kepada kakekmu.”
Dengan tersenyum Syarif Hidayatullah menjawab: “Aku
diperintahkan oleh Allah untuk menyebarkan agama ini, karena agama ini bukan
hanya untuk satu orang tapi untuk semua orang di dunia ini. Agama yang akan
menyelamatkanmu.”
“Aku tidak menyukai basa-basimu anak lancang!” Teriak Prabu
Pucuk Umun dengan lantang dan menggelegar, dan dari arah depan tiba-tiba angin
berhembus sangat kencang, tampak Syarif Hidayatullah mundur beberapa langkah,
sedangkan Pangeran Pulosari dan Pangeran Aseupan memasang kuda-kuda untuk
menggempur serangan Prabu Pucuk Umun.
Pertarungan itu begitu dahsyatnya hingga Prabu Siliwangi dan
Raden Kian Santang pun bersemedi memberikan energi kepada Syarif Hidayatullah.
Prabu Pucuk Umun merasakan panas yang teramat sangat, dia
mengetahui bahwa serangannya telah berbalik arah kepadanya, dan dengan
menggunakan Ilmu Lurus Bumi, Prabu Pucuk Umun melarikan diri, namun dengan
sigap Pangeran Aseupan dan Pangeran Pulosari mengejarnya. Dengan menggunakan
ilmu yang sama terjadilah kejar-kejaran antara ketiganya. Dan akhirnya, di
puncak Gunung Karang, Prabu Pucuk Umun tertangkap, atas restu Prabu Siliwangi,
Prabu Pucuk Umun tidak dibunuh, tapi dimasukan ke kerangkeng di bawah kawah
Gunung Krakatau.
Prabu Pucuk Umun memiliki putri yang cantik dan juga memiliki
kesaktian yang tidak kalah dengan ayahnya, bahkan lebih dari 1000 Jin di bawah
pengaruhnya, dan dia bernama Ratu Kawunganten, Putri Prabu Pucuk Umun yang
kemudian diperistri oleh Syarif Hidayatullah. Ratu Kawunganten pun masuk Islam
dan berganti nama menjadi Siti Badariah.
Tidak berapa lama, Siti Badariah atau Ratu Kawunganten pun
hamil, namun dia mengidam hal yang tidak wajar menurut pemikiran Syarif
Hidayatullah, dia menginginkan daging manusia. Sontak, Syarif Hidayatullah pun
kaget dan marah. “Isteriku, kau telah menganut agama Islam, keinginanmu itu
terlarang.” Tandas Syarif Hidayatullah.
Namun isterinya tetap menginginkan daging manusia, dan Syarif
Hidayatullah tak bisa berbuat banyak, beliau sangat marah dan meninggalkan
isterinya dalam keadaan hamil dan kembali ke Cirebon.
Sepeninggal Syarif Hidayatullah, Siti Badariah atau Ratu
Kawunganten kembali ke agama leluhurnya yaitu Agama Sunda Wiwitan, agama yang
sudah menjadi darah dan dagingnya.
Ratu Kawunganten atau Siti Badariah pun melahirkan seorang
putra, dan diberi nama Pangeran Sabakingking, seorang Pangeran yang suatu saat
mendirikan Kesultanan Banten
Pangeran Sabakingking beranjak dewasa, dan dia menjadi pemuda
yang gagah, pemuda yang keras, berani dan memiliki kesaktian yang luar
biasa, ilmu-ilmu kesaktian ibunya mengalir ke tubuhnya, lebih dari 1000 Jin
takluk atas perintahnya. Pangeran Sabakingking tak pernah merasa takut kepada
siapapun, dan hampir semua pendekar di tanah Banten pernah berhadapan
dengannya.
Suatu hari, Pangeran Sabakingking dipanggil ibunya, karena ia
harus mengetahui siapa ayahnya, Sabakingking pun menghadap ibunya.“Anakku, kau sudah dewasa dan sudah saatnya kau
mengetahui siapa ayahmu. Ia berada di Cirebon dan telah menjadi Sultan di sana.
Jika kau ke sana berikan tasbih ini kepadanya. Tasbih inilah yang dulu menjadi
mahar perkawinan ibu dengan ayahmu.
Pergilah Pangeran Sabakingking menuju utara melewati hutan
dan sungai, bukit bahkan gunung di tempat yang dituju Pangeran Sabankingking
langsung menuju kesultanan Cirebon.
Di Kesultanan Cirebon itulah Pangeran Sabakingking melihat
sebuah perbedaan yang mendasar. Terdengar suara adzan, serta alunan al Quran
yang asing baginya, namun begitu menyejukkan hatinya. Tak berapa lama
bertemulah Pangeran Sabakingking dengan seorang tua berjanggut panjang dengan
mengenakan sorban. Orang tua itu tampak berwibawa dan memiliki sorot mata yang
tajam. “Anak muda, ada keperluan apa kau ke sini? Tanya orang
tua yang tak lain adalah Syarif Hidyayatullah itu.“Aku ingin bertemu dengan Syarif Hidayatullah dan
menyerahkan tasbih ini dari ibuku.” Tasbih
itu pun diterima Syarif Hidayatullah sembari menerawangkan matanya. “Apakah kau anak Kawunganten?” “Benar! Aku Sabakingking Putra Kawunganten!”
“Akulah Syarif Hidayatullah yang kaucari anak muda. Namun aku
tidak begitu saja mengakui kau sebagai anakku, sebab ada syarat yang harus kau
laksanakan.” “Apa itu?” Buatlah sebuah bangunan masjid lengkap dengan
menaranya di Banten. Tapi ingat, hanya 1 malam saja. Jika sampai muncul
matahari dan perkerjaanmu belum selesai, jangan harap aku akan mengakui kau
sebagai anakku.” Ujar Syarif Hidayatullah. “Baiklah! aku akan melaksanakan perintahmu.” Jika sudah selesai,
kumandangkan adzan yang dapat kau dengar dari menaranya. Ingat, hanya dalam
waktu 1 malam saja!”
Setelah mendengar perintah ayahnya, Pangeran Sabakingking
bergegas meninggalkan Cirebon untuk kembali ke Banten. Setelah sampai di Banten
diceritakanlah semua yang dialami selama di Cirebon kepada ibunya. Ibunya
maphum dan bersedia membantu anaknya. Dipanggilah lebih dari 1000 jin sakti
untuk membantu Pangeran Sabakingking, dan tepat saat matahari terbenam mereka
mulai membangun fondasi Masjid di pesisir Banten. Semua bekerja dengan berbagai
ilmu, lebih dari 1000 Jin dikerahkan, dan mendekati matahari terbit menara pun
baru selesai. Saat itulah Pangeran Sabakingking menaiki menara dan mengumandangkan
Adzan seperti apa yang ia dengar di Kesultanan Cirebon, dan dengan tenaga dalam
yang nyaris sempurna, terdengarlah alunan adzan yang menggema hingga ke seluruh
alam.
Mendengar suara adzan yang memiliki kekuatan yang luar biasa
itu, Syarif Hidayatullah pun keluar dari keraton Kesultanan Cirebon dan segera
memperhatikan arah suara itu, yang tak salah lagi itu adalah suara anaknya. Dan dengan ilmu Sancang, ilmu berlari cepat yang sulit
diterima akal manusia, yang dimilikinya, hanya dalam waktu beberapa menit saja
tibalah Syarif Hidayatullah ke Mesjid yang dibangun anaknya tersebut dan
melakukan sholat subuh di sana.
Pangeran Sabakingking mengetahui datangnya seseorang yang
masuk ke Mesjidnya, dan dia bergegas menuju ke dalam. Alangkah kagetnya
Pangeran Sabakingking saat ternyata dihadapannya adalah Syarif Hidayatullah,
ayahnya. “Anakku. Kau telah membangun Mesjid ini dengan baik,
Mesjid ini akan menjadi pusat penyebaran agama yang kubawa dan kau adalah
pemimpinnya. Mulai hari ini
namamu adalah Hasanudin. Dan bangunlah Kesultanan di sini, syiarkan Islam
kepada rakyatmu.
Hasanudin pun membangun keraton di sekitar masjid yang
dibangunnya, yang tidak berapa lama berdirilah keraton lengkap dengan
singgasananya, untuk membantu penyebaran Islam di Banten, dan Syarif
Hidayatullah memerintahkan rakyatnya untuk ikut membangun Banten.
Berduyun-duyunlah rakyat Cirebon menuju Banten. Mereka disambut rakyat Banten
dengan antusias, seakan-akan perbauran antara rakyat Cirebon dan penduduk asli
itu seperti halnya perpaduan antara Muhajirin dan Anshor jaman Nabi Muhammad. Budaya dan bahasa yang hampir sama dengan Cirebon
merupakan bukti otentik yang terwariskan hingga saat ini.
Sementara itu, Padjajaran setelah mangkatnya prabu Siliwangi
pecah menjadi jadi dua kerajaan yaitu Kerajaan Pakuan dan Kerajaan Galuh.
Kerajaan Pakuan di berikan kepada cucunya Ratu Dewata yang merupakan putri
Raden Surawisesa yang dikenal dengan Pangeran Walangsungsang, salah seorang
putra Prabu Siliwangi. Keinginan Kesultanan Cirebon untuk mengislamkan seluruh
Kerajaan Padjajaran didukung penuh oleh Maulana Hasanudin, yang juga dibantu
oleh putra mahkota yaitu Sultan Maulana Yusuf, yang merupakan hasil pernikahan
Maulana Hasanudin dengan Ratu Ayu Kirana, Putri Sultan Trenggono dari
Kesultanan Demak. Selain Maulana Yusuf, Maulana Hasanudin memiliki putri
bernama Ratu Pembayun yang menikah dengan Tubagus Angke putra Ki Mas Wisesa
Adimarta dimana Tubagus Angke merupakan panglima perang Banten yang nantinya
memiliki putra bernama Pangeran Jayakarta, yang kelak menjadi pajabat
Kesultanan Banten di Jakarta, di mana nama Jakarta diambil dari namanya. (*)
Al Irsyad Lil Ummah
Menyikapi
gerakan Salafi/Wahabi akhir-akhir ini di Indonesia, ada sejumlah pertanyaan
dari sejumlah masyarakat dan orang awam. Siapakah kelompok Salafi/Wahabi itu? Dan
kenapa mereka begitu gencar menuduh sesat dan kafir kaum muslim Syiah, kaum
muslim Sufi, dan yang tidak seideologi dengan mereka? Jawabannya adalah mereka (Salafi
/Wahabi) itu merupakan pewaris ideologi dinasti Bani Umayyah (Ideologi Sufyani
dan Muawwiyah), yang dulu berpusat di Palestina. Sedangkan para habib serta
sufi berasal dari kelompok anti-Bani Umayyah, yang berpusat di Kufah.
Di
kota Kufah itulah para shahabat Nabi SAW berkumpul, termasuk di antaranya
adalah para keturunan khalifah Ali Bin Abi Thalib KW. Bersama-sama dengan
beberapa kelompok lain, para habib dan sufi inilah yang menilai dinasti Bani Umayyah berdiri dengan cara-cara
batil dan makar, karena memang dinasti ini berdiri di atas "hasil pemberontakan
terhadap Khalifah Ali Bin Abi Thalib KW".
Maka
tidak heran kalau banyak sahabat Nabi SAW yang tidak mau tunduk pada dinasti
Bani Umayyah ini. Singkatnya, Syiah, habaib, sufi, dan Sunni yang benar (para sahabat
Nabi SAW), semua berdiri di sisi Ali dan keluarganya (Ahlul Bayt), sedangkan Salafi/Wahabi
berada di sisi Bani Umayyah. Inilah kenapa Salafi/Wahabi selalu membenci Syiah,
sufi, habaib dan lain sebagainya.
Namun
ada pertanyaan lain: Lalu bagaimana dengan sekelompok orang yang mengakui diri
mereka Sunni, tapi membenci Syiah? Jawabannya adalah: Kalau yang menjadi wakil
dari Syiah adalah Syiah yang mencerca para shahabat, dan kalau yang menjadi
wakil dari Sunni adalah Wahabi yang memihak pada Bani Umayyah (ideologi Sufyani
dan Muawwiyah) dan membenci keluarga Ali Bin Abi Thalib KW, maka memang antara mereka
tidak akur. Isu Syiah itu sendiri memang
dimunculkan demi menghantam dan melemahkan orang-orang yang ada di sekeliling
Ali Bin Abi Thalib KW, yang contohnya dimunculkan oleh orang-orang Salafi / Wahabi yang
disokong rezim Saud Saudi Arabia. (*)
Muawiyah bin Abu Sufyan Berdusta Atas Nama Rasulullah [Shallallahu 'Alaihi Wasallam]
Posted on Maret 2, 2013 by secondprince
http://secondprince.wordpress.com/2013/03/02/muawiyah-bin-abu-sufyan-berdusta-atas-nama-rasulullah-shallallahu-alaihi-wasallam/#more-2931
Muawiyah bin Abu Sufyan Berdusta Atas Nama Rasulullah [Shallallahu 'Alaihi Wasallam]
Tulisan ini adalah
kritikan terhadap para nashibi yang dengan semangat membela Muawiyah dan
gemar membawakan hadis-hadis keutamaan Muawiyah. Diantaranya adalah
hadis kebanggaan salafy nashibi bahwa Muawiyah adalah seorang yang
diberi petunjuk dan pemberi petunjuk. Berikut akan kami bawakan kabar
shahih bahwa Muawiyah telah berdusta atas Rasulullah [shallallahu
'alaihi wasallam].
أخبرنا عبد الرزاق قال أخبرنا معمر عن قتادة عن أبي شيخ الهنائي أن معاوية قال لنفر من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم تعلمون أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن جلود النمور أن تركب عليها قالوا اللهم نعم قال وتعلمون أنه نهى عن لباس الذهب إلا مقطعا قالوا اللهم نعم قال وتعلمون أنه نهى عن الشرب في آنية الذهب والفضة فقالوا اللهم نعم قال وتعلمون أنه نهى عن المتعة – يعني متعة الحج – قالوا اللهم لا قال بلى إنه في هذا الحديث قالوا لا
Telah mengabarkan kepada kami
‘Abdurrazaaq yang berkata telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari
Qatadah dari Abu Syaikh Al Hunaa’iy bahwa Muawiyah berkata kepada
sekelompok sahabat Nabi [shallallahu 'alaihi wasallam] tahukah kalian
bahwa Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam] melarang kulit harimau
yaitu menungganginya, Mereka berkata “benar”. Muawiyah berkata “tahukah
kalian bahwa Beliau melarang memakai emas kecuali sepotong kecil”,
Mereka berkata “benar”. Muawiyah berkata “tahukah kalian bahwa Beliau
melarang minum dari bejana emas dan perak”, Mereka berkata “benar”.
Muawiyah berkata lagi “tahukah kalian bahwa Beliau telah melarang mut’ah yaitu mut’ah haji”. Mereka berkata “tidak”. Muawiyah berkata ” hal itu benar, sesungguhnya hal itu ada dalam hadis ini” Mereka berkata “tidak” [Mushannaf 'Abdurrazaaq no 19927]
Kisah di atas diriwayatkan oleh para
perawi tsiqat, hadis ini kedudukannya shahih jika selamat dari tadlis
Qatadah. Sebagian ulama memperbincangkan riwayatnya dengan ‘an anah
karena ia sering melakukan tadlis. Sebagian ulama yang lain telah
menshahihkan ‘an anah Qatadah karena hal itu banyak ditemukan dalam
kitab Shahih.
- ‘Abdurrazaaq bin Hammaam termasuk perawi Bukhari dan Muslim seorang hafizh yang tsiqat sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hajar [At Taqrib 1/599]. Abu Zur’ah berkata “Abdurrazaaq salah seorang yang tsabit hadisnya”. Yaqub bin Syaibah berkata “tsiqat tsabit”. Ahmad bin Shalih berkata kepada Ahmad bin Hanbal “adakah kau lihat orang yang lebih baik hadisnya dari ‘Abdurrazaaq” . Ia menjawab “tidak” [Tahdzib Al Kamal 18/56 no 3415].
- Ma’mar bin Raasyid termasuk perawi Bukhari dan Muslim telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Ma’in, Al Ijliy, Yaqub bin Syaibah dan An Nasa’i. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 10 no 441]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat tsabit” [At Taqrib 2/202].
- Qatadah bin Di’amah termasuk perawi Bukhari dan Muslim, Ibnu Hajar menyatakan ia seorang yang tsiqat tsabit [At Taqrib 1/453]. Ia masyhur dengan tadlis, Ibnu Hajar memasukkannya dalam mudallis thabaqat ketiga [Thabaqat Al Mudallisin Ibnu Hajar no 92].
- Abu Syaikh Al Hunaa’iy adalah tabi’in yang tsiqat, Ia telah dinyatakan tsiqat oleh Ibnu Sa’ad dan Al Ijliy. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 12 no 604]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/416] dan Adz Dzahabiy berkata “tsiqat” [Al Kasyf no 6682].
Seandainya pun hadis dengan sanad di atas
dikatakan lemah karena tadlis Qatadah maka ia memiliki syawahid yang
menguatkan kedudukannya menjadi Shahih lighairihi.
خْبَرَنَا أَبُو دَاوُدَ ، قَالَ : حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ ، قَالَ : أَخْبَرَنَا شَرِيكٌ ، عَنْ أَبِي فَرْوَةَ ، عَنِ الْحَسَنِ قَالَ : خَطَبَ مُعَاوِيَةُ النَّاسَ فَقَالَ : إِنِّي مُحَدِّثُكُمْ بِحَدِيثٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَمَا سَمِعْتُمْ مِنْهُ فَصَدِّقُونِي سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : لاَ تَلْبَسُوا الذَّهَبَ إِلاَّ مُقَطَّعًا ، قَالُوا : سَمِعْنَا قَالَ : وَسَمِعْتُهُ يَقُولُ : مَنْ رَكِبَ النُّمُورَ لَمْ تَصْحَبْهُ الْمَلاَئِكَةُ ، قَالُوا : سَمِعْنَا قَالَ : وَسَمِعْتُهُ يَنْهَى عَنِ الْمُتْعَةِ ، قَالُوا : لَمْ نَسْمَعْ فَقَالَ : بَلَى ، وَإِلاَّ فَصَمَتَا
Telah mengabarkan kepada kami Abu
Dawud yang berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Haruun yang
berkata telah mengabarkan kepada kami Syariik dari Abi Farwah dari Al
Hasan yang berkata “Mu’awiyah berkhutbah di hadapan manusia, ia berkata
“aku akan menceritakan kepada kalian hadis yang aku dengar dari
Rasulullah [shallallahu 'alaihi wasallam], maka siapa diantara kalian
yang juga mendengarnya hendaknya membenarkanku. Aku mendengar Rasulullah
[shallallahu 'alaihi wasallam] berkata “Janganlah kalian mengenakan
emas kecuali sepotong kecil”. Mereka berkata “kami mendengarnya”.
Muawiyah berkata “dan aku mendengar Beliau berkata ” barang siapa yang
menunggangi kulit harimau maka para malaikat tidak akan menyertainya”.
Mereka berkata “kami mendengarnya”. Mu’awiyah berkata “dan aku mendengar Beliau melarang mut’ah”. Mereka berkata “kami tidak mendengarnya”. Maka Mu’awiyah berkata ” hal itu adalah benar”, kemudian ia pun diam. [Sunan Al Kubra An Nasa'i no 9738]
Kisah di atas juga diriwayatkan oleh para
perawi tsiqat. Hanya saja Syarik diperselisihkan keadaannya, sebagian
ulama memperbincangkan hafalannya yang buruk. Pendapat yang rajih adalah
ia buruk hafalannya setelah menjabat qadhi di kufah tetapi sebelum ia
menjabat qadhi maka ia seorang yang tsiqat shaduq. Riwayat Syarik di
atas adalah hafalannya sebelum ia menjabat sebagai qadhi di Kufah karena
Yazid bin Harun termasuk perawi yang meriwayatkan dari Syarik di Wasith
sebelum ia menjabat sebagai qadhi di kufah.
- Abu Dawud Al Harraniy adalah Sulaiman bin Saif bin Yahya termasuk perawi Nasa’i. Nasa’i berkata “tsiqat”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 337]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat hafizh” [At Taqrib 1/387].
- Yazid bin Harun Abu Khalid Al Wasithiy termasuk perawi Bukhari dan Muslim yang dikenal tsiqat. Ibnu Madini berkata “ia termasuk orang yang tsiqat” dan terkadang berkata “aku tidak pernah melihat orang lebih hafizh darinya”. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Al Ijli berkata “tsiqat tsabit dalam hadis”. Abu Bakar bin Abi Syaibah berkata “aku belum pernah bertemu orang yang lebih hafizh dan mutqin dari Yazid”. Abu Hatim menyatakan ia tsiqat imam shaduq. Ibnu Sa’ad berkata “tsiqat banyak meriwayatkan hadis”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Yaqub bin Syaibah menyatakan tsiqat. Ibnu Qani’ berkata “tsiqat ma’mun” [At Tahdzib juz 11 no 612].
- Syarik bin Abdullah An Nakha’i perawi Bukhari dalam Shahih Bukhari secara ta’liq, dan termasuk perawi Muslim . Ibnu Ma’in, Al Ijli, Ibrahim Al Harbi menyatakan ia tsiqat. Nasa’i menyatakan “tidak ada masalah padanya”. Ia diperbincangkan sebagian ulama bahwa ia melakukan kesalahan dan terkadang hadisnya mudhtharib diantara yang membicarakannya adalah Abu Dawud, Ibnu Sa’ad dan Ibnu Hibban tetapi mereka tetap menyatakan Syarik tsiqat [At Tahdzib juz 4 no 587]. Hafalan yang dipermasalahkan pada diri Syarik adalah setelah ia menjabat menjadi Qadhi dimana ia sering salah dan mengalami ikhtilath tetapi mereka yang meriwayatkan dari Syarik sebelum ia menjabat sebagai Qadhi seperti Yazid bin Harun dan Ishaq Al Azraq maka riwayatnya bebas dari ikhtilath [Ats Tsiqat Ibnu Hibban juz 6 no 8507].
- Muslim bin Salim An Nahdiy Abu Farwah termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Ibnu Ma’in berkata “tsiqat”. Abu Hatim berkata “shalih tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Yaqub bin Sufyan berkata “tidak ada masalah padanya” [At Tahdzib Ibnu Hajar juz 10 no 232]. Ibnu Hajar berkata “shaduq” [At Taqrib 2/178].
- Hasan bin Yasar Al Bashri termasuk tabiin perawi Bukhari dan Muslim yang tsiqat. Ibnu Hajar berkata “tsiqat faqih memiliki keutamaan masyhur melakukan irsal dan banyak melakukan tadlis” [At Taqrib 1/202]. Ibnu Hajar telah memasukkannya dalam mudallis thabaqat kedua [Thabaqat Al Mudallisin no 40] yaitu mudalis yang riwayat ‘an anah-nya diterima dan dijadikan hujjah dalam kitab Shahih.
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بن الْمُثَنَّى، حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ الْحَضْرَمِيِّ، عَنْ سَالِمِ بن عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ مُعَاوِيَةَ جَعَلَ يَقُولُ لِبَعْضِ مَنْ حَضَرَ: أَتَعْلَمُونَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ فِي كَذَا كَذَا قَالُوا: بَلَى، قَالَ:”أَفَلَمْ يَقُلْ فِي شَأْنِ التَّمَتُّعِ بِالْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَنَهَى عَنْهَا”قَالَ الَّذِينَ يُصَدِّقُونَ فِي الْحَدِيثِ الأَوَّلِ:”لا وَاللَّهِ مَا قَالَ هَذَا، وَمَا عَلِمْنَاهُ قَالَ
Telah menceritakan kepada kami Mu’adz
bin Al Mutsanna yang berkata telah menceritakan kepada kami Musaddad
yang berkata telah menceritakan kepada kami Muta’mar dari Ayahnya dari
Al Hadhramiy dari Salim bin ‘Abdullah bahwa Mu’awiyah berkata kepada
sebagian yang hadir “tahukah kalian bahwa Rasulullah [shallallahu
'alaihi wasallam] berkata begini begitu, Mereka berkata “benar”.
Mu’awiyah kemudian berkata “bukankah Beliau telah mengatakan tentang menggabungkan Haji dan Umrah maka Beliau telah melarangnya”.
Berkatalah yang membenarkannya dalam hadis sebelumnya “tidak, demi
Allah Beliau tidak mengatakan hal ini, kami tidak mengetahuinya” [Mu'jam Al Kabir Ath Thabraniy no 16119]
Riwayat di atas sanadnya shahih para perawinya tsiqat dan Salim bin ‘Abdullah bin Umar hidup di masa Mu’awiyah. Mu’adz bin Mutsanna Al ‘Anbariy
adalah syaikh [guru] Thabrani yang tsiqat. Adz Dzahabi berkata “tsiqat
mutqin” [As Siyar 13/527 no 259]. Al Khatib menyatakan ia tsiqat [Tarikh
Baghdad 15/173 no 7073]. Musaddad bin Musarhad termasuk perawi Bukhari, Ibnu Hajar berkata ia seorang yang tsiqat hafizh [At Taqrib 2/175]. Mu’tamar bin Sulaiman At Taimiy termasuk perawi Bukhari dan Muslim, Ibnu Hajar menyatakan bahwa ia tsiqat [At Taqrib 2/539]. Sulaiman At Taimiy termasuk perawi Bukhari dan Muslim, Ibnu Hajar menyebutkan bahwa ia seorang yang tsiqat dan ahli ibadah [At Taqrib 1/252]. Salim bin ‘Abdullah bin Umar
tabiin termasuk perawi Bukhari dan Muslim, ia salah satu dari Fuqaha
Sab’ah, ia seorang yang tsabit, ahli ibadah dan memiliki keutamaan [At
Taqrib 1/335]. Adapun Al Hadhramiy
yang telah meriwayatkan darinya Sulaiman At Taimiy maka Ibnu Ma’in telah
menyatakan “tidak ada masalah padanya”. Lafaz ini di sisi Ibnu Ma’in
bermakna tsiqat
وقال عبد الله : سألت يحيى . قلت : التيمي , عن الحضرمي ؟ فقال : شيخ روى عنه معتمر , عن أبيه , عن الحضرمي . قلت ليحيى : ثقة ؟ قال : ليس به بأس
Telah berkata ‘Abdullah “aku bertanya
kepada Yahya, aku berkata “At Taimiy meriwayatkan dari Al Hadhramiy?”.
Ia berkata “Syaikh telah diriwayatkan darinya Mu’tamar dari ayahnya dari
Al Hadhramiy”. Aku berkata kepada Yahya ” apakah ia tsiqat?”. Ibnu
Ma’in berkata “tidak ada masalah padanya” [Al Ilal Ma'rifat Ar Rijal no 3971].
Ketiga riwayat di atas bersama-sama menguatkan keshahihan kabar bahwa Muawiyah telah meriwayatkan hadis Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang mut’ah haji.
Hadis Mu’awiyah ini bisa dikatakan tidak ada dasarnya karena perkara
mut’ah haji telah dibolehkan oleh Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] sampai hari kiamat. Tidak ada yang meriwayatkan bahwa
Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] melarang mut’ah haji selain
Muawiyah. Kemudian Baihaqiy meriwayatkan atsar berikut
أخبرنا أبو طاهر الفقيه قال : أخبرنا أبو بكر محمد بن الحسين القطان قال : حدثنا أحمد بن يوسف السلمي قال : حدثنا عبد الرزاق قال : أخبرنا سفيان بن عيينة ، عن عمرو بن دينار قال : سمعت ابن عباس وأنا قائم على رأسه وقيل له : إن معاوية « ينهى عن متعة الحج » قال : فقال ابن عباس : انظروا فإن وجدتموه في كتاب الله ، وإلا فاعلموا أنه كذب على الله وعلى رسوله
Telah mengabarkan kepada kami Abu
Thaahir Al Faqiih yang berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Bakar
Muhammad bin Husain Al Qaththaan yang berkata telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Yusuf As Sulamiy yang berkata telah menceritakan kepada
kami ‘Abdurrazaaq yang berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan bin
‘Uyainah dari ‘Amru bin Diinar yang berkata aku mendengar Ibnu ‘Abbas
dan aku berdiri di atas kepalanya dan dikatakan kepadanya bahwa
Mu’awiyah melarang mut’ah haji. Ibnu ‘Abbas berkata “perhatikanlah,
jika kalian menemukan hal itu dalam kitab Allah dan jika tidak maka
ketahuilah bahwasanya ia telah berdusta atas Allah dan Rasul-Nya” [Ma’rifat As Sunan Wal Atsar Baihaqiy no 1467]
Riwayat Baihaqiy di atas kedudukannya
shahih, para perawinya tsiqat. Riwayat ini menunjukkan bahwa Ibnu Abbas
menyatakan dengan jelas bahwa Mu’awiyah berdusta atas Allah dan
Rasul-Nya.
- Abu Thaahir Al Faqiih adalah Muhammad bin Muhammad bin Mahmasy Az Zayaadiy. Adz Dzahabiy berkata “faqih allamah qudwah syaikh khurasan” [As Siyaar 17/276]. Abu Ya’la Al Khaliliy berkata “tsiqat muttafaq ‘alaih” [Al Irsyad no 774]
- Abu Bakar Muhammad bin Husain Al Qaththaan, Adz Dzahabiy menyebutnya “syaikh ‘alim shalih musnad khurasan” [As Siyar 15/319]. Abu Ya’la Al Khaliliy menyatakan ia tsiqat [Al Irsyad Al Khaliliy no 744]
- Ahmad bin Yusuf As Sulaamiy termasuk perawi Muslim. Muslim berkata “tsiqat”. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Daruquthniy menyatakan tsiqat. Al Khaliliy berkata “tsiqat ma’mun”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 161]. Ibnu Hajar berkata “hafizh tsiqat” [At Taqrib 1/86].
- ‘Abdurrazaaq bin Hammaam termasuk perawi Bukhari dan Muslim seorang hafizh yang tsiqat sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hajar [At Taqrib 1/599]. Ia dikatakan mengalami perubahan hafalan atau ikhtilath setelah ia buta. Dalam riwayat ini, yang meriwayatkan darinya adalah Ahmad bin Yusuf As Sulamiy yang periwayatannya dari Abdurrazaaq diambil Muslim dalam kitab Shahih-nya maka riwayat Ahmad bin Yusuf dari ‘Abdurrazaaq adalah sebelum ia mengalami ikhtilath dan kedudukannya shahih.
- Sufyan bin Uyainah adalah seorang imam tsiqat, termasuk sahabat Az Zuhriy yang paling tsabit dan ia lebih alim dalam riwayat ‘Amru bin Diinar daripada Syu’bah. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim [Al Jarh Wat Ta’dil 1/35]
- ‘Amru bin Diinar Al Makkiy termasuk perawi Bukhari dan Muslim. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang yang tsiqat lagi tsabit [At Taqrib 1/734]
Dalam riwayat Ibnu Abbas di atas juga
terdapat isyarat yang menguatkan keshahihan kabar bahwa Muawiyah
memarfu’kan hadis larangan mut’ah haji itu kepada Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam]. Mu’awiyah melarang mut’ah haji dengan
menisbatkan larangan itu kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi
wasallam] tetapi Ibnu Abbas mengingkari Mu’awiyah dan dengan jelas
menyatakan bahwa ia berdusta atas Allah dan Rasul-Nya. Karena kebolehan
haji tamattu telah tetap dalilnya sampai hari kiamat dan Rasulullah
[shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak pernah melarangnya.
وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالاَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ح وَحَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنِ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضى الله عنهما قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ” هَذِهِ عُمْرَةٌ اسْتَمْتَعْنَا بِهَا فَمَنْ لَمْ يَكُنْ عِنْدَهُ الْهَدْىُ فَلْيَحِلَّ الْحِلَّ كُلَّهُ فَإِنَّ الْعُمْرَةَ قَدْ دَخَلَتْ فِي الْحَجِّ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Telah menceritakan kepada kami
Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basyaar, keduanya berkata telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far yang berkata telah
menceritakan kepada kami Syu’bah. Dan telah menceritakan kepada kami
Ubaidillah bin Mu’adz dan lafaz ini adalah miliknya, yang berkata telah
menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepada
kami Syu’bah dari Al Hakam dari Mujahid dari Ibnu Abbas radiallahu
‘anhuma yang berkata Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata
“ini adalah Umrah yang kita bersenang-senang dengannya. Maka barang
siapa yang tidak memiliki hadyu [hewan sembelihan] maka hendaknya ia
bertahalul seluruhnya. Sesungguhnya Umrah telah masuk ke dalam Haji sampai hari kiamat [Shahih Muslim no 1241]
Sejarah Berdarah Kaum Wahabi-Salafi atas Kuburan Al-Baqi
Oleh: Doddy Salman
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/05/sejarah-berdarah-kaum-wahabi-salafi.html#more
Rabu 8 Syawal 1345 Hijriah bertepatan dengan 21 April 1925 mausoleum
(kuburan besar yang amat indah) di Jannatul al-Baqi di Madinah diratakan
dengan tanah atas perintah Raja Ibnu Saud.. Di tahun yang sama pula
Raja Ibnu Saud yang Wahabi itu menghancurkan makam orang-orang yang
disayangi Rasulullah Saw (ibunda, istri, kakek dan keluarganya) di
Jannat al-Mualla (Mekah).
Penghancuran situs bersejarah dan mulia itu oleh Keluarga al-Saud yang Wahabi itu terus berlanjut hingga sekarang. Menurut beberapa ulama apa yang terjadi di tanah Arabia itu adalah bentuk nyata konspirasi Yahudi melawan Islam, di bawah kedok Tauhid. Sebenarnya, tujuan utamanya adalah secara sistematis ingin menghapus pusaka dan warisan Islam yang masih tersisa agar Kaum Muslim terputus dari sejarah Islam.
Penghancuran situs bersejarah dan mulia itu oleh Keluarga al-Saud yang Wahabi itu terus berlanjut hingga sekarang. Menurut beberapa ulama apa yang terjadi di tanah Arabia itu adalah bentuk nyata konspirasi Yahudi melawan Islam, di bawah kedok Tauhid. Sebenarnya, tujuan utamanya adalah secara sistematis ingin menghapus pusaka dan warisan Islam yang masih tersisa agar Kaum Muslim terputus dari sejarah Islam.
Asal Muasal al-Baqi
Secara harfiah “al-baqi” berarti taman pepohonan. Dikenal juga sebagai “Jannat al-baqi” karena “keramatnya” sejak keluarga dan sahabat Rasulullah dimakamkan di tempat ini.
Sahabat pertama yang dimakamkan di al-Baqi adalah Usman bin Madhoon yang wafat 3 syaban tahun 3 hijiriah. Rasulullah memerintahkan menanam pepohonan di sekitar pusaranya. Rasul juga meletakkan dua buah batu di antara makam sahabatnya itu.
Tahun berikutnya putra Rasulullah Ibrahim wafat saat masih bayi. Dengan derai air mata Rasulullah memakamkan putranya tercinta itu di al-Baqi. Sejak itulah penduduk Madina ikut juga memakamkan sanak saudaranya di al-Baqi. Apalagi setelah mendengar sabda Rasulullah, ”Salam sejahtera untukmu wahai orang yang beriman. Jika Allah berkenan, kami akan menyusulmu. Ya Allah, ampunilah ahli kubur al-Baqi."
Tanah pemakaman al-Baqi perlahan pun diperluas. Tak kurang dari 7000 sahabat Rasulullah dikuburkan di sini. Termasuk juga ahlul baytnya yaitu Imam Hasan bin Ali, Imam Ali bin Husayn, Imam Muhammad Al Baqir, dan Imam Ja’far al-Sadiq.
Selain itu saudara Rasulullah yang dimakamkan di al-baqi adalah, Bibi Safiyah dan Aatikah. Di al-baqi dimakamkan pula Fatimah binti al-Asad (Ibunda Imam Ali bin Abi Thalib).
Khalifah Usman dimakamkan di luar al-Baqi namun belakangan karena perluasan makam maka ia termasuk di al-Baqi. Imam mazhab sunni yang terkenal Malik bin Anas juga dimakamkan di al-Baqi. Tak pelak al-Baqi adalah tempat amat bersejarah bagi Kaum Muslimin di seluruh jagat raya.
Al-Baqi Dalam Perspektif Ahli Sejarah
Umar bin Jubair melukiskan al-Baqi saat ia berkunjung ke Madinah berkata,” al-Baqi terletak di timur Madinah. Gerbang al-Baqi akan menyambut anda saat tiba di al-baqi. Saat anda masuk kuburan pertama yang anda lihat di sebelah kiri adalah kuburan Safiyah, bibi Rasulullah. Agak jauh dari situ terletak pusara Malik bin Anas, Salah seorang Imam Ahlus Sunnah dari Madinah. Di atas makamnya didirikan sebuah kubah kecil. Di depannya ada kubah putih tempat makam putra Rasulullah Ibrahim. Di sebelah kanannya adalah makam Abdurahman bin Umar putra Umar bin Khatab, dikenal sebagai Abu Shahma. Abu Shahma dihukum cambuk oleh ayahnya karena minum khamar. Hukuman cambuk untuk peminum khamar seharusnya tidak hingga mati . Namun Umar mencambuknya hingga ajal merenggutnya. Di hadapan kuburan Abu Shahma adalah makam Aqeel bin Abi Thalib dan Abdulah bin Ja’far al-Tayyar.Di muka kuburan mereka terbaring pusara isteri Rasul dan Abbas bin Abdul Mutalib.
Makam Imam Hasan bin Ali, terletak di sisi kanan dari gerbang al-Baqi. Makam ini dilindungi kubah tinggi . Di sebelah atas nisan Imam Hasan adalah makam Abbas bin Abdul Muthalib. Kedua makam diselimuti kubah tinggi. Dindingnya dilapisi bingkai kuning bertahtakan bintang indah. Bentuk serupa juga menghias makam Ibrahim putra Rasulullah. Di belakang makam Abbas berdiri rumah yang biasa digunakan Fatimah binti Rasulullah as. Biasa disebut “Bayt al-Ahzaan” (rumah duka cita). Di tempat ini putri Rasulullah biasa berkabung mengenang kepergian ayahnya tercinta rasulullah SAWW. Di ujung penghabisan al-Baqi berdiri kubah kecil tempat Usman di makamkan. Di dekatnya terbaring ibunda Ali bin Abi Thalib Fatimah binti Asad”.
Satu setengah abad kemudian pengelana terkenal Ibnu Batutah mengunjungi al-Baqi dan menemukan al Baqi tidaklah berbeda dengan yang dilukiskan Ibnu Jubair. Ia menambahkan,” Al-Baqi adalah kuburan sejumlah kaum Muhajirin dan Anshar dan sahabat nabi lainnya. Kebanyakan mereka tidaklah dikenal’.
Berabad-abad lamanya al-Baqi tetap keramat dengan berbagai perbaikan bangunan yang diperlukan. Semuanya berakhir diabad 19 kala Kaum Wahabi muncul. Mereka menajiskan pusara mulia dan menunjukkan sikap kurangajar pada para syahid dan para sahabat nabi yang dimakamkan di sana. Muslim yang tidak sependapat dicap sebagai kafir dan dikejar-kejar untuk dibunuh.
Penghancuran Pertama al-Baqi
Kaum Wahabi percaya menziarahi makam dan pusara Nabi, Imam dan para syuhada adalah pemujaan terhadap berhala dan pekerjaan yang tidak Islami. Mereka yang melakukanya pantas dibunuh dan harta bendanya dirampas. Sejak invasi pertama ke Irak hingga kini, faktanya, Kaum Wahabi, dan penguasa Negara teluk lainnya membantai Kaum Muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Tak pelak lagi seluruh dunia Islam sangat menghormati pemakaman al-Baqi. Khalifah Abu Bakar dan Umar bahkan menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di dekat makam Rasulullah.
Sejak 1205 Hijriah hingga 1217 Hijriah Kaum Wahabi mencoba menguasai Semenanjung Arabia namun gagal. Akhirnya 1217 Hijriah mereka berhasil menguasai Thaif dengan menumpahkan darah muslim yang tak berdosa. Mereka memasuki Mekah tahun 1218 Hijriah dan menghancurkan semua bangunan dan kubah suci, termasuk kubah yang menaungi sumur Zamzam.
Tahun 1221, Kaum Wahabi masuk kota Madinah dan menajiskan al-Baqi dan semua mesjid yang mereka lewati. Kaum Wahabi bahkan mencoba menghancurkan pusara Rasulullah , namun entah dengan alasan apa usaha gila itu dihentikan. Di tahun-tahun berikutnya jemaah haji asal Irak, Suriah dan Mesir ditolak untuk masuk kota Mekah untuk berhaji. Raja al-saud memaksa setiap muslim yang ingin berhaji harus menjadi wahabi atau jika tidak akan dicap sebagai kafir dan dilarang masuk kota Mekah.
Al-Baqi pun diratakan dengan tanah tanpa menyisakan apapun, termasuk nisan atau pusara .Belum puas dengan tindakan barbarnya Kaum Wahabi memerintahkan tiga orang kulit hitam yang sedang berziarah ke pusara Nabi untuk menunjukkan tempat persembunyian harta benda. Raja Ibnu Saud merampas harta benda itu untuk dirinya sendiri.
Ribuan Muslim melarikan diri dari Mekah dan Madinah. Mereka menghindari kejaran Kaum Wahabi. Muslim seluruh dunia mengutuk tindakan Saudi dan mendesak khalifah kerajaan Otoman menyelamatkan situs-situs bersejarah dari kehancuran. Dibawah pimpinan Muhammad Ali Basha mereka menyerang Hijaz , dengan bantuan suku-suku setempat, akhirnya mereka menang.lalu ia mengatur hukum dan pemerintahan di Hijaz, khususnya Mekah dan Madinah. Sekaligus mengusir keluarga al-Saud. Muslim di seluruh dunia bergembira. Di Mesir perayaan berlanjut hingga 5 hari! Tak diragukan lagi kegembiraan karena mereka bisa pergi haji dan pusara mulia pun diperbaiki lagi.
Tahun 1818 Masehi Khalifah Ottoman Abdul Majid dan penggantinya Abdul Hamid dan Mohammad, merekonstruksi semua tempat suci, memperbaiki semua warisan Islam yang penting. Dari 1848 hingga 1860, biaya perbaikan telah mencapai 700 ribu Poundsterling. Sebagian besar dana diperoleh dari uang yang terkumpul di makam Rasulullah.
Tindakan Barbar Kedua Kaum Wahabi
Kerajaan Ottoman telah mempercantik Madinah dan Mekah dengan memperbaiki semua bangunan keagamaan dengan arsitektur bercita rasa seni tinggi. Richard Burton, yang berkunjung ke makam rasulullah tahun 1853 dengan menyamar sebagai muslim asal Afghanistan dengan nama Abdullah mengatakan Madinah dipenuhi 55 mesjid dan kuburan suci. Orang Inggris lain yang dating ke Madinah tahun 1877-1878 melukiskan keindahan yang setara dengan Istambul. Ia menulis tentang dinding putih, menara berhias emas dan rumput yang hijau.
Tahun 1924 Wahabi masuk ke Hijaz untuk kedua kalinya Untuk kedua kalinya pula pembantaian dan perampasan dilakukan. Orang-orang di jalan dibantai. Tak terkecuali perempuan dan anak-anak jadi korban. Rumah-rumah diratakan dengan tanah.
Awn bin Hashim menulis: "lembah-lembah dipenuhi kerangka manusia, darah kering berceceran di mana-mana. Sulit untuk menemukan pohon yang tidak ada satu atau dua mayat tergeletak di dekat akarnya".
Madinah akhirnya menyerah setelah digempur habis Kaum Wahabi. Semua warisan Islam dimusnahkan. Hanya pusara Nabi Saw yang tersisa.
Ibnu Jabhan (Ulama Wahabi) memberikan alasan mengapa ia merasa harus meratakan makam Nabi Saw, ” Kami tahu nisan di makam Rasulullah bertentangan dengan akidah dan mendirikan mesjid di pemakamannya adalah dosa besar’.
Pusara Sang Syahid Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi) beserta syahid perang Uhud lainnya dihancurkan. Masjid Nabi dilempari. Setelah protes dari Kaum Muslim dunia Ibnu saud berjanji akan memperbaiki bangunanbersejarah tersebut. Namun janji itu tidak pernah ditempati. Ibnu saud juga berjanji Hijaz akan dikelola pemerintahan multinasional, khsusnya menyangkut Madinah dan Mekah. Namun janji itu tinggalah janji.
Tahun 1925 giliran Janat al-Mulla pemakaman di Mekah dihancurkan. Ikut juga dihancurkan rumah tempat Rasulullah dilahirkan. Sejak itulah hari duka untuk semua muslim di jagat raya.
Tidakkah mengherankan Kaum Wahabi menghancurkan makam, pusara mulia dan semua tempat-tempat bersejarah bagi dunia islam (semuanya diam tak bergerak), sementara itu Raja-raja Saudi dijaga dengan ketat mengabiskan jutaan dolar?
Hujan Protes
Tahun 1926 protes massal Kaum Muslim bergerak di seluruh dunia. Resolusi diluncurkan dan daftar kejahatan wahabi dibuat. Isinya di antaranya adalah:
1. Penghancuran dan penodaan tempat suci ,di antaranya rumah kelahiran Nabi, pusara Bani Hasyim di Mekah dan Jannat al-Baqi (Madinah), penolakan wahabi pada muslim yang melafalkan al-fatihah di makam-makam suci tersebut.
2. Penghancuran tempat ibadah di antaranya Masjid Hamzah, Masjid Abu Rasheed, dan pusara para Imam dan sahabat.
3. Campurtangan pelaksanaan ibadah haji
4. Memaksa muslim mengikuti inovasi wahabi dan menghapus aturan atas keyakinan yang diajarkan para Imam mazhab
5. Pembantaian para sayid di Thaif, madina, Ahsa dan Qatif
6. Meratakan kuburan para Imam di al-Baqi yang sangat di hormati kaum Syiah
Protes yang sama bermunculan di Iran, Irak, Mesir, Indonesia dan Turki. Mereka mengutuk tindakan barbar Saudi Wahabi. Beberapa ulama menulis traktat dan buku untuk mengabarkan dunia fakta-fakta yang terjadi di Hijaz adalah konspirasi karya Yahudi melawan Islam dengan berkedok Tauhid. Tujuan utama adalah menghapus secara sistematis akar sejarah Kaum Muslim sehingga nantinya Kaum Muslim kehilangan asal-usul keagamaannya.
Tindakan barbar Kaum Wahabi boleh jadi menginspirasi peristiwa bersejarah lainnya. Sejarah perang dunia kedua mengingatkan kita akan kekejaman Nazi Jerman. Orang-orang Yahudi melarikan diri setelah dikejar-kejar untruk dibunuh Nazi. Kekejaman Hitler diperingati dunia (Khususnya Jerman dan sekutunya). Kini Nazi dilarang dan orang yang mengusung simbol-simbolnya bisa dihukum dan diusir dari Jerman. Hitler dan Nazi Jerman membantai jutaan Yahudi (versi Ahmadinejad tidak mungkin sebanyak itu). Hitler tidak merusak bangunan karya Yahudi. Hitler tidak merusak kuburan. Bandingkan dengan tindakan Kaum Wahabi yang tidak saja membunuh dan mengusir orang hidup tapi juga orang-orang yang sudah wafat juga ikut “dibunuh’!!!”
Berikut ini daftar makam dan tempat yang juga dihancurkan Kaum Wahabi
-Pemakaman al-Mualla di Mekah termasuk pusara isteri tercinta Nabi, Sayidah Khadijah binti Khuwailid , Makam Ibunda Rasul Siti Aminah binti Wahhab, makam pamananda Rasul Abu Thalib (Ayahanda Ali bin Abu Thalib) dan makam kakek Nabi Abdul Muthalib
-makam Siti Hawa di Jedah
-makam ayahanda Rasul Abdullah bin Abdul Muthalib di Madinah
-rumah duka (baytl al-Ahzan) Sayidah Fatimah di Madinah
-Masjid Raj’at ash-Shams di Madinah
-Rumah Nabi di Madinah setelah hijrah dari Mekah
-Rumah Imam Ja’far al-Shadiq di Madinah
-Komplek (mahhalla) bani Hasyim di Madinah
-Rumah Imam Ali bin Abi Thalib tempat Imam Hasan dan Imam Husein dilahirkan
-Makam Hamzah dan para syuhada Uhud di gunung Uhud
_______________________
*diterjemahkan dari HISTORY OF THE CEMETERY OF JANNAT AL-BAQI
Sumber : http://qitori.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar