Sutarman Diminta Bentuk Densus Antikorupsi dalam 100 Hari
- Penulis :
- Sabrina Asril
- Jumat, 18 Oktober 2013 | 14:46 WIB
Calon tunggal Kapolri, Komisaris
Jenderal Sutarman sebelum uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR,
Kamis (17/10/2013). | Kompas.com/SABRINA ASRIL
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisaris Jenderal Sutarman
akhirnya terpilih sebagai Kapolri menggantikan Jenderal Timur Pradopo.
Sutarman pun dituntut untuk merealisasikan sejumlah janjinya saat
menjadi Kapolri nanti, salah satunya adalah membentuk Densus Antikorupsi
dalam 100 hari kerja.
"Kalau untuk mengukur kinerja dalam 100 hari yaitu yang paling penting adalah langkah kebijakan yang strategis seperti pembentukan satuan tugas khusus untuk tindak pidana korupsi. Ini menarik dan perlu segera diwujudkan," ujar anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, di Kompleks Parlemen, Jumat (18/10/2013).
Selain itu, Martin menilai kerja 100 hari Sutarman sebagai Kapolri juga akan dilihat dari sinergitas yang dibangun Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan dalam penanganan perkara korupsi. Di dalam uji kepatutan dan kelayakan pada Kamis (17/10/2013) lalu, Sutarman sempat ditanya soal hubungan Polri dan KPK akibat kasus korupsi simulator SIM.
"Hal lain yang juga perlu segera dituntaskan adalah soal mutasi, kenaikan pangkat pejabat yang selama ini selalu soal materi. Ini harus diubah berdasarkan prestasi dan rekam jejak," kata Martin.
Seperti diberitakan, Komisi III DPR menyepakati Komjen Sutarman sebagai Kapolri usai uji kepatutan dan kelayakan pada Kamis (17/10/2013). Sutarman dipilih secara aklamasi lantaran semua fraksi setuju. Seusai terpilih, Sutarman berjanji akan membentuk Densus Antikorupsi.
"Itu (Densus Antikorupsi) adalah bagian yang harus kita lakukan," ujar Sutarman di Kompleks Parlemen, Kamis (17/10/2013).
Ide soal Densus Antikorupsi ini mulanya dilontarkan oleh anggota Komisi III, yakni Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar). Densus Antikorupsi tersebut dianggap perlu dibentuk untuk mempercepat kinerja Polri dalam penanganan perkara korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa.
"Tetapi, karena menyangkut kelembagaan, itu tidak menyangkut institusi Polri saja, tetapi juga sampai ke atas. Itu yang harus didiskusikan. Kalau bisa dibentuk, sangat luar biasa," imbuh Sutarman.
"Kalau untuk mengukur kinerja dalam 100 hari yaitu yang paling penting adalah langkah kebijakan yang strategis seperti pembentukan satuan tugas khusus untuk tindak pidana korupsi. Ini menarik dan perlu segera diwujudkan," ujar anggota Komisi III dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, di Kompleks Parlemen, Jumat (18/10/2013).
Selain itu, Martin menilai kerja 100 hari Sutarman sebagai Kapolri juga akan dilihat dari sinergitas yang dibangun Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan dalam penanganan perkara korupsi. Di dalam uji kepatutan dan kelayakan pada Kamis (17/10/2013) lalu, Sutarman sempat ditanya soal hubungan Polri dan KPK akibat kasus korupsi simulator SIM.
"Hal lain yang juga perlu segera dituntaskan adalah soal mutasi, kenaikan pangkat pejabat yang selama ini selalu soal materi. Ini harus diubah berdasarkan prestasi dan rekam jejak," kata Martin.
Seperti diberitakan, Komisi III DPR menyepakati Komjen Sutarman sebagai Kapolri usai uji kepatutan dan kelayakan pada Kamis (17/10/2013). Sutarman dipilih secara aklamasi lantaran semua fraksi setuju. Seusai terpilih, Sutarman berjanji akan membentuk Densus Antikorupsi.
"Itu (Densus Antikorupsi) adalah bagian yang harus kita lakukan," ujar Sutarman di Kompleks Parlemen, Kamis (17/10/2013).
Ide soal Densus Antikorupsi ini mulanya dilontarkan oleh anggota Komisi III, yakni Ahmad Yani (Fraksi PPP) dan Bambang Soesatyo (Fraksi Partai Golkar). Densus Antikorupsi tersebut dianggap perlu dibentuk untuk mempercepat kinerja Polri dalam penanganan perkara korupsi yang termasuk dalam kejahatan luar biasa.
"Tetapi, karena menyangkut kelembagaan, itu tidak menyangkut institusi Polri saja, tetapi juga sampai ke atas. Itu yang harus didiskusikan. Kalau bisa dibentuk, sangat luar biasa," imbuh Sutarman.
Tuntaskan Korupsi di Internal Polri, Baru Bentuk Densus Antikorupsi
- Penulis : Sandro Gatra
- http://nasional.kompas.com/read/2013/10/20/2014193/Tuntaskan.Korupsi.di.Internal.Polri.Baru.Bentuk.Densus.Antikorupsi
- Minggu, 20 Oktober 2013 | 20:14 WIB
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane | DHONI SETIAWAN
JAKARTA, KOMPAS.com -
Polri dinilai tidak perlu
membentuk satuan baru untuk memberantas korupsi. Polri cukup
memaksimalkan kinerja Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) yang
sudah ada.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengatakan,
sebelum melakukan pemberantasan korupsi di instansi lain, Polri mesti
menindak praktik korupsi yang terjadi di internal. Selama ini, Neta
melihat Dittipikor Polri sepertinya alergi dengan kasus-kasus korupsi di
internal Polri.
"Padahal di lingkungan Polri berkembang pesat mafia proyek, mafia
jabatan, mafia pendidikan, pungutan liar, setor menyetor, suap, dan
gratifikasi lainnya," kata Neta di Jakarta, Minggu (20/10/2013).
Neta menambahkan, tantangan terberat calon Kapolri baru Komisaris
Jenderal Sutarman adalah membenahi internal kepolisian dari budaya
pungli dan korup. Dalam waktu dekat, kata dia, Dittipikor mesti
menuntaskan kasus korupsi proyek tanda nomor kendaraan bermotor yang
diduga melibatkan sejumlah perwira tinggi dan kasus aliran dana
tersangka Labora Sitorus.
"Jika kasus-kasus itu ditangani Sutarman dengan serius, publik
akan percaya dan angkat topi terhadap Sutarman. Tapi jika kasus itu
tetap dipetieskan, janji-janji Sutarman saat fit and propert test
di Komisi III DPR hanya sekadar janji gombal yang akan membuat publik
tidak akan percaya pada Polri maupun Sutarman," tutur Neta.
Secara terpisah, Aktivis Indonesia Corruption Watch Tama Satya
Langkun mengatakan menyambut baik adanya semangat pemberantasan korupsi
di Kepolisian. Hanya, ia berharap pembentukan satuan baru itu
betul-betul untuk penguatan upaya pemberantasan korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi, kata Tama, tidak mungkin bisa
memberantas korupsi sendiri. Untuk itu, untuk kasus-kasus berskala
kecil, kata dia, sebaiknya disupervisi kepada Polri. "Tapi perlu ada
evaluasi di internal," kata Tama.
Wacana pembentukan Densus Antikorupsi di Polri diloncarkan oleh
para politisi di Komisi III DPR. Satuan tersebut dianggap perlu dibentuk
untuk mempercepat kinerja Polri dalam penanganan kasus korupsi.
Sutarman mengaku mendukung wacana itu.
Editor : Ana Shofiana Syatiri
Yusril: Densus Antikorupsi Bebani Negara
Selasa, 29 Oktober 2013 11:47 WITA
KOMPAS
Yusril Ihza Mahendra.
TRIBUNMANADO.CO.ID, AMBON -
Pakar hukum tata
negara Yusril Izha Mahendra menilai wacana pembentukan Detasemen Khusus
(Densus) antikorupsi tak perlu direalisasikan sebab hanya akan menambah
berat beban anggaran negara.
"Pembentukan satgas atau densus
seperti ini hanya memperpanjang birokrasi dan menambah beban biaya
negara, sedangkan hasilnya tetap akan sama dengan yang dilakukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Yusril di Ambon, Selasa (29/10/2013).
Dia
menganggap tak perlu membentuk satgas antikorupsi yang lain karena yang
penting semua institusi penegak supremasi hukum menjalankan fungsi
tugas masing-masing sesuai kewenangannya.
Yusril menggarisbawahi KPK sendiri dibentuk untuk penguatan dan mempercepat pengungkapan kasus-kasus dugaan korupsi.
Lembaga
ini diberi kewenangan-kewenangan luar biasa besar oleh negara untuk
melakukan penyadapan, penangkapan, penyelidikan serta penyidikan
terhadap pejabat terlibat praktik korupsi.
Untuk itu, kata dia,
densus antikorupsi oleh Kapolri terpilih tak perlu dibentuk. "Selain
menambah beban anggaran negara, bisa saja terjadi tumpang tindih dalam
penaganan sebuah kasus dugaan korupsi," katanya.
Ketua KPK Abraham
Samad yang melakukan kunjungan kerja ke Ambon pekan lalu mengatakan,
pihaknya harus membuat nota kesepahaman (MoU) dengan Kekajsaan dan
Kepolisian untuk menangani satu perkara korupsi.
Bila Polisi atau
Jaksa sudah melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap satu kasus,
maka KPK tidak akan masuk mengintervensinya sehingga tidak terjadi
tumpang tindih dalam penanganan kasus korupsi. (antara)
Editor: Dion_Putra
Tidak ada komentar:
Posting Komentar