Rabu, 12 Desember 2012

.....Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab >> Al Husain dalam Pergerakan dengan Dasar keyakinan dan Keimanan ...>>


Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab

http://sang-pendulang.blogspot.com/
 
Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M, kira-kira dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Sedangkan Umar bin Khattab bernama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah satu gelar pujian beliau adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh Rasulullah saw. Makalah ini membahas tentang Sistem Pemerintahan masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Nabi Muhammad SAW telah memimpin masyarakat Muslim kurang lebih selama 10 tahun. Pemerintahan nabi Muhammad SAW di Madinah telah berhasil memberikan beberapa dasar hukum baru pada masyarakat Arab, baik pada sisi politik, sistem kemasyaratan, sistem hukum yang akan mengatur masyarakat Muslim pada masa selanjutanya.

Tampuk kepemimpinan tersebut kemudian dilanjutkan oleh Abu Bakar, sepeninggal Rasulullah saw., sebagai pemimpin pertama pengganti Rasulullah. Tentu ada banyak perbedaan corak kepemimpinan antara Rasulullah saw. Dengan kepemimpinan Abu Bakar yang disebabkan semakin heterogennya masyarakat Muslim. Dinamika sosial yang semakin berwarna lebih terlihat pada masa pemerintahan Umar bin Khattab pengganti Abu Bakar. Berbagai fondasi kemajuan peradaban Islam diletakkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Makalah ini akan mengkaji tentang perdaban Islam pada masa pemerintahan dua Khalifah rasyidah tersebut.

II. Abu Bakar Khalifah Rasyidah Pertama (632-634 M/11-13 H)

Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M, kira-kira dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama Utsman bin Amar bin La’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab yang bergelar dengan Abu Quhafah. Dari silsilah inilah Abu Bakar r.a, baik dari pihak ayahnya maupun ibunya mempunyai pertalian dengan keluarga nabi Muhammad saw, yang bertemu silsilahnya pada Murrah bin Ka’ab.[1]

Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw, yang mempunyai rasa sosial yang tinggi. Beliau pernah membebaskan tujuh budak muslim yang tersiksa, salah satunya adalah Bilal, Amir bin Quhairoh dan lain sebagainya. Beliau juga mempunyai sebuah baitul mal yang berada di Sunh yang selalu ia tempati sebelum hijrah ke Madinah, kemudian setelah hijrah ke Madinah, beliau tetap tidak menerima usulan untuk menempatkan penjaga di baitul mal tersebut. Beliau tetap membiarkannya sebagai temapt terbuka dan persinggahan bagi orang-orang hingga rumah itu habis isinya. Beliau juga pernah menginfakkan hartanya sebanyak 4000 dinar untuk kepentingan Islam, padahal harta itu ia semuanya beliau dapatkan dari usahanya berdagang.[2]

A. Proses Pengangkatan Abu Bakar r.a

Dalam catatan sejarah, pengangangkatan Abu Bakar r.a sebagai kahlifah mengalami polemik di kalangan para sahabat, hal ini diamping bahwa Ali bin Abi Thalib r.a tidak ikut dalam peristiwa Saqifah, ternyata Ali bin Abi Thalib juga tidak mau membaiat Abu Bakar hingga enam bulan lamanya.[3]

Dalam proses pemilihannya terjadi hal-hal yang kurang damai antara kaum Anshor dan Muhajirin. Kaum Anshor sebagai penduduk asli mengklaim bahwa mereka memiliki lebih banyak andil dalam menyiarkan Islam dan memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan kaum Muhajirin. Dengan demikian mereka melakukan musyawarah di suatu tempat di Bani Sai’dah untuk memilih dan membaiat Sa’id bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku Khazraj.[4]

Dengan diplomasi dan kerja sama antara Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a dan Abu Ubaidah bin Jarrah, maka Umar bin Khattab r.a mengangkat tangan Abu Bakar r.a serta mengucapkan baiatnya setianya kepada Abu Bakar r.a sebagai pemimpinnya, lalu hal yang serupa juga dilakukan oleh Ubaidah bin Jarrah. Terobosan dan spekulasi mereka ini ternyata menghasilkan nilai positif untuk keberhasilan gagasan mereka dalam mengangkat Abu Bakar r.a sebagai khalifah.[5]

Abu Bakar r.a kemudian dibaiat secara umum pada ke-esokan harinya di masjid Nabawi. Pada kesempatan ini ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai khalifah. Maka sejak saat itu kepimimpinan ummat berada di tangan Abu Bakar r.a dengan gelar kahlifah Rasulullah (pengganti rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut sebagai khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin ada dan kepala pemrintahan.[6]


B. Dinamika Pemerintahan Abu Bakar

1. Dinamika agama.

Ada beberapa gejala yang sungguh umum yang terjadi tidak lama setelah kematian Muhammad saw. Beberapa dari kalangan yang bukan Arab Quroisy kemudian menyatakan kemerdekaan mereka karena menganggap bahwa ketundukan itu hanyalah berlaku kepada Muhammad saw, sang rasul. Pembangkangan-pembakangan yang terjadi pada masa Abu Bakar r.a ini juga dibarengi dengan munculnya beberapa orang yang mengaku sebagai nabi baru dan mendakwakan agama ke kaumnya. Selain itu juga muncul juga gerakan untuk mogok bayar zakat, dengan anggapan bahwa zakat itu hanya wajib apabila Muhammad ada.

Masalah kematian Rasulullah saw, memang telah membawa dampak yang sungguh besar dalam ke-imanan seseorang kala itu. Krisis ini tidak hanya menerpa mereka yang memang jauh dari Madinah, atau jauh dari Rasulullah, akan tetapi juga dialami beberapa sahabat.

Masyarakat muslim kala itu memang tidaklah se-heterogen bila dibandingkan pada masa selanjutnya, akan tetapi beberapa elemen penyusun dasar masyarakat sudah mulai bervariasi. Otomatis tingkat kepatuhan, keyakinan, minat terhadap Islam, motivasi untuk memeluk agama Islam pada masa Rasulullah pasti berbeda-beda. Bisa jadi ada yang motivasinya hanyalah penyelamatan diri dari serangan-serangan Arab, atau juga bisa jadi hanya menghindari beban upeti kepada mereka.[7]

Kemudian dengan meninggalnya nabi Muhammad saw, anggapan bahwa zakat tidak perlu lagi dibayar serta mertapun muncul. Meskipun beberapa kejadian ini mempunyai indikasi lain yang tidak kalah pentingnya, yakni hanya sebuah usaha agar tidak membayar pajak, akan tetapi kedoknya adalah benar-benar agama, hingga mereka yang melancarkan gerakan nabi palsu, mogok zakat dan lain sebagainya disebut sebagai murtad.[8]

Ada beberapa kelompok yang melakoni gerakan riddah ini, mereka adalah:[9]
  • Bani Amir dan Hawazan dan Sulaim.
  • Musailamah yang mengaku sebagai nabi baru.
  • Penduduk Bahrain.
  • Penduduk Oman dan Mahrah.
  • Penduduk Yaman dalam dua kali gelombang.
  • Penduduk Hadramaut dan Kinda
Abu Bakar sibuk untuk mengurusi masalah-masalah yang seperti ini yang semuanya berlangsung pada tahun awal pemerintahannya yakni tahun 11 H, hingga beliau tidak sempat memikirkan ekspansi ke luar kecuali hanya sedikit, selain memang masa kepemimpinan beliau memang yang paling singkat dibanding para penerusnya. Tapi akhirnya Abu Bakar berhasil meredam seluruh gerakan ini dengan mengirimkan pasukannya. Karena memang riddah dalam keyakinan ummat Islam adalah harus dibunuh hingga mati atau kembali ke dalam Islam maka begitu juga dengan perintah Abu Bakar r.a kepada para pemimpin pasukan.

2. Dinamika Sosial.

Sebenarnya masyarakat muslim, yang terdiri dari banyak element dan suku terancam hancur persatuannya pada peristiwa Saqifah. Sejumlah kalangan pengungsi dari Mekkah dan beberapa klan lemah di Madinah juga beberapa orang yang melepaskan diri dari klannya bersatu untuk memikirkan suksesi Abu Bakar r.a dan menghalangi kalan Khazraj untuk memilih pemimpin sendiri karena hal ini akan sangat rentan dengan munculnya permusuhan di kalangan elit politik dan masyarakat.[10]

Selain itu dalam beberapa kisah, yang coba diabaikan beberapa kalangan, disebutkan bahwa terjadi ketegangan antara bani Hasyim dengan Abu Bakar dan suksesornya Umar bin Khattab.[11] Dalam beberapa riwayat seperti yang dituturkan oleh Muhammad Haikal disebutkan bahwa Abu Bakar dan Umar bin Khattab mendatangi Ali bin Abi Thalib dengan membawa sekelompok pasukan untuk meminta baiat Ali bin Abi Thalib. Aka tetapi Ali bin Abi Thalib dan beberapa anggotanya menghadap mereka dengan pedang di tangannya, hingga terjadi adu fisik antara Ali bin Abi Thalib r.a dan Umar bin Khattab r.a.[12]

Abu Bakar r.a adalah salah satu figur yang dihormati oleh masyarakat, selain karena beliau termasuk sahabat paling dekat dengan nabi, ia juga termasuk salah satu orang yang paling pertama memeluk Islam dan mertua Rasulullah saw, akan tetapi Ali bin Abi Thalib r.a sedikitpun tidak kalah wibawanya dibandingkan Abu Bakar r.a, beliau adalah sepupu nabi, bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling pertama kali masuk Islam, beliau juga adalah menantu Rasulullah saw. Dua figur yang sangat dihormati di Madinah ini dan mempunyai banyak pendukung tentu saja melahirkan paling sedikit dua blok masyarakat, yang mendukung Abu Bakar r.a dan yang mendukung Ali bin Abi Thalib r.a. Tentu saja ini melahirkan suatu dilema tersendiri bagi masyarakat.

3. Politik.

Kestabilan politik yang telah dirintis oleh Rasulullah saw, berangsur-angsur memburuk setelah kematian beliau. Ini terbukti dengan terjadinya beberapa pemberontakan di luar Madinah, baik itu pemberontakan yang dimotivasi oleh keinginan melepaskan diri dari kekuasaan Islam ataupun pemberontakan-pemberontakan yang dilancarkan oleh kaum-kaum murtad.

Selain itu di Madinah, seperti yang kita sebutkan diatas, muncul dua blok kekuasaan politik, satu pihak adalah Abu Bakar r.a yang telah diangkat menjadi khalifah, di pihak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a-yang dalam pandangan beberapa sarjanawan disebutkan bahwa beliau berpendapat dan disetujui oleh pengikutnya sebagai orang yang lebih berhak untuk menduduki posisi kepemimpinan.[13]

Anggapan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah orang yang lebih berhak untuk mendapatkan tampuk kepemimpinan diawali dengan mengedepankan hadist Ghadir Khum yang menyatakan bahwa Ali bin Abi Thalib r.a adalah pewaris nabi Muhammad saw. Peristiwa Saqifah yang tidak dihadiri oleh Ali bin Abi Thalib r.a yang kala itu sibuk dengan mengurusi jenazah Rasulullah saw, dimata beberapa kalangan merupakan awal perampasan kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib r.a. Kesekongkolan antara Umar bin Khattab r.a, Abu Bakar r.a dan Abu Ubaid bin Jarrah dianggap sebagai salah satu usaha untuk tidak menggabungkan kepemimpinan politik dan agama pada Bani Hasyim.[14]

Ada banyak versi yang menceritakan pertikaian politik antara dua blok politik terbesar di Madinah. Akan tetapi ada juga riwayat yang menafikan pertikaian politik tersebut, seperti riwayat shahih yang diceritakan oleh at-Thabari.[15] Selain itu Haikal juga menuturkan bahwa riwayat-riwayat yang menyebutkan terjadinya pertikaian politik baru muncul jauh sesudah berakhirnya ke-khalifahan Abu Bakar r.a yakni pada masa Abbasyiah.[16]

a. Stabilitas Negara.

Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, tercatat beberapa pemberontakan yang membahayakan bagi kesatuan negara Islam. Beberapa diantaranya adalah gerakan-gerakan riddah yang muncul tidak lama setelah kematian Rasulullah saw. Pemberontakan-pemberontakan itu bisa dilatari beberapa alasan baik alasan politik, ekonomi ataupun agama. Beberapa pemberontakan dan gerakan yang mengancam stabilitas negara itu dapat kita sebutkan sebagai berikut:[17]

1. Pemberontakan Thulaihah yang mengklaim dirinya sebagai nabi sebelum wafatnya Rasulullah saw.
2. Pemberontakan Sajjah dan Malik bin Nuwairoh di dari Yamamah.
3. Perang Yamamah, dan Musailamah yang menyebut dirinya sebagai nabi.
4. Gerakan riddah di Baharain.
5. Gerakan riddah di Omman dan Muhrah.
6. Gerakan riddah di Hadramaut dan Kindah.

Semua gerakan riddah dan pemberotakan ini berhasil diredamkan baik dengan peperangan ataupun tidak.

b. Ekspansi.

Meskipun Abu Bakar r.a tidak banyak melakukan perluasan daerah kekuasaan, akan tetapi beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah:[18]

1. Penaklukkan Iraq, seperti Mahdhor, Ullais, Nahrud Dain, Anbar dan Ain Tamar oleh Khalid bin Walid (12 H).
2. Penaklukkan Syam oleh Khalid bin Walid (13 H), yang sebelumnya telah ditekan oleh Khalid bin Sa’id bin Ash.

Dua penaklukan ini adalah penaklukan besar yang terjadi pada masa Abu Bakar r.a meskipun sebenarnya Syam berhasil ditaklukkan pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab r.a.

c. Kebijakan Politik Abu Bakar r.a

Dalam perjalanan Abu Bakar r.a, beliau telah menetapkan beberapa kebijakan dalam politik, beberapa kebijakan penting beliau selain menumpas pemberontakan dan melakukan ekspansi adalah:

1. Menjadikan Hirroh sebagai pusat militer untuk penyerangan selanjutnya ke Syam.
2. Menaklukkan daerah-daerah yang berpeluang untuk membantu melawan Kaisar.
3. Menempatkan Khalid bin Sa’id bin Ash dan pasukannya sebagai pasukan cadangan di Taima, yakni perbatasan wilayah kekuasaan negara Islam dengan Syam. Tekanan-tekanan yang diberikan oleh Khalid bin Sa’id te;ah memberikan Kontribusi besar dalam penaklukkan Syam, meskipun akhirnya mereka kalah.
4. Pemindahan baitul mal dari Sunuh ke Madinah.
5. Mengurusi janda-janda perang di Madinah.
6. Pengangkatan al-Mutsanna bin Haritsah menggantikan Khalid bin Walid di Iraq.
7. Penunjukan Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya sebagai Khalifah. Beberapa pendapat mengatakan bahwa beliau menghawatirkan keadaan akan menjadi kritis lagi bila seorang pemimpin tidak menunjuk orang yang akan menggantikannya.
8. Mengampuni beberapa kepala pemberontak.

Selain itu beliau juga mengangkat beberapa orang sebagai pemerintah di kota-kota tertentu. Abu Bakar r.a mengangkat Umar bin Khattab r.a menjadi hakim di Madinah, Abu Ubaidah menjadi pengurus baitul mal, Ali bin Abi Thalib r.a, Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris, Uttab bin Usaid sebagai amir kota Mekkah, Utsman bin Abi al-Ash sebagai amir di Thaif, al-Muhajir bin Abi Umayyah di Shun’a, Ziyad bin Lubaid di Hadramaut, Abu Musa di Zubaid dan Rima’, Muadz bin Jabal di Jund, al-Ala’ bin al-Hadramiy di Bahrain, Jarir bin Abdullah di Najran, Abdullah bin Tsaur di Jurasy, Iyadh bin Ghanm di Daumatuljandal, Khalid bin Walid sebagai jendral besar pemimpin pasukan penakluk Syam.[19]

4. Intelektual.

Sedangkan dalam bidang intelektual Abu Bakar r.a, kebijakan yang paling terkenal adalah pengumpulan Alquran al-Karim setelah perang Yamamah. Gagasan untuk mengumpulkan Alquran al-Karim ini sebenarnya datang pertama kali dari Umar bin Khattab r.a, karena ia melihat banyaknya para penghapal Alquran yang meninggal dalam peperangan terutama pada peperangan Yamamah

Pada mulanya Abu Bakar r.a merasa ragu untuk menjalankan gagasan tersebut, karena Rasulullah saw, sendiri tidak pernah melakukan hal tersebut. tetapi setelah berembuk dengan para sahabat lain iapun memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan Alquran.

Beliau juga merupakan orang pertama yang memisahkan pemerintahan pusat dengan lembaga peradilan, meskipun mungkin dalam tahap sederhana. Kepala pemerintahan sendiri dipegang oleh Abu Bakar r.a, sedangkan Qadhi Madinah adalah Umar bin Khattab yang berada dibawah kepala pemerintahan.

C. Kontribusi Pemerintahan Abu Bakar.

Selain beberapa kontribusi yang telah kita sebutkan diatas seperti perluasan daerah, pemulihan stabilitas negara dan lain sebagainya, pemerintahan Abu Bakar r.a juga telah memberikan Kontribusi lain untuk kepentingan pemerintahan Islam selanjutnya.

Sebenarnya, salah satu keberhasilan Rasulullah saw. dalam kepemimpinannya adalah mengganti sistem politik bangsa Arab yang dahulunya terpecah belah di bawah naungan klan. Seseorang tidak bisa mengklaim bahwa dirinya adalah seorang yang merdeka bila ia tidak bernaung dibawah sebuah klan. Kemudian Rasulullah saw. menggantikan sistem ini dengan kesatuan politik yang bernama Ummah, yakni kesatuan seluruh ummat Islam.[20]

Sedangkan pada masa Abu Bakar r.a, kesatuan politik bangsa-bangsa Arab yang terpecah belah dibawah beberapa kekuasan politik telah dirancang untuk disatukan dibawah kekuasaan negara Islam. Kesatuan ini menjadi sistem pemerintahan negara yang oleh bangsa Arab sebelumnya tidak diperhatikan.

Selain itu, Abu Bakar r.a juga telah merintis sistem pengmbilan keputusan dengan keputusan syura. Lain halnya dengan Rasulullah saw. yang keputusannya adalah mutlak karena memang beliau menjadi wadah penerima wahyu. Pada pengambilan keputusan-keputusan genting, beliau sering memanggil orang-orang yang menurutnya berkompeten untuk didengar pendapatnya, yakni pada saat itu adalah sahabat-sahabat Rasulullah saw. dengan begitu beliau telah mulai merintis pembangunan dasar-dasar pemerintahan imperium Islam.[21]

D. Kematian Abu Bakar r.a

Setelah menderita sakit demam selama lima belas hari akhirnya Abu Bakar r.a meninggal dunia pada hari senin, 21 Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus 634 M) pada usia 63 tahun. Riwayat yang paling kuat mengenai sebab sakitnya beliau adalah riwayat yang berasal dari putrinya yang menyebutkan bahwa beliau sering mandi malam. Sedangkan pemerintahan beliau berjalan selama dua tahun tiga bulan dan sepuluh malam.[22]

Selama sakitnya beliau tidak bisa mengimami shalat jama’ah hingga beliau digantikan oleh Umar bin Khattab r.a. selain itu juga beliau selalu memikirkan perkara ummat Islam yang akan ia tinggalkan. Beberapa motivasi dan penyebab mendorongnya untuk menunjuk orang yang menggantikannya setelah berbincang-bincang dengan para sahabat besar lainnya, yang membulatkan tekad beliau untuk menunjuk Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya.

Ada berapa hal yang mungkin sangat berpengaruh terhadap keputusan Abu Bakar r.a untuk memilih sendiri orang yang akan menggantikannya. Salah satunya adalah perdebatan yang pernah terjadi di Saqifah Bani Saidah setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, selain itu juga masukan-masukan positif tentang Umar bin Khattab r.a dari sahabat-sahabat besar lainnya.[23]

Di lain pihak, Jafri menuturkan bahwa penunjukan ini juga salah satu bentuk penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari posisi ke-khalifahan. Sangat tidak mengherankan bila Umar bin Khattab r.a tidak memilih Ali bin Abi Thalib r.a yang tidak mau membaiatnya hingga lima hingga enam bulan pemerintahannya. Tentu saja Umar bin Khattab r.a yang juga merupakan pioner pengangkatan Abu Bakar r.a sebagai khalifah pada peristiwa Saqifah akan mendapatkan kepercayaan Abu Bakar r.a untuk menjadi khalifah.

Menurut Jafri bahwa penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari ke-kahlifahan berlanjut pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, yakni ketika beliau memilih enam orang sahabat sebagai ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk menentukan penggantinya, akan tetapi keputusan akhir diberikan kepada Abdurrahman bin Auf yang merupakan sahabat dekat Utsman bin Affan. Selain itu juga oleh Abdurrahman bin Auf juga menyaratkan kesanggupan untuk mengikuti tata cara (sunnah) Rasulullah saw. dan dua orang pendahulunya dalam menjalankan pemerintahan. Tentu saja Ali bin Abi Thalib r.a tidak akan menyanggupinya,yang lain halnya dengan Utsman yang menyatakan bahwa ia akan menyanggupi syarat tersebut.[24]

Terlepas dari yang manakah pendapat yang paling mendekati kebenaran, paling tidak kita mengetahui beberapa perbedaan pendapat dalam masalah ini.



III. Umar bin Khattab Khalifah Ke-Dua (634-644 M/13-24 H)

Beliau adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah satu gelar pujian beliau adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada beliau.[25] Beliau dilahirkan empat tahun sebelum kelahiran Rasulullah saw. Umur beliau adalah 63 tahun dan beberapa bulan.[26]

A. Proses Pengangkatan Umar bin Khattab.

Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam ke-khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat secara umum.[27]

Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmu’minin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah. [28]

Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan langsung ini:

1. kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan dalam tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat seperti yang hampir terjadi pada dirinya.
2. bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah.
3. sementara beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk memilih langsung penggantinya.[29]

B. Dinamika Pemerintahan Umar bin Khattab.

1. Agama.

Penaklukan-penaklukan yang terjadi pada masa Umar menyebabkan orang ramai-ramai memeluk agama Islam[30] namun meskipun demikian tentu tidak ada paksaan terhadap mereka yang tidak mau memeluknya. Maka masyarakat saat itu adalah masyarakat majemuk yang terdiri dari berbagai agama, dan hal ini tentu saja berpengaruh tehadap masyarakat Islam, mereka mengenal ajaran-ajaran selain Islam seperti Nasrani, Yahudi, Majusi Shabiah dan lainnya. Masyarakat muslim otomatis akan belajar toleransi terhadap pemeluk agama lainnya, dan kemajemukan beragama seperti ini akan kondusif untuk melahirkan faham-faham baru dalam agama yang positif maupun negatif meskipun pada masa Umar bin Khattab r.a belum ada cerita tentang munculnya faham seperti ini.

Selanjutnya kehomogenan rakyat negara juga tentu saja akan menuntut suatu prinsip-prinsip agama yang fleksibel, yang mudah difahami, karena rakyat tidak hanya terbentuk dari orang-orang Arab, akan tetapi juga beberapa bangsa lainnya seperti Persia yang telah dahulu mengenal agama selain Islam, juga bangsa Afrika yang sebelumnya tidak mengenal Islam. Maka sesuatu yang esensial dari agama Islampun otomatis harus ditemukan agar bisa diaplikasikan pada kehidupan orang-orang selain bangsa selain Arab.

Meskipun begitu aktivitas ini tidak terlalu menonjol, karena memang mayoritas masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a dihabiskan untuk melakukan ekspansi-ekspansi. Kebanyakan praktek-praktek agama yang dibawa oleh mayoritas pasukan Islam yang berbangsa Arab adalah paduan antara praktek-praktek dan prinsip Islam dengan praktek dan hukum adat orang-orang pada umumnya.[31]

2. Dinamika Sosial.

Keadaan sosial juga mulai berubah, perubahan-perubahan ini sangat terlihat pada masyarakat yang hidup diwilayah taklukan-taklukan Islam, mereka mengenal adanya kelas sosial meskipun Islam tidak membenarkan hal itu. Tetapi kebijakan-kebijakan tentang pajak, hak dan kekayaan yang terlalu jauh berbeda telah menciptakan jurang sosial, ditambah lagi bahwa memang sebelum datangnya Islam mereka telah mengenal kelas sosial ini.

Seperti kebijakan pajak yang berlaku pada masa Umar bin Khattab telah membagi masyarak kepada dua kelas, yaitu:

a. Kelas wajib pajak: buruh, petani dan pedagang.
b. Kelas pemungut pajak: pegawai pemerintah, tentara dan elit masyarakat.[32]

Hal ini akan menjadikan rakyat cenderung untuk menjadi tentara sebagai profesi.

Meskipun pajak itu memang digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan sarana-sarana sosial tapi pajak itu tetap lebih banyak dirasakan oleh elit masyarakat dan penakluk. Pada masa Umar hak atas properti rampasan perang, posisi-posisi istimewa diberikan kepada pembesar-pembesar penakluk.[33] Meskipun Umar adalah orang yang sangat sederhana, lain dengan sahabat-sahabatnya yang mempunyai kekayaan, seperti:

a. Zubair yang mempunyai kekayaan sampai 50.000.000. dirham.
b. Abdur Rahman bin Auf mewariskan 80.000-100.000 dirham.
c. Sa’ad Ibn Waqqash yang punya villa di dekat Madinah.
d. Thalhah yang mempunyai 2.200.000 dirham dan 200.000 dinar juga lahan safiyah seharga 30.000.000.dirham.[34]

Terlepas apakah itu harta yang hak atau tidak, tentu akan membuat iri masyarakat terutama mantan-mantan aristokrat Mekkah yang kebanyakan adalah Bani Umayyah. Pemerintahan pusat mengirimkan gubernur, hakim dan lain-lain ke wilayah taklukan, dengan begitu daerah-daerah yang tadinya hanya merupakan pedesaan berubah menjadi kota yang padat penduduknya dan memiliki mobilitas sosial dan ekonomi yang tinggi.[35] Pembangunan-pembangunan infrastruktur berkisar pada jalan raya, irigasi dan bendungan, masjid dan benteng.[36]

3. Dinamika Ekonomi.

a. Perdagangan, Industri dan Pertanian.

Meluasnya daerah-daerah taklukan Islam yang disertai meluasnya pengaruh Arab sangat berpengaruh pada bidang ekonomi masyarakat saat itu. Banyak daerah-daerah taklukan menjadi tujuan para pedagang Arab maupun non Arab, muslim maupun non muslim, dengan begitu daerah yang tadinya tidak begitu menggeliat mulai memperlihatkan aktifitas-aktifitas ekonomi, selain menjadi tujuan para pedagang juga menjadi sumber barang dagang. Maka peta perdagangan saat itupun tentu berubah seperti Isfahan, Ray, Kabul, Balkh dan lain-lain.

Sumber pendapatan rakyatpun beragam mulai dari perdagangan, pertanian, pengerajin, industri maupun pegawai pemerintah. Industri saat itu ada yang dimiliki oleh perorangan ataupun negara atau daerah untuk kepentingan negara,[37] industri-industri ini adalah seperti industri rumah tangga yang mengolah logam, industri pertanian, pertambangan dan pekerjaan-pekerjaan umum pemerintah seperti pembangunan jalan, irigasi, pegwai pemerintah dan lain-lain.

Pembangunan irigasi juga sangat berpengaruh dalam pertanian, perkebunan-perkebunan yang luas yang dimiliki oleh perorangan maupun negara atau daerah banyak menghasilkan, lahan-lahan seperti ini adalah hasil rampasan perang yang sebagian menjadi milik perorangan.[38]

b. Pajak.

Seluruh hal-hal diatas tentu saja akan berpengaruh terhadap pajak. Pajak saat itu ditetapkan berdasarkan profesi, penghasilan dan lain-lain. Sistem pajak yang diberlakukan di suatu daerah pada dasarnya adalah sistem yang dipakai di daerah itu sebelum ditaklukkan. Seperti di Iraq yang diberlakukan sistem pajak Sasania. Tapi kalau daerah itu belum mempunyai satu sistem pajak yang baku, maka sistem pajak yang diberlakukan adalah hasil kompromi elit masyarakat dan penakluk. Yang bertugas mengumpulkan pajak tersebut adalah elit masyarakat yang selanjutnya diserahkan kepada pemerintah daerah untuk diserahkan ke pemerintah pusat.[39]

Pajak yang ditanggung oleh masyarakat adalah :

1) Pajak jiwa, pajak ini berdasar jumlah masyarakat dan dipikul bersama. Yang bertugas melakukan penghitungan adalah tokoh masyarakat juga.
2) Pajak bumi dan bangunan, tanah wajib pajak adalah seluas 2400 m2 jumlahnya tergantung pada kualitas tanah, sumber air, jenis pertanian, hasil pertanian dan jarak ke pasar.[40]

4. Dinamika Politik dan Adminstrasi.

Serangkaian penaklukan bangsa Arab dipahami secara populer dimotivasi oleh hasrat akan terhadap harta rampasan perang, dan termotivasi oleh agama yang tidak menganut keyakinan tentang bangsa yang terpilih, layaknya Yahudi. Salah satu prinsip agama Islam adalah menyebarkan ajarannya kepada orang lain, lain halnya dengan Yahudi yang menganggap bangsanyasendirilah yang terpilih dan menganggap bangsa lain adalah domba-domba yang sesat.[41] Keyakinan inipun otomatis juga berpengaruh kepada lancarnya beberapa ekspansi pada masa Umar bin Khattab r.a.

Motivasi apapun yang terlibat di dalam beberapa penaklukan tersebut, semuanya merupakan perluasan yang telah terencana dengan baik oleh pemerintahan Umar bin Khattab r.a, meskipun sebagian kecilnya berlangsung secara kebetulan.

Beberapa wilayah yang akan ditaklukkan dilihat dari kesuburan tanahnya, kestrategisannya dalam dunia perdagangan dan kestrategisannya untuk menjadi basis-basis penaklukan berikutnya. Seperti kota Mesir yang ditaklukkan, kota ini merupakan lumbung besar bagi Kostantinopel, selain itu kota ini juga dengan Hijaz, pelabuhan yang sangat penting dan agar bisa menjadi basis penaklukan selanjutnya ke Afrika.

Kostantinopel mulai mengalami kekalahan dalam peperangannya dengan pasukan-pasukan muslim setelah Mesir jatuh ketangan negara Islam. Sedangkan untuk menaklukkan Sasania, pasukan muslim tidaklah mengalami kesulitan, karena selain dari sisi kekuatan politis imperium ini yang telah melemah dan hancurnya adiministrasi, juga hubungan baik antara negara-negara kecil yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan mereka, juga karena Iraq telah jatuh ke tangan pasukan muslim, pada masa sebelumnya.

Selain itu, beberapa alasan yang mendukung keberhasilan serangkaian penaklukan ini adalah tidak terjalinnya hubungan baik antara pemerintah dengan rakyat. Dalam beberapa kasus hal ini sungguh penting, karena orang-orang Kristen Arab yang merupakan bagian imperium yang ditaklukkan lebih menerima dan bergabung dengan pasukan muslim. Lebih jauh lagi migrasi orang-orang Arab badui juga ikut menjadi alasan keberhasilan ini.

Untuk tujuan mengorganisasi orang-orang Badui ini, dan agar tidak membuat masalah kepada penduduk lokal, maka Umar bin Khattabpun membangun beberapa mishr. Mishr ini menjadi basis tempat orang-orang badui. Selain itu juga mishr-mishr ini juga berperan sebagai basis-basis militer dengan tujuan penaklukan selanjutnya.

Beberapa kampung-kampung militer terbesar yang dibangun pada masa Umar bin Khattab adalah Bashrah yang bertujuan untuk mempermudah komunikasi dengan Madinah, ibu kota negara dan juga menjadi basis penaklukan menuju Iran Selatan. Kufah dibangun untuk menjadi basis pemerintahan untuk administrasi untuk Iraq Utara Mesopotamia dan bagian Timur dan Utara Iran.

Selain menjadi basis militer dan pemerintahan, amshar juga menjadi pusat distribusi dan administrasi pajak. Dengan begitu sistem yang diterapkan oleh Umar bin Khattab adalah sistem desentralisasi. Gaji para pasukan yang diambil dari pajak, upeti dan zakat dibayarkan melalui pusat-pusat administrasi ini. [42]

Pemerintahan Umar bin Khattab pada dasarnya tidak memaksakan sebuah sistem administrasi baru di wilayah taklukan mereka. Sistem adaministrasi yang berlaku adalah kesepakatan antara pemerintah dengan elit lokal wilayah tersebut. Dengan begitu, otomatis tidak ada kesamaan administrasi suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Tampaknya hal ini tidaklah menjadi masalah penting pada saat itu.

a. Ekspansi-Ekspansi Pemeritahan Umar bin Khattab.

Adapun rangkaian penaklukan yang terjadi pada masa Umar bin Khattab adalah:[43]

1. Penaklukkan Syam (13 H), meskipun memang awal serangan dimulai pada masa Abu Bakar, akan tetapi kota ini baru bisa ditaklukkan pada masa awal pemerintahan Umar bin Khattab. Penaklukan ini dipimpin oleh Khalid bin Walid, yang kemudian dipecat oleh Umar bin Khattab r.apada hari kemenangannya.
2. Penaklukkan Damasqus oleh Abu Ubaidah yang diteruskan ke Baalbek, Homs dan Hama (13 H).
3. Yerussalem (638).
4. Caesaria (640) yang berlanjut ke Selatan Syiria, Harran, Edessa dan Nabisin.
5. Mesir oleh Amr bin Ash (641 H/20 H) termasuk Heliopolis dan Babylonia, sedangkan Alexandria baru ditaklukkan pada tahun (643).
6. Syiria ditaklukkan pada perang Qadisiyah (637 M/14 H).
7. serangkaian penaklukan lainnya adalah Mosul (641 M/16 H), Nihawan, Hamadazan (21 H), Rayy (22 H), Isfahan dan kota-kota Utama Iran Barat (644 M), Khurasan (22 H).
8. Pasukan lainnya menguasai Ahwaz (Khuzistan) (640 M/17 H).
9. Sijistan dan Kerman (23 H)

Maka wilayah kekuasaan Umar bin Khattab pada saat itu meliputi: benua Afrika hingga Alexandria, Utara hingga Yaman dan Hadramaut, Timur hingga Kerman dan Khurasan, Selatan hingga Tabristan dan Haran.



b. Kebijakan Politis dan Administratif.

1. Ekspansi dan penaklukkan.
2. Desentralisasi administrasi.
3. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum, seperti Masjid, jalan dan bendungan.
4. Pemusatan kekuatan militer di amshar-amshar.
5. Memusatkan para sahabat di Madinah, agar kesatuan kaum muslimin lebih terjaga.
6. Aktivitas haji tahunan sebagai wadah laporan tahunan para gubernur terhadap khalifah.[44]
7. Membangun kota Kufah dan Bashrah.
8. Pemecatan Khalid bin Walid dari kepemimpinannya.
9. Pembentukan beberapa jawatan:

a. Diwan al-Kharaj (jawatan pajak) yang bertugas mengelola administrasi pajak negara.
b. Diwan al-Ahdats (jawatan kepolisian) yang bertugas memlihara ketertiban dan menindak pelaku penganiayaan untuk kemudian diadili di pengadilan.
c. Nazarat an-Nafi’at (jawatan pekerjaan umum) yang bertanggung jawab oelaksanaan pembangunan fasilitas-fasilitas umum.
d. Diwan al-Jund (jawatan militer) yang bertanggung jawab atas pengelolaan administrasi ke-tentaraan.
e. Baitul Mal sebagai lembaga perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolaan kas negara. Beberapa tugasnya adalah memberikan tunjangan (al-‘atha) yang merata kepada seluruh rakyat secara merata baik sipil maupaun militer, tapi tentu saja tunjangan ini tidak sama jumlahnya.[45]
f. Menciptakan mata uang resmi negara.
g. Membentuk ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk memilih pengganti khalifah.

5. Dinamika Intelektual.

Selain dari menetapkan tahun hijriah yang dihitung dari sejak berhirahnya nabi Muhammad saw. ke Madinah, pada masa Umar bin Khattab r.a juga tercatat ijtihad-ijtihad baru. Beberapa sebab-sebab munculnya ijtihad baru di masa awal Islam berkataitan dengan Alquran maupun sunnah.

Di dalam Alquran al-Karim pada saat itu sudah mulai ditemukan kata-kata yang musytarak, makna lugas dan kiasan, adanya pertentangan nash, juga makna tekstual dan makna kontekstual. Sedangkan tentang sunnah itu sendiri, karena ternyata para sahabat tidak mempunyai pengetahuan yang merata tentang sunnah nabi, karena kehati-hatian para sahabat untuk menerima suatu riwayat, terjadinya perbedaan nilai hadist, dan adanya sunnah yang bersifat kondisional.[46]

Selain beberapa alasan diatas, tentu saja faktor lainnya ikut mewarnai beberpa kemunculan ijtihad pada masa Umar bin Khattab, seperti faktor militer, yakni dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, faktor sosial yang semakin heterogennya rakyat negara Islam, dan faktor ekonomi.

Berapa ijtihad beliau pada saat itu adalah keputusan bahwa mua’llaf tidak mendapatkan zakat, padahal di salah satu ayat dikemukakan bahwa mereka berhak mendapatkan zakat.[47] Akan tetapi Umar bin Khattab berpendapat bahwa hal ini juga dilakukan Rasulullah saw. pada masa Islam masih lemah.

Pada kasus lain adalah tentang pemotongan tangan bagi pencuri.[48] Pada beberapa kasus ternyata Umar bin Khattab r.a tidak melaksanakan hukuman ini, terutama pada masa musim kemarau yang berkepanjangan pada tahun 18 H, dimana mereka hampir kehabisan bekal makanan. Selain itu dalam beberapa kisah dikatakan bahwa dua orang budak telah terbukti mencuri unta, akan tetapi Umar bin Khattab r.a tidak menjatuhinya hukum potong tangan karena alasan bahwa mereka mencuri karena kelaparan, sebagai gantinya beliau membebankan ganti harga dua kali lipat dengan barang yang mereka curi.[49]

Ijtihad Umar b. Khattab ini, yang berbasis atas keberanian intelektual selanjutnya berpengaruh kepada dua mazhab besar dalam memutuskan hukum, yakni ahl ra’yi yang berbasis di Baghdad dan ahl hadist yang berbasis di Madinah. Keberanian Umar ini menjadikannya sebagai contoh dan imam tauladan bagi para penganut mazhab ahl ra’yi, yang kemudian pada tingkat yang lebih besar dipimpin oleh Abu Hanifah, sementara ahl hadist lebih mencontoh Abdullah putra Umar b. Khattab, yang selanjutnya dipimpin oleh Imam Malik di Madinah.

Dalam bidang peradilan, Umar bin Khattab r.a juga terkenal dengan risalah qodhonya, yakni surta yang berisi hukum acara peradilan meskipun masih sederhana. Surat ini ia kirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi qadhi di Kufah.[50] Dalam mata kuliah Sistem Peradilan Islam dan yang semacamnya, surat Umar bin Khattab ini dipandang sebagai hukum acara pengadilan tertulis pertama dalam Islam.

C. Akhir Pemerintahan: Kematian Umar bin Khattab r.a

Banyak keputusan-keputusan baru yang harus diambil oleh oleh khalifah ke-II Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama Islampun dilaksanakan seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang yang takluk dibawah Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian dari mereka yang membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan penjajah. Umar memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun pegawainya akan dihukum bila terbukti bersalah. Pada akhir pemerintahannya timbul gejala-gejala ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakannya yang disuarakan pertama kalinya oleh mereka yang membeci Islam ataupun bangsa Arab. Hal yang paling menonjol adalah pembagian hasil rampasan perang yang dinilai tidak adil. Tetapi hingga akhir hayatnya tidak ada yang berani mengutarakan secara terang-terangan.

Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab, bisa jadi benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Lu’luah, seorang Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pelukis, dan pandai besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi meskipun Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan angin.

Abu Lu’luah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin Khattab r.a: “kalau begitu bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!”, yang kemudian dijawab: “kalau kamu selamat maka aku akan bekerja untukmu”. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.[51]

Akan tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa akhir pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan terhadapa kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi meskipun begitu, memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar bin Khattab r.a.

Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.

Ada indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib r.a mulai memudar-kalau memang mereka berseteru-, yakni Umar bin Khattab r.a menikahi salah satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah salah seorang yang turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak datang kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana Ali bin Abi Thalib r.a tidak datang kepemakamannya.[52]

Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk meredakan perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat para pemuka Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke medan perang, agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang menikahi putri Ali bin Abi Thalib r.a.

D. Kontribusi Pemerintahan Umar bin Khattab.

Sepanjang sejarah khilafah rasyidah, ekspansi terluas yang pernah tecapai adalah pada masa Umar bin Khattab r.a. Pada saat beliau meninggal kekuasaannya telah mencapai Alexandria, Najran, Kerman, Khurasan, Rayy, Tabriz dan seluruh Syiria.

Selain itu dalam bidang administrasi, beliau banyak mengadaptasi sistem-sistem pemerintahan dari Sasania, Kostantinopel dan Bizantium. Hal ini memang akibat persentuhannya dengan tiga imperium besar tersebut, dan juga akibat meluasnya wilayah kekuasaan yang memerlukan suatu pengaturan yang lebih rapi.

Mata uang resmi demi memudahkan administrasi negarapun ditetapkan. Selain itu juga sistem tahun hijriah juga beliau tetapkan.

Dalam bidang hukum, beliau juga telah menetapkan qadi-qadi di setiap wilayah, dan juga menetapkan hukum acara peradilannya. Selain itu, Umar bin Khattab r.a adalah orang yang terkenal dengan kekritisannya, banyak munjul ijtihad-ijtihad beliau pada masa pemerintahannya. Peta Jazirah Arab,[53] kekuasaan Umar bin Khattab r.a berujung di Alexandria, Najran, Kerman, Sijistan, Khurasan, Rayy, Tabriztan, Armenia, hingga Syiria.


IV. Penutup.

Masa pemerintahan Abu Bakar r.a adalah masa transisi dari kepemimpinan seorang rasul yang mendapat bimbingan wahyu dan mempunyai keabsulatan keputusan mutlak kepada seorang sahabat biasa. Maka masa pemerintahan beliau ini diwarnai dengan pemberontakan-pemberontakan dan geraka-gerakan riddah di beberapa wilayah.

Kesulitan dalam menumpas semua gerakan yang merongrong kestabilan negara telah menarik perhatian dan waktu Abu Bakar r.a, hingga tidak bisa berbuat banyak dalam urusan perluasan wilayah, disamping umur pemerintahan beliau yang relatif singkat. Akan tetapi masa transisi ini adalah salah satu masa terpenting dalam sejarah Islam, karena inilah masa pertama dimana kepemimpinan negara Islam diambil oleh seorang yang bukan rasul, dan mereka (Abu Bakar r.a dan rakyatnya) berhasil dengan gemilang.

Setelah masa transisi ini berhasil dilalui, dan keamanan sudah relatif lebih tenang, maka khalifah selanjutnya, Umar bin Khattab r.a, bisa lebih leluasa untuk memikrkan perluasan wilayah. Dalam sepuluh tahun pemerintahannya beliau berhasil menaklukkan beberapa wilayah-wilayah penting bagi beberapa imperium besar. Selain itu juga beliau telah berhasil meletakkan sistem administrasi negara, hukum, dan politik yang mapan untuk ukuran saat itu. Semoga Allah SWT menunjuki kita untuk bisa mengkaji sejarah yang lebih dekat kepada faktanya. Amien.

Jika Anda Tertarik untuk mengcopy Makalah ini, maka secara ikhlas saya mengijnkannya, tapi saya berharap sobat menaruh link saya ya..saya yakin Sobat orang yang baik. selain Makalah Sistem Pemerintahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab  Oleh: Daulat P. Sibarani, anda dapat membaca Makalah lainnya di Aneka Ragam Makalah. dan Jika Anda Ingin Berbagi Makalah Anda ke blog saya silahkan anda klik disini.

Al Husain dalam Pergerakan dengan Dasar keyakinan dan Keimanan

Al Husain dalam Pergerakan dengan Dasar keyakinan dan Keimanan
Di padang Karbala banyak terdapat huruf-huruf berserak yang menunggu sejak dulu untuk dipungut dan diregenerasikan. Pesan Karbala harus sampai pada tiap-tiap insan yang mengeyam kehidupan didunia yang penuh dengan ketidak adilan ini. Dengan semangat-semangat asyuralah manusia akan memiliki semangat juang tak terbendung dalam melawan kedhaliman dan kelaliman yang merajalela.


Al Husain dalam Pergerakan dengan Dasar keyakinan dan Keimanan
Pada surah Albaqarah ayat 249 dipaparkan keyakinan telah membawa tentara Thalut pada kemenangan dan mereka juga memiliki sejarah bahwa banyak orang dengan jumlah sedikit mampu mengalahkan yang banyak. Disini juga ditekankan akan keutamaan orang-orang yang sabar. Selain keberanian kesabaran juga memainkan peranan penting dalam mencapai kemenangan.
http://disinidandisini.blogspot.com/2011/08/al-husain-dalam-pergerakan-dengan-dasar.html


Sementara dalam As Shafaat ayat 102 tergambarkan juga sebuah modal yang dimiliki Nabi Ibrahim untuk menjalankan perintah Allah swt adalah kesabaran dan kesabaran sendiri tidak  akan pernah lahir pada diri seseorang ketika dia tidak memiliki keyakinan terlebih dahulu atas apa yang akan dihadapi serta dampak dari yang akan dia hadapi, Nabi Ibrahim mendapat kedudukan sedemikian tinggi karena lebih mengutamakan kesabarannya walaupun anaknya tidak jadi disembelih, sedang pada tragedi asyura, Anak Imam Husain dibunuh bukan karena perintah Allah lebih dari itu anak beliau dibunuh oleh orang-orang yang mengaku sebagai pengikut dan pendukung beliau, orang yang mengaku sebagai umat Islam yang nantinya akan mengharapkan syafaat dari kakeknya. Sungguh keyakinan telah mengakar kuat dihati beliau sehingga kesabaran beliau sangat kuat dan kukuh dihadapan para penjilat kaki pemimpin dhalim.

Nabi Ismail as juga mengajarkan kesabaran yang luar biasa, dengan keyakinan yang dimiliki ia pun menyedia diri untuk dikorbankan di jalan Allah swt, ia bersabar walau untuk itu ia harus disembelih dan merasakan sakitnya sayatan pedang. Karena kesabaran ini nabi Ismail diangkat pada bidak yang jauh lebih utama walaupun dia tidak jadi disembelih, sekarang bagaimanakah anak-anak Imam Husain as yang dengan kukuh meminta ijin pada ayahanda mereka untuk bertempur dan syahid di tombak serta di tusuk pedang musuh, anak-anak ini sangat yakin mereka akan mereguk syahadah dan tidak ada pengganti pada saat mereka disembelih seperti kisah nabi Ismail as. Keyakinan mereka telah menumbuhkan kesabaran yang memuncak pada diri-diri mereka. Dan mereka menjadi tonggak-tonggak revolusi Imam Husain as.

Mengambil Huruf-Huruf Berserak di Padang Karbala pada Hari Asyura
Seluruh manusia yang hidup setelah zaman Imam Husain dituntut untuk sedikit bersusah payah demi kebaikan mereka, mereka dituntut untuk menguak dan mengorek tuntas seluruh pesan-pesan tersurat maupun tersirat dari tragedi maha dahsyat ini.
Di padang Karbala banyak terdapat huruf-huruf berserak yang menunggu sejak dulu untuk dipungut dan diregenerasikan. Pesan Karbala harus sampai pada tiap-tiap insan yang mengeyam kehidupan didunia yang penuh dengan ketidak adilan ini. Dengan semangat-semangat asyuralah manusia akan memiliki semangat juang tak terbendung dalam melawan kedhaliman dan kelaliman yang merajalela.
Tragedi Asyura Ajang Penyampaian Dakwah Kemuliaan yang Paling Tepat
Tragedi Asyura tidak bisa dipungkiri lagi adalah kejadian yang sangat spektakuler, pertunjukkan suasana panggung dunia terpapar jelas disana, kezuhudan dan kerakusan, kesabaran dan keberingasan, kasih
sayang
dan kebiadaban, keangkuhan dan ketulusan, kepengecutan dan jiwa ksatria. Siapapun yang mengkaji dan mendalami Asyura Imam Husain akan terbawa pada sebuah nuansa religi yang kental dan penuh warna. Karena kita tahu kita akan lebih merasakan rasa manis terutama ketika pada saat yang sama kita memiliki pembanding berupa rasa pahit, pada saat itu rasa manis akan terasa lebih manis dari kondisi normal. Begitu juga dalam tragedi Asyura, siapapun akan merasakan kedekatan,
kasih sayang, pengorbanan, keberanian, ketegaran pejuang-pejuang Al Husain dan Imam Husain sendiri jauh lebih terasa karena disaat yang sama ada orang-orang bejat, berwatak binatang yang nihil dari semua sifat-sifat mulia itu. Sifat-sifat mulia dari orang-orang mulia itu jauh lebih kentara pada tragedi ini dengan keberadaan orang-orang yang sengaja menjauhkan diri dari perabadaban kamanusiaan.

 Sangat tepat sekali jika ada orang yang mendalami tragedi Asyura selain berubah menjadi seorang pemberani juga menjadi orang-orang dengan akhlak dan berkepribadian agung.  Karena wujud asli keagungan para pejuang Asyura nampak jelas disitu.
Keberangkatan Imam Husain ke Kufah
Imam menghukumi dengan apa yang ada secara kasat mata, walau sebenarnya Imam tahu yang mengundang beliau nantinya akan memberontak dan berbalik mengarahkan tombak pada beliau. Namun beliau tetap berangkat ke Kufah memenuhi panggilan mereka. Setidaknya beliau sudah mengirim Muslim Bin Aqil untuk meneliti kondisi yang sebenarnya dan Muslim Bin Aqil karena masyarakat belum berbalik haluan maka memberitakan bahwa kondisi Kufah masih kondusif dan siap menerima kedatangan Imam Husain as.
Keyakinan Masyarakat Kufah
Nyali penduduk Kufah tiba-tiba ciut dan keder setelah diancam habis-habisan oleh gubernur Kufah yang berdarah dingin, Ubaidillah bin Ziyad. Disini perubahan penduduk terjadi karena kurangnya keyakinan mereka pada agama dan pada Imam mereka. Jika mereka termasuk orang yang benar-benar beriman maka mereka tidak akan mengambil resiko besar ini.
Selain nyali yang ciut beberapa juga ada yang kukuh memerangi Imam karena mereka dijanjikan akan mendapat imbalan. Kecintaan pada dunia telah menutup rapat pintu hati mereka.
Sedikitnya Jumlah Orang yang Teguh Keyakinan
Hanya segelintir orang yang masih setia kepada Muslim bin Aqil dan siap menyongsong segala resiko.  Dari sejarah alquran kita tahu bahwa dari umat para nabi hampir semua hanya sedikit dari umatnya yang mengikuti mereka, seperti nabi Musa, hanya beberapa saja yang tidak menyeleweng ikut pada ajaran samiri, Nabi Thalut “ Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menciduk seciduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar." Pada perang Uhud, Umat Nabi Muhammad saaw yang masih menyertai beliau juga hanya beberapa gelintir saja. Nabi Nuh as dalam 950 tahun tabligh
hanya beberapa orang yang ikut dalam ajaran beliau. Imam Husain dan rombongannya ketika sudah mendekati Kufah. Mendengar berubahnya masyarakat kufah, rombongan Imam banyak yang terguncang mendengar berita ini kemudian memilih mundur dan keluar dari barisan
Imam. ini menunjukkan keteguhan rombongan yang bersama Imam ada yang kurang keyakinannya dan menjadikan mereka orang yang akan menyesal dihari kiamat karena telah meninggalkan imam Zaman mereka.

Kekuatan Keyakinan Merubah Seseorang Walau Harus Berhadapan dengan Ribuan Pedang
Perubahan drastis Hur Ar Riyahi terjadi karena dia mengikuti fitrah manusiawinya, fitrah untuk berada dijalan kebaikan satu menit sebelumnya mendukung Yazid memimpin pasukannya kemudian dia berdiri
berbalik mengukuhkan kaki dihadapan pasukan yang sebelumnya ia pimpin, kekuatan keyakinan mampu merubah dia walaupun perubahan itu dihadapkan pada ribuan pedang orang yang sebelumnya  bergerak dengan ucapannya mentatati perintah apapun yang diberikannya. Ledakan Imam Husain mampu mengubah perjalanan sejarah seratus  delapan puluh derajat. Salah satu bukti nyatanya adalah munculnya Republik Isalm Iran. Ini seperti disampaikan oleh Imam Khomeini sendiri.

Beberapa bentuk Analisa atas Revolusi Imam Husain
1   Diskripsi kronologis
2   Analisa dengan menekankan aspek-aspek tragedi Asyura
3   Analisa aspek revolusioner dan sikap penolakan terhadap kezaliman dan penguasa zalim
4   Analisis seputar kondisi politik dan sosiologi dan pengaruhnya ditengah masyarakat.
Apa yang dipilih dan dilakukan Imam Husain adalah gerakan pembaharuan teragung sepanjang sejarah dan memiliki dampak paling besar menciptakan letupan-letupan yang terus berlanjut hingga akhir zaman.

Keberangkatan untuk  Dakwah Bukan untuk Berperang
Ada banyak hal penting dalam tragedi Asyura namun ada aspek yang cukup penting tetapi kurang begitu sering disinggung adalah aspek damai dan sikap ‘anti-kekerasan’ yang menjadi ciri menonjol dalam kebangkitan Imam Husain as. Ini tampak pada banyak sisi selama perjalanan beliau
ke Karbala maupun sebelum beliau berangkat kesana. Perjalanan beliau bersama para sahabat dan keluarga dari kota Madinah hingga Karbala adalah perjalanan damai. Beliau tidak melengkapi diri dengan perangkat perang karena beliau memang tidak pergi untuk berperang. Ini menjadi
dalil yang jelas bahwa apa yang terjadi tanggal 10 asyura bukanlah peperangan, jika dinamakan peperangan paling tidak sejak berangkat beliau sudah mempersiapkan diri dan tidak melwati rute perjalanan umum.

Selama perjalanan itu beliau tuangkan pilar-pilar perdamaian, kemaafan, kasih sayang, anti-kekerasan dan cinta kepada sesama di tengah masyarakat yang sudah sekian lama dicekoki menu kesesatan,
kebodohan, pembunuhan, penistaan dan kekerasan. Beliau sedang bertabligh menghidupkan kembali agama islam yang mulia. Revolusi Imam sudah beliau mulai sejak kaki beliau melangkah keluar dari rumah beliau bukan dimulai pada saat beliau syahid di Karbala.
Estafet Tongkat Risalah
Kebangkitan Imam Husain as adalah kelangsungan dari risalah Rasulullah saaw yang diutus oleh Allah swt sebagai wujud kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta jadi tidak tepat jika ada yang berfikir
Imam Husain lebih utama dibanding maksum yang lain dengan alasan kesyahidan beliau di Kabala, selain semua maksum itu juga meninggal dalam lingkup syahadah pada dasarnya apa yang dilakukan Imam Husain jika kondisi itu ditemui oleh maksum yang lain maka tindakan yang samalah yang akan dilakukan.

Imam Husain juga mengajarkan sikap penolakan terhadap kekerasan pada siapapun entah itu musuh apalagi pada sahabat. Beliau selalu mengutamakan jalan damai. Alqur’an juga mengisyaratkan pada hal ini terutama ayat-ayat yang memerintahkan pemberian maaf, Ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian, Ayat-ayat yang mengajak untuk melupakan keburukan orang lain, dan Ayat-ayat yang memerintahkan sikap toleransi kepada orang lain.
Dari sejarah nabi Muhammad saaw juga kita dapati hal-hal yang mengutamakan perdamaian, seperti perintah Rasulullah saaw kepada Imam Ali as untuk membawa panji saat pasukan Islam masuk ke kota Mekah dan meneriakkan “al-yauma yaumul marhamah, al-yauma tushanul hurmah…”, sebuah prefentif agar tidak terjadi pertumpahan darah.
Dari sejarah Imam maksum juga kita dapati kebijakan-kebijakan yang diambil mengacu pada perdamaian, perintah Imam Ali bin Abi Thalib as kepada para pengikutnya untuk mengizinkan pasukan Mua’wiyah memanfaatkan air dari sungai Eufrat dalam perang Shiffin, perintah Imam Ali bin Abi Thalib kepada Imam Hasan as untuk memperlakukan Ibnu Muljam dengan lemah lembut dan kasih sayang, Imam Hasan as menyembunyikan orang yang meracuninya. Al-Husain memerintahkan sahabat-sahabat beliau untuk memberikan minum kepada seluruh anggota pasukan al-Hur bersama kuda tunggangan mereka. Diantara personel pasukan terdapat seorang bernama Ali bin Tha’an al-Muharibi yang tidak
mampu minum sendiri disebabkan dahaga yang sagat yang menimpa dirinya, saat itu Al-Husain as bangkit untuk membatu al-Muharibi minum dan menghilangkan rasa dahaganya. Inilah cerminan bahwa Husain adalah dari Rasul dan Rasul adalah dari Husain Husain mini wa ana min Husain.
Al-Husain menampilkan makna perdamaian dan memperagakan nilai-nilai agama dan kemanusiaan dalam kebangkitan Asyura. Oleh sebab itu kebangkitan Asyura adalah perguruan besar yang mengajarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan tersebut, diataranya sikap damai dan anti-kekerasan. Selama kebangkitan Asyura, Imam Husain as menggunakan semua cara untuk menghindari peperangan dan menerapkan semua metode guna menjauhi konflik dan pertempuran namun Bani Umayah enggan
melakukan sesuatu selain kekerasan terhadap beliau dan keluarganya.
Komitmen Al Husain as dalam Misi Perdamaian
Apa yang dilakukan Al-Husain as adalah  membangkitkan nurani musuh-musuhnya dan mengingatkan mereka tentang perlunya bertindak berdasarkan bukti syar’i atau ‘aqli, khususnya ketika permasalahanya berhubungan dengan pembunahan dan penumpahan darah seorang seperti
dirinya yang dikenal paling peduli dengan isue penegakan hak dan pemeliharaan sunnah Nabi dan syari’at agama. Melalui cara berunding dan nasehat serta berbagai perlakuan manusiawi,
Al-Husain as telah malaksanakan kewajiban syar’i dan menunaikan kewajiban terhadap semua orang, termasuk terhadap musuh-musuhnya yang datang untuk membunuh dirinya.
Melalui kebangkitan Asyura, Al-Husain berusaha mencerahkan dan memberikan petunjuk kepada semua orang ke arah kebenaran dan penolakan terhadap kekuasaan taghut. Dengan cara damai dan penuh kasih sayang, namun jika semua upaya damai tersebut tidak menghasilkan maka penyelesaian terakhir adalah sikap islami berupa pembelaan terhadap kehormatan diri, keluarga dan sahabat sampai tetes darah yang terakhir.
Di hari Asyura, ketika seluruh anggota Ahlul bait dan sahabat Al-Husain as telah gugur sebagai syuhada, Imam Husain as tetap konsisten dalam berupaya mencegah dan menghentikan pertumpahan darah serta berusaha menyadarkan musuh-musuhnya akan kesalahan pilihan mereka.
Kesimpulan
 Sejarah Al Husain as memiliki banyak Aspek yang memungkinkan untuk dikupas, aspek penting yang jarang dikupas adalah penekanan Imam Husain as pada nilai kedamaian, yang tergambar selama ini adalah bahwa Imam Husain mengajarkan kita untuk mempertaruhkan nyawa demi agama. Padahal tidak hanya berkutat dalam hal itu.
 Aspek revolusi Imam Husain adalah keyakinan mendalam akan nilai-nilai agama, keyakinan inilah yang menjadi landasan dasar kebangkitan yang dilakukan Imam Husain dan keluarga serta para sahabatnya.(*)

Rujukan

1.   AlQur’an Al Karim
2. Zahir Yahya, Aspek Damai dan Anti-Kekerasan Dalam Kebangkitan Asyuro' dengan rujukan Al‘Unf fi Nahdhatil Imam Husain as, Karya Mahmud Murad alHairi
3.   Ny.Farida Gulmohammadi, Husain Beheshti-e Mau'ud

1 komentar: