Memanjakan Para Kapitalis Paling Rakus
http://cahyono-adi.blogspot.com/search?updated-max=2009-03-15T07:22:00-07:00&max-results=8#.Ucp6N1IxVkg
Hanya beberapa hari setelah menjabat sebagai Presiden, Barrack Obama dibuat "terkagum-kagum" dengan ulah tingkah laku para eksekutif perusahaan-perusahaan keuangan Amerika yang "konon" tengah mengalami kebangkrutan dan harus ditolong oleh pemerintah dan bank sentral dengan talangan hingga triliunan dollar. Mereka membagi-bagi bonus tahunan yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah. Sekali lagi: ratusan triliun rupiah.
Namun itu belum seberapa dibandingkan apa yang dilakukan para eksekutif perusahaan asuransi raksasa American International Group (AIG). Baru saja mendapatkan dana talangan ketiga bulan Februari lalu hingga total dana talangan yang telah diterima AIG mencapai $170 miliar atau lebih dari Rp 1.700 triliun (Rp 700 triliun lebih besar dari APBN Indonesia), mereka menuntut pemerintah untuk mengganti beban pajak dan pembayaran lainnya senilai $306 juta.
"AIG melakukan hal ini untuk mencegah terjadinya pembayaran pajak yang berlebihan," kata humas AIG kepada wartawan Wall Street Journal tanpa menyinggung ironi di balik itu semua.
Ketidak pedulian para eksekutif AIG telah didemonstrasikan jauh hari setelah mereka menerima dana talangan pertama dan kedua bulan September dan Oktober 2008 lalu yang dibayarkan pemerintah dari uang rakyat. Mereka menyewa sebuah spa eksklusif seharga $440,000 sebagai tampat liburan akhir tahun para eksekutifnya. Kemudian mereka melanjutkannya dengan liburan ke Inggris dengan paket wisata berburu seharga $86,000. Mereka baru menghentikan pesta penghamburan uang rakyat setelah dikritik habis-habisan oleh masyarakat Amerika, termasuk Presiden Obama. Anggaran yang berhasil dihemat setelah penghentian tersebut mencapai Rp 80 miliar lebih.
Namun demkikian Federal Reserve (Bank Sentral Amerika) seolah melindungi semua "kegilaan" tersebut. Misalnya saat publik, termasuk Komisi Perbankan Senat, menuntut Federal Reserve mengumumkan nama-nama mitra bisnis AIG yang telah menerima limpahan dana talangan, Federal Reserve menolak.
"Saya khawatir jika kami mengumumkan nama-nama itu, masyarakat tidak akan lagi menggunakan jasa AIG," kata Deputi Gubernur Federal Reserve, Donald Kohn di hadapan sidang Komisi Perbankan Senat, 5 Maret lalu.
Namun beberapa media telah mendapatkan nama-nama tersebut. Menurut Wall Street Journal nama-nama tersebut termasuk bank investasi Goldman Sachs dan Merrill Lynch yang juga menerima talangan miliaran dolar dari pemerintah dan Federal Reserve. Bagi mereka semua, dana talangan tersebut tidak beda dengan hujan uang yang jatuh dari langit.
Para pemilik dan eksekutif Merryl Linch juga telah memperlihatkan ketamakan sekaligus ketidakpedulian yang luar biasa. Sebelum diambil-alih oleh Bank of America karena menderita kerugian besar senilai $15,84 miliar, para eksekutifnya membagi-bagi bonus untuk mereka sendiri hingga $3,6 miliar. Empat top eksekutifnya bahkan mendapat bonus hingga $121 juta.
CEO Bank of America Ken Lewis mulanya menolak permintaan Congress untuk menjelaskan kasus bagi-bagi bonus tersebut dengan alasan tidak memiliki otoritas atas semua kebijakan Merryl Linch sebelum merger. Namun bukti-bukti yang ditemukan kemudian menjelaskan bahwa Bank of America telah menyetujui kebijakan tidak bijak tersebut.
Kepala Kejaksaan negara bagian New York, Andrew Cuomo baru-baru ini mengumumkan bahwa pihaknya tengah menyidiki apakah kebijakan bagi-bagi bonus tersebut sangaja dilakukan untuk mendorong proses merger antara Merryl Lynch dengan Bank of America. Bank of America menolak menyebutkan para penerima bonus senilai puluhan triliun rupiah tersebut dengan alasan "mengganggu privasi para pegawai". Lihatlah, demi privasi para pegawainya, mereka mengorbankan ratusan triliun dana masyarakat yang digunakan untuk menalangi kebangkrutan mereka sendiri. Dan sistem hukum Amerika yang "hebat" itu tidak berdaya apa-apa.
Adalah menarik juga malihat bahwa pada saat Federal Reserve menyetujui merger antara Merryl Lynch dan Bank of America selain melimpahi Bank of America dengan dana talangan senilai $50 miliar, pihak yang sama malah menolak membantu Lehman Brothers hingga mengalami kebangkrutan.
Bank Sentral dan Pemerintah tidak hanya mendorong sistem yang mendorong terjadinya krisis keuangan, mereka juga menghargai para kriminal yang bekerja menggunakan sistem tersebut. Contoh menarik terjadi pada Countrywide, sebuah perusahaan penyedia kredit perumahan (mortgage) yang telah merugikan para nasabahnya dan menjadi pemicu krisis mortgage yang berujung pada krisis keuangan global. Beberapa mantan eksekutif Countrywide kini bergabung dalam Private National Mortgage Acceptance Company (PennyMac), sebuah perusahaan mortgage nasional bentukan pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi mortgage yang melanda Amerika dimana jutaan orang terancam kehilangan rumahnya karena tidak dapat mencicil kredit rumah yang samakin tinggi.
Salah satu eksekutif PennyMac, Stanley L. Kurland, adalah mantan CEO Countrywide yang dikenal sebagai arsitek praktik klasik kredit sub-prime mortgage yang awalnya memberikan bunga kredit murah, namun melonjak tajam kemudian. Di tangannya, Countrywide berhasil meningkatkan portfolionya dari $62 miliar menjadi $463 miliar. Menjelang hengkang dan meninggalkan Countrywide dalam kebangkrutan, Kurland menjual sahamnya senilai $200 juta.
Membela penunjukan Kurland sebagai eksekutif PennyMac, para pejabat keuangan Amerika berdalih: "Adalah penting untuk mempekerjakan orang-orang berpengalaman seperti Kurland, yang tahu bagaimana bernegosiasi secara kreatif dengan penyedia dan penerima kredit."
Bahkan program pemulihan sektor keuangan pemerintah bernama "Term Asset-Backed Securities Loan Facility (TALF)" dituduh Washington Post dalam editorialnya tgl 6 Maret lalu sebagai "memperkuat sistem perbankan bayangan" yang meliputi perusahaan-perusahaan keuangan yang telah menjadi penyebab krisis keuangan global. Program "public-private partnership hedge funds" juga hanya menjamin keuntungan besar-besaran para "pemain" sektor keuangan di atas beban rakyat pembayar pajak.
Namun ironi masih terus berlanjut. Menteri Keuangan Timothy Geitner yang secara berapi-api menyatakan bahwa pemerintah akan memberantas praktik-praktik penggelapan pajak, terbukti menggelapkan pajak sehingga $34 ribu saat menjabat sebagai pegawai IMF.
Kesediaan pemerintah untuk "melayani" para kapitalis tamak dan para eksekutifnya itu seperti tak terbatas. Penanggung beban sebenarnya adalah puluhan juta pekerja, petani, tukang, buruh, pekerja profesional, dan para pengusaha sektor riel. Merekalah yang benar-benar menderita kerugian akibat krisis keuangan. Sedang para kapitalis dan eksekutifnya, semakin kaya dan bergelimang uang talangan yang dikucurkan pemerintah dan bank sentral.
Di masa sulit dimana jutaan rakyat menganggur dan kehilangan rumah serta merosotnya fasilitas-fasilitas sosial, tidak ada sebuah kebijakan yang benar-benar bijak yang dilakukan pemerintah. Seperti, misal, moratorium pemutihan tunggakan kredit perumahan. Namun melihat kebijakan Presiden Barrack Obama yang lebih memprioritaskan para pemilik modal, tampaknya hal ini hanya impian belaka.
Hanya beberapa hari setelah menjabat sebagai Presiden, Barrack Obama dibuat "terkagum-kagum" dengan ulah tingkah laku para eksekutif perusahaan-perusahaan keuangan Amerika yang "konon" tengah mengalami kebangkrutan dan harus ditolong oleh pemerintah dan bank sentral dengan talangan hingga triliunan dollar. Mereka membagi-bagi bonus tahunan yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah. Sekali lagi: ratusan triliun rupiah.
Namun itu belum seberapa dibandingkan apa yang dilakukan para eksekutif perusahaan asuransi raksasa American International Group (AIG). Baru saja mendapatkan dana talangan ketiga bulan Februari lalu hingga total dana talangan yang telah diterima AIG mencapai $170 miliar atau lebih dari Rp 1.700 triliun (Rp 700 triliun lebih besar dari APBN Indonesia), mereka menuntut pemerintah untuk mengganti beban pajak dan pembayaran lainnya senilai $306 juta.
"AIG melakukan hal ini untuk mencegah terjadinya pembayaran pajak yang berlebihan," kata humas AIG kepada wartawan Wall Street Journal tanpa menyinggung ironi di balik itu semua.
Ketidak pedulian para eksekutif AIG telah didemonstrasikan jauh hari setelah mereka menerima dana talangan pertama dan kedua bulan September dan Oktober 2008 lalu yang dibayarkan pemerintah dari uang rakyat. Mereka menyewa sebuah spa eksklusif seharga $440,000 sebagai tampat liburan akhir tahun para eksekutifnya. Kemudian mereka melanjutkannya dengan liburan ke Inggris dengan paket wisata berburu seharga $86,000. Mereka baru menghentikan pesta penghamburan uang rakyat setelah dikritik habis-habisan oleh masyarakat Amerika, termasuk Presiden Obama. Anggaran yang berhasil dihemat setelah penghentian tersebut mencapai Rp 80 miliar lebih.
Namun demkikian Federal Reserve (Bank Sentral Amerika) seolah melindungi semua "kegilaan" tersebut. Misalnya saat publik, termasuk Komisi Perbankan Senat, menuntut Federal Reserve mengumumkan nama-nama mitra bisnis AIG yang telah menerima limpahan dana talangan, Federal Reserve menolak.
"Saya khawatir jika kami mengumumkan nama-nama itu, masyarakat tidak akan lagi menggunakan jasa AIG," kata Deputi Gubernur Federal Reserve, Donald Kohn di hadapan sidang Komisi Perbankan Senat, 5 Maret lalu.
Namun beberapa media telah mendapatkan nama-nama tersebut. Menurut Wall Street Journal nama-nama tersebut termasuk bank investasi Goldman Sachs dan Merrill Lynch yang juga menerima talangan miliaran dolar dari pemerintah dan Federal Reserve. Bagi mereka semua, dana talangan tersebut tidak beda dengan hujan uang yang jatuh dari langit.
Para pemilik dan eksekutif Merryl Linch juga telah memperlihatkan ketamakan sekaligus ketidakpedulian yang luar biasa. Sebelum diambil-alih oleh Bank of America karena menderita kerugian besar senilai $15,84 miliar, para eksekutifnya membagi-bagi bonus untuk mereka sendiri hingga $3,6 miliar. Empat top eksekutifnya bahkan mendapat bonus hingga $121 juta.
CEO Bank of America Ken Lewis mulanya menolak permintaan Congress untuk menjelaskan kasus bagi-bagi bonus tersebut dengan alasan tidak memiliki otoritas atas semua kebijakan Merryl Linch sebelum merger. Namun bukti-bukti yang ditemukan kemudian menjelaskan bahwa Bank of America telah menyetujui kebijakan tidak bijak tersebut.
Kepala Kejaksaan negara bagian New York, Andrew Cuomo baru-baru ini mengumumkan bahwa pihaknya tengah menyidiki apakah kebijakan bagi-bagi bonus tersebut sangaja dilakukan untuk mendorong proses merger antara Merryl Lynch dengan Bank of America. Bank of America menolak menyebutkan para penerima bonus senilai puluhan triliun rupiah tersebut dengan alasan "mengganggu privasi para pegawai". Lihatlah, demi privasi para pegawainya, mereka mengorbankan ratusan triliun dana masyarakat yang digunakan untuk menalangi kebangkrutan mereka sendiri. Dan sistem hukum Amerika yang "hebat" itu tidak berdaya apa-apa.
Adalah menarik juga malihat bahwa pada saat Federal Reserve menyetujui merger antara Merryl Lynch dan Bank of America selain melimpahi Bank of America dengan dana talangan senilai $50 miliar, pihak yang sama malah menolak membantu Lehman Brothers hingga mengalami kebangkrutan.
Bank Sentral dan Pemerintah tidak hanya mendorong sistem yang mendorong terjadinya krisis keuangan, mereka juga menghargai para kriminal yang bekerja menggunakan sistem tersebut. Contoh menarik terjadi pada Countrywide, sebuah perusahaan penyedia kredit perumahan (mortgage) yang telah merugikan para nasabahnya dan menjadi pemicu krisis mortgage yang berujung pada krisis keuangan global. Beberapa mantan eksekutif Countrywide kini bergabung dalam Private National Mortgage Acceptance Company (PennyMac), sebuah perusahaan mortgage nasional bentukan pemerintah yang ditujukan untuk mengatasi mortgage yang melanda Amerika dimana jutaan orang terancam kehilangan rumahnya karena tidak dapat mencicil kredit rumah yang samakin tinggi.
Salah satu eksekutif PennyMac, Stanley L. Kurland, adalah mantan CEO Countrywide yang dikenal sebagai arsitek praktik klasik kredit sub-prime mortgage yang awalnya memberikan bunga kredit murah, namun melonjak tajam kemudian. Di tangannya, Countrywide berhasil meningkatkan portfolionya dari $62 miliar menjadi $463 miliar. Menjelang hengkang dan meninggalkan Countrywide dalam kebangkrutan, Kurland menjual sahamnya senilai $200 juta.
Membela penunjukan Kurland sebagai eksekutif PennyMac, para pejabat keuangan Amerika berdalih: "Adalah penting untuk mempekerjakan orang-orang berpengalaman seperti Kurland, yang tahu bagaimana bernegosiasi secara kreatif dengan penyedia dan penerima kredit."
Bahkan program pemulihan sektor keuangan pemerintah bernama "Term Asset-Backed Securities Loan Facility (TALF)" dituduh Washington Post dalam editorialnya tgl 6 Maret lalu sebagai "memperkuat sistem perbankan bayangan" yang meliputi perusahaan-perusahaan keuangan yang telah menjadi penyebab krisis keuangan global. Program "public-private partnership hedge funds" juga hanya menjamin keuntungan besar-besaran para "pemain" sektor keuangan di atas beban rakyat pembayar pajak.
Namun ironi masih terus berlanjut. Menteri Keuangan Timothy Geitner yang secara berapi-api menyatakan bahwa pemerintah akan memberantas praktik-praktik penggelapan pajak, terbukti menggelapkan pajak sehingga $34 ribu saat menjabat sebagai pegawai IMF.
Kesediaan pemerintah untuk "melayani" para kapitalis tamak dan para eksekutifnya itu seperti tak terbatas. Penanggung beban sebenarnya adalah puluhan juta pekerja, petani, tukang, buruh, pekerja profesional, dan para pengusaha sektor riel. Merekalah yang benar-benar menderita kerugian akibat krisis keuangan. Sedang para kapitalis dan eksekutifnya, semakin kaya dan bergelimang uang talangan yang dikucurkan pemerintah dan bank sentral.
Di masa sulit dimana jutaan rakyat menganggur dan kehilangan rumah serta merosotnya fasilitas-fasilitas sosial, tidak ada sebuah kebijakan yang benar-benar bijak yang dilakukan pemerintah. Seperti, misal, moratorium pemutihan tunggakan kredit perumahan. Namun melihat kebijakan Presiden Barrack Obama yang lebih memprioritaskan para pemilik modal, tampaknya hal ini hanya impian belaka.
Keterangan gambar: para eksekutif AIG.
Kemana Larinya Uang Itu?
http://cahyono-adi.blogspot.com/search?updated-max=2009-03-15T07:22:00-07:00&max-results=8#.Ucp6N1IxVkg
Derivatif dan bisnis keuangan lainnya adalah zero sum game, sejenis judi. Tidak ada sesuatu hal nyata yang dihasilkan selain memutar-mutar uang dari satu pemain ke pemain lainnya. Bila satu pemain untung, pada saat yang sama pemain yang lain rugi. Bahkan dengan adanya bubble economic effect dimana setiap pemain bisa menciptakan "uang kertas" sendiri, kerugian yang ditimbulkan berkali-kali lipat dari kerugian yang seharusnya.
Hal itu juga terjadi dengan krisis keuangan global akhir-akhir ini dimana para pemain bisnis keuangan Amerika menjadi penyebabnya dan rakyatnya menjadi korban terbesar. Contoh simpelnya adalah dalam kasus Bernard Madoff, penjahat keuangan yang menilap hingga $50 miliar dana nasabahnya. Sampai saat ini otoritas keuangan Amerika baru bisa mengumpulkan $900 juta asset yang hilang. Kemana sisanya yang $40,1 miliar itu pergi?
Permasalahan semakin rumit setelah pemerintah dan bank sentral Amerika mengucurkan triliunan dolar dana bailout dan stimulus sehingga dana-dana yang telah ditilap oleh para pemain bisnis keuangan baik yang berbentuk perusahaan, yayasan maupun perorangan semakin sulit untuk dilacak dan justru mengindikasikan adanya "pemutihan" atas praktik-praktik ilegal para pemain bisnis keuangan.
Dalam sebuah sidang Senat tgl 3 Maret lalu yang menghadirkan gubernur bank sentral Amerika, Benjamin Bernanke, Senator Sanders mengajukan pertanyaan singkat kepada Bernanke: "Maukah Anda memberitahukan, kepada siapa saja dana yang Anda keluarkan senilai $2,2 triliun (seluruh dana program bailout dan stimulus yang dikeluarkan sejak terjadinya krisis keuangan) diberikan?"
Bernanke menjawab: "Tidak!"
Bernanke berdalih demi menjaga kerahasiaan bank dan sebagainya dan bersikukuh bahwa undang-undang kebebasan informasi Amerika tidak berlaku dalam kasus ini. Namun orang cerdas tentu berfikir lain: Bernanke melindungi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam permainan bisnis keuangan dan mengorbankan kepentingan masyarakat umum pembayar pajak.
Dan seiring berjalannya waktu, kejahatan itu terkuak. Bernanke, seorang yahudi orthodok, tidak menginginkan rakyat Amerika mengetahui bahwa sebagian dari dana bailout dan stimulus yang dikeluarkan itu mengalir ke Israel.
Sebagai contoh AIG, sebuah perusahaan keuangan Amerika penerima bailout hingga $160 miliar, mempunyai sebuah perusahaan mortgage di Israel bernama Ezer Mortgage Insurance (EMI). EMI adalah pemberi dana pinjaman hingga 95% dari seluruh kredit mortgage (perumahan) di Israel.
Dengan 95% kredit perumahan Israel dibiayai oleh EMI dengan menggunakan uang rakyat Amerika, memiliki rumah di Israel adalah sangat mudah. (Di sisi lain jutaan rakyat Amerika terancam kehilangan rumah karena tidak dapat mencicil kredit perumahan mereka). Apalagi dengan berbagai kemudahan yang diberikan seperti grace periods, dimana penerima kredit diberi tenggang waktu untuk tidak mencicil selama jangka waktu tertentu.
Di sisi lain hal ini menimbulkan permasalahan lain yang lebih serius. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak warga negara Amerika yang memiliki kewarganegaraan ganda, Amerika dan Israel sekaligus (Israel memiliki aturan kewarganegaraan sendiri dimana semua keturunan Yahudi, tidak peduli sudah memiliki kewarganegaraan lain, dianggap sebagai warga negara Israel. Mungkin Gus Dur dan Dhani Ahmad juga demikian). Tidak mengherankan jika Rahm Emmanuel, penasihat Presiden Clinton dan kini menjadi kepala staff Gedung Putih, bisa menjadi personil militer Israel pada saat terjadi Perang Teluk I. Dan kini, praktik-praktik kewarganegaraan ganda warga yahudi Amerika semakin marak dengan semakin mudahnya mendirikan rumah di Israel.
Sebagai contoh: Silberstein, seorang tokoh yahudi berpengaruh yang tinggal di Florida, Amerika. Putranya bercita-cita menjadi tentara Israel setelah berumur 18 tahun (menjadi tentara Israel bisa menjadi modal besar untuk membangun karier di Amerika). Maka dengan mudah ia akan mendapatkan kredit perumahan di Israel sehingga setiap saat ia bisa berlibur ke Israel sebagaiman biasa dilakukan Rahm Emmanuel. Dan saat putranya berumur 18 tahun, ia bisa menetap di sana tanpa kehilangan kewarganegaraan Amerika.
Derivatif dan bisnis keuangan lainnya adalah zero sum game, sejenis judi. Tidak ada sesuatu hal nyata yang dihasilkan selain memutar-mutar uang dari satu pemain ke pemain lainnya. Bila satu pemain untung, pada saat yang sama pemain yang lain rugi. Bahkan dengan adanya bubble economic effect dimana setiap pemain bisa menciptakan "uang kertas" sendiri, kerugian yang ditimbulkan berkali-kali lipat dari kerugian yang seharusnya.
Hal itu juga terjadi dengan krisis keuangan global akhir-akhir ini dimana para pemain bisnis keuangan Amerika menjadi penyebabnya dan rakyatnya menjadi korban terbesar. Contoh simpelnya adalah dalam kasus Bernard Madoff, penjahat keuangan yang menilap hingga $50 miliar dana nasabahnya. Sampai saat ini otoritas keuangan Amerika baru bisa mengumpulkan $900 juta asset yang hilang. Kemana sisanya yang $40,1 miliar itu pergi?
Permasalahan semakin rumit setelah pemerintah dan bank sentral Amerika mengucurkan triliunan dolar dana bailout dan stimulus sehingga dana-dana yang telah ditilap oleh para pemain bisnis keuangan baik yang berbentuk perusahaan, yayasan maupun perorangan semakin sulit untuk dilacak dan justru mengindikasikan adanya "pemutihan" atas praktik-praktik ilegal para pemain bisnis keuangan.
Dalam sebuah sidang Senat tgl 3 Maret lalu yang menghadirkan gubernur bank sentral Amerika, Benjamin Bernanke, Senator Sanders mengajukan pertanyaan singkat kepada Bernanke: "Maukah Anda memberitahukan, kepada siapa saja dana yang Anda keluarkan senilai $2,2 triliun (seluruh dana program bailout dan stimulus yang dikeluarkan sejak terjadinya krisis keuangan) diberikan?"
Bernanke menjawab: "Tidak!"
Bernanke berdalih demi menjaga kerahasiaan bank dan sebagainya dan bersikukuh bahwa undang-undang kebebasan informasi Amerika tidak berlaku dalam kasus ini. Namun orang cerdas tentu berfikir lain: Bernanke melindungi kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam permainan bisnis keuangan dan mengorbankan kepentingan masyarakat umum pembayar pajak.
Dan seiring berjalannya waktu, kejahatan itu terkuak. Bernanke, seorang yahudi orthodok, tidak menginginkan rakyat Amerika mengetahui bahwa sebagian dari dana bailout dan stimulus yang dikeluarkan itu mengalir ke Israel.
Sebagai contoh AIG, sebuah perusahaan keuangan Amerika penerima bailout hingga $160 miliar, mempunyai sebuah perusahaan mortgage di Israel bernama Ezer Mortgage Insurance (EMI). EMI adalah pemberi dana pinjaman hingga 95% dari seluruh kredit mortgage (perumahan) di Israel.
Dengan 95% kredit perumahan Israel dibiayai oleh EMI dengan menggunakan uang rakyat Amerika, memiliki rumah di Israel adalah sangat mudah. (Di sisi lain jutaan rakyat Amerika terancam kehilangan rumah karena tidak dapat mencicil kredit perumahan mereka). Apalagi dengan berbagai kemudahan yang diberikan seperti grace periods, dimana penerima kredit diberi tenggang waktu untuk tidak mencicil selama jangka waktu tertentu.
Di sisi lain hal ini menimbulkan permasalahan lain yang lebih serius. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak warga negara Amerika yang memiliki kewarganegaraan ganda, Amerika dan Israel sekaligus (Israel memiliki aturan kewarganegaraan sendiri dimana semua keturunan Yahudi, tidak peduli sudah memiliki kewarganegaraan lain, dianggap sebagai warga negara Israel. Mungkin Gus Dur dan Dhani Ahmad juga demikian). Tidak mengherankan jika Rahm Emmanuel, penasihat Presiden Clinton dan kini menjadi kepala staff Gedung Putih, bisa menjadi personil militer Israel pada saat terjadi Perang Teluk I. Dan kini, praktik-praktik kewarganegaraan ganda warga yahudi Amerika semakin marak dengan semakin mudahnya mendirikan rumah di Israel.
Sebagai contoh: Silberstein, seorang tokoh yahudi berpengaruh yang tinggal di Florida, Amerika. Putranya bercita-cita menjadi tentara Israel setelah berumur 18 tahun (menjadi tentara Israel bisa menjadi modal besar untuk membangun karier di Amerika). Maka dengan mudah ia akan mendapatkan kredit perumahan di Israel sehingga setiap saat ia bisa berlibur ke Israel sebagaiman biasa dilakukan Rahm Emmanuel. Dan saat putranya berumur 18 tahun, ia bisa menetap di sana tanpa kehilangan kewarganegaraan Amerika.
Iran adalah Ancaman Utama Israel, Bukan Suriah
blogspot
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN --
http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/06/26/moz88k-iran-adalah-ancaman-utama-israel-bukan-suriah
http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/13/06/26/moz88k-iran-adalah-ancaman-utama-israel-bukan-suriah
Ketakutan Israel pada Iran lebih kuat
dibanding Alqaidah. Demikian juga halnya dengan pergolakan yang
berlangsung di Suriah.
Israel lebih suka Suriah dikuasai oleh Alqaidah dengan menangnya
pejuang oposisi ketimbang Suriah dikuasai kembali oleh Rezim Bashar al
Assad yang disokong penuh oleh Iran.
Hal itu disampaikan Menteri Urusan Strategis Israel Sima Shine. Ia
mengtakan siapapun yang akan menggantikan kepemimpinan Assad tidak
menjadi persoalan bagi Israel, bahkan Alqaidah sekalipun.
Justru yang dikhawatirkannya jika rezim Assad tetap bercokol di
Suriah dengan intervensi Iran. Baginya, ancaman Israel yang sesungguhnya
adalah Iran, bukan Suriah.
"Ancaman strategis Israel yang utama adalah Iran, bukan Suriah. Jadi
Israel harus memusatkan perhatiannya terhadap 'apa yang bisa menjadi
ancaman bagi Iran'," kata Shine seperti dilansir dari Al-Alam, Rabu
(26/6).
Selain karena kuatnya intervensi Iran dan milisi Hizbullah yang
bergabung bersama pasukan Assad, pertikaian militernya dengan militer
Suriah juga selalu memanas di Dataran Tinggi Golan yang menjadi
perbatasan dua negara.
Israel mengkhawatirkan, jika militer Suriah berhasil merebut Dataran
Tinggi Golan dengan bantuan Iran, tempat yang menjadi perbatasan Suriah-
Israel tersebut menjadi tempat empuk bagi Iran meletakkan rudal serta
misilnya untuk menyerang Israel.
Reporter : Hannan Putra | ||
Redaktur : Citra Listya Rini |
Penjarahan pun Terjadi di Israel
http://cahyono-adi.blogspot.com/2009_03_01_archive.html#.UcpyRFIxVkh
Tidak ada negara yang seberuntung Israel. Memiliki tanah yang paling subur di Timur Tengah, situs-situs sejarah yang mampu menarik jutaan wisatawan untuk datang berkunjung setiap tahun, memiliki SDM yang konon paling genius di seluruh dunia, dan lebih dari semuanya adalah bantuan cuma-cuma senilai $3 miliar setahun dari Amerika (sekitar $500 per-kapita per-tahun). Belum lagi jika dihitung sumbangan dan bantuan dari Yahudi super kaya di perantauan seperti misalnya aliran dana perusahaan asuransi raksasa Amerika AIG untuk membiayai 95% kredit perumahan Israel. Tidak heran jika dikatakan bahwa Israel adalah negara paling makmur di Timur Tengah.
Namun bahkan semua itu tidak dapat menghalangi Israel dari resesi akibat krisis keuangan global. Dan seperti di negara-negara terbelakang, kondisi seperti ini juga diwarnai dengan aksi-aksi penjarahan.
Sebagaimana dilaporkan LA Times 19 Maret lalu, aksi-aksi penjarahan sebagai dampak krisis ekonomi Israel terjadi di berbagai kota selama beberapa hari terakhir, termasuk kota terbesar Tel Aviv. Dan tentu saja hal ini sangat mengejutkan tidak saja masyarakat internasional, namun juga rakyat Israel sendiri yang mengira negaranya sebagai negara paling ideal di dunia.
Meski aksi-aksi penjarahan relatif masih dapat dikendalikan, para aktifis sosial dan pengamat ekonomi Israel mengkhawatirkan, kondisi akan semakin parah di masa-masa mendatang.
"Apa yang kita lihat adalah cerita-cerita kecil tentang bangkrutnya bisnis yang mengancam kehidupan masyarakat. Namun cerita-cerita kecil ini adalah awal dari kebangkrutan yang lebih besar," kata Dafna Cohen, jubir Histadrut, federasi buruh Israel.
Selama beberapa bulan terakhir resesi ekonomi telah dirasakan rakyat Israel, mulai dari turunnya ekspor komoditi pertanian, turunnya jumlah wisatawan asing, tutupnya beberapa pabrik, dan terakhir aksi-aksi penjarahan yang dimotori oleh para pekerja supermarket yang tidak mendapat gaji serta supplier yang tidak mendapatkan pembayaran. Namun ironisnya para elit politik Israel justru sibuk dengan urusan pembagian kekuasaan.
Ekonomi Israel diperkirakan mengalami kontraksi 1,5% tahun ini, demikian estimasi Bank Sentral Israel. Sebelumnya selama lima tahun terakhir ekonomi Israel tumbuh 4% setahun. Bank sentral juga memprediksikan ekspor tahun ini mengalami penurunan hingga 11%.
Di sisi lain saat krisis bergerak dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, warga Israel saling menyalahkan satu sama lain: para pemodal yang mengalami kerugian di pasar keuangan global dan turut menghilangkan dana masyarakat, bank-bank yang terlalu pelit memberikan kredit, dan para pengusaha yang menunda pembayaran kewajiban.
Sebuah penjarahan di sebuah supermarket di luar kota Haifa merupakan aksi serupa yang banyak diberitakan di Israel akhir-akhir ini. Awalnya perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk membayar tagihan para supplier, menunda pembayaran gaji karyawan. Namun setelah gaji karyawan pun menjadi tidak jelas apakah akah benar-benar dibayarkan atau tidak, para manajer mulai menghindar dan tidak masuk kerja. Maka para karyawan mulai melakukan penjarahan untuk mengganti gaji mereka yang tidak dibayar. Dan aksi penjarahan bertambah ramai setelah para supplier pun turut bergabung. Terakhir yang turut beraksi dalam aksi bar-bar tersebut adalah warga masyarakat yang tinggal di sekitar supermarket.
Di tempat lain di distrik Ramat Yishai, Galilea, sebanyak 200 karyawan pabrik pengolah daging ayam mengunci diri di tempat kerja setelah perusahaan tidak dapat membayarkan gaji mereka. Kemudian untuk mengurangi kerugian, mereka pun mulai menjarah daging-daging ayam yang belum siap diolah yang tersimpan di ruang pendingin. Selanjutnya mereka menjajakan jarahannya di tepi jalan raya di dekat pabrik.
"Ini adalah aksi simbolik," kata Moti Saar, pimpinan serikat pekerja pabrik tersebut. "Menjarah daging ayam tidak dapat mengganti kerugian yang kami alami. Namun ini menjadi isyarat bahwa kami, rakyat, menginginkan pekerjaan," sambungnya.
Galilea dan Haifa adalah daerah utara Israel yang relatif rendah tingkat investasi dan paling parah terkena resesi. Penduduk setempat kecewa karena wacana kebijakan ekonomi pemerintah yang berkembang adalah pemberian talangan kepada pengusaha-pengusaha besar, bukan mereka yang kehilangan pekerjaan.
"Tidak ada wacana tentang penyelamatan para pekerja yang telah bekerja dengan baik, mendapatkan gaji yang rendah, dan tidak mempunyai daya tawar yang memadai," kata Barbara Swirsky, Direktur Eksekutif Adva Center, LSM kajian ekonomi sosial.
Tidak hanya kawasan Israel Utara saja yang merasakan dampak krisis ekonomi. Bahkan Tel Aviv yang merupakan jantung ekonomi Israel di kawasan Israel tengah memiliki cerita unik tentang dampak krisis ekonomi. Pine Garden Banquet, sebuah hall tempat favorit kalangan atas Israel mengadakan pesta dan pertemuan sejak Januari lalu telah ditutup. Pemiliknya melarikan diri dari Israel setelah gagal membayar cicilan bank, pembayaran supplier dan gaji karyawan yang semuanya mencapai $20 juta. Beberapa hari setelah tutup, para supplier dan karyawan yang marah melakukan penjarahan terhadap barang-barang mewah yang ada di tempat itu.
Seorang reporter surat kabar Haaritz mewawancarai seorang gadis yang gagal menikah karena bapaknya turut menjadi korban kebangkrutan Pine Garden. Saat wawancara berlangsung, bapak sang gadis muncul dari belakang dengan sebuah plastik penuh barang-barang porselin jarahan. "Hai, ini bagus untuk tempat daging," kata sang gadis memotong wawancara.
Sebagian warga Israel merasa simpati terhadap para penjarah. Namun tidak dapat dipungkiri aksi-aksi penjarahan tersebut juga memalukan mereka.
"Apa yang kita lihat adalah patahnya batas rasa malu... saat orang melakukan penjarahan di tengah kota di siang hari," kata anchor tv Channel 10 dalam siarannya.
Di tempat lain di Galilee, sebuah supermarket telah lama melayani kebutuhan masyarakat ultra-orthodok yang umumnya berpenghasilan rendah. Mereka mengambil margin keuntungan yang rendah. Namun hal ini pun tidak dapat menghindarkan diri dari penjarahan. Hanya caranya lebih "sopan".
Saat sang pemilik supermarket menghilang, para manager mengijinkan karyawan untuk mengambil barang-barang yang ada di toko senilai dengan gaji yang tidak terbayarkan. Namun karyawan mengambil lebih dari yang semestinya. Akibatnya para supplier hingga para pemeluk yahudi orthodok miskin yang panik, turut melakukan penjarahan. Mereka melarang polisi yang tiba di tempat untuk campur tangan.
Walikota setempat mengakui aksi penjarahan sebagai tindakan berlebihan. "Namun itu tidak mencerminkan kharakter masyarakat ini," tambahnya berupaya menghibur diri.
Tidak ada negara yang seberuntung Israel. Memiliki tanah yang paling subur di Timur Tengah, situs-situs sejarah yang mampu menarik jutaan wisatawan untuk datang berkunjung setiap tahun, memiliki SDM yang konon paling genius di seluruh dunia, dan lebih dari semuanya adalah bantuan cuma-cuma senilai $3 miliar setahun dari Amerika (sekitar $500 per-kapita per-tahun). Belum lagi jika dihitung sumbangan dan bantuan dari Yahudi super kaya di perantauan seperti misalnya aliran dana perusahaan asuransi raksasa Amerika AIG untuk membiayai 95% kredit perumahan Israel. Tidak heran jika dikatakan bahwa Israel adalah negara paling makmur di Timur Tengah.
Namun bahkan semua itu tidak dapat menghalangi Israel dari resesi akibat krisis keuangan global. Dan seperti di negara-negara terbelakang, kondisi seperti ini juga diwarnai dengan aksi-aksi penjarahan.
Sebagaimana dilaporkan LA Times 19 Maret lalu, aksi-aksi penjarahan sebagai dampak krisis ekonomi Israel terjadi di berbagai kota selama beberapa hari terakhir, termasuk kota terbesar Tel Aviv. Dan tentu saja hal ini sangat mengejutkan tidak saja masyarakat internasional, namun juga rakyat Israel sendiri yang mengira negaranya sebagai negara paling ideal di dunia.
Meski aksi-aksi penjarahan relatif masih dapat dikendalikan, para aktifis sosial dan pengamat ekonomi Israel mengkhawatirkan, kondisi akan semakin parah di masa-masa mendatang.
"Apa yang kita lihat adalah cerita-cerita kecil tentang bangkrutnya bisnis yang mengancam kehidupan masyarakat. Namun cerita-cerita kecil ini adalah awal dari kebangkrutan yang lebih besar," kata Dafna Cohen, jubir Histadrut, federasi buruh Israel.
Selama beberapa bulan terakhir resesi ekonomi telah dirasakan rakyat Israel, mulai dari turunnya ekspor komoditi pertanian, turunnya jumlah wisatawan asing, tutupnya beberapa pabrik, dan terakhir aksi-aksi penjarahan yang dimotori oleh para pekerja supermarket yang tidak mendapat gaji serta supplier yang tidak mendapatkan pembayaran. Namun ironisnya para elit politik Israel justru sibuk dengan urusan pembagian kekuasaan.
Ekonomi Israel diperkirakan mengalami kontraksi 1,5% tahun ini, demikian estimasi Bank Sentral Israel. Sebelumnya selama lima tahun terakhir ekonomi Israel tumbuh 4% setahun. Bank sentral juga memprediksikan ekspor tahun ini mengalami penurunan hingga 11%.
Di sisi lain saat krisis bergerak dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, warga Israel saling menyalahkan satu sama lain: para pemodal yang mengalami kerugian di pasar keuangan global dan turut menghilangkan dana masyarakat, bank-bank yang terlalu pelit memberikan kredit, dan para pengusaha yang menunda pembayaran kewajiban.
Sebuah penjarahan di sebuah supermarket di luar kota Haifa merupakan aksi serupa yang banyak diberitakan di Israel akhir-akhir ini. Awalnya perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk membayar tagihan para supplier, menunda pembayaran gaji karyawan. Namun setelah gaji karyawan pun menjadi tidak jelas apakah akah benar-benar dibayarkan atau tidak, para manajer mulai menghindar dan tidak masuk kerja. Maka para karyawan mulai melakukan penjarahan untuk mengganti gaji mereka yang tidak dibayar. Dan aksi penjarahan bertambah ramai setelah para supplier pun turut bergabung. Terakhir yang turut beraksi dalam aksi bar-bar tersebut adalah warga masyarakat yang tinggal di sekitar supermarket.
Di tempat lain di distrik Ramat Yishai, Galilea, sebanyak 200 karyawan pabrik pengolah daging ayam mengunci diri di tempat kerja setelah perusahaan tidak dapat membayarkan gaji mereka. Kemudian untuk mengurangi kerugian, mereka pun mulai menjarah daging-daging ayam yang belum siap diolah yang tersimpan di ruang pendingin. Selanjutnya mereka menjajakan jarahannya di tepi jalan raya di dekat pabrik.
"Ini adalah aksi simbolik," kata Moti Saar, pimpinan serikat pekerja pabrik tersebut. "Menjarah daging ayam tidak dapat mengganti kerugian yang kami alami. Namun ini menjadi isyarat bahwa kami, rakyat, menginginkan pekerjaan," sambungnya.
Galilea dan Haifa adalah daerah utara Israel yang relatif rendah tingkat investasi dan paling parah terkena resesi. Penduduk setempat kecewa karena wacana kebijakan ekonomi pemerintah yang berkembang adalah pemberian talangan kepada pengusaha-pengusaha besar, bukan mereka yang kehilangan pekerjaan.
"Tidak ada wacana tentang penyelamatan para pekerja yang telah bekerja dengan baik, mendapatkan gaji yang rendah, dan tidak mempunyai daya tawar yang memadai," kata Barbara Swirsky, Direktur Eksekutif Adva Center, LSM kajian ekonomi sosial.
Tidak hanya kawasan Israel Utara saja yang merasakan dampak krisis ekonomi. Bahkan Tel Aviv yang merupakan jantung ekonomi Israel di kawasan Israel tengah memiliki cerita unik tentang dampak krisis ekonomi. Pine Garden Banquet, sebuah hall tempat favorit kalangan atas Israel mengadakan pesta dan pertemuan sejak Januari lalu telah ditutup. Pemiliknya melarikan diri dari Israel setelah gagal membayar cicilan bank, pembayaran supplier dan gaji karyawan yang semuanya mencapai $20 juta. Beberapa hari setelah tutup, para supplier dan karyawan yang marah melakukan penjarahan terhadap barang-barang mewah yang ada di tempat itu.
Seorang reporter surat kabar Haaritz mewawancarai seorang gadis yang gagal menikah karena bapaknya turut menjadi korban kebangkrutan Pine Garden. Saat wawancara berlangsung, bapak sang gadis muncul dari belakang dengan sebuah plastik penuh barang-barang porselin jarahan. "Hai, ini bagus untuk tempat daging," kata sang gadis memotong wawancara.
Sebagian warga Israel merasa simpati terhadap para penjarah. Namun tidak dapat dipungkiri aksi-aksi penjarahan tersebut juga memalukan mereka.
"Apa yang kita lihat adalah patahnya batas rasa malu... saat orang melakukan penjarahan di tengah kota di siang hari," kata anchor tv Channel 10 dalam siarannya.
Di tempat lain di Galilee, sebuah supermarket telah lama melayani kebutuhan masyarakat ultra-orthodok yang umumnya berpenghasilan rendah. Mereka mengambil margin keuntungan yang rendah. Namun hal ini pun tidak dapat menghindarkan diri dari penjarahan. Hanya caranya lebih "sopan".
Saat sang pemilik supermarket menghilang, para manager mengijinkan karyawan untuk mengambil barang-barang yang ada di toko senilai dengan gaji yang tidak terbayarkan. Namun karyawan mengambil lebih dari yang semestinya. Akibatnya para supplier hingga para pemeluk yahudi orthodok miskin yang panik, turut melakukan penjarahan. Mereka melarang polisi yang tiba di tempat untuk campur tangan.
Walikota setempat mengakui aksi penjarahan sebagai tindakan berlebihan. "Namun itu tidak mencerminkan kharakter masyarakat ini," tambahnya berupaya menghibur diri.
New York Times yang Dituduh Anti-semit
http://cahyono-adi.blogspot.com/2009_03_01_archive.html#.UcpyRFIxVkh
Beberapa
waktu lalu seorang jendral angkatan perang Israel mengutuki Amerika.
Alasannya? Karena Amerika telah memberikan dukungan 100% atas aksi
penyerangan Israel terhadap Gaza. Menurut sang jendral, akibat dukungan
bulat-bulat tersebut Israel telah melakukan "blunder" dengan menyerang
Gaza.
Beberapa ribu tahun lalu umat Yahudi baru diselamatkan
Allah dari kebiadaban firaun Mesir. Dengan mata kepala sendiri mereka
menyaksikan kebesaran Allah yang melalui tongkat Nabi Musa telah
membelah Laut Merah, menyelamatkan mereka dan menghancurkan tentara
firaun. Namun tidak lama kemudian mereka memusuhi Allah karena tidak
memberikan makanan kesukaan mereka. Bahkan setelah Allah kembali
mengingatkan mereka dengan hukuman keras termasuk mengubah sebagian dari
mereka menjadi monyet dan babi, mereka tetap memusuhi Allah.
Hal yang sama (yahudi memusuhi "orang" yang telah menolongnya) terjadi baru-baru ini atas koran New York Times (NYT). Media massa milik yahudi yang dalam berita-berita maupun ulasan-ulasannya cenderung selalu membela yahudi dan Israel, kini dituduh oleh kalangan yahudi Amerika sebagai anti-semit. Alasannya karena NYT menuliskan laporan seorang jurnalisnya tentang perlakuan rakyat dan pemerintah Iran yang sangat baik terhadap kaum minoritas yahudi.
Laporan tersebut adalah fakta yang dialami sendiri oleh jurnalisnya. Dan lagipula sang jurnalis, Roger Cohen, adalah seorang yahudi. Cohen sendiri yang sekali lagi adalah orang yahudi, bahkan tidak luput dari tuduhan anti-semit.
Iran adalah negara di timur tengah yang memiliki jumlah penduduk yahudi tertinggi setelah Israel sendiri. Bulan lalu Cohen mengadakan kunjungan jurnalistik ke negeri tersebut. Di negeri yang menerapkan secara tepat konsep "khafir dhimmi" atau kafir yang dilindungi tersebut, ia mendapatkan kenyataan yang bertolak belakang dengan stereotype yang berkembang di barat yang menganggap Iran memperlakukan warga minoritas dengan kejam. Di Iran orang yahudi bahkan memiliki perwakilan di parlemen. Tidak heran jika mereka menolak pindah kewarganegaraan ke Israel meski pemerintah Israel menawarkan hadiah-hadiah menarik jika mereka mau pindah ke Israel.
"Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa sinagog pertama yang saya masuki adalah sinagog di kota Teheran," kata Cohen.
Ia menganggap tuduhan negatif atas Iran sebagai bentuk "hasutan" dan menyatakan bahwa Iran adalah negeri paling toleran, demokratis, dan maju di timur tengah. "Mungkin saya bias dalam perkataan, namun saya mengatakan yang sebenarnya bahwa perlakukan Iran atas warga yahudi mengatakan banyak hal tentang Iran, kemajuan dan kebudayaannya, daripada suatu retorika penuh hasutan," kata Cohen.
"Ini tidak lain karena saya sebagai orang yahudi sangat jarang mendapat perlakuan hangat sebagaimana di Iran," tambahnya.
Artikel Cohen segera mendapat kecaman pedas dari kalangan yahudi Amerika. Mereka menganggap NYT dan Cohen telah melakukan propaganda bergaya nazi yang mendorong sentimen anti-semit.
Cohen sudah memperkirakan tulisan tersebut akan mendapat kecaman, namun tidak dengan kuantitas yang ia dan NYT terima. "Saya telah memperkirakan adanya kritikan, namun tidak mengira adanya blow up yang disertai kemarahan," kata Cohen menanggapi respons atas tulisannya.
Permusuhan orang-orang yahudi Amerika terhadap NYT karena tulisan Cohen terjadi menyusul kasus yang hampir sama yang menimpa NYT dan juga Washington Post (media yang juga didominasi oleh kepentingan yahudi). Gara-garanya kedua koran paling berpengaruh di Amerika itu memuat kartun yang menyindir kekejian Israel atas warga Palestina di Gaza.
"Kartun seperti itulah yang telah mempengaruhi jutaan orang di tahun 1930-an untuk membenci yahudi dan mendorong terjadinya aksi genoside nazi," demikian pernyataan Simon Wiesenthal Center (Gus Dur, Gunawan Muhammad pernah menerima penghargaan dari lembaga ini, catatan penulis), lembaga sosial yahudi berpengaruh yang bermarkas di Los Angeles.
Anti-Defamation League, organisasi yahudi Amerika lainnya yang lebih berpengaruh mengecam kartun tersebut sebagai "ekspresi anti-semit yang sangat buruk".
Yah, yahudi memang tidak pernah mengenal terima kasih. Menlu Collin Powel yang telah "mengawal" kebijakan perang anti-terorisme Presiden George W. Bush demi kepentingan Israel pun mereka kecam dengan brutal hingga berakibat pada penggantian Powel dengan Condoleeza Rice. Bahkan Hillary Clinton, menlu Amerika yang bersama suaminya mantan presiden Bill Clinton telah mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan yahudi, kini tengah menghadapi tuduhan sebagai "terlalu condong ke Arab".
Hal yang sama (yahudi memusuhi "orang" yang telah menolongnya) terjadi baru-baru ini atas koran New York Times (NYT). Media massa milik yahudi yang dalam berita-berita maupun ulasan-ulasannya cenderung selalu membela yahudi dan Israel, kini dituduh oleh kalangan yahudi Amerika sebagai anti-semit. Alasannya karena NYT menuliskan laporan seorang jurnalisnya tentang perlakuan rakyat dan pemerintah Iran yang sangat baik terhadap kaum minoritas yahudi.
Laporan tersebut adalah fakta yang dialami sendiri oleh jurnalisnya. Dan lagipula sang jurnalis, Roger Cohen, adalah seorang yahudi. Cohen sendiri yang sekali lagi adalah orang yahudi, bahkan tidak luput dari tuduhan anti-semit.
Iran adalah negara di timur tengah yang memiliki jumlah penduduk yahudi tertinggi setelah Israel sendiri. Bulan lalu Cohen mengadakan kunjungan jurnalistik ke negeri tersebut. Di negeri yang menerapkan secara tepat konsep "khafir dhimmi" atau kafir yang dilindungi tersebut, ia mendapatkan kenyataan yang bertolak belakang dengan stereotype yang berkembang di barat yang menganggap Iran memperlakukan warga minoritas dengan kejam. Di Iran orang yahudi bahkan memiliki perwakilan di parlemen. Tidak heran jika mereka menolak pindah kewarganegaraan ke Israel meski pemerintah Israel menawarkan hadiah-hadiah menarik jika mereka mau pindah ke Israel.
"Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa sinagog pertama yang saya masuki adalah sinagog di kota Teheran," kata Cohen.
Ia menganggap tuduhan negatif atas Iran sebagai bentuk "hasutan" dan menyatakan bahwa Iran adalah negeri paling toleran, demokratis, dan maju di timur tengah. "Mungkin saya bias dalam perkataan, namun saya mengatakan yang sebenarnya bahwa perlakukan Iran atas warga yahudi mengatakan banyak hal tentang Iran, kemajuan dan kebudayaannya, daripada suatu retorika penuh hasutan," kata Cohen.
"Ini tidak lain karena saya sebagai orang yahudi sangat jarang mendapat perlakuan hangat sebagaimana di Iran," tambahnya.
Artikel Cohen segera mendapat kecaman pedas dari kalangan yahudi Amerika. Mereka menganggap NYT dan Cohen telah melakukan propaganda bergaya nazi yang mendorong sentimen anti-semit.
Cohen sudah memperkirakan tulisan tersebut akan mendapat kecaman, namun tidak dengan kuantitas yang ia dan NYT terima. "Saya telah memperkirakan adanya kritikan, namun tidak mengira adanya blow up yang disertai kemarahan," kata Cohen menanggapi respons atas tulisannya.
Permusuhan orang-orang yahudi Amerika terhadap NYT karena tulisan Cohen terjadi menyusul kasus yang hampir sama yang menimpa NYT dan juga Washington Post (media yang juga didominasi oleh kepentingan yahudi). Gara-garanya kedua koran paling berpengaruh di Amerika itu memuat kartun yang menyindir kekejian Israel atas warga Palestina di Gaza.
"Kartun seperti itulah yang telah mempengaruhi jutaan orang di tahun 1930-an untuk membenci yahudi dan mendorong terjadinya aksi genoside nazi," demikian pernyataan Simon Wiesenthal Center (Gus Dur, Gunawan Muhammad pernah menerima penghargaan dari lembaga ini, catatan penulis), lembaga sosial yahudi berpengaruh yang bermarkas di Los Angeles.
Anti-Defamation League, organisasi yahudi Amerika lainnya yang lebih berpengaruh mengecam kartun tersebut sebagai "ekspresi anti-semit yang sangat buruk".
Yah, yahudi memang tidak pernah mengenal terima kasih. Menlu Collin Powel yang telah "mengawal" kebijakan perang anti-terorisme Presiden George W. Bush demi kepentingan Israel pun mereka kecam dengan brutal hingga berakibat pada penggantian Powel dengan Condoleeza Rice. Bahkan Hillary Clinton, menlu Amerika yang bersama suaminya mantan presiden Bill Clinton telah mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan yahudi, kini tengah menghadapi tuduhan sebagai "terlalu condong ke Arab".
Halo Semua, nama saya Jane alice seorang wanita dari Indonesia, dan saya bekerja dengan kompensasi Asia yang bersatu, dengan cepat saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua orang Indonesia yang mencari pinjaman Internet agar berhati-hati agar tidak jatuh ke tangan penipu dan fraudstars banyak kreditur kredit palsu ada di sini di internet dan ada juga yang asli dan nyata,
BalasHapusSaya ingin membagikan testimonial tentang bagaimana Tuhan menuntun saya kepada pemberi pinjaman sebenarnya dan dana pinjaman Real telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya tertipu oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk membayar pendaftaran. biaya. . , Biaya garansi, dan setelah pembayaran saya masih belum mendapat pinjaman saya.
Setelah berbulan-bulan berusaha mendapatkan pinjaman di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapat pinjaman dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditor kredit genue online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya jadi saya memutuskan untuk Hubungi teman saya yang mendapatkan pinjaman onlinenya sendiri, kami mendiskusikan kesimpulan kami mengenai masalah ini dan dia bercerita tentang seorang pria bernama Mr. Dangote yang adalah CEO Dangote Loan Company.
Jadi saya mengajukan pinjaman sebesar (Rp800.000.000) dengan tingkat bunga 2% rendah, tidak peduli berapa usiaku, karena saya mengatakan kepadanya apa yang saya inginkan adalah membangun bisnis saya dan pinjaman saya mudah disetujui. Tidak ada tekanan dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapatkan sertifikat yang diminta dikembalikan, maka uang pinjaman saya disimpan ke rekening bank saya dan mimpiku menjadi kenyataan. Jadi saya ingin saran semua orang segera melamar kepada Mr. Dangote Loan Company Via email (dangotegrouploandepartment@gmail.com) dan Anda juga bisa bertanya kepada Rhoda (ladyrhodaeny@gmail.com) dan Mr. jude (judeelnino@gmail.com) dan Juga Pak Nikky (nicksonchristian342@gmail.com) untuk pertanyaan lebih lanjut
Anda juga bisa menghubungi saya melalui email di ladyjanealice@gmail.com
It is a well-known fact that Illuminati consist of Multi Millionaires,
HapusBillionaires who have major influence regarding most global affairs,
including the planning of a New World Order. Many world leaders,
Presidents, Prime Ministers, royalty and senior executives of major Fortune
500 companies are members of Illuminati. join a secret cabal of mysterious
forces and become rich with boundless measures of wealth in your company or
any given business, the great Illuminati can make everything possible just
contact : join666cult@gmail.com or WhatsApp +1(646)481-0376 EL
IAI LEXION Thaddeus Iam Vice-President of Citizen Outreach THE ILLUMINATI
ORGANIZATION
Do not hesitate to contact us by WhatsApp.
Whatsapp: +1(646)481-0376
Email : join666cult@gmail.com
BEWARE OF SCAMMERS, THERE IS NO SUCH THING AS REGISTRATION FEE AND YOU MUST
BE ABOVE THE AGE OF 18YRS.
THANKS...