Keluarga Korban Tolak Temuan Tim Investigasi TNI AD
Keluarga menolak empat tahanan yang tewas di lapas disebut "preman."
http://politik.news.viva.co.id/news/read/402871-keluarga-korban-tolak-temuan-tim-investigasi-tni-ad
Jum'at, 5 April 2013, 13:53
Ita Lismawati F. Malau, Syahrul Ansyari
(Istimewa)
VIVAnews - Keluarga korban pembantaian di Lembaga
Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
menolak kesimpulan awal tim investigasi internal TNI yang dibentuk oleh
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Pramono Edhie Wibowo.
Keluarga korban tersebut terdiri dari Victor Manbait (keluarga korban Yohanes Juan Manbait), Yani Rohi Riwu (keluarga korban Gamaliel Yermianto Rohi Riwu), Albert Yohanes (keluarga korban Hendrik Benyamin Sahetapy Engel), Yohanes Lado (keluarga korban Adrianus Chandra Galaja).
Victor Manbait menilai kesimpulan tim investigasi TNI hanyalah bagian dari rekayasa TNI menutupi skenario pembantaian dan untuk menutupi jaringan pelaku yang lebih luas.
Kesimpulan itu, lanjut Victor, mencerminkan sikap para pemimpin TNI yang tidak ksatria serta menolak pertanggungjawaban komando dengan mengorbankan prajurit tingkat rendah untuk menutupi motif peristiwa sesungguhnya.
"Sejak awal, kami keluarga korban menolak keberadaan tim investigasi internal ini, para pemimpin TNI seperti Pangdam IV Diponegoro telah terlibat rekayasa sejak awal peristiwa ini," kata Victor dalam rilis yang diterima VIVAnews, Jumat, 5 April 2013.
Selain itu, keluarga korban juga menolak dengan penyebutan kata 'kelompok preman' atas keempat korban. Victor menilai labelisasi itu adalah skenario TNI untuk melemahkan posisi korban.
"Vonis atas tindakan yang dilakukan oleh para korban hanya bisa disampaikan oleh pengadilan melalui proses hukum yang fair dan profesional," tuturnya.
Lebih lanjut, Victor mengatakan kesimpulan yang menyatakan bahwa penyerangan ke Lapas Cebongan akibat pembunuhan terhadap Serka Heru Santoso pada 19 Maret 2013 dan pembacokan terhadap Sertu Sriyono pada 20 Maret 2013 adalah sebuah rekayasa. Kesimpulan ini menunjukan bahwa tim tidak melakukan investigasi secara menyeluruh dengan metode kerja penyelidikan yang memenuhi standar.
"Berdasarkan informasi yang diterima keluarga korban, bahwa peristiwa pembacokan kepada Sertu Sriyono dilakukan oleh seorang mantan anggota Kopassus yang bernama Marchell," ungkap Victor.
Oleh karenanya, keluarga korban meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) guna mengusut secara tuntas peristiwa penyerangan Lapas Cebongan dan membawa seluruh pelaku ke pengadilan HAM.
"Kami minta Presiden memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk menyerahkan seluruh proses penyelidikan kepada TGPF yang terbentuk," ucapnya. (eh)
Keluarga korban tersebut terdiri dari Victor Manbait (keluarga korban Yohanes Juan Manbait), Yani Rohi Riwu (keluarga korban Gamaliel Yermianto Rohi Riwu), Albert Yohanes (keluarga korban Hendrik Benyamin Sahetapy Engel), Yohanes Lado (keluarga korban Adrianus Chandra Galaja).
Victor Manbait menilai kesimpulan tim investigasi TNI hanyalah bagian dari rekayasa TNI menutupi skenario pembantaian dan untuk menutupi jaringan pelaku yang lebih luas.
Kesimpulan itu, lanjut Victor, mencerminkan sikap para pemimpin TNI yang tidak ksatria serta menolak pertanggungjawaban komando dengan mengorbankan prajurit tingkat rendah untuk menutupi motif peristiwa sesungguhnya.
"Sejak awal, kami keluarga korban menolak keberadaan tim investigasi internal ini, para pemimpin TNI seperti Pangdam IV Diponegoro telah terlibat rekayasa sejak awal peristiwa ini," kata Victor dalam rilis yang diterima VIVAnews, Jumat, 5 April 2013.
Selain itu, keluarga korban juga menolak dengan penyebutan kata 'kelompok preman' atas keempat korban. Victor menilai labelisasi itu adalah skenario TNI untuk melemahkan posisi korban.
"Vonis atas tindakan yang dilakukan oleh para korban hanya bisa disampaikan oleh pengadilan melalui proses hukum yang fair dan profesional," tuturnya.
Lebih lanjut, Victor mengatakan kesimpulan yang menyatakan bahwa penyerangan ke Lapas Cebongan akibat pembunuhan terhadap Serka Heru Santoso pada 19 Maret 2013 dan pembacokan terhadap Sertu Sriyono pada 20 Maret 2013 adalah sebuah rekayasa. Kesimpulan ini menunjukan bahwa tim tidak melakukan investigasi secara menyeluruh dengan metode kerja penyelidikan yang memenuhi standar.
"Berdasarkan informasi yang diterima keluarga korban, bahwa peristiwa pembacokan kepada Sertu Sriyono dilakukan oleh seorang mantan anggota Kopassus yang bernama Marchell," ungkap Victor.
Oleh karenanya, keluarga korban meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) guna mengusut secara tuntas peristiwa penyerangan Lapas Cebongan dan membawa seluruh pelaku ke pengadilan HAM.
"Kami minta Presiden memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri untuk menyerahkan seluruh proses penyelidikan kepada TGPF yang terbentuk," ucapnya. (eh)
VIVAnews -
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/402718-oknum-kopassus-akui-tembak-mati-4-preman-di-lapas
TNI AD: Oknum Kopassus Serbu Cebongan Dipicu Aksi Keji Preman
"Ini penerapan jiwa korsa yang tidak tepat."
ddd
Jum'at, 5 April 2013, 00:27
Arfi Bambani Amri, Dwifantya Aquina , Syahrul Ansyari, Daru Waskita (Yogyakarta)
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat mengumumkan
pelaku penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta, adalah 11 personel Komando Pasukan Khusus.
TNI AD menyatakan para
oknum prajurit yang memberondong empat tahanan tersangka pembunuhan
prajurit TNI AD Sersan Kepala Heru Santoso itu akan diusut sesuai hukum
yang berlaku.
Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal (CPM) Unggul K. Yudhoyono mengatakan lancarnya proses investigasi yang dilakukan timnya karena kejujuran dan keterbukaan para pelaku.
Ketua Tim Investigasi TNI AD Brigadir Jenderal (CPM) Unggul K. Yudhoyono mengatakan lancarnya proses investigasi yang dilakukan timnya karena kejujuran dan keterbukaan para pelaku.
"Menjadi catatan khusus,
bahwa para pelaku secara kesatria telah mengakui perbuatan sejak hari
pertama penyelidikan, 29 Maret 2013," ujar Unggul dalam keterangan pers
di Jakarta, Kamis 4 April 2013. "Penyerangan tersebut merupakan tindakan
seketika yang dilatarbelakangi jiwa korsa dan membela kesatuan."
Para pelaku ini berdinas di Kopassus Grup II Kandang Menjangan, Kartosuro, Jawa Tengah. Unggul melanjutkan, penyerangan itu dilakukan setelah mereka mendengar salah satu anggota Kopassus, Serka Heru Santoso, diserang oleh sekelompok preman di Hugo's Cafe, Yogyakarta, hingga tewas pada 19 Maret 2013 dan pembacokan Sertu Sriyono pada 20 Maret 2013.
"Mereka membela kesatuan setelah mendapat kabar tentang pengeroyokan dan pembunuhan secara sadis dan brutal terhadap anggota Kopassus atas nama Serka Heru Santoso," tuturnya.
Dari 11 orang itu hanya satu yang bertindak sebagai eksekutor, inisialnya U. Prajurit berinisial U, yang memimpin serangan, dibantu delapan temannya melakukan penyerangan menggunakan Mobil Avanza biru dan Suzuki APV hitam. "Dari 11 orang tersebut, tiga orang berasal dari pelatihan Gunung Lawu," kata Unggul.
Menurut dia, selain motif membela kehormatan kesatuan, pelaku penembakan juga mengaku memiliki utang budi kepada Heru saat bertugas. "Serka Heru merupakan atasan langsung pelaku yang juga pernah berjasa menyelamatkan jiwa pelaku saat melakukan operasi," kata Unggul.
Kini tim investigasi menyampaikan bahwa pelaksanaan penyelidikan sudah dilakukan, berjalan dengan lancar dan dapat menetapkan kesimpulan awal dalam masa kerja enam hari, dengan kejujuran dan keterbukaan.
Latihan di Gunung Lawu
Beberapa prajurit Kopassus tersebut sedang latihan di Gunung Lawu ketika mendengar ada teman meraka dikeroyok dan dibunuh dengan keji, sadis dan brutal, pada pertengahan Maret lalu.
Para pelaku ini berdinas di Kopassus Grup II Kandang Menjangan, Kartosuro, Jawa Tengah. Unggul melanjutkan, penyerangan itu dilakukan setelah mereka mendengar salah satu anggota Kopassus, Serka Heru Santoso, diserang oleh sekelompok preman di Hugo's Cafe, Yogyakarta, hingga tewas pada 19 Maret 2013 dan pembacokan Sertu Sriyono pada 20 Maret 2013.
"Mereka membela kesatuan setelah mendapat kabar tentang pengeroyokan dan pembunuhan secara sadis dan brutal terhadap anggota Kopassus atas nama Serka Heru Santoso," tuturnya.
Dari 11 orang itu hanya satu yang bertindak sebagai eksekutor, inisialnya U. Prajurit berinisial U, yang memimpin serangan, dibantu delapan temannya melakukan penyerangan menggunakan Mobil Avanza biru dan Suzuki APV hitam. "Dari 11 orang tersebut, tiga orang berasal dari pelatihan Gunung Lawu," kata Unggul.
Menurut dia, selain motif membela kehormatan kesatuan, pelaku penembakan juga mengaku memiliki utang budi kepada Heru saat bertugas. "Serka Heru merupakan atasan langsung pelaku yang juga pernah berjasa menyelamatkan jiwa pelaku saat melakukan operasi," kata Unggul.
Kini tim investigasi menyampaikan bahwa pelaksanaan penyelidikan sudah dilakukan, berjalan dengan lancar dan dapat menetapkan kesimpulan awal dalam masa kerja enam hari, dengan kejujuran dan keterbukaan.
Latihan di Gunung Lawu
Beberapa prajurit Kopassus tersebut sedang latihan di Gunung Lawu ketika mendengar ada teman meraka dikeroyok dan dibunuh dengan keji, sadis dan brutal, pada pertengahan Maret lalu.
Selasa 19 Maret dini
hari, pukul 02.45, Sersan Satu Heru Santosa yang tercatat mantan anggota
Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Kandang Menjangan Kartosuro tewas di
Hugo's Cafe di Jalan Adisucipto, Sleman, Yogyakarta.
Heru tewas setelah ditikam dengan pecahan botol minuman keras di bagian dada. Insiden ini berawal ketika korban dikeroyok oleh tujuh orang yang salah satunya adalah Dicky Ambon, gembong preman yang tinggal di asrama Nusa Tenggara Timur di Lempuyangan, Yogyakarta.
Heru tewas setelah ditikam dengan pecahan botol minuman keras di bagian dada. Insiden ini berawal ketika korban dikeroyok oleh tujuh orang yang salah satunya adalah Dicky Ambon, gembong preman yang tinggal di asrama Nusa Tenggara Timur di Lempuyangan, Yogyakarta.
"Pelakunya adalah DA.
Semua orang tahu siapa DA. Pelaku sudah diamankan oleh pihak keamanan
Hugo's Cafe," kata salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.
Keesokan harinya, lagi seorang prajurit TNI, Sersan Satu Sriyono, dikeroyok kawanan preman ini di Jalan Sutomo, Yogyakarta. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Yogyakarta Komisaris Dodo Hendra Kusuma menceritakan sebelum terjadi pengeroyokan, Sriyono sempat bertengkar dengan seseorang.
Keesokan harinya, lagi seorang prajurit TNI, Sersan Satu Sriyono, dikeroyok kawanan preman ini di Jalan Sutomo, Yogyakarta. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Yogyakarta Komisaris Dodo Hendra Kusuma menceritakan sebelum terjadi pengeroyokan, Sriyono sempat bertengkar dengan seseorang.
"Kemudian datang belasan
orang dengan menggunakan satu mobil dan sekitar tujuh sepeda motor.
Salah satunya perempuan," kata Dodo, Kamis 21 Maret 2013.
Usai bertengkar, Sriyono dikeroyok oleh belasan orang tersebut. Dia sempat berlari ke arah utara hingga depan bekas Bioskop Mataram. “Di lokasi tersebut dia dikeroyok lagi. Dalam pengeroyokan pelaku menggunakan senjata tajam dan tongkat pemukul berantai (double stick)."
Korban pun terkapar karena luka akibat senjata tajam. Kepala Sriyono robek karena sabetan senjata tajam. Warga yang melihat kemudian melarikannya ke RS Bethesda Yogyakarta. Kepala Sriyono harus dijahit karena luka yang cukup dalam.
Baru Kamisnya, polisi menangkap empat orang termasuk yang diduga menikam Sertu Heru sampai tewas, yakni Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Dicky Ambon (31 tahun), Yohanes Juan Mambait alias Juan (38 tahun), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29 tahun), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33 tahun).
Usai bertengkar, Sriyono dikeroyok oleh belasan orang tersebut. Dia sempat berlari ke arah utara hingga depan bekas Bioskop Mataram. “Di lokasi tersebut dia dikeroyok lagi. Dalam pengeroyokan pelaku menggunakan senjata tajam dan tongkat pemukul berantai (double stick)."
Korban pun terkapar karena luka akibat senjata tajam. Kepala Sriyono robek karena sabetan senjata tajam. Warga yang melihat kemudian melarikannya ke RS Bethesda Yogyakarta. Kepala Sriyono harus dijahit karena luka yang cukup dalam.
Baru Kamisnya, polisi menangkap empat orang termasuk yang diduga menikam Sertu Heru sampai tewas, yakni Hendrik Benyamin Sahetapy Engel alias Dicky Ambon (31 tahun), Yohanes Juan Mambait alias Juan (38 tahun), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29 tahun), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33 tahun).
Dicky Ambon adalah
gembong preman yang lama meresahkan warga Yogyakarta. Ia punya banyak
catatan kriminal di wilayah Yogyakarta. Bahkan, pria lelaki kelahiran
Kupang, Nusa Tenggara Timur, tersebut tertera pada data Polresta
Yogyakarta pernah ditahan dalam kasus pemerkosaan dan pembunuhan. Yang
lebih "hebat" lagi, saat ditangkap dalam kasus pemerkosaan, dia baru
saja bebas bersyarat dengan sisa masa tahanan 2,5 tahun akibat kasus
pembunuhan di Jalan Solo pada tahun 2002.
Unggul menuturkan, belasan prajurit Kopassus mendengar informasi mengenai pembunuhan itu secara tidak sengaja dari warga. "Informasi ini didapatkan secara tak sengaja. Di jalan, mereka dengar dari orang. Karena itu mereka lalu bergerak ke Lapas Cebongan. Jadi, tidak ada info yang disampaikan resmi. Ini secara kebetulan," tuturnya.
Belasan prajurit ini pun naik pitam. "Karena jiwa korsa, mereka bereaksi dan mengajak teman mereka yang berjumlah 11 orang. Ini karena jiwa korsa yang tinggi, apalagi proses penganiayaan begitu sadis, brutal dan biadab," kata Unggul. "Namun, penerapan jiwa korsa tersebut adalah penerapan yang tidak tepat."
Tim bergerak dengan menggunakan dua unit mobil, Toyota Avanza biru dan Suzuki APV warna hitam. Sementara itu, dua prajurit yang menggunakan kendraan Daihatsu Feroza tidak dapat mencegah tindakan penembakan itu.
"Dua orang menggunakan kendaraan Daihatsu Feroza berusaha mencegah tindakan rekan-rekannya tersebut. Dari 11 orang tersebut terdapat tiga orang dari daerah latihan Gunung Lawu," kata Unggul. "Serangan tersebut menggunakan enam pucuk senjata, terdiri dari tiga pucuk jenis AK-47 yang dibawa dari daerah latihan, dua pucuk AK-47 replika dan satu pucuk pistol Sig Sauer replika."
Setelah membunuh keempat preman itu, mereka membawa kabur kamera CCTV beserta rekamannya. "Mereka mengakui barang bukti yang dibawa sudah dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Bengawan Solo," kata Unggul di Media Center Dinas Penerangan Angkatan Darat, Jakarta, Kamis 4 April 2013.
Unggul lantas menanyakan dengan cara apa mereka memusnahkannya. "Mereka jawab dibakar sebagian," ujarnya.
Salah dihukum, benar dibela
Tim Investigasi ini dibentuk KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo pada 29 Maret 2013 lalu. Sejak dibentuknya tim, kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad, para pelaku sudah mengakui perbuatan mereka.
Dia menegaskan TNI AD akan menjunjung tinggi proses penegakan hukum terhadap siapapun pelaku penyerangan Lapas Cebongan. "Sehubungan dengan ini, TNI AD telah membuktikan jaminan penegakan hukum bagi prajurit yang bersalah," kata Rukman yang bicara di jumpa pers bersama Unggul.
Bercermin pada kasus pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu, kata Rukman, tim investigasi bekerja dengan cepat dan berupaya mencapai hasil sebaik-baiknya, selengkap-lengkapnya, dan transparan.
Sabtu lalu, Jenderal Edhie Pramono sendiri telah menjamin akan menindak anggotanya jika terlibat dalam penyerangan Lapas Cebongan. "Intinya, yang salah saya hukum, yang benar saya bela," kata Edhie Pramono di Mabes TNI AD.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengapresiasi tim investigasi TNI yang berhasil mengungkap kasus penyerangan Lapas Cebongan ini. "Apresiasi yang tinggi kepada KSAD dan tim investigasi yang telah bergerak cepat sesuai instruksi Presiden melalui Panglima TNI dan Kapolri," kata Djoko.
Menurut Djoko, ini baru babak awal dari jawaban atas kasus yang menewaskan empat tahanan itu. "Harus terus dilakukan penyidikan-penyidikan yang lebih tajam sebelum diajukan ke Mahkamah Militer," ujar dia. (kd)
Unggul menuturkan, belasan prajurit Kopassus mendengar informasi mengenai pembunuhan itu secara tidak sengaja dari warga. "Informasi ini didapatkan secara tak sengaja. Di jalan, mereka dengar dari orang. Karena itu mereka lalu bergerak ke Lapas Cebongan. Jadi, tidak ada info yang disampaikan resmi. Ini secara kebetulan," tuturnya.
Belasan prajurit ini pun naik pitam. "Karena jiwa korsa, mereka bereaksi dan mengajak teman mereka yang berjumlah 11 orang. Ini karena jiwa korsa yang tinggi, apalagi proses penganiayaan begitu sadis, brutal dan biadab," kata Unggul. "Namun, penerapan jiwa korsa tersebut adalah penerapan yang tidak tepat."
Tim bergerak dengan menggunakan dua unit mobil, Toyota Avanza biru dan Suzuki APV warna hitam. Sementara itu, dua prajurit yang menggunakan kendraan Daihatsu Feroza tidak dapat mencegah tindakan penembakan itu.
"Dua orang menggunakan kendaraan Daihatsu Feroza berusaha mencegah tindakan rekan-rekannya tersebut. Dari 11 orang tersebut terdapat tiga orang dari daerah latihan Gunung Lawu," kata Unggul. "Serangan tersebut menggunakan enam pucuk senjata, terdiri dari tiga pucuk jenis AK-47 yang dibawa dari daerah latihan, dua pucuk AK-47 replika dan satu pucuk pistol Sig Sauer replika."
Setelah membunuh keempat preman itu, mereka membawa kabur kamera CCTV beserta rekamannya. "Mereka mengakui barang bukti yang dibawa sudah dimusnahkan dan dibuang ke Sungai Bengawan Solo," kata Unggul di Media Center Dinas Penerangan Angkatan Darat, Jakarta, Kamis 4 April 2013.
Unggul lantas menanyakan dengan cara apa mereka memusnahkannya. "Mereka jawab dibakar sebagian," ujarnya.
Salah dihukum, benar dibela
Tim Investigasi ini dibentuk KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo pada 29 Maret 2013 lalu. Sejak dibentuknya tim, kata Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad, para pelaku sudah mengakui perbuatan mereka.
Dia menegaskan TNI AD akan menjunjung tinggi proses penegakan hukum terhadap siapapun pelaku penyerangan Lapas Cebongan. "Sehubungan dengan ini, TNI AD telah membuktikan jaminan penegakan hukum bagi prajurit yang bersalah," kata Rukman yang bicara di jumpa pers bersama Unggul.
Bercermin pada kasus pembakaran Mapolres Ogan Komering Ulu, kata Rukman, tim investigasi bekerja dengan cepat dan berupaya mencapai hasil sebaik-baiknya, selengkap-lengkapnya, dan transparan.
Sabtu lalu, Jenderal Edhie Pramono sendiri telah menjamin akan menindak anggotanya jika terlibat dalam penyerangan Lapas Cebongan. "Intinya, yang salah saya hukum, yang benar saya bela," kata Edhie Pramono di Mabes TNI AD.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto mengapresiasi tim investigasi TNI yang berhasil mengungkap kasus penyerangan Lapas Cebongan ini. "Apresiasi yang tinggi kepada KSAD dan tim investigasi yang telah bergerak cepat sesuai instruksi Presiden melalui Panglima TNI dan Kapolri," kata Djoko.
Menurut Djoko, ini baru babak awal dari jawaban atas kasus yang menewaskan empat tahanan itu. "Harus terus dilakukan penyidikan-penyidikan yang lebih tajam sebelum diajukan ke Mahkamah Militer," ujar dia. (kd)
POLITIK
"Hanya Aparat TNI yang Berani Membalas Aksi Preman"
Aksi para preman sudah sangat meresahkan warga. Harus diberantas.
ddd
Jum'at, 5 April 2013, 09:36
Anggi Kusumadewi, Nila Chrisna Yulika
(ANTARA/Sigid Kurniawan)
VIVAnews – Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Thohari,
meminta penyerangan Lapas Cebongan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,
menjadi momentum bagi aparat hukum untuk memberantas premanisme.
Bagaimanapun, ujarnya, penyerbuan Lapas Cebongan ini berawal dari
terbunuhnya anggota Kopassus oleh preman. Dan di mana-mana ulah para
preman itu sudah sangat meresahkan warga. Menjadi tugas negara
menertibkan para preman ini.
“Maka ini harus dijadikan momentum yang sangat berharga untuk
memberantas premanisme sampai ke akar-akarnya,” kata Hajriyanto, Jumat 5
April 2013.
Aparat keamanan dan penegak hukum harus segera mengambil
langkah-langkah konkret untuk menyikat habis premanisme di negeri ini.
“Sudah bukan rahasia lagi bahwa rakyat di berbagai tempat mengalami
keresahan atas maraknya premanisme. Rakyat tidak berani membalas para
preman, dan terbukti hanya aparat TNI yang memiliki keberanian untuk
membalas aksi-aksi para preman,” ujar Hajriyanto.
Sayangnya, pembalasan terhadap tewasnya anggota TNI tersebut
dilakukan dengan perbuatan melawan hukum. “Meskipun ada semangat korps,
tapi hukum harus ditegakkan sesuai prinsip eqality before the law.
Kini rakyat menunggu langkah selanjutnya, baik dari internal TNI AD
maupun langkah hukum oleh para penegak hukum,” ujar politisi Golkar itu.
Hajriyanto mengapresiasi Tim Pencari Fakta TNI AD atas pengungkapan
oknum Kopassus sebagai pelaku penyerangan dan pembunuhan terhadap empat
tahanan di Lapas Cebongan. “Apalagi temuan ini dipublikasikan secara
terbuka. Ini membuktikan bahwa TNI AD berjiwa kesatria, tidak mau
menutupi fakta, dan inilah yang dikehendaki masyarakat,” ujar dia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya memberikan arahan
khusus kepada Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk bertindak tegas
menyingkirkan premanisme dan semua bentuk organisasi kriminal.
“Jalan-jalan dan tempat-tempat umum harus bersih dari semua bentuk
premanisme yang mengancam harta benda dan nyawa. Warga harus merasa aman
di manapun dan di semua waktu, siang dan malam,” kata Presiden SBY
melalui Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel
Sparringa.
Polri Serahkan Hasil Penyelidikan dan Bukti Kasus Cebongan ke TNI
Polisi tidak akan ikut campur lagi soal proses hukum atas kasus itu
ddd
Jum'at, 5 April 2013, 10:44
Suryanta Bakti Susila, Nur Eka Sukmawati
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/402798-polri-serahkan-hasil-penyelidikan-dan-bukti-kasus-cebongan-ke-tni
(ANTARA/Sigid Kurniawan)
VIVAnews -
Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengungkapkan bahwa pihaknya menyerahkan proses hukum kasus penyerangan Penjara Cebongan kepada TNI. Ini termasuk segera melimpahkan seluruh barang bukti kepada TNI, yang kemarin menyatakan penyerangan yang menewaskan empat napi itu dilakukan "oknum" dari Grup II Korps Pasukan Khusus (Kopassus).
Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengungkapkan bahwa pihaknya menyerahkan proses hukum kasus penyerangan Penjara Cebongan kepada TNI. Ini termasuk segera melimpahkan seluruh barang bukti kepada TNI, yang kemarin menyatakan penyerangan yang menewaskan empat napi itu dilakukan "oknum" dari Grup II Korps Pasukan Khusus (Kopassus).
"Barang bukti yang ada pada kami nanti akan kami serahkan untuk
proses lebih lanjut. Kami akan serahkan barang bukti terkait dengan
hasil labolatorium forensik ke penyidik militer," kata Timur usai
menghadiri pengambilan sumpah ketua MK di gedung MK, Jakarta, Jumat, 5
April 2013.
Timur menegaskan pihaknya tidak akan ikut campur mengenai proses
hukum tersebut. "Semua berlangsung sesuai ketentuan yang berlaku. Semua
kaitan dengan saksi-saksi, kita akan limpahkan semua," kata Timur.
Kemarin, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
mengumumkan pelaku penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, adalah 11 personel Komando Pasukan Khusus.
Penyerbuan para personel ke Cebongan itu menewaskan empat tahanan
tersangka pembunuhan prajurit TNI AD Sersan Kepala, Heru Santoso.
Insiden tersebut juga melukai beberapa sipir penjara.
Tim Investigasi TNI-AD dibentuk KSAD, Jenderal Pramono Edhie
Wibowo, pada 29 Maret 2013 lalu. Sejak dibentuknya tim, kata Kepala
Dinas Penerangan TNI AD Brigjen Rukman Ahmad, para pelaku sudah mengakui
perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar