Dibaca: 414 kali Ditulis oleh Sobran Holid Minggu, 29 Agustus 2010 04:32.http://www.susnoduadji.com/artikel/negara-yang-%E2%80%9Ctergadai%E2%80%9D
Perayaan kemerdekaan yang baru selesai kita lakukan, tidak membuat kita lebih bermartabat di pandangan Negara-negara lain. Kita bangga dengan kehebatan para pejuang, merebut kemerdekaan, merebut hak-hak kita yang dikuasai asing . Pada awal berdiri negara ini pada 1945, para pemimpin sudah berani untuk mencanangkan pengelolaan kekayaan alamnya ditangan bangsa sendiri. Sayangnya itu berhenti, dan lama-lama semakin hilang kepercayaan itu kepada bangsa sendiri. 65 tahun setelah kemerdekaan, kita masih berkutat pada persoalan yang sama, walau dengan retorika yang lebih canggih.
Kekayaan yag begitu melimpah, kita obral dengan asumsi bangsa sendiri belum mampu, dan bangsa asing lebih mampu dari kita. Bukan hanya kekayaan alam yang harus di gali dengan tehnologi tinggi yang belum kita kuasai, kebun sawit saja, yang petani saja mampu, apalagi dengan didampingi dengan insinyur-insinyur pertanian dan didukung dengan riset yang terus menerus, seharusnya kita mampu bahkan melebihi atau minimal sama dengan Negara tetangga Malaysia dari produksi, ternyata kita juga begitu lemah, dan saat ini saja hampir 40 % adalah perkebunan sawit asing.
Kekayaan yag begitu melimpah, kita obral dengan asumsi bangsa sendiri belum mampu, dan bangsa asing lebih mampu dari kita. Bukan hanya kekayaan alam yang harus di gali dengan tehnologi tinggi yang belum kita kuasai, kebun sawit saja, yang petani saja mampu, apalagi dengan didampingi dengan insinyur-insinyur pertanian dan didukung dengan riset yang terus menerus, seharusnya kita mampu bahkan melebihi atau minimal sama dengan Negara tetangga Malaysia dari produksi, ternyata kita juga begitu lemah, dan saat ini saja hampir 40 % adalah perkebunan sawit asing.
Bila kita arif, sesunguhnya kitalah yang merusak Negara ini, kitalah yang membuat Negara ini tidak punya harganya di pandangan orang. Hampir pada setiap pemerintahan, kita seakan tidak sanggup untuk berkata tidak terhadap kepentingan asing untuk “mengadaikan” kekayaan negeri tercinta ini. Kita selalu bangga Negara ini kaya, tapi untuk siapa?.
Beberapa pakta ini bawah ini barangkali bisa kita lihat, dan jadikan pertimbangan untuk mengukur, kebiasaan pemimpin yang “mengadaikan” apa yang kita punya:
1. BII, Bank Danomon, kita jual murah kita jual ke Temasek singapura pada jaman pemerintahan megawati, BII , bahkan Indosat yang begitu kita banggakan dengan satelit palapanya, kita obral juga ke temasek, dengan tersenyum sekarang pihak temasek menertawakan kebodohan bangsa ini, saat itu saja bila bersabar, sesunguhnnya Negara ini masih bisa bertahan, tapi apa daya, Bu Mega yang di kelilingi tim ekonomi hebat, tidak kuat menahan tekanan IMF, untuk secepatnya menjual aset-aset strategis.
2. Blok cepu, yang jelas-jelas pertamina, sanggup mengeksploitasinya, harus diserahkan kepada Exxon mobil. antara Exxon dan pertamina, karena tekanan Negara asing, pada jaman pemerintahan SBY dan JK. *Tidak sampai 24 jam sebelum Menlu AS, Condoleezza Rice, mendarat di Jakarta, ExxonMobil diumumkan sebagai kepala operator eksplorasi Cepu.
*Dengan menjadi operator, Exxon menentukan perencanaan, pengelolaan keuangan, teknologi yang dipakai, dan SDM yang dibutuhkan.
Menurut teti purwasih, Sebagaimana diketahui, sejumlah ahli geologi yang berkumpul dalam forum yang khusus membahas masalah Cepu pada medio 2005 lalu telah sepakat bahwa tidak ada satu pun alasan-baik secara historis, teknis maupun ekonomis-untuk melepaskan Blok Cepu ini kepada Exxon. Secara historis, minyak di sana ditemukan oleh Prof. Kusumadinata, ahli perminyakan ITB, bukan oleh tenaga ahli EM.Secara teknis, Pertamina yang sudah lebih dulu bekerja di blok bersebelahan tidak akan mengalami kesulitan mengelola Blok Cepu ini karena secara geologis hampir sama kondisinya. Secara ekonomis pun, sejumlah bank sudah menyatakan komitmennya untuk membiayai kegiatan explorasi minyak di sana.Anehnya, meski Pertamina yang dipimpin oleh Dirut Widya Purnama ketika itu-tetapi kemudian diganti karena ngotot tidak mau tunduk pada kemauan Pemerintah-terus berusaha untuk mendapatkan Blok Cepu itu, Pemerintah lebih memilih melepaskannya untuk Exxon.Memang, Pertamina masih dilibatkan. Namun, menilik pejabat yang duduk di kursi puncak perusahaan pengelolaan, yang tidak lain adalah orang-orang dari Exxon, praktis Pertamina seolah hanya menjadi pelengkap belaka.Walhasil, jika sumber-sumber energi seperti minyak, gas, dan batubara banyak dikuasai asing, alamat kita akan banyak kehilangan akses terhadap sumber-sember energi itu, kecuali jika kita sanggup membayarnya dengan harga mahal. http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1136664402&&&1036006250&&1277176241&teti001.
3. Freeport, tambang emas di papua, yang membuat perusahaan kecil menjadi perusahaan tambang raksasa, dengan mengeruk emas, tembaga, terakhir kita dengar dari berita yang beredar, diam-diam Freeport menambang uranium, ternyata, hanya membayar royalti 1%. kontrak karya seri pertama Freeport yang diturunkan dari UU Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967, sangat merugikan bangsa Indonesia. Menurut sumber informasi matanews.com, UU ini didiktekan sendiri oleh Rockefeller kepada tim ekonomi pemerintah Indonesia, dalam suatu pertemuan di Swiss untuk memuluskan masuknya Freeport ke Indonesia kala itu. Kontrak karya pertama Freeport sendiri ditandatangani pada 1967 untuk masa 30 tahun, dan berakhir tahun 1997. Namun tahun 1991, Freeport sudah menyodorkan perpajangan kontrak kedua untuk masa 30 tahun berikutnya, dengan dua kali perpanjangan 10 tahun. Kontrak 30 tahun kedua akan habis masaberlakunya pada 2021, yakni sekitar 11 tahun dari sekarang. Pada masa pemerintahan Soeharto.
http://matanews.com/2010/03/17/misi-freeport-dalam-tur-obama/
Tiga kasus diatas, membuat kita, miris, ternyata, pemimpin kita, tidak ada yang berpihak, dan berani membela kepentingan nasional. Semuanya hanya berpikir instan, mendulang dollar demi catatan ekspor yang terus meningkat, tapi rakyat, harus membayar dengan harga internasional. Baik itu melalui subsidi, sebagai bentuk kepedulian pemerintah, katanya!, padahal itu duit rakyat. Tentu terlalu banyak bila harus di muat semua ditulisan ini, untuk mengungkap, betapa Negara ini telah dijual kekayaan alamnya, dan kita hanya bisa gigit jari.
Seminggu terakhir kita lihat, PLN tidak mendapatkan pasokan gas yang cukup, karena gas kita sudah kita jual keluar negeri. Sementara Indonesia mempunyai cadangan gas terbesar di dunia. PLN terpaksa pakai BBM yang lebih mahal, akibatnya, kita sudah tahu, tahun 2011, TDL(tarip dasar listrik), akan naik 11 %.
Lihat singapura sampai sekarang, tidak mau menyerahkan koruptor, yang bersembunyi di Negara itu. Begitu juga Malaysia, selau memainkan Negara kita, karena kita memang layak diperlakukan seperti itu.
Sampai kapan,,,,,,,,,,?, sampai kita berani berkata, berani berbuat, Kekayaan Indonesia buat kesejahteraan Indonesia, dan harus dikelola oleh perusahaan Indonesia, dan kami tidak akan menjual kekayaan alam kami dengan di obral, walau amerika sekalipun yang minta. Bila semua kekayaan SDA sudah digunakan untuk kepentingan rakyat Indonesia, masihkah kita perlu mengirim TKI..?
Beberapa pakta ini bawah ini barangkali bisa kita lihat, dan jadikan pertimbangan untuk mengukur, kebiasaan pemimpin yang “mengadaikan” apa yang kita punya:
1. BII, Bank Danomon, kita jual murah kita jual ke Temasek singapura pada jaman pemerintahan megawati, BII , bahkan Indosat yang begitu kita banggakan dengan satelit palapanya, kita obral juga ke temasek, dengan tersenyum sekarang pihak temasek menertawakan kebodohan bangsa ini, saat itu saja bila bersabar, sesunguhnnya Negara ini masih bisa bertahan, tapi apa daya, Bu Mega yang di kelilingi tim ekonomi hebat, tidak kuat menahan tekanan IMF, untuk secepatnya menjual aset-aset strategis.
2. Blok cepu, yang jelas-jelas pertamina, sanggup mengeksploitasinya, harus diserahkan kepada Exxon mobil. antara Exxon dan pertamina, karena tekanan Negara asing, pada jaman pemerintahan SBY dan JK. *Tidak sampai 24 jam sebelum Menlu AS, Condoleezza Rice, mendarat di Jakarta, ExxonMobil diumumkan sebagai kepala operator eksplorasi Cepu.
*Dengan menjadi operator, Exxon menentukan perencanaan, pengelolaan keuangan, teknologi yang dipakai, dan SDM yang dibutuhkan.
Menurut teti purwasih, Sebagaimana diketahui, sejumlah ahli geologi yang berkumpul dalam forum yang khusus membahas masalah Cepu pada medio 2005 lalu telah sepakat bahwa tidak ada satu pun alasan-baik secara historis, teknis maupun ekonomis-untuk melepaskan Blok Cepu ini kepada Exxon. Secara historis, minyak di sana ditemukan oleh Prof. Kusumadinata, ahli perminyakan ITB, bukan oleh tenaga ahli EM.Secara teknis, Pertamina yang sudah lebih dulu bekerja di blok bersebelahan tidak akan mengalami kesulitan mengelola Blok Cepu ini karena secara geologis hampir sama kondisinya. Secara ekonomis pun, sejumlah bank sudah menyatakan komitmennya untuk membiayai kegiatan explorasi minyak di sana.Anehnya, meski Pertamina yang dipimpin oleh Dirut Widya Purnama ketika itu-tetapi kemudian diganti karena ngotot tidak mau tunduk pada kemauan Pemerintah-terus berusaha untuk mendapatkan Blok Cepu itu, Pemerintah lebih memilih melepaskannya untuk Exxon.Memang, Pertamina masih dilibatkan. Namun, menilik pejabat yang duduk di kursi puncak perusahaan pengelolaan, yang tidak lain adalah orang-orang dari Exxon, praktis Pertamina seolah hanya menjadi pelengkap belaka.Walhasil, jika sumber-sumber energi seperti minyak, gas, dan batubara banyak dikuasai asing, alamat kita akan banyak kehilangan akses terhadap sumber-sember energi itu, kecuali jika kita sanggup membayarnya dengan harga mahal. http://blog.sivitas.lipi.go.id/blog.cgi?isiblog&1136664402&&&1036006250&&1277176241&teti001.
3. Freeport, tambang emas di papua, yang membuat perusahaan kecil menjadi perusahaan tambang raksasa, dengan mengeruk emas, tembaga, terakhir kita dengar dari berita yang beredar, diam-diam Freeport menambang uranium, ternyata, hanya membayar royalti 1%. kontrak karya seri pertama Freeport yang diturunkan dari UU Pertambangan Nomor 11 Tahun 1967, sangat merugikan bangsa Indonesia. Menurut sumber informasi matanews.com, UU ini didiktekan sendiri oleh Rockefeller kepada tim ekonomi pemerintah Indonesia, dalam suatu pertemuan di Swiss untuk memuluskan masuknya Freeport ke Indonesia kala itu. Kontrak karya pertama Freeport sendiri ditandatangani pada 1967 untuk masa 30 tahun, dan berakhir tahun 1997. Namun tahun 1991, Freeport sudah menyodorkan perpajangan kontrak kedua untuk masa 30 tahun berikutnya, dengan dua kali perpanjangan 10 tahun. Kontrak 30 tahun kedua akan habis masaberlakunya pada 2021, yakni sekitar 11 tahun dari sekarang. Pada masa pemerintahan Soeharto.
http://matanews.com/2010/03/17/misi-freeport-dalam-tur-obama/
Tiga kasus diatas, membuat kita, miris, ternyata, pemimpin kita, tidak ada yang berpihak, dan berani membela kepentingan nasional. Semuanya hanya berpikir instan, mendulang dollar demi catatan ekspor yang terus meningkat, tapi rakyat, harus membayar dengan harga internasional. Baik itu melalui subsidi, sebagai bentuk kepedulian pemerintah, katanya!, padahal itu duit rakyat. Tentu terlalu banyak bila harus di muat semua ditulisan ini, untuk mengungkap, betapa Negara ini telah dijual kekayaan alamnya, dan kita hanya bisa gigit jari.
Seminggu terakhir kita lihat, PLN tidak mendapatkan pasokan gas yang cukup, karena gas kita sudah kita jual keluar negeri. Sementara Indonesia mempunyai cadangan gas terbesar di dunia. PLN terpaksa pakai BBM yang lebih mahal, akibatnya, kita sudah tahu, tahun 2011, TDL(tarip dasar listrik), akan naik 11 %.
Lihat singapura sampai sekarang, tidak mau menyerahkan koruptor, yang bersembunyi di Negara itu. Begitu juga Malaysia, selau memainkan Negara kita, karena kita memang layak diperlakukan seperti itu.
Sampai kapan,,,,,,,,,,?, sampai kita berani berkata, berani berbuat, Kekayaan Indonesia buat kesejahteraan Indonesia, dan harus dikelola oleh perusahaan Indonesia, dan kami tidak akan menjual kekayaan alam kami dengan di obral, walau amerika sekalipun yang minta. Bila semua kekayaan SDA sudah digunakan untuk kepentingan rakyat Indonesia, masihkah kita perlu mengirim TKI..?
Sumber: Republika, 15 Maret 2006. http://www.lautanindonesia.com/blog/kampreto/blog/15/blok-cepu-dan-bangsa-kuli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar