Selasa, 11 Januari 2011

MANA PERTANGGUNGUNG-JAWABAN ANDA, PROFESOR DR.THAMRIN AMAL TOMAGOLA? Hai Profesor, mundur saja dari UI. Sungguh sangat memalukan. Sdr Profesor anda sudah sangat kebelinger. Minta maaf dan mundur saja. Anda sudah mencemarkan kehormatan UI dan almamaternya. Mundurlah dengan sukarela. Malu... kami.. malu...

MANA PERTANGGUNGUNG-JAWABAN ANDA, PROFESOR DR.THAMRIN AMAL TOMAGOLA?

Jurnal Toddoppuli
Cerita Buat Andriani S. Kusni & Anak-Anakku
Tesis  hasil penelitian sosiolog Universitas Indonesia (UI) Prof. Dr. Thamrin Amal Tomagola tentang masyarakat Dayak yang diucapkannya selaku saksi dalam Kasus video Porno Ariel di depan Sidang Pengadilan Negeri Bandung telah mengundang unjuk rasa masyarakat Dayak dan etnik-etnik lain di seluruh Kalimantan. Para pengunjuk rasa menuntut agar Profesor Thamrin diseret ke depan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Adat. Proses hukum terhadap Sang Profesor pun disarankan oleh Sultan Hamengku Buwono X di Palangka Raya seusai meresmikan pengurus Nasional Demokrat Kalimantan Tengah pada tanggal _ Januari 2011. Melalui surat elektroniknya sosiolog UI itu memang telah menyampaikan permintaan maafnya.kepada masyarakat Dayak. Dalam surat itu , Thamrin menjelaskan, dalam kesaksiannya di sidang Ariel, Kamis 6 Januari 2011 lalu,  ia menekankan tiga nilai fundamental, yaitu kemajemukan, toleransi dan penghormatan atas keunikan suatu budaya. Hakim Ketua meminta contoh kongkrit dari tiga hal ini.Thamrin lalu mengacu pada ‘’temuan penelitian kualitatif’’ yang ia lakukan saat menjadi konsultan di Departemen Transmigrasi tahun 1982-1983. Penelitian kualitatif itu ia lakukan di Kalimantan Barat dan Papua Selatan. “Pada masing-masing lokasi itu saya melakukan wawancara 10 ibu usia subur sebagai informan”, tulis Thamrin, sosiolog UI itu. Kepada Majelis Hakim , ia menegaskan bahwa atas dasar hanya 10 informan itu sama sekali tidak dapat digeneralisasi bahwa semua puak dan warga Dayak data berhubungan badan tanpa ikatan. Namun ketika ia ditanya wartawan, Prof. Thamrin sang sosiolog UI mengaku tidak sempat menjelaskan secar detail seperti yang ia kemukakan di Sidang Pengadilan. “Saya sangat menyesal tidak menyiapkan penjelasan tertulis untuk dibagikan kepada wartawan. Khirnya yang termuat di media adalah kutipan sepotong-sepotong yang ‘out of context’’’, ujar  Sang Sosiolog UI Jumat 7 Januari 2011. Sang Sosiolog UI selanjutnya menulis dalam surat elektroniknyaa: “Sangat dapat dimengerti bila saudara-saudara saya warga Dayak sangat tersinggung dan marah oleh pemberitaan seperti itu. Saya sungguh-sungguh menyesal telah menimbulkan amarah, yang wajar dari seluruh warga Dayak, dan untuk itu , sekali lagi saya memohon maaf yang besarnya. Saya belajar banya daru kesalahan ini dan berjanji pada diri saya, khususnya kepada seluruh warga Dayak, , dan umumnya kepada seĆ¹ua warga masyarakat adat  nusantara, utuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan” (Harian Kalimantan Pos, Banjarmasin, 8 Januari 2011)..

Secara adapt Dayak, maaf Sang Sosiolog UI Prof. Dr. Thamrin Amal Tomagola, tidak berarti apa-apa sebelum ia diadili oleh Pengadilan Adat. Hanya setelah melalui  sidang Pengadilan adatlah segala masalah akan selesai secara tuntas. Karena itu, Prof Thamrin , kalau benar-benar mau minta maaf, berani bertanggungjawab atas apa yang sudah diucapkanna dan dilakukan, datanglah secara sukarela tanpa dipaksa ke Kalimantan dan mencari Majelis Dewan Adat Dayak Nasional  untuk menuntaskan penyelesaian hinaannya. Katamu, harimaumu. Kalau benar-benar menyesal dan mau menyelesaikan soal, secara akademi seperti yang juga disebut-sebut oleh Sang Sosiolog UI, mengapa menolak tawaran Fakultas Ekonomi & Sosial Politik Universitas Negeri Palangka Raya (Unpar), untuk memaparkan tesisnya dan melakukan debat akademi. Profesor Thamrin, sosiolog UI yang beken kok malah menolak undangan dan fasilitas yang ditawarkan oleh Unpar ini dengan alasan tidak ada waktu (Harian Banjarmsin Post, 10 Januari 2010). Alasan tidak ada waktu, artinya masalah hinaannya ini tidak urgen untuk diselesaikan. Bagaimana maaf berkadar ‘’tidak ada waktu’’ begini bisa digolongkan sebagai maaf dan sesal yang tulus.  Apa bedanya, alasan ‘’tidak ada waktu’’ dengan tidak penting, tidak mau bertanggungjawab, mengganggap.menghina Orang Dayak di seluruh dunia, sebagai hal yang tidak memerlukan penyediaan waktu khusus yang berarti Sang Ssosiolog UI Prof. Dr. Thamrin Amal Tomagola membuat hinaan baru pada Orang Dayak? Meminta maaf dan menyatkan sesal, tapi sambil melakukan hinaan baru. Inikah maaf dan sesl post-modernisme, suatu aliran pikiran baru dalam sosiologi, aliran bernama thamrinisme? Apakah terhadap sikap, kata-kata dan perbuatan berbahaya begini Universitas Indonesia mesti diam dan cuci tangan? Terhadap ultimatum Presiden Majelis Adat Dayak Nasional, A.Teras Narang, yang memberikannya waktu seminggu untuk menyelesaikan soal ini, Sang sosiolog UI Prof. Thamrin menjawab “tidak ada waktu”. Apakah sikap begini bukan menantang-nantang?

Kalau Masyarakat Adat dan Unpar mengundang Sang Profesor datang ke Kalimantan untuk menyelesaikan soal, artinya mereka menjamin keselamatan Sang Sosiolog UI. Kalau Kapolda Kalteng Brigjen Damianus Jackie memfasilitas proses hukum Kasus Hinaan ini, artinya Sang Brigjen pun menjamin keamanan  Prof.Thamrin. Yang penting paparkan argumen di forum yang disediakan, lakukan debat akademi, hadampi Pengadilan Adat Dayak untuk memperlihatkan kesungguhan maaf, sesal dan tanggungjawab sebagai akademisi,warga RI dan anak manusia. Di forum adakemi yang disediakan oleh Unpar , sosiolog UI Prof Dr. Thamrin Amal Tomagola bisa menunjukkan validitas data, metode dan samplenya serta benarkah penelitian  yang ia lakukan suatu penelitian kualitatif ataukah sekedar omong kosong? Benarkan 10 informannya adalah informan representatif dan kualtitatif? Dalam forum akademi, masing-masing punya kebebasan akademi. Hendaknya Universitas Indonesia, jika mempunyai tanggungjawab sosial, nasional dan manusiawi, mendorong Prof Dr. Thamrin Amal Tomagola menerima undangan Unpar; Bahkan  Sang Profesor Thamrin pun bisa datang dengan barisan sosiolog- antprolog UI lainnya agar kebenaran dibawa ke tempat terang, tidak ditaruh ditempat remang-remang atau di kegelapan. Bukan tidak mungkin, Orang Dayak dan akademisi Dayak tidak mengenal diri dan masyarakat sedang orang lain, seperti Prof. Thamrin misalnya, lebih mengenalnya. Undangan Unpar ini sekaligus kesempatan belajar bagi para akademisi Dayak dan Orang Dayak. Kalau demikian, bukanlah sikap terhormat dan bertanggungjawab jika undangan Unpar ini ditolak oleh Sang Sosiolog UI kita. Apalagi dari surat listrik Sang Profesor, ia masih memperlihatkan kebenaran ucapannya dan yang salah adalah para wartawan yang meliput; Sehingga maaf dan sesal tidak menyentuh susbstansi tesis tentang Orang Dayak. Saya justru sangat berterimakasih kepada para wartawan yang oleh liputan mereka, kami yang tinggal di pedalaman menjadi tahu apa yang terjadi di Pengadilan Ariel. Tanggungjawab dan membela tesis adalah sesuatu hal elementer, apalagi bagi seorang cendekiawan yang tahu arti kebudayaan dan. beradab. Barangkali Sang Sosiolog UI Prof. Dr. Thamrin Amal Tomagola masih memiliki hal paling elementer ini. Barangkali!***

KUSNI SULANG, Anggota Lembaga Kebudayaan Dayak Palangka Raya (LKD-PR).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar