Jumat, 16 September 2011

Pemilu Bikin Anggota DPR Tak Ada yang Waras?....>>>....Antusias para politisi untuk menjadi anggota dewan dinilai sebagai tindakan yang tidak sehat. Pasalnya, mahalnya biaya demokrasi dalam sistem Pemilu tidak sebanding dengan gaji anggota dewan. Hal itu diungkapkan Andi Warianto, anggota LSM Sygnal, pada acara diskusi yang diadakan Petisi 28 di Doekoen Coffee Jakarta Selatan, Ahad (11/9/2011)...>>....Pemerintah dan DPR Ramai-ramai Permainkan Anggaran....>>....PERMAINAN anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR diyakini melibatkan banyak pihak. Sebab, dalam penyusunan dan pembahasan hingga penetapan anggaran, bukan hanya DPR yang berperan, tetapi juga para pihak dari pemerintah atau kementerian. Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, mengaku berani menyatakan itu karena sejauh yang ia pahami DPR tidak bisa berdiri sendiri dalam merancang dan menetapkan anggaran negara....>>... Inilah Demokrasi Liberal Barbar... yang dimanapun diterapkan selalu menghalalkan segala cara untuk memperoleh Suara... termasuk memperoleh Dana2...Besar...!!!...>> Semua ini akibatnya Rakyatlah yang menanggung....!!! Awalnya mungkin saja diminta melalui para Pngusaha Kaya... >>> Dan Para Pengusaha itu tentu minta Fasilitas2... dan Semua itu pasti ada biaya2 Besar... yang kemudian dibenakan kepada Biaya Perusahaan yang akhirnya menjadi harga kual produk2 mereka yang menjadi mahal...>>> Disinilah Rakyat mulai menuai beban... dengan ekonomi... biaya tinggi...>>> Hayyooo Rakyat dan Umat Islam segera TOLAK DEMOKRASI LIBERAL BARBAR Dan PENUH DUSTA- dan MANIPULASI>>>... Hayyooo ... Bangkitlah Bangsaku... Bangkitlah Umat Islam...Untuk segera Mandiri... dan Berkepribadian Indonesia...>>> Tegakkan Syariah Islam Bagi Pemeluknya dengan Utuh dan kaffah dan Komprehensif... Secara Benar.. Dan Lurus Kepada Allah dan Rasulullah SAW...>> Amin...

Senin, 12 Sep 2011
 
 

Pemilu Bikin Anggota DPR Tak Ada yang Waras?

JAKARTA (voa-islam.com) – Antusias para politisi untuk menjadi anggota dewan dinilai sebagai tindakan yang tidak sehat. Pasalnya, mahalnya biaya demokrasi dalam sistem Pemilu tidak sebanding dengan gaji anggota dewan.
Hal itu diungkapkan Andi Warianto, anggota LSM Sygnal, pada acara diskusi yang diadakan Petisi 28 di Doekoen Coffee Jakarta Selatan, Ahad (11/9/2011).
Salah satu topik yang menghangat dalam diskusi yang  membahas perilaku para anggota DPR itu adalah upaya yang dilakukan para caleg untuk dapat duduk di kursi dewan yang terhormat.
Menurut Andi Warianto, sampai saat ini tidak ada satu pun anggota DPR yang waras, karena bila dipikir secara akal sehat gaji bulanan anggota DPR itu terima bersih puluhan juta. Padahal biaya kampanyenya memakan uang sampai milyaran rupiah.
“Bayangkan kalau untuk dana kampanye seorang caleg butuh biaya setidaknya Rp 2 miliar. Kalau dilihat dari gaji yang nanti mereka dapat, orang waras mana yang mau?” ujar Andi,
Andi menambahkan, ketidakwarasan anggota DPR sedikit tercermin dari kasus Nazaruddin cs yang menurutnya kini sudah menjadi orde baru ketiga. Dikatakannya, bila keadaan seperti ini dibiarkan selama 10 tahun ke depan, maka SDM, SDA, dana APBN serta APBD akan habis tergerus. “Kalau sudah habis, maka yang dilakukan orang-orang ini adalah menjual perundang-undangan,” tegasnya.
Ketidakwarasan itu, lanjut Andi, sebenarnya bukan hanya pada pemilu caleg, tetapi juga pemilu lainnya seperti Pilkada. “Uang perputaran kampanye selama Pilkada itu bisa mencapai triliunan rupiah. Jadi saya rasa bukan hanya pemilu legislatif saja yang tidak waras,” imbuhnya. [ahana/trb]

Inilah Bangsaku, Pemerintah dan DPR Ramai-ramai Permainkan Anggaran



http://www.voa-islam.com/lintasberita/eramuslim/2011/09/07/16036/inilah-bangsaku-pemerintah-dan-dpr-ramairamai-permainkan-anggaran/

PERMAINAN anggaran di Badan Anggaran (Banggar) DPR diyakini melibatkan banyak pihak. Sebab, dalam penyusunan dan pembahasan hingga penetapan anggaran, bukan hanya DPR yang berperan, tetapi juga para pihak dari pemerintah atau kementerian.

Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, mengaku berani menyatakan itu karena sejauh yang ia pahami DPR tidak bisa berdiri sendiri dalam merancang dan menetapkan anggaran negara.
“Rancangan APBN berupa pagu indikatif, masuk ke Badan Anggaran (Banggar) sudah tersusun hingga satuan tiga dari tiap-tiap kementerian dan lembaga (KL),” katanya di Jakarta, Rabu 7 September 2011.
Pagu indikatif itu, menurut dia, telah dibahas dan disetujui melalui komisi-komisi di DPR berdasarkan perencanaan yang telah disiapkan oleh pihak Bappenas bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Jadi, peluang main mata hanya dimungkinkan jika semua pihak terlibat. Mulai dari perencanaan, pengalokasian, hingga persetujuan,” ujarnya.

Bambang Soesatyo malah menambahkan, itu saja belum cukup, karena sesungguhnya eksekusi proyek ada di kementerian dan lembaga masing-masing.
“Jadi, kendati ada main mata di tingkat perencanaan hingga persetujuan di DPR, kalau tender dijalankan benar-benar, tanpa rekayasa, main mata atau setoran ke DPR atau ke menteri tidak akan efektif,” katanya.
Artinya, tidak boleh ada peserta tender titipan menteri atau DPR RI yang harus dimenangkan dan dikalahkan, katanya.
“Kalau pelaksanaan tender berjalan terbuka, saya jamin tidak akan ada pengusaha yang mau kasih komisi atau suap ke menteri atau DPR karena tidak ada jaminan perusahaannya dimenangkan,” ujarnya.
Bambang Soesatyo juga menegaskan, untuk mengurangi praktik koruptif, pelaksanaan tender harus diperketat dan transparan.

“Agar tidak ada calon (perusahaan) titipan. Kalau ada penyimpangan di Bangar, itu lebih kepada perilaku oknum yang bermain,” katanya.
Maklum, menurut dia, partai di Indonesia saat ini masih sangat tergantung pada kekuatan ekonomi ketua umumnya.
“Jadi, kalau kondisi ekonomi ketua umum partainya pas-pasan, ya… yang repot anggotanya,” tuturnya.
Terutama, lanjutnya, yang duduk di eksekutif maupun di legislatif di setiap tingkatan.
“Karena, mengelola partai tidak mudah dan murah, di era sekarang,” kata Bambang Soesatyo.
Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini mengatakan, ia prihatin terhadap persepsi publik sekarang soal Banggar DPR.
“Bahwa episentrum korupsi seolah-olah ada di Banggar,” ujarnya.

Namun, menurut dia, ‘kita’ juga tidak dapat menyalahkan publik, karena berbagai kasus korupsi yang mencuat akhir-akhir ini, mulai dari kasus Nazaruddin hingga kasus Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans), selalu mengaitkan adanya aliran dana ke Banggar DPR.
“Padahal, apa sesungguhnya yang terjadi? Sejauh yang saya pahami, Banggar sebetulnya tidak bisa berdiri sendiri. Karena Rancangan APBN berupa pagu indikatif masuk ke Banggar sudah melewat pembahasan dan persetujuan institusi lain sebagaimana saya sebutkan tadi,” katanya.

Apalagi, demikian Bambang Soesatyo, segala yang berkenaan dengan detil anggaran dan teknis pelaksanaannya sudah dibahas serta disetujui di Bappenas maupun Kemenkeu juga komisi-komisi di DPR. Kasihan rakyat Indonesia, sudah miskin, uang yang seharusnya menjadi hak mereka, dipermainkan oleh pejabat. (pz/matanews)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar