Lima Kejanggalan Malala Yousafzai, Liberalis Kecil Anti Taliban
AntiLiberalNews –
Setelah
pencalonannya sebagai peraih Nobel Perdamaian gagal, nama Malala
Yousafzai terus menggelinding di berbagai media sekuler. Malala mencuat
ke permukaan setelah pejuang Islam Taliban menembaknya dua kali pada
tahun 2012 akibat pelecehannya kepada Islam.
Menurut versi berbagai media sekuler, Malala Yousafzai adalah pejuang
pendidikan untuk perempuan. Sehingga Barat terus mengelu-elukan Malala
dan memposisikannya sebagai “korban kekejaman Taliban”.
Akan tetapi, ada beberapa keanehan apabila kita cermati fakta-fakta
mengenai kehidupan Malala hingga dia diberitakan secara meluas seperti
sekarang. Berikut adalah keanehan-keanehannya:
- Malala adalah warga Pakistan yang berasal dari kota kecil Mingora, distrik Swat, Pakistan. Kota kecil Mingora sendiri penduduknya hanya berjumlah 175.000 orang (data kependudukan Pakistan tahun 1998). Ini hanya lebih sedikit dari jumlah penduduk Kelurahan Tanah Abang yaitu 144.000 orang (BPS DKI, 2010). Dapat kita bayangkan betapa kecilnya kota asal Malala tinggal. Tetapi pada tahun 2009, Malala dikabarkan menulis sebuah blog di situs BBC dalam bahasa Urdu. Hal ini adalah janggal, karena kecil kemungkinan akses internet tersedia di kota kecil Mingora tersebut. Penetrasi pengguna Internet di Pakistan sendiri secara nasional pada tahun 2008 hanya sebesar 22 juta pengguna dari 120 juta penduduk, atau sekitar 18%. Bagaimana mungkin Malala memiliki akses internet dan rutin mengisi blog pribadinya di BBC pada tahun 2009?
- Kota kecil Mingora dikuasai oleh Taliban pada tahun 2008 dan 2009. Berdasarkan sumber di sebuah halaman BBC sendiri, ternyata seorang wartawan BBC Urdu di Pakistan meminta ayah Malala, Ziauddin Yousafzai, untuk meminta seorang pemuda Mingora menuliskan sudut pandangnya mengenai bagaimana kehidupan di bawah kekuasaan Taliban. Ayah Malala, Ziauddin Yousafzai, kemudian memutuskan agar anaknya sendiri (Malala) yang menulisnya. Fakta ini membuktikan bahwa blog Malala itu ternyata tidak ditulis atas dasar inisiatif Malala sendiri, tetapi atas permintaan BBC Urdu.
- Blog Malala sendiri dimuat oleh situs sekuler. Hal ini kami dapatkan setelah memasukkan kata kunci “Malala diary” di mesin pencari Google, maka akan muncul tiga top link yaitu, dua situs BBC, dan satu situs Tanqeed.org. Tanqeed merupakan suatu majalah online sekuler. Di dalam laman yang memuat link buku harian Malala tersebut, tersedia link kepada arsip terjemah Inggrisnya. Ternyata versi Inggris blog Malala di-hosting oleh situs lubpak.com milik LUBP Agency, sebuah situs berideologi nasionalis dan demokratis. LUBP Agency juga ternyata mendukung Syiah dan Ahmadiyah. Terbukti dari kalimat pembuka di post blog Malala , sebagai berikut: Back in January 2009, when right-wing thugs were abusing and pseudo-liberal thugs were ignoring Malala, LUBP published this post. Remember it is the same thugs who are currently ignoring or misrepresenting Shia genocide, Baloch killings, Ahmadi persecution, and excesses against other innocent citizens by religious fanatics sponsored and protected by Pakistan army. Terjemahnya: Pada Januari 2009 yang lalu, saat kelompok pembunuh sayap kanan menganiaya Malala, dan pembunuh liberal palsu mengabaikan Malala, LUBP menaikkan post (diary Malala) ini. Ingatlah ini adalah kelompok pembunuh yang sama dengan yang saat ini mengabaikan pembersihan etnis Syiah, pembunuhan Baloch, penuntutan Ahmadi, dan dampak merugikan yang menimpa warga negara lain akibat para fanatik agama yang disponsori dan dilindungi oleh angkatan darat Pakistan.
- Terdapat dugaan bahwa blog buku harian Malala itu bukan tulisan Malala, tapi tulisan ayahnya. Dalam sebuah analisis oleh Islampos tahun 2012 lalu, wartawan-wartawan setempat di Pakistan berpendapat bahwa Ziauddin Yousafzai, ayah Malala, yang juga kepala sekolah Mingora, ibukota Swat, bekerja sama dengan reporter BBC di Peshawar, menulis buku harian itu dengan nama putrinya. Buku harian yang ditulis dalam bahasa Urdu itu bertutur dengan tata bahasa Urdu yang sempurna. Penggunaan kosakata yang halus dan referensi sejarah bukanlah sebuah karya seorang gadis sepuluh tahun, demikian menurut para kritikus. Seorang mahasiswa yang memprotes Malala, Subohi Khan, mengatakan , “Semua orang di sini tahu, ini buku harian yang ditulis oleh ayahnya, yang merupakan anggota partai sayap kiri, Partai Awami Nasional (ANP). Dia (Ziauddin) tidak bisa mengatakan apa-apa secara terbuka terhadap Taliban, dan menggunakan muka anaknya, dan ini dianggap sangat buruk di masyarakat Pashtun.” Partai Awami Nasional (National Awami Party) memang merupakan partai berhaluan kiri yang mengusung ideologi sekulerisme, demokratik sosialisme, pemerintahan yang dikuasai publik, dan kesetaraan ekonomi.
- Dalam penelusuran AntiLiberalNews secara detail terhadap versi Inggris buku harian Malala tersebut, ditemukan pula beberapa kejanggalan isi buku harian tersebut. Beberapa di antaranya:
Malala menulis bahwa tiap kali adiknya melihat seseorang, adiknya
merasa sangat ketakutan akan diculik. Adik Malala sering berdoa, “Ya
Tuhan, datangkanlah kedamaian untuk daerah Swat. Jika tidak,
datangkanlah Amerika atau Cina ke sini.” Doa ini sangatlah janggal
untuk seorang anak laki-laki berusia di bawah 15 tahun yang tinggal di
kota kecil Mingora di pedalaman Pakistan.
Pada tanggal 31 Januari 2009, Malala menulis bahwa telah terjadi
bentrokan dengan korban 37 tewas di Swat. Akan tetapi dari penelusuran
redaksi AntiLiberalNews dari sejarah konflik di Pakistan, tidak ada
satupun bentrokan di Swat terjadi pada tanggal tersebut.
Pada tanggal 24 Januari 2009, Malala menuliskan bahwa adiknya yang
sangat ketakutan tertidur dalam sebuah perjalanan naik bus. Lalu bus itu
terguncang karena memasuki lubang di jalan yang jelek, dan klakson bus
juga berbunyi. Maka adiknya terbangun dan bertanya kepada ibunya: ”
Apakah itu ledakan bom?” Ini sangat janggal karena bagaimana mungkin
anak berusia kurang lebih 10 tahun tidak dapat membedakan mana ledakan
bom dan mana suara klakson bus.
Pada tanggal yang sama, Malala juga menuliskan bahwa ia dan ibunya
pergi ke pasar di kota Bannu. Di sini semua perempuan harus menggunakan
hijab. Tapi Malala menolak. We went to the bazaar and then to the
park. Here women have to wear a veil – called a shuttle veil – whenever
they leave their homes. My mother also wore one but I refused to wear
one on the grounds that I found it difficult to walk with it on. Terjemah:
“Kami pergi ke pasar dan ke taman. Di sini perempuan harus menggunakan
hijab kapanpun mereka keluar rumah. Ibu saya juga memakainya, tapi saya
menolak memakainya atas dasar bahwa saya merasa kesulitan berjalan
dengan mengenakannya (hijab tersebut).”
Malala juga mengeluarkan pernyataan yang menyerang Islam, antara lain
“Kerudung itu mengingatkan saya pada zaman batu”. Kemudian kalimat lain
yang ditulis Malala, “Ketika saya melihat seorang pria berjanggut
mengikuti saya, itu mengingatkan saya pada Fir’aun (Mesir).”
Buku harian Malala juga menyatakan, “Pernah ada waktu dulu di mana
saya pernah menyukai menggunakan burqa (pakaian muslimah Afghanistan
bercadar), tapi sekarang tidak lagi. Saya muak dengannya (burqa) karena
itu merepotkan saya ketika berjalan.”
Rep: Beta Ismawan
Red: Randy
Red: Randy
MALALA YANG SEBENARNYA? (2)
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/10/malala-yang-sebenarnya-2.html#.Umd-SlON6Sp
Keterangan gambar: Malala bertemu Ratu Elizabeth. Lihat baju
merah hitam yang dikenakan Malala. Para pengamat Teori Konspirasi telah
lama mencurigai baju dengan warna itu sebagai bentuk "inisiasi"
seseorang ke dalam kelompok elit global.
Tidak lama setelah penembakan terhadap Malala Yousafzai pada bulan Oktober 2012, para politisi dan selebriti dunia pun secara serentak menyatakan dukungannya kepada Malala: Presiden Barack Obama, Menlu Hillary Clington, Sekjen PBB Ban Ki-moon hingga mantan PM Inggris Gordon Brown. Artis Hollywood Angelina Jolie bahkan mengusulkan Malala menjadi penerima hadiah Nobel Perdamaian sementara penyanyi paling top dunia Madonna membuat tato bertuliskan Malala di punggungnya. Namun itu semua belum seberapa, majalah Time memasukkan namanya dalam daftar tokoh paling berpengaruh di dunia.
Namun tidak ada satupun dukungan diberikan kepada 2 gadis Pakistan lainnya yang bersama-sama Malala menjadi korban penembakan Taliban. Kita bahkan tidak pernah mendengar nama-nama mereka.
Lima hari setelah insiden penembakan Malala, tentara Amerika menembak mati 3 anak-anak Afghanistan di Distrik Nawa, Provinsi Helmand Province, yang tidak jauh letaknya dari lokasi penembakan Malala di Lembah Swat, Pakistan. Namun tidak banyak berita tentang penembakan itu, apalagi penyebutan nama anak-anak itu: Borjan (12 tahun); Sardar Wali (10 tahun) dan Khan Bibi (8 tahun). Dan pembunuhan bocah-bocah Afghanistan dan Pakistan oleh Amerika pun terus berlanjut. 11 hari setelah penembakan Malala, pasukan Amerika kembali membunuh 4 anak Afghanistan, dan tidak satu pun media massa dunia yang menyebutkan nama-nama mereka. Dan sudah barang tentu Barack Obama dan Hillary Clington juga bungkam tentang pembunuhan-pembunuhan bocah-bocah itu.
Jadi jika kemudian muncul kecurigaan bahwa Malala hanya menjadi obyek pengalih perhatian, messiah palsu atau teori-teori konspirasi lainnya, hal itu tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Saya sendiri memperkirakan tidak lama lagi foto-foto Malala akan muncul dalam pose aneh: pose "tanduk setan" seperti Agnes Monica dalam cover album CD terbarunya atau pose "mata dajjal" sebagaimana para tokoh Partai Demokrat, serta mengenakan jam tangan seharga Rp 600 juta sebagaimana tokoh spiritual Tibet Dalai Lama.
Lalu siapa sebenarnya Malala Yousufzai, remaja putri yang kini menjadi selebriti paling top dunia itu?
Malala yang lahir pada tgl 12 Juli 1997 itu berayahkan Ziauddin Yousufzai, pemilik sebuah jaringan sekolah swasta yang merupakan salah satu bisnis paling menguntungkan di Pakistan, terutama karena statusnya sebagai LSM menjadi penerima dana sumbangan asing.
Adalan reporter BBC Abdul Hai Kakkar yang telah "menemukan" Malala pada tahun 2009 setelah ditugaskan untuk mencari profil pelajar wanita yang berani menghadapi ancaman kelompok teororis Tehrik-e Taliban Pakistan pimpinan Mullah Fazlullah yang menentang anak perempuan bersekolah. Kakkar berhasil mendekati Ziauddin Yusufzai yang bersedia menjadikan putrinya, Malala, sebagai ikon perlawanan terhadap Taliban dan ekstremis Islam lainnya.
Maka rencana pun dibuat. Malala yang saat itu berumur 11 tahun menuliskan pengalaman-pengalaman hidupnya di Lembah Swat dalam buku harian yang selanjutnya dimuat pada situs online BBC World Service dengan judul “The Diary of a Pakistani School Girl.” Untuk menjamin keamanan, nama Malala disamarkan menjadi “Gul Makai” (bunga jagung).
Diari itu menceritakan secara detil kehidupan penduduk Pakistan di bawah kekuasaan Taliban serta pandangan-pandangan Malala tentang pendidikan wanita. Mirip dengan buku "Habis Gelap Terbitlan Terang" yang membuat saya juga mencurigai peran RA. Kartini sebagai agen kolonialisme Belanda, terutama ketika mereka menerapkan kebijakan "Politik Etis" di Hindia Belanda. Tentu saja pandangan Malala tentang pendidikan sejalan dengan kepentingan bisnis ayahnya.
Namun akhirnya identitas Malala akhirnya terbongkar yang berujung pada penembakan dirinya dan kemudian menjadi blessing in disguise bagi Malala dan keluarganya. Semuanya berkat Adam B. Ellick dari (lagi-lagi media barat) New York Times.
(bersambung)
Tidak lama setelah penembakan terhadap Malala Yousafzai pada bulan Oktober 2012, para politisi dan selebriti dunia pun secara serentak menyatakan dukungannya kepada Malala: Presiden Barack Obama, Menlu Hillary Clington, Sekjen PBB Ban Ki-moon hingga mantan PM Inggris Gordon Brown. Artis Hollywood Angelina Jolie bahkan mengusulkan Malala menjadi penerima hadiah Nobel Perdamaian sementara penyanyi paling top dunia Madonna membuat tato bertuliskan Malala di punggungnya. Namun itu semua belum seberapa, majalah Time memasukkan namanya dalam daftar tokoh paling berpengaruh di dunia.
Namun tidak ada satupun dukungan diberikan kepada 2 gadis Pakistan lainnya yang bersama-sama Malala menjadi korban penembakan Taliban. Kita bahkan tidak pernah mendengar nama-nama mereka.
Lima hari setelah insiden penembakan Malala, tentara Amerika menembak mati 3 anak-anak Afghanistan di Distrik Nawa, Provinsi Helmand Province, yang tidak jauh letaknya dari lokasi penembakan Malala di Lembah Swat, Pakistan. Namun tidak banyak berita tentang penembakan itu, apalagi penyebutan nama anak-anak itu: Borjan (12 tahun); Sardar Wali (10 tahun) dan Khan Bibi (8 tahun). Dan pembunuhan bocah-bocah Afghanistan dan Pakistan oleh Amerika pun terus berlanjut. 11 hari setelah penembakan Malala, pasukan Amerika kembali membunuh 4 anak Afghanistan, dan tidak satu pun media massa dunia yang menyebutkan nama-nama mereka. Dan sudah barang tentu Barack Obama dan Hillary Clington juga bungkam tentang pembunuhan-pembunuhan bocah-bocah itu.
Jadi jika kemudian muncul kecurigaan bahwa Malala hanya menjadi obyek pengalih perhatian, messiah palsu atau teori-teori konspirasi lainnya, hal itu tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Saya sendiri memperkirakan tidak lama lagi foto-foto Malala akan muncul dalam pose aneh: pose "tanduk setan" seperti Agnes Monica dalam cover album CD terbarunya atau pose "mata dajjal" sebagaimana para tokoh Partai Demokrat, serta mengenakan jam tangan seharga Rp 600 juta sebagaimana tokoh spiritual Tibet Dalai Lama.
Lalu siapa sebenarnya Malala Yousufzai, remaja putri yang kini menjadi selebriti paling top dunia itu?
Malala yang lahir pada tgl 12 Juli 1997 itu berayahkan Ziauddin Yousufzai, pemilik sebuah jaringan sekolah swasta yang merupakan salah satu bisnis paling menguntungkan di Pakistan, terutama karena statusnya sebagai LSM menjadi penerima dana sumbangan asing.
Adalan reporter BBC Abdul Hai Kakkar yang telah "menemukan" Malala pada tahun 2009 setelah ditugaskan untuk mencari profil pelajar wanita yang berani menghadapi ancaman kelompok teororis Tehrik-e Taliban Pakistan pimpinan Mullah Fazlullah yang menentang anak perempuan bersekolah. Kakkar berhasil mendekati Ziauddin Yusufzai yang bersedia menjadikan putrinya, Malala, sebagai ikon perlawanan terhadap Taliban dan ekstremis Islam lainnya.
Maka rencana pun dibuat. Malala yang saat itu berumur 11 tahun menuliskan pengalaman-pengalaman hidupnya di Lembah Swat dalam buku harian yang selanjutnya dimuat pada situs online BBC World Service dengan judul “The Diary of a Pakistani School Girl.” Untuk menjamin keamanan, nama Malala disamarkan menjadi “Gul Makai” (bunga jagung).
Diari itu menceritakan secara detil kehidupan penduduk Pakistan di bawah kekuasaan Taliban serta pandangan-pandangan Malala tentang pendidikan wanita. Mirip dengan buku "Habis Gelap Terbitlan Terang" yang membuat saya juga mencurigai peran RA. Kartini sebagai agen kolonialisme Belanda, terutama ketika mereka menerapkan kebijakan "Politik Etis" di Hindia Belanda. Tentu saja pandangan Malala tentang pendidikan sejalan dengan kepentingan bisnis ayahnya.
Namun akhirnya identitas Malala akhirnya terbongkar yang berujung pada penembakan dirinya dan kemudian menjadi blessing in disguise bagi Malala dan keluarganya. Semuanya berkat Adam B. Ellick dari (lagi-lagi media barat) New York Times.
(bersambung)
MALALA YANG SEBENARNYA?
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/10/malala-yang-sebenarnya.html#.Umd7jVON6So
Dengan membesar-besarkan Malala, media massa telah menyembunyikan
peran pemerintah negara-negara barat dalam gejolak yang harus dihadapi
rakyat Pakistan melawan Taliban serta menghadirkan pandangan yang
simplistik tentang konflik-konflik internasional.
(Christina Maza; 'I am Malala' Review Reveals the Dark Truth About Malala Yousafzai's Rise to Stardom; policymic.com; 16 Oktober 2013)
Jangan pernah mudah percaya pada ketokohan orang-orang yang dibesarkan oleh media massa, karena biasanya semua itu adalah kebohongan, atau setidaknya dibuat-buat untuk kepentingan tertentu.
Contohnya sederhana saja. Kita tentu tidak boleh percaya begitu saja dengan ketokohan Aburizal Bakrie, Harry Tanoe, Surya Paloh, dan Dahlan Iskan hanya karena mereka dibesar-besarkan oleh TVOne, MNC, Metro TV, Jawa Pos dan Tempo. Atau ketokohan Chairul Tanjung yang dipuja-puji oleh Trans TV Group. Demikian juga dengan Malala, gadis yang disebut berasal dari Lembah Swat, Pakistan, yang dikenal sebagai seorang pejuang hak-hak wanita Pakistan.
Saya (blogger) sudah membaca berbagai cerita tentang kebohongan di balik tokoh-tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Nelson Mandela dan sebagainya. Tentu saja saya tidak percaya 100% persen dengan cerita-cerita itu. Namun dengan latar belakang saya sebagai "pencari kebenaran", setidaknya saya juga percaya bahwa tidak semua gambaran tentang tokoh-tokoh itu benar adanya.
Kita semua tentu tidak mengenal siapa Malala yang sebenarnya. Kita hanya mengetahui dari media massa setelah munculnya kabar tentang penembakan orang-orang Taliban Pakistan terhadap dirinya. Dan setelah itu ia menjadi selebriti dunia.
Parnahkan Anda berfikir, mengapa ia lebih memilih tinggal di Inggris daripada di Pakistan? Hidupnya pun kini lebih banyak dihabiskan dengan menghadiri pesta-pesta mewah dan upacara-upacara meriah (terakhir dikabarkan ia memenuhi undangan Presiden Barack Obama mengunjungi Gedung Putih setelah sebelumnya dikabarkan ia mengunjungi Istana Buckingham dan bertemu Ratu Elizabeth 2. Sebelum bertemu ratu Malala dikabarkan menghadiri seremonial yang diadakan untuk menghormati dirinya di Universitas Harvard Amerika, serta meresmikan perpustakaan terbesar di Eropa yang diberi nama sesuai namanya. Dan media-media massa terus-menerus mengelu-elukannya sebagai pejuang hak-hak wanita Pakistan.
Tunggu dulu. Ia juga dinominasikan sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian.
Tidakkah Anda sempat berfikir sejenak bahwa Malala sengaja menghindari pergi ke Pakistan (setelah namanya terkenal), karena ia memang bukan wanita Pakistan?
Baru-baru ini media Pakistan DAWN menulis laporan mengejutkan tentang siapa sosok Malala yang sebenarnya dalam artikel berjudul “Malala: The real Story (with evidence).” Dalam tulisan itu disebutkan bahwa nama asli Malala adalah Jane Malala dan bukannya Malala Yousafzai sebagaimana ditulis media-media massa. Ia adalah gadis kelahiran Hongaria dari keluarga misionaris Kristen. Berdasarkan bukti DNA yang dimiliki oleh seorang dokter Pakistan bernama Imtiaz Ali Khanzai, Jane bukanlah gadis dari Swat ataupun wanita Pashtoon. Hanya kebetulan ia berada di Lembah Swat (kemungkian tengah menjalani misi kekristenan) dan ditembak oleh Taliban pada bulan September 2012 pada saat ia berusia 15 tahun.
Aksi pengecut Taliban itu kontan saja menimbulkan simpati mendalam terhadap gadis malang itu. Dan karena diberitakan ke seluruh dunia, simpati pun menyebar ke seluruh dunia. Sebaliknya simpati negatif harus diterima rakyat Pakistan, dan tentu saja umat Islam. Dan Amerika pun merasa berhak untuk meningkatkan kampanye militernya membunuhi para ekstermis Islam di Pakistan dan Afghanistan meski korban yang jatuh kebanyakan adalah anak-anak yang tidak berdosa. Dan Malala, yang tinggal di Inggris, tidak pernah sekalipun menyatakan kecamannya pada kekejaman Amerika dan sekutu-sekutunya di Afghanistan dan Pakistan.
(Christina Maza; 'I am Malala' Review Reveals the Dark Truth About Malala Yousafzai's Rise to Stardom; policymic.com; 16 Oktober 2013)
Jangan pernah mudah percaya pada ketokohan orang-orang yang dibesarkan oleh media massa, karena biasanya semua itu adalah kebohongan, atau setidaknya dibuat-buat untuk kepentingan tertentu.
Contohnya sederhana saja. Kita tentu tidak boleh percaya begitu saja dengan ketokohan Aburizal Bakrie, Harry Tanoe, Surya Paloh, dan Dahlan Iskan hanya karena mereka dibesar-besarkan oleh TVOne, MNC, Metro TV, Jawa Pos dan Tempo. Atau ketokohan Chairul Tanjung yang dipuja-puji oleh Trans TV Group. Demikian juga dengan Malala, gadis yang disebut berasal dari Lembah Swat, Pakistan, yang dikenal sebagai seorang pejuang hak-hak wanita Pakistan.
Saya (blogger) sudah membaca berbagai cerita tentang kebohongan di balik tokoh-tokoh dunia seperti Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Nelson Mandela dan sebagainya. Tentu saja saya tidak percaya 100% persen dengan cerita-cerita itu. Namun dengan latar belakang saya sebagai "pencari kebenaran", setidaknya saya juga percaya bahwa tidak semua gambaran tentang tokoh-tokoh itu benar adanya.
Kita semua tentu tidak mengenal siapa Malala yang sebenarnya. Kita hanya mengetahui dari media massa setelah munculnya kabar tentang penembakan orang-orang Taliban Pakistan terhadap dirinya. Dan setelah itu ia menjadi selebriti dunia.
Parnahkan Anda berfikir, mengapa ia lebih memilih tinggal di Inggris daripada di Pakistan? Hidupnya pun kini lebih banyak dihabiskan dengan menghadiri pesta-pesta mewah dan upacara-upacara meriah (terakhir dikabarkan ia memenuhi undangan Presiden Barack Obama mengunjungi Gedung Putih setelah sebelumnya dikabarkan ia mengunjungi Istana Buckingham dan bertemu Ratu Elizabeth 2. Sebelum bertemu ratu Malala dikabarkan menghadiri seremonial yang diadakan untuk menghormati dirinya di Universitas Harvard Amerika, serta meresmikan perpustakaan terbesar di Eropa yang diberi nama sesuai namanya. Dan media-media massa terus-menerus mengelu-elukannya sebagai pejuang hak-hak wanita Pakistan.
Tunggu dulu. Ia juga dinominasikan sebagai penerima hadiah Nobel Perdamaian.
Tidakkah Anda sempat berfikir sejenak bahwa Malala sengaja menghindari pergi ke Pakistan (setelah namanya terkenal), karena ia memang bukan wanita Pakistan?
Baru-baru ini media Pakistan DAWN menulis laporan mengejutkan tentang siapa sosok Malala yang sebenarnya dalam artikel berjudul “Malala: The real Story (with evidence).” Dalam tulisan itu disebutkan bahwa nama asli Malala adalah Jane Malala dan bukannya Malala Yousafzai sebagaimana ditulis media-media massa. Ia adalah gadis kelahiran Hongaria dari keluarga misionaris Kristen. Berdasarkan bukti DNA yang dimiliki oleh seorang dokter Pakistan bernama Imtiaz Ali Khanzai, Jane bukanlah gadis dari Swat ataupun wanita Pashtoon. Hanya kebetulan ia berada di Lembah Swat (kemungkian tengah menjalani misi kekristenan) dan ditembak oleh Taliban pada bulan September 2012 pada saat ia berusia 15 tahun.
Aksi pengecut Taliban itu kontan saja menimbulkan simpati mendalam terhadap gadis malang itu. Dan karena diberitakan ke seluruh dunia, simpati pun menyebar ke seluruh dunia. Sebaliknya simpati negatif harus diterima rakyat Pakistan, dan tentu saja umat Islam. Dan Amerika pun merasa berhak untuk meningkatkan kampanye militernya membunuhi para ekstermis Islam di Pakistan dan Afghanistan meski korban yang jatuh kebanyakan adalah anak-anak yang tidak berdosa. Dan Malala, yang tinggal di Inggris, tidak pernah sekalipun menyatakan kecamannya pada kekejaman Amerika dan sekutu-sekutunya di Afghanistan dan Pakistan.
REF:
"Truth about Malala: Fraud unearthed!"; Nadeem Iftekhar; dawn.com; 11 Oktober 2013
"Truth about Malala: Fraud unearthed!"; Nadeem Iftekhar; dawn.com; 11 Oktober 2013
6 komentar:
-
sebelumnya saya juga sudah merasa aneh karena pemberitaan besar-besaran yang dilakukan oleh media Barat, pasti ada "apa-apanya".
yg ingin saya tahu, ttg kebohongan tokoh dunia yg anda sebutkan di atas, bisakah saya minta link/sumber ttg hal tersebut?
-
Ini tentang Martin Luther. Silakan dibaca sendiri. Trims for attn.
http://www.etherzone.com/2004/stang011604.shtml
-
mengenai surya paloh cs (para politikus), ibarat barang diiklankan tv, ada barang yang kualitas bagus, ada yg payah
-
komennya ko, kyk org gk berpendidikan aj lo,,perbnyk bc sejarah tntang
penipuan org org kafir k umat islam,,,bc sejarah peradaban islam,,,anda
udh terhasut olh peradaban budaya barat yg di otaknya cm otak
liberalisme kyk anda, yg sll menilai sesuatu hny brdsr nalar doang,,anda
yg kolot blum memahami alqur,an, n ajaran agama islam dgn benar,,,baca
al quran mknya biar anda faham siapa musuh islam yg sbnrnya,, biar tdk
menyalahkn org kolot, atau ap,,,orang seperti yg harus bljr alqur,an k
sn biar otakmu tidak kolot dgn doktrin propaganda barat,,,hehe,,
-
Klu kita dipuji dielu2kan oleh barat pertanyakanlah aqidah kita tapi klu
kita dibenci oleh barat bisa jadi aqidah kita adlh benar ( pernah di
ucapkan oleh imam khomeini dan gamal abdul naseer)
-
Ada 5 kejanggalan yang juga menarik untuk diteliti lebih jauh:
http://antiliberalnews.com/2013/10/18/lima-kejanggalan-malala-yousafzai-liberalis-kecil-anti-taliban/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar