PEMBERONTAK SYRIA MAKIN TERPECAH BELAH
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/10/pemberontak-syria-makin-terpecah-belah.html#more
Setelah kabar pertikaian antara kelompok Free Syrian Army (FSA) melawan
kelompok-kelompok teroris terafiliasi Al Qaida di Syria, kini muncul
kabar tentang pertikaian antara kelompok-kelompok Al Qaida, dalam hal
ini antara Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dengan Al Nusra Front
(ANS). Ironisnya, pertikaian ini berkutat sekitar masalah sepele, yaitu
perbedaan nama "Front" dengan "State". Sebagian anggota ANS dikabarkan
telah membelot ke kelompok ISIS karena menganggap nama "State" atau
negara, lebih afdhol daripada "Front".
Meski konflik antara kedua kelompok teroris ini belum sampai pada tahap konflik bersenjata besar-besaran sebagaimana terjadi antara FSA dengan ISIS dan ANS, namun mengingat watak "keras" di antara personil kedua kelompok tersebut yang tidak segan-segan saling membunuh hanya karena masalah harta jarahan, diperkirakan hal itu akan berubah menjadi konflik bersenjata.
Dikabarkan karena perselisihan tersebut ISIS telah menahan bantuan senjata dan uang yang seharusnya diterima ANS dari negara-negara sponsor pemberontakan Syria. Upaya untuk menengahi perselisihan tersebut oleh para sheikh wahabi sejauh ini selalu mengalami kegagalan karena kekerasan sikap pemimpin ISIS Sheikh Abu Bakr al-Baghdadi. Menyusul perintah pemimpin Al Qaida Ayman "Bintang Daud" Zawahiri (blogger memberi nama tengah "Bintang Daud" karena Ayman pernah berpidato di depan dinding berlapis kain bermotif simbol negara Israel itu) kepada al-Nusra Front untuk tetap pada posisinya dan ISIS untuk menarik pasukannya ke pangkalan, Baghdadi menolaknya.
"Negara (ISIS) akan tetap (dalam posisi)!" kata Baghdadi.
Perselisihan antara keduanya betapapun telah menimbulkan "gesekan" bersenjata di lapangan. Hal ini mendorong pemimpin ISIS untuk menolak berdialog dengan komandan al-Nusra Front Sheikh Abu Mohammed al-Golani. ISIS mengecam Golani sebagai "buronan yang melarikan diri dari negara Islam." Jubir ISIS Abu Mohammed al-Adnani juga menuduh Golani telah menebarkan perpecahan di antara mujahidin, ups, maksud saya (blogger) mujahilin.
Menyusul pertikaian tersebut ISIS memutuskan untuk menghentikan semua bantuan yang sebelumnya selalu diterima al-Nusra Front melalui mereka.
Menurut sumber-sumber di kalangan mujahilin Syria, sumber keuangan utama ISIS selain tebusan tawanan yang mereka tangkap secara acak atau sistematis, adalah minyak dari ladang-ladang minyak yang mereka kuasai di Irak. Selain itu mereka juga menguasai beberapa ladang minyak di al-Raqqa dan Deir al-Zour di Syria. Hal itulah yang menjadi sumber awal perselisihan dengan al Nusra yang telah eksis lebih dahulu namun secara perlahan tergeser oleh pengaruh ISIS. Meski sebagian besar anggota Al Nusra masih tetap setia, namun ratusan anggota lainnya dikabarkan telah membelot ke ISIS.
"Bendera yang dibawa oleh "negara" lebih besar daripada "front", sehingga ISIS lebih bernilai sebagai pemimpin," kata para mujahilin yang membelot.
Menurut sumber-sumber dari kalangan mujahilin, untuk memecahkan permasalahan ini Dewan Syura Tertinggi Al Qaida telah mengadakan pertemuan untuk menetapkan apakah ISIS termasuk bagian dari organisasi induk, atau sebagai kelompok independen.
Meski sebagai kelompok "resmi" Al Qaida dan didukung Ayman, Al-Nusra Front kini mengalami krisis finansial.
Meski konflik antara kedua kelompok teroris ini belum sampai pada tahap konflik bersenjata besar-besaran sebagaimana terjadi antara FSA dengan ISIS dan ANS, namun mengingat watak "keras" di antara personil kedua kelompok tersebut yang tidak segan-segan saling membunuh hanya karena masalah harta jarahan, diperkirakan hal itu akan berubah menjadi konflik bersenjata.
Dikabarkan karena perselisihan tersebut ISIS telah menahan bantuan senjata dan uang yang seharusnya diterima ANS dari negara-negara sponsor pemberontakan Syria. Upaya untuk menengahi perselisihan tersebut oleh para sheikh wahabi sejauh ini selalu mengalami kegagalan karena kekerasan sikap pemimpin ISIS Sheikh Abu Bakr al-Baghdadi. Menyusul perintah pemimpin Al Qaida Ayman "Bintang Daud" Zawahiri (blogger memberi nama tengah "Bintang Daud" karena Ayman pernah berpidato di depan dinding berlapis kain bermotif simbol negara Israel itu) kepada al-Nusra Front untuk tetap pada posisinya dan ISIS untuk menarik pasukannya ke pangkalan, Baghdadi menolaknya.
"Negara (ISIS) akan tetap (dalam posisi)!" kata Baghdadi.
Perselisihan antara keduanya betapapun telah menimbulkan "gesekan" bersenjata di lapangan. Hal ini mendorong pemimpin ISIS untuk menolak berdialog dengan komandan al-Nusra Front Sheikh Abu Mohammed al-Golani. ISIS mengecam Golani sebagai "buronan yang melarikan diri dari negara Islam." Jubir ISIS Abu Mohammed al-Adnani juga menuduh Golani telah menebarkan perpecahan di antara mujahidin, ups, maksud saya (blogger) mujahilin.
Menyusul pertikaian tersebut ISIS memutuskan untuk menghentikan semua bantuan yang sebelumnya selalu diterima al-Nusra Front melalui mereka.
Menurut sumber-sumber di kalangan mujahilin Syria, sumber keuangan utama ISIS selain tebusan tawanan yang mereka tangkap secara acak atau sistematis, adalah minyak dari ladang-ladang minyak yang mereka kuasai di Irak. Selain itu mereka juga menguasai beberapa ladang minyak di al-Raqqa dan Deir al-Zour di Syria. Hal itulah yang menjadi sumber awal perselisihan dengan al Nusra yang telah eksis lebih dahulu namun secara perlahan tergeser oleh pengaruh ISIS. Meski sebagian besar anggota Al Nusra masih tetap setia, namun ratusan anggota lainnya dikabarkan telah membelot ke ISIS.
"Bendera yang dibawa oleh "negara" lebih besar daripada "front", sehingga ISIS lebih bernilai sebagai pemimpin," kata para mujahilin yang membelot.
Menurut sumber-sumber dari kalangan mujahilin, untuk memecahkan permasalahan ini Dewan Syura Tertinggi Al Qaida telah mengadakan pertemuan untuk menetapkan apakah ISIS termasuk bagian dari organisasi induk, atau sebagai kelompok independen.
Meski sebagai kelompok "resmi" Al Qaida dan didukung Ayman, Al-Nusra Front kini mengalami krisis finansial.
REF:
"Syria: ISIS Orphans al-Nusra Front, Cutting Its Funding"; Radwan Mortada; AL AKHBAR; 10 Oktober 2013
Syria: ISIS Orphans al-Nusra Front, Cutting Its Funding
The conflict between jihadis in Syria is not over. Although
the differences have not led to internal armed conflict, the financial
impact has hit al-Nusra Front, whose funding was cut off recently by
Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Attempts at reconciliation have
failed, and the ISIS emir rejects arbitration.
The Islamist Spring has only just begun, but its followers are
already beginning to split. This is a fatal blow to the jihadis,
especially since attempts at arbitration have failed more than once, the
reason being Syria. The country used to be "where the heart is" for
jihadis, but now they are fighting over its control.
Attempts at mediation by some sheikhs have failed due to the
reticence of ISIS emir, Sheikh Abu Bakr al-Baghdadi. Following
al-Qaeda’s Ayman Zawahiri's statement calling for al-Nusra Front to
remain in the field and for ISIS to withdraw to its bases, Baghdadi
rejected the idea through a voice recording titled, "The State [ISIS]
Will Remain."
The dispute among the emirs led to a conflict on the field between
the fighters. This led the ISIS emir to boycott al-Nusra Front's
commander Sheikh Abu Mohammed al-Golani, calling him a "renegade who
split from the Islamic State." Additionally, ISIS spokesperson Abu
Mohammed al-Adnani, in another audio recording, attacked Golani,
accusing him of "going against consent, breaking the stick, and sowing
the seeds of discord among jihadis."
Adding to the boycott, ISIS decided to cut off financial and other
kinds of support it used to provide to al-Nusra Front, which negatively
impacted the morale of Nusra fighters, since all their needs were
provided by ISIS.
According to jihadi sources, ISIS’ main source of funding, in
addition to ransoming hostages, are the oil fields they control inside
Iraq. This has been supplemented recently by oil fields in the Syrian
cities of al-Raqqa and Deir al-Zour.
The
funding slash went hand-in-hand with an ideological disagreement over
the designation of a leader. The decision of whom to follow was left to
the fighters and most decided to remain with Nusra. Their position was
supported by Zawahiri, who decided to support Golani in this phase.
However, hundreds of fighters switched to ISIS, saying "the banner of
the State is bigger than that of the Front. Thus, ISIS is more worthy of
allegiance.”
To this effect, information is beginning to surface about an internal
debate in al-Qaeda's Supreme Shura Council on whether ISIS in an
intrinsic part of the mother organization or if it became an independent
jihadi organization.
Al-Nusra Front is now facing a financial crisis and lack of
liquidity, but this does not impact its military equipment since its
fighters were able to capture weapons factories in several areas.
However, the group is now an orphan, despite being the official arm of
al-Qaeda. Islamist sources explain that it fights the battle of unifying
the Islamist front.
To this effect, an agreement to unify Islamist brigades active in
Syria was signed by al-Nusra Front with several groups, the main
components of this alliance being Ahrar al-Sham, led by Abu Abdullah
al-Hamwi; al-Tawhid brigade, led by Abdul Qadir Saleh; and Liwaa
al-Islam led by Zahran Alloush.
Despite rumors about a disagreement between the alliance's leadership
and Alloush, sources from both sides maintain that "the relationship is
more than fine."
This article is an edited translation from the Arabic Edition.
Comments
Submitted by Rowan Berkeley (not verified) on Sat, 2013-10-12 06:27.
The idea that ISIS funds itself is implausible in the first place.
Really, the money to run a large and powerful guerrilla army has to be
there first, perks like money from selling pirated oil, or ransoming
hostages, only come later, as a result. Ironically, the only place I
have seen anybody state that al-Qaeda is useful to the USA in the last
few days is in al-Arabiya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar