Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab
http://sang-pendulang.blogspot.com/
Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M, kira-kira dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Sedangkan Umar bin Khattab bernama lengkap Umar bin Khattab
bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah satu gelar pujian beliau
adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh Rasulullah saw. Makalah ini membahas tentang Sistem Pemerintahan masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Nabi Muhammad SAW telah memimpin masyarakat Muslim kurang lebih selama
10 tahun. Pemerintahan nabi Muhammad SAW di Madinah telah berhasil
memberikan beberapa dasar hukum baru pada masyarakat Arab, baik pada
sisi politik, sistem kemasyaratan, sistem hukum yang akan mengatur
masyarakat Muslim pada masa selanjutanya.
Tampuk
kepemimpinan tersebut kemudian dilanjutkan oleh Abu Bakar, sepeninggal
Rasulullah saw., sebagai pemimpin pertama pengganti Rasulullah. Tentu
ada banyak perbedaan corak kepemimpinan antara Rasulullah saw. Dengan
kepemimpinan Abu Bakar yang disebabkan semakin heterogennya masyarakat
Muslim. Dinamika sosial yang semakin berwarna lebih terlihat pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pengganti Abu Bakar.
Berbagai fondasi kemajuan peradaban Islam diletakkan pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab. Makalah ini akan mengkaji tentang
perdaban Islam pada masa pemerintahan dua Khalifah rasyidah tersebut.
II. Abu Bakar Khalifah Rasyidah Pertama (632-634 M/11-13 H)
Abu
Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M, kira-kira
dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama Utsman
bin Amar bin La’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab yang bergelar
dengan Abu Quhafah. Dari silsilah inilah Abu Bakar r.a, baik dari pihak
ayahnya maupun ibunya mempunyai pertalian dengan keluarga nabi Muhammad
saw, yang bertemu silsilahnya pada Murrah bin Ka’ab.[1]
Beliau
adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw, yang mempunyai rasa sosial
yang tinggi. Beliau pernah membebaskan tujuh budak muslim yang
tersiksa, salah satunya adalah Bilal, Amir bin Quhairoh dan lain
sebagainya. Beliau juga mempunyai sebuah baitul mal yang berada di Sunh
yang selalu ia tempati sebelum hijrah ke Madinah, kemudian setelah
hijrah ke Madinah, beliau tetap tidak menerima usulan untuk menempatkan
penjaga di baitul mal tersebut. Beliau tetap membiarkannya sebagai
temapt terbuka dan persinggahan bagi orang-orang hingga rumah itu habis
isinya. Beliau juga pernah menginfakkan hartanya sebanyak 4000 dinar
untuk kepentingan Islam, padahal harta itu ia semuanya beliau dapatkan
dari usahanya berdagang.[2]
A. Proses Pengangkatan Abu Bakar r.a
Dalam
catatan sejarah, pengangangkatan Abu Bakar r.a sebagai kahlifah
mengalami polemik di kalangan para sahabat, hal ini diamping bahwa Ali
bin Abi Thalib r.a tidak ikut dalam peristiwa Saqifah, ternyata Ali bin
Abi Thalib juga tidak mau membaiat Abu Bakar hingga enam bulan
lamanya.[3]
Dalam
proses pemilihannya terjadi hal-hal yang kurang damai antara kaum
Anshor dan Muhajirin. Kaum Anshor sebagai penduduk asli mengklaim bahwa
mereka memiliki lebih banyak andil dalam menyiarkan Islam dan memiliki
sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan kaum
Muhajirin. Dengan demikian mereka melakukan musyawarah di suatu tempat
di Bani Sai’dah untuk memilih dan membaiat Sa’id bin Ubaidillah, seorang
pemuka dari suku Khazraj.[4]
Dengan
diplomasi dan kerja sama antara Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a
dan Abu Ubaidah bin Jarrah, maka Umar bin Khattab r.a mengangkat tangan
Abu Bakar r.a serta mengucapkan baiatnya setianya kepada Abu Bakar r.a
sebagai pemimpinnya, lalu hal yang serupa juga dilakukan oleh Ubaidah
bin Jarrah. Terobosan dan spekulasi mereka ini ternyata menghasilkan
nilai positif untuk keberhasilan gagasan mereka dalam mengangkat Abu
Bakar r.a sebagai khalifah.[5]
Abu
Bakar r.a kemudian dibaiat secara umum pada ke-esokan harinya di
masjid Nabawi. Pada kesempatan ini ia mengucapkan pidato pertamanya
sebagai khalifah. Maka sejak saat itu kepimimpinan ummat berada di
tangan Abu Bakar r.a dengan gelar kahlifah Rasulullah (pengganti rasul)
yang dalam perkembangan selanjutnya disebut sebagai khalifah saja.
Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk
menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin ada dan
kepala pemrintahan.[6]
B. Dinamika Pemerintahan Abu Bakar
1. Dinamika agama.
Ada
beberapa gejala yang sungguh umum yang terjadi tidak lama setelah
kematian Muhammad saw. Beberapa dari kalangan yang bukan Arab Quroisy
kemudian menyatakan kemerdekaan mereka karena menganggap bahwa
ketundukan itu hanyalah berlaku kepada Muhammad saw, sang rasul.
Pembangkangan-pembakangan yang terjadi pada masa Abu Bakar r.a ini juga
dibarengi dengan munculnya beberapa orang yang mengaku sebagai nabi baru
dan mendakwakan agama ke kaumnya. Selain itu juga muncul juga gerakan
untuk mogok bayar zakat, dengan anggapan bahwa zakat itu hanya wajib
apabila Muhammad ada.
Masalah
kematian Rasulullah saw, memang telah membawa dampak yang sungguh besar
dalam ke-imanan seseorang kala itu. Krisis ini tidak hanya menerpa
mereka yang memang jauh dari Madinah, atau jauh dari Rasulullah, akan
tetapi juga dialami beberapa sahabat.
Masyarakat
muslim kala itu memang tidaklah se-heterogen bila dibandingkan pada
masa selanjutnya, akan tetapi beberapa elemen penyusun dasar masyarakat
sudah mulai bervariasi. Otomatis tingkat kepatuhan, keyakinan, minat
terhadap Islam, motivasi untuk memeluk agama Islam pada masa Rasulullah
pasti berbeda-beda. Bisa jadi ada yang motivasinya hanyalah
penyelamatan diri dari serangan-serangan Arab, atau juga bisa jadi hanya
menghindari beban upeti kepada mereka.[7]
Kemudian
dengan meninggalnya nabi Muhammad saw, anggapan bahwa zakat tidak perlu
lagi dibayar serta mertapun muncul. Meskipun beberapa kejadian ini
mempunyai indikasi lain yang tidak kalah pentingnya, yakni hanya sebuah
usaha agar tidak membayar pajak, akan tetapi kedoknya adalah benar-benar
agama, hingga mereka yang melancarkan gerakan nabi palsu, mogok zakat
dan lain sebagainya disebut sebagai murtad.[8]
Ada beberapa kelompok yang melakoni gerakan riddah ini, mereka adalah:[9]
- Bani Amir dan Hawazan dan Sulaim.
- Musailamah yang mengaku sebagai nabi baru.
- Penduduk Bahrain.
- Penduduk Oman dan Mahrah.
- Penduduk Yaman dalam dua kali gelombang.
- Penduduk Hadramaut dan Kinda
Abu
Bakar sibuk untuk mengurusi masalah-masalah yang seperti ini yang
semuanya berlangsung pada tahun awal pemerintahannya yakni tahun 11 H,
hingga beliau tidak sempat memikirkan ekspansi ke luar kecuali hanya
sedikit, selain memang masa kepemimpinan beliau memang yang paling
singkat dibanding para penerusnya. Tapi akhirnya Abu Bakar berhasil
meredam seluruh gerakan ini dengan mengirimkan pasukannya. Karena memang
riddah dalam keyakinan ummat Islam adalah harus dibunuh hingga mati
atau kembali ke dalam Islam maka begitu juga dengan perintah Abu Bakar
r.a kepada para pemimpin pasukan.
2. Dinamika Sosial.
Sebenarnya
masyarakat muslim, yang terdiri dari banyak element dan suku terancam
hancur persatuannya pada peristiwa Saqifah. Sejumlah kalangan pengungsi
dari Mekkah dan beberapa klan lemah di Madinah juga beberapa orang yang
melepaskan diri dari klannya bersatu untuk memikirkan suksesi Abu Bakar
r.a dan menghalangi kalan Khazraj untuk memilih pemimpin sendiri karena
hal ini akan sangat rentan dengan munculnya permusuhan di kalangan elit
politik dan masyarakat.[10]
Selain
itu dalam beberapa kisah, yang coba diabaikan beberapa kalangan,
disebutkan bahwa terjadi ketegangan antara bani Hasyim dengan Abu Bakar
dan suksesornya Umar bin Khattab.[11] Dalam beberapa riwayat seperti
yang dituturkan oleh Muhammad Haikal disebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar
bin Khattab mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan membawa sekelompok
pasukan untuk meminta baiat Ali bin Abi Thalib. Aka tetapi Ali bin Abi
Thalib dan beberapa anggotanya menghadap mereka dengan pedang di
tangannya, hingga terjadi adu fisik antara Ali bin Abi Thalib r.a dan
Umar bin Khattab r.a.[12]
Abu
Bakar r.a adalah salah satu figur yang dihormati oleh masyarakat,
selain karena beliau termasuk sahabat paling dekat dengan nabi, ia juga
termasuk salah satu orang yang paling pertama memeluk Islam dan mertua
Rasulullah saw, akan tetapi Ali bin Abi Thalib r.a sedikitpun tidak
kalah wibawanya dibandingkan Abu Bakar r.a, beliau adalah sepupu nabi,
bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
orang yang paling pertama kali masuk Islam, beliau juga adalah menantu
Rasulullah saw. Dua figur yang sangat dihormati di Madinah ini dan
mempunyai banyak pendukung tentu saja melahirkan paling sedikit dua blok
masyarakat, yang mendukung Abu Bakar r.a dan yang mendukung Ali bin Abi
Thalib r.a. Tentu saja ini melahirkan suatu dilema tersendiri bagi
masyarakat.
3. Politik.
Kestabilan
politik yang telah dirintis oleh Rasulullah saw, berangsur-angsur
memburuk setelah kematian beliau. Ini terbukti dengan terjadinya
beberapa pemberontakan di luar Madinah, baik itu pemberontakan yang
dimotivasi oleh keinginan melepaskan diri dari kekuasaan Islam ataupun
pemberontakan-pemberontakan yang dilancarkan oleh kaum-kaum murtad.
Selain
itu di Madinah, seperti yang kita sebutkan diatas, muncul dua blok
kekuasaan politik, satu pihak adalah Abu Bakar r.a yang telah diangkat
menjadi khalifah, di pihak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a-yang dalam
pandangan beberapa sarjanawan disebutkan bahwa beliau berpendapat dan
disetujui oleh pengikutnya sebagai orang yang lebih berhak untuk
menduduki posisi kepemimpinan.[13]
Anggapan
bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah orang yang lebih berhak untuk
mendapatkan tampuk kepemimpinan diawali dengan mengedepankan hadist
Ghadir Khum yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah pewaris
nabi Muhammad saw. Peristiwa Saqifah yang tidak dihadiri oleh Ali bin
Abi Thalib r.a yang kala itu sibuk dengan mengurusi jenazah Rasulullah
saw, dimata beberapa kalangan merupakan awal perampasan kekuasaan dari
Ali bin Abi Thalib r.a. Kesekongkolan antara Umar bin Khattab r.a, Abu
Bakar r.a dan Abu Ubaid bin Jarrah dianggap sebagai salah satu usaha
untuk tidak menggabungkan kepemimpinan politik dan agama pada Bani
Hasyim.[14]
Ada
banyak versi yang menceritakan pertikaian politik antara dua blok
politik terbesar di Madinah. Akan tetapi ada juga riwayat yang menafikan
pertikaian politik tersebut, seperti riwayat shahih yang diceritakan
oleh at-Thabari.[15] Selain itu Haikal juga menuturkan bahwa
riwayat-riwayat yang menyebutkan terjadinya pertikaian politik baru
muncul jauh sesudah berakhirnya ke-khalifahan Abu Bakar r.a yakni pada
masa Abbasyiah.[16]
a. Stabilitas Negara.
Pada
masa pemerintahan Abu Bakar r.a, tercatat beberapa pemberontakan yang
membahayakan bagi kesatuan negara Islam. Beberapa diantaranya adalah
gerakan-gerakan riddah yang muncul tidak lama setelah kematian
Rasulullah saw. Pemberontakan-pemberontakan itu bisa dilatari beberapa
alasan baik alasan politik, ekonomi ataupun agama. Beberapa
pemberontakan dan gerakan yang mengancam stabilitas negara itu dapat
kita sebutkan sebagai berikut:[17]
1. Pemberontakan Thulaihah yang mengklaim dirinya sebagai nabi sebelum wafatnya Rasulullah saw.
2. Pemberontakan Sajjah dan Malik bin Nuwairoh di dari Yamamah.
3. Perang Yamamah, dan Musailamah yang menyebut dirinya sebagai nabi.
4. Gerakan riddah di Baharain.
5. Gerakan riddah di Omman dan Muhrah.
6. Gerakan riddah di Hadramaut dan Kindah.
Semua gerakan riddah dan pemberotakan ini berhasil diredamkan baik dengan peperangan ataupun tidak.
b. Ekspansi.
Meskipun
Abu Bakar r.a tidak banyak melakukan perluasan daerah kekuasaan, akan
tetapi beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah:[18]
1. Penaklukkan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar oleh Khalid bin Walid (12 H).
2. Penaklukkan Syam oleh Khalid bin Walid (13 H), yang sebelumnya telah ditekan oleh Khalid bin Sa’id bin Ash.
Dua
penaklukan ini adalah penaklukan besar yang terjadi pada masa Abu Bakar
r.a meskipun sebenarnya Syam berhasil ditaklukkan pada masa awal
pemerintahan Umar bin Khattab r.a.
c. Kebijakan Politik Abu Bakar r.a
Dalam
perjalanan Abu Bakar r.a, beliau telah menetapkan beberapa kebijakan
dalam politik, beberapa kebijakan penting beliau selain menumpas
pemberontakan dan melakukan ekspansi adalah:
1. Menjadikan Hirroh sebagai pusat militer untuk penyerangan selanjutnya ke Syam.
2. Menaklukkan daerah-daerah yang berpeluang untuk membantu melawan Kaisar.
3.
Menempatkan Khalid bin Sa’id bin Ash dan pasukannya sebagai
pasukan cadangan di Taima, yakni perbatasan wilayah kekuasaan negara
Islam dengan Syam. Tekanan-tekanan yang diberikan oleh Khalid bin Sa’id
te;ah memberikan Kontribusi besar dalam penaklukkan Syam, meskipun
akhirnya mereka kalah.
4. Pemindahan baitul mal dari Sunuh ke Madinah.
5. Mengurusi janda-janda perang di Madinah.
6. Pengangkatan al-Mutsanna bin Haritsah menggantikan Khalid bin Walid di Iraq.
7.
Penunjukan Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya sebagai
Khalifah. Beberapa pendapat mengatakan bahwa beliau menghawatirkan
keadaan akan menjadi kritis lagi bila seorang pemimpin tidak menunjuk
orang yang akan menggantikannya.
8. Mengampuni beberapa kepala pemberontak.
Selain
itu beliau juga mengangkat beberapa orang sebagai pemerintah di
kota-kota tertentu. Abu Bakar r.a mengangkat Umar bin Khattab r.a
menjadi hakim di Madinah, Abu Ubaidah menjadi pengurus baitul mal, Ali
bin Abi Thalib r.a, Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit sebagai
sekretaris, Uttab bin Usaid sebagai amir kota Mekkah, Utsman bin Abi
al-Ash sebagai amir di Thaif, al-Muhajir bin Abi Umayyah di Shun’a,
Ziyad bin Lubaid di Hadramaut, Abu Musa di Zubaid dan Rima’, Muadz bin
Jabal di Jund, al-Ala’ bin al-Hadramiy di Bahrain, Jarir bin Abdullah di
Najran, Abdullah bin Tsaur di Jurasy, Iyadh bin Ghanm di
Daumatuljandal, Khalid bin Walid sebagai jendral besar pemimpin pasukan
penakluk Syam.[19]
4. Intelektual.
Sedangkan
dalam bidang intelektual Abu Bakar r.a, kebijakan yang paling terkenal
adalah pengumpulan Alquran al-Karim setelah perang Yamamah. Gagasan
untuk mengumpulkan Alquran al-Karim ini sebenarnya datang pertama kali
dari Umar bin Khattab r.a, karena ia melihat banyaknya para penghapal
Alquran yang meninggal dalam peperangan terutama pada peperangan Yamamah
Pada
mulanya Abu Bakar r.a merasa ragu untuk menjalankan gagasan tersebut,
karena Rasulullah saw, sendiri tidak pernah melakukan hal tersebut.
tetapi setelah berembuk dengan para sahabat lain iapun memerintahkan
Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan Alquran.
Beliau
juga merupakan orang pertama yang memisahkan pemerintahan pusat dengan
lembaga peradilan, meskipun mungkin dalam tahap sederhana. Kepala
pemerintahan sendiri dipegang oleh Abu Bakar r.a, sedangkan Qadhi
Madinah adalah Umar bin Khattab yang berada dibawah kepala
pemerintahan.
C. Kontribusi Pemerintahan Abu Bakar.
Selain
beberapa kontribusi yang telah kita sebutkan diatas seperti perluasan
daerah, pemulihan stabilitas negara dan lain sebagainya, pemerintahan
Abu Bakar r.a juga telah memberikan Kontribusi lain untuk kepentingan
pemerintahan Islam selanjutnya.
Sebenarnya,
salah satu keberhasilan Rasulullah saw. dalam kepemimpinannya adalah
mengganti sistem politik bangsa Arab yang dahulunya terpecah belah di
bawah naungan klan. Seseorang tidak bisa mengklaim bahwa dirinya adalah
seorang yang merdeka bila ia tidak bernaung dibawah sebuah klan.
Kemudian Rasulullah saw. menggantikan sistem ini dengan kesatuan politik
yang bernama Ummah, yakni kesatuan seluruh ummat Islam.[20]
Sedangkan
pada masa Abu Bakar r.a, kesatuan politik bangsa-bangsa Arab yang
terpecah belah dibawah beberapa kekuasan politik telah dirancang untuk
disatukan dibawah kekuasaan negara Islam. Kesatuan ini menjadi sistem
pemerintahan negara yang oleh bangsa Arab sebelumnya tidak
diperhatikan.
Selain
itu, Abu Bakar r.a juga telah merintis sistem pengmbilan keputusan
dengan keputusan syura. Lain halnya dengan Rasulullah saw. yang
keputusannya adalah mutlak karena memang beliau menjadi wadah penerima
wahyu. Pada pengambilan keputusan-keputusan genting, beliau sering
memanggil orang-orang yang menurutnya berkompeten untuk didengar
pendapatnya, yakni pada saat itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw.
dengan begitu beliau telah mulai merintis pembangunan dasar-dasar
pemerintahan imperium Islam.[21]
D. Kematian Abu Bakar r.a
Setelah
menderita sakit demam selama lima belas hari akhirnya Abu Bakar r.a
meninggal dunia pada hari senin, 21 Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus 634
M) pada usia 63 tahun. Riwayat yang paling kuat mengenai sebab sakitnya
beliau adalah riwayat yang berasal dari putrinya yang menyebutkan bahwa
beliau sering mandi malam. Sedangkan pemerintahan beliau berjalan selama
dua tahun tiga bulan dan sepuluh malam.[22]
Selama
sakitnya beliau tidak bisa mengimami shalat jama’ah hingga beliau
digantikan oleh Umar bin Khattab r.a. selain itu juga beliau selalu
memikirkan perkara ummat Islam yang akan ia tinggalkan. Beberapa
motivasi dan penyebab mendorongnya untuk menunjuk orang yang
menggantikannya setelah berbincang-bincang dengan para sahabat besar
lainnya, yang membulatkan tekad beliau untuk menunjuk Umar bin Khattab
r.a sebagai penggantinya.
Ada
berapa hal yang mungkin sangat berpengaruh terhadap keputusan Abu Bakar
r.a untuk memilih sendiri orang yang akan menggantikannya. Salah
satunya adalah perdebatan yang pernah terjadi di Saqifah Bani Saidah
setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, selain itu juga masukan-masukan
positif tentang Umar bin Khattab r.a dari sahabat-sahabat besar
lainnya.[23]
Di
lain pihak, Jafri menuturkan bahwa penunjukan ini juga salah satu
bentuk penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari posisi ke-khalifahan.
Sangat tidak mengherankan bila Umar bin Khattab r.a tidak memilih Ali
bin Abi Thalib r.a yang tidak mau membaiatnya hingga lima hingga enam
bulan pemerintahannya. Tentu saja Umar bin Khattab r.a yang juga
merupakan pioner pengangkatan Abu Bakar r.a sebagai khalifah pada
peristiwa Saqifah akan mendapatkan kepercayaan Abu Bakar r.a untuk
menjadi khalifah.
Menurut
Jafri bahwa penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari ke-kahlifahan
berlanjut pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, yakni ketika
beliau memilih enam orang sahabat sebagai ahlul hilli wal aqdi yang
bertugas untuk menentukan penggantinya, akan tetapi keputusan akhir
diberikan kepada Abdurrahman bin Auf yang merupakan sahabat dekat Utsman
bin Affan. Selain itu juga oleh Abdurrahman bin Auf juga menyaratkan
kesanggupan untuk mengikuti tata cara (sunnah) Rasulullah saw. dan dua
orang pendahulunya dalam menjalankan pemerintahan. Tentu saja Ali bin
Abi Thalib r.a tidak akan menyanggupinya,yang lain halnya dengan Utsman
yang menyatakan bahwa ia akan menyanggupi syarat tersebut.[24]
Terlepas
dari yang manakah pendapat yang paling mendekati kebenaran, paling
tidak kita mengetahui beberapa perbedaan pendapat dalam masalah ini.
III. Umar bin Khattab Khalifah Ke-Dua (634-644 M/13-24 H)
Beliau
adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah
satu gelar pujian beliau adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh
Rasulullah saw. kepada beliau.[25] Beliau dilahirkan empat tahun sebelum
kelahiran Rasulullah saw. Umur beliau adalah 63 tahun dan beberapa
bulan.[26]
A. Proses Pengangkatan Umar bin Khattab.
Seperti
yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin Khattab r.a diangkat dan
dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam
ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti
ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih
sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah
kemudian dibaiat secara umum.[27]
Pada
masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan
khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab
r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan
oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini hanyalah
makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan khalifah
Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti
khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan
begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu
karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah
yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan
yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan
terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak
untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah. [28]
Terdapat
perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar
dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan
ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada beberapa
faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan langsung ini:
1.
kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan dalam
tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat seperti
yang hampir terjadi pada dirinya.
2. bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.
3.
sementara beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran
Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk
memilih langsung penggantinya.[29]
B. Dinamika Pemerintahan Umar bin Khattab.
1. Agama.
Penaklukan-penaklukan
yang terjadi pada masa Umar menyebabkan orang ramai-ramai memeluk agama
Islam[30] namun meskipun demikian tentu tidak ada paksaan terhadap
mereka yang tidak mau memeluknya. Maka masyarakat saat itu adalah
masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai agama, dan hal ini tentu
saja berpengaruh tehadap masyarakat Islam, mereka mengenal ajaran-ajaran
selain Islam seperti Nasrani, Yahudi, Majusi Shabiah dan lainnya.
Masyarakat muslim otomatis akan belajar toleransi terhadap pemeluk agama
lainnya, dan kemajemukan beragama seperti ini akan kondusif untuk
melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif maupun negatif
meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang
munculnya faham seperti ini.
Selanjutnya
kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut suatu
prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena rakyat
tidak hanya terbentuk dari orang-orang Arab, akan tetapi juga beberapa
bangsa lainnya seperti Persia yang telah dahulu mengenal agama selain
Islam, juga bangsa Afrika yang sebelumnya tidak mengenal Islam. Maka
sesuatu yang esensial dari agama Islampun otomatis harus ditemukan agar
bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa selain Arab.
Meskipun
begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas
masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan
ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh
mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan antara
praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat
orang-orang pada umumnya.[31]
2. Dinamika Sosial.
Keadaan
sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada
masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan Islam, mereka
mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu.
Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu
jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa memang
sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini.
Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarak kepada dua kelas, yaitu:
a. Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
b. Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.[32]
Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi.
Meskipun
pajak itu memang digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan
sarana-sarana sosial tapi pajak itu tetap lebih banyak dirasakan oleh
elit masyarakat dan penakluk. Pada masa Umar hak atas properti rampasan
perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada pembesar-pembesar
penakluk.[33] Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain
dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti:
a. Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham.
b. Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000-100.000 dirham.
c. Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah.
d. Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000.dirham.[34]
Terlepas
apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu akan membuat iri masyarakat
terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang kebanyakan adalah Bani
Umayyah. Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim dan lain-lain ke
wilayah taklukan, dengan begitu daerah-daerah yang tadinya hanya
merupakan pedesaan berubah menjadi kota yang padat penduduknya dan
memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi.[35]
Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi
dan bendungan, masjid dan benteng.[36]
3. Dinamika Ekonomi.
a. Perdagangan, Industri dan Pertanian.
Meluasnya
daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab
sangat berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak
daerah-daerah taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non
Arab, muslim maupun non muslim, dengan begitu daerah yang tadinya tidak
begitu menggeliat mulai memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi,
selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber barang dagang.
Maka peta perdagangan saat itupun tentu berubah seperti Isfahan, Ray,
Kabul, Balkh dan lain-lain.
Sumber
pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian,
pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada
yang dimiliki oleh perorangan ataupun negara atau daerah untuk
kepentingan negara,[37] industri-industri ini adalah seperti industri
rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan
pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah seperti pembangunan jalan, irigasi,
pegwai pemerintah dan lain-lain.
Pembangunan
irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian, perkebunan-perkebunan
yang luas yang dimiliki oleh perorangan maupun negara atau daerah
banyak menghasilkan, lahan-lahan seperti ini adalah hasil rampasan
perang yang sebagian menjadi milik perorangan.[38]
b. Pajak.
Seluruh
hal-hal diatas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak saat
itu ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem
pajak yang diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang
dipakai di daerah itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang
diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau daerah itu belum
mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang
diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang
bertugas mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang
selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke
pemerintah pusat.[39]
Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :
1)
Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul
bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat
juga.
2) Pajak bumi dan
bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya tergantung
pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan
jarak ke pasar.[40]
4. Dinamika Politik dan Adminstrasi.
Serangkaian
penaklukan bangsa Arab dipahami secara populer dimotivasi oleh hasrat
akan terhadap harta rampasan perang, dan termotivasi oleh agama yang
tidak menganut keyakinan tentang bangsa yang terpilih, layaknya Yahudi.
Salah satu prinsip agama Islam adalah menyebarkan ajarannya kepada
orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang menganggap
bangsanyasendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah
domba-domba yang sesat.[41] Keyakinan inipun otomatis juga berpengaruh
kepada lancarnya beberapa ekspansi pada masa Umar bin Khattab r.a.
Motivasi
apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya
merupakan perluasan yang telah terencana dengan baik oleh pemerintahan
Umar bin Khattab r.a, meskipun sebagian kecilnya berlangsung secara
kebetulan.
Beberapa
wilayah yang akan ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya,
kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya untuk
menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang
ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel, selain
itu kota ini juga dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan agar
bisa menjadi basis penaklukan selanjutnya ke Afrika.
Kostantinopel
mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan
muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk
menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena
selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan
hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara kecil
yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq
telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa sebelumnya.
Selain
itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan
ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan
rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang
Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih
menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi
orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.
Untuk
tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat
masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun
beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain
itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer
dengan tujuan penaklukan selanjutnya.
Beberapa
kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin
Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi
dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju
Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk
administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara
Iran.
Selain
menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat
distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan
oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan
yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat
administrasi ini. [42]
Pemerintahan
Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem
administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang
berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah
tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu
wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi
masalah penting pada saat itu.
a. Ekspansi-Ekspansi Pemeritahan Umar bin Khattab.
Adapun rangkaian penaklukan yang terjadi pada masa Umar bin Khattab adalah:[43]
1.
Penaklukkan Syam (13 H), meskipun memang awal serangan dimulai
pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini baru bisa ditaklukkan pada
masa awal pemerintahan Umar bin Khattab. Penaklukan ini dipimpin oleh
Khalid bin Walid, yang kemudian dipecat oleh Umar bin Khattab r.apada
hari kemenangannya.
2. Penaklukkan Damasqus oleh Abu Ubaidah yang diteruskan ke Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
3. Yerussalem (638).
4. Caesaria (640) yang berlanjut ke Selatan Syiria, Harran, Edessa dan Nabisin.
5.
Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis dan
Babylonia, sedangkan Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643).
6. Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7.
serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H), Nihawan,
Hamadazan (21 H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat
(644 M), Khurasan (22 H).
8. Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9. Sijistan dan Kerman (23 H)
Maka
wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua Afrika
hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga
Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan Haran.
b. Kebijakan Politis dan Administratif.
1. Ekspansi dan penaklukkan.
2. Desentralisasi administrasi.
3. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.
4. Pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar.
5. Memusatkan para sahabat di Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.
6. Aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah.[44]
7. Membangun kota Kufah dan Bashrah.
8. Pemecatan Khalid bin Walid dari kepemimpinannya.
9. Pembentukan beberapa jawatan:
a. Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
b.
Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara
ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di
pengadilan.
c. Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
d. Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.
e.
Baitul Mal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang bertanggung
jawab atas pengelolaan kas negara. Beberapa tugasnya adalah memberikan
tunjangan (al-‘atha) yang merata kepada seluruh rakyat secara merata
baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja tunjangan ini tidak sama
jumlahnya.[45]
f. Menciptakan mata uang resmi negara.
g. Membentuk ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.
5. Dinamika Intelektual.
Selain
dari menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhirahnya
nabi Muhammad saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab r.a juga
tercatat ijtihad-ijtihad baru. Beberapa sebab-sebab munculnya ijtihad
baru di masa awal Islam berkataitan dengan Alquran maupun sunnah.
Di
dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata
yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga
makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu
sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang
merata tentang sunnah nabi, karena kehati-hatian para sahabat untuk
menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya
sunnah yang bersifat kondisional.[46]
Selain
beberapa alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberpa
kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer,
yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial yang
semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.
Berapa
ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak
mendapatkan zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka
berhak mendapatkan zakat.[47] Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat
bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah saw. pada masa Islam masih
lemah.
Pada
kasus lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri.[48] Pada
beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman
ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18
H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam
beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri
unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong
tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai
gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang
yang mereka curi.[49]
Ijtihad
Umar b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual
selanjutnya berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum,
yakni ahl ra’yi yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di
Madinah. Keberanian Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam
tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat
yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl hadist lebih
mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh
Imam Malik di Madinah.
Dalam
bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah
qodhonya, yakni surta yang berisi hukum acara peradilan meskipun masih
sederhana. Surat ini ia kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi
qadhi di Kufah.[50] Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang
semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang sebagai hukum acara
pengadilan tertulis pertama dalam Islam.
C. Akhir Pemerintahan: Kematian Umar bin Khattab r.a
Banyak
keputusan-keputusan baru yang harus diambil oleh oleh khalifah ke-II
Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama Islampun dilaksanakan
seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang yang takluk dibawah
Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian dari mereka yang
membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan penjajah. Umar
memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun pegawainya akan
dihukum bila terbukti bersalah. Pada akhir pemerintahannya timbul
gejala-gejala ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakannya yang
disuarakan pertama kalinya oleh mereka yang membeci Islam ataupun bangsa
Arab. Hal yang paling menonjol adalah pembagian hasil rampasan perang
yang dinilai tidak adil. Tetapi hingga akhir hayatnya tidak ada yang
berani mengutarakan secara terang-terangan.
Benarkah
terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab, bisa
jadi benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah
pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Lu’luah, seorang
Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu
besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pelukis, dan pandai
besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi meskipun
Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak
tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan
angin.
Abu
Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan
beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin
Khattab r.a: “kalau begitu bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!”,
yang kemudian dijawab: “kalau kamu selamat maka aku akan bekerja
untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.[51]
Akan
tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa
akhir pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan
terhadapa kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi
meskipun begitu, memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar
bin Khattab r.a.
Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.
Ada
indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib
r.a mulai memudar-kalau memang mereka berseteru-, yakni Umar bin
Khattab r.a menikahi salah satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi
Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah salah seorang yang
turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah
meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak
datang kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana
Ali bin Abi Thalib r.a tidak datang kepemakamannya.[52]
Beberapa
pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk meredakan
perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat para pemuka
Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke medan perang,
agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya yang berhak
untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang menikahi putri Ali
bin Abi Thalib r.a.
D. Kontribusi Pemerintahan Umar bin Khattab.
Sepanjang
sejarah khilafah rasyidah, ekspansi terluas yang pernah tecapai adalah
pada masa Umar bin Khattab r.a. Pada saat beliau meninggal kekuasaannya
telah mencapai Alexandria, Najran, Kerman, Khurasan, Rayy, Tabriz dan
seluruh Syiria.
Selain
itu dalam bidang administrasi, beliau banyak mengadaptasi sistem-sistem
pemerintahan dari Sasania, Kostantinopel dan Bizantium. Hal ini memang
akibat persentuhannya dengan tiga imperium besar tersebut, dan juga
akibat meluasnya wilayah kekuasaan yang memerlukan suatu pengaturan yang
lebih rapi.
Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun ditetapkan. Selain itu juga sistem tahun hijriah juga beliau tetapkan.
Dalam
bidang hukum, beliau juga telah menetapkan qadi-qadi di setiap wilayah,
dan juga menetapkan hukum acara peradilannya. Selain itu, Umar bin
Khattab r.a adalah orang yang terkenal dengan kekritisannya, banyak
munjul ijtihad-ijtihad beliau pada masa pemerintahannya. Peta Jazirah
Arab,[53] kekuasaan Umar bin Khattab r.a berujung di Alexandria, Najran,
Kerman, Sijistan, Khurasan, Rayy, Tabriztan, Armenia, hingga Syiria.
IV. Penutup.
Masa
pemerintahan Abu Bakar r.a adalah masa transisi dari kepemimpinan
seorang rasul yang mendapat bimbingan wahyu dan mempunyai keabsulatan
keputusan mutlak kepada seorang sahabat biasa. Maka masa pemerintahan
beliau ini diwarnai dengan pemberontakan-pemberontakan dan
geraka-gerakan riddah di beberapa wilayah.
Kesulitan
dalam menumpas semua gerakan yang merongrong kestabilan negara telah
menarik perhatian dan waktu Abu Bakar r.a, hingga tidak bisa berbuat
banyak dalam urusan perluasan wilayah, disamping umur pemerintahan
beliau yang relatif singkat. Akan tetapi masa transisi ini adalah salah
satu masa terpenting dalam sejarah Islam, karena inilah masa pertama
dimana kepemimpinan negara Islam diambil oleh seorang yang bukan rasul,
dan mereka (Abu Bakar r.a dan rakyatnya) berhasil dengan gemilang.
Setelah
masa transisi ini berhasil dilalui, dan keamanan sudah relatif lebih
tenang, maka khalifah selanjutnya, Umar bin Khattab r.a, bisa lebih
leluasa untuk memikrkan perluasan wilayah. Dalam sepuluh tahun
pemerintahannya beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah-wilayah
penting bagi beberapa imperium besar. Selain itu juga beliau telah
berhasil meletakkan sistem administrasi negara, hukum, dan politik yang
mapan untuk ukuran saat itu. Semoga Allah SWT menunjuki kita untuk bisa
mengkaji sejarah yang lebih dekat kepada faktanya. Amien.
Al Husain dalam Pergerakan dengan Dasar keyakinan dan Keimanan
Al Husain dalam Pergerakan dengan Dasar keyakinan dan Keimanan
Mengambil Huruf-Huruf Berserak di Padang Karbala pada Hari Asyura
Selama perjalanan itu beliau tuangkan pilar-pilar perdamaian, kemaafan, kasih sayang, anti-kekerasan dan cinta kepada sesama di tengah masyarakat yang sudah sekian lama dicekoki menu kesesatan,
kebodohan, pembunuhan, penistaan dan kekerasan. Beliau sedang bertabligh menghidupkan kembali agama islam yang mulia. Revolusi Imam sudah beliau mulai sejak kaki beliau melangkah keluar dari rumah beliau bukan dimulai pada saat beliau syahid di Karbala.
Di padang Karbala banyak terdapat huruf-huruf
berserak yang menunggu sejak dulu untuk dipungut dan diregenerasikan.
Pesan Karbala harus sampai pada tiap-tiap insan yang mengeyam kehidupan
didunia yang penuh dengan ketidak adilan ini. Dengan semangat-semangat
asyuralah manusia akan memiliki semangat juang tak terbendung dalam
melawan kedhaliman dan kelaliman yang merajalela.
|
Pada
surah Albaqarah ayat 249 dipaparkan keyakinan telah membawa tentara
Thalut pada kemenangan dan mereka juga memiliki sejarah bahwa banyak
orang dengan jumlah sedikit mampu mengalahkan yang banyak. Disini juga
ditekankan akan keutamaan orang-orang yang sabar. Selain keberanian
kesabaran juga memainkan peranan penting dalam mencapai kemenangan.
http://disinidandisini.blogspot.com/2011/08/al-husain-dalam-pergerakan-dengan-dasar.html
Sementara dalam As Shafaat ayat 102 tergambarkan juga sebuah modal yang dimiliki Nabi Ibrahim untuk menjalankan perintah Allah swt
adalah kesabaran dan kesabaran sendiri tidak akan pernah lahir pada
diri seseorang ketika dia tidak memiliki keyakinan terlebih dahulu atas
apa yang akan dihadapi serta dampak dari yang akan dia hadapi, Nabi
Ibrahim mendapat kedudukan sedemikian tinggi karena lebih mengutamakan
kesabarannya walaupun anaknya tidak jadi disembelih, sedang pada tragedi
asyura, Anak Imam Husain dibunuh bukan karena perintah Allah lebih
dari itu anak beliau dibunuh oleh orang-orang yang mengaku sebagai
pengikut dan pendukung beliau, orang yang mengaku sebagai umat Islam
yang nantinya akan mengharapkan syafaat dari kakeknya. Sungguh
keyakinan telah mengakar kuat dihati beliau sehingga kesabaran beliau
sangat kuat dan kukuh dihadapan para penjilat kaki pemimpin dhalim.
Nabi Ismail as juga mengajarkan kesabaran yang luar biasa, dengan keyakinan yang dimiliki ia pun menyedia diri untuk dikorbankan di jalan Allah swt, ia bersabar walau untuk itu ia harus disembelih dan merasakan sakitnya sayatan pedang. Karena kesabaran ini nabi Ismail diangkat pada bidak yang jauh lebih utama walaupun dia tidak jadi disembelih, sekarang bagaimanakah anak-anak Imam Husain as yang dengan kukuh meminta ijin pada ayahanda mereka untuk bertempur dan syahid di tombak serta di tusuk pedang musuh, anak-anak ini sangat yakin mereka akan mereguk syahadah dan tidak ada pengganti pada saat mereka disembelih seperti kisah nabi Ismail as. Keyakinan mereka telah menumbuhkan kesabaran yang memuncak pada diri-diri mereka. Dan mereka menjadi tonggak-tonggak revolusi Imam Husain as.
Nabi Ismail as juga mengajarkan kesabaran yang luar biasa, dengan keyakinan yang dimiliki ia pun menyedia diri untuk dikorbankan di jalan Allah swt, ia bersabar walau untuk itu ia harus disembelih dan merasakan sakitnya sayatan pedang. Karena kesabaran ini nabi Ismail diangkat pada bidak yang jauh lebih utama walaupun dia tidak jadi disembelih, sekarang bagaimanakah anak-anak Imam Husain as yang dengan kukuh meminta ijin pada ayahanda mereka untuk bertempur dan syahid di tombak serta di tusuk pedang musuh, anak-anak ini sangat yakin mereka akan mereguk syahadah dan tidak ada pengganti pada saat mereka disembelih seperti kisah nabi Ismail as. Keyakinan mereka telah menumbuhkan kesabaran yang memuncak pada diri-diri mereka. Dan mereka menjadi tonggak-tonggak revolusi Imam Husain as.
Mengambil Huruf-Huruf Berserak di Padang Karbala pada Hari Asyura
Seluruh
manusia yang hidup setelah zaman Imam Husain dituntut untuk sedikit
bersusah payah demi kebaikan mereka, mereka dituntut untuk menguak dan
mengorek tuntas seluruh pesan-pesan tersurat maupun tersirat dari
tragedi maha dahsyat ini.
Di
padang Karbala banyak terdapat huruf-huruf berserak yang menunggu
sejak dulu untuk dipungut dan diregenerasikan. Pesan Karbala harus
sampai pada tiap-tiap insan yang mengeyam kehidupan didunia yang penuh
dengan ketidak adilan ini. Dengan semangat-semangat asyuralah manusia
akan memiliki semangat juang tak terbendung dalam melawan kedhaliman
dan kelaliman yang merajalela.
Tragedi Asyura Ajang Penyampaian Dakwah Kemuliaan yang Paling Tepat
Tragedi
Asyura tidak bisa dipungkiri lagi adalah kejadian yang sangat
spektakuler, pertunjukkan suasana panggung dunia terpapar jelas disana,
kezuhudan dan kerakusan, kesabaran dan keberingasan, kasih
sayang dan kebiadaban, keangkuhan dan ketulusan, kepengecutan dan jiwa ksatria. Siapapun yang mengkaji dan mendalami Asyura Imam Husain akan terbawa pada sebuah nuansa religi yang kental dan penuh warna. Karena kita tahu kita akan lebih merasakan rasa manis terutama ketika pada saat yang sama kita memiliki pembanding berupa rasa pahit, pada saat itu rasa manis akan terasa lebih manis dari kondisi normal. Begitu juga dalam tragedi Asyura, siapapun akan merasakan kedekatan,
kasih sayang, pengorbanan, keberanian, ketegaran pejuang-pejuang Al Husain dan Imam Husain sendiri jauh lebih terasa karena disaat yang sama ada orang-orang bejat, berwatak binatang yang nihil dari semua sifat-sifat mulia itu. Sifat-sifat mulia dari orang-orang mulia itu jauh lebih kentara pada tragedi ini dengan keberadaan orang-orang yang sengaja menjauhkan diri dari perabadaban kamanusiaan.
Sangat tepat sekali jika ada orang yang mendalami tragedi Asyura selain berubah menjadi seorang pemberani juga menjadi orang-orang dengan akhlak dan berkepribadian agung. Karena wujud asli keagungan para pejuang Asyura nampak jelas disitu.
sayang dan kebiadaban, keangkuhan dan ketulusan, kepengecutan dan jiwa ksatria. Siapapun yang mengkaji dan mendalami Asyura Imam Husain akan terbawa pada sebuah nuansa religi yang kental dan penuh warna. Karena kita tahu kita akan lebih merasakan rasa manis terutama ketika pada saat yang sama kita memiliki pembanding berupa rasa pahit, pada saat itu rasa manis akan terasa lebih manis dari kondisi normal. Begitu juga dalam tragedi Asyura, siapapun akan merasakan kedekatan,
kasih sayang, pengorbanan, keberanian, ketegaran pejuang-pejuang Al Husain dan Imam Husain sendiri jauh lebih terasa karena disaat yang sama ada orang-orang bejat, berwatak binatang yang nihil dari semua sifat-sifat mulia itu. Sifat-sifat mulia dari orang-orang mulia itu jauh lebih kentara pada tragedi ini dengan keberadaan orang-orang yang sengaja menjauhkan diri dari perabadaban kamanusiaan.
Sangat tepat sekali jika ada orang yang mendalami tragedi Asyura selain berubah menjadi seorang pemberani juga menjadi orang-orang dengan akhlak dan berkepribadian agung. Karena wujud asli keagungan para pejuang Asyura nampak jelas disitu.
Keberangkatan Imam Husain ke Kufah
Imam
menghukumi dengan apa yang ada secara kasat mata, walau sebenarnya
Imam tahu yang mengundang beliau nantinya akan memberontak dan berbalik
mengarahkan tombak pada beliau. Namun beliau tetap berangkat ke Kufah
memenuhi panggilan mereka. Setidaknya beliau sudah mengirim Muslim Bin
Aqil untuk meneliti kondisi yang sebenarnya dan Muslim Bin Aqil karena
masyarakat belum berbalik haluan maka memberitakan bahwa kondisi Kufah
masih kondusif dan siap menerima kedatangan Imam Husain as.
Keyakinan Masyarakat Kufah
Nyali
penduduk Kufah tiba-tiba ciut dan keder setelah diancam habis-habisan
oleh gubernur Kufah yang berdarah dingin, Ubaidillah bin Ziyad. Disini
perubahan penduduk terjadi karena kurangnya keyakinan mereka pada agama
dan pada Imam mereka. Jika mereka termasuk orang yang benar-benar
beriman maka mereka tidak akan mengambil resiko besar ini.
Selain
nyali yang ciut beberapa juga ada yang kukuh memerangi Imam karena
mereka dijanjikan akan mendapat imbalan. Kecintaan pada dunia telah
menutup rapat pintu hati mereka.
Sedikitnya Jumlah Orang yang Teguh Keyakinan
Hanya
segelintir orang yang masih setia kepada Muslim bin Aqil dan siap
menyongsong segala resiko. Dari sejarah alquran kita tahu bahwa dari
umat para nabi hampir semua hanya sedikit dari umatnya yang mengikuti
mereka, seperti nabi Musa,
hanya beberapa saja yang tidak menyeleweng ikut pada ajaran samiri,
Nabi Thalut “ Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia
pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menciduk seciduk
tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali
beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang
yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang
telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini
untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan
Allah
beserta orang-orang yang sabar." Pada perang Uhud, Umat Nabi Muhammad saaw yang masih menyertai beliau juga hanya beberapa gelintir saja. Nabi Nuh as dalam 950 tahun tabligh
hanya beberapa orang yang ikut dalam ajaran beliau. Imam Husain dan rombongannya ketika sudah mendekati Kufah. Mendengar berubahnya masyarakat kufah, rombongan Imam banyak yang terguncang mendengar berita ini kemudian memilih mundur dan keluar dari barisan
Imam. ini menunjukkan keteguhan rombongan yang bersama Imam ada yang kurang keyakinannya dan menjadikan mereka orang yang akan menyesal dihari kiamat karena telah meninggalkan imam Zaman mereka.
Kekuatan Keyakinan Merubah Seseorang Walau Harus Berhadapan dengan Ribuan Pedang
beserta orang-orang yang sabar." Pada perang Uhud, Umat Nabi Muhammad saaw yang masih menyertai beliau juga hanya beberapa gelintir saja. Nabi Nuh as dalam 950 tahun tabligh
hanya beberapa orang yang ikut dalam ajaran beliau. Imam Husain dan rombongannya ketika sudah mendekati Kufah. Mendengar berubahnya masyarakat kufah, rombongan Imam banyak yang terguncang mendengar berita ini kemudian memilih mundur dan keluar dari barisan
Imam. ini menunjukkan keteguhan rombongan yang bersama Imam ada yang kurang keyakinannya dan menjadikan mereka orang yang akan menyesal dihari kiamat karena telah meninggalkan imam Zaman mereka.
Kekuatan Keyakinan Merubah Seseorang Walau Harus Berhadapan dengan Ribuan Pedang
Perubahan
drastis Hur Ar Riyahi terjadi karena dia mengikuti fitrah
manusiawinya, fitrah untuk berada dijalan kebaikan satu menit
sebelumnya mendukung Yazid memimpin pasukannya kemudian dia berdiri
berbalik mengukuhkan kaki dihadapan pasukan yang sebelumnya ia pimpin, kekuatan keyakinan mampu merubah dia walaupun perubahan itu dihadapkan pada ribuan pedang orang yang sebelumnya bergerak dengan ucapannya mentatati perintah apapun yang diberikannya. Ledakan Imam Husain mampu mengubah perjalanan sejarah seratus delapan puluh derajat. Salah satu bukti nyatanya adalah munculnya Republik Isalm Iran. Ini seperti disampaikan oleh Imam Khomeini sendiri.
Beberapa bentuk Analisa atas Revolusi Imam Husain
berbalik mengukuhkan kaki dihadapan pasukan yang sebelumnya ia pimpin, kekuatan keyakinan mampu merubah dia walaupun perubahan itu dihadapkan pada ribuan pedang orang yang sebelumnya bergerak dengan ucapannya mentatati perintah apapun yang diberikannya. Ledakan Imam Husain mampu mengubah perjalanan sejarah seratus delapan puluh derajat. Salah satu bukti nyatanya adalah munculnya Republik Isalm Iran. Ini seperti disampaikan oleh Imam Khomeini sendiri.
Beberapa bentuk Analisa atas Revolusi Imam Husain
1 Diskripsi kronologis
2 Analisa dengan menekankan aspek-aspek tragedi Asyura
3 Analisa aspek revolusioner dan sikap penolakan terhadap kezaliman dan penguasa zalim
4 Analisis seputar kondisi politik dan sosiologi dan pengaruhnya ditengah masyarakat.
Apa
yang dipilih dan dilakukan Imam Husain adalah gerakan pembaharuan
teragung sepanjang sejarah dan memiliki dampak paling besar menciptakan
letupan-letupan yang terus berlanjut hingga akhir zaman.
Keberangkatan untuk Dakwah Bukan untuk Berperang
Keberangkatan untuk Dakwah Bukan untuk Berperang
Ada
banyak hal penting dalam tragedi Asyura namun ada aspek yang cukup
penting tetapi kurang begitu sering disinggung adalah aspek damai dan
sikap ‘anti-kekerasan’ yang menjadi ciri menonjol dalam kebangkitan Imam
Husain as. Ini tampak pada banyak sisi selama perjalanan beliau
ke Karbala maupun sebelum beliau berangkat kesana. Perjalanan beliau bersama para sahabat dan keluarga dari kota Madinah hingga Karbala adalah perjalanan damai. Beliau tidak melengkapi diri dengan perangkat perang karena beliau memang tidak pergi untuk berperang. Ini menjadi
dalil yang jelas bahwa apa yang terjadi tanggal 10 asyura bukanlah peperangan, jika dinamakan peperangan paling tidak sejak berangkat beliau sudah mempersiapkan diri dan tidak melwati rute perjalanan umum.
ke Karbala maupun sebelum beliau berangkat kesana. Perjalanan beliau bersama para sahabat dan keluarga dari kota Madinah hingga Karbala adalah perjalanan damai. Beliau tidak melengkapi diri dengan perangkat perang karena beliau memang tidak pergi untuk berperang. Ini menjadi
dalil yang jelas bahwa apa yang terjadi tanggal 10 asyura bukanlah peperangan, jika dinamakan peperangan paling tidak sejak berangkat beliau sudah mempersiapkan diri dan tidak melwati rute perjalanan umum.
Selama perjalanan itu beliau tuangkan pilar-pilar perdamaian, kemaafan, kasih sayang, anti-kekerasan dan cinta kepada sesama di tengah masyarakat yang sudah sekian lama dicekoki menu kesesatan,
kebodohan, pembunuhan, penistaan dan kekerasan. Beliau sedang bertabligh menghidupkan kembali agama islam yang mulia. Revolusi Imam sudah beliau mulai sejak kaki beliau melangkah keluar dari rumah beliau bukan dimulai pada saat beliau syahid di Karbala.
Estafet Tongkat Risalah
Kebangkitan
Imam Husain as adalah kelangsungan dari risalah Rasulullah saaw yang
diutus oleh Allah swt sebagai wujud kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta jadi tidak tepat jika ada yang berfikir
Imam Husain lebih utama dibanding maksum yang lain dengan alasan kesyahidan beliau di Kabala, selain semua maksum itu juga meninggal dalam lingkup syahadah pada dasarnya apa yang dilakukan Imam Husain jika kondisi itu ditemui oleh maksum yang lain maka tindakan yang samalah yang akan dilakukan.
Imam Husain juga mengajarkan sikap penolakan terhadap kekerasan pada siapapun entah itu musuh apalagi pada sahabat. Beliau selalu mengutamakan jalan damai. Alqur’an juga mengisyaratkan pada hal ini terutama ayat-ayat yang memerintahkan pemberian maaf, Ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian, Ayat-ayat yang mengajak untuk melupakan keburukan orang lain, dan Ayat-ayat yang memerintahkan sikap toleransi kepada orang lain.
Imam Husain lebih utama dibanding maksum yang lain dengan alasan kesyahidan beliau di Kabala, selain semua maksum itu juga meninggal dalam lingkup syahadah pada dasarnya apa yang dilakukan Imam Husain jika kondisi itu ditemui oleh maksum yang lain maka tindakan yang samalah yang akan dilakukan.
Imam Husain juga mengajarkan sikap penolakan terhadap kekerasan pada siapapun entah itu musuh apalagi pada sahabat. Beliau selalu mengutamakan jalan damai. Alqur’an juga mengisyaratkan pada hal ini terutama ayat-ayat yang memerintahkan pemberian maaf, Ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian, Ayat-ayat yang mengajak untuk melupakan keburukan orang lain, dan Ayat-ayat yang memerintahkan sikap toleransi kepada orang lain.
Dari sejarah nabi Muhammad
saaw juga kita dapati hal-hal yang mengutamakan perdamaian, seperti
perintah Rasulullah saaw kepada Imam Ali as untuk membawa panji saat
pasukan Islam masuk ke kota Mekah dan meneriakkan “al-yauma yaumul
marhamah, al-yauma tushanul hurmah…”, sebuah prefentif agar tidak
terjadi pertumpahan darah.
Dari
sejarah Imam maksum juga kita dapati kebijakan-kebijakan yang diambil
mengacu pada perdamaian, perintah Imam Ali bin Abi Thalib as kepada
para pengikutnya untuk mengizinkan pasukan Mua’wiyah memanfaatkan air
dari sungai Eufrat dalam perang Shiffin, perintah Imam Ali bin Abi
Thalib kepada Imam Hasan as untuk memperlakukan Ibnu Muljam dengan
lemah lembut dan kasih sayang, Imam Hasan as menyembunyikan orang yang
meracuninya. Al-Husain memerintahkan sahabat-sahabat beliau untuk
memberikan minum kepada seluruh anggota pasukan al-Hur bersama kuda
tunggangan mereka. Diantara personel pasukan terdapat seorang bernama
Ali bin Tha’an al-Muharibi yang tidak
mampu minum sendiri disebabkan dahaga yang sagat yang menimpa dirinya, saat itu Al-Husain as bangkit untuk membatu al-Muharibi minum dan menghilangkan rasa dahaganya. Inilah cerminan bahwa Husain adalah dari Rasul dan Rasul adalah dari Husain Husain mini wa ana min Husain.
mampu minum sendiri disebabkan dahaga yang sagat yang menimpa dirinya, saat itu Al-Husain as bangkit untuk membatu al-Muharibi minum dan menghilangkan rasa dahaganya. Inilah cerminan bahwa Husain adalah dari Rasul dan Rasul adalah dari Husain Husain mini wa ana min Husain.
Al-Husain
menampilkan makna perdamaian dan memperagakan nilai-nilai agama dan
kemanusiaan dalam kebangkitan Asyura. Oleh sebab itu kebangkitan Asyura
adalah perguruan besar yang mengajarkan nilai-nilai agama dan
kemanusiaan tersebut, diataranya sikap damai dan anti-kekerasan. Selama
kebangkitan Asyura, Imam Husain as menggunakan semua cara untuk
menghindari peperangan dan menerapkan semua metode guna menjauhi konflik
dan pertempuran namun Bani Umayah enggan
melakukan sesuatu selain kekerasan terhadap beliau dan keluarganya.
melakukan sesuatu selain kekerasan terhadap beliau dan keluarganya.
Komitmen Al Husain as dalam Misi Perdamaian
Apa
yang dilakukan Al-Husain as adalah membangkitkan nurani
musuh-musuhnya dan mengingatkan mereka tentang perlunya bertindak
berdasarkan bukti syar’i atau ‘aqli, khususnya ketika permasalahanya
berhubungan dengan pembunahan dan penumpahan darah seorang seperti
dirinya yang dikenal paling peduli dengan isue penegakan hak dan pemeliharaan sunnah Nabi dan syari’at agama. Melalui cara berunding dan nasehat serta berbagai perlakuan manusiawi,
Al-Husain as telah malaksanakan kewajiban syar’i dan menunaikan kewajiban terhadap semua orang, termasuk terhadap musuh-musuhnya yang datang untuk membunuh dirinya.
dirinya yang dikenal paling peduli dengan isue penegakan hak dan pemeliharaan sunnah Nabi dan syari’at agama. Melalui cara berunding dan nasehat serta berbagai perlakuan manusiawi,
Al-Husain as telah malaksanakan kewajiban syar’i dan menunaikan kewajiban terhadap semua orang, termasuk terhadap musuh-musuhnya yang datang untuk membunuh dirinya.
Melalui
kebangkitan Asyura, Al-Husain berusaha mencerahkan dan memberikan
petunjuk kepada semua orang ke arah kebenaran dan penolakan terhadap
kekuasaan taghut. Dengan cara damai dan penuh kasih sayang, namun jika
semua upaya damai tersebut tidak menghasilkan maka penyelesaian terakhir
adalah sikap islami berupa pembelaan terhadap kehormatan diri,
keluarga dan sahabat sampai tetes darah yang terakhir.
Di hari Asyura, ketika seluruh anggota Ahlul bait
dan sahabat Al-Husain as telah gugur sebagai syuhada, Imam Husain as
tetap konsisten dalam berupaya mencegah dan menghentikan pertumpahan
darah serta berusaha menyadarkan musuh-musuhnya akan kesalahan pilihan
mereka.
Kesimpulan
Sejarah Al Husain as memiliki banyak Aspek yang memungkinkan untuk dikupas, aspek penting yang jarang dikupas adalah penekanan Imam Husain as pada nilai kedamaian, yang tergambar selama ini adalah bahwa Imam Husain mengajarkan kita untuk mempertaruhkan nyawa demi agama. Padahal tidak hanya berkutat dalam hal itu.
Sejarah Al Husain as memiliki banyak Aspek yang memungkinkan untuk dikupas, aspek penting yang jarang dikupas adalah penekanan Imam Husain as pada nilai kedamaian, yang tergambar selama ini adalah bahwa Imam Husain mengajarkan kita untuk mempertaruhkan nyawa demi agama. Padahal tidak hanya berkutat dalam hal itu.
Aspek
revolusi Imam Husain adalah keyakinan mendalam akan nilai-nilai agama,
keyakinan inilah yang menjadi landasan dasar kebangkitan yang
dilakukan Imam Husain dan keluarga serta para sahabatnya.(*)
Rujukan
1. AlQur’an Al Karim
Rujukan
1. AlQur’an Al Karim
2.
Zahir Yahya, Aspek Damai dan Anti-Kekerasan Dalam Kebangkitan Asyuro'
dengan rujukan Al‘Unf fi Nahdhatil Imam Husain as, Karya Mahmud Murad
alHairi
3. Ny.Farida Gulmohammadi, Husain Beheshti-e Mau'ud
Kak footnote nya kok gaada -_-
BalasHapus