Obama Bukan Indonesianis Tapi Sangat Amerika
Jakarta, 15 April 2013 (KATAKAMI.COM)
— Lagi-lagi sosok Obama menjadi kontroversi tersendiri terkait masa
kecilnya yang pernah tinggal dan bersekolah di Indonesia.
Tak tanggung-tanggung, Obama dituding mengadopsi dasar negara
Indonesia, Pancasila, menjadi landasan kebijakan politiknya menjalankan
pemerintahan di Amerika.
Tudingan itu datang dari Partai Republik yang menjadi rival politik
partai Demokrat yang menjadi lawan abadi dalam panggung perpolitikan
Amerika.
Dikutip dari REPUBLIKA.COM (14/4/2013), Senator dari Partai Republik,
Michael Patrick Leahy, mengatakan ada inti pesan Obama dalam pidatonya
yang sangat mirip dengan pidato Presiden Indonesia yang pertama,
Soekarno, tentang Pancasila.
Analisis Leahy ini dimuat dalam laman American Thinker beberapa waktu lalu.
Dengan lugas Leahy mengutip sejarah Bung Karno mengusung Pancasila
dalam rapat 1 Juni 1945. Di depan peserta sidang rapat, kata Leahy, Bung
Karno menjabarkan prinsip dasar Indonesia yaitu Ketuhanan yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat
Indonesia.
Menurut Leahy, ada bagian di pidato Obama yang menggaungkan
Nasionalisme Baru AS yang sangat mirip dengan sila ke lima yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini, kata dia, bisa
dimengerti karena Obama pernah bersekolah di Indonesia. Ketika sekolah
itulah Obama berkenalan dengan nilai-nilai Pancasila, argumen Leahy.
Ia lalu membandingkan pidato Soekarno 1 Juni dengan Pidato Obama di Osawatomie.
Pada 1 Juni Soekarno mengatakan, Leahy menulis, “...Dalam sila
Keadilan Sosial jangan ada lagi kemiskinan di Indonesia yang merdeka.
Apakah rakyat Indonesia ingin Indonesia yang merdeka tapi kelompok
kapitalisme juga merajalela. Atau sebaliknya, kesejahteraan untuk
seluruh rakyat. Di mana tiap orang bisa makan dengan cukup.“
Sementara pidato Obama di Osawatomie yang dikutip bagiannya oleh Leahy berbunyi seperti ini,
“...
Mereka (kaum Republik) ingin kembali ke filosofi usang yang tidak
memihak ke kelompok kelas menengah AS bertahun-tahun ini. Filosofi
mereka sederhana, kita dianggap akan sejahtera kalau semua orang
dibebaskan untuk bermain dengan aturannya sendiri-sendiri. Well, saya di
sini mengatakan mereka salah! Saya di sini menegaskan kalau rakyat AS
akan jauh lebih besar kalau bersama-sama ketimbang sendiri-sendiri. Saya
percaya AS akan berjaya kalau semua masyarakat mendapat kesempatan yang
sama, ketika semua orang mendapat bagian yang adil, dan semua orang
bermain di dalam aturan yang disetujui bersama.“
Menurut Leahy, dalam pidatonya ini Obama sangat terasa merefleksikan nilai-nilai Indonesia ketimbang AS.
“AS selalu menjunjung tinggi nilai individualisme di atas
kolektivisme. Sementara Indonesia sebaliknya, menjunjung tinggi
kolektivisme di atas individualisme. Pidato Obama ini adalah sanjungan
untuk kolektivisme Indonesia dan penolakan kepada individualisme AS,”
kata Leahy.
Intinya menurut Leahy, visi global Obama lebih berbau nilai Indonesia ketimbang nilai budaya Amerika Serikat (AS).
Leahy mengkhawatirkan Obama akan menyeret AS ke dalam kondisi seperti Indonesia.
“Obama sepertinya ingin membawa AS ke dalam situasi seperti Indonesia yang korup, oligarki, kroni-isme,” kata Leahy beberapa waktu lalu, demikian dikutip dari REPUBLIKA.COM.
Tentang Indonesia, Obama mengakui bahwa masa lalunya yang singkat di
Indonesia memang akan selalu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
dirinya.
Dan dalam buku yang dituliskannya secara langsung, Dreams From My
Father, Obama mengungkapkan secara jujur pengetahuan dan kenangannya
yang sangat apa adanya soal Indonesia :
“Kami tinggal di Indonesia selama tiga tahun waktu itu, sebagai hasil
dari pernikahan ibuku dengan seseorang berkebangsaan Indonesia bernama
Lolo, mahasiswa lain yang ditemui ibuku di Universitas Hawaii. Nama
lelaki itu berarti “gila” dalam bahasa Hawaii, yang membuat Kakek selalu
tertawa geli. Namun, arti nama tersebut tidak sesuai untuk lelak itu
karena Lolo memiliki tingkah laku yang baik dan lemah lembut terhadap
orang lain. (termuat dalam halaman 53).
Salah satu yang cukup menarik dalam buku ini – sekaligus yang cukup
menggelikan – adalah saat Obama mengisahkan bagaimana kakek dan neneknya
sangat sibuk membantu persiapan Ann Dunham dan Obama Junior pindah ke
Indonesia.
“Toot (yang artinya Tutu atau dalam bahasa Kenya diartikan sebagai
panggilan kepada Nenek) masih saja bersikeras agar kami membawa koper
yang penuh dengan perbekalan tang, susu bubuk, berkaleng-kaleng sarden.
“kau tak pernah tahu mereka itu makan apa,” ujarnya tegas. Ibuku
menghela napas, namun Toot memasukkan beberapa kotak permen agar aku
lebih membelanya daripada Ibu (termuat dalam halaman 54).
Dan di bagian berikutnya dalam buku ini yang sangat menarik adalah
saat Obama menceritakan juga bahwa semasa ia tinggal di Indonesia ini,
ia pernah dibuat sampai benjol dilempar oleh teman mainnya yang
bercurang curang. Akibat kejadian yang sangat tidak adil pada anak
tirinya itu, Lolo Soetoro mengajarkan kepada Obama kecil cara melindungi
diri dengan belajar atau latihan TINJU.
Dan Obama sangat pintar untuk menjabarkan tentang bagaimana Indonesia
berdasarkan refenresi yang diterima oleh Ibunya (Ann Dunham).
Ibunya menduga, semua akan sulit, kehidupan barunya itu. Sebelum
meninggalkan Hawaii, Ann Dunham telah mencoba belajar semua yang dapat
diketahuinya tentang INDONESIA : populasinya, kelima terbesar di dunia,
dengan ratusan suku dan dialek, sejarah kolonialisme, pertama oleh
Belanda selama lebih dari 3 abad kemudian oleh Jepang selama masa PD II
yang berusaha mengendalikan banyaknya kandungan minyak, logam dan kayu :
perjuangan menuju kemerdekaan setelah perang dan muncul tokoh pejuang
pembebasan bernama Soekarno sebagai presiden pertama negara itu (termuat
dalam halaman 65).
Dan beginilah Obama menuliskan juga dalam bukunya tentang sang ibu yang bersiap pindah ke Indonesia :
“Indonesia sebuah negara miskin, belum berkembang, sama sekali asing –
hanya itu yang diketahuinya. Dia bersiap dengan sakit disentri dan
demam, mandi air dingin dan berjongkok di lubang di tanah untuk buang
air kecil, listrik MATI setiap beberapa pekan, panas dan nyamuk-nyamuk
yang tak pernah habis. Sungguh, tak ada yang lain kecuali
KETIDAK-NYAMANAN, dan dia tampak lebih tangguh daripada yang tampak,
lebih tangguh daripada yang dia sendiri ketahui. Dan betapapun itu
adalah bagian yang telah membuatnya tertarik kepada Lolo setelah Barack
pergi, janji akan sesuatu yang baru dan penting, membantu suaminya
membangun kembali negaranya di suatu tempat yang ditugaskan dan
menantang, jauh dari orangtuanya”. (termuat dalam halaman 65).
Obama, hanya tinggal di Indonesia dalam kurun waktu yang sangat singkat, di usia yang begitu muda sekali.
Betul bahwa ada dua sekolah yang sempat ia singgahi untuk menempuh
ilmu sepanjang berada di Indonesia yaitu SD Asisi dan SD Negeri 01
Menteng.
Tetapi, keberadaan Obama (yang dulu kerap dipanggil Barry), hanya singkat sekali.
Obama bernama lengkap Barack Hussein Obama, lahir di Hawaii, 4 Agustus 1961.
Ibunya bernama Stanley Ann Dunham. Ayahnya, Barack Obama, Sr., adalah seorang anggota suku Luo dari Nyang’oma Kogelo, Kenya.
Orang tua Obama bertemu pada tahun 1960 di kelas bahasa Rusia
di University of Hawaiʻi at Mānoa, tempat ayahnya kuliah sebagai
penerima beasiswa asing.
Keduanya menikah di Wailuku, Maui, pada tanggal 2 Februari 1961, dan
terpisah ketika ibu Obama pindah bersama putranya yang baru lahir
ke Seattle, Washington, pada akhir Agustus 1961 agar bisa berkuliah
di University of Washington selama satu tahun.
Sementara itu, Obama, Sr. menyelesaikan program S1 ekonominya di
Hawaii pada Juni 1962, kemudian mengikuti program S2 di Harvard
University dengan beasiswa.
Orang tua Obama bercerai pada bulan Maret 1964.
Obama Sr. pulang ke Kenya tahun 1964, lalu menikah kembali; ia hanya sekali menjenguk Barack di Hawaii, yaitu pada tahun 1971.
Ia meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas tahun 1982.
Sejak usia 6 sampai 10 tahun, Obama bersekolah di Indonesia yaitu di
Sekolah Katolik St. Fransiskus Assisi selama dua tahun dan Sekolah Dasar
(SDN) Besuki selama satu setengah tahun, ditambah pendidikan rumahan
dengan bantuan Calvert School.
Usianya yang terlalu muda, tak mungkin bisa terdoktrin untuk paham-paham idiologi yang sangat Indonesianis.
Bahwa ternyata ia begitu mengenang Indonesia dan kenangan itu
membekas sangat dalam di hati, jiwa dan pikirannya, satu-satunya alasan
yang barangkali sangat masuk diakal adalah karena faktor sang ibu.
Obama begitu mencintai ibunya.
Stanley Ann Dunham yang lahir pada 29 November 1942 di Wichita, Kansas, Amerika Serikat.
Ann adalah putri dari ibu bernama Madelyn yang juga merupakan wakil
presiden bank lokal pertama yang berjenis kelamin perempuan dan ayah
bernama Stanley Dunham yang merupakan seorang tentara veteran dan
pedagang perabotan.
Saat lahir beliau diberi nama Stanley Ann Dunham karena sang ayah sebenarnya menginginkan lahirnya seorang putra.
Di tahun 1964, Ann dunham memutuskan untuk bercerai dari suami beliau
Barrack Obama, Sr. setelah mengetahui tentang kehidupan sang suami
dalam revitalisasi ekonomi Kenya. Dengan bantuan dari keluarga dan
pemerintah Hawaii, beliau berhasil mengambil hak asuh untuk sang anak,
Barrack Obama, Jr.
Kemudian beliau melanjutkan pendidikan yang tertunda di University of
Hawaii disamping mengasuh sang anak. Saat itulah Ann Dunham memiliki
hubungan romantis dengan salah seorang mahasiswa dari Indonesia bernama
Lolo Soetoro.
Di tahun 1967, Lolo Soetoro melamar Ann Dunham, dan setelah pernikahan Ann Dunham mengganti nama beliau menjadi Ann Soetoro.
Mereka kemudian pindah ke Indonesia dan menetap di dekat kota Jakarta.
Di tahun 1970 Ann Soetoro dianugerahi seorang putri dan diberi nama Maya Soetoro.
Saat sang putra sudah menginjak umur 10 tahun, Ann Dunham mengirim
Obama ke Hawaii untuk menempuh pendidikan dan tinggal di tempat kakek
dan neneknya.
Setahun kemudian Ann Dunham dan sang putri, Maya, ikut kembali ke
Hawaii. Di sana Ann Dunham kembali terfokus kepada pendidikan dengan
mengambil studi antropologi orang Indonesia di University of Hawaii.
Tahun 1980 adalah tahun di mana Ann Dunham mengajukan cerai kepada sang suami, Lolo Soetoro.
Setelah menyelesaikan pendidikan, beliau kembali ke Indonesia dan
bekerja di Ford Foundation namun si Obama yang telah berusia 14 tahun
tak mau ikut kembali ke Indonesia.
Di tahun 1988 hingga 1992, beliau membantu Indonesia dalam mengadakan
program mikro kredit di mana pengusaha kecil dapat mengambil pinjaman
yang kecil, dan membuat Indonesia menjadi pemimpin dunia dalam mikro
kredit.
Selama beberapa tahun, Ann dan sang putri, Maya, berpindah ke beberapa Negara, dari Pakistan ke New York, dan kembali ke Hawaii.
Di tahun 1992, Ann Dunham berhasil mengambil gelar doktoral.
Dan ia meninggal dunia tanggal 7 November 1995 karena penyakit kanker.
Obama mengingat setiap detail perjuangan dan kepedihan yang ibu yang
gagal dua kali dalam perkawinan tetapi harus membesarkan dua anak dari
dua suami yang berasal dari dua negara yang berbeda.
Bukan Indonesia yang dicintai Obama, tetapi sang ibu yang kebetulan sangat mencintai Indonesia.
Stanley Ann Dunham memberikan ketotalan dalam mencintai seorang lelaki asal Indonesia.
Stanley Ann Dunham juga memberikan ketotalan dalam mencintai
budaya-budaya Indonesia sehingga lembaran sejarah mencatat bahwa
perempuan ini bekerja sangat lama di Indonesia semasa hidupnya.
Stanley Ann Dunham mencintai Bali dengan segala keindahan yang tak terlupakan hingga ajal menjemput.
Stanley Ann Dunham memilih Indonesia sebagai tempat untuk menjadi
lokasi penelitian bagi pembuatan disertasinya yang berjudul
Pendekar-Pendekar Besi Nusantara (Kajian Antropologi Tentang Pandai Besi
Di Indonesia).
Dalam kata pengantarnya pada buku Disertasi Ann Dunham, Profesor
Alice Dewey yang menjadi Pembimbing dan Ketua Komite bagi pembuatan
disertasi Ann Dunham menuliskan sebagai berikut :
“Pada tahun 1967, Ann Dunham (dikenal juga sebagai Ann Soetoro)
pindah ke Indonesia dengan putranya Barack Obama (dari pernikahan
pertamanya) dan suaminya yang beretnis Jawa, Lolo Soetoro.
Saat itu, Ann sudah mendapat gelar B.A dari University of Hawaii
dalam bidang Antropologi dan merupakan penenun yang mahir. Oleh karena
itu, mudah dipahami mengapa Ann sangat tertarik pada keaneka-ragaman
cultural Indonesia dan pada berbagai kerajinan, terutama batik yang
elegan dan kain tenun ikat”.
Selanjutnya Profesor Alice Dewey menuliskan juga :
“Ann berkenalan dengan penduduk desa, terutama pada pengrajin. Ann
tidak hanya menghargai kompleksitas kerajinan, tetapi juga nilai
ekonominya sebagai sumber pendapatan. Ann melakukan banyak sekali
penelitian di Indonesia dalam beragam kerajinan tadi, terutama mencakup
kerajinan besi, kain (batik, tenun ikat dan sebagainya), kulit (wayang
kulut dan lain sebagainya), keramik (peralatan dapur dan patung) dan
keranjang”.
Dan perhatikanlah perjalanan panjang ibu Obama saat ia bekerja di Indonesia :
Antara bulan Januari 1968 sampai Desember 1969, Ann bekerja sebagai Asistem Direktur Lembaga Indonesia – Amerika di Jakarta.
Bulan Januari 1970 sampai Agustus 1972, Ann adalah Direktur
LembagaPendidikan & Pengembangan Manajemen yang tugas utamanya
adalah melakukan supervisi penerbitan buku-buku pendidikan dan
manajemennya.
Tahun 1977, Ann kembali ke Jakarta dan bekerja sebagai Instruktur di
Balai Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Setahun kemudian
yaitu tahun 1978, ia menjadi Konsultan di Kantor Perwakilan
International Labour Organization (ILO) di Jakarta.
Tahun 1978 – 1980 juga, Ann menjadi Konsultan pembangunan pedesaan
USAID di Departemen Perindustrian RI. Di masa menjadi Konsultan USAID
inilah, Ann aktif mengunjungi desa-desa terpencil di pedalaman Pulau
Jawa untuk secara khusus membantu KAUM PEREMPUAN yang miskin.
Tahun 1981 – November 1984, Ann menjadi Supervisor Program
Pemberdayaan Perempuan di FORD FOUNDATION ASIA TENGGARA yang memiliki
kantor perwakilannya di Jakarta.
Kemudian tahun 1988 (setelah bekerja di Asia Development Bank atau
ADB di Pakistan), Ann kembali ke Jakarta dan menjadi Koordinator Riset
dan Konsultan di Bank Rakyat Indonesia.
Ia turun langsung melakukan pelatihan-pelatihan karyawan di 7
provinsi dan membantu skema mikro kredit bagi rakyat miskin
dan menganalisa data-data.
Melihat perjalanan panjang sang ibu yang menjadi satu-satunya sosok
yang dikagumi Obama, kini kita dapat memahami mengapa Indonesia menjadi
begitu istimewa bagi Obama.
Bukan karena Obama adalah seseorang yang bisa di doktrin semasa bersekolah di Indonesia.
Bukan karena Obama adalah seseorang yang tumbuh, berkembang dan menjadi dewasa dengan paham-paham Pancasila.
Indonesia dikenang Obama hanya sebatas karena ia menghormati dan sangat mencintai ibunya.
Dan ibunya, membentuk Obama sedari kecil untuk belajar dengan sangat keras dan harus bisa menguasai sejarah Amerika.
Dari film Obama Anak Menteng yang mengisahkan masa kecil Obama, kita
dapat menyaksikan bagaimana Ann Dunham mendidik Obama dengan sangat
keras dan benar-benar disiplin.
Obama yang masih duduk di bangku SD harus bangun antara jam 4 pagi
dan wajib membaca buku-buku sejarah tentang Amerika. Tak cuma sekedar
membaca, bahkan Obama harus mampu menghapalkan semua bahan yang
dipelajarinya.
Ann Dunham memang membawa Obama berkelana dan merantau sangat jauh dari tanah kelahirannya.
Tetapi Ann Dunham tidak membiarkan Obama melupakan atau bahkan tidak menguasai sejarah negaranya sendiri yaitu AMERIKA.
Ia ingin anaknya tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya di negara asal mereka yaitu AMERIKA.
Kecintaan Ann yang begitu mendalam pada Indonesia, tak membuatnya egois untuk mengorbankan anak lelaki yang sangat dicintainya.
Itulah sebabnya, ia putuskan untuk hidup berjauhan dengan sang anak
agar antara pekerjaannya dan anak lelaki semata wayangnya, sama-sama
tidak terkorbankan.
Jadi, singkat kata, tudingan bahwa Obama sangat Indonesianis dan
memaksakan paham-paham idiologi Pancasila dalam menjalankan kebijakannya
sebagai Presiden Amerika, rasanya kurang bijaksana dan tidak tepat.
Obama tentu tahu, apa yang harus ia lakukan sebagai Presiden Amerika.
Bahwa sebagai pribadi, ia punya kenangan pribadi di Indonesia, bukankah itu adalah sesuatu yang sangat wajar dan manusiawi ?
Ia menempatkan nostalgia dan memori terindahnya bersama sang ibunda
di salah satu ruang pada dasar jiwanya, sehingga semua itu tak akan
mejadi batu sandungan atau bahkan hambatan dalam menjalankan tugasnya
sebagai seorang presiden dari sebuah negara adidaya Amerika.
Sesekali tentu ia boleh mengenang Indonesia.
Tapi jangan sebut dan jangan tuding ia sebagai seorang Indonesianis dan penganut Pancasilais.
Sebab itu akan sangat mengganggu kewibawaannya sebagai Presiden Amerika.
Apalagi kalau sampai disebut bahwa Obama ingin membuat Amerika menjadi sama korup-nya dengan Indonesia.
Tudingan seperti ini terlalu kejam, tak cuma untuk Obama, tetapi juga untuk Indonesia.
Sungguh kejam jika Obama dituding begitu Pancasilais untuk menarik
benang merah bahwa kebijakannya akan menjerumuskan Amerika ke jurang
bahaya yang sama buruknya dengan kondisi di Indonesia.
Bagi Indonesia dan semua rakyatnya, tak ada yang salah dalam dasar negara Pancasila.
Bagi Indonesia dan semua rakyatnya, para pendiri bangsa (The Founding
Fathers) adalah panutan yang membanggakan, terutama kedua proklamator
bangsa yaitu Soekarno dan Hatta.
Lima sendi utama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada
paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945, adalah
satu kesatuan yang menjadi pedoman hidup bagi rakyat Indonesia.
Tapi bukan bagi Obama sebab ia bukan warga negara Indonesia.
Janganlah menempatkan Pancasila sebagai batu loncatan untuk
mempermalukan Indonesia sebagai negara yang sangat korup, oligarki dan
penuh kroni-isme (KKN).
Tak ada hubungan Pancasila dengan Obama.
Obama, walau pernah bersekolah di Indonesia, tapi ia bukan Indonesianis.
Obama sangat Amerika sekali.
Dan Indonesia tetaplah Indonesia yang sangat bangga pada Pancasila. (*)
MS
Sila Kelima Pancasila Dikutip Obama
Minggu, 14 April 2013, 14:25 WIB
Komentar : 1
AP/Paul Sancya
http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/04/14/ml8hy2-sila-kelima-pancasila-dikutip-obama
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pesan politik Nasionalisme Baru yang
diusung Presiden Barack Obama diduga terinspirasi politik Indonesia.
Politisi Partai Republik, Michael Patrick Leahy, mengatakan ada inti pesan Obama dalam pidatonya yang sangat mirip dengan pidato Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno, tentang Pancasila. Analisis Leahy ini dimuat dalam laman American Thinker beberapa waktu lalu.
Dengan lugas Leahy mengutip sejarah Bung Karno mengusung Pancasila dalam rapat 1 Juni 1945. Di depan peserta sidang rapat, kata Leahy, Bung Karno menjabarkan prinsip dasar Indonesia yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Leahy, ada bagian di pidato Obama yang menggaungkan Nasionalisme Baru AS yang sangat mirip dengan sila ke lima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini, kata dia, bisa dimengerti karena Obama pernah bersekolah di Indonesia. Ketika sekolah itulah Obama berkenalan dengan nilai-nilai Pancasila, argumen Leahy.
Ia lalu membandingkan pidato Soekarno 1 Juni dengan Pidato Obama di Osawatomie. Pada 1 Juni Soekarno mengatakan, Leahy menulis,
Politisi Partai Republik, Michael Patrick Leahy, mengatakan ada inti pesan Obama dalam pidatonya yang sangat mirip dengan pidato Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno, tentang Pancasila. Analisis Leahy ini dimuat dalam laman American Thinker beberapa waktu lalu.
Dengan lugas Leahy mengutip sejarah Bung Karno mengusung Pancasila dalam rapat 1 Juni 1945. Di depan peserta sidang rapat, kata Leahy, Bung Karno menjabarkan prinsip dasar Indonesia yaitu Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia.
Menurut Leahy, ada bagian di pidato Obama yang menggaungkan Nasionalisme Baru AS yang sangat mirip dengan sila ke lima yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini, kata dia, bisa dimengerti karena Obama pernah bersekolah di Indonesia. Ketika sekolah itulah Obama berkenalan dengan nilai-nilai Pancasila, argumen Leahy.
Ia lalu membandingkan pidato Soekarno 1 Juni dengan Pidato Obama di Osawatomie. Pada 1 Juni Soekarno mengatakan, Leahy menulis,
"...Dalam sila Keadilan Sosial
jangan ada lagi kemiskinan di Indonesia yang merdeka. Apakah rakyat
Indonesia ingin Indonesia yang merdeka tapi kelompok kapitalisme juga
merajalela. Atau sebaliknya, kesejahteraan untuk seluruh rakyat. Di mana
tiap orang bisa makan dengan cukup."
Sementara pidato Obama di Osawatomie yang dikutip bagiannya oleh Leahy berbunyi seperti ini, "...
Sementara pidato Obama di Osawatomie yang dikutip bagiannya oleh Leahy berbunyi seperti ini, "...
Mereka (kaum Republik) ingin kembali ke filosofi usang yang tidak
memihak ke kelompok kelas menengah AS bertahun-tahun ini. Filosofi
mereka sederhana, kita dianggap akan sejahtera kalau semua orang
dibebaskan untuk bermain dengan aturannya sendiri-sendiri.
Well, saya di
sini mengatakan mereka salah! Saya di sini menegaskan kalau rakyat AS
akan jauh lebih besar kalau bersama-sama ketimbang sendiri-sendiri. Saya
percaya AS akan berjaya kalau semua masyarakat mendapat kesempatan yang
sama, ketika semua orang mendapat bagian yang adil, dan semua orang
bermain di dalam aturan yang disetujui bersama."
Menurut Leahy, dalam pidatonya ini Obama sangat terasa merefleksikan nilai-nilai Indonesia ketimbang AS. "AS selalu menjunjung tinggi nilai individualisme di atas kolektivisme. Sementara Indonesia sebaliknya, menjunjung tinggi kolektivisme di atas individualisme. Pidato Obama ini adalah sanjungan untuk kolektivisme Indonesia dan penolakan kepada individualisme AS," kata Leahy.
Menurut Leahy, dalam pidatonya ini Obama sangat terasa merefleksikan nilai-nilai Indonesia ketimbang AS. "AS selalu menjunjung tinggi nilai individualisme di atas kolektivisme. Sementara Indonesia sebaliknya, menjunjung tinggi kolektivisme di atas individualisme. Pidato Obama ini adalah sanjungan untuk kolektivisme Indonesia dan penolakan kepada individualisme AS," kata Leahy.
Reporter : Stevy Maradona |
Redaktur : Heri Ruslan |
http://mynewgooger.blogspot.com/2017/06/blog-post_17.html
BalasHapushttp://myangkasabola.blogspot.com/2017/06/berita-viral.html
http://vipbola88.blogspot.com/2017/06/blog-post_17.html
AGEN JUDI TERBESAR DAN TERPECAYA SE ASIA
ANGKASABOLA
DENGAN BEBERAPA KEUNGGULAN DAN PELAYANAN TERBAIK
HANYA DENGAN 1 USHER ID SUDAH BISA BERMAIN SEMUA GAMES SEPUASNYA SEPERTI ":
1. SPORTBOOK
2. TOGEL
3. TANGKAS
4. KENO
5. SLOT
6. POKER
7. GD88
9. 855CROWN
DAN MASIH BANYAK GAME LAINYA YANG TIDAK KALAH MENARIKNYA
ANGKASABOLA JUGA MEMILIKI BEBERAPA BONUS YANG MENARIK LOH BOSKU SEPERTI :
1. BONUS CASHBACK 5%
2. BONUS REFFERAL 2,5%
3. BONUS ROLLINGAN CASINO 0,8%
INFO :
BBM : 7B3812F6
TWITTER : CSANGKASABOLA
INSTAGRAM : CS1ANGKASABOLAA
LINE : ANGKASABOLA
FACEBOOK ": ANGKASA BOLA