Ada Apa di Tunisia?
Beberapa hari terakhir, Tunisia mengalami ketegangan politik. Bahkan, Presiden Zine El Abidine Ben Ali pun terpaksa kabur ke luar negeri. Ada apa sebenarnya?
TERKAIT. http://www.inilah.com/read/detail/1146422/ada-apa-di-tunisia
INILAH.COM, Tunis – Beberapa hari terakhir, Tunisia mengalami ketegangan politik. Bahkan, Presiden Zine El Abidine Ben Ali pun terpaksa ‘kabur’ ke luar negeri. Ada apa sebenarnya?
Ben Ali adalah Presiden yang telah menjabat puluhan tahun. Namun, saat ini tugasnya digantikan oleh PM Mohammed Ghannouchi. “Untuk sementara ini, presiden tak bisa hadir melaksanakan tugas-tugasnya. Telah diputuskan, perdana menteri untuk sementara akan menggantikannya,” ujar Ghannouchi melalui siaran televisi, kemarin.
Ghannouchi merujuk pada Pasal 56 dalam UU yang menyebutkan, bahwa PM berfungsi sebagai pelaksana tugas, jika presiden berhalangan. “Jika presiden sementara tak mampu menjalankan tugas, maka presiden bisa memerintahkan kekuasaan dan otoritasnya kepada perdana menteri yang memegang hak untuk membubarkan parlemen atau tidak,” katanya.
Namun, Noureddine Miladi, seorang sosiolog dan pengajar media menilai, bahwa apa yang dilakukan Ghannouchi merupakan pelanggaran terhadap UU. “Ia memanipulasi konstitusi. Ketua perlemen seharusnya menjalankan pemerintahan selama 45 hari. Kemudian, harus diadakan pilpres. Ghannouchi ini juga elit politik yang korupsi, seperti Ben Ali,” demikian tutur Miladi kepada Al Jazeera.
Ketegangan terus memuncak sejak Ben Ali ‘meninggalkan’ kursinya. Pengunjuk rasa mendatangi gedung-gedung pemerintah di Ibukota Tunis. Mereka ingin Ghannouchi, yang merupakan antek-antek Ben Ali itu, untuk segera mundur.
Ghannouchi sendiri adalah ekonom terlatih berusia 56 tahun, yang sejak lama dekat dengan Ben Ali. Ia menjabat sebagai perdana menteri sejak 1999 lalu dan merupakan salah satu sosok terkenal yang mewakili Tunisia. Ia sempat menjadi menteri kerjasama internasional dan menteri investasi asing.
Saat ini, Ghannouchi sedang menikmati posisinya di dua kursi puncak sekaligus. Ia berjanji akan menghormati UU dan menstabilkan negaranya. Ia meminta warga untuk mempertahankan patriotisme agar Tunisia bisa melalui masa sulit ini. Selain berjanji memperhatikan inflasi dan pengangguran, seperti yang direncanakan Ben Ali.
Adapun Ben Ali dikabarkan sedang berada di Arab Saudi, Sabtu (15/1). Ia mendarat di Kota Jeddah, meski tak disebutkan siapa yang menemaninya. Namun, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, yang sempat bereaksi dengan pelarian Ben Ali ke luar negari, membantah keberadaan pimpinan Tunisia tersebut di negaranya.
Seorang analis asal Tunisia yang bekerja di Economist Intelligence Unit di London, Ayesha Savabala juga merasa kepergian Ben Ali akan mengurangi gelombang protes di negaranya. Namun, jika ingin protes berhenti, Savabala merasa pemerintah harus segera membuat rencana dan melaksanakannya.
“Menggantikan Ben Ali dengan kaki tangannya sendiri tak menyelesaikan masalah. Logikanya, ada ketidakpercayaan di kalangan rakyat karena Ghannouchi adalah anggota inner circle Ben Ali. Banyak janji yang tidak mereka tepati,” katanya.
Ketegangan di negara ini dimulai sejak 17 Desember 2010 lalu, ketika seorang pengangguran berusia 26 tahun berusaha bunuh diri dengan membakar tubuhnya. Tindakan putus asa Muhammed Bousazizi ini cermin rasa frustasi rakyat terhadap tingginya inflasi dan membengkaknya jumlah pengangguran. [ast]
Ben Ali adalah Presiden yang telah menjabat puluhan tahun. Namun, saat ini tugasnya digantikan oleh PM Mohammed Ghannouchi. “Untuk sementara ini, presiden tak bisa hadir melaksanakan tugas-tugasnya. Telah diputuskan, perdana menteri untuk sementara akan menggantikannya,” ujar Ghannouchi melalui siaran televisi, kemarin.
Ghannouchi merujuk pada Pasal 56 dalam UU yang menyebutkan, bahwa PM berfungsi sebagai pelaksana tugas, jika presiden berhalangan. “Jika presiden sementara tak mampu menjalankan tugas, maka presiden bisa memerintahkan kekuasaan dan otoritasnya kepada perdana menteri yang memegang hak untuk membubarkan parlemen atau tidak,” katanya.
Namun, Noureddine Miladi, seorang sosiolog dan pengajar media menilai, bahwa apa yang dilakukan Ghannouchi merupakan pelanggaran terhadap UU. “Ia memanipulasi konstitusi. Ketua perlemen seharusnya menjalankan pemerintahan selama 45 hari. Kemudian, harus diadakan pilpres. Ghannouchi ini juga elit politik yang korupsi, seperti Ben Ali,” demikian tutur Miladi kepada Al Jazeera.
Ketegangan terus memuncak sejak Ben Ali ‘meninggalkan’ kursinya. Pengunjuk rasa mendatangi gedung-gedung pemerintah di Ibukota Tunis. Mereka ingin Ghannouchi, yang merupakan antek-antek Ben Ali itu, untuk segera mundur.
Ghannouchi sendiri adalah ekonom terlatih berusia 56 tahun, yang sejak lama dekat dengan Ben Ali. Ia menjabat sebagai perdana menteri sejak 1999 lalu dan merupakan salah satu sosok terkenal yang mewakili Tunisia. Ia sempat menjadi menteri kerjasama internasional dan menteri investasi asing.
Saat ini, Ghannouchi sedang menikmati posisinya di dua kursi puncak sekaligus. Ia berjanji akan menghormati UU dan menstabilkan negaranya. Ia meminta warga untuk mempertahankan patriotisme agar Tunisia bisa melalui masa sulit ini. Selain berjanji memperhatikan inflasi dan pengangguran, seperti yang direncanakan Ben Ali.
Adapun Ben Ali dikabarkan sedang berada di Arab Saudi, Sabtu (15/1). Ia mendarat di Kota Jeddah, meski tak disebutkan siapa yang menemaninya. Namun, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, yang sempat bereaksi dengan pelarian Ben Ali ke luar negari, membantah keberadaan pimpinan Tunisia tersebut di negaranya.
Seorang analis asal Tunisia yang bekerja di Economist Intelligence Unit di London, Ayesha Savabala juga merasa kepergian Ben Ali akan mengurangi gelombang protes di negaranya. Namun, jika ingin protes berhenti, Savabala merasa pemerintah harus segera membuat rencana dan melaksanakannya.
“Menggantikan Ben Ali dengan kaki tangannya sendiri tak menyelesaikan masalah. Logikanya, ada ketidakpercayaan di kalangan rakyat karena Ghannouchi adalah anggota inner circle Ben Ali. Banyak janji yang tidak mereka tepati,” katanya.
Ketegangan di negara ini dimulai sejak 17 Desember 2010 lalu, ketika seorang pengangguran berusia 26 tahun berusaha bunuh diri dengan membakar tubuhnya. Tindakan putus asa Muhammed Bousazizi ini cermin rasa frustasi rakyat terhadap tingginya inflasi dan membengkaknya jumlah pengangguran. [ast]
Dapatkan berita populer pilihan Anda gratis setiap pagi disini atau akses mobile langsung http://m.inilah.com
via ponsel dan Blackberry !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar