Wapres Boediono Jelas Terlibat Sandal Bank Century
http://www.satumedia.info/2013/06/wapres-boediono-jelas-terlibat-sandal.html#.Ubh5VFIxVkg
Sejumlah politikus yang terdiri dari Bambang Soesatyo, Akbar Faizal, Misbakhun dan Lily Chodidjah Wahid melaporkan bukti-bukti baru terkait kasus skandal Bank Century ke KPK. Bukti-bukti yang dilaporkan berupa rapat para pejabat BI dalam membahas polemik Bank Century, di mana Boediono saat itu menjadi Gubernur BI. "Kami sampaikan substansi masalah itu, bahwa manipulasi, kondisi, terutama pada rapat dewan gubernur tanggal 20 November 2008, yang kemudian keluarlah kondisi tentang sistemik pada sistem perbankan kita," ujar Akbar Faizal di Gedung KPK, Jumat (31/5). Akbar mengatakan rapat itu dinilai janggal lantaran sebelum diadakan perhitungan dan analisis sistemik, para pejabat sudah memutuskan Bank Century merupakan bank yang gagal. "Rapat dewan gubernur sudah menyebut-nyebut kata sistemik, pada saat BI sebenarnya belum memiliki hitungan dan analisis tentang sistemik itu sendiri," paparnya. Akbar menuturkan rapat para pejabat BI tercatat tanggal 31, 5, dan 13. Pada tanggal 17 dan 18, rapat dewan gubernur sudah menyimpulkan dampak sistemik. Tercatat baru pada tanggal 19, DPNP internal membuat penghitungan dan analisisnya. Akbar menambahkan, dalam rapat tersebut terdapat Miranda, Muliaman Darmansyah Hadad, Siti Fajriah, Budi Rohadi, Budi Mulya, juga Boediono yang saa itu menjabat sebagai Gubernur BI. "Rapat dewan gubernur, sekali lagi rapat dewan gubernur. Dan itu dihadiri oleh beberapa deputi dan dipimpin gubernur BI saat itu, Boediono. Ada semua. Saya sudah serahkan semua ke KPK secara kolektif, KPK katakan terima kasih dan akan ditindaklanjuti," jelasnya. Sebelumnya, KPK menyatakan keterangan dari mantan Menkeu Sri Mulyani sebagai saksi dalam kasus skandal bailout Bank Century, dapat membongkar aktor intelektualnya yaitu Boediono dalam pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ke Bank Century pada tahun 2008. Sebagai gubernur BI, tentunya Boediono mengerti soal pemberian FPJP tersebut. "Kalau peran, Pak Boediono pastilah ada dalam pemberian FPJP. Selaku Gubernur Bank Indonesia yang tentunya tahu, tentu mengerti soal pemberian FPJP," kata Abraham Samad beberapa waktu lalu. |
IslamTimes/TheTruthSeekerMedia
Poskan Komentar Di: Cahyono Adi's Blog (Indonesian Free Press)
PENGAKUAN ANGGITO ABIMANYU: TIDAK ADA SUBSIDI BBM
http://cahyono-adi.blogspot.com/2012/03/pengakuan-anggito-abimanyu-tidak-ada.html#.UbiBJlIxVkh
Akhirnya
Pak Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal Indonesia
yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan "mengurangi
beban subsidi BBM", mengakui bahwa tidak ada subsidi dalam BBM. "Masih
ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang dikeluarkan," katanya
dalam acara talkshow di TVOne
hari Senin (13/3), terkait rencana kenaikan harga BBM akibat kenaikan
harga BBM dunia. Anggito menjadi salah satu narasumber bersama Kwik Kian
Gie dan Wamen ESDM.
Mungkin Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya bahwa isu "subsidi" adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi lagi dalam acara talkshow tersebut di atas.
Pengakuan tersebut menunjukkan dengan sangat-sangat gamblang bahwa isu "subsidi" yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sebagai alasan kenaikan harga BBM adalah sebuah "pembohongan". Sebagaimana pengakuan Anggito, tidak ada subsidi BBM, bahkan ketika saat ini harga BBM dunia mencapai $120 per-barrel.
Meski dalam blog ini pernah saya kupas secara mendetil mengenai penghitungan biaya dan penerimaan BBM oleh pemerintah, saya ingin kembali mereview-nya secara sederhana. Jika pemerintah mengambil BBM secara cuma-cuma dari dalam bumi Indonesia dan kemudian mengekplorasinya dengan biaya $20 per-barrel, sementara harga minyak dunia tidak pernah di bawah biaya produksi tersebut, darimana munculnya subsidi? Hanya orang bodoh moron idiot yang masih percaya pada bualan soal "subsidi" tersebut.
Meski terlambat dan menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat rakyat dan pengkhianat nuraninya sendiri selama menjadi pejabat negara (kini Anggito bukan lagi pejabat pengambil kebijakan ekonomi), pengakuan Anggito (mantan dosen saya waktu mahasiswa) sebenarnya menjadi koreksi "kebijakan pemerintah" dalam soal BBM. Namun alih-alih pemerintah terus saja menggunakan isu "subsidi" imaginatif untuk melegitimasi rencana kenaikan harga BBM, termasuk dalam iklan sosialisasi kenaikan harga BBM yang saat ini gencar ditayangkan di televisi.
Dalam diskusi tersebut Anggito memang tetap mendukung rencana kenaikan harga BBM, namun kini dengan alasan yang lebih rasional, tidak lagi menggunakan imajinasi "subsidi", melainkan demi mengurangi beban APBN. Dan inilah yang mestinya menjadi dasar kebijakan pemerintah, mengurangi beban APBN tanpa harus menipu rakyat.
Baik, kalau hanya mengatasi "tekanan" APBN ada banyak cara untuk mengatasinya tanpa harus menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM. Bisa mengintensifkan penerimaan pajak yang selama ini lebih banyak "beredar" di "pasar gelap pajak" sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Gayus Tambunan. Bisa dengan mengintensifkan pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa diarahkan ke pos-pos yang produktif. Cara lainnya adalah meningkatkan produksi BBM sehingga penerimaan pajak BBM meningkat. Dan tentu saja adalah pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.
Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM.
Mungkin Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya bahwa isu "subsidi" adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi lagi dalam acara talkshow tersebut di atas.
Pengakuan tersebut menunjukkan dengan sangat-sangat gamblang bahwa isu "subsidi" yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sebagai alasan kenaikan harga BBM adalah sebuah "pembohongan". Sebagaimana pengakuan Anggito, tidak ada subsidi BBM, bahkan ketika saat ini harga BBM dunia mencapai $120 per-barrel.
Meski dalam blog ini pernah saya kupas secara mendetil mengenai penghitungan biaya dan penerimaan BBM oleh pemerintah, saya ingin kembali mereview-nya secara sederhana. Jika pemerintah mengambil BBM secara cuma-cuma dari dalam bumi Indonesia dan kemudian mengekplorasinya dengan biaya $20 per-barrel, sementara harga minyak dunia tidak pernah di bawah biaya produksi tersebut, darimana munculnya subsidi? Hanya orang bodoh moron idiot yang masih percaya pada bualan soal "subsidi" tersebut.
Meski terlambat dan menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat rakyat dan pengkhianat nuraninya sendiri selama menjadi pejabat negara (kini Anggito bukan lagi pejabat pengambil kebijakan ekonomi), pengakuan Anggito (mantan dosen saya waktu mahasiswa) sebenarnya menjadi koreksi "kebijakan pemerintah" dalam soal BBM. Namun alih-alih pemerintah terus saja menggunakan isu "subsidi" imaginatif untuk melegitimasi rencana kenaikan harga BBM, termasuk dalam iklan sosialisasi kenaikan harga BBM yang saat ini gencar ditayangkan di televisi.
Dalam diskusi tersebut Anggito memang tetap mendukung rencana kenaikan harga BBM, namun kini dengan alasan yang lebih rasional, tidak lagi menggunakan imajinasi "subsidi", melainkan demi mengurangi beban APBN. Dan inilah yang mestinya menjadi dasar kebijakan pemerintah, mengurangi beban APBN tanpa harus menipu rakyat.
Baik, kalau hanya mengatasi "tekanan" APBN ada banyak cara untuk mengatasinya tanpa harus menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan menaikkan harga BBM. Bisa mengintensifkan penerimaan pajak yang selama ini lebih banyak "beredar" di "pasar gelap pajak" sebagaimana ditunjukkan dalam kasus Gayus Tambunan. Bisa dengan mengintensifkan pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa diarahkan ke pos-pos yang produktif. Cara lainnya adalah meningkatkan produksi BBM sehingga penerimaan pajak BBM meningkat. Dan tentu saja adalah pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.
Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan harga BBM.
19 Komentar - Show Original Post
"PENGAKUAN ANGGITO ABIMANYU: TIDAK ADA SUBSIDI BBM"
Collapse comments
- EGI berkata...
- sangat sederhana.
jadi siapa membodohi? janganlah karena kebodohan menjadi lebih tidak rasional dalam berfikir.
siapa yang dianggap orang pandai di negeri ini?
- eman berkata...
- Silakan berpikir rasional, jika tidak ada subsidi, kenapa SPBU
Shell dan Petronas tidak jual seharga Premium? Bukankah sekarang sudah
pasar terbuka? Dan pemerintah selalu tenderkan penjual Premium. Coba
tanya ke Shell info ini!
- Din Afriansyah berkata...
- Saya cukup terkejut dengan kabar bahwa tidak ada subsidi selama
ini. Yang perlu dipertanyakan, kenapa Pak Anggito baru bersuara
sekarang? Kenapa tidak dari dulu. Saya melihat ada unsur lain dari
argumen Pak Anggito itu.
Terima kasih atas info yang mengejutkan ini. Salam saya dinneno
- Annas Faturrochman berkata...
- Kalau mau Berpikir rasional tentunya coba beberkan pula seperti
apa yang diutarakan di blok ini. Coba Bantu Info dari Shell nya.. di
postingkan
- Zuhdi, Indonesia berkata...
- Tidak sesederhana itu, bahkan saat memang benar2 pemerintah bisa
mengeksplorasi dg gratis, $20 hanya teoritis, padahal, sekarang ini
pemerintah harus beli di kampung sendiri...
- Adi Arsiteksurabaya berkata...
- Pemerintah lebih suka menyengsarakan rakyat dari pada mereka sendiri yang pusing
- Kata pak Kwik, biaya eksplorasi bbm di indonesia hanya sekitar
$3-an dolar/barrel karena kondisi alamnya yang lebih mudah. Bandingkan
dengan minyak laut utara di Skandinavia.
Justru blogger ingin bertanya, subsidinya dari mana kalau ternyata penerimaan dari minyak lebih besar dari biayanya?
Blogger yakin 100% pemerintah tidak akan berani buka-bukaan soal pendapatan minyak sebagaimana tidak akan berani membuat laporan publik tahunan soal pengelolaan keuangan negara.
Berani bertaruh?
- KingLaplace berkata...
- Waduh..kok dadi bingung mana yang bener nih??
- Camprt berkata...
- http://www.riekediahpitaloka.com/release/201203/kenaikan-harga-bbm-sby-untung-rakyat-buntung/
Berdasar situs tersebut yang di "SUBSIDI" adalah PERTAMINA.
- abahade berkata...
- Masalah kenaikan BBM finalnya di DPR, naaaah !! sekarang DPR
menyetujui or tidak, kita lihat aja. Apa gak cukup Pemerintah membodohi
rakyat ??? apa perlu di perkuat oleh wakil kita utk membodohi rakyat
INDONESIA ?
- www.cindelaras.com berkata...
- Mohon ijin utk saya repost di http://www.desamerdeka.com/fokus/opini/2012/03/pengakuan-anggito-abimanyu-tidak-ada-subsidi-bbm/
Terima kasih banyak.
- Akedite berkata...
- info : shell ga jualan bensin premium oktan 88... hanya pertamina
yg jualan bensin premium yg "disubsidi". Klu mau bandingin dengan yg
dijual di SPBU shell dg SPBU pertamina adl pertamax (yg ga "disubsidi"),
itupun hrs dilihat kandungan oktannya dr masing2 type BBM. Konsumen
tinggal pilih brp oktan yg dibutuhkan oleh spek mesin kendaraannya, lalu
bandingin harga di SPBU shell dng SPBU pertamina... baru ketahuan
murah/mahal mana antara SPBU pertamina dng SPBU Asing... itu baru adil.
Tks
- eko nugroho berkata...
- saya yakin bahwa sebenarnya energi alternatif seperti mobil
listrik sudah bisa diproduksi secara masal... tapi supaya para kapitalis
yang sudah terlanjur menguasai ladang minyak bisa tetap hidup, maka
dipersulitlah produksi produk yang membahayakan eksistensi mereka
itu.... bahkan saya dapat info dari seorang ahli teknik bahwa sebenarnya
air (yang dulu di Jogja sempat heboh dengan istilah 'banyugeni') benar2
bisa dirubah menjadi energi..... semua tergantung pemerintah, ada
kemauan tidak memakmurkan rakyatnya?
- vx berkata...
- Silahkan berpikir rasional :
1.Untuk hal sepenting ini,bahkan di personal web pak Anggito di http://anggitoabimanyu.com tidak memuat hal ini.Apa mungkin??
2. "katanya dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/3)", Hari senin itu bukan 13 maret tapi 12 maret. Dan saat itu pun pak Anggito berada di DPR senayan.
http://finance.detik.com/read/2012/03/12/163530/1865009/1034/anggito-bbm-cukup-naik-rp-1000-blt-rp-100-ribu
Dan beliau bilang Anggito: BBM Cukup Naik Rp 1.000, BLT Rp 100 Ribu.
Apakah rasional pada hari yang sama, beliau memberikan hal yg berbeda??
3. Untuk berita sepenting itu, Bahkan di DETIK DOT COM TIDAK MEMUATNYA. Apa rasional??
Please, silahkan berpikir rasional,jangan sampai anda hanya di manfaatkan oleh golongan tertentu.
- to VX. faktanya pak anggito sampai perlu mengadakan konpers untuk
membantah rumor telah melakukan penghitungan pendapatan migas bersama
pak Kwik. Tapi ia tidak membantah terjadi surplus pendapatan migas. Dan
acara talkshow di TVone disaksikan ribuan orang, tapi pasti tidak
termasuk anda.
- onez berkata...
- @VX ane liat ko di tvone pas acara bincang antara pak kwik n pak
anggito.. tu pak anggito bikin statement "memang ada kelebihan/surplus
pendapatan dari penjualan bbm (97 trilunan kalo sy g salah)trus di acara
JLC pun pak anggito bilang gitu lagi.. -DAN TERNYATA SELAMA INI DIRIKU
DI BOHONGIN TENTANG SUBSIDI BBM- DAMN!!
- Singgih Saptadi berkata...
- Bukti pemerintah juga mengakui ada surplus dari BBM ...
http://finance.detik.com/read/2012/03/26/140931/1876435/1034/wamen-esdm-jual-bbm-rp-97-triliun-tak-hanya-buat-gaji-pns
- semoga baik-baik saja berkata...
- Ijin share bro....
- ZA berkata...
- ALHAMDULILLAH...AKHIRNYA DUSTA..KAUM MUNAFIK DAN KAUM NEOLIBS YG DIPUJA2 SBY DAN BUDIONO... TERUNGKAP JUGA...
TERIMAKASIH PAK ANGGITO DAN PAK KWIK KIAN GIE..ATAS KEJUJURAN ANDA2..TERHADAP RAKYAT..
SEHARUSNYA RAKYAT AWAM DILINDUNGI..DI AYOMI..DAN DIJAGA HAK2NYA DENGAN KEJUJURAN DAN NIAT IKHLAS PARA PEMIMPIN NEGARA...?? INI MALAH DITINDAS DAN DIBOHONGI..?? SEHARUSNYA MENKEU DAN ESDM DI HUKUM DAN DIADILI SECARA TERBUKA.. MEREKA TELAH MEREKAYASA KEBOHONGAN PUBLIK..??
KAPAN YAH ...RAKYAT BENAR2 DIAYOMI DAN DILINDUNGI..??
SUBSIDI BBM AKAL-AKALAN PEME- RINTAH
PEMERINTAH : BERBOHONG TENTANG BBM
Penulis : Nurman Ihsan, SP ( THL TBPP DEPTAN BANTEN )
Salah satu pentolan neo-leberal ( Anggito Abimanyu ) akhirnya angkat
bicara soal BBM. Selama menjadi bagian dari pemerintah, beliau selalu
punya argumen bahwa pemerintah selalu memsubsidi BBM buat rakyatnya.
Tapi, setelah lepas dari rezim berkuasa, baru beliau mengakui bahwa
selama ini TAK ADA YANG NAMANYA SUBSIDI BBM. Berikut ini pengakuan
beliau di salh satu tilisan yang saya kutik dari http://ahmadsamantho.wordpress.com/2012/03/21/pengakuan-anggito-abimanyu-tidak-ada-subsidi-bbm/.
Akhirnya Pak Anggito Abimanyu, salah satu fundamentalis neo-liberal
Indonesia yang selalu bersikeras menaikkan harga BBM dengan alasan
“mengurangi beban subsidi BBM”, mengakui bahwa tidak ada subsidi dalam
BBM. “Masih ada surplus penerimaan BBM dibanding biaya yang
dikeluarkan,” katanya dalam acara talkshow di TVOne hari Senin (13/3),
terkait rencana kenaikan harga BBM akibat kenaikan harga BBM dunia.
Anggito menjadi salah satu narasumber bersama Kwik Kian Gie dan Wamen
ESDM.
Mungkin Anggito tidak akan pernah memberikan pengakuan seperti itu kalau saja tidak karena ada Kwik Kian Gie yang telah lama menyampaikan pendapatnya bahwa isu “subsidi” adalah pembohongan publik, dan pendapat itu diulangi lagi dalam acara talkshow tersebut di atas.
Pengakuan tersebut menunjukkan dengan sangat-sangat gamblang bahwa
isu “subsidi” yang selama ini digembar-gemborkan pemerintah sebagai
alasan kenaikan harga BBM adalah sebuah “pembohongan”. Sebagaimana
pengakuan Anggito, tidak ada subsidi BBM, bahkan ketika saat ini harga
BBM dunia mencapai $120 per-barrel.
Jika pemerintah mengambil BBM secara cuma-cuma dari dalam bumi
Indonesia dan kemudian mengekplorasinya dengan biaya $20 per-barrel,
sementara harga minyak dunia tidak pernah di bawah biaya produksi
tersebut, darimana munculnya subsidi? Hanya orang bodoh moron idiot yang
masih percaya pada bualan soal “subsidi” tersebut.
Meski terlambat dan menunjukkan dirinya sebagai pengkhianat rakyat
dan pengkhianat nuraninya sendiri selama menjadi pejabat negara (kini
Anggito bukan lagi pejabat pengambil kebijakan ekonomi), pengakuan
Anggito (mantan dosen saya waktu mahasiswa) sebenarnya menjadi koreksi
“kebijakan pemerintah” dalam soal BBM. Namun alih-alih pemerintah terus
saja menggunakan isu “subsidi” imaginatif untuk melegitimasi rencana
kenaikan harga BBM, termasuk dalam iklan sosialisasi kenaikan harga BBM
yang saat ini gencar ditayangkan di
televisi.
Dalam diskusi tersebut Anggito memang tetap mendukung rencana
kenaikan harga BBM, namun kini dengan alasan yang lebih rasional, tidak
lagi menggunakan imajinasi “subsidi”, melainkan demi mengurangi beban
APBN. Dan inilah yang mestinya menjadi dasar kebijakan pemerintah,
mengurangi beban APBN tanpa harus menipu rakyat.
Baik, kalau hanya mengatasi “tekanan” APBN ada banyak cara untuk
mengatasinya tanpa harus menyengsarakan rakyat sebagaimana kebijakan
menaikkan harga BBM. Bisa mengintensifkan penerimaan pajak yang selama
ini lebih banyak “beredar” di “pasar gelap pajak” sebagaimana
ditunjukkan dalam kasus Gayus Tambunan. Bisa dengan mengintensifkan
pencegahan tindak korupsi sehingga dana APBN yang banyak bocor bisa
diarahkan ke pos-pos yang produktif. Cara lainnya adalah meningkatkan
produksi BBM sehingga
penerimaan pajak BBM meningkat. Dan tentu saja adalah pengelolaan APBN yang efektif dan efisien.
Ada 1.000 cara lebih bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi
tekanan APBN akibat kenaikan harga minyak dunia tanpa harus menaikkan
harga BBM.
SEKALI LAGI TENTANG SUBSIDI BBM
Sebenarnya saya pernah menjelaskan tentang “subsidi BBM” beberapa
waktu lalu. Namun saya kembali tertarik untuk menulisnya lagi karena isu
“subsidi BBM” kembali menjadi berita utama di media-media massa
Indonesia. Terlebih lagi setelah saya melihat acara “Economic
Challenges” di Metro TV, Senin malam (4/7) yang menghadirkan narasumber
Kwik Kian Gie, ekonom Avilianie dan seorang ekonom sekaligus politisi
Partai Demokrat, Modjo.
Yang membuat saya tertarik adalah karena Kwik dengan “telak”
mengolok-olok orang-orang yang telah gembar-gembor tentang “subsidi BBM”
namun tidak mengetahui esensi sebenarnya tentang subsidi, termasuk dua
narasumber dan host acara tersebut yang merupakan seorang wartawan
senior terkenal.
Menurut Kwik, informasi mengenai “subsidi BBM” adalah menyesatkan dan
omong kosong. Saya berpendapat, karena omong kosong itu sengaja
digunakan untuk menyesatkan masyarakat maka bisa dikategorikan sebagai
penipuan. Mari kita bahas secara ilmiah, meski mohon ma’af, data tentang
angka-angka yang digunakan dalam analisis ini seperti kuantitas
produksi dan konsumsi BBM serta harga BBM mungkin keliru, namun secara
esensi adalah benar adanya.
Subsidi adalah kerugian biaya yang ditanggung pemerintah karena biaya
produksi BBM yang dikeluarkan lebih besar dari penjualannya. Misalnya
saja biaya produksi 1 liter BBM adalah Rp 4.500 dan harga jualnya Rp
3.000. Maka untuk setiap 1 liter BBM yang diproduksi pemerintah harus
memberikan subsidi Rp 1.500.
Sekarang mari kita lihat dalam konteks produksi BBM di Indonesia.
Produksi BBM mentah di Indonesia sekitar 1 juta barrel per-hari, 92%
diserahkan produksinya kepada asing dan 8% sisanya ke Pertamina. Dari
92% BBM mentah yang diproduksi asing sebanyak 70%-nya menjadi hak negara
c.q pemerintah. Dengan asumsi Pertamina adalah perusahaan pemerintah,
maka total produksi BBM mentah yang menjadi hak pemerintah adalah 64%
dari total produksi minyak mentah nasional atau sekitar 640.000 barrel
per-hari. Harga produksi minyak mentah, katakanlah sekitar $20/barrel
meski mungkin jauh lebih murah lagi.
Jika harga pasaran minyak mentah adalah $80/barrel sebagaimana
beberapa waktu lalu, maka keuntungan pemerintah adalah ($80 – $20) x
640.000 per-hari atau $38,4 juta atau sekitar Rp 380 milir per-hari.
Sementara itu untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, pemerintah
harus mengimpor minyak sebesar 100.000 barrel per-hari. Dengan harga
pasaran $80 dollar/barrel, maka pemerintah harus mengeluarkan biaya
sebesar $8 juta atau sekitar Rp 75 miliar per-hari. Dengan demikian maka
pemerintah masih mendapatkan surplus sebesar Rp 380 miliar – Rp 75
miliar = Rp 305 miliar per-hari atau sekitar Rp 111 triliun setahun.
Kemudian katakanlah terjadi kenaikan harga BBM internasional hingga
mencapai $100 per-barrel. Pengeluaran pemerintah untuk mengimpor minyak
memang naik menjadi $10 juta atau sekitar Rp 90 miliar per-hari. Namun
pendapatan pemerintah, tanpa menaikkan harga minyak, masih lebih besar
dari angka itu dan pemerintah masih menanggung untung Rp 380 miliar – Rp
90 miliar = Rp 290 miliar per-hari atau sekitar Rp 105 triliun setahun.
Sama sekali tidak ada subsidi, hanya berkurang keuntungan sebesar Rp
111 triliun – Rp 105 triliun = Rp 6 triliun.
Lalu mengapa pemerintah, media massa, pengamat ekonomi liberal dan
“teh botol” (teknokrat “bodoh tolol, meminjam istilah Prof Sanyoto”)
menakut-nakuti rakyat dengan omong kosong (meminjam istilah Kwik Kian
Gie) soal “subsidi BBM” yang memberatkan keuangan pemerintah? Tidak lain
karena dengan naiknya harga BBM, para pemilik perusahaan minyak asing
yang mengelola 92% minyak mentah Indonesia dan pemerintahan liberal
jajahan yahudi Indonesia tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan
durian runtuh. Dengan menaikkan harga minyak, tentu mereka mendapatkan
keuntungan lebih besar meski tanpa itu pun mereka tidak pernah sama
sekali mengeluarkan “subsidi” sesenpun. Kekurangan keuntungan yang hanya
sebesar Rp 6 triliun itu sudah dianggap bencana dan mereka rela
membebani rakyat dengan kenaikan BBM hanya agar keuntungan mereka tidak
berkurang.
Sekali lagi tidak pernah ada subsidi. Kenaikan harga BBM
internasional hanya mengakibatkan berkurangnya keuntungan pemerintah dan
perusahaan minyak asing dan itu membuat pemerintah merasa keberatan.
Inilah akibatnya kalau pemerintah tidak berpihak kepada rakyatnya
sendiri melainkan kepada asing.
Rosulullah pernah bersabada: “Jika kalian tidak lagi saling ber-amar
ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebenaran dan mencegah kejahatan) maka
kelak Allah akan membangkitkan seorang pemimpin yang jahat. Pada saat
itu bahkan do’a seorang yang alim tidak akan didengar oleh Allah.”
Pancasila yang Terkhianati
www.blogger.com/blogger.g?blogID=6660297917839456177#editor/target=post;postID=5487962847007372705
Pancasila bukan sekadar ornamen berisi petuah tanpa makna. Pun, Pancasila bukan cuma hiasan dada untuk mempercantik penampilan Burung Garuda, lambang negara kita. Pancasila ialah ideologi bersama. Ideologi yang disepakati sebagai landasan bangsa ini dalam seluruh pergerakan kebangsaannya. Pancasila sekaligus menjadi solusi atas fakta keberagaman dan kemajemukan negeri ini. Namun, hari ini, dalam peringatan hari lahirnya yang ke-68, kita merasakan Pancasila justru kian terpojok. Pamornya semakin meredup di tengah arus besar demokratisasi yang dalam beberapa hal sudah melampaui batas. Kedalaman falsafahnya tak lagi menjadi anutan. Nilai-nilai luhur kebangsaan yang termaktub dalam tubuh Pancasila bahkan kerap terkhianati perilaku sebagian anak bangsa, termasuk para pemimpinnya. Kian masifnya perilaku intoleran belakangan ini merupakan contoh betapa jiwa Pancasila yang sangat mengagungkan konsep toleransi dan keberagaman telah ditinggalkan. Kalaupun belum ditinggalkan, Pancasila seperti teronggok di pojok ruang karena terkepung kepicikan dan egoisme dangkal. Di sektor ekonomi tak jauh berbeda. Ekonomi Pancasila yang identik dengan ekonomi kerakyatan tak mampu melawan gempuran liberalisasi ekonomi global yang justru dijadikan referensi utama oleh penyelenggara negara. Ketidakberdayaan rakyat di bidang ekonomi seolah hanya menjadi sebuah tontonan yang tak memerlukan jalan keluar. Di sisi lain, kekuatan asing yang kian mendominasi perekonomian malah mendapat tepuk tangan dan karpet merah. Praktik korupsi yang merajalela juga kian meneguhkan ketidakmampuan bangsa ini memahami butir-butir sila dalam Pancasila secara benar. Spirit kejujuran dan keadilan semakin pudar, tergantikan keserakahan yang berpadu dengan oportunisme akut. Karena itu, di momentum peringatan Hari Lahir Pancasila ini, kita ingin mengingatkan bahwa belum terlambat bagi seluruh elemen bangsa untuk kembali menekuni Pancasila sebagai ideologi bersama. Inilah momentum untuk mengembalikan Pancasila hadir secara nyata di tengah-tengah masyarakat, bukan sekadar pemanis naskah pidato kenegaraan. Pancasila memang bukan semacam pil sakti yang dapat menyembuhkan segala penyakit. Pancasila juga bukan pintu ajaib yang dalam sekejap mampu membawa rakyat Indonesia pada kemakmuran dan kesejahteraan. Namun, dengan menjadikannya roh kebangsaan yang kukuh, kita menginginkan semangat Pancasila bisa kembali mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila mesti dioptimalkan untuk membangun lagi kebersamaan, kerukunan, keguyuban, dan kemandirian yang dulu kita punya. Dengan begitu, ia akan semakin kuat dan tak mudah lagi dicederai atau dikhianati anak bangsanya sendiri. |
IRIB/TheTruthSeekerMedia
HARGA BBM NAIK
Pertamina Bocor Parah, Pemerintah Lakukan Pembohongan Publik
Senin, 27 Februari 2012 , 11:53:00 WIB
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=56007
Laporan: Aldi Gultom
RMOL.
Kebijakan pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mulai
April jelas diselimuti pembohongan publik. Keputusan untuk menaikkan itu
juga menunjukkan ketidakcakapan pemerintah dalam menyusun informasi
maupun menyusun APBN.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu, mengingatkan bahwa Pemerintah dan DPR telah menyetujui APBN 2012 yang menetapkan BBM tidak akan naik. Tapi baru dua bulan berjalan di tahun ini, pemerintah mengambil kebijakan lain.
"Hal ini membuktikan ketidak cakapan pemerintah dalam menyusun dan menginput informasi maupun menyusun APBN yang lebih baik. Dengan demikian dapat dikatakan kebiasaan buruk yang dilakukan pemerintah dalam menyusun UU, yang penting asal jadi," tuding Tom.
Kepada Rakyat Merdeka Online, Tom mengatakan, seharusnya pemerintah memperhitungkan seksama dan teliti kebutuhan APBN selama tahun ini. Tetapi kebiasaan buruk melakukan perubahan perundang-undangan di tengah jalan adalah kebiasaan buruk yang susah hilang di negeri ini. Dia menegaskan, alasan subsidi BBM sangat membebani APBN disebabkan tingginya harga minyak dunia adalah sebuah pembohongan tidak masuk akal.
"Bila kita menyimak semua temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai Badan Auditor Negara, hampir di semua instansi maupun lembaga pemerintah ditemukan kebocoran-kebocoran keuangan negara yang terindikasi korupsi, khususnya dalam pengelolaan BBM maupun penyaluran BBM," urainya.
Sebagai bukti, dia mengirimkan beberapa hasil Audit temuan BPK yang dirilis tertanggal 18 Februari 2010 No: 09/AUDITMA VII/PDTT/02/2010.
Dalam hasil audit itu termaktub indikasi korupsi dalam pengadaan minyak mentah. Keikutsertaan Pertamina dalam proyek PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban bukan berupa transaksi produk swap, dan Pertamina tidak sepenuhnya dapat mengontrol produk yang dikirim TPPI untuk melunasi utang per 30 Juni 2008 sebesar US$ 72,601.056,01. PT Tirtamas Majutama (TM) merupakan induk perusahaan PT TPPI. Akibat krisis moneter tahun 1998 PT TM mempunyai kewajiban kepada negara sebesar Rp 3.33 miliar (pokok plus bunga per Agustus 2002). Pada saat terjadinya krisis TPPI sedang melaksanakan pembangunan proyek Tuban (pabrik Petrokimia). Berdasarkan rekap data produksi dan penjualan dari TPPI kepada Pertamina, diketahui bahwa TPPI mulai berproduksi mulai bulan Maret 2006 sampai dengan Pebruari 2008, sejak bulan Maret sampai dengan pemeriksaan lapangan BPK berakhir (Desember 2008) TPPI sudah tidak berproduksi.
"Pertamina juga tidak mempunyai jaminan pembayaran utang TPPI atas transaksi jual beli Senipah Condensate selama Tahun 2006 sampai dengan April 2008 sebesar US$ 190,065,06," ungkap Tom.
Kebijakan Direktur Utama menunjuk Pertamina E&P Libya (PEPL) untuk menangani pembelian produk minyak mentah ke NOC Libya dinilai tidak tepat karena PEPL sebagai anak perusahaan Pertamina bidang bisnisnya bukan sebagai trader. Akibatnya, Pertamina kehilangan kesempatan memperoleh barang dengan harga lebih murah sebesar US$ 5,201.992.00.
Dalam Pengadaan Produk Kilang, terjadi kebocoran rencana impor mengakibatkan Pertamina harus lebih mahal membayar, padahal potensi penghematan sebesar US$ 1,957, 253.92 atas pengadaan Gasoline 88 bulan Mei 2007. Mekanisme penunjukan langsung kepada anak perusahaan dan afiliasi untuk pengadaan Gasoline 88 dan High speed diesel melanggar SK Dirut Pertamina No. 118/C00000/2002-S0 tanggal 28 Oktober 2008 sehingga mengakibatkan harga pengadaan yang tidak ekonomis sekurang-kurangnya US$ 6,016.861,03 karena tidak memiliki kajian ekonomis. Fungsi niaga terlambat melaksanakan impor Gasoline 88 kebutuhan bulan Oktober 2007 sehingga harga pengadaan menjadi lebih tinggi.
Kelalaian pun terjadi dalam lahan Penerimaan dan Pembayaran Minyak Mentah dan Produk Kilang dimana Pertamina tidak optimal mengawasi penerimaan minya mentah domestik sehingga terjadi selisih penerimaan yang melebihi toleransi sebesar 314.606,46 barrel selama tahun 2007 dan 2008 senilai US$ 27,969,325,12. Itu disebabkan unit pengelola sebagai penerima tidak mematuhi Tata Kerja Organisasi No. B-862/H10200/2007-S4. Pertamina kehilangan pendapatan klaim free water, belum memperoleh pendapatan mengajukan klaim dari pemasok sebesar USD 1,045.816,64 dan Pertamina kehilangan pendapatan dari denda keterlambatan penyerahan (delay of delivery) minyak mentah tahun 2007 dan 2008.
Perhitungan cost recovery minyak dan gas bumi tahun 2009 yang dirilis BPK RI tanggal 18 Oktober 2010 menemukan pembebanan biaya ganda atas biaya mobilisasi bor LTO 650-35 dari Cepu ke Prabumulih dalam rangka pemboran sumur minyak BKT-01 INF (AFE No. 08-3359) merugikan keuangan Negara sebesar USD 392.253,13 setara dengan Rp 3.721 696.464,00. Perhitungan dalam cost recovery tahun 2009 lebih saji senilai USD 13.583.854,78, hal ini disebabkan transaksi mitra yang dicatat ganda dalam biaya operasi sendiri. Penggunaan biaya jasa pengacara sebesar Rp 1.430.249.000,00 atas perkara gugatan mantan pekerja NV.NNGPM
"Dengan adanya temuan-temuan BPK di atas, masihkah pantas pemerintah mengklaim kenaikan BBM disebabkan tingginya harga minyak dunia?" gugatnya.
Salah satu penyebab semakin berat beban APBN adalah kebocoran-kebocoran yang terjadi di PT Pertamina maupun BPH Migas sesuai dengan temuan-temuan BPK, baik dalam hal penyaluran BBM maupun dalam pembayaran minyak mentah, pengadaan produk kilang serta pendistribusian BBM jenis Premium.
"Pemerintah seharusnya malu dengan korupsi yang semakin menjamur di setiap instansi maupun lembaga yang ada saat ini, yang sangat membebani APBN," tegasnya.[ald]
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu, mengingatkan bahwa Pemerintah dan DPR telah menyetujui APBN 2012 yang menetapkan BBM tidak akan naik. Tapi baru dua bulan berjalan di tahun ini, pemerintah mengambil kebijakan lain.
"Hal ini membuktikan ketidak cakapan pemerintah dalam menyusun dan menginput informasi maupun menyusun APBN yang lebih baik. Dengan demikian dapat dikatakan kebiasaan buruk yang dilakukan pemerintah dalam menyusun UU, yang penting asal jadi," tuding Tom.
Kepada Rakyat Merdeka Online, Tom mengatakan, seharusnya pemerintah memperhitungkan seksama dan teliti kebutuhan APBN selama tahun ini. Tetapi kebiasaan buruk melakukan perubahan perundang-undangan di tengah jalan adalah kebiasaan buruk yang susah hilang di negeri ini. Dia menegaskan, alasan subsidi BBM sangat membebani APBN disebabkan tingginya harga minyak dunia adalah sebuah pembohongan tidak masuk akal.
"Bila kita menyimak semua temuan-temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai Badan Auditor Negara, hampir di semua instansi maupun lembaga pemerintah ditemukan kebocoran-kebocoran keuangan negara yang terindikasi korupsi, khususnya dalam pengelolaan BBM maupun penyaluran BBM," urainya.
Sebagai bukti, dia mengirimkan beberapa hasil Audit temuan BPK yang dirilis tertanggal 18 Februari 2010 No: 09/AUDITMA VII/PDTT/02/2010.
Dalam hasil audit itu termaktub indikasi korupsi dalam pengadaan minyak mentah. Keikutsertaan Pertamina dalam proyek PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) Tuban bukan berupa transaksi produk swap, dan Pertamina tidak sepenuhnya dapat mengontrol produk yang dikirim TPPI untuk melunasi utang per 30 Juni 2008 sebesar US$ 72,601.056,01. PT Tirtamas Majutama (TM) merupakan induk perusahaan PT TPPI. Akibat krisis moneter tahun 1998 PT TM mempunyai kewajiban kepada negara sebesar Rp 3.33 miliar (pokok plus bunga per Agustus 2002). Pada saat terjadinya krisis TPPI sedang melaksanakan pembangunan proyek Tuban (pabrik Petrokimia). Berdasarkan rekap data produksi dan penjualan dari TPPI kepada Pertamina, diketahui bahwa TPPI mulai berproduksi mulai bulan Maret 2006 sampai dengan Pebruari 2008, sejak bulan Maret sampai dengan pemeriksaan lapangan BPK berakhir (Desember 2008) TPPI sudah tidak berproduksi.
"Pertamina juga tidak mempunyai jaminan pembayaran utang TPPI atas transaksi jual beli Senipah Condensate selama Tahun 2006 sampai dengan April 2008 sebesar US$ 190,065,06," ungkap Tom.
Kebijakan Direktur Utama menunjuk Pertamina E&P Libya (PEPL) untuk menangani pembelian produk minyak mentah ke NOC Libya dinilai tidak tepat karena PEPL sebagai anak perusahaan Pertamina bidang bisnisnya bukan sebagai trader. Akibatnya, Pertamina kehilangan kesempatan memperoleh barang dengan harga lebih murah sebesar US$ 5,201.992.00.
Dalam Pengadaan Produk Kilang, terjadi kebocoran rencana impor mengakibatkan Pertamina harus lebih mahal membayar, padahal potensi penghematan sebesar US$ 1,957, 253.92 atas pengadaan Gasoline 88 bulan Mei 2007. Mekanisme penunjukan langsung kepada anak perusahaan dan afiliasi untuk pengadaan Gasoline 88 dan High speed diesel melanggar SK Dirut Pertamina No. 118/C00000/2002-S0 tanggal 28 Oktober 2008 sehingga mengakibatkan harga pengadaan yang tidak ekonomis sekurang-kurangnya US$ 6,016.861,03 karena tidak memiliki kajian ekonomis. Fungsi niaga terlambat melaksanakan impor Gasoline 88 kebutuhan bulan Oktober 2007 sehingga harga pengadaan menjadi lebih tinggi.
Kelalaian pun terjadi dalam lahan Penerimaan dan Pembayaran Minyak Mentah dan Produk Kilang dimana Pertamina tidak optimal mengawasi penerimaan minya mentah domestik sehingga terjadi selisih penerimaan yang melebihi toleransi sebesar 314.606,46 barrel selama tahun 2007 dan 2008 senilai US$ 27,969,325,12. Itu disebabkan unit pengelola sebagai penerima tidak mematuhi Tata Kerja Organisasi No. B-862/H10200/2007-S4. Pertamina kehilangan pendapatan klaim free water, belum memperoleh pendapatan mengajukan klaim dari pemasok sebesar USD 1,045.816,64 dan Pertamina kehilangan pendapatan dari denda keterlambatan penyerahan (delay of delivery) minyak mentah tahun 2007 dan 2008.
Perhitungan cost recovery minyak dan gas bumi tahun 2009 yang dirilis BPK RI tanggal 18 Oktober 2010 menemukan pembebanan biaya ganda atas biaya mobilisasi bor LTO 650-35 dari Cepu ke Prabumulih dalam rangka pemboran sumur minyak BKT-01 INF (AFE No. 08-3359) merugikan keuangan Negara sebesar USD 392.253,13 setara dengan Rp 3.721 696.464,00. Perhitungan dalam cost recovery tahun 2009 lebih saji senilai USD 13.583.854,78, hal ini disebabkan transaksi mitra yang dicatat ganda dalam biaya operasi sendiri. Penggunaan biaya jasa pengacara sebesar Rp 1.430.249.000,00 atas perkara gugatan mantan pekerja NV.NNGPM
"Dengan adanya temuan-temuan BPK di atas, masihkah pantas pemerintah mengklaim kenaikan BBM disebabkan tingginya harga minyak dunia?" gugatnya.
Salah satu penyebab semakin berat beban APBN adalah kebocoran-kebocoran yang terjadi di PT Pertamina maupun BPH Migas sesuai dengan temuan-temuan BPK, baik dalam hal penyaluran BBM maupun dalam pembayaran minyak mentah, pengadaan produk kilang serta pendistribusian BBM jenis Premium.
"Pemerintah seharusnya malu dengan korupsi yang semakin menjamur di setiap instansi maupun lembaga yang ada saat ini, yang sangat membebani APBN," tegasnya.[ald]
Mantan Menteri Keuangan: SBY-Boediono, Rezim Munafik yang Terus Mencekik Rakyat!
http://www.rmol.co/read/2012/02/27/55985/Mantan-Menteri-Keuangan:-SBY-Boediono,-Rezim-Munafik-yang-Terus-Mencekik-Rakyat!-
Senin, 27 Februari 2012 , 09:14:00 WIB
Senin, 27 Februari 2012 , 09:14:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi
RMOL.
Salah satu alasan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM)
adalah untuk menutup beban APBN yang membengkak. Tentu saja, alasan ini
mengada-ada sebab beban biaya untuk subsidi BBM jauh lebih rendah bila
dibanding akibat kebocoran.
Demikian disampaikan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 27/2).
Menurut Fuad, ada tiga sumber kebocoran APBN yang lebih dahsyat dibanding untuk biaya subsidi.
Demikian disampaikan mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier kepada Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu (Senin, 27/2).
Menurut Fuad, ada tiga sumber kebocoran APBN yang lebih dahsyat dibanding untuk biaya subsidi.
Pertama, kebocoran APBN karena praktek korupsi yang
menggurita. Karena itu, daripada menaikkan harga BBM atau mencabut
subsidi BBM, lebih baik pemerintahan SBY memberantas para koruptor yang
menggarong uang negara.
Kedua, lanjut Fuad, banyak sekali uang APBN menguap tidak jelas. Hal ini karena banyak pengeluaran untuk berbagai program dan proyek bodong. Lebih parah, anggaran untuk beberapa program yang tidak jelas juga di-mark-up sedemikian rupa sehingga menggerus dana APBN.
Ketiga, masih kata Fuad, banyak uang APBN digunakan untuk subsidi terselubung. Misalnya subsidi untuk bunga terkait BLBI yang bisa mencapai triliunan rupiah.
"Daripada mencekik rakyat, lebih baik pemerintah menutup kebocoran itu. Tapi kita sudah tidak bisa berharap lagi, sebab rezim SBY-Boediono ini adalah rezim munafik, yang terus mencekik rakyat," demikian Fuad. [ysa]
Kedua, lanjut Fuad, banyak sekali uang APBN menguap tidak jelas. Hal ini karena banyak pengeluaran untuk berbagai program dan proyek bodong. Lebih parah, anggaran untuk beberapa program yang tidak jelas juga di-mark-up sedemikian rupa sehingga menggerus dana APBN.
Ketiga, masih kata Fuad, banyak uang APBN digunakan untuk subsidi terselubung. Misalnya subsidi untuk bunga terkait BLBI yang bisa mencapai triliunan rupiah.
"Daripada mencekik rakyat, lebih baik pemerintah menutup kebocoran itu. Tapi kita sudah tidak bisa berharap lagi, sebab rezim SBY-Boediono ini adalah rezim munafik, yang terus mencekik rakyat," demikian Fuad. [ysa]
Rabu, 12 Juni 2013 , 20:42:00 WIB
Aksi Mahasiswa Tolak BBM Macetkan Jalan Diponegoro
Laporan: Johannes Nainggolan
AKSI MAHASISWA TOLAK BBM/RMOL
RMOL.
Kemacetan panjang terpantau mulai dari Stasiun
Cikini hingga depan kantor DPP Partai Persatuan Pembangunan di Jalan
Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (12/6) petang. Kondisi ini dipicu unjuk
rasa sekitar 20an mahasiswa Universitas Jayabaya yang digelar tepat di
tengah jalan.
Tak hanya menutup jalan, dalam aksinya mereka juga membakar ban sembari terus meneriakkan penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Tujuan utama kami memang ingin menutup jalan, dan menyatakan penolakan terhadap kebijakan pemerintah dalam menaikkan BBM," ujar Faisal selaku koordinator aksi.
Sejauh pengamatan di lokasi, aksi berjalan tanpa pengamanan dari petugas kepolisian.[wid]
Tak hanya menutup jalan, dalam aksinya mereka juga membakar ban sembari terus meneriakkan penolakan terhadap rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Tujuan utama kami memang ingin menutup jalan, dan menyatakan penolakan terhadap kebijakan pemerintah dalam menaikkan BBM," ujar Faisal selaku koordinator aksi.
Sejauh pengamatan di lokasi, aksi berjalan tanpa pengamanan dari petugas kepolisian.[wid]
Rabu, 12 Juni 2013 , 14:39:00 WIB
Buruh Demo Tolak Kenaikan Harga BBM
Dua ratus orang yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Patriotik
Indonesia (GPPI) dan Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh
Indonesia (KASBI) menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR RI, Senyan,
Jakarta (Rabu, 12/6.
Mereka menolak rencana pemerintah dan DPR RI yang
akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 17 Juni mendatang. WAHYU SABDO KUNCAHYO/RMOL
PKS Demo Tolak Kenaikan Harga BBM
http://jakartabagus.com/news.php?id=114227
Sekitar 500 kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melakukan aksi
penolakan kenaikan BBM di Bunderan Hotel Indonesia (HI), Jakarta (Rabu, 12/6). Dengan membawa
spanduk berukuran 2x5 meter, kader PKS ini meminta pemerintah
membatalkan kenaikan BBM. Ada tiga alasan PKS menolak kenaikan BBM, seperti yang tertulis dalam
spanduk, pertama, pemerintah tidak serius kelola sumber energi, kemudian
pemerintah tidak serius kelola APBN dan ke tiga, rakyat akan semakin
susah dan sengasara.
YAYAN SOPYANI AL HADI/IST