Senin, 24 Januari 2011

Prof. Thamrin Amal Tomagola [Guru Besar UI] dalam Sidang Adat Dayak di Kalteng. Dituntut dengan 5 Tuntutan. Sebagai akibat kesaksiannya sebagai saksi ahli yang membela Ariel Peterpan di Pengadilan. Prof Thamrin mengatakan bahwa pada adat Dayak dapat digambarkan, bhw sex bebas itu bagi masyarakat Dayak merupakan bagian pembelajaran sex pra nikah. Hal ini menyinggung kehormatan Suku Dayak, dan karenanya masyarakat Dayak menuntut pertanggung jawaban Prof Thamrin tersebut. Sesungguhnya Profesor ini dengan hasil penelitiannya yang disebut-sebut dalam membela Ariel itu mau membela apa? Atau mau membela siapa? Sehingga dengan segala upaya memberikan acuan [referensi] agar se-olah2 sex bebas itu dihalalkan dengan menganut kepada hasil penelitiannya di Indonesia, yaitu katanya pada adat Suku Dayak. Nah masyarakat Dayak tersinggung, merasa didiskreditkan mengenai adat dan kehormatan Suku Dayak, dan tidak bisa menerima pernyataan Profesor tersebut yang disampaikannya di Pengadilan Negeri Jakarta dalam perkara yang menyidangkan Ariel. Yah... memang benar2... kebelinger.. Prof Thamrin..

NUSANTARA - KALTENG
Minggu, 23 Januari 2011 , 11:14:00
http://www.jpnn.com/read/2011/01/23/82675/Thamrin-Minta-Ampun-

SIDANG ADAT-Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu antara masyarakat Dayak dan Prof DR Tamrin Amal Tomagola, yang secara harafiah artinya adalah memutus dendam yang berkepanjangan dalam menuju perdamaian ke arah yang lebih baik. FOTO HENDRY PRIE/KALTENG POS
PALANGKA RAYA – Prof Dr Thamrin Amal Tamagola akhirnya minta ampun dan maaf di hadapan Sidang Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu yang digelar di dalam ruangan Betang Tingang Nganderang (Betang Mandala Wisata) Jalan Sudirman Palangka Raya, Kalteng. Sidang dipimpin oleh tujuh orang Majelis Sidang adat dari seluruh Kalimantan.

“Saya meminta maaf kepada seluruh masyarakat dayak, atas pernyataan saya yang menghina, menistakan, dan melecehkan Suku Dayak di Indonesia. Dan dengan tulus ikhlas, saya akan menerima dan menyanggupi semua keputusan dari majelis sidang adat,” kata Prof Thamrin dengan penuh penyesalan.

Pernyataan maaf itu disampaikan pada persidangan adat yang disaksikan langsung oleh Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Tamanggung Bajela Bulau Agustin Teras Narang SH, para tokoh-tokoh adat se-Kalimantan, unsur Muspida Kalteng, media lokal dan nasional, serta ratusan masyarakat yang berada di sekitar Betang Tingang Nganderang, Sabtu (22/1) siang.

Dalam persidangan adat dayak yang baru pertama kali dilakukan ini, Prof Thamrin yang terlihat cukup tegang dikenakan hukuman adat yang dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim Adat Lewis KDR BBA. Atas pernyataannya telah menghina dan melukai Suku Dayak di tanah air, saat menjadi saksi ahli meringankan di persidangan  kasus video porno Nazriel Irham (Ariel Peter Pan) di PN Bandung itu dikenai 5 tuntutan.

Tuntutan itu adalah membayar lima pikul garantung yang diserahkan kepada majelis sidang adat, meminta maaf di depan masyarakat Dayak di depan persidangan dan melalui berbagai media lokal dan nasional, kemudian mencabut hasil penelitiannya, dan mencabut pernyataannya pada saat sidang Ariel peterpan, serta membayar uang denda (Singer) untuk upacara adat sebesar Rp 77.777.777.

Sementara itu, Presiden MADN Agustin Teras Narang dalam sambutannya menerangkan, bahwa persidangan yang diberi nama Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu antara masyarakat dayak dan Thamrin Amal Tamagola ini, secara harfiah berarti memutus dendam yang berkepanjangan, dalam menuju perdamaian kea rah yang lebih baik antara kedua belah pihak.

Sidang ini pertama kali dilakukan dan bersifat final, serta mengikat. Persidangan adat ini bertujuan untuk mencapai kedamaian, rekonsiliasi, kekeluargaan, serta tetap mempertahankan harkat dan martabat suku Dayak secara keseluruhan.

“Jadi saya minta setelah keputusan yang diambil dalam persidangan ini, dan diikuti oleh pelanggar adat, yang dalam hal ini Prof Dr Thamrin Amal Tamagola, tidak ada lagi dendam di antara masyarakat dayak dimana pun berada dengan Prof Thamrin. Kita tunjukan bahwa masyarakat dayak ini mengedepankan prinsip Belom Bahadat (hidup bertata karma dan beradat) dalam segi kehidupan bermasyarakat,” tegasnya.

Teras yang juga Gubernur Kalteng ini mengharapkan, agar melalui peristiwa ini dapat menjadi pelajaran, baik bagi Prof Dr Thamrin Amal Tamagola, khususnya, dan seluruh masyarakat Suku Dayak, serta masyarakat Indonesia secara umum.

“Peristiwa ini hendaknya dijadikan momentum yang baik bagi kita untuk semakin memperkuat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa demi kebangkitan, kejayaan, kemakmuran masyarakat dayak ditengah-tengah heterogenitas suku-suku bangsa di nusantara, dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” terangnya. 

Prosesi sidang akan diawali dengan masuknya tim enam selaku penuntut hukum adat kedalam ruang sidang, kemudian pelanggar adat (Thamrin Tamagola) dipanggil untuk masuk ruangan, dan menduduki kursi menghadap majelis hakim adat yang disediakan. Selanjutnya, Majelis Sidang Adat yang berjumlah tujuh orang bersama Presiden MADN memasuki ruang sidang.

Sidang diteruskan dengan penyerahan Sangku Basara, yang melambangkan bukti penyerahan sengketa adat kepada majelis sidang adat, oleh satu orang perwakilan tim enam dan satu orang dari pihak Thamrin Tamagola, lalu Ketua Majelis Sidang Adat menyatakan bahwa persidangan dibuka dan terbuka untuk umum.

Selanjutnya Tim Enam yang terdiri dari Drs Lukas Tingkes, Sabran Achmad, Dr Siun Jarias, Marthen Ludjen, Ny Inun Maseh, dan Guntur Talajan SH MPd, selaku penuntut membacaklan tuntutannya, yang beracuan kepada hasil kesepakantan Tumbang Anoi 1894, majelis hakim adat sempat menskor sidang selama 10 menit, untuk membicarakan keputusan. Setelah sepuluh menit, akhirnya majelis hakim membacakan keputusan tersebut, dan disanggupi oleh pelanggar adat (Thamrin Amal Tamagola).

Acara pun ditutup dengan menyembelih beberapa hewan sumbangan Prof Thamrin, yang terdiri dari satu ekor sapi, satu kerbau, satu kambing, tiga babi, dan sepuluh ekor ayam di halaman Betang Tingang Nganderang. Dari pantauan Kalteng Pos (Grup JPNN) di lapangan acara berlangsung kondusif dikawal aparat kepolisian dari Polres dan Polda serta di-backup oleh TNI, Sat Pol PP dan Pengamanan Adat. (ans)

NUSANTARA - KALTENG
Minggu, 23 Januari 2011 , 10:44:00

SIDANG ADAT-Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu antara masyarakat Dayak dan Prof DR Tamrin Amal Tomagola, yang secara harafiah artinya adalah memutus dendam yang berkepanjangan dalam menuju perdamaian ke arah yang lebih baik. FOTO HENDRY PRIE/KALTENG POS
PALANGKA RAYA -- Prof. Dr. Tamrin Amal Tomogola mendapatkan 5 tuntutan pada sidang adat dayak yang diselenggarakan oleh Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Sabtu siang (22/1).  Tuntutan itu, pertama, Tamrin diwajibkan meminta maaf kepada seluruh majelis sidang dan hadirin atas pernyataannya yang melukai suku dayak.

Kedua, yaitu diwajibkan membayar denda berupa gong garantung kepada presiden MADN. Ketiga, wajib membayar semua biaya pelaksanaan sidang adat yang nilainya sekitar Rp.77.000.000. Keempat, mencabut semua pernyataan yang pernah dia ucap tentang suku dayak yang biasa berhubungan intim tanpa ikatan pernikahan di pengadilan negeri Bandung pada persidangan kasus asusila yang diperankan oleh Ariel Peterpan. Dan kelima Thamrin juga harus memusnahkan hasil risetnya yang mendiskreditkan suku dayak itu.

Dalam sidang yang berlangsung selama dua jam itu Profesor universitas Indonesia (UI) ini pun bersedia menerima lima tuntutan yang diajukan kepadanya. Selain itu, ia pun mengaku bersalah dan meminta maaf kepada seluruh masyarakat adat dayak di majelis di persidangan atas pernyataan yang pernah dilontarkannya.

Dalam sambutannya selaku Presiden MADN teras mengatakan sangat menyesatkan jika ada hasil tesis yang menyimpulkan bahwa seolah-olah masyarakat dayak itu menerapkan kehidupan seks bebas tanpa aturan. “Pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dayak” ujar Teras.   

Sidang yang diberi nama "Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu antara masyarakat Dayak dan Prof. Dr. Tamrin Amal Tomogola” ini dimaksudkan bahwa kegiatan ini dilakukan  untuk memutus dendam yang berkepanjangan dalam menuju perdamaian ke arah yang lebih baik antara masyarakat Dayak dan Prof Dr. Tamrin Amal Tomogola.

Sebelumya pada tanggal 2 Desember 2010 lalu sosiolog UI itu sempat menjadi saksi ahli yang meringankan terdakwa Nazriel Irham dalam persidangan kasus video mesum di pengadilan negeri Bandung. Namun dalam kesaksiannya itu, ia menyebutkan kasus Ariel ini  adalah kasus biasa seraya memberikan contoh bahwa masyarakat dayak  adalah masyarakat yang biasa berhubungan intim tanpa ikatan pernikahan. Kontan saja hal ini langsung memicu kemarahan suku dayak di seluruh Indonesia. Hingga akhirnya pada hari Sabtu kemarin (22/1) Ia berada di Palangka Raya untuk menjalani persidangan adat.

Sidang terbuka yang digelar di Betang Tingang Nganderang (Betang Mandala Wisata) jalan DI. Panjaitan Palangka Raya ini dihadiri oleh ratusan masyarakat. Jalannya persidangan yang dimulai dari pukul 10.00-12.00 WIB ini berlangsung dengan tertib dan damai.

Walaupun ini merupakan sidang adat dayak, namun nasionalisme masyarakat dayak yang hadir sama sekali tidak luntur. Hal ini terbukti saat pembukaan sidang ketika menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Semua masyarakat yang hadir berdiri dan serempak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia.(*/uda)

Lima Tuntutan Terhadap Thamrin
•    Meminta maaf kepada seluruh majelis sidang dan hadirin atas pernyataannya yang melukai Suku Dayak.
•    Membayar denda berupa gong garantung kepada presiden MADN. [sekitar Rp 80 jutaan]
•    Membayar semua biaya pelaksanaan sidang adat yang nilainya Rp.77.777.777,-.
•    Mencabut semua pernyataan yang pernah diucap tentang Suku Dayak yang biasa berhubungan intim tanpa ikatan pernikahan di pengadilan negeri Bandung pada persidangan kasus asusila oleh Ariel Peterpan.
•    Memusnahkan hasil risetnya yang mendiskreditkan Suku Dayak.

Sumber: Sidang Adat Dayak. http://www.jpnn.com/read/2011/01/23/82673/Lima-Tuntutan-Buat-Thamrin-

1 komentar:

  1. Sangatlah layak bila Suku Dayak merasa dihinakan dan dicemoohkan tentang adat budaya leluhurnya, manakala seorang Profesor yang sohor itu mendakwakan bhw suku Dayak menganut sex bebas dalam artian dipersamakan apa yang didakwakan kepada Ariel Peterpan. Dan cara penyelesaian adat yang sangat berbudaya adalah wajar dan sangat elegan... Itulah bukti bahwa moral masih dijunjung dan martabat adat masih dipelihara secara terhormat... Sayangnya para tokoh dan pendukung sex bebas dan pendukung para pornografi dan pornoaksi mengaku-nngaku sangat modern dan sangat berbudaya, bahkan dengan tak punya rasa malu dan tak memiliki kepribadian... merujuk-rujuk kepada budaya suku lain di Indonesia seolah-olah pandangan mereka itu benar...dan mencari pembenaran dgn cara2 yang sangat tidak bermartabat... dan menistakannya kepada pihak lain... Namun Allah Maha Kuasa.. dengan bukti diatas itu.. ternyata bahwa para pelopor dan pendukung sex-bebas dan pembela pornografi dan pornoaksi itu.. langsung dilaknatnya..juga sebagai peringatan.. agar segera mereka bertaubat..
    Seyogianyalah.. kita menjunjung martabat bangsa kita dan membangun akhlak mulia..dengan menjunjung tinggi ajaran agama dan adat istiadat yang berbudaya luhur demi untuk kemuliaan anak2 bangsa kita secara bermartabat dan beradab... Semoga kita senantiasa dalam lindungan dan hidayah Allah Maha Kuasa... Amin

    BalasHapus