AMERIKA KUDETA QATAR (KARENA SYRIA)?
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/amerika-kudeta-qatar-karena-syria.html#.Ubwsm1IxVkg
Media-media massa dunia baru-baru ini mengabarkan rencana suksesi
kepemimpinan di Qatar dimana Emir Hamad bin Khalifa al-Thani akan segera
menyerahkan kekuasaan pada putra mahkotanya karena alasan "kesehatan".
Berbagai rumor pun segera beredar tentang alasan sebenarnya suksesi
tersebut mengingat Emir Hamad tidak tampak mengalami masalah kesehatan
serius selain peran penting yang telah dan tengah dilakukannya dalam
berbagai konflik di kawasan Timur Tengah, termasuk konflik Syria saat
ini.
Melanjutkan isu-isu tersebut, media Lebanon Assafir hari Kamis lalu (13/6) melaporkan bahwa keputusan suksesi tersebut ditentukan oleh Amerika.
“Keputusan itu dilakukan oleh Amerika, ini hal terpentingnya, dan Emir mendapat informasinya melalui seorang utusan militer yang menduduki jabatan penting dalam dinas inteligen Amerika CIA,” tulis harian Assafir.
Menurut laporan tersebut keputusan diambil setelah Gedung Putih mengumpulkan semua informasi dari berbagai aparatnya tentang aktifitas yang telah dilakukan Emir dan perdana menterinya. Menurut laporan Assafir Emir dan sang perdana menteri dianggap Amerika telah "melanggar garis merah" dalam masalah konflik di Syria. Qatar dipandang telah lepas kendali dalam memberikan dukungannya pada para pemberontak terutama kelompok-kelompok teroris yang dikhawatirkan bakal menimbulkan kesulitan bagi kepentingan Amerika di masa depan.
Assafir menyebutkan detil keputusan yang diberikan Amerika terhadap Emir Hamad tersebut:
"Anda memiliki satu pilihan jelas, kami akan membekukan uang Anda di seluruh dunia, atau Anda menyerahkan posisi Anda kepada salah seorang putra Anda yang kami tentukan untuk menggantikan Anda."
Ketika Emir mencoba mendiskusikan hal itu, sang utusan menjawab:
"Saya tidak berwenang melakukan negosiasi dengan Anda, saya hanya datang untuk menginformasikan keputusan kami."
Sumber-sumber yang berhasil diperoleh menyebutkan bahwa selain sang Emir, Amerika juga menuntut agar perdana menteri sekaligus menlu Sheikh Hamad bin Jassim, turut mundur dari kursinya. Selain itu Amerika juga meminta Qatar untuk menunda seluruh investasi di luar negeri kecuali yang telah disetujui Amerika.
“Setiap keputusan terkait berbagai hal yang dihadapi Qatar adalah keputusan Washington,” kata seorang sumber dari kalangan diplomat yang tidak disebutkan namanya sebagaimana dikutip Assafir.
Pada tgl 11 Juni lalu Assafir melaporkan bahwa proses pengalihan kekuasaan akan dilakukan antara akhir bulan Juni ini hingga awal Agustus mendatang dimana Emir Hamad bin Khalifa akan menyerahkan kekuasaannya kepada putra mahkota Pangeran Tamim. Menurut sumber-sumber diplomatik suksesi tersebut juga mendapat dukungan negara-negara barat dan Arab lain.
Kantor berita Inggris Reuters menyebutkan ada 2 skenario yang menjadi alternatif suksesi. Pertama Pangeran Tamim akan merangkap jabatan perdana menteri, sedang alternatif kedua jabatan tersebut akan dipegang oleh Ahmad Mahmoud yang saat ini menduduki jabatan deputi perdana menteri.
Pangeran Tamim yang kini berusia 33 tahun merupakan putra kedua sang Emir dan putra pertama dari istri keduanya Mozah Bint al-Masnad. Media Inggris The Daily Telegraph melaporkan hari Senin (10/6) bahwa Pangeran Tamim adalah simpatisan gerakan Ikhwanul Muslimin. Posisi strategi sebagai calon pengganti Emir telah dibaca publik saat dirinya diangkap menjadi menteri pertahaan.
Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu
Pada bulan April lalu media "online" Islam Times menurunkan satu artikel menarik tentang Qatar dengan judul "Qatar, Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu". Berikut adalah copas-an dari artikel tersebut.
***
Qatar, Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu
Bagi Christian Chesnot, Qatar tak lebih dari seekor katak bodoh dan terlalu pongah untuk membesarkan diri dan ingin menjadi lembu. Tindakan campur tangan Qatar di wilayah dan internasional menurutnya sedang mencoba meledakkan dirinya sendiri.
Kerajaan diktator Qatar, sebuah kerajaan kecil di Teluk Persia memutuskan untuk memainkan peran di kancah internasional, suatu hal yang justru menciptakan banyak kesulitan bagi dirinya sendiri.
Media Belgia "La Libre" dalam laporannya hari Ahad, 14/04/13, menyoroti upaya Qatar untuk memperluas pengaruhnya di kawasan dan dunia. Menurut "Christian Chesnot, wartawan investigasi dan co-penulis buku berjudul: "Qatar: Les secrets du coffre-fort", dalam bukunya itu dia menulis bahwa Qatar tak jauh beda dengan katak sombong yang ingin menjadi lembu.
Bagi Christian Chesnot, Qatar tak lebih dari seekor katak bodoh dan terlalu pongah untuk membesarkan diri dan ingin menjadi lembu. Tindakan campur tangan Qatar di wilayah dan internasional menurutnya sedang mencoba meledakkan dirinya sendiri.
Dalam dongeng Aesop, Katak sombong sangat iri dengan tubuh besar sang lembu yang bertubuh gagah dan kuat. Kemudian dia ingin tubuhnya juga sebesar lembu. Lalu katak lupa bersyukur dengan apa yang sudah Tuhan karuniakan padanya. Akhirnya tubuh katak meledak dan mati dalam ketidakpuasan dirinya sendiri.
"Hamad bin Khalifa al Thani, Emir Qatar, ingin bermain game bahkan dengan musuh siapapun, dan kita melihat itu dilakukan Qatar dalam mendukung dan mendanai ekstrimis di Mali, namun pada saat yang sama di mengumumkan dukungannya terhadap operasi Perancis di sana. Dan di sisi lain, Qatar adalah sekutu penting Amerika Serikat dan mempunyai hubungan dengan Taliban, " tulis Chesnot.
"Dalam rangka untuk menunjukkan kalau dirinya besar, Hamad al Thani menjalin kerjasama dengan semua pihak, karena itu dia mendukung Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Tunisia, dan menjadikan Doha sebagai kota penting bagi kelompok oposisi Suriah," tambahnya.
Sementara itu menurut, Nabeel Nasri, analis politik Perancis dan penulis dari Enigma of Qatar mengatakan, "Qatar menerapkan kebijakan untuk memperpanjang kerusuhan dan dominasi dirinya.
"Qatar membantu mengacaukan negara-negara lain dikawasan -seperti yang terjadi di Libya dan Mesir- , dan kemudian berusaha mengontrol panggung politik, mencampuri urusan internal negara-negara lain dengan menyediakan sumber daya keuangan dan finansial lainnya."
Bagi Nasri, dukungan Qatar kepada kelompok pemberontak Suriah hanya untuk melancarkan rencana jahat Qatar untuk mengekspor gas alam ke negara-negara Eropa melalui pipa yang melintasi wilayah Suriah dan mencapai Laut Mediterania.
"Cadangan gas alam yang baru ditemukan di Suriah dan Libanon telah memikat Emir Qatar," tambahnya. [IT/On]
Melanjutkan isu-isu tersebut, media Lebanon Assafir hari Kamis lalu (13/6) melaporkan bahwa keputusan suksesi tersebut ditentukan oleh Amerika.
“Keputusan itu dilakukan oleh Amerika, ini hal terpentingnya, dan Emir mendapat informasinya melalui seorang utusan militer yang menduduki jabatan penting dalam dinas inteligen Amerika CIA,” tulis harian Assafir.
Menurut laporan tersebut keputusan diambil setelah Gedung Putih mengumpulkan semua informasi dari berbagai aparatnya tentang aktifitas yang telah dilakukan Emir dan perdana menterinya. Menurut laporan Assafir Emir dan sang perdana menteri dianggap Amerika telah "melanggar garis merah" dalam masalah konflik di Syria. Qatar dipandang telah lepas kendali dalam memberikan dukungannya pada para pemberontak terutama kelompok-kelompok teroris yang dikhawatirkan bakal menimbulkan kesulitan bagi kepentingan Amerika di masa depan.
Assafir menyebutkan detil keputusan yang diberikan Amerika terhadap Emir Hamad tersebut:
"Anda memiliki satu pilihan jelas, kami akan membekukan uang Anda di seluruh dunia, atau Anda menyerahkan posisi Anda kepada salah seorang putra Anda yang kami tentukan untuk menggantikan Anda."
Ketika Emir mencoba mendiskusikan hal itu, sang utusan menjawab:
"Saya tidak berwenang melakukan negosiasi dengan Anda, saya hanya datang untuk menginformasikan keputusan kami."
Sumber-sumber yang berhasil diperoleh menyebutkan bahwa selain sang Emir, Amerika juga menuntut agar perdana menteri sekaligus menlu Sheikh Hamad bin Jassim, turut mundur dari kursinya. Selain itu Amerika juga meminta Qatar untuk menunda seluruh investasi di luar negeri kecuali yang telah disetujui Amerika.
“Setiap keputusan terkait berbagai hal yang dihadapi Qatar adalah keputusan Washington,” kata seorang sumber dari kalangan diplomat yang tidak disebutkan namanya sebagaimana dikutip Assafir.
Pada tgl 11 Juni lalu Assafir melaporkan bahwa proses pengalihan kekuasaan akan dilakukan antara akhir bulan Juni ini hingga awal Agustus mendatang dimana Emir Hamad bin Khalifa akan menyerahkan kekuasaannya kepada putra mahkota Pangeran Tamim. Menurut sumber-sumber diplomatik suksesi tersebut juga mendapat dukungan negara-negara barat dan Arab lain.
Kantor berita Inggris Reuters menyebutkan ada 2 skenario yang menjadi alternatif suksesi. Pertama Pangeran Tamim akan merangkap jabatan perdana menteri, sedang alternatif kedua jabatan tersebut akan dipegang oleh Ahmad Mahmoud yang saat ini menduduki jabatan deputi perdana menteri.
Pangeran Tamim yang kini berusia 33 tahun merupakan putra kedua sang Emir dan putra pertama dari istri keduanya Mozah Bint al-Masnad. Media Inggris The Daily Telegraph melaporkan hari Senin (10/6) bahwa Pangeran Tamim adalah simpatisan gerakan Ikhwanul Muslimin. Posisi strategi sebagai calon pengganti Emir telah dibaca publik saat dirinya diangkap menjadi menteri pertahaan.
Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu
Pada bulan April lalu media "online" Islam Times menurunkan satu artikel menarik tentang Qatar dengan judul "Qatar, Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu". Berikut adalah copas-an dari artikel tersebut.
***
Qatar, Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu
Bagi Christian Chesnot, Qatar tak lebih dari seekor katak bodoh dan terlalu pongah untuk membesarkan diri dan ingin menjadi lembu. Tindakan campur tangan Qatar di wilayah dan internasional menurutnya sedang mencoba meledakkan dirinya sendiri.
Kerajaan diktator Qatar, sebuah kerajaan kecil di Teluk Persia memutuskan untuk memainkan peran di kancah internasional, suatu hal yang justru menciptakan banyak kesulitan bagi dirinya sendiri.
Media Belgia "La Libre" dalam laporannya hari Ahad, 14/04/13, menyoroti upaya Qatar untuk memperluas pengaruhnya di kawasan dan dunia. Menurut "Christian Chesnot, wartawan investigasi dan co-penulis buku berjudul: "Qatar: Les secrets du coffre-fort", dalam bukunya itu dia menulis bahwa Qatar tak jauh beda dengan katak sombong yang ingin menjadi lembu.
Bagi Christian Chesnot, Qatar tak lebih dari seekor katak bodoh dan terlalu pongah untuk membesarkan diri dan ingin menjadi lembu. Tindakan campur tangan Qatar di wilayah dan internasional menurutnya sedang mencoba meledakkan dirinya sendiri.
Dalam dongeng Aesop, Katak sombong sangat iri dengan tubuh besar sang lembu yang bertubuh gagah dan kuat. Kemudian dia ingin tubuhnya juga sebesar lembu. Lalu katak lupa bersyukur dengan apa yang sudah Tuhan karuniakan padanya. Akhirnya tubuh katak meledak dan mati dalam ketidakpuasan dirinya sendiri.
"Hamad bin Khalifa al Thani, Emir Qatar, ingin bermain game bahkan dengan musuh siapapun, dan kita melihat itu dilakukan Qatar dalam mendukung dan mendanai ekstrimis di Mali, namun pada saat yang sama di mengumumkan dukungannya terhadap operasi Perancis di sana. Dan di sisi lain, Qatar adalah sekutu penting Amerika Serikat dan mempunyai hubungan dengan Taliban, " tulis Chesnot.
"Dalam rangka untuk menunjukkan kalau dirinya besar, Hamad al Thani menjalin kerjasama dengan semua pihak, karena itu dia mendukung Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Tunisia, dan menjadikan Doha sebagai kota penting bagi kelompok oposisi Suriah," tambahnya.
Sementara itu menurut, Nabeel Nasri, analis politik Perancis dan penulis dari Enigma of Qatar mengatakan, "Qatar menerapkan kebijakan untuk memperpanjang kerusuhan dan dominasi dirinya.
"Qatar membantu mengacaukan negara-negara lain dikawasan -seperti yang terjadi di Libya dan Mesir- , dan kemudian berusaha mengontrol panggung politik, mencampuri urusan internal negara-negara lain dengan menyediakan sumber daya keuangan dan finansial lainnya."
Bagi Nasri, dukungan Qatar kepada kelompok pemberontak Suriah hanya untuk melancarkan rencana jahat Qatar untuk mengekspor gas alam ke negara-negara Eropa melalui pipa yang melintasi wilayah Suriah dan mencapai Laut Mediterania.
"Cadangan gas alam yang baru ditemukan di Suriah dan Libanon telah memikat Emir Qatar," tambahnya. [IT/On]
REF:
"Sheikh Hamad’s Stepping Down is U.S. Decision"; almanar.com; 13 Juni 2013
"Qatar, Katak Sombong yang Ingin Menjadi Lembu"; Islam Times; 14 April 2013
http://id.berita.yahoo.com/qatar-serukan-intervensi-militer-ke-suriah-065836931.html
TEMPO.CO, New York
-
Emir Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al-Thani, menyeru negara-negara
Arab melakukan intervensi militer ke Suriah demi mencegah terus
meningkatnya kekerasan di sana. Seruan itu disampaikan Al-Thani di
Sidang Umum PBB di New York, Selasa, 25 September 2012. Seruan itu dia
lontarkan menyusul sambutan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, yang
menyatakan konflik di Suriah bakal mengancam perdamaian global.
Dalam pidato di tempat yang sama, Presiden Amerika Serikat Barack
Obama meminta komunitas internasional bergabung bersama mengakhiri
kekuasaan Presiden Bashar al-Assad.
"Upaya internasional telah gagal mengakhiri kekerasan di sana. Oleh
sebab itu, sebaiknya negara-negara Arab sendiri yang melakukan
intervensi demi tugas kemanusiaan, politik, dan militer. Arab harus
segera melakukannya untuk menghentikan pertumpahan darah," kata
Al-Thani.
Dia mengingatkan peserta sidang pada peristiwa intervensi pasukan
Arab ke Libanon pada 1970-an untuk mengakhiri perang sipil di negara
itu. Dia menyebutkan saat itu aksi militer didukung Liga Arab. "Itu
merupakan bukti yang efektif dan berguna."
Al-Thani mengkritik Assad yang menuduh Qatar dan Arab Saudi
mempersenjatai pemberontak Suriah. Dia mengatakan konflik di Suriah yang
berlangsung selama 18 bulan telah meluas dan memasuki fase yang tak
bisa diterima karena pemerintah (Suriah) tanpa ragu-ragu menggunakan
senjata untuk melawan rakyatnya sendiri.
Dia mengatakan intervensi dibutuhkan karena segala upaya untuk mencegah pembunuhan dan sanksi Dewan Keamanan PBB telah gagal.
Cercaan dan kutukan bertubi-tubi datang dari berbagai pemimpin dunia
yang hadir dalam Sidang Umum PBB, Senin lalu. Konflik yang telah
berlangsung selama 18 bulan telah meminta korban jiwa 29 ribu orang,
namun dunia internasional menemui jalan buntu untuk menghentikan
pertumpahan darah di sana.
"Kita harus menghentikan kekerasan dan mendukung transisi kepemimpinan di Suriah," kata Ban dalam kata sambutannya.
AL ARABIYA NEWS | CHOIRULKEMULIAAN HIZBOLLAH DAN KEKEJIAN TAKFIRI
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/kemuliaan-hizbollah-dan-kekejian-takfiri.html#.Ubwv0VIxVkg
Keterangan gambar: Seorang pemberontak Syria tawanan Hizbollah yang terluka dikirim ke rumah sakit Al-Minieh, Tripoli pada tgl 9 Juni 2013.
(Photo: AFP - STR)
Satu perbedaan mencolok ditunjukkan oleh para pejuang Hizbollah dan lawan-lawannya yang saat ini tengah berupaya menghancurkan negeri Syria demi kepentingan zionis internasional. Pada saat para pemberontak Syria melakukan pembantaian tak berperi-kemanusiaan atas penduduk Hatla, para pejuang Hizbollah memperlakukan pemberontak yang tertawan secara terhormat dengan memberikan kesempatan mereka untuk mendapatkan perawatan medis.
Perlu disampaikan disini bahwa para pejuang Hizbollah baru saja memindahkan 36 tawanan mereka yang terluka dari al Qusayr ke beberapa rumah sakit di Lebanon. Langkah ini kontan mendapatkan pujian dari pemuka umat Sunni di kota Sidon, Sheikh Maher Hammoud yang menyebut tindakan tersebut sesuai dengan hukum Islam.
“Para pejuang Lebanon (Hizbollah) menghormati hukum Islam. Maka kita harus mengkaji ulang pandangan kita terutama setelah terbongkarnya plot yang digerakkan oleh Israel, Amerika, Turki dan Qatar,” kata Sheikh Maher Hammoud yang juga menjadi Imam Masjid Al Quds di Sidon itu.
Menurut Sheikh Hammoud dalam wawancara dengan media online Lebanon Al-Ahed itu tindakan terpuji Hizbollah tersebut merupakan bagian dari kemenangan Hizbollah sekaligus membantah propaganda dan kebohongan kelompok-kelompok pemberontak tentangnya. Untuk itu ia mendesak kelompok-kelompok pemberontak Syria untuk menghentikan sebutan-sebutan tidak patut atas Hizbollah seperti "Partai Setan", terutama karena Hizbollah juga melakukan sikap terpuji terhadap milisi-milisi Kristen yang tertawan setelah mundurnya Israel dari Lebanon Selatan tahun 2000.
"Kita harus membersihkan semua tuduhan-tuduhan palsu yang disematkan terhadap Islam dan umat muslim oleh mereka yang sengaja mendistorsi Islam. Hal ini merupakan bagian dari konspirasi yang dirancang dan didanai oleh Israel, Amerika, Turki dan Qatar,” tambahnya.
Sheikh Hammoud mengingatkan bahwa konspirasi jahat tersebut telah runtuh pada puncaknya dan mereka yang terlibat di dalamnya akan segera menyaksikan "angin balik" yang menerpa negeri-negeri mereka. Ia menganggap perang Al Qusayr telah mengantarkan Hizbollah menjadi kekuatan internasional.
“Meski dengan berbagai hambatan seperti ketertinggalan pembangunan, ketidak-toleransian, serta korupsi, pada akhirnya kebenaran akan menjadi pemenang," Sheikh Hammoud menyimpulkan.
PEMBANTAIAN HATLA
Aksi keji berupa pembantaian massal terhadap penduduk sipil tak berdosa kembali dilakukan para teroris pemberontak Syria. Kali ini sebanyak 60 warga sipil di desa Hatla menjadi korbannya, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua.
Menurut laporan koresponden Al Manar Website di Syria pada hari Selasa pagi (11/6) para pemberontak Syria dari kelompok Al-Nusra Front dan kelompok lain dari ‘Free Syrian Army’ menyerbu desa tersebut dengan kekuatan lebih dari 1.000 personil bersenjata ringan hingga berat termasuk senjata anti-pesawat.
Dalam aksi tersebut pemberontak mengeksekusi mati beberapa penduduk sipil termasuk seorang anak berusia kurang dari 6 tahun, seorang wanita bernama Wedad al-Badrani dan orang tua berumur lebih dari 85 tahun bernama Omar Hammadi dan Issa Khalaf al-Hilal, belum termasuk pembantaian terhadap beberapa keluarga yang disertai pembakaran rumah-rumah beserta penghuni di dalamnya. Pemberontak juga menculik Sayyed Ibrahim Musa Mullah Eid, seorang ulama terkemuka di kota tersebut beserta keponakannya Taha Hussein Mullah Eid. Jenasah mereka berdua kemudian ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Penduduk sempat mengadakan perlawanan dengan berlindung di dalam satu kampung yang telah dipersenjatai, namun kekuatan mereka tidak seimbang dengan penyerangnya. Situs-situs online pemberontak mengakui sebanyak 33 anggota mereka tewas dalam penyerbuan itu, di antaranya adalah komandan batalyon “Ammar al-Hammad".
Sebagian pemberontak mengklaim aksi mereka disebabkan karena penduduk telah membantu tentara pemerintah. Namun kelompok al-Nusra Front menyatakan aksi tersebut sebagai balasan atas kekalahan mereka di al-Qusayr. Aksi tersebut mendapat berbagai kecaman, termasuk dari sebagian kelompok oposisi Syria.
Beberapa penduduk berhasil menyelamatkan diri ke desa terdekat. Sebagian lainnya berhasil melarikan diri hingga ke kota Deir Ezzor. Sebagai balasan militer Syria melakukan serangan sporadis terhadap posisi-posisi pemberontak di wilayah tersebut.
Sebuah laporan yang dikeluarkan PBB pada hari Rabu (12/6) menyebutkan bahwa pemberontak menggunakan anak-anak sebagai "tameng" untuk menghadapi serangan balik tentara Syria. Sementara sekjen PBB menyebut konflik di Syria sebagai "tidak bisa diterima dan ditoleransi" terkait kematian anak-anak yang mencapai angka ribuan anak.
Satu perbedaan mencolok ditunjukkan oleh para pejuang Hizbollah dan lawan-lawannya yang saat ini tengah berupaya menghancurkan negeri Syria demi kepentingan zionis internasional. Pada saat para pemberontak Syria melakukan pembantaian tak berperi-kemanusiaan atas penduduk Hatla, para pejuang Hizbollah memperlakukan pemberontak yang tertawan secara terhormat dengan memberikan kesempatan mereka untuk mendapatkan perawatan medis.
Perlu disampaikan disini bahwa para pejuang Hizbollah baru saja memindahkan 36 tawanan mereka yang terluka dari al Qusayr ke beberapa rumah sakit di Lebanon. Langkah ini kontan mendapatkan pujian dari pemuka umat Sunni di kota Sidon, Sheikh Maher Hammoud yang menyebut tindakan tersebut sesuai dengan hukum Islam.
“Para pejuang Lebanon (Hizbollah) menghormati hukum Islam. Maka kita harus mengkaji ulang pandangan kita terutama setelah terbongkarnya plot yang digerakkan oleh Israel, Amerika, Turki dan Qatar,” kata Sheikh Maher Hammoud yang juga menjadi Imam Masjid Al Quds di Sidon itu.
Menurut Sheikh Hammoud dalam wawancara dengan media online Lebanon Al-Ahed itu tindakan terpuji Hizbollah tersebut merupakan bagian dari kemenangan Hizbollah sekaligus membantah propaganda dan kebohongan kelompok-kelompok pemberontak tentangnya. Untuk itu ia mendesak kelompok-kelompok pemberontak Syria untuk menghentikan sebutan-sebutan tidak patut atas Hizbollah seperti "Partai Setan", terutama karena Hizbollah juga melakukan sikap terpuji terhadap milisi-milisi Kristen yang tertawan setelah mundurnya Israel dari Lebanon Selatan tahun 2000.
"Kita harus membersihkan semua tuduhan-tuduhan palsu yang disematkan terhadap Islam dan umat muslim oleh mereka yang sengaja mendistorsi Islam. Hal ini merupakan bagian dari konspirasi yang dirancang dan didanai oleh Israel, Amerika, Turki dan Qatar,” tambahnya.
Sheikh Hammoud mengingatkan bahwa konspirasi jahat tersebut telah runtuh pada puncaknya dan mereka yang terlibat di dalamnya akan segera menyaksikan "angin balik" yang menerpa negeri-negeri mereka. Ia menganggap perang Al Qusayr telah mengantarkan Hizbollah menjadi kekuatan internasional.
“Meski dengan berbagai hambatan seperti ketertinggalan pembangunan, ketidak-toleransian, serta korupsi, pada akhirnya kebenaran akan menjadi pemenang," Sheikh Hammoud menyimpulkan.
PEMBANTAIAN HATLA
Aksi keji berupa pembantaian massal terhadap penduduk sipil tak berdosa kembali dilakukan para teroris pemberontak Syria. Kali ini sebanyak 60 warga sipil di desa Hatla menjadi korbannya, termasuk anak-anak, wanita dan orang tua.
Menurut laporan koresponden Al Manar Website di Syria pada hari Selasa pagi (11/6) para pemberontak Syria dari kelompok Al-Nusra Front dan kelompok lain dari ‘Free Syrian Army’ menyerbu desa tersebut dengan kekuatan lebih dari 1.000 personil bersenjata ringan hingga berat termasuk senjata anti-pesawat.
Dalam aksi tersebut pemberontak mengeksekusi mati beberapa penduduk sipil termasuk seorang anak berusia kurang dari 6 tahun, seorang wanita bernama Wedad al-Badrani dan orang tua berumur lebih dari 85 tahun bernama Omar Hammadi dan Issa Khalaf al-Hilal, belum termasuk pembantaian terhadap beberapa keluarga yang disertai pembakaran rumah-rumah beserta penghuni di dalamnya. Pemberontak juga menculik Sayyed Ibrahim Musa Mullah Eid, seorang ulama terkemuka di kota tersebut beserta keponakannya Taha Hussein Mullah Eid. Jenasah mereka berdua kemudian ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Penduduk sempat mengadakan perlawanan dengan berlindung di dalam satu kampung yang telah dipersenjatai, namun kekuatan mereka tidak seimbang dengan penyerangnya. Situs-situs online pemberontak mengakui sebanyak 33 anggota mereka tewas dalam penyerbuan itu, di antaranya adalah komandan batalyon “Ammar al-Hammad".
Sebagian pemberontak mengklaim aksi mereka disebabkan karena penduduk telah membantu tentara pemerintah. Namun kelompok al-Nusra Front menyatakan aksi tersebut sebagai balasan atas kekalahan mereka di al-Qusayr. Aksi tersebut mendapat berbagai kecaman, termasuk dari sebagian kelompok oposisi Syria.
Beberapa penduduk berhasil menyelamatkan diri ke desa terdekat. Sebagian lainnya berhasil melarikan diri hingga ke kota Deir Ezzor. Sebagai balasan militer Syria melakukan serangan sporadis terhadap posisi-posisi pemberontak di wilayah tersebut.
Sebuah laporan yang dikeluarkan PBB pada hari Rabu (12/6) menyebutkan bahwa pemberontak menggunakan anak-anak sebagai "tameng" untuk menghadapi serangan balik tentara Syria. Sementara sekjen PBB menyebut konflik di Syria sebagai "tidak bisa diterima dan ditoleransi" terkait kematian anak-anak yang mencapai angka ribuan anak.
REF:
"Hatla Massacre: Sectarian Beasts Prey on Children, Women, Elderly"; Eslam al-Rihani; almanar.com.lb; 13 Juni 2013
"Sheikh Hammoud: Qusayr Battle Strengthened Hezbollah, Right Will Triumph Soon"; almanar.com.lb; 13 Juni 2013
HIKMAH KEHIDUPAN (2)
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/hikmah-kehidupan-2.html#more
Semua orang, dengan berbagai tingkatan, pasti pernah mengalami masa-masa
menegangkan dalam hidupnya. Misalnya saja, seorang anak yang bermusuhan
dengan teman sepermainannya, pasti akan dihinggapi rasa takut setiap
saat untuk bertemu musuhnya itu. Namun yang saya rasakan ini jauh lebih
dari itu meski mungkin tidak sebesar perasaan rakyat Syria yang berada
di tengah-tengah pemberontak teroris.
Masa hidup paling menegangkan saya terjadi ketika saya masih kuliah di sebuah PTN di Yogyakarta di tahun 1990-an. Saat itu saya tinggal di asrama koperasi mahasiswa (Kopma) di daerah Karanggayam, Sleman. Selama bertahun-tahun kehidupan di asrama sangat harmonis. Iklim sosial dan budaya Yogya yang "ayem tentrem" sangat mempengaruhi kehidupan di dalam asrama. Sedemikian "nyaman" kehidupan di asrama hingga ada beberapa mahasiswa yang terlena dan "lupa diri" dengan tugasnya, menjadi mahasiswa abadi hingga 10 tahun lebih.
Namun suasana harmonis itu berubah 180 derajat setelah adanya beberapa penghuni baru yang berasal dari luar Jawa, sebagian besar dari Indonesia Timur dan sebagian lagi dari Sumatera Utara. Saya bukannya anti terhadap orang-orang luar Jawa karena saya sendiri pun kini tinggal di luar Jawa dan menikmatinya, namun keberadaan mereka saat itu benar-benar telah membuat suasana menjadi menegangkan. Selain kebiasaan hura-hura di malam hari, mereka juga sering memancing perselisihan dengan para penghuni lama.
Yang paling menonjol di antara mereka adalah 2 orang, seorang berasal dari Sumbawa yang terkenal dengan peringainya yang kasar dan pemarah. Beberapa penghuni lama telah menjadi korban keganasannya dan babak belur dibuatnya, termasuk seorang mahasiswa senior yang telah lulus dan masih menumpang di asrama. Saya menduga karena wajahnya yang buruk rupa serta latar belakang sosial ekonomi yang kurang membuatnya merasa harus mengkompensasi kekurangannya dengan kelebihan fisik.
Suatu hari "gorila Sumbawa" ini (ia lebih sering bertelanjang dada menunjukkan otot-ototnya yang menonjol dan kulitnya yang legam daripada berpakaian rapi) memancing perselisihan dengan saya saat kami bermain bola plastik di lapangan mini di pekarangan asrama. Setelah berpura-pura tidak sengaja menendang tubuh saya, saya melihatnya tersenyum mengejek saya. Terpancing, saya pun membalas dengan menggarukkan tangan saya ke punggungnya dalam satu perebutan bola. Ternyata ototnya tidak sekuat yang dikira orang. Dengan mudah kuku saya mengelupaskan kulitnya dan merobek sebagian ototnya. Darah pun mengucur dari punggungnya. Sejak itu ia tidak lagi berani memandang wajah saya.
Namun yang paling berbahaya daripada "gerombolan si Berat" itu (mengambil nama gang penjahat dalam komik Donald Bebek) adalah pemimpinnya yang berasal dari Ambon. Selain keberaniannya berkelahi, ia juga diberi kelebihan kepemimpinan yang kuat, dan cukup intelek. Tidak heran jika ia menjadi pemimpin aktifis mahasiswa di kampusnya. Ia aktif dalam organisasi SMID, organisasi mahasiswa berfaham sosialis-komunis yang kini saya tahu merupakan turunan dari proyek "Open Society"-nya George Soros yang hendak mendemokratisasi dan mereformasi Indonesia.
Suatu hari pemimpin "gerombolan di Berat" itu melakukan tindakan penganiayaan berat terhadap seorang penghuni asrama senior hingga harus menjalani perawatan medis. Aksi tersebut sangat membuat syok seluruh penghuni asrama dan terutama pada korban penganiayaan, sedemikian rupa sehingga, meski anggota senior Resimen Mahasiswa, korban tidak berani memperkarakannya ke polisi.
Dari penuturan korban, diketahui bahwa pemimpin "gerombolan si Berat" itu, sebut saja inisialnya "A", melakukan penganiayaan karena marah setelah tindakannya menghamili teman kuliahnya bocor ke "publik". Korban mengaku melihat "tersangka" bersama teman wanitanya berada di klinik aborsi yang biasa melayani mahasiswi yang hamil di luar nikah. Saya bukan tipe orang yang suka menggosip. Namun kebersamaan yang terlalu intim antara sepasang remaja, selama berjam-jam setiap hari di dalam kamar asrama, tentu sangat beralasan untuk mempercayai gossip itu.
Tak tersentuh hukum, membuat "gerombolan si Berat" semakin menjadi-jadi. Teriakan-teriakan mereka di malam hari dengan ditemani minuman keras, semakin lantang saja. Tidak hanya itu, sesekali mereka juga melakukan pengrusakan terhadap fasilitas asrama.
Prihatin dengan kondisi tersebut, saya pun mencoba mengorganisir teman-teman penghuni asrama yang saya anggap bisa mengatasi masalah. Namun tak seorang pun berani mengambil risiko. Semuanya lebih memilih konsentrasi dengan urusan kuliahnya sendiri. Hanya ada seorang yang bersedia bertindak, seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan dari kota Pati yang sangat pendiam bernama Rian.
Kesediaan Rian membantu mengatasi masalah sangat melegakan saya. Saya percaya pada keberanian Rian pada saat pertama kali bertemu dengannya. Sikap pendiamnya itu menyembunyikan keberaniannya yang tidak terduga. Selain itu, ia adalah keturunan Bupati Pragolo, pahlawan daerah Pati yang berani melawan kediktatoran Raja Mataram Panembahan Senapati di masa lalu.
Maka kami berdua melakukan ikrar bahwa jika "gerombolan si Berat" membuat onar lagi, kami akan melakukan tindakan keras.
Dan terjadilah apa yang tidak bisa saya hindarkan. Suatu pagi, usai menunaikan sholat subuh di musholla asrama, saya menemukan papan pengumuman asrama tergeletak di pinggir jalan. Semalam saya memang mendengar suara berderak keras diiringi suara-suara ketawa. Namun karena ngantuk, saya tidak memperdulikan hal itu. Saya meyakini "gerombolan si Berat"-lah yang melakukannya karena hal itu pernah terjadi sebelumnya.
Dengan marah saya pun mengajak Rian untuk menunaikan tekad kami berdua. Tanpa permisi, pintu kamar "A" pun kami dobrak, dan tampaklah 6 orang tertidur di lantai kamar dengan kondisi kamar berantakan. Ke-6 orang itu kaget setengah mati mengalami perlakuan seperti itu. Bahkan si "gorila Sumbawa" pun kebingungan. Namun bukan pemimpin namanya kalau tidak melakukan reaksi apapun. "A" pun memerintahkan "gorila Sumbawa" untuk meladeni tantangan kami berduel di lapangan asrama. Entah karena trauma dengan cakaran saya atau bukan, yang jelas saya bersyukur si gorila memilih Rian untuk menjadi lawan duelnya. Dan hal itu menjadi pengalaman paling pahit baginya.
Satu menit pertama pertarungan, si gorila tampak unggul dalam hal kekuatan pukulan dan kelincahan, sementara Rian hanya sesekali melancarkan pukulan. Namun menit berikutnya adalah milik Rian. Tampak sekali Rian memiliki pengalaman berkelahi, sedang lawannya hanyalah pemula. Banyak mengumbar pukulan membuat si "gorila Sumbawa" cepat kehabisan tenaga hingga ia menjadi bulan-bulanan Rian. Terakhir dengan satu kuncian, "gorila Sumbawa" pun menyerah.
"Gerombolan si Berat" pun tertunduk malu di hadapan teman-teman asrama yang menyaksikan perkelahian dari kejauhan dan berteriak-teriak kegirangan melihat kekalahan mereka. Namun tentu saja hal itu belum menyelesaikan masalah dan justru menambah masalah karena "A" dan kawan-kawan pasti akan menuntut balas. Dan menunggu pembalasan itu ternyata menjadi siksaan sendiri.
Menunggu orang mendobrak pintu kita sambil mengayunkan parang tentu bukan hari-hari yang menyenangkan. Saya sudah mendengar desas-desus "A" telah mempersiapkan balas dendam dan telah menyiapkan parang pusaka yang dibawa dari kampungnya. Saya pun membayangkan peristiwa beberapa tahun sebelumnya ketika 2 kelompok mahasiswa UII saling bunuh gara-gara rebutan jabatan pengurus organisasi mahasiswa. Tidak tahan dengan situasi itu, saya pun mengambil langkah sendiri. Satu per-satu saya mendatangi anggota "gerombolan si Berat", mulai dari yang paling lemah. Kepada mereka saya memberikan pilihan: menganggap selesai permasalahan, atau berkelahi satu lawan satu.
Ternyata mereka pun sama dengan mahasiswa lainnya: tidak ingin mendapatkan masalah dan ingin menyelesaikan kuliahnya dengan lancar. Mereka pun, termasuk "gorila Sumbawa", menyatakan permasalahan selesai. Demikian juga dengan "A", meski awalnya bersikeras menyelesaikannya di lapangan.
Kini, lebih 15 tahun kemudian, saya mendengar kabar "A" telah menjadi seorang pejabat tinggi negara, yaitu staff khusus kepresidenan. Ia bersama dengan teman-teman aktifisnya diboyong presiden untuk menjadi pembantu-pembantu dekatnya. Saya tahu faktor George Soros sangat berperan dalam hal ini. Apalagi karena ia juga murid dari "Bapak Reformasi" Amien Rais yang berkali-kali bertemu Soros, dan yunior dari tokoh liberalisme Indonesia yang telah melego murah blok minyak Cepu untuk Exxon Mobile, Rizal Malarangeng.
Dibandingkan dengan kondisi saya saat ini yang serba pas-pasan, nasib "A" tentu sangat kontras (saya dengar kabar anggaran tahunan untuk dirinya pribadi mencapai Rp 2 miliar lebih). Namun saya masih percaya bahwa yang saya miliki saat ini adalah yang terbaik bagi saya. Apalah artinya menjadi seorang pejabat tinggi jika hanya menjadi antek kepentingan asing dan tidak memberikan kesejahtaraan bagi rakyat. Justru jabatan tinggi itu akan menjadi beban berat kelak di Hari Pengadilan.
Masa hidup paling menegangkan saya terjadi ketika saya masih kuliah di sebuah PTN di Yogyakarta di tahun 1990-an. Saat itu saya tinggal di asrama koperasi mahasiswa (Kopma) di daerah Karanggayam, Sleman. Selama bertahun-tahun kehidupan di asrama sangat harmonis. Iklim sosial dan budaya Yogya yang "ayem tentrem" sangat mempengaruhi kehidupan di dalam asrama. Sedemikian "nyaman" kehidupan di asrama hingga ada beberapa mahasiswa yang terlena dan "lupa diri" dengan tugasnya, menjadi mahasiswa abadi hingga 10 tahun lebih.
Namun suasana harmonis itu berubah 180 derajat setelah adanya beberapa penghuni baru yang berasal dari luar Jawa, sebagian besar dari Indonesia Timur dan sebagian lagi dari Sumatera Utara. Saya bukannya anti terhadap orang-orang luar Jawa karena saya sendiri pun kini tinggal di luar Jawa dan menikmatinya, namun keberadaan mereka saat itu benar-benar telah membuat suasana menjadi menegangkan. Selain kebiasaan hura-hura di malam hari, mereka juga sering memancing perselisihan dengan para penghuni lama.
Yang paling menonjol di antara mereka adalah 2 orang, seorang berasal dari Sumbawa yang terkenal dengan peringainya yang kasar dan pemarah. Beberapa penghuni lama telah menjadi korban keganasannya dan babak belur dibuatnya, termasuk seorang mahasiswa senior yang telah lulus dan masih menumpang di asrama. Saya menduga karena wajahnya yang buruk rupa serta latar belakang sosial ekonomi yang kurang membuatnya merasa harus mengkompensasi kekurangannya dengan kelebihan fisik.
Suatu hari "gorila Sumbawa" ini (ia lebih sering bertelanjang dada menunjukkan otot-ototnya yang menonjol dan kulitnya yang legam daripada berpakaian rapi) memancing perselisihan dengan saya saat kami bermain bola plastik di lapangan mini di pekarangan asrama. Setelah berpura-pura tidak sengaja menendang tubuh saya, saya melihatnya tersenyum mengejek saya. Terpancing, saya pun membalas dengan menggarukkan tangan saya ke punggungnya dalam satu perebutan bola. Ternyata ototnya tidak sekuat yang dikira orang. Dengan mudah kuku saya mengelupaskan kulitnya dan merobek sebagian ototnya. Darah pun mengucur dari punggungnya. Sejak itu ia tidak lagi berani memandang wajah saya.
Namun yang paling berbahaya daripada "gerombolan si Berat" itu (mengambil nama gang penjahat dalam komik Donald Bebek) adalah pemimpinnya yang berasal dari Ambon. Selain keberaniannya berkelahi, ia juga diberi kelebihan kepemimpinan yang kuat, dan cukup intelek. Tidak heran jika ia menjadi pemimpin aktifis mahasiswa di kampusnya. Ia aktif dalam organisasi SMID, organisasi mahasiswa berfaham sosialis-komunis yang kini saya tahu merupakan turunan dari proyek "Open Society"-nya George Soros yang hendak mendemokratisasi dan mereformasi Indonesia.
Suatu hari pemimpin "gerombolan di Berat" itu melakukan tindakan penganiayaan berat terhadap seorang penghuni asrama senior hingga harus menjalani perawatan medis. Aksi tersebut sangat membuat syok seluruh penghuni asrama dan terutama pada korban penganiayaan, sedemikian rupa sehingga, meski anggota senior Resimen Mahasiswa, korban tidak berani memperkarakannya ke polisi.
Dari penuturan korban, diketahui bahwa pemimpin "gerombolan si Berat" itu, sebut saja inisialnya "A", melakukan penganiayaan karena marah setelah tindakannya menghamili teman kuliahnya bocor ke "publik". Korban mengaku melihat "tersangka" bersama teman wanitanya berada di klinik aborsi yang biasa melayani mahasiswi yang hamil di luar nikah. Saya bukan tipe orang yang suka menggosip. Namun kebersamaan yang terlalu intim antara sepasang remaja, selama berjam-jam setiap hari di dalam kamar asrama, tentu sangat beralasan untuk mempercayai gossip itu.
Tak tersentuh hukum, membuat "gerombolan si Berat" semakin menjadi-jadi. Teriakan-teriakan mereka di malam hari dengan ditemani minuman keras, semakin lantang saja. Tidak hanya itu, sesekali mereka juga melakukan pengrusakan terhadap fasilitas asrama.
Prihatin dengan kondisi tersebut, saya pun mencoba mengorganisir teman-teman penghuni asrama yang saya anggap bisa mengatasi masalah. Namun tak seorang pun berani mengambil risiko. Semuanya lebih memilih konsentrasi dengan urusan kuliahnya sendiri. Hanya ada seorang yang bersedia bertindak, seorang mahasiswa Fakultas Kehutanan dari kota Pati yang sangat pendiam bernama Rian.
Kesediaan Rian membantu mengatasi masalah sangat melegakan saya. Saya percaya pada keberanian Rian pada saat pertama kali bertemu dengannya. Sikap pendiamnya itu menyembunyikan keberaniannya yang tidak terduga. Selain itu, ia adalah keturunan Bupati Pragolo, pahlawan daerah Pati yang berani melawan kediktatoran Raja Mataram Panembahan Senapati di masa lalu.
Maka kami berdua melakukan ikrar bahwa jika "gerombolan si Berat" membuat onar lagi, kami akan melakukan tindakan keras.
Dan terjadilah apa yang tidak bisa saya hindarkan. Suatu pagi, usai menunaikan sholat subuh di musholla asrama, saya menemukan papan pengumuman asrama tergeletak di pinggir jalan. Semalam saya memang mendengar suara berderak keras diiringi suara-suara ketawa. Namun karena ngantuk, saya tidak memperdulikan hal itu. Saya meyakini "gerombolan si Berat"-lah yang melakukannya karena hal itu pernah terjadi sebelumnya.
Dengan marah saya pun mengajak Rian untuk menunaikan tekad kami berdua. Tanpa permisi, pintu kamar "A" pun kami dobrak, dan tampaklah 6 orang tertidur di lantai kamar dengan kondisi kamar berantakan. Ke-6 orang itu kaget setengah mati mengalami perlakuan seperti itu. Bahkan si "gorila Sumbawa" pun kebingungan. Namun bukan pemimpin namanya kalau tidak melakukan reaksi apapun. "A" pun memerintahkan "gorila Sumbawa" untuk meladeni tantangan kami berduel di lapangan asrama. Entah karena trauma dengan cakaran saya atau bukan, yang jelas saya bersyukur si gorila memilih Rian untuk menjadi lawan duelnya. Dan hal itu menjadi pengalaman paling pahit baginya.
Satu menit pertama pertarungan, si gorila tampak unggul dalam hal kekuatan pukulan dan kelincahan, sementara Rian hanya sesekali melancarkan pukulan. Namun menit berikutnya adalah milik Rian. Tampak sekali Rian memiliki pengalaman berkelahi, sedang lawannya hanyalah pemula. Banyak mengumbar pukulan membuat si "gorila Sumbawa" cepat kehabisan tenaga hingga ia menjadi bulan-bulanan Rian. Terakhir dengan satu kuncian, "gorila Sumbawa" pun menyerah.
"Gerombolan si Berat" pun tertunduk malu di hadapan teman-teman asrama yang menyaksikan perkelahian dari kejauhan dan berteriak-teriak kegirangan melihat kekalahan mereka. Namun tentu saja hal itu belum menyelesaikan masalah dan justru menambah masalah karena "A" dan kawan-kawan pasti akan menuntut balas. Dan menunggu pembalasan itu ternyata menjadi siksaan sendiri.
Menunggu orang mendobrak pintu kita sambil mengayunkan parang tentu bukan hari-hari yang menyenangkan. Saya sudah mendengar desas-desus "A" telah mempersiapkan balas dendam dan telah menyiapkan parang pusaka yang dibawa dari kampungnya. Saya pun membayangkan peristiwa beberapa tahun sebelumnya ketika 2 kelompok mahasiswa UII saling bunuh gara-gara rebutan jabatan pengurus organisasi mahasiswa. Tidak tahan dengan situasi itu, saya pun mengambil langkah sendiri. Satu per-satu saya mendatangi anggota "gerombolan si Berat", mulai dari yang paling lemah. Kepada mereka saya memberikan pilihan: menganggap selesai permasalahan, atau berkelahi satu lawan satu.
Ternyata mereka pun sama dengan mahasiswa lainnya: tidak ingin mendapatkan masalah dan ingin menyelesaikan kuliahnya dengan lancar. Mereka pun, termasuk "gorila Sumbawa", menyatakan permasalahan selesai. Demikian juga dengan "A", meski awalnya bersikeras menyelesaikannya di lapangan.
Kini, lebih 15 tahun kemudian, saya mendengar kabar "A" telah menjadi seorang pejabat tinggi negara, yaitu staff khusus kepresidenan. Ia bersama dengan teman-teman aktifisnya diboyong presiden untuk menjadi pembantu-pembantu dekatnya. Saya tahu faktor George Soros sangat berperan dalam hal ini. Apalagi karena ia juga murid dari "Bapak Reformasi" Amien Rais yang berkali-kali bertemu Soros, dan yunior dari tokoh liberalisme Indonesia yang telah melego murah blok minyak Cepu untuk Exxon Mobile, Rizal Malarangeng.
Dibandingkan dengan kondisi saya saat ini yang serba pas-pasan, nasib "A" tentu sangat kontras (saya dengar kabar anggaran tahunan untuk dirinya pribadi mencapai Rp 2 miliar lebih). Namun saya masih percaya bahwa yang saya miliki saat ini adalah yang terbaik bagi saya. Apalah artinya menjadi seorang pejabat tinggi jika hanya menjadi antek kepentingan asing dan tidak memberikan kesejahtaraan bagi rakyat. Justru jabatan tinggi itu akan menjadi beban berat kelak di Hari Pengadilan.
2 komentar:
-
hehehhehe pengalaman pribadi yg lumayan ..apalah arti'a jd orkay smua kebutuhan tercukupi tp menjd antek2 Zionis ..
-
Saya jadi teringat matinya seorang tentara elit indinesia oleh seorang preman yang kemudian melahirkan tragedi cebongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar