MELACAK KELOMPOK PENGKHIANATAN MASYARAKAT KUFAH KEPADA IMAM ALI as, IMAM HASAN as DAN IMAM HUSAIN as (2) Pengkhianatan Asyraf al Qabail dan Para Qurra terhadap Imam Ali bin Abi Thalib as
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholi ala muhammad wa ali muhammad
Para nawashib berkotbah, Ali di khianati oleh pengikutnya sendiri,
mereka tak lain dan tak bukan adalah syiah. Sejarah syiah dipenuhi
dengan tindakan pengkhianatan demi pengkhianatan, bahkan dari ibu
bernama syiah dengan rahim hitam kelam dan berayah Kufah terlahir
jabang bocah bernama khawarij… Benarkah itu ? Bukankah Allah memuji
syi’ah :” Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu sebaik-baik makhluk” (QS.AlBayyinah: 7-8 ) bukankah Rasulullah saww memuji syiah “Wahai Ali, itu adalah engkau dan syi’ahmu. Engkau dan syi’ahmu akan datang pada hari kiamat dalam keadaan ridho dan di ridho’i”.
Aroma busuk sengaja dihembuskan kaum nawashib kepada kaum awam, bahwa
syiah memanglah pengkhiat dengan menunjukan sarang syiah di kufah.
Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan pertama Melacak kelompok
pengkhianat kepada Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as dari
Masyarakat Kufah (1) struktur sosial penyusun masyarakat kufah. Pada
tulisan kali ini akan di ulas lebih jauh kiprah pengkhianat dari
masyarakat kufah terhadap Imam Ali bin Abi Thalib baik dari kelompok
Asyraf al qabail maupun dari kalangan qurra (hafizh)…
Pendahuluan
Pada saat imam Ali menjabat sebagai khalifah beliau menghadapi
sekurang-kurangya tiga pengkhiantan dari dalam –ini diluar kajian para
pengkhianat dari kelompook al Nakitsin (pengobar perang Jamal) dan
kelompok Qasithin (pengobar perang Shifin) - diantaranya adalah
pengkhianatan kelompok khawarij (dalam riwayat disebut sebagai al
mariqin) dan sikap keengganan masyarakat kufah dalam menghadapi invasi
Damaskus pimpinan Muawiyyah bin Abu Sofyan. Para nawashib gencar
menghembuskan kabar bahwa para pengikut Khawarij semula adalah
orang-orang syiah, tetapi karena berselisih paham dengan Ali bin Abi
Thalib, maka mereka menyatakan keluar dari barisan Ali dan mendirikan
Khawarij, sisanya tetap mengikuti Ali tapi dengan menyembunyikan watak
aslinya sebagi pengkhianat dengan cara enggan dan ogah-ogahan mendukung
Ali dalam menghadapi musuh-musuhnnya.
Kekeliruan mendasar dari para nawashib tersebut adalah bahwa mereka
dalam menuduh tidak berpijak dari fakta-fakta yang ada, dan mereka
mengeneralisasikan bahwa seluruh orang yang berpihak pada Imam Ali dalam
peperangan beliau, harus disebut sebagai syi’ah. Padahal para ulama
ahlu sunnah sendiri sudah menjelaskan bahwa terdapat pengikut sejati Ali
(syi’ah) -yang harus dibatasi pada pengertian relegius, yakni,
kesyi’ahan yang dilandasi pada keyakinan bahwa Imamah berada di imam
Ahlul Ba’it- dan mereka yang bersifat pragmatis, berpihak kepada Imam
Ali karena kepentingan-kepentingan pragmatis (lihat kembali di tulisan
pertama).
Asal Kaum Khawarij Bukan Kaum Syi’ah
Yang pertama kita bahas kelompok Khawarij, kelompok
pengkhianat pertama dari barisan Imam Ali adalah kaum Khawarij,
menurut Rasul Ja’farian, orang-orang yang kelak menyempal dari barisan
Ali dan mendirikan Khawarij,adalah kelompok yang berasal dari kaum nomad
yang pada tahun-tahun ketika Kufah dibangun berdatangan ke tempat
tersebut, mereka ikut aksi penaklukan, dan mereka mendapat kemenangan
dramatis, memperoleh aset rampasan perang yang terlalu banyak untuk
dihitung. (History of the caliphs : From the Death of the messenger (s)
to the decline of the umayyad dynaty 11 – 132 AH hal 384), Di antara
kaum nomad ini, ada yang menjadi hafizh (Qura’) (harus di bedakan antara
Qura yang menjadi syiah sejati (dibawah pimpinan Malik asytar dan Adi
bin Hatim) dengan Qura dari kaum nommad ini lihat ditulisan pertama).
Memetakan keberadaan kelompok nommad di kufah yang kelak menjadi
khawarij ini tidak lah mudah, karena keberadaanya tersebar di kabilah di
kufah, para penulis sejarah menyebutkan asal kelompok yang dominan di
tubuh khaarij, Nourouzzaman (Khawarij hal 37) menyebutkan, kabilah
yang banyak menjadi pengikut khawarij berasal dari Bani Tamim,
Sementara itu Baladzuri menyebutkan bahwa, pengikut Khawarij banyak
yang berasal dari suku nommad seperti bani Tamim, suku Bakar bin Wail
dan suku nomad kecil lainya yang turut bergabung dengan khawarij (Ansyab
al asyraf II/363) namun demikian Baladzuri menambahkan, bahwa
kecendrungan Khawarij ada dalam setiap kabilah baik yamani maupun
nizari. Sementara itu ad diniwari menyebutkan Bani Murad, Bani Rasib dan
Bani Tamim sebagai yang mendominasi Khawarij (akhbar at tiwal 196)
Alasan Kaum Khawarij Berada di Pihak Imam Ali
Sebelum menjelma menjadi khawarij, kelompok ini
hanya dikenal sebagai bagian dari masyarakat kufah sebagian dari merea
didapati sebagai Qurra. Keberpihakan mereka kepada Imam Ali bin Abi
Thalib kw, tidak didasarkan pada keyakinan relegius, sebagaimana
keberpihakan kaum syiah. Hal ini dijelaskan oleh Baladzuri, “Kaum
khawarij pada umumnya didukung oleh suku-suku nomad. Mereka ini tidak
mengerti kalau imamah dan politik merupakan dua hal yang berada di luar
topik atau masalah suku. Kecendrungan mereka terlihat dalam cara
berfikir mereka yang menafsirkan secara menyimpang (Ansab al Asyraf
II/363)
Kesertaan kaum nommad di belakang Imam Ali dimulai dari krisis Utsman
bin Affan. Para sejahrawan menceritakan sepertiBaladzuri (Ansyab al
asyraf V/26, 60-61); Thabari (Tarikh I /2948) menyebutkan, para Hafizh
nommad terlibat aktif dalam krisis dimasa Utsman bin Affan), Para Hafizh
Nomad dan pendukungnya memberikan tudingan kepada Utsman bin Affan
sebagai telah banyak membuat bid’ah. Ketidak puasan para hafizh nomad
ini sebagaimana diceritakan oleh Baladzuri (Ansab al asyraf V/40 ;
Mas’udi (Murudz Dzahab II/337) dan Thabari (Tarikh I/2916) diakibatkan
oleh : “Kebijakan Utsman yang mengangkat banyak anggota klanya pada
pos-pos yang memiliki pemasukan besar (Pos basah-ibnu jawi), serta
tindakan Ustman memberikan hadiah-hadiah berlebihan”, Selain itu,
kemarahan para nomad kepada utsman tersebut lantaran dipicu oleh
tindakan keras Ustman kepada Abdullah bin Mas’ud yang menui protes dari
salah seorang qura bernama Itris bin Arquib syaibani (kelak dia
bergabung bersama khawarij) (Baladzuri, Ansab al asyraf II/360 dan
Yaqubi, Tarikh II/170).
Faktor ketidak puasan suku-suku nomad terhdap utsman bin Affan
tersebut mendorong mereka menggunakan Ali sebagai mediasinya, dan ktika
mediasi gagal yang berujung terbunuhnya Utsman bin Affan, Mereka menjadi
bagian yang menyatakan kesetianya kepad Imam Ali bin Abi Thalib. Tetapi
ada fakta menarik yang dicatat oleh Baladzuri, bahwa mereka akan
membunuh Imam Husain sebagaimana mereka membunuh Ustman manakala tidak
sesuai dengan harapan mereka (Futuh al Buldan, II/246). Jadi alasan
pertama kaum nomad –yang kelak menjadi khawarij ini – lebih dilatar
belakangi sikap pragmatis politis terhadap ketidak puasan kepada
kebijakan penguasa, dan kemudian kelompok ini mencari figur lain sebagai
pengganti.
Selain alasan diatas, terdapat alasan lainya, bahwa suku-suku nomad
merasa kecewa terhadap dominasi Qurasy (syaikh Mufid, al Irsyad I/254)
dan belakang hari pandangan negatif mereka terhadap qurasy mengejawantah
pada landasan doktrinal mereka yang menyebut : bahwa khalifah tidaklah
harus berasal dari suku Quraisy.
Dengan dermikian faktor yang mendorong, bergabungnya mereka dengan
Imam Ali bin Abi Thalib, bukan dilandasi pijakan fundamental doktrinal
imamah melainkan pada idologi pragmatis yakni pemerataan dan
kesetaraan.
Jejak Pengkhianatan Kaum Khawarij
Pengkhianatan kepada imam Ali bin Abi Thalib oleh suku-suku nomad
yang kemudian menjelma menjadi khawarij ini dilakukan tidak hanya pada
Perang shiffin tetapi dilakukan pada saat panggilan perang jamal,
berikut uraian singkatnya :
- Az Zamakhshari, menuliskan, “ Perang jamal merupakan aksi pertama ketika kaum mulsim terlibat konflik dengan sesama, Dalam perang ini meskipun ada pihak pemenang, namun tidak ada aset rampasan perang, sehingga hal ini menjadi masalah bagi sebagian pendukung Ali, terutama dari kalangan suku-suku pengelana, dari kalangan hafizh kelompok mereka, mengajukan protes “ bagaimana ceritanya perangnya dibolehkan namun aset pihak yang kalah tak boleh diambil ( al Fa’iq IV/129). Inilah protes pertama kaum khawarij kepada Imam Ali.
- Pengkhiantan kedua kaum nommad dan qurra pengelana kepada imam Ali bin Abi Thalib terjadi pada saat perang shifin. Nasr biin Muzahim menyebutkan, berulangkali Imam Ali bin Abi Thalib mengajak pasukan Damaskus menyelesaikan persoalan dengan menggunakan Al Qur’an sebagai rujukan, dan beberapa utusan dikirim. Tetapi pasukan Damaskus membunuh utusan Ali (Waq’qt ash shifiin, 244), Setelah terjadi pertempuran hebat –para sejahrawan menyebut sebagai Layla al Harir- pasukan Damaskus hampir menemui kekalahan, pada saat itu Lima ratus kitab Al Qur’an diletakkan tombak Damaskus. Dan terjadilah kericuhan di Barisan Imam Ali, sementara Imam Ali memerintahkan terus bertempur sementara pasukan syiah terus menggempur pasukan dibawah Asyraf al qabail dan pendukungnya menyerukan pertempuran harus dihentikan, seruan tersebut disambut suku-suku pengelana, Nasr bin Muzhahim mencatat kepada imam Ali menghadap imam Ali agar pertempuran dihentikan, (waq’at ash shiffin 490) Sebagian pendukung Ali datng menghadap, dengan tanpa memanggil Ali bin Abi Thalib dengan Amirul Mukmini, mereka meminta Ali untuk menyudahi perang dan menyelesaikan melalui Al Qur’an. Nasr bin Muzahim menyebutkan, diantar orang-orang ini ada sejumlh hafizh yang sudah merasa cukup hanya dengan hafal Al Qur’an menjadikan mereka memiliki hak untuk membenarkan sikap mereka ( Waq’at ash shiffin, 492) Imam Ali menjawab seruan mereka “ Aku patut menerima penyelesaian melalui Kitab Allah, lebih dari lainya : namun Muawiyyah dan para sahabtnya bukanlah sahabat dalam agama dan bukan sahabat dalam Al Qur’an. Aku lebih kenal mereka daripada kalian, sejak kecil aku sudah bersama mereka “ (Waq’at ash shiffin, 492). Dan pada saat itu pasuka syi’ah dibawah pimpinan Malik asytar terus melakukan gempuran. Namun dibelakang daerah pertempuran. Imam Ali terus dipaksa untuk mengentikan pertempuran dan segera menarik Malik asytar. (Waq’at ash shiffin, 494) dan inilah pengkhianatan kedua kepada Imam Ali. Sementara pasukan syiah tetap bertemur pasukan dari suku pengelana dan pasukan dari pimpinan asyraf al qabail menghendaki berhenti.
- Pengkhianatan ke tiga kaum pengelana dan para hafizhnya yang merasa cukup hanya dengan bacaan al Qur’an adalah pada saat penunjukan wakil Imam Ali dalam Arbitrase, Imam Ali bin Abi Thalib menunjuk Ibnu Abbas atau Malik Asytar tetapi ajuan Imam Ali ditolak oleh kalangan asyraf al qabail (yang nanti akan dijelaskan pula) Sementara Malik Asytar ditolak oleh kelompok asyraf al qabail, maka Ibnu Abbas ditolak oleh para hafizh (Waq’at ash shiffin, 498).
- Pengkhianatan ke tiga kaum pengelana ini, adalah Penetangan mereka atas usul mereka sendiri, yakni arbitrase, Baladzuri menyebutkan, kelompok penetang arbitrase keluar dari kesatuan, mereka memisahkan diri dari lasykar dan pergi ke Harura yang berjarak 2,5 km dari kufah.
- Puncak pengkhianatan mereka adalah Pembunuhan terhadap Imam Ali bin Abi Thalib.
PENGKHIANATAN BANI NAJIYAH
Terdapat gerakan yang memiliki kemiripan dengan
Khawarij, yang sama-sama semula berdiri dibelakang Imam Ali bin Abi
Thalib, pengkhiantan ini berasal dari Bani Najiyah pimpinan Khirrit bin
rasyid, Baladzuri mennuliskan, Pemberontakan Khirit bin rasyid didukung
sukunya Bani Najiyah dan Suku Kurdi, khirit beraksi sedemikian rupa
sehingga kaum khawarij mengira khirit sependapat dengan pandanganya,”
Pengkhianatan ini berhasil dipadamkan pasukan syi’ah pimpinan Ma’qil bin
Qais Riyahi.
KHAWARIJ DALAM PENGKABARAN RASULULLAH SAWW
Fenomena khawarij, ini adalah unik, mereka
kebanyakan adalah orang-orang yang dikenal gemar beribadah, bahkan
mendapatkan sebutan Qurra. Pemimpin mereka Abdullah bin Wahab bahkan
mendapat julukan Dzuts Tsafanat (orang yang di dahinya ada tanda sujud),
tetapi sebagaimana diceritakan oleh Rasul Ja’farian “bahwa orang-orang
khawarij merasa lebih unggul dengan ke hafizanya dibanding orang lain,
dan merasa lebih akurat atas sikap yang mereka ambil (History of the
caliphs : From the Death of the messenger (s) to the decline of the
umayyad dynaty 11 – 132 AH) Ad Dinawari memberikan ilustrasi
kekeliruan mereka, yang terjadi pada saat perang Jamal. Ketika Ali bin
Abi Thalib tidak membenarkan orang memanfaatkan harta pribadi orang
lain, kecuali harta yang digunakan musuh dalam pertempuran. Orang-orang
dari suku pengelana pun merasa heran, karena kebijakan sebelumnya
membolehkan bila berhasil memenangi perang merampas seluruh aset
musuhnya. Pada saat itu Imam Ali berkata, mengapa kalian tidak
memperdulikan Aisyah, kalau harta kalian rampas seluruhnya, dimana
letak kepedulian kalian ? Orang-orang pengelana dan sebagian orang-orang
arab yang masih sederhana pikiranya disertai para qurra mereka,
mempertanyakan sikap Ali bin Abi Thalib, karena menurut mereka,
manamungkin membunuh musuh dalam perang namun hartanya tidak boleh
diambil (Akhbar ath Thiwal 151)
Sempitnya mereka dalam memahami Al Qur’an menyebabkan mereka
terjatuh pada kejumudan yang fatal, dan Rasulullah saww sendiri telah
mengisyaratkan muncul serta watak kaum khawarij ini, sekalipun mendapat
sebutan hafizh, Rasulullah mengisyaratkan kualitas buruk kehafizanya,
meski disebut sebut sebagai ahli ibadah tetapi Rasulullah saww
menyebutkan buruknya kualitas ibadah mereka, berikut kutipan rangkuman
Hadits Rasulullah saww :
- 1. Muslim bin Hajjaj berkata dalam Shahihnya, “Abdu bin Humaid telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq bin Hammam telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Abdul Malik bin Abi Sulaiman telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Salamah bin Kuhail telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, ‘Zaid bin Wahab al-Juhani telah menceri-takan kepadaku bahwa ia termasuk salah seorang anggota pasukanyang berangkat bersama Ali ra. untuk memerangi kaum Khawarij. Ali ra. berkata, ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan muncul satu kaum dari umatku yang membaca al-Qur’an, bacaan al-Qur’an kalian tidak ada apa-apanya dibanding bacaan mereka, shalat kalian tidak ada apa-apanya dibanding shalat mereka, puasa kalian tidak ada apaapanxja dibanding puasa mereka. Mereka membaca al-Qur’an dan menyangka al-Qur’an itu menjadi hujjah ijang mendukung mereka padahal al-Qur’an menjadi hujjah yang membantah mereka. Shalat mereka tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah keluar dari busurnya. Sekiranya pasukan yang memerangi kaum ini tahu apa yang telah disediakan buat mereka melalui lisan nabi mereka niscaya mereka akan meninggalkan amal. Tanda-tandanya adalah di antara kaum ini terdapat seorang lelaki yang memiliki lengan atas tapi tidak memiliki lengan bawah. Dan di pangkal lengan atasnya terdapat seperti mata payudara dan padanya terdapat rambut yang telah memutih.”
- Abdullah bin Mas’ud, haditsnya diriwayatkan oleh Ahmad dalam kitab al- Musnad (1/404), at-Tirmidzi dalam Sunannya (nomor 2188), Ibnu Majah (nomor 168) dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi nomor 1779 dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Akan muncul nanti di akhir zaman satu kaum yang dangkal akalnya, muda nbelia, atau beliau berkata, muda usianya, mereka mengucapkan sebaik-baik perkataan manusia, mereka membaca al-Qur’an dengan lisan mereka namun tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka keluar dari Islam seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Barangsiapa mendapati mereka maka perangilah mereka sebab bagi yang memerangi mereka telah tersedia pahala yang besar di sisi Allah.
PENGKHIANATAN ASYRAF AL QABAIL
Pengkhianat lain dari barisan Imam Ali yang lain
adalah pengkhianatan dari kalangan asyraf al Qabail, untuk mengetahui
siapakah asyraf al qabail silahkan kembali merujuk pada tulisan pertama
yang ditulis ibnu jawi al jogjakartani penulis artikel ini). Kalangan
sejahrawan ahlu sunnah menyebutkan bagaimana para asyraf al qabail ini
melakukan pengkhianatan. Setelah mendapati kebijakan Imam Ali bin Abi
Thalib tidak seperti yang ditempuh oleh para penguasa sebelumnya yang
cendrung menguntungkan mereka.
Sikap plin plan dan acuh tak acuh para Asyraf al Qabail dan
pengikutnya terbaca pula oleh Imam Ali bin Abi Thalib, sebagaimana
diceritakan oleh Nasr bin Muzahim dan Baladzuri “Imam Ali bin Abi Thalib
senantiasa berpesan kepada para sahabat-sahabat dan pengikutnya (baca
syiah), agar mewaspadai dan berhati-hati kepada sikap para asyraf al
qabail kufah” (waq’at ash shiffin II/144 ; al Futuh II/468). Sikap plin
plan par asyraf al qabail ini dengan jelas diceritakan oleh Nashir bin
Muzahim dan Baladzuri dalam Kitabnya : “ Para asyraf al qabail mendapat
kesempatan untuk bertemu dan berbincang-bincang dengan Ali bin Abi
Thalib usai perang jamal. Pada kesempatan itu mereka memaparkan
alasan-alasan yang membenarkan diri mereka sendiri atas sikap yang
diambil untuk tidak memberikan dukungan kepada Ali bin Abi Thalib dalam
peristiwa jamal, tetapi pada saat yang sama mereka mengukuhkan dan
memperkuat kembali ba’iat kepada Ali bin Abi Thalib (Waq’at ash shiffin
21, al futuh II/370-371). Menyebutkan sikap-sikap khianat dan plin-plan
kalangan asyraf al qabail secara keseluruhan tentu akan membuat panjang
artikel ini –pada artikel pertama kami sudah menyinggung sedikit-, kami
hanya akan menyajikan sikap-sikap pragmatis mereka dimasa Imam Ali bin
Abi Thalib, yang memiliki dampak dan pengaruh yang besar, diantaranya
adalah sebagai berikut :
Pengkhianatan gembong Asyraf al Qabail – Asyat bin Qais al Kindi-
Sikap Asy’ats bin Qays al kindi orang yang tidak memiliki kualitas
keislaman baik, yang diangkat oleh Walid bin Uqbah (Gubernur Utsman bin
Affan) untuk menggantikan Hujar b Adi al Kindi. Asy’ats bin Qays
memiliki peran besar dalam menggalang pengkhianatan dari kalangan Asyraf
al qabail berikut ‘urafa yang menjadi anggotanya. ad Dinawari
menceritakan, ketika terjadi pemberontakan anti Utsman, Asy’ats bin
Qays sempat melarikan diri ke Damaskus, namun kemudian ia kembali ke
kufah (Akhbar ath Thiwal/156). Asy’at bin Qais adalah orang yang
memprotes kebijakan Diwan Imam Ali, serta orang yang menggalang dukungan
untuk menolak penggantian dirinya oleh Imam Ali bin Abi Thalib sebagai
Asyraf al Qabail, dimana dirinya akan digantikan oleh Hujr bin Adi.
Asy’at bin Qais mampu memainkan sebagai orang yang merusak barisan Imam
Ali dari dalam (lihat tulisan ibnu jawi di artikel I).
Baladzuri menceritakan, bahwa Asyat bin Qais salah seorang tokoh
asyraf al qabail berpengaruh sempat akan bergabung dengan Muawiyyah,
peristiwa tersebut terjadi ketika Ali bin Abi Thalib memerintahkan satu
tim khusus untuk memeriksa dan menaksir aset-aset yang dimiliki para
asyraf al qabail ( Ansab al asyraf 2/296)
Asyats bin Qais juga memanfaatkan pengaruhnya untuk merusak barisan
Imam Ali, Sebagaimana diceritakan oleh Nasir bin Muzhahim: Pada tanggal 5
syawal 36 H dari Nukhaila Imam Ali bangkit melakukan perlawanan
terbuka, perpecahan pertama dalam tubuh pasukan Ali bin Abi Thalib
terjadi akibat provokasi Asy’ats bin Qays yang melakukan protes atas
diangkatnya Hassan bin Makhduj untuk memimpin pasukan Yaman, provokasi
tersebut nyaris membuat bentrokan antara kabilah Kinda dan Rabiah
(Waq’at ash shiffin 127), Nashr menceritakan, Melihat perpecahan
tersebut, Muawiyyah mengirimkan penyair orang Kinda untuk menyemangati
Asy’ats menentang Ali, tetapi upayanya gagal, karena Asy’ats dibiarkan
mempin pasukan sayap kiri yang terdiri dari suku kinda” (Baladzuri,
Futuh al Buldan III/105)
Aksi pragmatis asyraf al qaba’il yang dipimpin oleh Asy’at bin Qais
ini, adalah dengan menempatkan diri mereka dengan posisi yang mengambang
– lihat penjelasan Muhammad Jafri di artikel pertama yang kami tulis
(ibnu jawi al jogjakartani)- di antara dua pihak yang bertikai, bila
dilihat ada posisi yang lebih menguntungkan maka pihak tersebut yang
akan di dukung diam-diam. Saat terjadi perang shiffin, Asy’ats bin Qais
di satu sisi berperang dan memimpin klannya di pihak Imam Ali bin Abi
Thalib tapi di pihak lain dia menjalin kontak-kontak rahasia dengan
Muawiyyah bin Abu Sofyan. Ya’qubi menceritakan “ bahwa Asy’ats bin Qais
pada saat perang shiffin mengambil peran penting mengajak para kabilah
lain agar perang diberhentikan. Peran Asy’at bin Qais dalam peristiwa
yang mendorong terjadinya arbitrase tersebut, sebagai hasil
korespondensi antara Asy’ats bin Qais dan Muawiyyah ( Tarikh al Ya’qubi
II/188) Sikap plin-plan Asy’at bin Qays ini terlihat ambigu, di satu
sisi saat berperang dia mengobarkan perlawanan tetapi disisi lain dia
mememcah kesatuan, al Yaqubi menceritakan secara detail dalam kitab
tarikhnya.
Ketika tentara Muawiyyah mengangkat lima ratus Kitab Al Qur’an yang
diletakan di atas tombak mereka, Ali bin Abi Thalib menyatakan “bahwa
ulah mereka hanyalah tipu daya, dan Sha’sha’a bin Shauhan kemudian
melanjutkan gempuran ke kubu Muawiyah, pada saat berlangsung
pertempuran sengit ia mendengar Asy’ats bin Qais berteriak agar
memikirkan kaum wanita dan bila perang dilanjutkan kaum Arab akan
mengalami krisis, Sha’sha tetap melanjutkan pertempuran, sementara
Asy’ats bin Qais merupakan orang pertama yang menentang Ali melanjutkan
perang ( Nasr bin Muzahim al Minqari, Waq’at ash shiffin 478),
Baladzuri dan Nasr binh Muzahim al Minqari menuliskan, “disaat tentara
yang dipimpin sahabat Ali melakukan gempuran ke arah tentara Damaskus,
sebagian para asyraf dengan membawa laskarnya menghadap Ali, tanpa
memanggil Ali dengan sebutan Amirul Mukmini, mereka meminta Ali
menerima penyelesian masalah melalui Al Qur’an. Dalam kelompok ini ikut
serta para hafizh (yang kelak bergabung menjadi khawarij) (Waq’at ash
shifin 490 dst ; Ansab al asyraf II/331) Pada saat imam Ali di datangi
para pemipin kabilah kufah dan para hafizh, Malik asytar sudah mencapai
garis depan kamp pasukan Muawiyah, pada saat itu kaum pemrotes, meminta
Ali agar mengeluarkan perintah mundur pasukan sahabat-sahabatnya atau
Ali akan menghadapi perpecahan, sebagian pemerotes berteriak “anda telah
menyemangati sahabt-sahabt anda untuk melanjutkan pertempuran, jika
Malik tidak segera kembali, dan pasukan anda tidak segera menghentikan
peperangan, maka kami akan membunuh anda”, Ali kemudian memenuhi
permintaan mereka demi menghindari perpecahan yang mengancam kesatuan kesatuan pasukanya Ali mengirimkan Yazid bin Hani untuk menarik mundur pasukan yang masih bertempur (Waq’at ash shifin 493)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar