Penuntasan kasus korupsi BLBI
Penasihat ekonomi PBB siap bantu KPK bongkar kasus BLBI
Editor: Ari Purwanto | Kamis, 11 April 2013 20:19 WIB, 36 hari yang lalu
Rizal Ramli, kiri(Foto: Istimewa)
LENSAINDONESIA.COM:
Agar kasus penyimpangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI),
Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli siap membantu Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK).
Demikian disampaikan Rizal yang juga penasihat
ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada LICOM di Jakarta, Kamis
(11/4/2013).
Baca juga: KPK buka lowongan "pemberantas korupsi", butuh 286 orang, Bro! dan KPK "jebloskan" Bupati Mandailing Natal ke sel korupsi Rutan Guntur
“Besok
pagi saya diundang KPK untuk memberi keterangan penyelidikan seputar
kemungkinan adanya tindak pidana korupsi pada BLBI. Dan saya siap
membantu KPK membongkar kasus ini,” sambungnya.
Tentang materi apa
saja yang ditanyakan, imbuhnya, Rizal mempersilakan wartawan
menghubungi KPK. Namun pada prinsipnya, Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk
Perubahan (ARUP) ini bersungguh-sungguh membantu KPK untuk membongkar
skandal korupsi terbesar di Indonesia ini sampai ke akar-akarnya.
Selasa
(2/4) sebelumnya, KPK sudah meminta keterangan Mantan Menko
Perekonomian Kwik Kian Gie. Dia juga dimintai keterangan terkait dugaan
terjadinya tindak pidana korupsi, khususnya dalam penerbitan surat
keterangan lunas (SKL).
Ketika memimpin KPK, Antasari Azhar juga
pernah mengusut kasus BLBI, khususnya tentang kemungkinan adanya
penyimpangan yang dilakukan oknum pejabat dalam penerbitan SKL. Antasari
berpendapat jika ada proses SKL ada yang tidak sesuai ketentuan, KPK
akan rmerekomendasikan agar kasus BLBI itu dibuka kembali.
BPPN
menerbitkan SKL berdasarkan Inpres No 8/2002 yang dikenal dengan Inpres
tentang Release and Discharge. Isinya berupa pemberian jaminan kepastian
hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya. Namun SKL
juga menyebutkan adanya tindakan hukum kepada debitor yang tidak
menyelesaikan kewajibannya berdasarkan penyelesaian kewajiban pemegang
saham. @ari
Bank Besar Nikmati Subsidi Rakyat
Senin, 13 Februari 2012 01:20 WIB
http://www.tribunnews.com/2012/02/13/bank-besar-nikmati-subsidi-rakyat
Kontan/Fransiskus Simbolon
Ilustrasi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -
Hingga tahun lalu, Bank Mandiri yang memiliki obligasi rekap Rp 77 triliun, masih menikmati pendapatan kupon cukup signifikan, begitu juga BRI yang memegang obligasi rekapitalisasi Rp 13,6 triliun dari total obligasi pemerintah yang dimilikinya sebesar Rp 20 triliun.
Upaya Bank Indonesia
(BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate hingga ke level terendah
sepanjang sejarah, yakni 5,75 persen untuk mendorong penurunan suku
bunga pinjaman perbankan diperkirakan tidak akan efektif.
Bank-bank besar bakal memilih ongkang-ongkang menikmati subsidi bunga
dari APBN yang bebas resiko dibanding harus menyalurkan kredit ke
masyarakat yang banyak resikonya. Apalagi jika harus menurunkan suku
bunga kreditnya.
Bank diperkirakan akan memilih ngotot mempertahankan bunga kredit
tinggi. Posisi tawar perbankan di atas. Pasalnya, sejumlah bank besar
tanpa menyalurkan kreditpun sudah menikmati keuntungan besar dari
pendapatan kupon obligasi rekapitalisasi eks Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI) atau obligasi rekap yang diberikan pemerintah sekitar
13,175-14,275 persen per tahun.
Bank yang menghimpun dana masyarakat tersebut enggan menjalankan
fungsi utama sebagai penyalur kredit untuk menggerakkan sektor riil. Toh
dengan subsidi bunga dari APBN dari instrumen yang bebas risiko sudah
mendapatkan keuntungan cukup tinggi.
"Dibandingkan dengan BI Rate, kupon obligasi rekap yang diberikan
pemerintah sangat tinggi. Makanya bank memilih mempertahankan obligasi
ini karena keuntungannya besar daripada menyalurkan kredit dengan bunga
menyesuaikan BI Rate," kata ekonom dari Indef, Enny Sri Hartati, akhir
pekan lalu.
Seperti diketahui, obligasi rekap adalah warisan lama ketika BI
menyuntikkan dana lewat BLBI untuk menalangi perbankan saat menghadapi
krisis pada 1998. Sejumlah bank besar kemudian diselamatkan melalui
surat utang itu dengan tenor hingga 20 tahun.
Sejak 2003, bank pemilik obligasi rekap menikmati keuntungan hanya
dari penghasilan bunga obligasi negara. Pada tahun itu, APBN harus
membayar bunga sekitar 31,55 triliun rupiah terhadap sisa obligasi rekap
yang masih dipegang perbankan, sekitar 319,33 triliun rupiah.
Tanpa bunga obligasi negara itu, Bank Mandiri, Bank Central Asia,
BNI, BRI, BTN, Bank Lippo, dan Bank Danamon, pada semester I-2003 saja
langsung merugi. Dengan demikian, keuntungan yang dibukukan saat itu
dinilai semu. Hal itu berarti bank-bank besar itu disubsidi oleh rakyat
pembayar pajak lewat APBN.
Hingga tahun lalu, Bank Mandiri yang memiliki obligasi rekap Rp 77 triliun, masih menikmati pendapatan kupon cukup signifikan, begitu juga BRI yang memegang obligasi rekapitalisasi Rp 13,6 triliun dari total obligasi pemerintah yang dimilikinya sebesar Rp 20 triliun.
Masyarakat harus membayar bunga obligasi rekap hingga jatuh tempo
pada 2033 yang nilai akumulatifnya bisa mencapai sekitar Rp 450 triliun.
Pada 2000, APBN mengalokasikan Rp 38 triliun untuk membayar bunga
obligasi rekap. Tahun 2008, dianggarkan lebih besar lagi, tidak kurang
dari Rp 60 triliun. (tribunnews/ugi)
Kebijakan Obligasi Rekap Jelas Sangat Keliru
Hentikan Pembayaran Subsidi Bunga Obligasi Rekap Segera!
Editor: Ari Purwanto | Selasa, 29 Januari 2013 21:43 WIB, 108 hari yang lalu
http://www.lensaindonesia.com/2013/01/29/hentikan-pembayaran-subsidi-bunga-obligasi-rekap-segera.html
Rizal Ramli/Ist
LENSAINDONESIA.COM:
Untuk kesekian kalinya, sejumlah ekonom mendesak pemerintah segera
menghentikan pembayaran subsidi bunga obligasi rekapitalisasi (OR)
perbankan dari APBN yang mencapai Rp40-60 triliun/tahun sampai 2040. Ada
perbedaan angka yang besar dengan pemerintah karena sebagian OR telah
“berganti nama” karena telah dilakukan reswitch atau reprofiling OR.
Akibat beban pembayaran utang yang teramat besar itu, APBN tidak mampu
menjadi lokomotif pembangunan. Pada saat yang sama, pemerintah justru
mati-matian mengurangi, bahkan mencabut, berbagai subsidi untuk rakyat.
“Sekaranglah
saat yang sangat historis untuk menghentikan pembayaran subsidi bunga
obligasi rekap. Sebab, kebijakan ini benar-benar tidak adil. Pemerintah
sibuk menaikkan harga BBM dan tarif dasar listrik (TDL) dengan alasan
subsidi itu mendistorsi ekonomi. Tapi untuk mensubsidi para bankir yang
sudah sangat kaya, pemerintah rela mengguyurkan uang pajak sekitar
Rp40-60 triliun setiap tahun. DPR punya kewenangan untuk menghentikan
ketidakadilan ini,” ujar mantan Menko Perekonomian DR. Rizal Ramli saat
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi XI DPR di Senayan, Senin
(28/7).
Baca juga: Rizal Ramli 'ngotot' Nyapres dalih tingkatkan ekonomi bangsa dan KPK mulai usut skandal penyimpangan BLBI
Selain
Rizal Ramli, ekonom lain yang diundang adalah mantan Menteri/Kepala
Bappenas Kwik Kian Gie, ekonom Indef Dradjad Wibowo, dan ekonom UGM
Revrisond Baswir. Selaku ahli ekonomi dan juga mantan pejabat tinggi
yang mengetahui betul hal-ihwal Obligasi Rekapitalisasi perbankan,
mereka dimintai masukannya seputar masalah ini.
Menurut Rizal
Ramli yang juga mantan Menteri Keuangan era Presiden Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) itu, kebijakan pemberian OR jelas sangat keliru.
“Saya
tidak bisa menerima, bagaimana mungkin pejabat publik yang gaji dan
fasilitasnya dibayar oleh uang rakyat, tapi dalam membuat kebijakan
justru menyengsarakan rakyatnya sendiri. Kita harus segera
menghentikannya,” tegasnya.
Sementara itu, Menko Perekonomian era
Megawati Soekarnoputri, Kwik Kian Gik menjelaskan, OR adalah utang
pemerintah kepada bank-bank yang dimilikinya sendiri. Jadi ibaratnya
utang dari kantong kiri ke kantong kanan. Dengan demikian solusinya
adalah dengan menarik obligasi rekap tersebut. Namun teknik atau cara
penarikannya termasuk domain sub-ilmu yang sama sekali tidak dipahami
oleh para teknokrat Berkeley Mafia. Atau mungkin mereka memahaminya,
tetapi sengaja mau mengobral bank-bank dengan harga murah seraya
membangkrutkan negara.
“Selaku Menko Perekonomian, saya dan Menkeu
(ketika itu) Bambang Sudibyo secara diam-diam mengganti OR dengan apa
yang kami namakan zero coupon bond atau obligasi tanpa bunga. Isinya
hanya angka yang harus dianggap sebagai modal atau ekuiti agar CAR
perbankan jadi 8 persen,” papar Kwik.
Dia melanjutkan, semua bank
diberi tenggang waktu lima tahun untuk menjadi sehat atas kekuatan
sendiri dengan melakukan perbaikan kinerja. Kalau tidak, bank ditutup.
Namun kalau sudah sehat atas kekuatan sendiri, zero coupon bond bisa
ditarik.
“Sayangnya prinsip dan inti pikiran Zero Coupon Bond
sebagai cara untuk menarik kembali Obligasi Rekap sama sekali tidak
digubris. Akibatnya kita rasakan sendiri sampai sekarang, pemerintah
mengeluarkan uang sekitar 25 persen dari APBN sejak 2003 hingga 2040.
Motifnya hanya satu, yaitu patuh pada IMF secara mutlak dan
habis-habisan,” tukas Kwik. @ari
Editor: +Ari Purwanto
SEKALI LAGI TTG BBM, HENTIKAN KEBOHONGAN
Menghitung keuntungan atau kerugian bisnis BBM secara nasional adalah
seperti menghitung soal-soal matematika anak SMP, sama sekali tidak
rumit.
Tidak ada persamaan eksponensial, tidak ada differensiasi, tidak
ada logaritma dan metode-metode lainnya yang sedikit lebih rumit apalagi
metode tingkat tinggi. Masalahnya adalah pemerintah menyembunyikan
data-data yang diperlukan untuk menghitungnya.
Misalnya saja, berapa
biaya produksi sebenarnya dari tiap 1 liter BBM, atau yang lebih penting
lagi, bagaimana kontrak bagi hasil bisnis BBM antara pemerintah dengan
kontraktor.
Mari kita main hitung-hitungan ala anak SMP. Untuk penyederhanaan tanpa menimbulkan perbedaan signifikan dari kondisi sebenarnya, kita anggap semua minyak bumi yang dihasilkan di Indonesia diolah menjadi premium, demikian juga semua konsumsi minyak adalah premium.
Mari kita main hitung-hitungan ala anak SMP. Untuk penyederhanaan tanpa menimbulkan perbedaan signifikan dari kondisi sebenarnya, kita anggap semua minyak bumi yang dihasilkan di Indonesia diolah menjadi premium, demikian juga semua konsumsi minyak adalah premium.
Data yang saya peroleh tentang biaya pengeluaran minyak sampai
ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi
BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin
(transporting), seluruhnya adalah sebesar USD 10 per barrel. Dengan
kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1
liter premium adalah sebesar Rp 566. Sekali lagi Rp 566/liter premium.
Harga jual premium adalah Rp 4.500/liter atau Rp 715.500/barrel. Harga
minyak internasional adalah $100/barrel atau setara Rp 900.000/barrel
atau Rp 5.660/liter.
Konsumsi BBM Indonesia adalah 63 miliar liter atau 400 juta barrel/tahun atau 1,1 juta barrel/hari. Produksi domestik adalah 900.000 barrel/hari atau setara 143 juta liter/hari. Kekurangan konsumsi harus dipenuhi dengan impor sebanyak 200.000 barrel/hari atau setara 31,8 juta liter/hari.
Konsumsi BBM Indonesia adalah 63 miliar liter atau 400 juta barrel/tahun atau 1,1 juta barrel/hari. Produksi domestik adalah 900.000 barrel/hari atau setara 143 juta liter/hari. Kekurangan konsumsi harus dipenuhi dengan impor sebanyak 200.000 barrel/hari atau setara 31,8 juta liter/hari.
Dalam kondisi seperti ini berapa keuntungan atau rugi (subsidi) dari bisnis minyak tanah air?
Pertama kita hitung pendapatan minyak nasional dari produksi domestik, yaitu jumlah produksi dikalikan harga domestik yang nilainya adalah 143 juta liter/hari x Rp 4.500/liter = Rp 643,5 miliar/hari.
Kedua kita menghitung biaya produksi minyak tersebut, yaitu sebesar 143 juta liter/hari x Rp 566/liter = Rp 81 miliar/hari.
Dengan demikian keuntungan dari produksi minyak domestik adalah Rp 643,5 miliar - Rp 81 miliar = Rp 563 miliar/hari atau setara Rp 205,5 triliun/tahun.
Selanjutnya marilah kita hitung "subsidi" yang dikeluarkan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan minyak domestik dengan mengimpor minyak dari pasar luar negeri sebesar 200.000 barrel/hari. Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mengimpor minyak tersebut adalah 31,8 juta liter/hari x Rp 5.560/liter = Rp 180 miliar/hari. Namun pada saat yang hampir bersamaan pemerintah mendapat pengembalian dari penjualan minyak impor tersebut setelah dijual di pasar domestik, yaitu sebesar 31,8 juta liter/hari x Rp 4.500/liter = Rp 143,1 miliar/hari. Dengan demikian "subsidi" yang benar-benar dikeluarkan pemerintah adalah Rp 180 miliar - Rp 143,1 miliar = Rp 36,9 miliar/hari atau setara Rp 13,47 triliun.
Kita lihat bahwa ternyata "subsidi" yang dikeluarkan pemerintah masih jauh lebih kecil dari subsidi yang diberikan kepada para bankir penilep dana BLBI yang mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahunnya, atau hanya 2 x subsidi yang diberikan kepada Bank Century. Itupun belum dihitung keuntungan pemerintah yang sebesar Rp 205,5 triliun per-tahun.
Jadi mengapa pemerintah ngotot untuk menaikkan harga BBM? Apakah Kalau alasan pemerintah adalah keuntungan yang didapat selama ini masih kurang banyak? Kalau alasan pemerintah adalah karena pemerintah terlalu miskin untuk sekedar memberi subsidi sebesar Rp 13,47 triliun, lalu mengapa pemerintah bisa membeli pesawat kepresidenan hampir senilai Rp 1 triliun? Mengapa pemerintah masih bisa membiayai perjalan dinas para pejabat hingga Rp 20 triliun per-tahun? Mengapa pemerintah dengan mudah memberi subsidi pengembalian BLBI sebesar Rp 30 triliun per-tahun? Dan mengapa pemerintah dengan gampang menalangi Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun?
Sebenarnya pemerintah itu bekerja untuk siapa?
2 komentar:
- Belum dihitung, berapa jumlah minyak mentah yang dicuri
- bloggeinyong: jumlah minyak mentah yang dicuri tak sebanding dengan
jumlah kebutuhan minyak, dalam ilmu pasti ada yang dinamakan
ketidakpastian
jika minyak yang dicuri adalah 5% produksi dalam negri, maka tambahan subsidi yang berpengaruh tidak begitu signifikan, hanya 45,9 miliar/hari atau 16,5 trilliun/tahun, tidak signifikan..
maju terus bung cahyono adi
Anda berada di kesulitan keuangan? Apakah Anda ingin memulai bisnis Anda sendiri? Perusahaan pinjaman didirikan organisasi hak asasi manusia di seluruh dunia dengan tujuan tunggal membantu orang miskin dan orang-orang dengan kesulitan keuangan yang hidup. Jika Anda ingin mengajukan pinjaman, kembali ke kami dengan rincian di bawah email: julietowenloancompany@gmail.com
BalasHapusNama lengkap:
jumlah pinjaman :
Pinjaman Durasi:
Pendapatan bulanan :
negara:
Seks:
Nomor telepon:
Tanggal lahir :
Terima kasih dan Tuhan memberkati
JULIETOWENLOANCOMPANY
(Julietowenloancompany@gmail.com)
Ibu Juliet