Politik Dusta yang Tidak Terhingga!
JAKARTA, FPR. Sebelumnya, SBY-JK sebenarnya berjanji tidak akan
menaikkan harga BBM hingga 2009. Namun gara-gara harga minyak mentah
dunia meroket hingga mencapai 120 dollar AS per barrel (kini menembus
angka 130 dollar AS per barrel), kenaikkan ini dikatakan tidak
terhindarkan. Kenaikan ini berkali-kali dikatakan telah menyedot APBN
2008. “Sekitar 25 persen dana APBN terkuras untuk subsidi BBM,” demikian
tegas Menteri Sri Mulyani.
Janji yang diingkari SBY-JK ini tak pelak memancing protes dari
masyarakat. Seperti dikemukakan Khalisah Khalid dari Sarekat Hijau
Indonesia (SHI) dalam aksi FPR, Rabu (21/5), sikap ini menunjukkan bahwa
yang hendak diselamatkan SBY bukanlah rakyat melainkan APBN. “Ini
artinya, yang hendak diamankan oleh SBY-JK adalah keselamatan
kekuasaannya sendiri, bukan rakyat!”
Sinyalemen Khalisah Khalid tidak tertampik oleh kenyataan. Pada saat
ini, kenaikan harga BBM dunia sesungguhnya menguntungkan Indonesia.
Penurunan produksi minyak yang kerap digembar-gemborkan SBY-JK,
sesungguhnya tertutupi oleh tingginya harga minyak dunia.
Pernyataan Staf Khusus Menteri ESDM, Rahmat Sudibyo, Rabu (21/5)
dalam diskusi peningkatan produksi migas yang diselenggarakan Persatuan
Insinyur Indonesia (PII) membenarkan sinyalemen tersebut. “Penurunan
produksi minyak tertutupi harga minyak yang sedang tinggi, sehingga
sektor migas masih tetap jadi andalan penerimaan APBN,” jelas Rahmat
Sudibyo. Ia mengatakan sumbangan sektor migas mencapai sekitar Rp 200
triliun atau 20-30 persen dari seluruh penerimaan APBN. (Sinar Harapan,
22/5)
Hal senada dikemukakan Wakil Dirut Pertamina (Persero) Iin Arifin
Takhyan. Menurutnya, Indonesia masih diuntungkan dengan kenaikan harga
minyak. “Secara nasional, Indonesia masih diuntungkan oleh kenaikan
harga minyak,” jelasnya. Menurut Iin, hasil minyak harus dibagi ke
daerah dan dialokasikan untuk subsidi, karenanya pendapatan APBN dari
migas menjadi tekor. (Sinar Harapan, 22/5)
Sayangnya, Iin tidak berani menyebutkan adanya kontrak bagi hasil
dengan perusahaan-perusahaan minyak raksasa, seperti ExxonMobil,
Chevron, British Petroloem, Total, yang beroperasi di Indonesia yang
sebenarnya memperoleh bagian terbesar dari pengeboran minyak di
Indonesia.
Rendahnya produksi migas nasional diketahui sebagai akibat dari
adanya aksi penimbunan dari perusahaan-perusahaan pemegang konsesi
pengeboran migas yang beroperasi di Indonesia. Hal ini dijelaskan oleh
Dirjen Minyak dan Gas Bumi Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral
(ESDM), Luluk Sumiarso.
“Produksi minyak dari 22 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas
sampai 11 April 2008 belum mencapai target yang ditetapkan. Mereka harus
menggenjot produksinya agar mencapai target yang ditetapkan,” ujar
Luluk Sumiarso (Seputar Indonesia, 22 Mei 2008).
Ke-22 KKKS yang belum mencapai produksinya antara lain PT Pertamina
(persero) yang baru mencapai 89 persen, Total E&P yang baru mencapai
99 persen, Medco E&P yang baru mencapai 98 persen, BOB PN-PT BSP
yang baru 89,19 persen, BP West Java 97 persen, dan ConocoPhillips 97,71
persen.
Hal ini sungguh tidak masuk akal ketika rejim SBY-JK sesungguhnya
telah memberi berbagai kemudahan, seperti memberikan tax holiday dan
cost recovery yang sangat besar untuk menopang operasional
perusahaan-perusahaan tersebut. Perlu kita tegaskan, tindakan
perusahaan-perusahaan tersebut sama saja dengan melakukan penimbunan
migas dalam skala besar yang jelas-jelas merugikan rakyat Indonesia.***
Kwik Kian Gie: Subsidi BBM itu Bohong!
Posted on Maret 21, 2012 by A Nizami
Di bawah adalah tulisan Kwik Kian Gie yang menyatakan Subsidi BBM adalah bohong. Jika kita teliti, itu memang benar.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS:
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Sesungguhnya biaya produksi minyak dari menggali minyak, kilang, hingga distribusi ke Pom Bensin menurut KKG adalah US$ 10/brl. Ada baiknya kita naikan saja jadi US$ 15/brl untuk memberi keuntungan bagi pendukung Neoliberalisme yang mengatakan Subsidi BBM itu ada. Itu sudah termasuk keuntungan yang cukup besar bagi para operator dan distributor.
Buat yang ragu angkanya bisa lihat data komponen biaya dari website pemerintah AS:
http://www.eia.gov/petroleum/gasdiesel
Di situ dijelaskan biaya minyak mentah 72% dari harga jual, pengilangan 12%, Distribusi dan Pemasaran 5%, Pajak 11%.
Taruhlah rate 1 US$ = Rp 10.000 dan 1 barrel = 159 liter.
Jika harga minyak Rp 4.500/liter, artinya Rp 715.500/brl atau US$ 71/brl.
Jadi dengan biaya produksi hanya US$ 15/brl dan harga jual US$ 71/brl, sebetulnya pemerintah untung US$ 56/brl. Bayangkan jika produksi BBM kita 1 tahun 350 juta barel. Pemerintah untung US$ 19,6 milyar atau Rp 196 trilyun/tahun.
Itu kalau pakai harga “Subsidi” Rp 4.500/liter. Kalau pakai harga Pertamax yang Rp 9000/liter, pemerintah untung Rp 392 trilyun/tahun.
Tapi bagaimana dengan harga minyak dunia yang misalnya US$ 120/brl? Bukankah kita rugi US$ 79/brl?
Benar kalau kita adalah negara bukan penghasil minyak seperti Singapura atau Jepang yang harus beli minyak dari negara lain.
Tapi Indonesia
memproduksi sendiri minyaknya sebesar 907 ribu barel/hari. Bahkan
mungkin lebih jika tidak dikadali perusahaan minyak asing yang mengelola
90% minyak kita. Sementara kebutuhan BBM “Subsidi” itu hanya 723 ribu
bph (42 juta kilo liter/tahun). Jadi masih untunglah pemerintah. Mau
harga minyak dunia naik sampai US$ 200/brl pun sebetulnya biaya produksi
minyak di Indonesia tidak akan berubah. Paling banter cuma US$ 15/brl.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Cuma ya itu beda pemikiran ekonom kerakyatan atau Islam dibanding ekonom Neoliberal yang berpihak pada perusahaan-perusahaan minyak asing. Meski untung, mereka tetap bilang rugi.
Padahal minyak itu adalah milik bersama rakyat Indonesia. Bukan milik perusahaan minyak atau pemerintah Indonesia. Jadi tak pantas dijual dengan harga “Internasional”.
Simulasi Harga Minyak dalam bentuk XLS bisa didownload di sini:
Kita akan tahu bahwa
meski harga minyak dunia US$ 200/brl, Indonesia tetap untung dgn harga
Rp 4500/ltr atau US$ 71 brl mengingat biaya produksi hanya US$ 15/brl.
Lihat perbandingan beda
pandangan antara pemahaman untung/rugi penjualan minyak antara pemikiran
Ekonom Islam/Rakyat dengan Ekonom Neoliberal yang dipengaruhi Yahudi.
Di zaman Nabi ada Yahudi
yang menjual air dengan harga tinggi kepada rakyat. Harap diketahui,
hingga sekarang harga air di Arab Saudi lebih mahal daripada harga
minyak karena air di sana sangat langka. Namun setelah dibeli ummat
Islam sumur airnya, Nabi membagikannya gratis kepada rakyat. Ini karena
rakyat harus bisa mendapatkan kebutuhan hidupnya dengan mudah.
Perbandingan di bawah dengan asumsi:
1 barel = 159 liter
1 US$ = Rp 10.000
Produksi minyak Indonesia = 907 ribu bph
Kebutuhan BBM “Subsidi” dgn harga Rp 4500/ltr (US$ 71/brl) = 740 ribu bph
Total biaya produksi minyak Indonesia = US$ 15/brl
HARGA MINYAK DUNIA (US$/BRL)
|
||||
Persepsi Untung/Rugi |
60
|
120
|
200
|
400
|
Ekonom Islam/Rakyat |
56
|
56
|
56
|
56
|
Ekonom Neoliberal |
11
|
-49
|
-129
|
-329
|
Orang awam memandang
saat biaya produksi minyak US$ 15/brl dan dijual seharga Rp 4500/ltr
(US$ 71/brl) sebagai untung sebesar US$ 56/brl.
Namun kaum Neolib
memandangnya rugi sebesar US$ 49/brl saat harga minyak Dunia naik jadi
US$ 120/brl. Saat minyak dunia naik jadi US$ 400/brl juga dianggap rugi
sebesar US$ 329/brl padahal sebenarnya tetap untung.
Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan “mengurangi beban subsidi BBM“,
mengakui bahwa selama ini tidak pernah ada subsidi dalam BBM. “Masih
ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan,” katanya
dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/03/2012), terkait rencana
kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia. Anggito menjadi
salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen ESDM. Mungkin
Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja
tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya
bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi
lagi dalam acaratalkshow tersebut di atas. http://muslimdaily.net/opini/opini-17/anggito-abimanyu-selama-ini-tidak-pernah-ada-subsidi-bbm.html
Jika pun “benar” Pemerintah rugi, bisa jadi Pertamina dipaksa membeli
minyak Indonesia yang 90% dikelola oleh perusahaan2 minyak AS seperti
Chevron dan Exxon dengan harga New York. Jika begitu, solusinya adalah
di Nasionalisasi. Cina dan Norwegia mengelola minyak mereka dengan BUMN
mereka. Arab Saudi, Iran, dan Venezuela juga sudah menasionalisasi
perusahaan minyak asing yang dulu memonopoli minyak mereka. Sekarang
mereka makmur karena penerimaannya bertambah karena tidak dibohongi oleh
perusahaan2 minyak asing. http://infoindonesia.wordpress.com/2009/06/30/selama-kekayaan-alam-dirampok-asing-indonesia-akan-terus-miskin/
Selama 90% kekayaan alam kita dikuasai asing, selama itu pula Indonesia
melarat. Harga minyak naik, bukannya untung malah rugi karena ceritanya
“Subsidi” bertambah berat. Harga minyak turun juga “Mengeluh” karena
penerimaan berkurang. Tidak pernah bersyukur makanya kena siksa Allah
terus. “Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” [Ibrahim 7] Satu
wujud syukur kita dengan kekayaan alam kita adalah dengan mengelolanya
sendiri sehingga bisa menikmati seluruh hasilnya. Bukan justru
mengabaikannya dan menyerahkannya ke pihak asing sehingga akhirnya
asinglah yang menikmati hasilnya sementara rakyat Indonesia jadi miskin
dan melarat.
Angka yang diajukan KKG
sebetulnya sangat masuk akal. Apalagi menurut Lembaga Statistika Energi
AS (Energy Information Administration), 42 galon minyak mentah setelah
dikilang akan menghasilkan 45 galon (6% lebih banyak) seperti Bensin,
Diesel, dan Avtuur yang harganya sangat mahal. Jadi kalau pemerintah
bilang rugi…rugi…rugi.. itu cuma bohong belaka.
Referensi:
Pertamina: konsumsi BBM “Subsidi” tahun 2011 sebesar 41,69 kilo liter
BP Migas: Produksi minyak Indonesia 920 ribu bph:
BBM DISUBSIDI ADALAH OMONG KOSONG
Percakapan antara Djadjang dan Mamad
Oleh Kwik Kian Gie
http://agusnizami.wordpress.com/2012/03/21/kwik-kian-gie-subsidi-bbm-itu-bohong/
Pemerintah berencana tidak membolehkan
kendaraan berpelat hitam membeli bensin premium, karena harga Rp. 4.500
per liter jauh di bawah harga pokok pengadaannya. Maka pemerintah rugi
besar yang memberatkan APBN.
Dj : Mad, apa benar sih pemerintah mengeluarkan uang tunai yang lebih besar dari harga jualnya untuk setiap liter bensin premium ? M : Benar, Presiden SBY pernah mengatakan bahwa semakin tinggi harga minyak mentah di pasar internasional, semakin besar uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengadakan bensin. Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip SBY yang berbunyi : “Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun. Kalau USD 160, gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk BBM.” Dj : Jadi apa benar bahwa untuk mengadakan 1 liter bensin premium pemerintah mengeluarkan uang lebih dari Rp. 4.500 ? Kamu kan doktor Mad, tolong jelaskan perhitungannya bagaimana ?
M : Gampang sekali, dengarkan baik-baik. Untuk mempermudah perhitungan buat kamu yang bukan orang sekolahan, kita anggap saja 1 USD = Rp. 10.000 dan harga minyak mentah USD 80 per barrel. Biaya untuk mengangkat minyak dari perut bumi (lifting) + biaya pengilangan (refining) + biaya transportasi rata-rata ke semua pompa bensin = USD 10 per barrel. 1 barrel = 159 liter. Jadi agar minyak mentah dari perut bumi bisa dijual sebagai bensin premium per liternya dikeluarkan uang sebesar (USD 10 : 159) x Rp. 10.000 = Rp. 628,93 – kita bulatkan menjadi Rp. 630 per liter.
Harga minyak mentah USD 80 per barrel. Kalau dijadikan satu liter dalam rupiah, hitungannya adalah : (80 x 10.000) : 159 = Rp. 5.031,45. Kita bulatkan menjadi Rp. 5.000. Maka jumlah seluruhnya kan Rp. 5.000 ditambah Rp. 630 = Rp. 5.630 ? Dijual Rp. 4.500. Jadi rugi sebesar Rp. 1.130 per liter (Rp. 5.630 – Rp. 4.500). Kerugian ini yang harus ditutup oleh pemerintah dengan uang tunai, dan dinamakan subsidi.
Dj : Hitung-hitunganmu aku ngerti, karena pernah diajari ketika di SD dan diulang-ulang terus di SMP dan SMA. Tapi yang aku tak paham mengapa kau menghargai minyak mentah yang milik kita sendiri dengan harga minyak yang ditentukan oleh orang lain ?
M : Lalu, harus dihargai dengan harga berapa ?
Dj : Sekarang ini, minyak mentahnya kan sudah dihargai dengan harga jual dikurangi dengan harga pokok tunai ? Hitungannya Rp. 4.500 – Rp. 630 = Rp. 3.870 per liter ? Kenapa pemerintah dan kamu tidak terima ? Kenapa harga minyak mentahnya mesti dihargai dengan harga yang Rp. 5.000 ?
M : Kan tadi sudah dijelaskan bahwa harga minyak mentah di pasar dunia USD 80 per barrel. Kalau dijadikan rupiah dengan kurs 1 USD = Rp. 10.000 jatuhnya kan Rp. 5.000 (setelah dibulatkan ke bawah).
Dj : Kenapa kok harga minyak mentahnya mesti dihargai dengan harga di pasar dunia ?
M : Karena undang-undangnya mengatakan demikian. Baca UU no. 22 tahun 2001 pasal 28 ayat 2. Bunyinya : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar.” Nah, persaingan usaha dalam bentuk permintaan dan penawaran yang dicatat dan dipadukan dengan rapi di mana lagi kalau tidak di New York Mercantile Exchange atau disingkat NYMEX ? Jadi harga yang ditentukan di sanalah yang harus dipakai untuk harga minyak mentah dalam menghitung harga pokok.
Dj : Paham Mad. Tapi itu akal-akalannya korporat asing yang ikut membuat Undang-Undang no. 22 tahun 2001 tersebut. Mengapa bangsa Idonesia yang mempunyai minyak di bawah perut buminya diharuskan membayar harga yang ditentukan oleh NYMEX ? Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakannya bertentangan dengan konstitusi kita. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Pasal 28 ayat (2) yang berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.”
M : Kan sudah disikapi dengan sebuah Peraturan Pemerintah (PP) ?
Dj : Memang, tapi PP-nya yang nomor 36 tahun 2004, pasal 27 ayat (1) masih berbunyi : “Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi, keuali Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, DISERAHKAN PADA MEKANISME PERSAINGAN USAHA YANG WAJAR, SEHAT DAN TRANSPARAN”. Maka sampai sekarang istilah “subsidi” masih dipakai terus, karena yang diacu adalah harga yang ditentukan oleh NYMEX.
M : Jadi kalau begitu kebijakan yang dinamakan “menghapus subsidi” itu bertentangan dengan UUD kita ?
Dj : Betul. Apalagi masih saja dikatakan bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang dikeluarkan. Ini bukan hanya melanggar konstitusi, tetapi menyesatkan. Uang tunai yang dikeluarkan untuk minyak mentah tidak ada, karena milik bangsa Indonesia yang terdapat di bawah perut bumi wilayah Republik Indonesia. Menurut saya jiwa UU no. 22/2001 memaksa bangsa Indonesia terbiasa membayar bensin dengan harga internasional. Kalau sudah begitu, perusahaan asing bisa buka pompa bensin dan dapat untung dari konsumen bensin Indonesia. Maka kita sudah mulai melihat Shell, Petronas, Chevron.
M : Kembali pada harga, kalau tidak ditentukan oleh NYMEX apakah mesti gratis, sehingga yang harus diganti oleh konsumen hanya biaya-biaya tunainya saja yang Rp. 630 per liternya ?
Dj : Tidak. Tidak pernah pemerintah memberlakukan itu dan penyusun pasal 33 UUD kita juga tidak pernah berpikir begitu. Sebelum terbitnya UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas, pemerintah menentukan harga atas dasar kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya. Sikap dan kebijakan seperti ini yang dianggap sebagai perwujudan dari pasal 33 UUD 1945 yang antara lain berbunyi : ”Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Dengan harga Rp. 2.700 untuk premium, harga minyak mentahnya kan tidak dihargai nol, tetapi Rp. 2.070 per liter (Rp. 2.700 – Rp. 630). Tapi pemerintah tidak terima. Harus disamakan dengan harga NYMEX yang ketika itu USD 60, atau sama dengan Rp. 600.000 per barrel-nya atau Rp. 3.774 (Rp. 600.000 : 159) per liternya. Maka ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 menjadi Rp. 4.404 yang lantas dibulatkan menjadi Rp. 4.500. Karena sekarang harga sudah naik lagi menjadi USD 80 per barrel pemerintah tidak terima lagi, karena maunya yang menentukan harga adalah NYMEX, bukan bangsa sendiri. Dalam benaknya, pemerintah maunya dinaikkan sampai ekivalen dengan harga minyak mentah USD 80 per barrel, sehingga harga bensin premium menjadi sekitar Rp. 5.660, yaitu: Harga minyak mentah : USD 80 x 10.000 = Rp. 800.000 per barrel. Per liternya Rp. 800.000 : 159 = Rp. 5.031, ditambah dengan biaya-biaya tunai sebesar Rp. 630 = Rp. 5.660 Karena tidak berani, konsumen dipaksa membeli Pertamax yang komponen harga minyak mentahnya sudah sama dengan NYMEX. M : Kalau begitu pemerintah kan kelebihan uang tunai banyak sekali, dikurangi dengan yang harus dipakai untuk mengimpor, karena konsumsi sudah lebih besar dibandingkan dengan produksi.
Dj : Memang, tapi rasanya toh masih kelebihan uang tunai yang tidak jelas ke mana perginya. Kaulah Mad yang harus meneliti supaya diangkat menjadi Profesor.
Soal BBM, Pemerintah Jangan Bohongi Rakyat Lagi
By: Rika Hikmah Rizkita
Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung
http://www.voa-islam.com/news/citizens-jurnalism/2012/03/30/18468/soal-bbm-pemerintah-jangan-bohongi-rakyat-lagi/
Kenaikan
BBM menjadi isu paling panas dalam satu pekan ini. Ditambah dengan
penolakan yang datang dari seluruh lapisan masyarakat. Demonstrasi,
aksi, audiensi ke DPR, dan berbagai tabligh akbar digelar untuk
mengekspresikan penolakan yang luar biasa terhadap kenaikan BBM ini.
Namun, pemerintah ibarat mengamalkan betul pepatah anjing menggonggong
kafilah berlalu. Teriakan masyarakat dianggapnya gonggongan anjing saja,
dan kafilah akan terus berlalu, alias kenaikan BBM akan tetap
dilaksanakan. Miris sekali.
BBM
tetap harus dinaikkan. Berbagai dalih diungkapkan penguasa negeri ini
demi terwujudnya kenaikan BBM tersebut. Digembar-gemborkanlah bahwa
alasan terbesar adalah harga minyak dunia naik, subsidi BBM akan
membengkak. Penyediaan BBM bersubsidi menggunakan patokan harga minyak
dunia. Maka Pemerintah harus nomboki selisih dalam asumsi
APBNnya, yaitu sebesar USD 30 perbarel. Karenanya, subsidi BBM yang
harus ditanggung pemerintah jadi membengkak dan APBN bisa bobol
karenanya.
Yang
dibesarkan-besarkan hanyalah minyak naik, beban subsidi membengkak, tapi
tidakkah kita sadar bahwa pemerintah tidak mengungkapkan berapa
penerimaannya dari BBM setelah kenaikan harga minyak mentah dunia itu?
Tentu saja secara logika penerimaan migas pemerintah sebenarnya cukup
besar. Hal tersebut tergambar dalam APBN 2012. Jika dihitung maka
sebetulnya beban subsidi pemerintah hanya kurang sekitar Rp 6 triliun.
Dan kekurangan tersebut sebenarnya bisa dengan mudah ditutupi. Misalnya
dengan memangkas anggaran kunjungan yang selama ini justru lebih kental
hanya untuk plesiran yang tidak efektif.
Hal
seperti inikah yang dibesar-besarkan sehingga dikatakan APBN bisa jebol?
Lalu kenapa pendapatan dari migas tidak di ungkapkan ke masyarakat
secara gambling? Pemerintah menyimpan ketidakjujuran kepada rakyat di
mana segala kebenaran tidak disampaikan secara terbuka. Padahal
kebohongan dan penipuan semacam ini akan menjauhkan pelakunya dari
surga. Tegas sekali Rasulullah SAW bersabda:
"Tidaklah
seorang penguasa yang mengurusi urusan rakyat dari kalangan kaum
Muslim, lalu ia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Allah
mengharamkan bagi dirinya surga" (HR Bukhari).
Dalam
kondisi seperti ini kaum muslim tidak boleh berdiam diri, apalagi
menjadi pendukung. Ketidakjujuran ini tidak lain bersumber dari
kesalahan sistem yang dipakai di negara ini, kapitalisme. Satu-satunya
solusi ialah mencampakkan dan mengakhiri yang menjadi pangkalnya ini
lalu menggantinya dengan penerapan system Islam secara menyeluruh dalam
bingkai Khilafah Islam. [voa-islam.com]
Istilah Subsidi BBM Menyesatkan. Mengapa Dipakai Untuk Menaikkan Harga Lagi?? (Artikel 1)
http://kwikkiangie.com/v1/2011/03/istilah-subsidi-bbm-menyesatkan-mengapa-dipakai-untuk-menaikkan-harga-lagi-artikel-1/
Dalam
tulisan ini saya membuat beberapa kalkulasi tentang jumlah uang yang
masuk karena penjualan BBM dan uang yang harus dikeluarkan untuk
memproduksi dan mengadakannya. Hasilnya pemerintah kelebihan uang.
Mengapa dikatakan pemerintah harus mengeluarkan uang untuk memberi
subsidi, sehingga APBN-nya jebol. Dan karena itu harus menaikkan harga
BBM yang sudah pasti akan lebih menyengsarakan rakyat lagi setelah
kenaikan luar biasa di tahun 2005 sebesar 126%.
Mari kita segera saja melakukan kalkulasinya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
(Menteri Ani) memberi keterangan kepada Rakyat Merdeka yang dimuat pada
tanggal 24 April 2008.
Angka-angka yang dikemukakannya adalah
angka-angka yang terakhir disepakati antara Pemerintah dan DPR, yang
sekarang tentunya sudah ketinggalan lagi.
Maka dalam perhitungan yang saya
tuangkan ke dalam tiga buah Tabel Kalkulasi saya menggunakan
angka-angkanya Menteri Ani yang diperlukan untuk mengetahui berapa
persen bagian bangsa Indonesia dari minyak mentah yang dikeluarkan dari
perut bumi Indonesia. Berapa jumlah penerimaan Pemerintah dari Migas di
luar pajak. Jadi yang saya ambil angka-angka yang masih dapat dipakai
walaupun banyak angka yang sudah ketinggalan oleh perkembangan, seperti
harga minyak mentahnya sendiri. Angka kesepakatan antara Pemerintah dan
Panitia Anggaran harga minyak masih US$ 95 per barrel. Sekarang sudah di
atas US$ 120. Saya mengambil US$ 120 per barrel.
Keseluruhan data dan angka yang menjadi landasan kalkulasi saya tercantum dalam tabel-tabel kalkulasi yang bersangkutan.
Setiap Tabel kalkulasi sudah cukup jelas. Untuk memudahkan memahaminya, saya jelaskan sebagai berikut.
Menteri Ani antara lain mengemukakan bahwa lifting
(minyak mentah yang disedot dari dalam perut bumi Indonesia) sebanyak
339,28 juta barrel per tahun. Dikatakan bahwa angka ini tidak seluruhnya
menjadi bagian Pemerintah. (baca : bagian milik bangsa Indonesia). Kita
mengetahui bahwa 90% dari minyak kita dieksploitasi oleh
perusahaan-perusahaan minyak asing. Maka mereka berhak atas sebagian
minyak mentah yang digali. Berapa bagian mereka? Menteri Ani tidak
mengatakannya. Tetapi kita bisa menghitungnya sendiri berdasarkan
angka-angka lain yang dikemukakannya, yaitu sebagai berikut.
Menteri Ani memberi angka-angka sebagai berikut.
Lifting : 339,28 juta barrel per tahun
Harga minyak mentah : US$ 95 per barrel
Nilai tukar rupiah : Rp. 9.100 per US$
Penerimaan Migas diluar pajak : Rp. 203,54 trilyun.
Harga minyak mentah : US$ 95 per barrel
Nilai tukar rupiah : Rp. 9.100 per US$
Penerimaan Migas diluar pajak : Rp. 203,54 trilyun.
Dari angka-angka tersebut dapat dihitung berapa hak bangsa Indonesia dari lifting dan berapa persen haknya perusahaan asing. Perhitungannya sebagai berikut.
Hasil Lifting dalam rupiah : (339.280.000 x 95) x Rp. 9.100 = Rp. 293,31 trilyun.
Penerimaan Migas Indonesia : Rp. 203,54
trilyun. Ini sama dengan (203,54 : 293,31) x 100 % = 69,39%. Untuk
mudahnya dalam perhitungan selanjutnya, kita bulatkan menjadi 70% yang
menjadi hak bangsa Indonesia.
Jadi dari sini dapat diketahui bahwa hasil lifting yang miliknya bangsa Indonesia sebesar 70%. Kalau lifting
seluruhnya 339,28 juta barrel per tahunnya, milik bangsa Indonesia 70%
dari 339,28 juta barrel atau 237,5 juta barrel per tahun.
Berapa kebutuhan konsumsi BBM bangsa
Indonesia? Banyak yang mengatakan 35,5 juta kiloliter per tahun. Tetapi
ada yang mengatakan 60 juta kiloliter. Saya akan mengambil yang paling
jelek, yaitu yang 60 juta kiloliter, sehingga konsumsi minyak mentah
Indonesia lebih besar dibandingkan dengan produksinya.
Produksi yang haknya bangsa Indonesia : 237,5 juta kiloliter.
Konsumsinya 60 juta kiloliter. 1 barrel =
159 liter. Maka 60 juta kiloliter sama dengan 60.000.000.000 :159 =
377,36 juta barrel.
Walaupun kesepakatan antara Pemerintah
dan DPR seperti yang dikatakan Menteri Ani tentang harga minyak mentah
US$ 95 per barrel, saya ambil US$ 120 per barrel.
Walaupun kesepakatan antara Pemerintah
dan DPR seperti yang diungkapkan Menteri Ani tentang nilai tukar adalah
Rp. 9.100 per US$, saya ambil Rp. 10.000 per US$.
Tabel III (click tabel)
Hasilnya seperti yang tertera dalam
Tabel III, yaitu Pemerintah kelebihan uang tunai sebesar Rp. 35,71
trilyun, walaupun dihadapkan pada keharusan mengimpor dalam memenuhi
kebutuhan konsumsi rakyatnya. Produksi minyak mentah yang menjadi haknya
bangsa Indonesia 237,5 juta barrel. Konsumsinya 60 juta kiloliter yang
sama dengan 377,36 juta barrel. Terjadi kekurangan sebesar 139,86 juta
barrel yang harus dibeli dari pasar internasional dengan harga US$ 120
per barrelnya dan nilai tukar diambil Rp. 10.000 per US$. Toh masih
kelebihan uang tunai.
Tabel I (click tabel)
Apalagi kalau kita merangkaikan semua
data kesepakatan terakhir antara Pemerintah dengan Panitia Anggaran DPR.
Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Ani kepada Rakyat Merdeka tanggal
24 April yang lalu kesepakatannya adalah sebagai berikut.
Lifting : 339,28 juta barrel per tahun
Harga : US$ 95 per barrel
Nilai tukar : Rp. 9.100 per US$
Penerimaan Migas di luar pajak : Rp. 203,54 trilyun.
Harga : US$ 95 per barrel
Nilai tukar : Rp. 9.100 per US$
Penerimaan Migas di luar pajak : Rp. 203,54 trilyun.
Kalkulasi tentang uang yang harus dikeluarkan dan uang yang masuk seperti dalam Tabel I.
Kita lihat dalam Tabel I tersebut bahwa
kelebihan uang tunainya sebesar Rp. 82,63 trilyun. Ketika itu Pemerintah
sudah teriak bahwa kekurangan uang dalam APBN dan minta mandat dari DPR
supaya diperbolehkan menggunakan uang APBN sebesar lebih dari Rp. 100
trilyun, yang disetujui oleh DPR.
Tabel II (click tabel)
Dalam Tabel II saya mengakomodir
pikiran teoretis dari Pemerintah yang mengatakan bahwa Pertamina harus
membeli minyak mentahnya dari Menteri Keuangan dengan harga
internasional yang dalam kesepakatan antara Pemerintah dan Panitia
Anggaran US$ 95 per barrel dan nilai tukar ditetapkan Rp. 9.100 per US$.
Seperti dapat kita lihat, hasilnya
memang Defisit sebesar Rp. 122,69 trilyun. Tetapi uang yang harus
dibayar oleh Pertamina kepada Menteri Keuangan yang sebesar Rp. 205,32
trilyun kan milik rakyat Indonesia juga? Maka kalau ini ditambahkan
menjadi surplus, kelebihan uang yang jumlahnya Rp. 82,63 trilyun, persis
sama dengan angka surplus yang ada dalam Tabel I.
MENGAPA?
Mengapa Pemerintah mempunyai pikiran
bahwa subsidi sama dengan pengeluaran uang tunai? Mengapa DPR
menyetujuinya? Itulah yang menjadi pertanyaan terbesar buat saya yang
sudah saya kemukakan selama 10 tahun dalam bentuk puluhan tulisan di
berbagai media massa. Dibantah tidak, digubris tidak.
Sekarang saya mengulanginya lagi, karena
masalahnya sudah menjadi kritis dalam dua aspek. Yang pertama,
kesengsaraan rakyat sudah sangat parah. Kedua, kenaikan harga BBM lagi
bisa memicu kerusuhan sosial. Kali ini jangan main-main. Semoga saya
salah.
PIKIRAN BINGUNG YANG ZIG-ZAG
Ketika harga BBM di tahun 2005 dinaikkan
dengan 126%, bensin premium menjadi Rp. 4.500 per liter. Ketika itu,
harga bensin ini ekivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 61,5
per barrel.
Pemerintah mengatakan bahwa mulai saat
itu sudah tidak ada istilah subsidi lagi, karena harga BBM di dalam
negeri sudah sama dengan harga minyak mentah yang setiap beberapa kali
sehari ditentukan oleh New York Mercantile Exchange. Memang betul,
bahkan lebih tinggi sedikit, karena ketika itu harga minyak mentah US$
60 per barrel.
Ketika harga minyak mentah turun sampai
sekitar US$ 57 dan Wapres JK ditanya wartawan apakah harga BBM akan
diturunkan, beliau menjawab “tidak”. Lantas harga minyak meningkat
sampai US$ 80. Wartawan bertanya lagi kepadanya, apakah harga BBM akan
dinaikkan? Dijawab : “Tidak, dan tidak akan dinaikkan walaupun harga
minyak mentah meningkat sampai US$ 100 per barrel.”
Lantas Presiden mengumumkan bahwa kalau
harga minyak sudah US$ 120 pemerintah akan kekurangan uang untuk
memberikan subsidi kepada rakyatnya dalam jumlah besar, sehingga APBN
akan jebol. Maka terpaksa menaikkan harga BBM pada akhir Mei dengan
sekitar 30 %. Jadi sangatlah jelas bahwa Presiden menganggap subsidi BBM
sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah.
Pada tanggal 13 Mei jam 22.05 Metro TV
menayangkan Today’s Dialogue, di mana Wapres Jusuf Kalla mengakui bahwa
pemerintah akan kelebihan uang, yang dibutuhkan untuk membangun
infrastruktur.
Jadi dalam pengadaan BBM pemerintah
kekurangan uang karena harus memberikan subsidi, atau kelebihan uang
yang akan dipakai untuk membangun infrastruktur?
Penutup
Tulisan ini baru awal dari sebuah
perdebatan publik. Ayo, saya mohon dibantah. Wahai media televisi,
selenggarakanlah debat publik tanpa batas waktu siapa yang benar dan
siapa yang salah? Buat urusan perut rakyat yang termiskin yang notabene
pemilik minyak, janganlah lebih mementingkan iklan – iklan.
Tunggu artikel-artikel berikutnya di
KoranInternet ini. Artikel-artikel berikutnya akan membahas masalah
penentuan harga BBM untuk rakyatnya ini dari segi disiplin ilmu cost
accounting beserta landasan falsafahnya yang nampaknya tidak dikuasai
dan tidak dipahami oleh para teknokrat, tetapi selalu bersikap gebrak
dulu dengan sikap ”biar bodoh asal sombong”. Pokoknya gebrak dan gertak.
Boleh – boleh saja, tetapi kalau lantas menyengsarakan rakyat ya ayolah
berdebat keras!
Program BLSM (BLT) Dibiayai dari Utang Asian Development Bank
Senin, 03 Juni 2013http://forum.detik.com/penolakan-kenaikan-bbm-oleh-pks-ternyata-cuman-akal-bulus-t712643.html?p=24323903
Pernyataan pemerintah bahwa Program Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM, dulu namanya BLT) adalah kompensasi hasil pemotongan
anggaran BBM bersubsidi dipertanyakan oleh Pengamat Kebijakan Publik,
Ichsanuddin Noorsy.
Ichsanuddin mengatakan bahwa sebenarnya program BLSM itu dibiayai utang negara. Buktinya, menurut dia, tertera di laman situs Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa BLSM bersumber dari utang ADB dengan nama singkatan proyek DPSP (Development Policy Support Program). Selain itu, juga dibiayai oleh Bank Dunia (World Bank) dengan sumber utang dengan nama proyek DPLP tahap 3.
Dengan demikian, menurut dia, kenaikan harga BBM sebenarnya hanya untuk menarik uang untuk membayar utang pemerintah ke lembaga-lembaga itu.
Hal itu penting diambil pemerintah sebagai langkah karena nilai rupiah sedang jatuh sehingga mengakibatkan tekanan neraca pembayaran di tengah membesarnya bayaran cicilan dan bunga Utang luar negeri.
“Jadi kegagalan ekonomi yang dicerminkan melemahnya nilai tukar ditanggung oleh rakyat melalui kenaikan BBM. Soal BLSM bukan bersumber dari penghematan subsidi,” tegas Ichsanuddin di Jakarta, Minggu (2/6), seperti dijkutip Berita Satu.
“Ayo berhitung. Yang jelas BLSM bagian dari suap pemerintah atas gagasan USAID, Bank dunia, dan ADB,” ujar dia.
Untuk bisa membuka masalah itu, dia menantang para pejabat negara berdebat membuka komponen biaya sampai mebentuk harga jual untuk BBM yang sekitar 690 ribu barel diolah sendiri oleh Indonesia.
Dia menjelaskan harga BBM Rp 6500 – Rp 7000 per liter bisa saja diterima sebagai harga pasar. Hanya saja, dengan asumsi harga minyak di Nymex sebesar USD 100 per barrel, seharusnya harga BBM lebih murah untuk 690 ribu barel yang diproduksi sendiri itu.
“Sama saja pemerintah dusta,” tegas Ichsanuddin.
“Tidak berkah suatu kepemimpinan yang sarat dusta. Rakyatnya kena azab. Berpangkat tidak terhormat, menjabat tidak bermartabat, beramanat tapi bermuslihat,” seloroh Ichsanuddin.
*news.fimadani.com/read/2013/06/03/program-blsm-dibiayai-dari-utang-asian-development-bank/
Ichsanuddin mengatakan bahwa sebenarnya program BLSM itu dibiayai utang negara. Buktinya, menurut dia, tertera di laman situs Asian Development Bank (ADB) yang menyatakan bahwa BLSM bersumber dari utang ADB dengan nama singkatan proyek DPSP (Development Policy Support Program). Selain itu, juga dibiayai oleh Bank Dunia (World Bank) dengan sumber utang dengan nama proyek DPLP tahap 3.
Dengan demikian, menurut dia, kenaikan harga BBM sebenarnya hanya untuk menarik uang untuk membayar utang pemerintah ke lembaga-lembaga itu.
Hal itu penting diambil pemerintah sebagai langkah karena nilai rupiah sedang jatuh sehingga mengakibatkan tekanan neraca pembayaran di tengah membesarnya bayaran cicilan dan bunga Utang luar negeri.
“Jadi kegagalan ekonomi yang dicerminkan melemahnya nilai tukar ditanggung oleh rakyat melalui kenaikan BBM. Soal BLSM bukan bersumber dari penghematan subsidi,” tegas Ichsanuddin di Jakarta, Minggu (2/6), seperti dijkutip Berita Satu.
“Ayo berhitung. Yang jelas BLSM bagian dari suap pemerintah atas gagasan USAID, Bank dunia, dan ADB,” ujar dia.
Untuk bisa membuka masalah itu, dia menantang para pejabat negara berdebat membuka komponen biaya sampai mebentuk harga jual untuk BBM yang sekitar 690 ribu barel diolah sendiri oleh Indonesia.
Dia menjelaskan harga BBM Rp 6500 – Rp 7000 per liter bisa saja diterima sebagai harga pasar. Hanya saja, dengan asumsi harga minyak di Nymex sebesar USD 100 per barrel, seharusnya harga BBM lebih murah untuk 690 ribu barel yang diproduksi sendiri itu.
“Sama saja pemerintah dusta,” tegas Ichsanuddin.
“Tidak berkah suatu kepemimpinan yang sarat dusta. Rakyatnya kena azab. Berpangkat tidak terhormat, menjabat tidak bermartabat, beramanat tapi bermuslihat,” seloroh Ichsanuddin.
*news.fimadani.com/read/2013/06/03/program-blsm-dibiayai-dari-utang-asian-development-bank/
PKS Tolak Kenaikan BBM, Anis : Jangan Hubungkan dengan Koalisi
Sampang
(SI Online) - http://www.suara-islam.com/read/index/7363/-PKS-Tolak-Kenaikan-BBM--Anis---Jangan-Hubungkan-dengan-Koalisi
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta minta
agar kebijakan partainya menolak rencana pemerintah menaikkan harga
bahan bakar minyak tidak dikaitkan dengan koalisi partai penguasa.
"Jangan hubung-hubungkan penolakan kenaikan BBM ini dengan koalisi, karena penolakan kenaikan harga BBM ini murni pembahasan di DPR," kata Anis Matta seusai melakukan silaturrahmi dengan para tokoh dan ulama Madura di Sampang, Senin malam (3/6/2013) seperti dikutip ANTARA news.
Ia mengatakan, nantinya Fraksi PKS secara langsung yang akan menjelaskan detail tentang sikap PKS menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM.
"Yang jelas pertimbangan kami, karena untuk keperluan rakyat secara umum," katanya menambahkan.
Mengenai terlalu banyak beban subsidi yang menjadi alasan pemerintah menaikkan harga BBM itu, Anis mengatakan, subsidi tetap dilakukan. Sebab, meski subsidi BBM dicabut, nantinya juga akan diarahkan dalam bentuk lain.
"Jadi kan lebih baik subsidi BBM itu tidak dicabut, toh nantinya juga tetap akan diarahkan dalam bentuk lain," katanya.
Dengan demikian sambung dia, alasan penolakan subsidi itu, karena PKS beda persepsi dengan pemerintah, akan tetapi tidak berarti menyimpang dalam koalisi.
"Sekali lagi, jangan hubung-hubungkan kebijakan PKS menolak kenaikan harga BBM dengan koalisi," katanya menambahkan.
Sebelumnya, PKB, sebagai salah satu anggota setgab mempertanyakan konsistensi PKS di koalisi. Menurut Ketua FPKB DPR, Marwan Ja'far, di rapat Setgab Koalisi, PKS setuju kenaikan harga BBM, tapi di luar malah kampanye menolak.
"Jadi semua koalisi sudah setuju, jadi BBM dinaikkan," kata Ketua FPKB DPR Marwan Jafar menuturkan hasil rapat terakhir Setgab Koalisi seperti dikutip detikcom, Kamis (30/5/2013).
Menurut Marwan di internal koalisi, PKS mendukung penuh. Dia tak menduga PKS berbalik badan begitu mudahnya. "Di rapat dia setuju, tiba-tiba di luar dia menolak. Ini kita nggak tahu," kritik Marwan.
Marwan mengakui memang ada yang belum disepakati di Setgab. Yakni pemberian kompensasi dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). "Tapi kalau soal kenaikan harga semua sudah sepakat," tegas Marwan.
red: shodiq ramadhan
"Jangan hubung-hubungkan penolakan kenaikan BBM ini dengan koalisi, karena penolakan kenaikan harga BBM ini murni pembahasan di DPR," kata Anis Matta seusai melakukan silaturrahmi dengan para tokoh dan ulama Madura di Sampang, Senin malam (3/6/2013) seperti dikutip ANTARA news.
Ia mengatakan, nantinya Fraksi PKS secara langsung yang akan menjelaskan detail tentang sikap PKS menolak rencana pemerintah menaikkan harga BBM.
"Yang jelas pertimbangan kami, karena untuk keperluan rakyat secara umum," katanya menambahkan.
Mengenai terlalu banyak beban subsidi yang menjadi alasan pemerintah menaikkan harga BBM itu, Anis mengatakan, subsidi tetap dilakukan. Sebab, meski subsidi BBM dicabut, nantinya juga akan diarahkan dalam bentuk lain.
"Jadi kan lebih baik subsidi BBM itu tidak dicabut, toh nantinya juga tetap akan diarahkan dalam bentuk lain," katanya.
Dengan demikian sambung dia, alasan penolakan subsidi itu, karena PKS beda persepsi dengan pemerintah, akan tetapi tidak berarti menyimpang dalam koalisi.
"Sekali lagi, jangan hubung-hubungkan kebijakan PKS menolak kenaikan harga BBM dengan koalisi," katanya menambahkan.
Sebelumnya, PKB, sebagai salah satu anggota setgab mempertanyakan konsistensi PKS di koalisi. Menurut Ketua FPKB DPR, Marwan Ja'far, di rapat Setgab Koalisi, PKS setuju kenaikan harga BBM, tapi di luar malah kampanye menolak.
"Jadi semua koalisi sudah setuju, jadi BBM dinaikkan," kata Ketua FPKB DPR Marwan Jafar menuturkan hasil rapat terakhir Setgab Koalisi seperti dikutip detikcom, Kamis (30/5/2013).
Menurut Marwan di internal koalisi, PKS mendukung penuh. Dia tak menduga PKS berbalik badan begitu mudahnya. "Di rapat dia setuju, tiba-tiba di luar dia menolak. Ini kita nggak tahu," kritik Marwan.
Marwan mengakui memang ada yang belum disepakati di Setgab. Yakni pemberian kompensasi dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM). "Tapi kalau soal kenaikan harga semua sudah sepakat," tegas Marwan.
red: shodiq ramadhan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar