ADA APA INDONESIA......??? DIKUASAI PARA MAFIA INTERNASIONAL..?? DAN KELOMPOK ANTI ISLAM..?? SIAPA DIBELAKANG PERMAINAN POLITIK SBY..??
FUI: Penembakan di LP Cebongan aksi teror tapi Densus 88 Tak Bersuara
Written By Nova Hafidzah on Rabu, 27 Maret 2013 | 14.18.00
JAKARTA – http://www.bringislam.web.id/2013/03/fui-penembakan-di-lp-cebongan-aksi.html#.UWJpCTcyqSo
Sekjen
Forum Umat Islam (FUI), KH. Muhammad Al-Khaththath menyayangkan sikap
pemerintah yang tidak sigap dalam mengungkap aksi teror pembantaian
terhadap 4 tahanan di LP Cebongan, Sleman Yogyakarta.
Biasanya aparat kepolisian begitu cepat mengungkap kasus penembakan dengan mengerahkan anggota Densus 88. Namun, kali ini peran Densus 88 yang menurut Kepala BNPT, Ansyaad Mbai dipuji-puji dunia internasional itu seolah tak bersuara.
“Kalau pemerintah benar-benar beritikad baik ingin memberantas terorisme, sebenarnya yang kemarin terjadi di Jogja itu kan yang benar-benar teroris, harusnya itu yang ditangani oleh Densus, tapi kok ngga ada bunyinya Densus itu?” kata KH. Muhammad Al-Khaththath usai menjadi pembicara Semalam Bersama Dewan Dakwah, Sabtu (23/3/2012).
Sikap aparat kepolisian, dalam hal ini Densus 88 jauh berbeda jika diduga pelaku adalah umat Islam. Di Makassar dan Bima misalnya, mereka langsung ditembak mati.
“Tapi kalau kita lihat yang di Makassar, Dompu, Bima itu kan mereka penjual kue, masa tiba-tiba dibunuh lalu dibilang teroris? Ini suatu kebohongan yang nyata,” tandasnya.
Menurut Sekjen FUI tersebut, aksi penyerangan LP Cebongan dengan menggunakan senjata laras panjang dan membunuh 4 orang tahanan titipan, salah satunya diketahui anggota polisi jelas bias dikategorikan aksi terorisme.
“Jelas-jelas mereka sudah membunuh bahkan polisi lagi yang dibunuh, itu teror kepada seluruh instansi kepolisian. Artinya itu pesan kepada seluruh polisi; Awas loh macem-macem sama korps gue, bisa gue bantai! Jadi kalau aksi teroris yang seperti itu harusnya dilakukan penindakan,” paparnya.
Kronologi Kasus Penyerangan Lapas Cebongan
Untuk diketahui, Direktur Keamanan dan Ketertiban (Dirkamtib) Ditjen Pemasyarakatan Kemkumham, Wibowo Joko menjelaskan bahwa penyerangan Lapas Sleman pada Sabtu (23/3) dini hari diduga bermotif dendam. Diperkirakan, tewasnya salah satu anggota Kopassus, Sertu Santoso, dalam kasus pengeroyokan di Hugo’s Cafe, pada Selasa (19/3/13) menjadi pemicu penyerangan.
“Jadi peristiwa itu disebabkan kejadian beberapa hari lalu ada keributan di Cafe Hugo oleh empat orang. Salah satu dari mereka anggota polisi. Namun seorang anggota Kopassus. Ia melerai keributan itu, tetapi ia meninggal karena ditusuk,” kata Wibowo di Jakarta, kepada wartawan di Jakarta , Sabtu (23/3/13).
Namun, keempat orang yang membuat keributan ditangkap polisi dan ditahan di Lapas Sleman. Salah satu yang ditahan adalah Johannes Joan Manbait, yang belakangan diketahui sebagai anggota polisi.
“Usai peristiwa tersebut sejumlah orang mencari siapa yang menusuk. Setelah itu, ketemu empat orang, salah satunya Johannes Joan Manbait. Dititip ke lapas, Jumat (22/3) siang, kemudian dini hari tadi pukul 00:30 WIB lapas diserang,” katanya.
Menurutnya, penyerangan itu sebelumnya terjadi ketika seseorang tidak dikenal mengetuk pintu lapas untuk kordinasi dengan tahanan. Tetapi karena pintu tidak dibuka oleh petugas lapas, oknum berpakaian preman tersebut mendesak untuk bertemu dengan kepala keamanan sebelum memasuki ruang CCTV untuk menghilangkan alat bukti.
“Saat datang kepala keamanan kemudian kepala keamanan ditendang dan dibanting. Setelah itu muncul 20 orang. Dan kelompok itu pergi membawa petugas ke penyimpanan kunci dan ruang CCTV dan dirusak,” terang Wibowo.
Wibowo menyebutkan di antara mereka ada yang membawa senjata AK47 yang beberapa kali ditembakkan ke udara. Mereka menginginkan lokasi blok ditahannya empat orang pelaku pembunuhan Sertu Santoso.
“Blok A5 diisi 38 tahanan, empat di antaranya tahanan yang dititip dari Polda. Diperkirakan membawa AK 47 yang diberondong ke atas. Empat orang dari Polda itu disuruh berbaris terpisah lalu ditembak dan meninggal semua. Lalu dibawa ke RSUP Dr. Sardjito,” ungkapnya.
(voa-islam.com/www.bringislam.web.id)Biasanya aparat kepolisian begitu cepat mengungkap kasus penembakan dengan mengerahkan anggota Densus 88. Namun, kali ini peran Densus 88 yang menurut Kepala BNPT, Ansyaad Mbai dipuji-puji dunia internasional itu seolah tak bersuara.
“Kalau pemerintah benar-benar beritikad baik ingin memberantas terorisme, sebenarnya yang kemarin terjadi di Jogja itu kan yang benar-benar teroris, harusnya itu yang ditangani oleh Densus, tapi kok ngga ada bunyinya Densus itu?” kata KH. Muhammad Al-Khaththath usai menjadi pembicara Semalam Bersama Dewan Dakwah, Sabtu (23/3/2012).
Sikap aparat kepolisian, dalam hal ini Densus 88 jauh berbeda jika diduga pelaku adalah umat Islam. Di Makassar dan Bima misalnya, mereka langsung ditembak mati.
“Tapi kalau kita lihat yang di Makassar, Dompu, Bima itu kan mereka penjual kue, masa tiba-tiba dibunuh lalu dibilang teroris? Ini suatu kebohongan yang nyata,” tandasnya.
Menurut Sekjen FUI tersebut, aksi penyerangan LP Cebongan dengan menggunakan senjata laras panjang dan membunuh 4 orang tahanan titipan, salah satunya diketahui anggota polisi jelas bias dikategorikan aksi terorisme.
“Jelas-jelas mereka sudah membunuh bahkan polisi lagi yang dibunuh, itu teror kepada seluruh instansi kepolisian. Artinya itu pesan kepada seluruh polisi; Awas loh macem-macem sama korps gue, bisa gue bantai! Jadi kalau aksi teroris yang seperti itu harusnya dilakukan penindakan,” paparnya.
Kronologi Kasus Penyerangan Lapas Cebongan
Untuk diketahui, Direktur Keamanan dan Ketertiban (Dirkamtib) Ditjen Pemasyarakatan Kemkumham, Wibowo Joko menjelaskan bahwa penyerangan Lapas Sleman pada Sabtu (23/3) dini hari diduga bermotif dendam. Diperkirakan, tewasnya salah satu anggota Kopassus, Sertu Santoso, dalam kasus pengeroyokan di Hugo’s Cafe, pada Selasa (19/3/13) menjadi pemicu penyerangan.
“Jadi peristiwa itu disebabkan kejadian beberapa hari lalu ada keributan di Cafe Hugo oleh empat orang. Salah satu dari mereka anggota polisi. Namun seorang anggota Kopassus. Ia melerai keributan itu, tetapi ia meninggal karena ditusuk,” kata Wibowo di Jakarta, kepada wartawan di Jakarta , Sabtu (23/3/13).
Namun, keempat orang yang membuat keributan ditangkap polisi dan ditahan di Lapas Sleman. Salah satu yang ditahan adalah Johannes Joan Manbait, yang belakangan diketahui sebagai anggota polisi.
“Usai peristiwa tersebut sejumlah orang mencari siapa yang menusuk. Setelah itu, ketemu empat orang, salah satunya Johannes Joan Manbait. Dititip ke lapas, Jumat (22/3) siang, kemudian dini hari tadi pukul 00:30 WIB lapas diserang,” katanya.
Menurutnya, penyerangan itu sebelumnya terjadi ketika seseorang tidak dikenal mengetuk pintu lapas untuk kordinasi dengan tahanan. Tetapi karena pintu tidak dibuka oleh petugas lapas, oknum berpakaian preman tersebut mendesak untuk bertemu dengan kepala keamanan sebelum memasuki ruang CCTV untuk menghilangkan alat bukti.
“Saat datang kepala keamanan kemudian kepala keamanan ditendang dan dibanting. Setelah itu muncul 20 orang. Dan kelompok itu pergi membawa petugas ke penyimpanan kunci dan ruang CCTV dan dirusak,” terang Wibowo.
Wibowo menyebutkan di antara mereka ada yang membawa senjata AK47 yang beberapa kali ditembakkan ke udara. Mereka menginginkan lokasi blok ditahannya empat orang pelaku pembunuhan Sertu Santoso.
“Blok A5 diisi 38 tahanan, empat di antaranya tahanan yang dititip dari Polda. Diperkirakan membawa AK 47 yang diberondong ke atas. Empat orang dari Polda itu disuruh berbaris terpisah lalu ditembak dan meninggal semua. Lalu dibawa ke RSUP Dr. Sardjito,” ungkapnya.
Komnas HAM Tak Akan Hentikan Penyidikan Kasus Cebongan
Sabtu, 06 April 2013 16:08http://www.starberita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=94964%3Akomnas-ham-tak-akan-hentikan-penyidikan-kasus-cebongan&catid=168%3Apolitik&Itemid=774 |
Starberita - Jakarta -
Pelaku penyerangan dan pembunuhan terhadap tahanan di Lapas Klas IIB
Cebongan, Sleman, sudah diungkap TNI. Meski begitu, pihak Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tetap akan melanjutkan
penyelidikan untuk mengungkap apakah ada pelanggaran HAM dalam peristiwa
tersebut.
"Komnas HAM akan tetap melakukan penyelidikan dalam
kasus ini. Belum berhenti," ujar anggota Komnas HAM, Nurcholis, saat
diskusi Sindo Trijaya FM 'Kecolongan Aksi Cebongan' yang digelar Sindo
Radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4/2013).
Nurcholis
mengatakan, penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM bertujuan untuk
mengungkap apakah ada pelanggaran HAM dalam kasus tersebut, terutama
yang dilakukan oleh aparatur negara.
"Kalau
(penyelidikan) Polri untuk proses penegakan hukum. Komnas HAM untuk
penilaian sebuah peristiwa apakah dalam peristiwa itu ada pelanggaran
HAM atau tidak. Komnas HAM konsentrasinya tentu bagaimana keterlibatan
negara atau unit-unit negara," jelas Nurcholis.
Diakui
Nurcholis, untuk melengkapi pencarian datanya, Komnas HAM pun telah
melakukan koordinasi dengan Polri dan TNI. Koordinasi tersebut bertujuan
untuk saling melengkapi data yang ditemukan.
"Komnas
HAM telah bertemu dengan Mabes TNI dan Polri. Kami pun membahas temuan
masing-masing, dan kesepakatan untuk mengkoordinasikan temuan itu, tapi
dengan koridor tetap pada independensi masing-masing. Karena memang
penyelidikan Komnas HAM beda dengan Polri. Ke Mabes TNI lebih banyak
untuk minta keterangan, karena kami juga perlukan kalrifikasi dengan
mabes TNI," katanya.
"Jadi memang dalam kasus ini ada
tiga penyelidikan, ada tiga yang secara bersamaan yang melakukan
penyelidikan atau investigasi. Mulai dari sisi KUHAP, KUHP, UU no 39
tahun 99 dan Mabes TNI yg sudah mengumumkan hasil investigasinya. Tapi
menurut saya ruang lingkupnya berbeda-beda. Intinya adalah mencari siapa
yang paling bertanggung jawab dalam peristiwa Cebongan ini,"
tambahnya.(dtc/YEZ)
|
Sikap Berbeda Atas Penyerbuan Lapas Cebongan Dengan Korban Densus 88
Add comments http://umihanif.speedytaqwa.com/post/detail/3258/sikap-berbeda-atas-penyerbuan-lapas-cebongan-dengan-korban-densus-88
Jakarta (voa-islam.com) Semua media besar di Jakarta
menjadikan peristiwa penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman,
Yogyakarta, sebagai berita utama (headline).
Media-media di Jakarta mengangkat tinggi-tinggi peristiwa penyerbuan itu. Bahkan, harian Kompas mengambil judul"Indonesia Dalam Keadaan Bahaya", tulisnya.
"Pemerintah harus membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus itu.
Apalagi, hal itu sudah menjadi sorotan publik internasional. Jika kasus
itu tak diungkap, Indonesia terancam bahaya, karena negara dikuasai
gerombolan bersenjata". (Kompas, 26/3).
Lebih media nasional itu, melakukan wawancara sejumlah tokoh, sebagai
langkah membentuk opini dengan mewawancarai Rektor Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat, Guru Besar Sekolah
Tinggi Filsafat Driyakarya Franz Magnis Suseno dan Mudji Sutrisno, Guru
Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, Koordinator
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar, dan
Direktur Ekskutif Imparsial Poengky Indarti.
Diantara pernyataan yang dikutif harian Kompas itu, "Yang bahaya, kalau
pencarian keadilan itu kemudian menggunakan senjata. Dampak negatifnya
sangat besar, karena masyarakat seakan mendapat pembenaran untuk
melakukank kekerasan. Ini juga menambah daftar panjang pelanggaran hak
asasi manusia (HAM), pembunuhan, dan penculikan, tetapi aktornya tidak
ditemukan", ungkap Komaruddin.
"Sangat perlu Presiden membentuk tim pencari fakta. Kalau (fakta) tidak
dibuka dan pelaku tidak dihukum, negara dalam keadaan bahaya, karena
negara dikuasai kelompok preman dan penegakkan hukum tidak jalan", ucap
Frans Magnis Suseno.
Kebetulan yang mati dalam penyerbuan di Lapas Cebongan itu, berasal
dari NTT, yaitu Yohanes Yan Manbait, Gameliel Yermiyanto Rohi Rewu,
Adrianus Candra Galaya, dan Hendrik Angel Sahetapy.
Keempat warga NTT itu, terduga pelaku pembunuhan Anggota Kopassus,
Karangmenjangan, Surakarta, Sersan Satu Santoso. Diantara empat terduga
pembunuh Sersan Santoso, Juan anggaota Polrestabes Yogyakarta, yang
konon sudah dipecat.
Betapa media massa di Jakarta yang begitu dahsyat dan mengangkat
tinggi, peristiwa penyerbuan Lapas Cebongan yang menewaskan empat orang
NTT, yang diduga melakukan pembunuhan terhadap Anggota Kopassus Sersan
Santoso.
Mereka membela habis keempat orang yang terduga pelaku pembunuhan
Sersan Santoso. Media-media yang ada itu, juga mendorong kepada
pemerintah dan Presiden SBY melakukan tindakan tegas, terhadap pelaku
penyerbuan Lapas Cebongan.
Sesungguhnya apa artinya bagi media nasional yang terbit di Jakarta
itu, kemudian seakan keempat orang yang telah tewas di Lapas Cebongan
itu seperti "martyr", yang harus dibela habis.
Mereka seperti orang-orang yang sangat berharga, hanya karena mereka
tewas diserbu dengan menggunakan senjata oleh sejumlah orang yang belum
diketahui identitasnya.
Tetapi, bandingkan dengan mereka yang tewas oleh Densus 88, yang mereka hanya diberi lebel sebagai "teroris",
yang sebagian besar adalah para aktivis Islam, mereka yang memiliki
cita-cita dan idealisme terhadap prinsip-prinsip Islam, kemudian tewas
dengan sangat mengenaskan oleh Densus 88. Tanpa pernah dibuktikan secara
hukum kejahatan yang mereka lakukan.
Menurut HAM sudah lebih 83 terduga teroris yang tewas di tangan Densus
88, belum mereka yang disiksa dan penjara. Seakan kalau mereka yang
beragama Islam itu, dibunuh dan dibantai oleh aparat menjadi "given" (dimaklukmi).
Tidak ada satupun media yang membela dan bersifat adil terhadap mereka
yang menjadi terduga teroris. Mereka yang sudah tewas akibat tindakan
Densus itu, kemudia dibenarkan oleh media-media yang ada, dan diberikan
opini mereka sebagai manusia yang palihg jahat, dan berhak dihabisi.
Tanpa mengenal belas kasihan lagi.
Padahal, Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, menanggapi sikap yang
dilakukan oleh Densus 88, sangat jelas terjadi penghilangan nyawa dengan
sewenang-wenang. Seperti yang terjadi di Poso, dan berbagai penembakan
lainnya yang dilakukan oleh Densus 88. Media-media nasional tidak pernah
memberikan opini yang imbang dan objektif.
Tapi, sekarang dengan kematian empat warga NTT itu, mereka bangkti
serentak dan mengangkat sebagai peristwa yang sangat besar. Bahkan,
media seperti Kompas, mengatakan, seperti "Negara Dalam Bahaya". Tidak
pernah mengatakan tindakan yang dilakukan oleh Densus 88, yang sangat
eksessif (berlebihan) itu, sebagai membahayakan negara.
Media-media yang ada telah bertindak dengan sangat tidak adil,
khususnya dalam memberikan opininya terhadap peristiwa yang menimpa umat
Islam dengan perisitwa yang menimpa orang-orang Kristren, seperti yang
terjadi sekarang ini, yang menimpa empat orang warga NTT, yang menjadi
terduga pembunuh anggota Kopassus Sersan Santoso.
Peristiwa yang menimpa umat Islam selalu diputar-balikkan dengan
berbagai opini, yang kemudian membuat posisi umat Islam menjadi
tertuduh, dan fihak yang salah dan layak dihukum. Bahkan, dihabisi
dengan menggunakan kekerasan senjata, seperti yang terjadi di Poso.
Padahal, di Poso, yang menjadi korban adalah umat Islam. Ratusan umat
Islam tewas dibantai milisi "kelelawar" yang dipimpin Tibo Cs, yang
berasal dari NTT. Tetapi, anehnya sekarang justeru umat Islam yang
sekarang dituduh menjadi pelaku kejahatan, dan melakukan tindak
terorisme di Poso.
Kasus kejahatan yang dilakukan milisi kristen tidak pernah diungkap
dengan tuntas, dan justerus ditutupi, dan sekarang yang menjadi tertuduh
umat Islam. Sungguh sangat tragis.
Begitu tidak adilnya media-media kristen dan sekuler menanggapi kasus
yang terjadi terutama, kasus yang dialami umat Islam dengan yang
dialami oleh orang-orang kristen.
Bahkan, kasus yang sangat tidak penting, seperti kasus gereja Yasmin di
Bogor pun, diadukan ke Komisi HAM internasional. Sungguh sangat tidak
adil sikap media-media terhadap kasus Cebongan dibandingkan dengan
terduga teroris. Wallahu'alam.
Pengamat Curiga Ada Pembiaran Dalam Kasus Cebongan
Posted by KabarNet pada 07/04/2013
http://kabarnet.wordpress.com/2013/04/07/pengamat-curiga-ada-pembiaran-dalam-kasus-cebongan/comment-page-1/#comment-151133
Jakarta – KabarNet: Pengamat
Militer Dr Ikrar Nusa bhakti menduga ada upaya pembiaran dari pihak
kepolisian dan TNI AD sehingga terjadi penyerangan terhadap Lapas
Cebongan, Sleman, yang berakibat terbunuhnya 4 preman yang ditahan di LP
tersebut.
“Saya menduga ada komunikasi
intensif dengan polisi dan TNI kenapa? Karena kalau memang polisi tahu
harus dijaga dan tidak ada Brimob berjaga berarti ada something wrong,
daripada terjadi perang aparat keamanan lebih baik persoalan itu
dibiarkan mereka melakukan hal itu (Penembakan, red),” ujarnya, Sabtu (6/4/2013).
Ikrar juga
meragukan ada kesimpangsiuran mengenai jumlah pelaku penembakan di
Lapas Cebongan. “Apa benar ada 11 orang? kalau dengar ada 17 orang
pelaku berdasarkan saksi tahanan di Yogyakarta, tidak mungkin salah
hitung,” ungkap Ikrar.
Namun ia berpendapat bahwa jangan hanya
fokus terhadap penyerang 11 pelaku saja. Ikrar curiga ada dugaan
komunikasi antara Polda dan Pangdam dan ada keniscayaan bahwa petinggi
militer dan polisi mengetahui rencana penyerangan lapas Cebongan.
“Apakah petinggi militer dan polisi tidak
tahu ada penyerangan? Kapolda kenapa minta tahanan untuk dipindah? itu
suatu yang tidak mungkin,” tandasnya.
Komnas HAM Punya Pandangan Berbeda Menyikapi Kasus Cebongan
Sementara itu, Komnas HAM mengaku
mempunyai penyelidikan berbeda dengan Polisi dalam kasus penyerangan
lembaga pemasyaratakam (Lapas), Cebongan, Sleman, DIY. “Polri dalam
rangka penegakan hukum, komnas dalam rangka penilaian sebuah peristiwa
apakah ada peleggaran HAM atau tidak,” ungkap Anggota Komnas HAM
Nurcholis di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4/2013).
Menurutnya, dalam investigasi Komnas HAM
tidak mencakup kepada proses hukum yang telah dilakukan oleh Polri dan
TNI, namun lebih kepada penilaian soal keterlibatan negara dalam sebuah
peristiwa tersebut. Sehingga dengan begitu dapat diketahui apakah negara
lalai atau membiarkan peristiwa itu.
“Karena ini adalah UU 39 yang digunakan,
maka keluarannya rekomendasi baik proses law informan, atau punishmen.
Bahwa jabatan-jabatan tertentu telah melanggar HAM,” papar Nurcholis.
Menurut Nurcholis, untuk mengetahui ada
tidaknya keterlibatan negara dalam kasus tersbut, maka Komnas HAM akan
menemui beberapa pihak seperti Mabes Polri dan TNI. “Kami akan bertemu
Mabes TNI, kami mengkoordinasikan, sebenarnya bukan koordinasikan saja,
ketika tim berangkat ke DIY,” tandasnya.
Seperti sudah ramai diberitakan di
berbagai media, pada 23 Maret lalu, 11 anggota Kopassus dari group 2
Kartosuro melakukan penyerangan ke Lapas Cebongan, Sleman, Yogyakarta.
Aksi tersebut dilakukan untuk mencari empat preman pelaku pembunuhan
seorang anggota TNI Kopassus bernama Serka Heru Santoso, yang tewas pada
19 Maret di Hugo’s Cafe, Yogyakarta. Empat preman pelaku tersebut juga
terlibat dalam kasus pembacokan mantan anggota Kopassus bernama Sertu
Sriyono pada 20 Maret lalu.
Merasa kehormatan satuannya diusik dan
atas nama jiwa korsa, 11 anggota Kopassus itu pun melakukan aksi balas
dendam. Akibatnya, empat preman pelaku pembunuhan sadis terhadap anggota
TNI Kopassus akhirnya tewas ditembak di Lapas Cebongan. Keempat preman
naas itu adalah: Hendrik Angel Sahetapi alias Deki (31); Yohanes Juan
Manbait (38); Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29); dan Adrianus
Candra Galaja alias Dedi (33). [KbrNet/adl – Source: Inilah.com]
incar berkata
Orang jogja Asli berkata
penjahat kok di bela… BANTAI AJA SEMUA SAMPAH MASYARAKAT… Buang kelaut…terutama para KORUPTOR DORR AJA PERUT GENDUTNYA…BIAR MAMPUSS … MERDEKKA.. Hiduplah Negri ku .. indonesia
Orang jogja Asli berkata
Kalangan pemuda dan rakyat Yogyakarta, memberikan dukungan kepada Kopassus, guna memberantas dan membersihkan para preman dari Yogyakarta. Karena, selama ini ada pembiaran terhadap para preman, dan bahkan ada oknum aparat yang memberikan dukungan kepada para preman.
TNI Angkatan Darat dan Kopassus, beberapa hari ini, terus diharu-biru oleh media seperti Kompas, Tempo, dan lainnya, yang dituduh melakukan hukum rimba, ketika mengeksekusi empat orang preman dan mantan anggota polisi yang membunuh secara sadis Sersan Heru Santoso.
Kecemanan dan cercaaan itu, kemudian berbalik menjadi dukungan rakyat dan elemen-elemen pemuda Yogyakarta, yang menginginkkan kota pelajar dan budaya itu dibersihkan dari para preman. Rakyat dan para pemuda Yogyakarta mendukung tindakan Kopassus yang mengeksekusi para preman.
Yogyakarta, kota pelajar dan budaya yang tenang, berubah penuh dengan kekerasan sejak berdatangannya orang-orang dari Ambon dan NTT, bahkan berkembangnya budaya kekerasan, narkoba, dan minum, alias premanisme.
Ketenangan menjadi porak-poranda. Kekerasan kerap terjadi dan keributan menyeruak di seantero kota Yogyakarta. Semua ini berlangsung, karena adanya dukungan dan main mata, antara para preman Ambon dan NTT dengan oknum aparat kepolisian.
Hari Minggu, di kota Yogyakarta, di tengah guyuran hujan, berlangsung aksi dukungan terhadap Kopassus. Ratusan pemuda dari berbagai elemen, menggelar aksi dan melakukan orasi mendukung tindakan Kopassus yang membersihkan para preman dari kota pelajar dan budaya itu.
Mereka menginginkan kota Yogyakarta bersih dari segala bentuk premanisme, yang sekarang sudah menjadi ancaman nyata kehidupan mereka. Mereka menginginkan Yogyakarta dibersihkan dari premanisme. Karena itu, sekarang rakyat Yogyakarta terus melakukan sweeping dan pengawasan terhadap orang-orang yang berprofesi preman.
Ratusan pemuda menggelar aksi dukungan atas kejujuran Kopassus, Kandangmenjangan yang mengakui perbuatannya. Para anggota Kopassus itu sudah mengakui sebagai pelaku penempbakan empat penghuni Lapas Cebongan, yang berasal dari Ambon dan NTT.
Selama ini rakyat Yogyakarta sangat diresahkan orang-orang Ambon dan NTT, yang selalu mengintimidasi mereka. Dengan berbagai bentuk kekerasan yang mereka lakukan. Dengan tindakan yang dilakukan Kopassus itu, rakyat Yogyakarta kembali memiliki spirit melawan para preman itu.
Ratusan elemen pemuda dan rakyat Yogyakarta itu, berasal dari FKPPI, Paksitkaton, Jogya Otomotif, Rembug Jogya, Jogya Community, GP Ansor, dan beberapa elemen lainnya dari rakyat Yogyakarta. Kelompok-kelompok itu bergabung dalam : “Pemuda Anti Premanisme”.
Di Tugu Perjuangan, para pemuda itu, salah satu diantara pemuda itu, melakukan orasi tanpa henti, dan mengungkapkan dukungannya kepada Kopassus. Orasi yang dilakukannya itu, sebagai bentuk dukungan dan simpati terhadap anggota Kopassus,Sersan Heru Santoso. Kemudian, mereka mengumpulkan dana : “Semiliar Koin untuk Serka Heru”.
“Ini aksi dukungan kita kepada Kopassus yang dengan berani memberantas preman Yogyakarta”, kata Utomo, Koordinator aksi. Ratusan pemuda menglilingi Tugu dengan benda Merah Putih sepanjang 60 meter. Mereka juga menggelar tabur bunga dan do’a bersama untuk almarhum Serka Heru Santoso.
Beberapa spanduk dikibarkan mengelilingi Tugu bertuliskan, “Rakyat-TNI bersatu berantas premanisme, Terimakasih Kopassus, Yogya Aman Preman Minggat, Kastria Kopasssu Berani Berubat Berani Bertanggungjawab”, dan “Preman itu Pengecut dan Tak Punya Perasaan”.
Memang, sejak terjadi pembunuhan Serka Santoso, dan kemudian terjadinya pembunuhan terhadap empat orang preman dari Ambon dan NTT, banyak para pemuda yang berasal dari Ambon dan NTT itu, meninggalkan Yogyakarta, dan sebagian diantara mereka meminta perlindungan gereja.
“Kita menolak tegas premanisme dan usir Yoyakarata”, ujar Utomo. Dengan aksi itu menunjukkan solidaritas pemuda Yogyakarta, yang menginginkan kota Yogya menjadi aman dan bebas segagala bentuk premanisme.
Dibangian lain, pengumpulan semilair koin untuk almarhum Serka Heru Santosos dialkukan dengan mengedarkan kardus bertuliskan : “Semiliar koin Serka Heru Santoso”, kepada pengendara motor, mobil, dan pejalan kaki yang melewati Tugu.
Selanjutnya, menurut Prasetyo, salah satu orator yang ikut dalam aksi di Tugu itu, mengatakan pengumpulan “semilair koin”, merupakan bentuk solidaritas bagi almarhum Serka Heru Santoso. Pengumpulan koin itu akan dilakukan selama satu bulan. Memang, rakyat sudah sangat letih, melihat berbagai kekerasan yang dilakukan para preman, sementara mereka ini, mendapatkan dukungan dari oknum aparat.
Aksi para pemuda itu, kemudian diakhiri dengan melakukan konvoi yang membawa foto Serka Heru Santoso diiringi bendera Merah Putih, sepanjang 60 meter, dan berbagai spanduk, serta foto Serka Heru Santoso diletakkan dibawah patung Jenderal Sudirman di halaman Gedung DPRD DI Yogyakarta. af/rplk.
Share this post..
Jual Sepatu Futsal berkata
Orang jogja Asli berkata
arifin berkata
PERLU PENELITIAN..DAN DIPERDALAM.. JANGAN2 ADA BIZ NARKOBA TINGKAT TINGGI…UNTUK MENGACAU DAN MENGHANCURKAN NEGARA….DAN RAKYAT JOGYA…YANG SANTUN..?? DAN BISA JADI JOGYA MENJADI SASARAN…TARGET…MEREKA… YANG MEMANG BERMAKSUD..JAHAT KEPADA RAKYAT INDONESIA..??
DUKUNG KOPASUS…DAN BEBASKAN JOGYA DARI PARA PREMAN2…DAN BARANG2 YANG MERUSAK DAN DIHARAMKAN….???
AWAS..FITNAH…DAN ISUE2 BARU…DIMEDIA MAINSTREAM..YANG SELALU BERPIHAK KEPADA PREMANISME..??? … MEREKA PINTAR DAN AHLI PROVOKASI..??