Quotes of The Week
PERANG DUA ULAMA SIDON
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/perang-dua-ulama-sidon.html#.UbbhjdiN6So
Seiring berlangsungnya pertempuran di al Qusayr, Syria, di kota Sidon
Lebanon berlangsung juga pertempuran yang cukup seru antara pihak-pihak
yang mendukung pemberontak Syria melawan pihak-pihak yang mendukunng
pemerintah Syria. Sampai saat ini diperkirakan jumlah korban tewas dalam
pertikaian di Sidon ini setidaknya telah merenggut nyawa 25 orang.
Namun di balik "pertempuran" di Sidon ini terdapat "pertempuran" lain
lagi, yaitu "perang pengaruh" antara 2 orang ulama: Imam Masjid al-Quds
dan tokoh Sunni Sheikh Maher Hammoud melawan pemimpin gerakan
salafi-wahabi Ahmad al-Asir.
Perselisihan antara keduanya merupakan salah satu faktor yang membuat perselisihan di Sidon semakin "menarik". Sheikh Maher Hammoud merupakan pendukung gerakan "Perlawanan" Hizbollah meski beliau adalah seorang pemuka Sunni. Sementara al-Asir merupakan pendukung utama pemberontak Syria bahkan dikabarkan terlibat langsung di medan perang al Qusayr.
Saat ini perselisihan antara kedua ulama tersebut kembali menjadi perhatian publik setelah adanya upaya pembunuhan terhadap Sheikh Hammoud pada hari Senin (3/6). Meski belum ada bukti kuat, publik pun mengarahkan pandangan pada lawan Sheikh Hammoud, yaitu al-Asir.
Pada hari Sabtu lalu (8/6) Sheikh Hammoud mengadakan wawancara eksklusif dengan media milik Hizbollah Almanar, mengungkapkan pemikiran dan pendapat-pendapatnya tentang berbagai isu politik yang berkembang di kawasan. Ia berpendapat bahwa apa yang terjadi di Lebanon, Syria dan kawasan merupakan perpecahan, namun saat kebaikan dan keburukan saling terkait seseorang harus mengambil sikap yang menguntungkan negara dan agama. Tentang upaya pembunuhan terhadap dirinya ia menunjuk pada kelompok "takfiri" (orang-orang yang suka mengkafirkan) yang secara tidak langsung ia menunjuk pada al-Asir.
“Saya rasa dalam beberapa hari mendatang banyak hal (tentang upaya pembunuhan) akan terkuak," katanya.
Dalam wawancara tersebut secara umum Sheikh Hammoud mengingatkan tentang bahaya berkembangnya faham "takfiri" di antara umat Islam Lebanon, yang dengan gampang melakukan pembunuhan terhadap orang Islam yang berbeda pandangan dengan mereka.
“Bayangkan jika regim di Syria tumbang dan orang-orang takfiri serta Amerika dan antek-anteknya menguasai negeri itu, apa yang akan terjadi dengan Lebanon?”
“Menurut saya bencana akan terjadi jika pemerintah Syria ditumbangkan sebagaimana direncanakan mereka (takfiri dan antek-antek Amerika)," kata Sheikh Hammoud.
Mengenai Hizbollah ia membela langkah Hizbollah menerjunkan diri dalam pertempuran di Syria dan memujinya sebagai langkah yang bisa mencegah bencana bagi bangsa Lebanon dan seluruh kawasan.
"Kita semua tahu bahwa masalah ini akan selalu dipandang dari sudut pandang sektarian. Namun demikian Hizbollah tidak terlihat melakukan tindakan yang bisa memancing perpecahan. Hizbollah tahu benar resiko dari perang di al Qusayr. Bagaimanapun, saat harus memilih antara yang buruk dan yang terburuk, Hizbollah memilih yang pertama," katanya.
Di sisi lain Sheikh Hammoud mengkritik langkah-langkah yang diambil berbagai gerakan Islam di Timur Tengah khususnya Ikhwanul Muslimin yang saat ini muncul sebagai kekuatan politik yang berpengaruh paska revolusi "Arabs Spring". Menurunya Ikhwanul Muslimin telah melenceng dari garis yang dibuat oleh pendiri organisasi tersebut, yaitu Hasan al Bana. Sebagaimana kita ketahui Ikhwanul Muslimin dibentuk oleh al-Bana untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel.
"Jika mereka setia dengan ajaran Imam al-Banna, mereka akan mengambil sikap seperti saya," katanya menunjuk pada sikap Ikhwanul Muslimin yang telah berkolaborasi dengan Amerika dalam krisis Mesir dan Syria.
Sebaliknya Sheikh Hammoud memuji apa yang telah dilakukan Iran yang disebutnya telah berjasa besar bagi negara Lebanon.
"Langkah dan tindakan Iran mengindikasikan bahwa mereka hanya memiliki satu tujuan, yaitu Palestina. Mereka menganggap semua halangan dan kesulitan sebagai hal yang mudah demi meraih tujuan mereka," katanya tentang Iran.
AL ASIR DAN PANDANGAN SHEIKH HAMMOUD
Perselisihan antara keduanya merupakan salah satu faktor yang membuat perselisihan di Sidon semakin "menarik". Sheikh Maher Hammoud merupakan pendukung gerakan "Perlawanan" Hizbollah meski beliau adalah seorang pemuka Sunni. Sementara al-Asir merupakan pendukung utama pemberontak Syria bahkan dikabarkan terlibat langsung di medan perang al Qusayr.
Saat ini perselisihan antara kedua ulama tersebut kembali menjadi perhatian publik setelah adanya upaya pembunuhan terhadap Sheikh Hammoud pada hari Senin (3/6). Meski belum ada bukti kuat, publik pun mengarahkan pandangan pada lawan Sheikh Hammoud, yaitu al-Asir.
Pada hari Sabtu lalu (8/6) Sheikh Hammoud mengadakan wawancara eksklusif dengan media milik Hizbollah Almanar, mengungkapkan pemikiran dan pendapat-pendapatnya tentang berbagai isu politik yang berkembang di kawasan. Ia berpendapat bahwa apa yang terjadi di Lebanon, Syria dan kawasan merupakan perpecahan, namun saat kebaikan dan keburukan saling terkait seseorang harus mengambil sikap yang menguntungkan negara dan agama. Tentang upaya pembunuhan terhadap dirinya ia menunjuk pada kelompok "takfiri" (orang-orang yang suka mengkafirkan) yang secara tidak langsung ia menunjuk pada al-Asir.
“Saya rasa dalam beberapa hari mendatang banyak hal (tentang upaya pembunuhan) akan terkuak," katanya.
Dalam wawancara tersebut secara umum Sheikh Hammoud mengingatkan tentang bahaya berkembangnya faham "takfiri" di antara umat Islam Lebanon, yang dengan gampang melakukan pembunuhan terhadap orang Islam yang berbeda pandangan dengan mereka.
“Bayangkan jika regim di Syria tumbang dan orang-orang takfiri serta Amerika dan antek-anteknya menguasai negeri itu, apa yang akan terjadi dengan Lebanon?”
“Menurut saya bencana akan terjadi jika pemerintah Syria ditumbangkan sebagaimana direncanakan mereka (takfiri dan antek-antek Amerika)," kata Sheikh Hammoud.
Mengenai Hizbollah ia membela langkah Hizbollah menerjunkan diri dalam pertempuran di Syria dan memujinya sebagai langkah yang bisa mencegah bencana bagi bangsa Lebanon dan seluruh kawasan.
"Kita semua tahu bahwa masalah ini akan selalu dipandang dari sudut pandang sektarian. Namun demikian Hizbollah tidak terlihat melakukan tindakan yang bisa memancing perpecahan. Hizbollah tahu benar resiko dari perang di al Qusayr. Bagaimanapun, saat harus memilih antara yang buruk dan yang terburuk, Hizbollah memilih yang pertama," katanya.
Di sisi lain Sheikh Hammoud mengkritik langkah-langkah yang diambil berbagai gerakan Islam di Timur Tengah khususnya Ikhwanul Muslimin yang saat ini muncul sebagai kekuatan politik yang berpengaruh paska revolusi "Arabs Spring". Menurunya Ikhwanul Muslimin telah melenceng dari garis yang dibuat oleh pendiri organisasi tersebut, yaitu Hasan al Bana. Sebagaimana kita ketahui Ikhwanul Muslimin dibentuk oleh al-Bana untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel.
"Jika mereka setia dengan ajaran Imam al-Banna, mereka akan mengambil sikap seperti saya," katanya menunjuk pada sikap Ikhwanul Muslimin yang telah berkolaborasi dengan Amerika dalam krisis Mesir dan Syria.
Sebaliknya Sheikh Hammoud memuji apa yang telah dilakukan Iran yang disebutnya telah berjasa besar bagi negara Lebanon.
"Langkah dan tindakan Iran mengindikasikan bahwa mereka hanya memiliki satu tujuan, yaitu Palestina. Mereka menganggap semua halangan dan kesulitan sebagai hal yang mudah demi meraih tujuan mereka," katanya tentang Iran.
AL ASIR DAN PANDANGAN SHEIKH HAMMOUD
TENTANGNYA
Pada akhir bulan Februari lalu Sheikh Hammoud mengadakan konperensi pers terkait dengan ketegangan sektarian yang terjadi di Sidon setelah Al Asir dan pendukung-pendukungnya berusaha merebut apartemen milik Hizbollah yang diklaim sebagai milik mereka. Dalam kesempatan tersebut beliau mengecam Al Asir dan pendukung-pendukungnya, termasuk negara-negara Arab kaya minyak.
"Raja-raja minyak, menghabiskan uang rakyat untuk korupsi, berbeda dengan Iran yang memproduksi energi nuklir, pesawat, mobil dan membantu perjuangan Palestina," katanya.
Kepada Al-Asir ia mengajukan pertanyaan, "Siapa yang memberi kuasa pada Anda untuk menentukan Sunni? Kami lebih Sunni dibanding para wahabi radikal (seperti Anda). Belajarlah pada kami sebelum terlambat. Kesombongan Anda membuat Anda menjauh dari suara kebenaran dan pemahaman terhadap al Qur'an."
“Teman-teman Shiah kami dalam berpolitik telah sesuai dengan Islam, dan perjuangan mereka merupakan ibadah yang diperintahkan Allah. Kami tidak akan membiarkan kegilaan Anda membawa negeri ini ke arah yang tidak diinginkan masyarakat kota Sidon," kata Sheikh Hammoud.
Selama dua tahun terakhir, ulama ekstrimis salafi bernama al Asir ini mulai memecah belah kota Sidon di Selatan Libanon dan mengungkapkan tujuannya untuk melawan Hizbollah dengan dukungan para politisi opportunis Lebanon dan negara-negara Arab
Ahmad al-Asir al-Husseini dilahirkan dari ayah yang sunni dan ibu yang syiah di Sidon pada tahun 1968. Kakeknya Yusuf bin Abdel Qadir bin Mohammad al-Asir al-Husseini adalah seorang penyair, peneliti dan salah satu pendiri gerakan "Renaissance" di Shamat. Al-Asir memiliki dua istri dan tiga anak.
Dia dikenal dengan nama keluarga 'al-Asir' (tawanan) di Libanon karena salah satu nenek moyangnya pernah ditangkap pasukan Perancis selama masa penjajahan Libanon.
Ia mulai dikenal keilmuannya sejak anak-anak setelah meraih gelar hafiz Qur'an pada umur 7 tahun. Dia belajar mata pelajaran agama di sekolah Sunni Dar al-Fatwa di Beirut sebelum menjadi imam di Masjid Bilal di Sidon. Al-Assir mulai terkenal di awal 2011 ketika dia mulai menganjurkan rakyat untuk melawan Bashar al-Assad.
Selama karirnya sebagai tokoh politik, al-Assir telah membuat berbagai pernyataan yang telah disiapkan untuk menghidupkan perang sektarian di Libanon. Dia memperkenalkan dirinya sebagai seorang ulama ekstremis dan secara terbuka mengutuk Sayyid Hasan Nasrullah, pemimpin Hizbolah Libanon.
Meskipun al-Asir tidak mendapat dukungan penuh dari kaum Muslim Sunni, rencana dan programnya telah membuat dirinya menjadi ancaman potensial bagi Hizbullah dan perjuangannya melawan Israel. Dengan populasi sekitar satu juta orang, Muslim Sunni menyumbang 27-30 % dari total populasi Lebanon. Mereka banyak menetap di kota-kota besar seperti Sidon dan Tripoli, dan di ibukota Beirut populasi mereka mencapai 2/3 dari jumlah penduduk.
Ada juga penduduk Sunni dalam masyarakat petani dan kelompok kesukuan di wilayah Timur Bogha, Akkar dan Hasibia yang mendukungnya. Pendukung al-Asir pada awalnya terbatas tapi jumlahnya kemudian meluas secara bertahap. Para pendukung al-Asir dapat dikategorikan menjadi dua kelompok:
Pertama, mereka yang menyetujui ideologi salafi al-Asir. Kelompok ini berkembang secara eksponensial di dunia Sunni karena berbagai alasan: promosi kegiatan pendidikan dan dukungan yang dilakukan gerakan salafi-wahhabi, investasi yang dilakukan beberapa negara Arab di Teluk Persia, kegiatan anti-AS yang dilakukan al-Qaeda dan gelombang baru kebangkitan Islam. Sebagian besar orang-orang kelompok ini dapat ditemukan di kawasan kelas rendah sekitar Beirut seperti Sidon, Tripoli, Akkar, daerah nomaden di Bogha, Hasibia dan juga di kamp-kamp pengungsi Palestina.
Kategori kedua terdiri dari Muslim Sunni yang tidak setuju dengan pemikiran Salafi, tapi mengikuti Sheikh Ahmad al-Assir karena secara terbuka melawan Suriah, Hizbullah dan Muslim Syiah. Kelompok ini terutama ditemukan pada kelas menengah perkotaan di Saida, Beirut dan Tripoli.
Dari 1 juta warga Sunni di Lebanon, 65 % dari mereka mendukung sikap al-Asir terhadap Hizbullah dan mendukungnya. Sisanya, lebih menyukai Hizbollah karena mereka tidak puas dengan tindakan Sheikh dalam masalah antar-suku dan perpecahan yang diciptakannya. Sekitar 25 % warga Sunni secara intelektual konsisten dengan al-Asir dalam masalah konflik Syria dan perluasan propaganda politiknya. Mereka bekerja sama dengannya dalam ideologi salafi.
Dengan dukungan keuangan dari negara-negara minyak Arab, al-Asir berhasil mengembangkan aktivitasnya di berbagai bidang seperti media (menurut beberapa sumber dia akan mendirikan sebuah saluran televisi satelit dalam beberapa bulan ini), jaringan sosial, dan pusat-pusat pendidikan dan agama.
Terjadinya gejolak di dunia Arab menyiapkan sarana bagi kegiatan ekstremis dan radikal kaum salafi-wahabi dan al-Asir mengambil keuntungan dari hal itu dan membuat pengumuman di Lapangan Syuhada Beirut dengan menyeru pendukungnya untuk "berjihad" melawan Bashar al-Assad di Syria. Langkah berikutnya adalah dengan melancarkan aksi mogok di jalan bebas hambatan dari Beirut-Sidon, sebuah tempat yang memiliki posisi strategis. Tempat ini merupakan penghubung utama antara Beirut dengan daerah Syiah di selatan Libanon. Al-Assir mengajukan syarat untuk membuka kembali jalan bebas hambatan itu: pelucutan senjata Hizbullah. Pemogokan itu berlangsung selama berminggu-minggu dan baru berakhir setelah aparat keamanan turun tangan.
Ketika terjadi pelecehan Nabi Muhammad oleh media massa barat dan umat Islam di seluruh dunia bangkit melakukan protes, baik Hizbollah maupun pendukung al Asir sama-sama turun ke jalanan. Namun al Asir menggunakan kesempatan tersebut untuk mengecam Hizbollah dan Suriah.
Namun tindakan al-Assir yang paling membahayakan adalah serangan langsung terhadap para mengikut Shiah. Selama bulan Muharram, Muslim Syiah Lebanon, khususnya Hizbollah, memasang tiang bendera untuk meratapi kesyahidan Imam Hussein AS di sepanjang jalan bebas hambatan dari Beirut ke selatan. Pendukung Al-Assir menyerang dan memukuli orang-orang yang tengah berkabung di bawah bendera itu. Langkah itu disesali oleh semua kelompok Libanon, khususnya warga Sidon. Bentrokan antara warga setempat dan pendukung al-Assir pun terjadi di kota itu hingga menewaskran beberapa orang.
Dari semua tindakan al-Asir itu kita bisa mengukur bagaimana kesabaran Hizbollah. Namun bukan berarti Hizbollah tidak berani bertindak. Hizbollah hanya mengukur sejauh mana tindakan yang akan diambil benar-benar tepat. Kita bisa melihatnya dalam kasus pertikaian antara blok Hizbollah dan "Perlawanan" dengan blok pro-Amerika tahun 2008 yang kala itu dipimpin langsung oleh PM Fuad Siniora. Selama berbulan-bulan Hizbollah bersabar terhadap segala provokasi yang dilakukan lawan-lawannya, termasuk ketika Siniora memecat komandan keamanan bandara internasional Beirut yang secara konvensi selalu dipegang oleh perwira militer dari kelompok Shiah. Namun ketika Siniora hendak melakukan tindakan lebih jauh dengan merampas jaringan telekomunikasi milik Hizbollah, Hizbollah bertindak cepat: menyerang posisi-posisi strategis milik pendukung Siniora, menguasainya, hingga mengepung kediaman Siniora dan tokoh-tokoh pendukungnya.
Siniora pun membatalkan rencananya. Tidak hanya itu, ia terpaksa harus menerima syarat yang diajukan Hizbollah, yaitu memberikan 1/3 jabatan kabinet kepada Hizbollah dan kelompok-kelompok blok-nya.
REF:
"Sheikh Hammoud to Al-Manar Website: Takfiris Threat to All Muslims"; Marwa Haidar; Al-Manar Website; 8 Juni 2013
"Sheikh Hammoud: Who Gave You Authority to Define Sunnis?"; blog Islamic Invitation Turky; 2 Maret 2013
"Siapakah Sheikh Ahmad al-Asir?"; Islam Times
Pada akhir bulan Februari lalu Sheikh Hammoud mengadakan konperensi pers terkait dengan ketegangan sektarian yang terjadi di Sidon setelah Al Asir dan pendukung-pendukungnya berusaha merebut apartemen milik Hizbollah yang diklaim sebagai milik mereka. Dalam kesempatan tersebut beliau mengecam Al Asir dan pendukung-pendukungnya, termasuk negara-negara Arab kaya minyak.
"Raja-raja minyak, menghabiskan uang rakyat untuk korupsi, berbeda dengan Iran yang memproduksi energi nuklir, pesawat, mobil dan membantu perjuangan Palestina," katanya.
Kepada Al-Asir ia mengajukan pertanyaan, "Siapa yang memberi kuasa pada Anda untuk menentukan Sunni? Kami lebih Sunni dibanding para wahabi radikal (seperti Anda). Belajarlah pada kami sebelum terlambat. Kesombongan Anda membuat Anda menjauh dari suara kebenaran dan pemahaman terhadap al Qur'an."
“Teman-teman Shiah kami dalam berpolitik telah sesuai dengan Islam, dan perjuangan mereka merupakan ibadah yang diperintahkan Allah. Kami tidak akan membiarkan kegilaan Anda membawa negeri ini ke arah yang tidak diinginkan masyarakat kota Sidon," kata Sheikh Hammoud.
Selama dua tahun terakhir, ulama ekstrimis salafi bernama al Asir ini mulai memecah belah kota Sidon di Selatan Libanon dan mengungkapkan tujuannya untuk melawan Hizbollah dengan dukungan para politisi opportunis Lebanon dan negara-negara Arab
Ahmad al-Asir al-Husseini dilahirkan dari ayah yang sunni dan ibu yang syiah di Sidon pada tahun 1968. Kakeknya Yusuf bin Abdel Qadir bin Mohammad al-Asir al-Husseini adalah seorang penyair, peneliti dan salah satu pendiri gerakan "Renaissance" di Shamat. Al-Asir memiliki dua istri dan tiga anak.
Dia dikenal dengan nama keluarga 'al-Asir' (tawanan) di Libanon karena salah satu nenek moyangnya pernah ditangkap pasukan Perancis selama masa penjajahan Libanon.
Ia mulai dikenal keilmuannya sejak anak-anak setelah meraih gelar hafiz Qur'an pada umur 7 tahun. Dia belajar mata pelajaran agama di sekolah Sunni Dar al-Fatwa di Beirut sebelum menjadi imam di Masjid Bilal di Sidon. Al-Assir mulai terkenal di awal 2011 ketika dia mulai menganjurkan rakyat untuk melawan Bashar al-Assad.
Selama karirnya sebagai tokoh politik, al-Assir telah membuat berbagai pernyataan yang telah disiapkan untuk menghidupkan perang sektarian di Libanon. Dia memperkenalkan dirinya sebagai seorang ulama ekstremis dan secara terbuka mengutuk Sayyid Hasan Nasrullah, pemimpin Hizbolah Libanon.
Meskipun al-Asir tidak mendapat dukungan penuh dari kaum Muslim Sunni, rencana dan programnya telah membuat dirinya menjadi ancaman potensial bagi Hizbullah dan perjuangannya melawan Israel. Dengan populasi sekitar satu juta orang, Muslim Sunni menyumbang 27-30 % dari total populasi Lebanon. Mereka banyak menetap di kota-kota besar seperti Sidon dan Tripoli, dan di ibukota Beirut populasi mereka mencapai 2/3 dari jumlah penduduk.
Ada juga penduduk Sunni dalam masyarakat petani dan kelompok kesukuan di wilayah Timur Bogha, Akkar dan Hasibia yang mendukungnya. Pendukung al-Asir pada awalnya terbatas tapi jumlahnya kemudian meluas secara bertahap. Para pendukung al-Asir dapat dikategorikan menjadi dua kelompok:
Pertama, mereka yang menyetujui ideologi salafi al-Asir. Kelompok ini berkembang secara eksponensial di dunia Sunni karena berbagai alasan: promosi kegiatan pendidikan dan dukungan yang dilakukan gerakan salafi-wahhabi, investasi yang dilakukan beberapa negara Arab di Teluk Persia, kegiatan anti-AS yang dilakukan al-Qaeda dan gelombang baru kebangkitan Islam. Sebagian besar orang-orang kelompok ini dapat ditemukan di kawasan kelas rendah sekitar Beirut seperti Sidon, Tripoli, Akkar, daerah nomaden di Bogha, Hasibia dan juga di kamp-kamp pengungsi Palestina.
Kategori kedua terdiri dari Muslim Sunni yang tidak setuju dengan pemikiran Salafi, tapi mengikuti Sheikh Ahmad al-Assir karena secara terbuka melawan Suriah, Hizbullah dan Muslim Syiah. Kelompok ini terutama ditemukan pada kelas menengah perkotaan di Saida, Beirut dan Tripoli.
Dari 1 juta warga Sunni di Lebanon, 65 % dari mereka mendukung sikap al-Asir terhadap Hizbullah dan mendukungnya. Sisanya, lebih menyukai Hizbollah karena mereka tidak puas dengan tindakan Sheikh dalam masalah antar-suku dan perpecahan yang diciptakannya. Sekitar 25 % warga Sunni secara intelektual konsisten dengan al-Asir dalam masalah konflik Syria dan perluasan propaganda politiknya. Mereka bekerja sama dengannya dalam ideologi salafi.
Dengan dukungan keuangan dari negara-negara minyak Arab, al-Asir berhasil mengembangkan aktivitasnya di berbagai bidang seperti media (menurut beberapa sumber dia akan mendirikan sebuah saluran televisi satelit dalam beberapa bulan ini), jaringan sosial, dan pusat-pusat pendidikan dan agama.
Terjadinya gejolak di dunia Arab menyiapkan sarana bagi kegiatan ekstremis dan radikal kaum salafi-wahabi dan al-Asir mengambil keuntungan dari hal itu dan membuat pengumuman di Lapangan Syuhada Beirut dengan menyeru pendukungnya untuk "berjihad" melawan Bashar al-Assad di Syria. Langkah berikutnya adalah dengan melancarkan aksi mogok di jalan bebas hambatan dari Beirut-Sidon, sebuah tempat yang memiliki posisi strategis. Tempat ini merupakan penghubung utama antara Beirut dengan daerah Syiah di selatan Libanon. Al-Assir mengajukan syarat untuk membuka kembali jalan bebas hambatan itu: pelucutan senjata Hizbullah. Pemogokan itu berlangsung selama berminggu-minggu dan baru berakhir setelah aparat keamanan turun tangan.
Ketika terjadi pelecehan Nabi Muhammad oleh media massa barat dan umat Islam di seluruh dunia bangkit melakukan protes, baik Hizbollah maupun pendukung al Asir sama-sama turun ke jalanan. Namun al Asir menggunakan kesempatan tersebut untuk mengecam Hizbollah dan Suriah.
Namun tindakan al-Assir yang paling membahayakan adalah serangan langsung terhadap para mengikut Shiah. Selama bulan Muharram, Muslim Syiah Lebanon, khususnya Hizbollah, memasang tiang bendera untuk meratapi kesyahidan Imam Hussein AS di sepanjang jalan bebas hambatan dari Beirut ke selatan. Pendukung Al-Assir menyerang dan memukuli orang-orang yang tengah berkabung di bawah bendera itu. Langkah itu disesali oleh semua kelompok Libanon, khususnya warga Sidon. Bentrokan antara warga setempat dan pendukung al-Assir pun terjadi di kota itu hingga menewaskran beberapa orang.
Dari semua tindakan al-Asir itu kita bisa mengukur bagaimana kesabaran Hizbollah. Namun bukan berarti Hizbollah tidak berani bertindak. Hizbollah hanya mengukur sejauh mana tindakan yang akan diambil benar-benar tepat. Kita bisa melihatnya dalam kasus pertikaian antara blok Hizbollah dan "Perlawanan" dengan blok pro-Amerika tahun 2008 yang kala itu dipimpin langsung oleh PM Fuad Siniora. Selama berbulan-bulan Hizbollah bersabar terhadap segala provokasi yang dilakukan lawan-lawannya, termasuk ketika Siniora memecat komandan keamanan bandara internasional Beirut yang secara konvensi selalu dipegang oleh perwira militer dari kelompok Shiah. Namun ketika Siniora hendak melakukan tindakan lebih jauh dengan merampas jaringan telekomunikasi milik Hizbollah, Hizbollah bertindak cepat: menyerang posisi-posisi strategis milik pendukung Siniora, menguasainya, hingga mengepung kediaman Siniora dan tokoh-tokoh pendukungnya.
Siniora pun membatalkan rencananya. Tidak hanya itu, ia terpaksa harus menerima syarat yang diajukan Hizbollah, yaitu memberikan 1/3 jabatan kabinet kepada Hizbollah dan kelompok-kelompok blok-nya.
REF:
"Sheikh Hammoud to Al-Manar Website: Takfiris Threat to All Muslims"; Marwa Haidar; Al-Manar Website; 8 Juni 2013
"Sheikh Hammoud: Who Gave You Authority to Define Sunnis?"; blog Islamic Invitation Turky; 2 Maret 2013
"Siapakah Sheikh Ahmad al-Asir?"; Islam Times
PROPAGANDA MURAHAN MELAWAN KE- TANGGUHAN HIZBOLLAH
Kemenangan telak Hizbollah dan tentara Syria di medan perang Al Qusayr
benar-benar membuat para zionis internasional tergoncang. Mereka sudah
membayangkan hasil akhir dari konflik Syria paska kejatuhan Al Qusayr,
yaitu kekalahan memalukan negara-negara "zionist occupied goverment"
(ZOG) alias "penjilat pantat zionis" di Syria.
Maka dalam kegoncangan itu berbagai tingkah polah tidak rasional pun bermunculan. Sementara para teroris pemberontak tetap melakukan aksi biadabnya bahkan saat melarikan diri dari al Qusayr (pembantaian terhadap penduduk perkampungan Kristen Al Duvair), menlu Perancis dan Inggris berkoar-koar tentang penggunaan senjata kimia oleh tentara Syria dan "mendesak masyarakat dunia untuk menyerang Syria". Media-media massa barat dan Arab juga berusaha "mengecilkan" kemenangan Hizbollah dengan menyebut-nyebut adanya sejumlah besar personil Hizbollah yang ditawan pemberontak Syria. Bahkan di Indonesia pun media-media pro-pemberontak (dan berarti juga pro-zionis) ikut-ikutan mengecilkan kemenangan Hizbollah dengan menyebut angka 50 ribu personil Hizbollah di Syria.
Tentang isu keberadaan 50 ribu personil Hizbollah di Syria, saya (blogger) akan memberikan sanggahan pribadi yang rasional. Tuduhan tersebut memberikan pemikiran bahwa Hizbollah setidaknya mempunyai 100 ribu anggota militer terlatih. Hal ini dengan asumsi bahwa Hizbollah hanya mengirim setengah anggota terlatihnya ke Syria karena masih harus meninggalkan separoh lainnya untuk menangani masalah keamanan internal (Lebanon) terutama menjaga wilayah perbatasan dengan Israel.
Angka sebesar itu tentu saja sangat tidak rasional. Lebanon adalah negeri kecil dengan jumlah penduduk tidak sampai 5 juta orang sementara jumlah penduduk Shiah-nya kurang dari 25% atau 1 jutaan jiwa. Bahkan di antara penduduk Shiah Lebanon terdapat satu kelompok milisi militer lain yang lebih dahulu eksis daripada Hizbollah, yaitu "Gerakan Amal". Ide membangun kelompok milisi bersenjata profesional sebesar 10% dari populasi tentu adalah suatu kemustahilan yang keterlaluan. Dengan ide itu maka Amerika harusnya memiliki 30 juta tentara dan Cina 150 juta, sementara Indonesia harusnya mempunyai 25 juta tentara. Faktanya tidak ada negara yang jumlah personil militernya mencapai 1% dari populasi. Namun hal yang tidak masuk akal inilah yang didengung-dengungkan oleh media "Arrahman.com" yang pada tgl 9 Juni lalu merilis berita dengan judul "Milisi Syiah Hizbullah kerahkan 50 ribu anggotanya di seluruh Suriah"
Sementara itu menanggapi rumor keberadaan anggotanya yang ditawan pemberontak Syria, Hizbollah mengeluarkan pernyataan resmi pada hari Sabtu (8/6).
"Hizbollah dengan keras mengingatkan atas kebohongan-kebohongan yang digembar-gemborkan oleh media-media yang memusuhi kami dari negara-negar Arab dan negara-negara lain dan mendesak diterapkannya akusasi terhadap berita-berita terkait dengan keberadaan kami," demikian pernyataan tersebut.
Pernyataan tersebut dikeluarkan menyusul beredarnya desas-desus tertangkapnya sejumlah besar milisi Hizbollah dan Brigade Abu al-Fadl al-Abbas Brigade dalam pertempuran di dekat gubernuran Damaskus. Kelompok terakhir adalah milisi bersenjata yang dibentuk tahun 2012 untuk melindungi makam Sayida Zeinab (AS) di Damaskus, dari ancaman penghancuran oleh pemberontak.
***
Saya (blogger) sudah cukup lama menjadi pengamat media-media masa Iran dan kelompok Hizbollah. Saya menemukan perbedaan mencolok antara media-media tersebut di atas dengan media-media "mujahidin" di berbagai negara Islam di dunia. Perbedaan tersebut se-mencolok pernyataan-pernyataan para ulama Shiah Iran dan Lebanon dengan para ulama Sunni radikal (salafi, wahabi dan sejenisnya) di berbagai negara di dunia tentang masalah-masalah agama hingga politik.
Media-media Iran seperti Press TV dan Hizbollah Almanar relatif bersih dari hal-hal omong kosong dan hiperbola sebagaimana media-media "mujahidin" seperti arrahman.com. Dalam tingkat tertentu media-media Iran dan Hizbollah bahkan sangat "fair", yaitu menayangkan statemen-statemen lawan-lawan politik Iran dan Hizbollah yang mendeskreditkan mereka.
Saya juga mengamati secara sekilas dialektika antara pimpinan Hizbollah Sayyed Nasrallah dengan ulama Sunni terbesar yang tinggal di Qatar, Yusuf Qardhawi, terkait dengan konflik Syria dan konflik Sunni-Shiah di Timur Tengah. Dalam dialektika tersebut tidak sekalipun Nasrallah "menunjuk hidung" Qardawi apalagi mengutukinya dengan bahasa kasar. Sebaliknya Qardawi yang jauh lebih tua umurnya justru sering mencerca Nasrallah dan organisasi yang dipimpinnya. Padahal Qardhawi adalah salah seorang ulama yang menandatangani "Deklarasi Amman" yang menyerukan perdamaian antara umat Shiah dan Sunni.
REF:
"No Hezbollah members captured in Syria, Lebanese resistance movement says"; Press TV; 8 Juni 2013
"Milisi Syiah Hizbullah kerahkan 50 ribu anggotanya di seluruh Suriah"; arrahman.com; 9 Juni 2013
"French fable in face of Qusayr defeat"; Finian Cunningham; Press TV; 8 Juni 2013
Maka dalam kegoncangan itu berbagai tingkah polah tidak rasional pun bermunculan. Sementara para teroris pemberontak tetap melakukan aksi biadabnya bahkan saat melarikan diri dari al Qusayr (pembantaian terhadap penduduk perkampungan Kristen Al Duvair), menlu Perancis dan Inggris berkoar-koar tentang penggunaan senjata kimia oleh tentara Syria dan "mendesak masyarakat dunia untuk menyerang Syria". Media-media massa barat dan Arab juga berusaha "mengecilkan" kemenangan Hizbollah dengan menyebut-nyebut adanya sejumlah besar personil Hizbollah yang ditawan pemberontak Syria. Bahkan di Indonesia pun media-media pro-pemberontak (dan berarti juga pro-zionis) ikut-ikutan mengecilkan kemenangan Hizbollah dengan menyebut angka 50 ribu personil Hizbollah di Syria.
Tentang isu keberadaan 50 ribu personil Hizbollah di Syria, saya (blogger) akan memberikan sanggahan pribadi yang rasional. Tuduhan tersebut memberikan pemikiran bahwa Hizbollah setidaknya mempunyai 100 ribu anggota militer terlatih. Hal ini dengan asumsi bahwa Hizbollah hanya mengirim setengah anggota terlatihnya ke Syria karena masih harus meninggalkan separoh lainnya untuk menangani masalah keamanan internal (Lebanon) terutama menjaga wilayah perbatasan dengan Israel.
Angka sebesar itu tentu saja sangat tidak rasional. Lebanon adalah negeri kecil dengan jumlah penduduk tidak sampai 5 juta orang sementara jumlah penduduk Shiah-nya kurang dari 25% atau 1 jutaan jiwa. Bahkan di antara penduduk Shiah Lebanon terdapat satu kelompok milisi militer lain yang lebih dahulu eksis daripada Hizbollah, yaitu "Gerakan Amal". Ide membangun kelompok milisi bersenjata profesional sebesar 10% dari populasi tentu adalah suatu kemustahilan yang keterlaluan. Dengan ide itu maka Amerika harusnya memiliki 30 juta tentara dan Cina 150 juta, sementara Indonesia harusnya mempunyai 25 juta tentara. Faktanya tidak ada negara yang jumlah personil militernya mencapai 1% dari populasi. Namun hal yang tidak masuk akal inilah yang didengung-dengungkan oleh media "Arrahman.com" yang pada tgl 9 Juni lalu merilis berita dengan judul "Milisi Syiah Hizbullah kerahkan 50 ribu anggotanya di seluruh Suriah"
Sementara itu menanggapi rumor keberadaan anggotanya yang ditawan pemberontak Syria, Hizbollah mengeluarkan pernyataan resmi pada hari Sabtu (8/6).
"Hizbollah dengan keras mengingatkan atas kebohongan-kebohongan yang digembar-gemborkan oleh media-media yang memusuhi kami dari negara-negar Arab dan negara-negara lain dan mendesak diterapkannya akusasi terhadap berita-berita terkait dengan keberadaan kami," demikian pernyataan tersebut.
Pernyataan tersebut dikeluarkan menyusul beredarnya desas-desus tertangkapnya sejumlah besar milisi Hizbollah dan Brigade Abu al-Fadl al-Abbas Brigade dalam pertempuran di dekat gubernuran Damaskus. Kelompok terakhir adalah milisi bersenjata yang dibentuk tahun 2012 untuk melindungi makam Sayida Zeinab (AS) di Damaskus, dari ancaman penghancuran oleh pemberontak.
***
Saya (blogger) sudah cukup lama menjadi pengamat media-media masa Iran dan kelompok Hizbollah. Saya menemukan perbedaan mencolok antara media-media tersebut di atas dengan media-media "mujahidin" di berbagai negara Islam di dunia. Perbedaan tersebut se-mencolok pernyataan-pernyataan para ulama Shiah Iran dan Lebanon dengan para ulama Sunni radikal (salafi, wahabi dan sejenisnya) di berbagai negara di dunia tentang masalah-masalah agama hingga politik.
Media-media Iran seperti Press TV dan Hizbollah Almanar relatif bersih dari hal-hal omong kosong dan hiperbola sebagaimana media-media "mujahidin" seperti arrahman.com. Dalam tingkat tertentu media-media Iran dan Hizbollah bahkan sangat "fair", yaitu menayangkan statemen-statemen lawan-lawan politik Iran dan Hizbollah yang mendeskreditkan mereka.
Saya juga mengamati secara sekilas dialektika antara pimpinan Hizbollah Sayyed Nasrallah dengan ulama Sunni terbesar yang tinggal di Qatar, Yusuf Qardhawi, terkait dengan konflik Syria dan konflik Sunni-Shiah di Timur Tengah. Dalam dialektika tersebut tidak sekalipun Nasrallah "menunjuk hidung" Qardawi apalagi mengutukinya dengan bahasa kasar. Sebaliknya Qardawi yang jauh lebih tua umurnya justru sering mencerca Nasrallah dan organisasi yang dipimpinnya. Padahal Qardhawi adalah salah seorang ulama yang menandatangani "Deklarasi Amman" yang menyerukan perdamaian antara umat Shiah dan Sunni.
REF:
"No Hezbollah members captured in Syria, Lebanese resistance movement says"; Press TV; 8 Juni 2013
"Milisi Syiah Hizbullah kerahkan 50 ribu anggotanya di seluruh Suriah"; arrahman.com; 9 Juni 2013
"French fable in face of Qusayr defeat"; Finian Cunningham; Press TV; 8 Juni 2013
3 komentar:
- saya yakin tidak lama lagi negara negara arab mengobarkan api peperangan terhadap Hizbullah.. dan Hizbullah jadi pemenangnya
- Saya sependapat dengan anda, pemberitaan media massa di Indonesia terkait isu Syria tidak berimbang, ironisnya mereka yang katanya "media islami" juga ikut latah. Apakah mereka sudah lupa dengan kode etik jurnalistik?! Atau mereka lebih memilih mengikuti prasangka dan sentimen madzhab / kelompok ketimbang realita yang ada?! Atau jangan-jangan memang mereka media agen Z****s?!
- benar media seperti arahmah ,voa islam dan hidayatullah isinya hanya provokatif dan sentiman terhadap Syiah.. saya sependapat dengan Dr. Jose Rizal ketua Merc Indonesia yang mengatakan bahwa yang terjadi di suriah adalah menumbangkan rezim yang anti zionis.. tapi sangan di sayangkan Ulama ulama Di menuduh Dr. Jose Rizal pro Bashar Al Assad dan mengatakan As dan Israel tidak membantu para mujahidin
OPERASI PEMBEBASAN ALEPPO DIMULAI
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/operasi-pembebasan-aleppo-dimulai.html#more
Sumber-sumber terpercaya militer Syria memberitahukan kepada kantor berita miliki kelompok Hizbollah Lebanon, Almanar,
bahwa operasi militer untuk membebaskan Aleppo telah dimulai pada hari
Minggu pagi (9/6). Operasi militer yang diberi kode "Badai Utara" itu
ditujukan untuk membebaskan seluruh kota Aleppo dan sekitarnya dari
pendudukan pemberontak.
Menurut informasi tersebut militer Syria berhasil meraih kemenangan gemilang di berbagai tempat dimana terdapat kantong-kantong pertahanan pemberontak seperti di Kafar Hamra, Haryatan, Andan, Hayyan, Sheikh Maqsood Syria, Bustan Al-Basha, Bustan Al-Qasr, dan Al-Ameriya. Informasi tersebut juga menyertakan gambar iring-iringan tank militer Syria yang tengah bergerak ke Aleppo.
Setelah keberhasilan merebut wilayah Al Qusayr, perhatian militer Syria kini tertuju ke Aleppo, kota terbesar Syria yang selama ini menjadi basis perlawanan pemberontak. Selama setahun lebih kota ini relatif terbelah menjadi 2 bagian yang masing-masing dikuasai pemberontak dan tentara pemerintah. Dipercaya, pertempuran di kota ini akan berlangsung lebih seru dibandingkan pertempuran-pertempuran di tempat lain dan pemberontak akan mempertahankan kota ini mati-matian atau mereka tidak lagi memiliki pijakan berarti dan terusir dari Syria.
PERAYAAN KEMENANGAN DI AL QUSAYR
Sementara itu pada hari Minggu (9/6) ribuan penduduk kota Qusayr melakukan pawai perayaan pembebasan kota mereka dari pendudukan pemberontak. Mereka melambai-lambaikan bendera nasional Syria dan meneriakkan slogan-slogan nasionalisme.
Gubernur provinsi Homs yang memimpin perayaan tersebut, Ahmad Munir Mohammad dalam pidatonya mengatakan bahwa fasilitas-fasilitas layanan publik yang hancur akibat perang akan segera diperbaiki.
Mantan anggota parlemen Lebanon Hassan Yaacoub, yang hadir dalam perayaan tersebut mengatakan bahwa musuh-musuh negara Syria telah gagal menghancurkan negara berkata ketabahan rakyat dan keberanian tentara nasional Syria.
Militer Syria kini menguasai sebagian besar kota dan desa-desa di dekat perbatasan dengan Lebanon yang selama ini menjadi jalur pengiriman logistik dan persenjataan pemberontak. Namun dilaporkan pertempuran masih terjadi di beberapa kota seperti Aleppo, Lattakia, Idlib, Deir Ezzor dan beberapa kota pinggiran Damaskus.
REF:
"Syrian Army Initiates “Storm of North” in Aleppo"; Al-Manar Website; 9 Juni 2013
"Syrians held a rally in Qusayr on Sunday to celebrate the restoration of security in the city"; Press TV; 10 Juni 2013
Menurut informasi tersebut militer Syria berhasil meraih kemenangan gemilang di berbagai tempat dimana terdapat kantong-kantong pertahanan pemberontak seperti di Kafar Hamra, Haryatan, Andan, Hayyan, Sheikh Maqsood Syria, Bustan Al-Basha, Bustan Al-Qasr, dan Al-Ameriya. Informasi tersebut juga menyertakan gambar iring-iringan tank militer Syria yang tengah bergerak ke Aleppo.
Setelah keberhasilan merebut wilayah Al Qusayr, perhatian militer Syria kini tertuju ke Aleppo, kota terbesar Syria yang selama ini menjadi basis perlawanan pemberontak. Selama setahun lebih kota ini relatif terbelah menjadi 2 bagian yang masing-masing dikuasai pemberontak dan tentara pemerintah. Dipercaya, pertempuran di kota ini akan berlangsung lebih seru dibandingkan pertempuran-pertempuran di tempat lain dan pemberontak akan mempertahankan kota ini mati-matian atau mereka tidak lagi memiliki pijakan berarti dan terusir dari Syria.
PERAYAAN KEMENANGAN DI AL QUSAYR
Sementara itu pada hari Minggu (9/6) ribuan penduduk kota Qusayr melakukan pawai perayaan pembebasan kota mereka dari pendudukan pemberontak. Mereka melambai-lambaikan bendera nasional Syria dan meneriakkan slogan-slogan nasionalisme.
Gubernur provinsi Homs yang memimpin perayaan tersebut, Ahmad Munir Mohammad dalam pidatonya mengatakan bahwa fasilitas-fasilitas layanan publik yang hancur akibat perang akan segera diperbaiki.
Mantan anggota parlemen Lebanon Hassan Yaacoub, yang hadir dalam perayaan tersebut mengatakan bahwa musuh-musuh negara Syria telah gagal menghancurkan negara berkata ketabahan rakyat dan keberanian tentara nasional Syria.
Militer Syria kini menguasai sebagian besar kota dan desa-desa di dekat perbatasan dengan Lebanon yang selama ini menjadi jalur pengiriman logistik dan persenjataan pemberontak. Namun dilaporkan pertempuran masih terjadi di beberapa kota seperti Aleppo, Lattakia, Idlib, Deir Ezzor dan beberapa kota pinggiran Damaskus.
REF:
"Syrian Army Initiates “Storm of North” in Aleppo"; Al-Manar Website; 9 Juni 2013
"Syrians held a rally in Qusayr on Sunday to celebrate the restoration of security in the city"; Press TV; 10 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Obama Belum Bisa Adil Tengahi Palestina-Israel
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH --
Marwan Barghouti, anggota senior dalam partai Fatah --pimpinan Presiden Mahmoud Abbas menilai Presiden AS Barack Obama telah gagal meyakinkan Israel agar berkomitmen pada ketentuan untuk membuat proses perdamaian berhasil.
Menurutnya, faktor utama gagalnya upaya perdamaian tersebut karena pemerintahan Obama belum bisa bersikap adil dan lebih cenderung membela Israel.
"Presiden Obama belum memperlihatkan tekad yang yang serius untuk melaksanakan resolusi internasional terkait untuk secara adil menyelesaikan masalah Palestina dan konflik dengan Israel," kata Barghouti sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau di Jakarta, Senin (10/6).
Barghouti, yang saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup di satu penjara Israel juga menambahkan, "Obama bersalah karena ia menghalangi hak rakyat Palestina untuk menjadi anggota organisasi internasional."
Obama dan pemerintahnya menawarkan dukungan militer dan keuangan buat Israel, pada saat yang sama ia gagal membantu rakyat Palestina memperoleh kembali hak sah mereka, kata Barghouti.
Ketika ditanya mengenai upaya Menteri Luar Negeri AS John Kerry untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel, ia berkata, "Jika Kerry benar-benar ingin pembicaraan dilanjutkan, ia mesti meminta Israel lebih dulu menghentikan pembangunan permukiman, mengakhiri pendudukan militer dan menerima berdirinya negara Palestina merdeka."
Ia menyatakan Kerry harus mengerti rakyat Palestina tidak lagi mencari isyarat baik Israel. "Sudah jelas rakyat Palestina ingin hak nasional mereka dan mereka menolak menerima pertunjukan ekonomi apa pun dengan mengorbankan kebebasan dan keadilan."
Berghouti memperingatkan jika pemimpin Palestina menerima untuk berunding dengan Israel tanpa meraih hak sah rakyat Palestina, seperti diakhirinya pendudukan dan berdirinya negara Palestina, "ini akan sangat merugikan kepentingan tertinggi rakyat kami". Redaktur : Yudha Manggala P Putra. Sumber : Xinhua
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/erdogan-segera-menyusul-mubarak.html#.UbbcY9iN6So
Marwan Barghouti, anggota senior dalam partai Fatah --pimpinan Presiden Mahmoud Abbas menilai Presiden AS Barack Obama telah gagal meyakinkan Israel agar berkomitmen pada ketentuan untuk membuat proses perdamaian berhasil.
Menurutnya, faktor utama gagalnya upaya perdamaian tersebut karena pemerintahan Obama belum bisa bersikap adil dan lebih cenderung membela Israel.
"Presiden Obama belum memperlihatkan tekad yang yang serius untuk melaksanakan resolusi internasional terkait untuk secara adil menyelesaikan masalah Palestina dan konflik dengan Israel," kata Barghouti sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau di Jakarta, Senin (10/6).
Barghouti, yang saat ini menjalani hukuman penjara seumur hidup di satu penjara Israel juga menambahkan, "Obama bersalah karena ia menghalangi hak rakyat Palestina untuk menjadi anggota organisasi internasional."
Obama dan pemerintahnya menawarkan dukungan militer dan keuangan buat Israel, pada saat yang sama ia gagal membantu rakyat Palestina memperoleh kembali hak sah mereka, kata Barghouti.
Ketika ditanya mengenai upaya Menteri Luar Negeri AS John Kerry untuk melanjutkan pembicaraan perdamaian dengan Israel, ia berkata, "Jika Kerry benar-benar ingin pembicaraan dilanjutkan, ia mesti meminta Israel lebih dulu menghentikan pembangunan permukiman, mengakhiri pendudukan militer dan menerima berdirinya negara Palestina merdeka."
Ia menyatakan Kerry harus mengerti rakyat Palestina tidak lagi mencari isyarat baik Israel. "Sudah jelas rakyat Palestina ingin hak nasional mereka dan mereka menolak menerima pertunjukan ekonomi apa pun dengan mengorbankan kebebasan dan keadilan."
Berghouti memperingatkan jika pemimpin Palestina menerima untuk berunding dengan Israel tanpa meraih hak sah rakyat Palestina, seperti diakhirinya pendudukan dan berdirinya negara Palestina, "ini akan sangat merugikan kepentingan tertinggi rakyat kami". Redaktur : Yudha Manggala P Putra. Sumber : Xinhua
ERDOGAN SEGERA MENYUSUL MUBARAK?
Sampai tahun 2009, bagi Recep Tayyip Erdogan sang perdana menteri Turki,
dunia seakan adalah miliknya. Namanya harum semerbak mewangi, tidak
saja di negerinya sendiri, namun juga di seluruh negara Islam bahkan
dunia. Ia berhasil mengubah Turki yang relatif terbelakang, menjadi
kekuatan ekonomi baru di Timur Tengah dengan pertumbuhan ekonomi
mencapai 9%. Dan saat ekonomi telah berhasil diraih, ia dengan gemilang
berhasil mendapatkan popularitas politik internasional dengan sikapnya
yang elegan mengecam keras Presiden Israel Shimon Peres atas agresi
Israel di Gaza, pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.
Namanya dielu-elukan di seluruh negara Islam dari Arab Maghribi hingga
Indonesia sebagai pembela utama umat Islam terhadap penindasan Israel.
Namun setahun kemudian, Israel mempermalukannya dengan membunuh secara keji 9 warga Turki di atas kapal Mavi Marmara tanpa ia sanggup untuk membelanya. Butuh waktu satu tahun baginya sebelum akhirnya, setelah berkali-kali gagal membujuk Israel untuk meminta ma'af, melakukan "tindakan tegas" terhadap Israel: menghentikan kerjasama keamanan dan ekonomi serta menurunkan tingkat hubungan diplomatik kedua negara, namun tidak sampai memutuskannya. "Tindakan tegas" itupun sebenarnya hanya sandiwara belaka karena diam-diam ternyata hubungan ekonomi dan keamanan kedua negara tetap berjalan normal.
Dan setelah aksi kurang ajar Israel itu, sedikit demi sedikit nama baik dan kharisme Erdogan pun memudar hingga kini ia harus menghadapi situasi yang tidak pernah dibayangkannya. Belum lama setelah gagal membujuk Presiden Amerika Barack Obama untuk mentuntaskan konflik Syria yang menghabiskan energinya serta kegagalan membujuk Uni Eropa untuk menerima Turki sebagai anggota tetap sehingga bisa mendongkrak kembali namanya, kini rakyat Turki bangkit melawan dirinya. Dan seakan seperti istilah "sudah jatuh tertimpa tangga", ia ditinggalkan oleh sekutu-sekutu utamanya: Presiden Abdullah Gul, Deputi Perdana Menteri Bulent Arinc, dan tokoh berpengaruh di balik munculnya partai penguasa AKP yang dikenal sebagai agen kesayangan CIA, Fethullah Gulen.
Perpecahan antara Erdogan dan para elit penguasa pendukungnya bisa dibaca jelas ketika Bulent Arinc pada tgl 4 Juni lalu membuat pernyataan yang bertolak belakang dengan sikap Erdogan. Hanya beberapa saat setelah Erdogan, di sela-sela kunjungan ke negara-negara Maghribi (Afrika Barat-laut) mengecam para demonstran di negerinya, Arinc justru meminta ma'af kepada mereka.
Bulent Arinc, dan Abdullah Gul adalah para pendukung setia Fethullah Gulen yang kini tinggal di Amerika. Mereka biasa disebut sebagai Gulenis. Para pengamat politik Timur Tengah telah melihat bahwa hubungan mereka dengan Erdogan kini tengah berada di titik terendah setelah menganggap Erdogan sudah tidak bisa dikendalikan lagi dan telah menjadi "one man show".
Dengan serikat pekerja dan partai-partai oposisi serta masyarakat umum yang turun ke jalan menuntut pengunduran dirinya, ditambah elit yang meninggalkannya serta birokrat sipil, militer dan kehakiman yang secara tradisional bermusuhan dengan partai Islam, serta sekutu-sekutu luar negerinya yang mengecamnya atas kerusuhan yang terjadi, Erdogan praktis hanya bisa mengandalkan para pendukung AKP serta berharap agar kepolisian tetap loyal pada tugas profesinya.
Namun hanya keajaiban tampaknya yang bisa menyelamatkan Erdogan dari nasib seperti mantan presiden Mesir Husni Mubarak, setelah semua yang dilakukan Erdogan.
Aksi-aksi demonstrasi yang terus berlangsung dengan kuantitas dan kualitas yang semakin besar dari waktu ke waktu dipicu oleh perkara sepele: sekelompok warga pada tgl 31 Mei melakukan aksi duduk di Taman Gezi menolak rencana pembangunan tempat itu menjadi kawasan perbelanjaan modern. Taman Gezi merupakan kawasan hijau terakhir di Istanbul selain sebagai tempat favorit warga berkumpul dan menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawan yang terkenal.
Namun dengan arogansinya, Erdogan memerintahkan polisi membubarkan aksi tersebut dengan kekerasan. Para saksi mata termasuk dari Amnesty International menyebutkan polisi menggunakan gas air mata dan meriam air terhadap aksi demonstrasi damai yang dilakukan warga. Kerusuhan pun terjadi dengan sejumlah besar demonstran mengalami cedera. Saat malam tiba, massa justru bertambah dari segala penjuru kota, dan aksi kekerasan pun bertambah besar.
Berbagai laporan menyebutkan korban cedera di antara para demonstran mencapai angka ribuan orang, 3 di antaranya bahkan tewas. Menurut keterangan pers Amnesty International pada tgl 3 Juni 2013, “Turkish Medical Association menyebutkan bahwa sebanyak 4.100 orang yang mengalami luka-luka selama aksi protes telah menjalani perawatan di berbagai rumah sakit di seluruh Istanbul selama 2 hari terakhir."
Namun di balik aksi duduk menentang pembangunan Taman Gezi terdapat alasan yang lebih besar. Menurut laporan berbagai media Turki, di balik proyek pembangunan supermall di Taman Gezi adalah walikota Istambul Kadir Topbas yang merupakan anggota partai berkuasa Justice and Development Party (AKP), serta menantu Erdogan Berat Albayrak. Kadir merupakan pemilik jaringan retil yang bakal mendapatkan basis bisnis baru di tempat tersebut sedangkan Berat mendapatkan proyek pembangunannya. Aksi bagi-bagi proyek terhadap pendukung-pendukung AKP memang telah menjadi perhatian luas masyarakat Turki dan telah menggerogoti kewibawaan Erdogan.
Menambah sentimen anti-Erdogan adalah kondisi ekonomi yang semakin memburuk sejak tahun lalu yang pertumbuhan ekonominya merosot ke angka 2,2% dan tahun ini yang relatif stagnan sebagai dampak krisis hutang yang melanda Eropa. Sementara inflasi, pengangguran serta pasar yang tidak stabil menambah kondisi ekonomi semakin sulit di Turki.
(BERSAMBUNG)
REF:
"Is Erdogan’s political honeymoon nearing its end?"; Anthony Mathew Jacob; Press TV; 9 Juni 2013
"Who Is Fethullah Gulen?"; Claire Berlinski; City Journal
"Et tu, Gul? Then fall, Erdogan"; M K Bhadrakumar; Asia Times; 5 Juni 2013
Namun setahun kemudian, Israel mempermalukannya dengan membunuh secara keji 9 warga Turki di atas kapal Mavi Marmara tanpa ia sanggup untuk membelanya. Butuh waktu satu tahun baginya sebelum akhirnya, setelah berkali-kali gagal membujuk Israel untuk meminta ma'af, melakukan "tindakan tegas" terhadap Israel: menghentikan kerjasama keamanan dan ekonomi serta menurunkan tingkat hubungan diplomatik kedua negara, namun tidak sampai memutuskannya. "Tindakan tegas" itupun sebenarnya hanya sandiwara belaka karena diam-diam ternyata hubungan ekonomi dan keamanan kedua negara tetap berjalan normal.
Dan setelah aksi kurang ajar Israel itu, sedikit demi sedikit nama baik dan kharisme Erdogan pun memudar hingga kini ia harus menghadapi situasi yang tidak pernah dibayangkannya. Belum lama setelah gagal membujuk Presiden Amerika Barack Obama untuk mentuntaskan konflik Syria yang menghabiskan energinya serta kegagalan membujuk Uni Eropa untuk menerima Turki sebagai anggota tetap sehingga bisa mendongkrak kembali namanya, kini rakyat Turki bangkit melawan dirinya. Dan seakan seperti istilah "sudah jatuh tertimpa tangga", ia ditinggalkan oleh sekutu-sekutu utamanya: Presiden Abdullah Gul, Deputi Perdana Menteri Bulent Arinc, dan tokoh berpengaruh di balik munculnya partai penguasa AKP yang dikenal sebagai agen kesayangan CIA, Fethullah Gulen.
Perpecahan antara Erdogan dan para elit penguasa pendukungnya bisa dibaca jelas ketika Bulent Arinc pada tgl 4 Juni lalu membuat pernyataan yang bertolak belakang dengan sikap Erdogan. Hanya beberapa saat setelah Erdogan, di sela-sela kunjungan ke negara-negara Maghribi (Afrika Barat-laut) mengecam para demonstran di negerinya, Arinc justru meminta ma'af kepada mereka.
Bulent Arinc, dan Abdullah Gul adalah para pendukung setia Fethullah Gulen yang kini tinggal di Amerika. Mereka biasa disebut sebagai Gulenis. Para pengamat politik Timur Tengah telah melihat bahwa hubungan mereka dengan Erdogan kini tengah berada di titik terendah setelah menganggap Erdogan sudah tidak bisa dikendalikan lagi dan telah menjadi "one man show".
Dengan serikat pekerja dan partai-partai oposisi serta masyarakat umum yang turun ke jalan menuntut pengunduran dirinya, ditambah elit yang meninggalkannya serta birokrat sipil, militer dan kehakiman yang secara tradisional bermusuhan dengan partai Islam, serta sekutu-sekutu luar negerinya yang mengecamnya atas kerusuhan yang terjadi, Erdogan praktis hanya bisa mengandalkan para pendukung AKP serta berharap agar kepolisian tetap loyal pada tugas profesinya.
Namun hanya keajaiban tampaknya yang bisa menyelamatkan Erdogan dari nasib seperti mantan presiden Mesir Husni Mubarak, setelah semua yang dilakukan Erdogan.
Aksi-aksi demonstrasi yang terus berlangsung dengan kuantitas dan kualitas yang semakin besar dari waktu ke waktu dipicu oleh perkara sepele: sekelompok warga pada tgl 31 Mei melakukan aksi duduk di Taman Gezi menolak rencana pembangunan tempat itu menjadi kawasan perbelanjaan modern. Taman Gezi merupakan kawasan hijau terakhir di Istanbul selain sebagai tempat favorit warga berkumpul dan menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawan yang terkenal.
Namun dengan arogansinya, Erdogan memerintahkan polisi membubarkan aksi tersebut dengan kekerasan. Para saksi mata termasuk dari Amnesty International menyebutkan polisi menggunakan gas air mata dan meriam air terhadap aksi demonstrasi damai yang dilakukan warga. Kerusuhan pun terjadi dengan sejumlah besar demonstran mengalami cedera. Saat malam tiba, massa justru bertambah dari segala penjuru kota, dan aksi kekerasan pun bertambah besar.
Berbagai laporan menyebutkan korban cedera di antara para demonstran mencapai angka ribuan orang, 3 di antaranya bahkan tewas. Menurut keterangan pers Amnesty International pada tgl 3 Juni 2013, “Turkish Medical Association menyebutkan bahwa sebanyak 4.100 orang yang mengalami luka-luka selama aksi protes telah menjalani perawatan di berbagai rumah sakit di seluruh Istanbul selama 2 hari terakhir."
Namun di balik aksi duduk menentang pembangunan Taman Gezi terdapat alasan yang lebih besar. Menurut laporan berbagai media Turki, di balik proyek pembangunan supermall di Taman Gezi adalah walikota Istambul Kadir Topbas yang merupakan anggota partai berkuasa Justice and Development Party (AKP), serta menantu Erdogan Berat Albayrak. Kadir merupakan pemilik jaringan retil yang bakal mendapatkan basis bisnis baru di tempat tersebut sedangkan Berat mendapatkan proyek pembangunannya. Aksi bagi-bagi proyek terhadap pendukung-pendukung AKP memang telah menjadi perhatian luas masyarakat Turki dan telah menggerogoti kewibawaan Erdogan.
Menambah sentimen anti-Erdogan adalah kondisi ekonomi yang semakin memburuk sejak tahun lalu yang pertumbuhan ekonominya merosot ke angka 2,2% dan tahun ini yang relatif stagnan sebagai dampak krisis hutang yang melanda Eropa. Sementara inflasi, pengangguran serta pasar yang tidak stabil menambah kondisi ekonomi semakin sulit di Turki.
(BERSAMBUNG)
REF:
"Is Erdogan’s political honeymoon nearing its end?"; Anthony Mathew Jacob; Press TV; 9 Juni 2013
"Who Is Fethullah Gulen?"; Claire Berlinski; City Journal
"Et tu, Gul? Then fall, Erdogan"; M K Bhadrakumar; Asia Times; 5 Juni 2013
Pakar Rusia: Israel Diambang Kehancuran (wawancara)
Diperbarui lebih dari setahun yang lalu
[ 07/06/2011 - 02:30 ]
Kairo – PIP: Syamil Sultanuv adalah pakar dan pengamat Rusia terkenal. Ia pernah menjadi koresponden khusus harian Don (to day) di tahun 1991 dan pimred harian Zavtara (tomorrow) tahun 1994. Pernah menjadi anggota dewan nasional rakyat Rusia tahun 1995 dan pernah menjadi wakil ketua Pusat Studi Internasional untuk Ekonomi Regional dan ketua asisten Partai Aqalim Rusia.
Sultanuv pernah menjadi anggota legislativ Doma Rusia dari tahun 2003 hingga 2005. Kini ia menjabat ketua Pusat Studi Strategi Rusia – Dunia Islam. Selain seorang pakar futurologi soal kondisi dunia Islam dan Rusia, Sultonov juga mumpuni dalam menganilisis situasi kekinian Rusia, Cina, Amerika dan Eropa.
Ia dilahirkan tahun 1952 di Uzbekistan dan merupakan jebolan lembaga Universitas Moskow untuk Hubungan Internasional, ia pernah mengetuai komunitas ilmiah di lembaga pendidikan tersebut. Tahun 1989 ia pernah menjadi wakil ketua dekan fakultas ekonomi luar negeri di universitas tersebut.
Berikut petikan wawancaranya dengan Markaz Filistini Lili’lam (Pusat Informasi Palestina):
PIP: Pertama, bagaimana Anda melihat situasi dunia internasional dan kawasan Timteng di tengan sejumlah perubahan sekarang?
SS: Perkenankan saya pertama memulai tema paling mencuat secara umum di dunia yang bisa masukkan dalam tema besar “situasi ketidakjelasan”. Ini kembali kepada krisis ekonomi dunia dan krisis-krisis tata dunia sekarang. Krisis di Eropa, Amerika, Jepang dan negara-negara besar lainnya saat ini belum ada tanda-tanda solusi atas krisis secara jelas sehingga menyebabkan penentuan kebijakan di barat dan Jepang.
Masalah lain adalah hubungan antara Amerika dan Cina. Di satu sisi agaknya dua negara ini saling membutuhkan satu sama lain dari sisi ekonomi. Namun di sisi lain, konfrontasi, persaingan dan saling menantang antara keduanya begitu kuat. Bukan saja dalam bidang energi secara khusus, tapi melibatkan bidang lain yang mempengaruhi keputusan politik dan militer.
Saat ini bisa disimpulkan bahwa hegemoni tunggal kutub Amerika atas dunia akan berakhir setelah mengendalikan dunia selama 20 tahun terakhir. Namun hingga sekarang terus terang, tidak ada sistem dunia atau kutub dunia yang menjadi calon pengganti Amerika. Situasi ketidak jelasan inilah yang menguasai dunia sekarang.
Bahayanya, situasi ketidak jelasan ini justru menggiring terjadinya perang dunia. Perang ini arenanya bukan Korea Utara, Eropa, Amerik Latin namun ada tiga wilayah geografis yang kemungkinan besar menjadi calon arena perang itu; yakni Timteng, Iran dan Kaukas. Sebagai contoh, jika di Timteng terjadi perang maka Israel ambil bagian di dalamnya sehingga Amerika harus intervensi secara terpaksa. Ini tabiat perang dunia. Atau Iran akan diserang, dan Cina tidak akan tinggal diam karena dia akan mendukung Iran. Sebab Cina sangat membutuhkan energi yang dijadikan sandaran Iran (gas dan minyak).
PIP: Bagaimana Anda melihat revolusi Arab saat ini dan masa depannya?
SS: Faktor ketidakjelasan dan blur di dunia saat ini memberikan pengaruh langsung kepada revolusi Arab saat ini. Saya ingin tegaskan bahwa apa yang terjadi di Arab bukanlah revolusi-revolusi di beberapa negara Arab, tapi “satu revolusi Arab” yang akan terus belanjut satu hingga dua dekake sampai hasilnya kelihatan berupa perubahan yang diinginkan. Ini terbukti secara historis seperti yang terjadi di Iran, Rusia, dan lainnya. Di Rusia revolusi terjadi tahun 1917 dan berlangsung hingga 1936.
Soal pendorong revolusi tersebut, menurut saya itu adalah revolusi mencari jati diri dan identitas. Sistem sekularisme, liberalisme, komunisme, dan nasionalisme terbukti gagal. Saya melihat identitas yang muncul dari revolusi itu sangat kental islamnya. Namun menurut saya juga, masalahnya adalah tidak ada program politik Islam praktis riil yang mampu membantu mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa Arab yang saat ini melakukan revolusi.
Ketika saya bicara soal Islam politik, maksud saya adalah dalam lingkup umum yang luas. Misalnya, kita menemukan Ikhwanul Muslimin di Mesir merupakan organisasi yang sistem politiknya berkembang secara besar. ini organisasi yang memiliki sejarah yang besar. ini salah satu faktor besar revolusi. Ia memiliki keterlibatan yang jelas dalam revolusi ini. Namun sayangnya, mereka tidak memiliki planing ekonomi untuk memajukan situasi kehidupan di Mesir. Ketika saya bertanya kepada mereka apakah IM memiliki rencana ekonomi untuk mengendalikan krisis yang saat ini dihadapi Mesir? Saya tidak mendapatkan jawaban yang meyakinkan. Ketika bangsa Mesir keluar dari rumah mereka mencari makan karena lapar, apa yang akan kalian berikan? Saya tidak menemukan jawab yang meyakinkan. Demikian halnya di Yaman dan Tunis.
Ketika saya bicara tentang ideologi Islam politik dalam tataran praktis, apakah mereka akan mengikuti sistem Turki atau sistem Iran misalnya, atau sistem tertentu? Ini adalah masalah kelompok elit intelektual di kawasan Arab yang memiliki gap besar dengan bangsanya. Ini tantangan besar bagi bangsa yang melakukan revolusi.
Ada dua contoh revolusi Islam iran dan Turki. Revolusi Islam telah menunjukkan kelayakannya dalam mengembangkan sistem baru menggantikan sistem usang sebelumnya. Contoh kesepahaman mereka dengan lembaga militer sekuler dan gagasan mereka di Turki terbukti berhasil sampai sekarang. Gap itu bisa dipangkas.
PIP: Hamas dan Fatah sudah menandatangani draft perjanjian rekonsiliasi, menurut pendapat Anda apakah ini akan berlangsung lama?
SS: Menurut pandangan saya Fatah tidak mungkin dianggap sebagai kekuatan independen. Kinerja politik Fatah tergantung oleh politik Amerika dan Israel. Jadi tentu kami menyadari bawha Israel anti segala jenis yang berbau rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Meskipun ada kontrdiksi politik Israel terhadap rekonsiliasi. Di satu sisi, Israel bilang perunding Palestina tidak mewakili bangsa Palestina dan tidak mungkin berunding dengan kelompok yang mengatasnamakan bangsa Palestina seluruhnya. Di sisi lain Israel bilang menentang Fatah jika rekonsiliasi dengan Hamas.
Di sini ada dua masalah; pertama, situasi terbaik bagi Israel adalah tidak perang dan tidak damai. Ini sangat menenangkan Israel sebab perundingan tidak menghasilkan apa-apa. Kedua, saya yakin, bahwa yang mendorong Abbas untuk rekonsiliasi dengan Hamas adalah Amerika. Kenapa? Sebab ada kelompok di pemerintah Amerika tidak ingin perang dan sudah lelah di Timur Tengah dan ingin menenangkan sebagian masalah yang menimbulkan situasi panas sehingga mereka bisa menangani masalah lainnya.
Ini adalah permainan. Saya pernah katakan bahwa Amerika tidak ingin perang sekarang. Ia tidak siap menghadapi perang yang bisa jadi akan menyeret perang dunia. Hal itu karena mereka gagal di Afganistan dan Irak. Disamping itu, Amerika tidak memiliki pasukan yang memadai untuk menghadapi perang jenis ini.
Tahun 2003, ketika Rumsfeld Menhan Amerika kala itu ditanya tentang perang Irak, dia menjawab dengan terang, “Saya memiliki 18.000 pasukan, beri saya 45.000 pasukan untuk menentukan perang.” Namun Amerika tidak mungkin mencapai jumlah itu karena tidak mungkin dikerahkan satu front.
Jadi, revolusi Arab yang menggolakkan Intifadah atau perang di kawasan tidak mungkin Amerika akan siap menghadapinya. Karenanya, Amerika butuh menenangkan masalah Palestina. Sebab perang jenis ini akan menimbulkan tragedi bagi ekonomi barat dan kebudayaan barat yang tugasnya harus menjaga Israel. tindakan mendorong rekonsiliasi itu juga untuk membuktikan bahwa itu berpihak kepada Timur Tengah sehingga harus mendukung rekonsiliasi Fatah dan Hamas. Saya kira Amerika juga tidak akan menghalangi deklarasi negara Palestina pada September mendatang.
PIP: Dalam peringatan “nakba” Mei lalu, bagaimana Anda melihat masa depan entitas Israel?
SS: Dengan terus terang, saya menilai Israel diambang kehancuran. Ini akan terjadi antara 15 hingga 20 tahun lagi. Sebab ini adalah negara buatan. Pernah terjadi perang dunia antara dua aliran Uni Soviet dan Amerika Serikat. Uni Sovier sudah hancur. Hari ini, Amerika tidak membangun rencana-rencananya di masa depan untuk bertahan karena ia berkoalisi dengan Israel. Ada lobi politik yang terus meningkat di Amerika yang kini terus gencar mengkritik hubungan dengan Israel sebagai hubungan yang melibatkan Amerika kepada dilemaa-dilema beragam. Hubungan Amerika dengan Israel justru dianggap bertentangan dengan kepentingan Amerika di Timur Tengah dan hubungan dengan dunia Islam. Tahun lalu kita dengar kritikan Jenderal Petraeus terhadap Israel. Jenderal ini yang memiliki masa depan menarik dalam pemerintah mendatang. Ia termasuk elit militer yang memiliki posisi dalam penentu kebijakan di Amerika Serikat.
---
Shamil Sultanuv is well-known Russian experts and observers. He had been a special correspondent Don Daily (to day) in 1991 and daily pimred Zavtara (tomorrow) in 1994. Never became a national board member of the Russian people in 1995 and had been a vice chairman of the International Studies Center for Regional Economic and assistant chairman of the Russian Aqalim Party.
Sultanuv been a member of the Doma legislativ Russia from 2003 to 2005. Now he was the chairman of Center for Strategic Studies Russia - Islamic World. Apart from an expert on futurology about the condition of the Islamic world and Russia, also qualified in menganilisis Sultonov present situation in Russia, China, America and Europe.
He was born in 1952 in Uzbekistan and was graduated from Moscow University institute for International Relations, he had chaired the scientific community at that institution. In 1989 he had become vice-chairman of the economics faculty dean at the university abroad.
The following excerpt of his interview with Markaz Filistini Lili'lam (Palestinian Information Centre):
PIP: First, how do you view the situation of international and Middle East region amid a number of changes now?
SS: Let me first start sticking the most common themes in the world can enter in the big theme of "fuzziness situation". This goes back to the world economic crisis and the crises of the present world order. The crisis in Europe, America, Japan and other major countries there is currently no sign of a clear solution to the crisis that led to the determination of policy in the west and Japan.
Another problem is the relationship between America and China. On the one hand it seems the two countries need each other from an economic standpoint. But on the other hand, confrontation, competition and challenge each other between the two is so strong. Not only in the energy sector in particular, but involves other areas that affect the political and military decisions.
Currently it can be concluded that the single pole American hegemony over the world will end after controlling for the past 20 years. But until now, frankly, there is no world or polar world system that became the American substitute candidate. The situation is unclear which rules the world today.
The danger, obscurity is precisely the situation led to one of the world wars. This war arena rather than North Korea, Europe, Latin Amerik but there are three geographic areas that are likely to become candidates for the arena of war; the Middle East, Iran and Kaukas. For example, if a war in the Middle East then Israel took part in it so that Americans should be forced to intervene. This nature of the world war. Or Iran will be attacked, and China will not remain silent because he will support Iran. For China desperately needed energy to be relied upon Iran (gas and oil).
PIP: How do you see the Arab Revolt of current and future?
SS: Factors confusion and blur in the world today providing a direct influence on the Arab revolution today. I want to reiterate that what happened in Arabia is not the revolutions in several Arab countries, but "an Arab revolution" that will continue belanjut one to two dekake until results are visible in the form of the desired changes. This is proven historically as happened in Iran, Russia, and others. In Russia the revolution occurred in 1917 and lasted until 1936.
Problem drivers of this revolution, in my opinion it is a revolution looking for identity and identity. The system of secularism, liberalism, communism, and nationalism have proven false. I saw the identity emerging from the Islamic revolution were very thick. But in my opinion also, the problem is there is no real practical Islamic political program that is able to help realize the hopes and aspirations of the Arab nation that is currently making a revolution.
When I talk about political Islam, I mean it is in general a broad scope. For example, we found the Muslim Brotherhood in Egypt is an organization that develops its political system great. This organization has a great history. this is one big factor revolution. He has a clear involvement in this revolution. But unfortunately, they do not have the economic planing to advance the situation of life in Egypt. When I asked them whether IM has a plan to control the economic crisis now facing the Egyptian? I do not get a convincing answer. When the Egyptians out of their homes looking for food because of hunger, what will you give? I do not find a convincing answer. Likewise, in the Yemen and Tunis.
When I talk about the ideology of political Islam in practical terms, whether they will follow the system such as Turkey or Iran's system, or a particular system? It is a matter of an intellectual elite in the Arab region who has a big gap with the nation. This is a big challenge for a nation that did the revolution.
There are two examples of the Islamic revolution of Iran and Turkey. Islamic Revolution has shown its feasibility in developing a new system to replace the previous outdated system. Examples of their agreement with the secular military institution in Turkey and their ideas prove successful until now. Gap could be trimmed.
PIP: Hamas and Fatah signed reconciliation draft agreement, in your opinion whether this will last long?
SS: In my view Fatah might not be considered as an independent force. Fatah's political performance depends on the American and Israeli politics. So of course we recognize Israel bawha anti any kind that smells of reconciliation between Fatah and Hamas. Although there kontrdiksi Israeli politics towards reconciliation. On the one hand, Palestinian negotiator says Israel does not represent the Palestinian nation and it is impossible to negotiate with the group on behalf of the Palestinian people completely. On the other hand Israel says if reconciliation with Fatah against Hamas.
Here there are two problems: first, the best situation for Israel is no war and no peace. It's very calming Israel because negotiations do not produce anything. Secondly, I believe, that is pushing Abbas to reconcile with Hamas is America. Why? Because there are groups in the United States government does not want war and are tired of the Middle East and want to calm some of the problems that give rise to the heat so that they can handle other problems.
It is a game. I never said that America does not want war now. He was not prepared for a war that may be dragging the world war. That's because they failed in Afghanistan and Iraq. Besides, Americans do not have sufficient forces to face this kind of war.
In 2003, when U.S. Defense Secretary Rumsfeld was then asked about the Iraq war, he replied brightly, "I has 18,000 troops, give me 45,000 troops to decide the war." But America may not reach that number because it can not be deployed one front.
Thus, the Arab revolution menggolakkan Intifada or war in the region might not be ready to face America. Therefore, Americans need to calm the Palestinian issue. Because this type of war will lead to tragedy for the western economy and western cultures that Israel should keep his job. encourage reconciliation action was also to prove that it is siding with the Middle East so it should support the reconciliation of Fatah and Hamas. I think Americans also will not prevent the declaration of a Palestinian state in September.
PIP: In commemoration of "Nakba" in May, how do you see the future of the Israeli entity?
SS: With frankly, I was judging Israel on the verge of collapse. This will occur between 15 to 20 years. Because this is an artificial state. There has been a world war between the two streams of the Soviet Union and the United States. Sovier Union was destroyed. Today, Americans are not building plans in the future to survive because he was a coalition with Israel. There is a growing political lobby in America has continued to aggressively criticize the relationship with Israel as a relationship involving the United States to dilemaa-range dilemma. American relations with Israel is regarded as contrary to American interests in the Middle East and relations with the Islamic world. Last year we hear criticism of General Petraeus against Israel. These generals who have a future interest in the next government. He belonged to the military elite that has a position in the decision-makers in the United States.
Kairo – PIP: Syamil Sultanuv adalah pakar dan pengamat Rusia terkenal. Ia pernah menjadi koresponden khusus harian Don (to day) di tahun 1991 dan pimred harian Zavtara (tomorrow) tahun 1994. Pernah menjadi anggota dewan nasional rakyat Rusia tahun 1995 dan pernah menjadi wakil ketua Pusat Studi Internasional untuk Ekonomi Regional dan ketua asisten Partai Aqalim Rusia.
Sultanuv pernah menjadi anggota legislativ Doma Rusia dari tahun 2003 hingga 2005. Kini ia menjabat ketua Pusat Studi Strategi Rusia – Dunia Islam. Selain seorang pakar futurologi soal kondisi dunia Islam dan Rusia, Sultonov juga mumpuni dalam menganilisis situasi kekinian Rusia, Cina, Amerika dan Eropa.
Ia dilahirkan tahun 1952 di Uzbekistan dan merupakan jebolan lembaga Universitas Moskow untuk Hubungan Internasional, ia pernah mengetuai komunitas ilmiah di lembaga pendidikan tersebut. Tahun 1989 ia pernah menjadi wakil ketua dekan fakultas ekonomi luar negeri di universitas tersebut.
Berikut petikan wawancaranya dengan Markaz Filistini Lili’lam (Pusat Informasi Palestina):
PIP: Pertama, bagaimana Anda melihat situasi dunia internasional dan kawasan Timteng di tengan sejumlah perubahan sekarang?
SS: Perkenankan saya pertama memulai tema paling mencuat secara umum di dunia yang bisa masukkan dalam tema besar “situasi ketidakjelasan”. Ini kembali kepada krisis ekonomi dunia dan krisis-krisis tata dunia sekarang. Krisis di Eropa, Amerika, Jepang dan negara-negara besar lainnya saat ini belum ada tanda-tanda solusi atas krisis secara jelas sehingga menyebabkan penentuan kebijakan di barat dan Jepang.
Masalah lain adalah hubungan antara Amerika dan Cina. Di satu sisi agaknya dua negara ini saling membutuhkan satu sama lain dari sisi ekonomi. Namun di sisi lain, konfrontasi, persaingan dan saling menantang antara keduanya begitu kuat. Bukan saja dalam bidang energi secara khusus, tapi melibatkan bidang lain yang mempengaruhi keputusan politik dan militer.
Saat ini bisa disimpulkan bahwa hegemoni tunggal kutub Amerika atas dunia akan berakhir setelah mengendalikan dunia selama 20 tahun terakhir. Namun hingga sekarang terus terang, tidak ada sistem dunia atau kutub dunia yang menjadi calon pengganti Amerika. Situasi ketidak jelasan inilah yang menguasai dunia sekarang.
Bahayanya, situasi ketidak jelasan ini justru menggiring terjadinya perang dunia. Perang ini arenanya bukan Korea Utara, Eropa, Amerik Latin namun ada tiga wilayah geografis yang kemungkinan besar menjadi calon arena perang itu; yakni Timteng, Iran dan Kaukas. Sebagai contoh, jika di Timteng terjadi perang maka Israel ambil bagian di dalamnya sehingga Amerika harus intervensi secara terpaksa. Ini tabiat perang dunia. Atau Iran akan diserang, dan Cina tidak akan tinggal diam karena dia akan mendukung Iran. Sebab Cina sangat membutuhkan energi yang dijadikan sandaran Iran (gas dan minyak).
PIP: Bagaimana Anda melihat revolusi Arab saat ini dan masa depannya?
SS: Faktor ketidakjelasan dan blur di dunia saat ini memberikan pengaruh langsung kepada revolusi Arab saat ini. Saya ingin tegaskan bahwa apa yang terjadi di Arab bukanlah revolusi-revolusi di beberapa negara Arab, tapi “satu revolusi Arab” yang akan terus belanjut satu hingga dua dekake sampai hasilnya kelihatan berupa perubahan yang diinginkan. Ini terbukti secara historis seperti yang terjadi di Iran, Rusia, dan lainnya. Di Rusia revolusi terjadi tahun 1917 dan berlangsung hingga 1936.
Soal pendorong revolusi tersebut, menurut saya itu adalah revolusi mencari jati diri dan identitas. Sistem sekularisme, liberalisme, komunisme, dan nasionalisme terbukti gagal. Saya melihat identitas yang muncul dari revolusi itu sangat kental islamnya. Namun menurut saya juga, masalahnya adalah tidak ada program politik Islam praktis riil yang mampu membantu mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa Arab yang saat ini melakukan revolusi.
Ketika saya bicara soal Islam politik, maksud saya adalah dalam lingkup umum yang luas. Misalnya, kita menemukan Ikhwanul Muslimin di Mesir merupakan organisasi yang sistem politiknya berkembang secara besar. ini organisasi yang memiliki sejarah yang besar. ini salah satu faktor besar revolusi. Ia memiliki keterlibatan yang jelas dalam revolusi ini. Namun sayangnya, mereka tidak memiliki planing ekonomi untuk memajukan situasi kehidupan di Mesir. Ketika saya bertanya kepada mereka apakah IM memiliki rencana ekonomi untuk mengendalikan krisis yang saat ini dihadapi Mesir? Saya tidak mendapatkan jawaban yang meyakinkan. Ketika bangsa Mesir keluar dari rumah mereka mencari makan karena lapar, apa yang akan kalian berikan? Saya tidak menemukan jawab yang meyakinkan. Demikian halnya di Yaman dan Tunis.
Ketika saya bicara tentang ideologi Islam politik dalam tataran praktis, apakah mereka akan mengikuti sistem Turki atau sistem Iran misalnya, atau sistem tertentu? Ini adalah masalah kelompok elit intelektual di kawasan Arab yang memiliki gap besar dengan bangsanya. Ini tantangan besar bagi bangsa yang melakukan revolusi.
Ada dua contoh revolusi Islam iran dan Turki. Revolusi Islam telah menunjukkan kelayakannya dalam mengembangkan sistem baru menggantikan sistem usang sebelumnya. Contoh kesepahaman mereka dengan lembaga militer sekuler dan gagasan mereka di Turki terbukti berhasil sampai sekarang. Gap itu bisa dipangkas.
PIP: Hamas dan Fatah sudah menandatangani draft perjanjian rekonsiliasi, menurut pendapat Anda apakah ini akan berlangsung lama?
SS: Menurut pandangan saya Fatah tidak mungkin dianggap sebagai kekuatan independen. Kinerja politik Fatah tergantung oleh politik Amerika dan Israel. Jadi tentu kami menyadari bawha Israel anti segala jenis yang berbau rekonsiliasi antara Fatah dan Hamas. Meskipun ada kontrdiksi politik Israel terhadap rekonsiliasi. Di satu sisi, Israel bilang perunding Palestina tidak mewakili bangsa Palestina dan tidak mungkin berunding dengan kelompok yang mengatasnamakan bangsa Palestina seluruhnya. Di sisi lain Israel bilang menentang Fatah jika rekonsiliasi dengan Hamas.
Di sini ada dua masalah; pertama, situasi terbaik bagi Israel adalah tidak perang dan tidak damai. Ini sangat menenangkan Israel sebab perundingan tidak menghasilkan apa-apa. Kedua, saya yakin, bahwa yang mendorong Abbas untuk rekonsiliasi dengan Hamas adalah Amerika. Kenapa? Sebab ada kelompok di pemerintah Amerika tidak ingin perang dan sudah lelah di Timur Tengah dan ingin menenangkan sebagian masalah yang menimbulkan situasi panas sehingga mereka bisa menangani masalah lainnya.
Ini adalah permainan. Saya pernah katakan bahwa Amerika tidak ingin perang sekarang. Ia tidak siap menghadapi perang yang bisa jadi akan menyeret perang dunia. Hal itu karena mereka gagal di Afganistan dan Irak. Disamping itu, Amerika tidak memiliki pasukan yang memadai untuk menghadapi perang jenis ini.
Tahun 2003, ketika Rumsfeld Menhan Amerika kala itu ditanya tentang perang Irak, dia menjawab dengan terang, “Saya memiliki 18.000 pasukan, beri saya 45.000 pasukan untuk menentukan perang.” Namun Amerika tidak mungkin mencapai jumlah itu karena tidak mungkin dikerahkan satu front.
Jadi, revolusi Arab yang menggolakkan Intifadah atau perang di kawasan tidak mungkin Amerika akan siap menghadapinya. Karenanya, Amerika butuh menenangkan masalah Palestina. Sebab perang jenis ini akan menimbulkan tragedi bagi ekonomi barat dan kebudayaan barat yang tugasnya harus menjaga Israel. tindakan mendorong rekonsiliasi itu juga untuk membuktikan bahwa itu berpihak kepada Timur Tengah sehingga harus mendukung rekonsiliasi Fatah dan Hamas. Saya kira Amerika juga tidak akan menghalangi deklarasi negara Palestina pada September mendatang.
PIP: Dalam peringatan “nakba” Mei lalu, bagaimana Anda melihat masa depan entitas Israel?
SS: Dengan terus terang, saya menilai Israel diambang kehancuran. Ini akan terjadi antara 15 hingga 20 tahun lagi. Sebab ini adalah negara buatan. Pernah terjadi perang dunia antara dua aliran Uni Soviet dan Amerika Serikat. Uni Sovier sudah hancur. Hari ini, Amerika tidak membangun rencana-rencananya di masa depan untuk bertahan karena ia berkoalisi dengan Israel. Ada lobi politik yang terus meningkat di Amerika yang kini terus gencar mengkritik hubungan dengan Israel sebagai hubungan yang melibatkan Amerika kepada dilemaa-dilema beragam. Hubungan Amerika dengan Israel justru dianggap bertentangan dengan kepentingan Amerika di Timur Tengah dan hubungan dengan dunia Islam. Tahun lalu kita dengar kritikan Jenderal Petraeus terhadap Israel. Jenderal ini yang memiliki masa depan menarik dalam pemerintah mendatang. Ia termasuk elit militer yang memiliki posisi dalam penentu kebijakan di Amerika Serikat.
---
Shamil Sultanuv is well-known Russian experts and observers. He had been a special correspondent Don Daily (to day) in 1991 and daily pimred Zavtara (tomorrow) in 1994. Never became a national board member of the Russian people in 1995 and had been a vice chairman of the International Studies Center for Regional Economic and assistant chairman of the Russian Aqalim Party.
Sultanuv been a member of the Doma legislativ Russia from 2003 to 2005. Now he was the chairman of Center for Strategic Studies Russia - Islamic World. Apart from an expert on futurology about the condition of the Islamic world and Russia, also qualified in menganilisis Sultonov present situation in Russia, China, America and Europe.
He was born in 1952 in Uzbekistan and was graduated from Moscow University institute for International Relations, he had chaired the scientific community at that institution. In 1989 he had become vice-chairman of the economics faculty dean at the university abroad.
The following excerpt of his interview with Markaz Filistini Lili'lam (Palestinian Information Centre):
PIP: First, how do you view the situation of international and Middle East region amid a number of changes now?
SS: Let me first start sticking the most common themes in the world can enter in the big theme of "fuzziness situation". This goes back to the world economic crisis and the crises of the present world order. The crisis in Europe, America, Japan and other major countries there is currently no sign of a clear solution to the crisis that led to the determination of policy in the west and Japan.
Another problem is the relationship between America and China. On the one hand it seems the two countries need each other from an economic standpoint. But on the other hand, confrontation, competition and challenge each other between the two is so strong. Not only in the energy sector in particular, but involves other areas that affect the political and military decisions.
Currently it can be concluded that the single pole American hegemony over the world will end after controlling for the past 20 years. But until now, frankly, there is no world or polar world system that became the American substitute candidate. The situation is unclear which rules the world today.
The danger, obscurity is precisely the situation led to one of the world wars. This war arena rather than North Korea, Europe, Latin Amerik but there are three geographic areas that are likely to become candidates for the arena of war; the Middle East, Iran and Kaukas. For example, if a war in the Middle East then Israel took part in it so that Americans should be forced to intervene. This nature of the world war. Or Iran will be attacked, and China will not remain silent because he will support Iran. For China desperately needed energy to be relied upon Iran (gas and oil).
PIP: How do you see the Arab Revolt of current and future?
SS: Factors confusion and blur in the world today providing a direct influence on the Arab revolution today. I want to reiterate that what happened in Arabia is not the revolutions in several Arab countries, but "an Arab revolution" that will continue belanjut one to two dekake until results are visible in the form of the desired changes. This is proven historically as happened in Iran, Russia, and others. In Russia the revolution occurred in 1917 and lasted until 1936.
Problem drivers of this revolution, in my opinion it is a revolution looking for identity and identity. The system of secularism, liberalism, communism, and nationalism have proven false. I saw the identity emerging from the Islamic revolution were very thick. But in my opinion also, the problem is there is no real practical Islamic political program that is able to help realize the hopes and aspirations of the Arab nation that is currently making a revolution.
When I talk about political Islam, I mean it is in general a broad scope. For example, we found the Muslim Brotherhood in Egypt is an organization that develops its political system great. This organization has a great history. this is one big factor revolution. He has a clear involvement in this revolution. But unfortunately, they do not have the economic planing to advance the situation of life in Egypt. When I asked them whether IM has a plan to control the economic crisis now facing the Egyptian? I do not get a convincing answer. When the Egyptians out of their homes looking for food because of hunger, what will you give? I do not find a convincing answer. Likewise, in the Yemen and Tunis.
When I talk about the ideology of political Islam in practical terms, whether they will follow the system such as Turkey or Iran's system, or a particular system? It is a matter of an intellectual elite in the Arab region who has a big gap with the nation. This is a big challenge for a nation that did the revolution.
There are two examples of the Islamic revolution of Iran and Turkey. Islamic Revolution has shown its feasibility in developing a new system to replace the previous outdated system. Examples of their agreement with the secular military institution in Turkey and their ideas prove successful until now. Gap could be trimmed.
PIP: Hamas and Fatah signed reconciliation draft agreement, in your opinion whether this will last long?
SS: In my view Fatah might not be considered as an independent force. Fatah's political performance depends on the American and Israeli politics. So of course we recognize Israel bawha anti any kind that smells of reconciliation between Fatah and Hamas. Although there kontrdiksi Israeli politics towards reconciliation. On the one hand, Palestinian negotiator says Israel does not represent the Palestinian nation and it is impossible to negotiate with the group on behalf of the Palestinian people completely. On the other hand Israel says if reconciliation with Fatah against Hamas.
Here there are two problems: first, the best situation for Israel is no war and no peace. It's very calming Israel because negotiations do not produce anything. Secondly, I believe, that is pushing Abbas to reconcile with Hamas is America. Why? Because there are groups in the United States government does not want war and are tired of the Middle East and want to calm some of the problems that give rise to the heat so that they can handle other problems.
It is a game. I never said that America does not want war now. He was not prepared for a war that may be dragging the world war. That's because they failed in Afghanistan and Iraq. Besides, Americans do not have sufficient forces to face this kind of war.
In 2003, when U.S. Defense Secretary Rumsfeld was then asked about the Iraq war, he replied brightly, "I has 18,000 troops, give me 45,000 troops to decide the war." But America may not reach that number because it can not be deployed one front.
Thus, the Arab revolution menggolakkan Intifada or war in the region might not be ready to face America. Therefore, Americans need to calm the Palestinian issue. Because this type of war will lead to tragedy for the western economy and western cultures that Israel should keep his job. encourage reconciliation action was also to prove that it is siding with the Middle East so it should support the reconciliation of Fatah and Hamas. I think Americans also will not prevent the declaration of a Palestinian state in September.
PIP: In commemoration of "Nakba" in May, how do you see the future of the Israeli entity?
SS: With frankly, I was judging Israel on the verge of collapse. This will occur between 15 to 20 years. Because this is an artificial state. There has been a world war between the two streams of the Soviet Union and the United States. Sovier Union was destroyed. Today, Americans are not building plans in the future to survive because he was a coalition with Israel. There is a growing political lobby in America has continued to aggressively criticize the relationship with Israel as a relationship involving the United States to dilemaa-range dilemma. American relations with Israel is regarded as contrary to American interests in the Middle East and relations with the Islamic world. Last year we hear criticism of General Petraeus against Israel. These generals who have a future interest in the next government. He belonged to the military elite that has a position in the decision-makers in the United States.
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.254071191300917.57403.252402268134476&type=3