Tiga Alasan Umar bin Khattab menyingkirkan Imam Ali AS dari kekhalifahan
Posted on Januari 21, 2012 by syiahali
http://syiahali.wordpress.com/2012/01/21/tiga-alasan-umar-bin-khattab-menyingkirkan-imam-ali-as-dari-kekhalifahan/#comment-22266
http://syiahali.wordpress.com/2012/01/21/tiga-alasan-umar-bin-khattab-menyingkirkan-imam-ali-as-dari-kekhalifahan/#comment-22266
Baiat Ali as kepada para khalifah sebelumnya
Penjagaan Nabi SAW dan Imam Ali AS atas keberlanjutan AGAMA iSLAM
adalah lebih penting daripada beliau menjaga para sahabat nya. Lagipula
proyek pengkaderan telah menghasilkan tokoh tokoh revolusioner yang
tangguh seperti Salman Al Farisi, Abu Dzar Al Ghifari, Ammar bin Yasir,
Miqdad dll
Pertama: Imam Ali As, sejumlah sahabatnya dan sebagian sahabat
Rasulullah Saw pada mulanya tidak memberikan baiat kepada Abu Bakar dan
tatkala memberikan baiat hal itu dilakukan semata-mata untuk menjaga
Islam dan kemaslahatan pemerintahan Islam.
Kedua, seluruh problema yang ada tidak dapat diselesaikan dengan
pedang dan keberanian. Tidak setiap saat otot dan kekuatan fisik harus
digunakan. Manusia bijak dan cendekia memecahkan setiap persoalan dengan
perantara media-media tertentu.
Ketiga, apabila Imam Ali As memberikan baiat kepada beberapa orang
tertentu lantaran kemaslahatan yang bernilai seperti menjaga agama Tuhan
dan segala jerih payah Rasulullah Saw maka hal itu tidak bermakna bahwa
beliau lebih menguatirkan kekuasaan mereka ketimbang jiwanya atau
mereka lebih memiliki kemampuan dan kekuasaan dalam masalah kepemimpinan
dan leadership umat Islam.
Keempat, yang dapat disimpulkan dari sejarah dan tuturan Imam Ali
bahwa beliau berulang kali menyampaikan protes terhadap situasi dan
kondisi di masa tiga khalifah namun upaya maksimal beliau dikerahkan
untuk menjaga dan menguatkan pemerintahan Islam di hadapan
musuh-musuhnya.
Dengan menyimak sejarah masa awal-awal kemunculan Islam maka menjadi jelas bahwa
Pertama, Rasulullah Saw belum lagi dikebumikan
orang-orang berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah dan sebagian orang
memberikan baiat kepada orang selain Ali As sementara Ali As sedang
sibuk mengurus pemakaman Rasulullah Saw, mengafani dan mengebumikan
Rasulullah Saw.[1]
Sebagaian kecil sahabat beserta pemuka kabilah seperti Abbas bin
Abdul Muththalib, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Khalid bin Sa’id,
Miqdad bin Amr, Salman Parsi, Abu Dzar Ghiffari, Ammar bin Yasir, Bara’a
bin ‘Azib, Ubay bin Ka’ab tidak memberikan baiat kepada segelintir
orang yang berkumpul di Saqifah dan berpihak pada Imam Ali As.[2]
Sesuai dengan nukilan lugas dari Ahmad bin Hanbal dalam Musnad 1/55 dan Thabari 2/466 sebagian orang ini berkumpul di rumah Fatimah Zahra As dan menolak memberikan baiat kepada Abu Bakar.[3]
Disebutkan dalam kitab sejarah bahwa Baginda Ali As dalam menjawab
mereka yang berkumpul di rumahnya dan permintaan mereka untuk memberikan
baiat kepadanya, “Besok pagi datanglah (kemari) dan cukurlah rambut
kalian!” Akan tetapi keesokan harinya hanya sedikit orang yang datang.[4]
Demikian juga dalam sejarah diriwayatkan bahwa Ali As tidak
memberikan baiat selama Fatimah Zahra masih hidup namun tatkala melihat
orang-orang mengabaikannya maka beliau terpaksa berdamai dengan Abu
Bakar.[5]
Karena itu, Imam Ali As dan sebagian sahabatnya demikian juga
sebagian sahabat Rasulullah Saw mula-mula dan hingga masa tertentu pasca
wafatnya Rasulullah Saw tidak memberikan baiat kepada Abu Bakar dan
tatkala mereka memberikan baiat hal itu dilakukan untuk kemaslahatan dan
keselamatan pemerintahan Islam.
Beladzuri dalam menjelaskan sebab mengapa Imam Ali memberikan baiat
berkata, “Pasca wafatnya Rasulullah Saw dimana sebagian suku Arab telah
murtad, Usman datang ke hadapan Ali dan berkata, “Wahai Putra Paman!
Selama Anda tidak memberikan baiat tiada seorang pun yang akan pergi
berperang melawan musuh.” Usman senantiasa membicarakan hal ini dengan
Ali hingga pada akhirnya Baginda Ali As memberikan baiat kepada Abu
Bakar.”[6]
Akan tetapi Baginda Ali As sendiri senantiasa menyampaikan keluhan
dan protes (terhadap proses perampasan khilafah ini) pada masa Abu Bakar
dan setelahnya.
Terkait dengan hal ini, Imam Ali As bersabda, “Ketahuilah! Demi Allah
putra Abu Quhafah (Abu Bakar) membusanai dirinya dengan (kekhalifahan)
itu, padahal ia tahu pasti bahwa kedudukanku sehubungan dengan itu
adalah sama dengan kedudukan poros pada penggiling. Air bah mengalir
(menjauh) dariku dan burung tak dapat terbang sampai kepadaku. Aku
memasang tabir terhadap kekhalifahan dan melepaskan diri darinya.
Kemudian aku mulai berpikir, apakah aku harus menyerang ataukah
menanggung dengan tenang kegelapan membutakan dan azab, dimana orang
dewasa menjadi lemah dan orang muda menjadi tua, dan orang mukmin yang
sesungguhnya hidup di bawah tekanan sampai ia menemui Allah (saat
matinya). Aku dapati bahwa kesabaran atasnya lebih bijaksana. Maka aku
mengambil kesabaran, walaupun ia menusuk di mata dan mencekik di
kerongkongan.”[7]
Adapun terkait mengapa Imam Ali As dengan keberanian yang dimilikinya
namun tidak angkat senjata? Maka jawabannya adalah bahwa seluruh
problema yang terjadi tidak dapat diselesaikan dengan pedang dan perang.
Tidak setiap saat otot dan kekerasan fisik harus digunakan. Manusia
bijak dan cendekia memecahkan setiap persoalan dengan media-media
tertentu. Memiliki kekuasaan dan kemampuan serta keberaninan di medan
perang sekali-kali tidak dapat menjadi dalih untuk melakukan pelbagai
perbuatan yang tidak mendatangkan kemasalahatan.
Sebagaimana Nabi Harun As tatkala melihat kaum Musa berpaling menjadi
penyembah sapi meski beliau adalah seorang elokuen (fasih) dan
merupakan washi (penyampai wasiat) Nabi Musa As akan tetapi
beliau tidak melakukan apa pun kecuali menyampaikan kebenaran dan
peringatan kepada mereka. Al-Qur’an menandaskan tuturan Harun sebagai
jawaban dari protes keras Nabi Musa As atas sikapnya yang berdiam diri
tidak mencegah penyembahan sapi Bani Israil, “Harun menjawab, “Hai
putra ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku;
sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku), “Kamu
telah memecah antara Bani Isra’il dan kamu tidak memelihara amanahku.” (Qs. Thaha [20]:94)
Ihwal Nabi Ibrahim, al-Qur’an memberitakan bahwa Nabi Ibrahim menjauhkan diri dari penyembah berhala, “Maka ketika Ibrahim sudah menjauhkan diri dari mereka” (Qs. Maryam [19]:49) Demikian juga terkait dengan tindakan para pemuda Ashabul Kahf yang menarik diri dari kaum zalim, “(Kami
berkata kepada mereka), “Apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang
mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua
itu, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu dan
menghamparkan ketenangan bagimu dalam urusan kamu ini.” (Qs.
Al-Kahf [18]:16) Apakah benar kita memandang mereka dalam proses
toleransi dan menahan diri ini atau takut atau pengkhianat? Padahal
dalam kondisi seperti ini jalan toleransi dan menahan diri merupakan
jalan terbaik.
Apabila Imam Ali As memberikan baiat kepada sebagian orang karena
kemaslahatan seperti menjaga agama Tuhan dan hasil kerja keras
Rasulullah Saw hal ini tidak bermakna bahwa beliau takut dari kekuatan
dan kekuasaan mereka atau lebih kurang kekuasaan dan kekuatannya dalam
masalah kepemimpinan umat Islam dimana apabila kepemimpinan diserahkan
kepadanya maka pada masa-masa tersebut kekuasaan kepemimpinannya dapat
dibuktikan.
Baginda Ali As menjelaskan mengapa dirinya tidak angkat senjata. Hal
itu disebabkan karena beliau sendiri, sebagaimana yang dijelaskan, “Saya
melihat dan mendapatkan bahwa tidak ada pendukung bagi aku kecuali
keluarga saya; maka aku hindarkan mereka dari terjerumus ke dalam
kematian. Aku terus menutup mata saya walaupun kelilipan. Aku minum
walaupun kerongkongan terteguk. Aku bersabar walaupun susah bernapas dan
walaupun harus menelan jadam sebagai makanan.”[8]
Penjagaan Nabi SAW dan Imam Ali AS atas keberlanjutan AGAMA iSLAM
adalah lebih penting daripada beliau menjaga para sahabat nya. Lagipula
proyek pengkaderan telah menghasilkan tokoh tokoh revolusioner yang
tangguh seperti Salman Al Farisi, Abu Dzar Al Ghifari, Ammar bin Yasir,
Miqdad dll
Pada kesempatan lain, Baginda Ali menjelaskan alasannya mengapa tidak
angkat senjata sedemikian, “Apabila aku katakan maka mereka akan
menyebut aku serakah akan kekuasaan, tetapi apabila aku berdiam diri
mereka akan mengatakan bahwa aku takut mati. Sungguh sayang, setelah
segala pasang surut (yang saya alami)! Demi Allah, putra Abu Thalib
lebih akrab dengan kematian daripada seorang bayi dengan dada ibunya. “[9]
Kesimpulannya bahwa alasan mengapa Baginda Ali As memberikan baiat
kepada para khalifah hal itu bukan lantaran takut (karena semua orang,
kawan dan lawan tahu tentang keberaniaan tiada tara yang dimiliki
Baginda Ali As) melainkan kurangnya pendukung di jalan kebenaran dan
juga didorong oleh kemaslahatan untuk menjaga kesatuan, keutuhan dan
kemaslahatan Islam.
Sebuah tindakan yang dilakukan oleh setiap pemimpin sejati bahkan
Rasulullah Saw sendiri, dimana lantaran kurangnya pendukung dan untuk
menjaga pendukung yang sedikit itu dan menjaga kemaslahatan Islam,
terpaksa menarik diri dari kaumnya dan berhijrah ke Madinah hingga
beliau mendapatkan banyak pengikut yang berujung pada peristiwa Fathu
Makkah. Atau pada masa lainnya, Rasulullah Saw terpaksa memilih berdamai
dengan orang-orang Musyrik. Apakah tindakan seperti ini dapat disebut
sebagai tindakan pengecut bahwa apabila Rasulullah Saw memandang dirinya
sebagai Rasululullah lantas mengapa berdamai dengan orang-orang
musyrik? Dimana apabila beliau tidak memiliki kekuataan yang dapat
menandingi lantas ia tidak memiliki kelayakan untuk menjabat sebagai
seorang nabi dan pemimpin?!
Karena itu, Baginda Ali As, meski beliau adalah khalifah Rasulullah
Saw, lebih memilih bersabar dan menahan diri. Hal itu didorong oleh
keinginan yang luhur untuk menjaga kemaslahatan masyarakat Islam. Karena
beliau dengan baik memahami bahwa bukan tempatnya untuk angkat senjata,
menghunus pedang dan memamerkan keberanian dan adu otot di jalan Allah.
Akan tetapi kondisi masyarakat Islam pasca wafatnya Rasulullah menuntut
kesabaran lebih tinggi nilainya ketimbang keberanian. Beliau mengetahui
bahwa dalam kondisi seperti ini bahwa menghunus pedang akan lebih
banyak dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melenyapkan dan
mencerabut Islam hingga ke akar-akarnya. Karena itu, kemaslahatan
pribadi dikorbankan untuk kemaslahatan yang lebih penting yaitu asas
Islam. [IQuest]
[1]. Kanz al-‘Ummâl, 5/652.
[2]. Suyuthi, Târikh al-Khulâfah, hal. 62, Dar al-Fikr, Libanon. Târikh Ya’qubi, 124/125-2. Thabari, Târikh al-Umam wa al-Muluk, jil. 2, hal. 443, Istiqamat, Kairo. Musnad Ahmad, jil. 3, hal. 165, Dar al-Shadir.
[3]. Ibid.
[4]. Ma’âlim al-Madrasatain, Allamah ‘Askari, jil. 1, hal. 162.
[5]. Thabari, Târikh al-Umam wa al-Muluk, 2/448, Istiqamat, Kairo.
wahai pembaca ..
[6]. Ansab al-Asyrâf, 1/587.
[7]. Nahj al-Balâgha, Khutbah 3, hal. 45.
[8]. Nahj al-Balâgha, Khutbah 36, hal. 73.
[9]. Nahj al-Balâgha, Khutbah 5, hal. 51.
Mayoritas sahabat Nabi SAW yang wafat ketika Muhammad SAW masih hidup insya Allah akan masuk surga menurut syi’ah
.
Perang yang terjadi pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi atas ghazwah (gazwah) dan sariyah (sariyyah). Ghazwah adalah perang yang dipimpin oleh Nabi SAW, sedangkan sariyah adalah perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunjukan Nabi SAW. Para
ahli sejarah Islam berbeda pendapat tentang jumlah ghazwah dan sariyah.
Ada beberapa ghazwah dan sariyah dalam sejarah Islam, antara lain
sebagai berikut :
Ghazwah | Sariyah | |||
al-Asyirah | 2 H | Abdullah bin Jahsy | 2 H | |
Badar | 2 H | Abdullah bin Unais | 3 H | |
Bahran | 3 H | Abdurrahman bin Auf | 6 H | |
Bani Lihyan | 6 H | Abu Auja’ | 7 H | |
Bani Mustaliq | 6 H | Abu Bakar | 7 H | |
Bani Qainuqa | 2 H | Abu Salam | 3 H | |
Banu Quraizah | 5 H | Abu Ubaidah bin Jarrah | 6 H | |
Bani Sulaim | 3 H | Ali bin Abi Thalib | 10 H | |
Buwat | 2 H | Bani Asad | 4 H | |
Daumat al-Jandal | 4 H | Basyir bin Sa’ad al-Ansari | 7 H | |
Fath al-Makkah | 6 H | Bi’ru Ma’unah | 6 H | |
al-Gabah | 6 H | Ghalib bin Abdullah al-Laisi | 7 H | |
Hamra’ al-Asad | 3 H | Hamzah bin Abdul Muthalib | 1 H | |
Hunain | 8 H | Hasma | 6 H | |
Khaibar | 7 H | Ijla’ Bani Nadir | 4 H | |
Khandaq | 5 H | Ka’b bin Umair al-Gifari | 8 H | |
al-Kidr | 3 H | Muhammad bin Maslamah | 6 H | |
Mu’tah | 8 H | Qirdah | 3 H | |
Safwan | 2 H | Raji’ | 4 H | |
Sawiq | 2 H | Sa’d bin Abi Waqqas | 1 H | |
Tabuk | 9 H | Ubaidah bin Haris | 1 H | |
Ta’if | 8 H | Ukasyah | 6 H | |
Uhud | 3 H | Umar Bin Khattab | 7 H | |
Widan | 2 H | Zaid bin Haritsah | 6 H | |
Zat ar-Riqa’ | 3 H | Zat ar-Riqa’ | 4 H | |
Zi Amr | 3 H |
Perang Badar (17 Ramadan 2 H)
Perang Badar terjadi di Lembah Badar, 125 km selatan Madinah. Perang
Badar merupakan puncak pertikaian antara kaum muslim Madinah dan
musyrikin Quraisy Mekah. Peperangan ini disebabkan oleh tindakan
pengusiran dan perampasan harta kaum muslim yang dilakukan oleh
musyrikin Quraisy. Selanjutnya kaum Quraisy terus menerus berupaya
menghancurkan kaum muslim agar perniagaan dan sesembahan mereka
terjamin. Dalam peperangan ini kaum muslim memenangkan pertempuran
dengan gemilang. Tiga tokoh Quraisy yang terlibat dalam Perang Badar
adalah Utbah bin Rabi’ah, al-Walid dan Syaibah. Ketiganya tewas di
tangan tokoh muslim seperti Ali bin Abi Thalib. Ubaidah bin Haris dan
Hamzah bin Abdul Muthalib. adapun di pihak muslim Ubaidah bin Haris
meninggal karena terluka.
Perang Uhud (Syakban 3 H)
Perang Uhud terjadi di Bukit Uhud. Perang Uhud dilatarbelakangi
kekalahan kaum Quraisy pada Perang Badar sehingga timbul keinginan untuk
membalas dendam kepada kaum muslim. Pasukan Quraisy yang dipimpin
Khalid bin Walid mendapat bantuan dari kabilah Saqib, Tihamah, dan
Kinanah. Nabi Muhammad SAW segera mengadakan musyawarah untuk mencari
strategi perang yang tepat dalam menghadapi musuh. Kaum Quraisy akan
disongsong di luar Madinah. Akan tetapi, Abdullah bin Ubay membelot dan
membawa 300 orang Yahudi kembali pulang. Dengan membawa 700 orang yang
tersisa, Nabi SAW melanjutkan perjalanan sampai ke Bukit Uhud. Perang
Uhud dimulai dengan perang tanding yang dimenangkan tentara Islam tetapi
kemenangan tersebut digagalkan oleh godaan harta, yakni prajurit Islam
sibut memungut harta rampasan. Pasukan Khalid bin Walid memanfaatkan
keadaan ini dan menyerang balik tentara Islam. Tentara Islam menjadi
terjepit dan porak-poranda, sedangkan Nabi SAW sendiri terkena serangan
musuh. Pasukan Quraisy kemudian mengakhiri pertempuran setelah mengira
Nabi SAW terbunuh. Dalam perang ini, Hamzah bin Abdul Muthalib (paman
Nabi SAW) meninggal terbunuh.
Perang Khandaq (Syawal 5 H)
Lokasi Perang Khandaq adalah di sekitar kota Madinah bagian utara.
Perang ini juga dikenal sebagai Perang Ahzab (Perang Gabungan). Perang
Khandaq melibatkan kabilah Arab dan Yahudi yang tidak senang kepada Nabi
Muhammad SAW. Mereka bekerjasama melawan Nabi SAW. Di samping itu,
orang Yahudi juga mencari dukungan kabilah Gatafan yang terdiri dari
Qais Ailan, Bani Fazara, Asyja’, Bani Sulaim, Bani Sa’ad dan Ka’ab bin
Asad. Usaha pemimpin Yahudi, Huyay bin Akhtab, membuahkan hasil.
Pasukannya berangkat ke Madinah untuk menyerang kaum muslim. Berita
penyerangan itu didengar oleh Nabi Muhammad SAW. Kaum muslim segera
menyiapkan strategi perang yang tepat untuk menghasapo pasukan musuh.
Salman al-Farisi, sahabat Nabi SAW yang mempunyai banyak pengalaman
tentang seluk beluk perang, mengusulkan untuk membangun sistem
pertahanan parit (Khandaq). Ia menyarankan agar menggali parit di
perbatasan kota Madinah, dengan demikian gerakan pasukman musuh akan
terhambat oleh parit tersebut. Usaha ini ternyata berhasil menghambat
pasukan musuh.
Perang Khaibar (7 H)
Lokasi perang ini adalah di daerah Khaibar. Perang Khaibar merupakan
perang untuk menaklukkan Yahudi. Masyarakat Yahudi Khaibar paling sering
mengancam pihak Madinah melalui persekutuan Quraisy atau Gatafan.
Pasukan muslimin yang dipimpin Nabi Muhammad SAW menyerang benteng
pertahanan Yahudi di Khaibar. Pasukan muslim mengepung dan memutuskan
aliran air ke benteng Yahudi. Taktik itu ternyata berhasil dan akhirnya
pasukan muslim memenangkan pertempuran serta menguasai daerah Khaibar.
Pihak Yahudi meminta Nabi SAW untuk tidak mengusir mereka dari Khaibar.
Sebagai imbalannya, mereka berjanji tidak lagi memusuhi Madinah dan
menyerahkan hasil panen kepada kaum muslim.
Perang Mu’tah (8 H)
Perang ini terjadi karena Haris al-Ghassani raja Hirah, menolak
penyampaian wahyu dan ajakan masuk Islam yang dilakukan Nabi Muhammad
SAW. Penolakan ini disampaikan dengan cara membunuh utusan Nabi SAW.
Nabi SAW kemudian mengirimkan pasukan perang di bawah pimpinan Zaid bin
Harisah. Perang ini dinamakan Perang Mu’tah karena terjadi di desa
Mu’tah, bagian utara Semenanjung Arabia. Pihak pasukan muslim mendapat
kesulitan menghadapi pasukan al-Ghassani yang dibantu pasukan Kekaisaran
Romawi. Beberapa sahabat gugur dalam pertempuran tersebut, antara lain
Zaid bin Harisah sendiri. Akhirnya Khalid bin Walid mengambil alih
komando dan menarik pasukan muslim kembali ke Madinah. Kemampuan Khalin
bin Walid menarik pasukan muslimin dari kepungan musuh membuat kagum
masyarakat wilayah tersebut. Banyak kabilah Nejd, Sulaim, Asyja’,
Gatafan, Abs, Zubyan dan Fazara masuk Islam karena melihat keberhasilan
dakwah Islam.
Penaklukan Kota Mekah/Fath al-Makkah (8 H)
Fath al-Makkah terjadi di sekitar kota Mekah. Latar belakang
peristiwa ini adalah adanya anggapan kaum Quraisy bahwa kekuatan kaum
muslim telah hancur akibat kalah perang di Mu’tah. Kaum Quraisy
beranggapan Perjanjian Hudaibiyah (6 H) tidak penting lagi, maka mereka
mengingkarinya dan menyerang Bani Khuza’ah yang berada dibawa
perlindungan kaum muslim. Nabi Muhammad SAW segera memerintahkan pasukan
muslimin untuk menghukum kaum Quraisy. Pasukan muslimin tidak mendapat
perlawanan yang berarti, kecuali dari kaum Quraisy yang dipimpin Ikrimah
dan Safwan. Berhala di kota Mekah dihancurkan dan akhirnya banyak kaum
Quraisy masuk Islam.
Perang Hunain ( 8 Safar 8 H)
Perang Hunain berlangsung antara kaum muslim melawan kaum Quraisy
yang terdiri dari Bani Hawazin, Bani Saqif, Bani Nasr dan Bani Jusyam.
Perang ini terjadi di Lembah Hunain, sekitar 70 km dari Mekah. Perang
Hunain merupakan balas dendam kaum Quraisy karena peristiwa Fath
al-Makkah. Pada awalnya pasukan musuh berhasil mengacaubalaukan pasukan
Islam sehingga banyak pasukan Islam yang gugur. Nabi SAW kemudian
menyemangati pasukannya dan memimpin langsung peperangan. Pasukan muslim
akhirnya dapat memenangkan pertempuran tersebut.
Perang Ta’if (8 H)
Pasukan muslim mengejar sisa pasukan Quraisy, yang melarikan diri
dari Hunain, sampai di kota Ta’if. Pasukan Quraisy bersembunyi dalam
benteng kota yang kokoh sehingga pasukan muslimin tidak dapat menembus
benteng. Nabi Muhammad SAW mengubah taktik perangnya dengan memblokade
seluruh wilayah Ta’if. Pasukan muslimin kemudian membakar ladang anggur
yang merupakan sumber daya alam utama penduduk Ta’if. Penduduk Ta’if
pada akhirnya menyerah dan menyatakan bergabung dengan pasukan Islam.
Perang Tabuk (9 H)
Lokasi perang ini adalah kota Tabuk, perbatasan antara Semenanjung
Arabia dan Syam (Suriah). Adanya peristiwa penaklukan kota Mekah membuat
seluruh Semenanjung Arabia berada di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad
SAW. Melihat kenyataan itu, Heraklius, penguasa Romawi Timur, menyusun
pasukan besar untuk menyerang kaum muslim. Pasukan muslimin kemudian
menyiapkan diri dengan menghimpun kekuatan yang besar karena pada masa
itu banyak pahlawan Islam yang menyediakan diri untuk berperang bersama
Nabi SAW. Pasukan Romawi mundur menarik diri setelah melihat besarnya
jumlah pasukan Islam. Nabi SAW tidak melakukan pengejaran tetapi
berkemah di Tabuk. Di sini Nabi SAW membuat perjanjian dengan penduduk
setempat sehingga daerah perbatasan tersebut dapat dirangkul dalam
barisan Islam.
Perang Widan (12 Rabiulawal 2 H)
Perang ini terjadi di Widan, sebuah desa antara Mekah dan Madinah.
Rasulullah SAW memimpin pasukan muslimin menghadang kafilah Quraisy.
Pertempuran fisik tidak terjadi karena kafilah Quraisy lewat di daerah
tersebut. Rasulullah SAW selanjutnya mengadakan perjanjian kerjasama
dengan Bani Damrah yang tinggal di rute perdagangan kafilah Quraisy di
Widan. Kesepakatan tersebut berisi kesanggupan Bani Damrah untuk
membantu kaum muslim apabila dibutuhkan.
Sariyah Hamzah bin Abdul Muthalib (Ramadhan 1 H)
Perang ini merupakan sariyah pertama yang terjadi dalam sejarah
Islam. Sariyah ini berlangsung di dataran rendah al-Bahr, tidak jauh
dari kota Madinah. Perang ini melibatkan 30 orang muslimin dan 300 orang
Quraisy. Pasukan muslimin dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib, sedangkan
pasukan Quraisy dipimpin Abu Jahal bin Hisyam. Perang ini tidak
menimbulkan korban karena segera dilerai Majdi bin Amr.
Sariyah Ubaidah bin Haris (Syawal 1 H)
Sariyah ini berlangsung di al-Abwa’, desa antara Mekah dan Madinah.
Kaum muslim berjumlah 80 orang, sedangkan kaum Quraisy berjumlah sekiyat
200 orang. Kaum muslim (semuanya Muhajirin) dipimpin Ubaidah bin Haris,
sedangkan kaum Quraisy dipimpin Abu Sa’ad bin Abi Waqqas sempat
melepaskan anak panahnya. Peristiwa tersebut menandai lepasnya anak
panah pertama dalam sejarah perang Islam.
Sariyah Abdullah bin Jahsy (Rajab 2 H)
Perang ini dipimpin Abdullah bin Jahsy, sedangkan kaum Quraisy
dipimpin Amr bin Hazrami. Perang ini terjadi di Nakhlah, antara Ta’if
dan Mekah. Kaum muslim berhasil membunuh Amr bin Hazrami dan menahan dua
orang Quraisy sebagai tawanan perang. Kaum muslim juga memperoleh harta
rampasan perang dan membawanya ke hadapan Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW
menyatakan bahwa beliau tidak pernah menyuruh mereka berperang karena
pada bulan Rajab diharamkan untuk membunuh atau melakukan peperangan.
Peristiwa tersebut kemudian digunakan oleh kaum Quraist untuk memfitnah
dengan mengatakan kaum muslim melanggar bulan suci. Pada saat itu turun
firman Allah SWT surah al-Baqarah (2) ayat 217 yang menjelaskan tentang
ketentuan berperang pada bulan Haram (bulan Rajab)
Sariyah Qirdah (Jumadilakhir 3 H)
Sariyah Qirdah berlangsung di sumur Qirdah, suatu tempat di Nejd
(Arab Saudi). Kaum muslim berjumlah 100 orang penunggang kuda, dipimpin
oleh Zaid bin Harisah. Sariyah Qirdah bertujuan untuk menghadang kafilah
Quraisy dari Mekah. Perang ini berhasil dimenangkan kaum muslim dengan
menyita harta kaum Quraisy. Harta tersebut kemudian dijadikan ganimah
(harta rampasan perang), yang merupakan ganimah pertama dalam sejarah
perang Islam. Sebagian orang musyrik yang tidak melarikan diri
selanjutnya dibawa ke Madinah dan akhirnya menyatakan diri masuk Islam.
Sariyah Bani Asad (4 H)
Sariyah ini berlangsung di Gunung Bani Asad, di sebelah timur
Madinah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kaum muslim untuk menghadang
Bani Asad yang berencana untuk menyerang Madinah. Nabi SAW menganjurkan
agar pasukan muslim berjalan pada malam hari dengan menempuh jalan yang
tidak biasa dilalui orang. Pasukan muslim yang dipimpin Abu Salam
al-Makhzum dan terdiri dari 150 orang berhasil menyergap musuh. Mereka
juga mendapatkan ganimah (harta rampasan perang) dari pihak Bani Asad.
Sariyah Raji (Safar 4 H)
Sariyah ini berlangsung di Raji’, yakni suatu daerah yang terletak di
antara Mekah dan ‘Asfan dan melibatkan pasukan muslimin melawan pasukan
Bani Huzail. Perang ini dilatarbelakangi oleh rencana pemimpin Bani
Huzail, Khalid bin Sufyan bin Nubaih al-Huzali,untuk menyerang Madinah.
Nabi Muhammad SAW memerintahkan Abdullah bin Unais meneliti kebenaran
rencana tersebut. Abdullah kemudian membunuh Khalid dan melaporkan
kejadian itu kepada Nabi Muhammad SAW. Bani Lihyan, cabang Bani Huzail
merencanakan balas dendam atas terbunuhnya Khalid. Mereka meminta agar
Nabi Muhammad SAW mengirimkan beberapa sahabat untuk memberi pelajaran
agama Islam kepada mereka.Nabi Muhammad SAW mengabulkan permintaan itu
dan mengirimkan enam orang sahabat beserta rombongan utusan Bani Lihyan.
Keenam sahabat disergap oleh pasukan Bani Huzail di Raji’. Para sahabat
itu sempat mengadakan perlawanan, namun tiga orang terbunuh dan tiga
lainnya ditawan oleh musuh. Tiga orang sahabat yang ditawan selanjutnya
dibawah ke kaum musyrikin Mekah dan akhirnya dibunuh.
Sariyah Biru Ma’unah (Safar 4 H)
Sariyah Bi’ru Ma’unah berlangsung di wilayah timur Madinah antara
kaum muslim dan Bani Amir. Nabi Muhammad SAW mengutus Amir bin Malik
(Abu Barra’), seorang pemimpin dari Bani Amir yang sebelumnya menolak
untuk memeluk agama Islam, beserta al-Munzir bin Amar dari Bani Sa’idah
untuk memimpin 40 orang tentara yang terdiri dari para penghafal
Al-Qur’an. Rombingan tersebut berjalan sampai di Bi’ru Ma’unah, yakni
suatu daerah antara Bani Amir dan Bani Salim. Mereka mengirimkan surat
kepada Amir bin Tufail, pemimpin Bani Amir, melalui seorang anggota
pasukan yang bernama Haram bin Malhan. Amir bin Tufail membunuh Haram
bin Malhan, sehingga memicu peperangan antara kedua belah pihak. Kaum
muslim mengalami kekalahan dalam sariyah ini karena semua pasukan gugur,
kecualil Ka’b bin Zaid al-Ansari. Rabi’ah, anak Abu Barra’, membunuh
Amir bin Tufail dengan sebilah tombak sebagai balas dendam atas kematian
ayahnya.
Sariyah Ijla’ Bani Nadir
Sariyah Ijla’ Bani Nazir merupakan sariyah yang dilakukan sahabat
Nabi SAW untuk mengusir Bani Nadir dari tempat tinggal mereka.Latar
belakang tindakan ini adalah niat Bani Nadir untuk membunuh utusan Nabi
Muhammad SAW. Utusan Nabi SAW tersebut ingin menyelesaikan maslaah
pembunuhan yang dilakukan Amr bin Umayyah, kabilah Bani Amir dan sekutu
Bani Nadir, terhadap dua orang muslimin. Tindakan pengusiran ini semula
tidak mendapat tanggapan dari Huyay bin Akhtab, epmimpin Bani Nadir,
tetapi karena diancam akan diserang oleh kaum muslim akhirnya mereka mau
pindah daerahnya. Nabi SAW memberi jaminan keselamatan atas harta benda
dan anak-anak mereka sampai keluar dari Madinah. Sebagian dari Bani
Nadir menetap di Khaibar dan di Syam (Suriah).
Sariyah Zi al-Qissah
Sariyah berlangsung di Zi al-Qissah, sekitar 24 mil dari Madinah,
antara kaum muslim dan Bani Sa’labah. Bani Sa’labah berencana menyerang
peternakan kaum muslim di Haifa’, suatu tempat yang jauh dari Madinah.
Setelah mengetahui rencana tersebutm pasukan muslimin segera menyerang
Bani Sa’labah dengan mengirim 10 orang yang dipimpin oleh Muhammad bin
Maslamah. Pasukan pertama itu gagal menjalankan tugas karena mereka
dibunuh ketika beristirahat di pinggiran desa. Muhammad bin Maslamah
melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya Nabi
SAW mengirimkan pasukan kedua di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah.
Bani Sa’labah melarikan diri ketika Abu Ubaidah sampai di tempat itu.
Sariyah Ka’b bin Umair al-Gifari (8 H)
Latar belakang sariyah ini adalah penolakan kaum musyrikin di Zat
Atlah, suatu tempat di Syam (Suriah),terhadap ajakan beberapa utusan
Nabi Muhammad SAW untuk memeluk agama Islam. Nabi SAW mengirimkan 15
tentara untuk menyerang mereka. Pertempuran tersebut berlangsung sengit,
dan akhirnya semua pasukan muslim menjadi syuhada, kecuali Ka’b bin
Umair al-Gifari (pemimpin perang) yang dapat menyelamatkan diri.
Referensi
- Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan, Prof. Dr. Nurcholish Madjid, etc. Ensiklopedi Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2005.
- Prof. Dr. Nurcholish Madjid, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
- Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
- Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur’an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
- Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
- Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
- alquran.bahagia.us, al-quran.bahagia.us, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
- Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
- Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-’Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
- M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
- Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
- Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.
Seorang
pembaca bertanya : “berapa Jumlah Sahabat Nabi SAW yang SALEH yang mati
syahid dalam Perang dan wafat secara alamiah Sepanjang Kehidupan Nabi
SAW sebelum meletusnya kudeta di Saqifah Bani Sa’idah ????”
Jawaban :
Soal jumlah yang SALEH kami tidak tau pasti…
Jumlah Muslimin di Madinah pada saat Rasul SAW datang (ketika Hijrah)
paling banter ratusan orang saja, buktinya Pada Perang BADAR jumlah
prajurit muslimin sekitar 313 orang. Ini membuktikan ayat yang memuji Muhajirin dan Anshar hanyalah mencakup segelintir umat Muhammad. Beberapa
bulan setelah Rasul hijrah ke Madinah, sahabat Nabi bernama Kultsum bin
Hadam, As’ad bin Zurarah dan Abu ‘Amamah As’ad bin Zurarah wafat secara
alamiah. Semoga kubur para sahabat ini dilapangkan oleh Allah SWT.
PERANG BADAR
Pada Perang BADAR jumlah prajurit muslimin sekitar 313 orang, yang mana 14 orang prajurit muslimin gugur pasca perang..
PERANG UHUD
Pada Perang UHUD jumlah pasukan muslimin hanya 700 orang, yang mana
70 orang diantaranya gugur. Dalam perang ini hanya sekitar 8 orang yang
tidak melarikan diri karena bertekad mati membela Rasul dari kalangan
Muhajirin dan Anshar.
Allah SWT mengabadikan orang orang yang lari dari perang ini
Firman Allah SWT : “Ingatlah ketika kamu (lari) naik keatas (bukit),
tanpa menoleh kepada siapapun dan Rasul memanggil kamu dari belakang”
(Qs.Ali Imran ayat 153)
Saat itu pula turun ayat yang mengingatkan mereka yang kabur karena
mendengar Rasul terbunuh : “Muhammad hanyalah seorang Rasul. Sebelumnya
telah berlalu Rasul rasul. Apabila ia wafat atau terbunuh, apakah kamu
berbalik menjadi murtad ? Tetapi barangsiapa berbalik murtad, sedikitpun
ia tidak merugikan Allah” (Qs. )
Abubakar, Umar dan Usman bukanlah sosok penempur sehingga lari dari
Perang. Usman bin Affan melarikan diri sampai tiga hari baru pulang
karena ketakutan. Umar lari dengan mendaki bukit uhud. Abubakar sempat
lari juga..
PERANG KHANDAQ
Pada PERANG KHANDAQ melawan Yahudi pada bulan Syawal 5 H atau Januari
627 M jumlah pasukan muslimin meningkat menjadi sekitar 3000 orang.
BAi’AT DiBAWAH POHON
Pada bulan Zulhijjah tahun 6 H atau bulan april tahun 628 M terjadi proses Bai’at dibawah pohon atau bai’at yang diridhai ( menjadi asbabun nuzul Qs.ayat 18) maka tercatat pengikut Nabi SAW yang membai’at tidak lebih dari 1500 orang saja..
PERANG KHAiBAR
Pada perang melawan Yahudi di Khaibar bulan Muharram 7 H atau juni
628 M ada 19 orang prajurit muslimin yang terbunuh. Abu Hurairah masuk
Islam pada perang ini. Nabi SAW mendapat kebun Fadak pada moment ini
FATHUL MEKKAH
Madinah pada tanggal 10 ramadhan 8 H (1 januari 630 M). Hari
kesepuluh bulan puasa musim dingin, serombongan kafilah yang terdiri
dari 4.700 orang, spesifikasi : 700 muhajirin dengan 300 kuda ditambah 4000 anshar dengan 500 kuda serta
ribuan unta tunggangan dan unta beban yang membawa perkemahan, bekal
serta kantong kantong kulit berisi air minum bertolak dari Madinah
kearah selatan. Beliau telah menyurati kabilah kabilah Muslim
yang berada di alur perjalanan agar nantinya bergabung nanti, sehingga
kemudian jumlah total pasukan menjadi 10 ribu orang
Fathul Makkah pada 18 ramadhan 8 H (8 januari 630M) : Orang orang yang masuk Islam (thulaqa) melalui grasi (pengampunan) setelah
penaklukan Mekkah merupakan mayoritas muslim yang ditinggal wafat
Rasulullah SAW. Mereka memeluk Islam setelah penaklukan Mekkah sedangkan
mereka tidak mendapat kesempatan yang cukup untuk lebih lama bergaul
dengan Rasulullah SAW alias hanya mendapat kesempatan yang sangat
singkat. Mereka menganggap Rasulullah SAW tidak lebih dari seorang
pemimpin, misalnya : Abu Sufyan dan Mu’awiyah
PERANG HUNAiN
Pada tanggal 6 Syawal 8 H atau 30 Januari 630 M Pasukan Nabi SAW
bertambah jumlahnya sekitar 2000 an dari 10 ribu prajurit terdahulu,
penambahan ini berasal dari orang orang yang baru masuk Islam selama 15
hari beliau berdakwah di Mekkah, ini menandakan masih ada kaum musyrik
setelah fathul Mekkah. Perang Hunain menghadapi klan Huwazin. Yang mana
Klan Huwazin merupakan klan Arab terkuat setelah klan Quraisy. Ketika
menuruni LEMBAH mereka dijebak oleh 2000 PASUKAN KHUSUS MUSUH yang ahli
menombak dan memanah. Kepanikan terjadi sehingga hanya 7 orang tetap
bersikukuh melindungi Nabi SAW, sehingga turunlah ayat :
“Allah telah menolong kamu dalam banyak medan pertempuran, dan pada
perang Hunain, ketika kamu bangga dengan jumlahmu, tapi itu tiada
berguna bagimu suatu apapun, meskipun luas bumi menjadi sempit bagimu,
kemudian kamu pun berbalik mundur” (Qs. At Taubah ayat 25)
Abubakar, Umar dan Usman juga lari..Lari meninggalkan Rasul yang
sedang dikerubuti musuh bukanlah mekanisme pertahanan diri, melainkan
aib.. Umar hanya punya kebiasaan menggertak, bukan membunuh musuh..
Namun Rasulullah SAW berteriak memanggil manggil mereka yang
berlarian mendaki bukit sebagaimana dulu kejadian “lari mendaki bukit
uhud (Qs.Ali imran 153)”. Betapa bodohnya melarikan diri meninggalkan
Nabi ditengah tengah musuh. Untunglah suara Abbas mampu bergema
keseluruh lembah, sehingga kaum muslimin kembali menuju medan laga…
Yang gugur dalam perang ini banyak antara lain : Putera Ummu Aiman,
Yazid bin Sam’ah, Suraqah bin Harits dan Abu Amir Asy’ari. Pada perang
Hunain, banyak klan Hawazin masuk Islam
PERANG THA’iF
Pada bulan Syawal tahun 8 H (Februari 630 M) terjadi Perang Tha’if
menghadapi klan tsaqif yang berlindung dibalik benteng kokoh. Disinilah
Mughirah bin Syu’bah dan semua penduduk diluar benteng yang terkepung
masuk Islam. Pasukan Muslim terbunuh 12 orang yakni 4 orang anshar, 7
orang Quraisy dan seorang dari klan Laits. Beberapa hari kemudian tokoh
klan Tsaqif yang telah masuk Islam bernama ‘Urwah bin Mas’ud dibunuh
MUSUH..
Pada bulan rajab 9 H (oktober 630 M) jumlah pasukan Nabi SAW menuju
Perang TABUK berjumlah 30 ribu prajurit yakni 10 ribu kavaleri dan 20
ribu infantri…
GHADiR KUM DAN HAJi WADA’
Pada tanggal 18 H tahun 10 H peristiwa Ghadir Kum terjadi yang dihadiri setidaknya 100 ribu orang ketika prosesi perjalanan haji..Pada tanggal 12 rabiul awal tahun ke 11 H Rasulullah SAW wafat
SAAT JENAZAH NABi MASiH HANGAT
Suku Aus membai’at Abubakar karena khawatir atas kepemimpinan suku Khazraj..
Suku Khazraj batal membai’at Sa’ad bin Ubadah lalu memilih Abubakar sebagai solusi..
Kesepakatan ini karena panggilan jahiliyah..Muncul lagi ‘Ashabiyah setelah Rasul wafat..
Umar bin Khattab berkata : ”Demi Allah, saya tahu bahwa Ali adalah
yang paling pantas dari semua orang untuk menjadi khalifah, tetapi
karena tiga alasan maka kami singkirkan Ali, pertama ia terlalu muda,
kedua ia terikat dengan keturunan Abdul Muthalib dan ketiga orang tidak
ingin kenabian dan kekhalifahan berkumpul dalam satu keluarga” (Ibnu
Abil Hadid, Syarh Nahj Al Balaghah, Dar Al Kutub Al ‘Arabiyah, 1959 halaman 134. Lihat juga Tarikh Al Yakubi halaman 103-106, Tarikh Abil Fidai halaman 156-166 dan Murujudz Dzahab halaman 307 dan 352)
Nama Nama Yang menolak kepemimpinan Abubakar antara lain :
DARi PiHAK KERABAT :
Imam Ali AS dan keluarganya
Sahabat Nabi SAW SAW yang menolak kepemimpinan
Abubakar antara lain :Salman al-Farisi, Abu Dhar dan al-Miqdad.
Setelah itu diikuti oleh ‘Ammar, Abu Sasan al-Ansari, Hudhaifah, Abu
‘Amrah dan Syatirah
Khalid bin Sa’id bin Ash, Keturunan Bani Umayyah yang dipuji syi’ah.. ia berpendirian bahwa di antara Kaum Muslimin yang lebih berhak dengan jabatan Khalifah itu, adalah salah seorang dari keturunan Hasyim, umpamanya Abbas atau Ali bin Abi Thalib.
Sahabat Nabi SAW SAW yang menolak kepemimpinan Abubakar antara lain :DARi PiHAK KAUM MUHAJiRiN :
- Salman Al Farisi
- Abu Dzar Al Ghifari
- Miqdad bin Aswad
- Ammar bin Yasir
- Khalid bin Sa’id bin Abil Ash
- Buraidah Al Aslami
DARi PiHAK KAUM ANSHAR :
- Abul Haitsam bin Taihan
- Usman bin Hunaif
- Khuzaimah ibn Tsabit al-Anshari dikenal sebagai Dzusy-Syahadatain karena kesaksiannya dianggap Nabi sama dengan kesaksian dua orang
- Ubay bin Ka’ab
- Abu Ayub Anshari
Meski pada masa para khalifah terjadi sensor besar-besaran terhadap
penulisan keutamaan dan derajat (para maksum); akan tetapi kaidah
menyatakan bahwa “hakikat (kebenaran) adalah penjaga sesuatu.” Hakikat
sejarah ini tetap hidup dan terjaga dalam kitab-kitab sejarah dan hadis.
Di sini kami akan mengutip beberapa referensi dengan memperhatikan
urutan masa semenjak abad-abad pertama
Orang orang yang mengikuti kebenaran dan mengikuti para Rasul dan
mempelajari dengan seksama pengajaran ilahiah lebih sedikit daripada
MEREKA YANG MENENTANG KEBENARAN
Allah berfirman :
“Tapi kebanyakan mereka tidak bersyukur” (Qs. An Naml ayat 73)
“Dan hanya sedikit dari hamba Ku yang bersyukur” (Qs.Saba ayat 13)
“Sesungguhnya kebanyakan dari manusia dalam kefasikan” (Qs.Al Maidah ayat 49)
“Dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran itu” (Qs.Al Mu’minun ayat 70)
“Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman walaupun kamu sangat menginginkannya” (Qs. Yusuf ayat 103)
Ini mengisyaratkan batilnya berpegang pada suara mayoritas guna
menegaskan benarnya tujuan yang hendak dicapai dan betulnya sisi pandang
dalam masalah masalah seperti ini.
Penjagaan Nabi SAW dan Imam Ali AS atas keberlanjutan AGAMA iSLAM
adalah lebih penting daripada beliau menjaga para sahabat nya. Lagipula
proyek pengkaderan telah menghasilkan tokoh tokoh revolusioner yang
tangguh seperti Salman Al Farisi, Abu Dzar Al Ghifari, Ammar bin Yasir,
Miqdad dll
Pengikut pengikut imam Ali AS membentuk kelompok minoritas yang disebut Mazhab Syi’ah Imamiyah
Filed under: Uncategorized
« Imam Ali AS : ““Termasuk yang dijanjikan Nabi kepadaku bahwa umat akan mengkhianatiku sepeninggal beliau.”” Menelusuri
Jumlah Sahabat Nabi SAW YANG SALEH yang mati syahid dalam Perang dan
wafat secara alamiah Sepanjang Kehidupan Nabi SAW »
Satu Tanggapan
Tinggalkan Balasan
Blog pada WordPress.com. Tema: Digg 3 Column oleh WP Designer
Teruskan ungkap semua kebenaran sejarah secara menyeluruh dan dengan dasar dan bukti2 yang bertanggung jawab.. Sungguh sangat berharga.. Wassalam..