Tunda Bayar Pajak 2013
- Maklumat Ponpes Tebuireng
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/12/28/210065/Tunda-Bayar-Pajak-2013
JOMBANG- Salah satu pesantren terbesar dan tertua di Indonesia, Ponpes
Tebuireng Jombang, Jawa Timur, mengeluarkan maklumat menunda bayar pajak
tahun 2013.
Tebuireng beralasan, uang pajak dari rakyat selama ini lebih banyak dinikmati segelintir orang, di antaranya untuk menyubsidi bunga obligasi rekap perbankan.
Maklumat tunda bayar pajak tersebut dikeluarkan dalam bentuk pernyataan tertulis dan ditandatangani oleh sejumlah tokoh yang hadir dalam sarasehan di Ponpes Tebuireng, Kamis (27/12). Beberapa tokoh yang hadir antara lain KH Sholahuddin Wahid, anggota DPR Lily Wahid, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmito Hadinagoro, mantan Danpuspom TNI Mayjen (Purn) Sjamsu Djalal, serta mantan Direktur Bais ABRI, Laksamana Mulyo Wibisono.
Dalam sarasehan itu, Sekjen APPI Sasmito Hadinagoro menjelaskan soal kesalahan pengelolaan keuangan negara selama ini.
Uang pajak rakyat ternyata banyak yang digelontorkan untuk membayar bunga obligasi rekap perbankan.
Tebuireng beralasan, uang pajak dari rakyat selama ini lebih banyak dinikmati segelintir orang, di antaranya untuk menyubsidi bunga obligasi rekap perbankan.
Maklumat tunda bayar pajak tersebut dikeluarkan dalam bentuk pernyataan tertulis dan ditandatangani oleh sejumlah tokoh yang hadir dalam sarasehan di Ponpes Tebuireng, Kamis (27/12). Beberapa tokoh yang hadir antara lain KH Sholahuddin Wahid, anggota DPR Lily Wahid, Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmito Hadinagoro, mantan Danpuspom TNI Mayjen (Purn) Sjamsu Djalal, serta mantan Direktur Bais ABRI, Laksamana Mulyo Wibisono.
Dalam sarasehan itu, Sekjen APPI Sasmito Hadinagoro menjelaskan soal kesalahan pengelolaan keuangan negara selama ini.
Uang pajak rakyat ternyata banyak yang digelontorkan untuk membayar bunga obligasi rekap perbankan.
Bunga obligasi rekap tersebut tiap tahun nilainya mencapai Rp 60 triliun. Padahal, pembayaran bunga obligasi rekap itu mestinya menjadi tanggung jawab para pemilik bank.
Sasmito mengungkapkan, sejak 2003 pemerintah menganggarkan subsidi bunga obligasi rekap perbankan sebesar Rp 60 triliun per tahun yang diambil dari APBN. Dana tersebut adalah uang pajak rakyat, namun diberikan kepada bank-bank swasta seperti BCA, Danamon, dan Bank Niaga.
Era Boediono
Kebijakan itu ditelorkan pada era Menteri Keuangan Boediono, dilanjutkan Sri Mulyani dan Agus Martowardojo. "Tiga menteri itu harus dipidanakan," ujarnya.
Menurut Sasmito, uang obligasi rekap tersebut seharusnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat, seperti subsidi kesehatan, pendidikan dan bahan bakar minyak.
Apabila pembayaran obligasi rekap masih terus dilakukan, maka utang negara yang kini mencapai Rp 2.000 triliun, akan membengkak menjadi Rp 3.000 triliun pada 2033.
Jika Presiden SBY tidak berani membuat keputusan menghentikan pembayaran obligasi rekap perbankan, masyarakat diserukan menunda membayar pajak tahun 2013.
"Kalau presiden tidak membuat keputusan itu, kami serukan masyarakat agar menunda bayar pajak," katanya. (dtc-43)
Main Review
NO. 17 TAHUN I, 28 JUNI - 4 JULI 2012
http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/17/i/28-juni-4-juli-2012/mainreview/80/dosa-turunan-bernama-obligasi-rekap
Dosa Turunan Bernama Obligasi Rekap
Penulis: Miftah H. Yusufpati, Windarto, Ranap Simanjutak
Sidang
Kabinet di Istana Negara telah usai, ketika Menteri Koordinator
Kesejahteraan Rakyat mengumumkan akan ada rapat lanjutan yang membahas
masalah Bank Central Asia (BCA). "Rapat ini amat rahasia, jangan sampai
bocor ke wartawan," ucap Menko Kesra, Jusuf Kalla, mewanti-wanti.
Rapat kabinet nonformal ini dilakukan di gedung Departemen Kesehatan di Jalan Haji Rangkayo Rasuna Said, Jakarta, 13 Maret 2002. "Saya menolak penjualan 51% saham BCA kepada Farallon Capital Partners," ujar Kwik Kian Gie, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Bappenas. Kwik beralasan, Farallon Capital Partners membeli dengan harga Rp5 triliun untuk 51 persen saham BCA, sementara di BCA ada surat tagihan kepada negara atau obligasi rekap Rp60 triliun. "Jadi kalau diseratus-persenkan, Farallon bisa memiliki BCA dengan Rp10 triliun, tapi mendapat tagihan kepada pemerintah Rp60 triliun," ujarnya.
Sayangnya, Kwik hanya sendiri. Menko Ekonomi Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri BUMN Laksamana Sukardi, dan Menteri Keuangan Boediono bersikap setuju saja. Mereka menganggap, dalam kondisi krisis, langkah yang ditempuh tersebut sebagai hal yang wajar.
"Saya jelaskan sampai akhirnya pada jam enam (sore) Pak Dorodjatun bilang ke Pak Laksamana untuk menutup sidang dan melapor berdua kepada presiden (Megawati), boleh ditandatangani dan boleh dijual," tutur Kwik. "Saya teriak-teriak tidak bisa mengendalikan emosi. Saya didatangi Menkopolhukam SBY. Dia pegang pundak saya dan bilang: Pak Kwik sabar-sabar, terima saja," lanjutnya.
Drama sidang kabinet nonformal diungkap Kwik di depan sejumlah anggota DPR 11 Juni lalu. Ia ke DPR bersama mantan Menko Ekuin era K.H. Abdurahman Wahid, Rizal Ramli, Guru Besar UI Sri Edi Swasono, dan ekonom Fadhil Hasan. "Kami imbau segera stop pembayaran bunga yang disubsidi APBN itu. DPR harus stop, tidak boleh lagi Menteri Keuangan kasih subsidi. Banyak bank sudah kaya apalagi pemiliknya," ungkap Kwik menyampaikan misi sebenarnya.
Silent Take Over
Divestasi kepemilikan saham pemerintah pada bank-bank rekapitalisasi (rekap), macam langkah divestasi BCA itu, merupakan bagian dari kebijakan lanjutan obligasi rekap. Dalam upaya mengurangi penumpukan beban APBN yang terlalu besar dalam tahun anggaran tertentu, pemerintah mengambil beberapa langkah lanjutan kebijakan, yaitu divestasi, reprofiling obligasi, asset to bond swap (ABS), dan program pengembalian obligasi (buy back).
Pelepasan kepemilikan saham pemerintah kepada investor strategis pada awalnya dimaksudkan untuk mengurangi obligasi rekap pada bank-bank rekap sehingga beban pemerintah berkurang. Dalam pelaksanaannya, hasil penjualan saham pemerintah tidak digunakan untuk pembelian kembali obligasi pemerintah yang ada di bank, tapi dimasukkan dalam pos penerimaan APBN.
Cara ini seperti disarankan IMF, menjadi modus operandi pengambilalihan aset strategis nasional secara perlahan (silent take over) yang dijual sangat murah. Dalam kasus BCA, obligasi pemerintah yang melekat di BCA sebesar Rp58,2 triliun (2001). Setiap tahun, pemerintah menyusui BCA Rp7 triliun atau Rp500 miliar lebih per bulan sebagai pembayaran bunga obligasi. Setelah dinyatakan sehat dan keluar dari bangsal rumah sakit BPPN, 51% saham BCA kemudian jatuh ke tangan konsorsium Farallon (AS) dan Djarum dengan harga bantingan Rp5,3 triliun. Artinya, dengan dana Rp10 triliun saja, konsorsium Farallon sudah bisa mendapatkan bank swasta terbesar di Indonesia dengan 15 juta nasabah, 700 cabang, dan 1.800 ATM di seluruh Tanah Air, ditambah lagi obligasi rekap Rp58 triliun.
Selanjutnya, selain bonus obligasi, BCA bisa membukukan keuntungan di atas Rp2triliun per tahun. BCA telah membukukan keuntungan bersih Rp3,59 triliun pada 2005, naik 12,6% dibandingkan 2004 yang mencapai Rp3,2 triliun. Laba tersebut meningkat terus dari tahun ke tahun dan pada 2009 mencapai Rp6,81 triliun. Laba bersih BCA tumbuh 27,6 persen dari Rp8,5 triliun pada 2010 menjadi Rp10,8 triliun pada 2011.
Lepasnya BCA dari kepemilikan pemerintah ke tangan Farallon, diikuti dengan lepasnya bank rekap swasta lainnya ke tangan investor asing. Seperti Danamon jatuh ke tangan Temasek, Bank Internasional Indonesia ke tangan Malayan Banking BHD, Bank Permata yang jatuh ke tangan Standard Chartered. Tingginya margin laba yang didorong liberalisasi kepemilikan bank, membuat investor asing berbondong-bondong membeli saham bank di Indonesia.
Di sisi lain, pemerintah harus terus menyusui bank rekap Rp60 triliun per tahun sampai 2040. Penelitian masalah utang yang dilakukan Putra, Setiati, dan Damayanti (2002) soal dampak yang ditimbulkan dari kebijakan obligasi rekap sungguh bikin ngeri: ekonomi Indonesia akan tertimpa bencana fiskal bila tak sanggup mengelola utang dalam negerinya. Bila melakukan langkah reprofiling, diperkirakan pemerintah akan membayar utang antara Rp7 ribu hingga Rp14 ribu triliun pada 2040.
Masalah obligasi rekap nyatanya bukan sekadar cerita masa lampau. Masalah ini telah menjadi dosa turunan. Ekonom Drajad Wibowo bercerita, pada 2002 ia bersama tim dari DPR telah meminta pemerintah menyelesaikan terlebih dahulu obligasi rekap, sebelum dilempar ke pasar. Pemerintah saat itu tak mau mengambil keputusan. "Saat itu Menteri Keuangan dijabat Pak Boediono. Jadi, tanyakan saja kenapa dahulu tidak diambil," kata Drajad, kepada SINDO Weekly, Selasa pekan ini. Kini, menurut Drajad, kondisi lebih sulit karena sudah di pasar. Sebagian obligasi rekap itu sudah diembat bareng. "Kalau sudah di pasar, maka susah karena sudah banyak orang," katanya.
Drajad Wibowo benar. Kini pemilik obligasi rekap telah melepasnya ke pasar. Tengok saja obligasi rekap Bank Mandiri mulai berada di bawah besaran Rp100 triliun sejak 2004. Angka pasnya, Pahala N. Mansury, Direktur Keuangan Bank Mandiri menyebut tinggal Rp76 triliun. Bank pelat merah penerima obligasi rekap terbesar ini ingin segera melepas secara bertahap obligasi berstatus available for sale Rp53,7 triliun. Pembeli asing konon sudah siap membeli.
Obligasi rekap BCA, bank swasta penerima obligasi terbesar, juga tinggal Rp50 triliun sejak 2003. Bila membandingkan data 1999, 2008, dan 2009, telah terjadi penurunan kepemilikan obligasi rekap dari 10 bank penerima obligasi rekap terbesar. Jadi, menurut Drajad, sudah sangat terlambat untuk menarik obligasi rekap. "Paling kalau mau, ya, mengemplang," katanya.
Kwik yang mantan Menko Perekonomian ini bilang, teknik atau cara penarikannya sama sekali tidak dipahami oleh para teknokrat Berkeley maupun teknokrat International Monetary Fund (IMF). Atau mungkin mereka memahaminya, tetapi sengaja mengobral bank-bank dengan harga murah seraya membangkrutkan negara.
"Selaku Menko Perekonomian," Kwik bercerita, "Saya dan Menkeu saat itu (Bambang Sudibyo) secara diam-diam mengganti obligasi rekap dengan apa yang kami namakan zero coupon bond atau obligasi rekap tanpa bunga. Isinya hanya angka yang harus dianggap sebagai modal agar CAR-nya 8 persen. Semua bank diberi tenggang waktu lima tahun untuk menjadi sehat atas kekuatan sendiri dengan melakukan perbaikan kinerja. Kalau tidak, bank ditutup. Namun kalau sudah sehat atas kekuatan sendiri, zero coupon bond ditarik," katanya.
"Sayangnya," Kwik melanjutkan, "Prinsip dan inti pikiran zero coupon bond sebagai cara untuk menarik kembali obligasi rekap sama sekali tidak digubris. Akibatnya, kita rasakan sendiri sampai sekarang, yaitu mengeluarkan uang sekitar 25 persen dari APBN sejak 2003 hingga 2040. Motifnya hanya satu, yaitu patuh IMF secara mutlak dan habis-habisan," katanya.
Kwik mengatakan bank-bank yang telah diberi suntikan melalui bunga obligasi rekap sudah meraih keuntungan triliunan. "Kami imbau segera stop pembayaran bunga yang disubsidi APBN itu. DPR harus stop, tidak boleh lagi Menteri Keuangan kasih subsidi. Banyak bank sudah kaya apalagi pemiliknya," ungkap Kwik.
Dua mantan Menko Ekonomi menyoal obligasi rekapitalisasi eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dampak yang ditimbulkan dari kebijakan obligasi rekap sungguh ngeri: ekonomi Indonesia akan tertimpa bencana fiskal bila tak sanggup mengelola utang dalam negerinya. Bila melakukan langkah reprofiling diperkirakan pemerintah akan membayar utang antara Rp7 ribu hingga Rp14 ribu triliun pada 2040. Benarkah menyoal obligasi rekap hanya membangkitkan batang terendam?
Main Review
NO. 17 TAHUN I, 28 JUNI - 4 JULI 2012
Kwik Kian Gie Mantan Menko Ekuin
http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/17/i/28-juni-4-juli-2012/mainreview/81/ini-tidak-adil-bagi-masyarakat
"Ini Tidak Adil bagi Masyarakat"
Bersama
sejumlah koleganya yang bergabung dalam Gerakan Hidup Masyarakat
Sejahtera (HMS), Mantan Menko Ekuin, Kwik Kian Gie, menuntut pemerintah
menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi yang mencapai Rp60
triliun per tahun.
Di hadapan pimpinan DPR, pimpinan fraksi-fraksi, pimpinan Komisi III bersama pimpinan Komisi XI, serta pimpinan Banggar, Senin dua pekan lalu, ia menjelaskan beban bunga obligasi rekap dengan bunga tetap (fixed rate) mencapai 28 persen. Setiap tahun pembayaran bunga obligasi rekap itu akan membebani APBN. "Dampaknya akan terasa terus walaupun dulu katanya delapan tahun akan selesai," katanya.
Dalam perbincangan dengan Windarto dari SINDO Weekly, Kwik menyatakan bahwa alasan tuntutannya itu karena dana dari APBN ini seharusnya bisa dialokasikan pada pos lainnya ketimbang memperkaya bank dan para eksekutifnya.
Berikut petikannya.
Apa alasan Anda menuntut moratorium pembayaran bunga obligasi rekap?
Karena hingga kini, obligasi rekapitalisasi (obligasi rekap) terus memberatkan APBN. Karena itu, wajar jika ada tuntutan kepada pemerintah untuk menghentikan pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi yang mencapai Rp60 triliun per tahun pada industri perbankan. Apalagi bank-bank yang telah diberi suntikan melalui bunga obligasi rekap sudah meraih keuntungan hingga triliunan rupiah. Dana dari APBN ini seharusnya bisa dialokasikan kepada anggaran lainnya. Obligasi rekapitalisasi sendiri adalah piutang bank-bank kepada pemerintah sebagai imbalan dari kepemilikan saham pemerintah. Awalnya obligasi ini disuntikkan untuk memperkuat permodalan bank tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan pemerintah berutang kepada bank-bank yang dimilikinya sendiri.
Lalu apa yang menjadi masalah?
Yang jadi masalah, obligasi rekapitalisasi yang pada dasarnya adalah pengakuan utang, tanpa adanya suntikan modal segar, justru dikenai bunga. Dan bunga tersebut yang membebani pemerintah hingga saat ini.
Apakah ada solusi untuk menghindari bunga?
Ada. Caranya pemerintah menarik obligasi rekap tersebut. Sayangnya usulan saya tersebut waktu itu tidak ditanggapi.
Lalu sebagai Menko Ekuin, saat itu apa yang Anda lakukan?
Selaku Menko Ekuin, saya dan Menkeu (ketika itu) Bambang Sudibyo secara diam-diam mengganti obligasi rekapitalisasi dengan zero coupon bond (ZCB) atau obligasi rekapitalisasi tanpa bunga. Isinya hanya angka yang harus dianggap sebagai modal/ekuiti agar CAR bank 8 persen. Dengan kebijakan ini, semua bank diberi tenggang waktu 5 tahun untuk menjadi sehat atas kekuatan sendiri dengan melakukan perbaikan kinerja. Kalau tidak, bank ditutup. Namun, kalau sudah sehat atas kekuatan sendiri, ZCB ditarik.
Konsekuensi dari penolakan ZCB seperti apa?
Sayangnya prinsip dan inti pikiran ZCB sebagai cara untuk menarik kembali obligasi rekap sama sekali tidak digubris. Akibatnya kita rasakan sendiri sampai sekarang. Sejak 2003, hingga 25 persen dana APBN harus disisihkan untuk membayar bunga obligasi rekap. Dan itu akan berlangsung hingga 2040.
Apakah tuntutan moratorium pembayaran bunga itu dimungkinkan?
Praktik pembayaran obligasi rekap ini akan sulit dihentikan sekarang. Alasannya, itu akan menabrak kontrak dan melanggar Keppres yang sudah ada.
Konsekuensi terberatnya seperti apa jika pemerintah gagal bayar bunga obligasi rekap?
Total obligasi rekapitalisasi tersebut Rp430 triliun, yang harus dilunasi bersama bunganya, yang kalau dibayar secara tepat waktu nilainya menjadi Rp600 triliun. Jadi, pemerintah punya utang Rp1.000 triliun. Tetapi, jika pemerintah gagal bayar sesuai masa jatuh tempo, skenario terburuk adalah membengkaknya nilai utang itu menjadi Rp14.000 triliun. Ini tidak adil bagi masyarakat.
Artikel Lainnya di Rubrik ini:
- » Dosa Turunan Bernama Obligasi Rekap
- » Rahmat Waluyanto, Dirjen Pengelolaan Utang:: "Pemerintah Menghormati Protokol Pasar"
- » Pulangnya Buronan BLBI
Main Review
NO. 17 TAHUN I, 28 JUNI - 4 JULI 2012
http://www.sindoweekly-magz.com/artikel/17/i/28-juni-4-juli-2012/mainreview/82/pemerintah-menghormati-protokol-pasar
Rahmat Waluyanto, Dirjen Pengelolaan Utang:
"Pemerintah Menghormati Protokol Pasar"
T
untutan
sejumlah kalangan agar pemerintah menghentikan pembayaran bunga
obligasi rekap makin menguat. Di antara para penggugat itu adalah
tokoh-tokoh yang tergabung dalam LSM Hidupkan Masyarakat Sejahtera
(HMS). Mereka adalah Sasmita Hadinegoro, Kwik Kian Gie, Sri Edi Swasono,
Fadhil Hasan, dan lainnya.
Mereka mendesak DPR untuk segera memaksa pemerintah menghentikan pembayaran bunga rekapitalisasi eks bank penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan angsuran surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Pasalnya, uang sebesar Rp60 triliun per tahun yang digunakan oleh pemerintah untuk membayar bunga obligasi rekapitalisasi tersebut asalnya dari dana APBN.
Kepada Windarto dari SINDO Weekly, Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menjelaskan posisi pemerintah terkait obligasi rekap tersebut. Berikut petikannya:
Apa tanggapan pemerintah atas tuntutan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap?
Prinsipnya posisi pemerintah saat ini tetap harus menghormati utang yang dibuat sesuai dengan protokol pasar. Untuk menjaga komitmen tersebut, pemerintah saat ini memosisikan obligasi rekap tersebut sebagaimana layaknya Surat Utang Negara (SUN) lainnya yang diterbitkan pemerintah untuk menutup defisit dalam APBN.
Langkah nyatanya seperti apa?
Menghentikan atau mencabut obligasi itu tidak bisa. Setiap Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah harus dibayar pada saat jatuh tempo. Karena kalau tidak, bisa dianggap default (gagal bayar) dan membuat reputasi pemerintah buruk.
Apa benar nilai pembayaran bunga pada setiap tahun telah mencapai Rp60 triliun?
Kendati tetap harus membayar bunga utang, nilainya pun tak sebesar Rp60 triliun. Ini lantaran banyak obligasi rekap yang dimiliki bank sudah dikonversi dengan SBN lainnya. Kalaupun ada yang masih besar, obligasi sejenis itu hanya digenggam oleh Bank Indonesia sebesar Rp126 triliun dan bersifat non-tradeable (tak bisa diperdagangkan).
Lalu adakah skema yang disiapkan untuk menyelesaikan obligasi rekap ini?
Kami siap membeli kembali (buyback) obligasi rekapitalisasi yang ada di sejumlah perbankan. Pemerintah sedang mengkaji rencana tersebut dengan metode debt switch atau debt swap.
Apa saja opsi yang telah disiapkan?
Pemerintah sudah menyiapkan lima sampai enam opsi untuk menarik obligasi rekap yang ada di perbankan, baik perbankan BUMN maupun swasta. Dengan Bank Mandiri sudah kami lakukan pembicaraan, tapi ini juga akan berlaku untuk semua investor.
Bisa dijelaskan lebih rinci opsi-opsi tersebut ?
Di antaranya opsi membeli langsung. Untuk hal ini diperlukan kesepakatan harga antara pemegang dan pemerintah. Untuk opsi kedua yang ditawarkan adalah dengan menukar obligasi rekap mereka dengan obligasi lain yang dimiliki pemerintah. Opsi selanjutnya adalah pemegang obligasi menjual obligasi rekap dengan mengganti atau membeli obligasi pemerintah baru.
Dari beberapa opsi tersebut, pilihannya cenderung ke mana?
Dari alternatif tersebut, yang akan dipilih pemerintah yang tidak menambah beban anggaran pemerintah. Untuk keadaan pasar bergejolak, maka akan dilakukan dengan operasi pasar, namun dalam kondisi saat ini buyback dilakukan dengan menggunakan sistem skema debt swap atau pertukaran. Pertukaran seperti ini tidak akan menambah anggaran pemerintah, prinsip pertukaran dari non-tradeable ke tradeable. Untuk harga, akan disepakati kedua pihak. Sedangkan teknis akan dibicarakan dengan regulator.
Kapan opsi tersebut dilaksanakan?
Saya belum dapat mengatakan secara detail waktu pembeliannya. Namun, untuk tahap pertama akan dilakukan dengan Bank Mandiri dan akan ditawarkan kepada pihak lain yang tertarik.
Mereka mendesak DPR untuk segera memaksa pemerintah menghentikan pembayaran bunga rekapitalisasi eks bank penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan angsuran surat utang yang telah diterbitkan oleh pemerintah. Pasalnya, uang sebesar Rp60 triliun per tahun yang digunakan oleh pemerintah untuk membayar bunga obligasi rekapitalisasi tersebut asalnya dari dana APBN.
Kepada Windarto dari SINDO Weekly, Dirjen Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto menjelaskan posisi pemerintah terkait obligasi rekap tersebut. Berikut petikannya:
Apa tanggapan pemerintah atas tuntutan moratorium pembayaran bunga obligasi rekap?
Prinsipnya posisi pemerintah saat ini tetap harus menghormati utang yang dibuat sesuai dengan protokol pasar. Untuk menjaga komitmen tersebut, pemerintah saat ini memosisikan obligasi rekap tersebut sebagaimana layaknya Surat Utang Negara (SUN) lainnya yang diterbitkan pemerintah untuk menutup defisit dalam APBN.
Langkah nyatanya seperti apa?
Menghentikan atau mencabut obligasi itu tidak bisa. Setiap Surat Berharga Negara (SBN) yang diterbitkan pemerintah harus dibayar pada saat jatuh tempo. Karena kalau tidak, bisa dianggap default (gagal bayar) dan membuat reputasi pemerintah buruk.
Apa benar nilai pembayaran bunga pada setiap tahun telah mencapai Rp60 triliun?
Kendati tetap harus membayar bunga utang, nilainya pun tak sebesar Rp60 triliun. Ini lantaran banyak obligasi rekap yang dimiliki bank sudah dikonversi dengan SBN lainnya. Kalaupun ada yang masih besar, obligasi sejenis itu hanya digenggam oleh Bank Indonesia sebesar Rp126 triliun dan bersifat non-tradeable (tak bisa diperdagangkan).
Lalu adakah skema yang disiapkan untuk menyelesaikan obligasi rekap ini?
Kami siap membeli kembali (buyback) obligasi rekapitalisasi yang ada di sejumlah perbankan. Pemerintah sedang mengkaji rencana tersebut dengan metode debt switch atau debt swap.
Apa saja opsi yang telah disiapkan?
Pemerintah sudah menyiapkan lima sampai enam opsi untuk menarik obligasi rekap yang ada di perbankan, baik perbankan BUMN maupun swasta. Dengan Bank Mandiri sudah kami lakukan pembicaraan, tapi ini juga akan berlaku untuk semua investor.
Bisa dijelaskan lebih rinci opsi-opsi tersebut ?
Di antaranya opsi membeli langsung. Untuk hal ini diperlukan kesepakatan harga antara pemegang dan pemerintah. Untuk opsi kedua yang ditawarkan adalah dengan menukar obligasi rekap mereka dengan obligasi lain yang dimiliki pemerintah. Opsi selanjutnya adalah pemegang obligasi menjual obligasi rekap dengan mengganti atau membeli obligasi pemerintah baru.
Dari beberapa opsi tersebut, pilihannya cenderung ke mana?
Dari alternatif tersebut, yang akan dipilih pemerintah yang tidak menambah beban anggaran pemerintah. Untuk keadaan pasar bergejolak, maka akan dilakukan dengan operasi pasar, namun dalam kondisi saat ini buyback dilakukan dengan menggunakan sistem skema debt swap atau pertukaran. Pertukaran seperti ini tidak akan menambah anggaran pemerintah, prinsip pertukaran dari non-tradeable ke tradeable. Untuk harga, akan disepakati kedua pihak. Sedangkan teknis akan dibicarakan dengan regulator.
Kapan opsi tersebut dilaksanakan?
Saya belum dapat mengatakan secara detail waktu pembeliannya. Namun, untuk tahap pertama akan dilakukan dengan Bank Mandiri dan akan ditawarkan kepada pihak lain yang tertarik.
Artikel Lainnya di Rubrik ini:
- » Dosa Turunan Bernama Obligasi Rekap
- » Kwik Kian Gie Mantan Menko Ekuin: "Ini Tidak Adil bagi Masyarakat"
- » Pulangnya Buronan BLBI
Industri Pasar Modal Miliki Protokol Krisis
JAKARTA (IFT) – PT Bursa Efek Indonesia siap mengakomodasi kepentingan
pelaku pasar modal dalam masa transisi dari Badan Pengawas Pasar Modal
ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ito Warsito, Direktur Utama yang baru
terpilih kembali, mengatakan pengawasan tidak banyak yang berubah
setelah regulator pasar modal di tangan OJK.
Pada masa transisi, kata Ito, tidak banyak hal yang perlu dikhawatirkan
karena pelaku industri pasar modal sudah memiliki sistem manajemen
risiko yang baik. Proses transisi dari Badan Pengawas Pasar Modal ke
OJK, hanya peralihan kelembagaan saja.
Protokol Manajemen Krisis OJK Sadur Milik Bapepam & BI
Fakhri Rezy - Okezone
Selasa, 14 Agustus 2012 08:46
wibhttp://economy.okezone.com/read/2012/08/14/457/677260/protokol-manajemen-krisis-ojk-sadur-milik-bapepam-bi
Logo OJK. (Foto: Fakhri Rezy/Okezone)
JAKARTA - Crisis Management Protocol (protokol
manajemen krisis/CMP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengambil dari
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan Bank
Indonesia (BI).
"Nanti kita lihat, tapi sudah jelas Bapepam kan akan masuk ke OJK dan sudah punya CMP. Setelah masuk ke OJK kita akan membuat yang lebih terintegrasi," ujar Wakil Ketua OJK Rahmat Waluyanto saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Senin (13/8/2012) malam.
Rahmat mengatakan, terintegrasi dalam artian digunakan untuk mengakses industri perbankan, lembaga keuangan nonbank, pasar modal, serta lebih luas lagi.
"Apapun, CMP yang kita buat harus terintegrasi. Harus sinkron dengan BI juga. Dia (BI) kan punya CMP juga, pemerintah juga ada, mungkin kita akan MoU," ujar Rahmat.
Seperti diketahui, protokol manajemen krisis menjadi salah satu strategi yang dapat memberikan peringatan apabila dampak gejolak krisis global mulai datang ke Indonesia. (ade)
"Nanti kita lihat, tapi sudah jelas Bapepam kan akan masuk ke OJK dan sudah punya CMP. Setelah masuk ke OJK kita akan membuat yang lebih terintegrasi," ujar Wakil Ketua OJK Rahmat Waluyanto saat berbincang dengan wartawan di Jakarta, Senin (13/8/2012) malam.
Rahmat mengatakan, terintegrasi dalam artian digunakan untuk mengakses industri perbankan, lembaga keuangan nonbank, pasar modal, serta lebih luas lagi.
"Apapun, CMP yang kita buat harus terintegrasi. Harus sinkron dengan BI juga. Dia (BI) kan punya CMP juga, pemerintah juga ada, mungkin kita akan MoU," ujar Rahmat.
Seperti diketahui, protokol manajemen krisis menjadi salah satu strategi yang dapat memberikan peringatan apabila dampak gejolak krisis global mulai datang ke Indonesia. (ade)
Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI
Author: toswari
http://economy.okezone.com/read/2012/08/14/457/677260/protokol-manajemen-krisis-ojk-sadur-milik-bapepam-bi
22
Jun
Sudah lama terdengan adanya istilah OJK, kurang lebih sekitar tahun 2002an, yaitu suatu fungsi pengawasan perbankan yang di-setting beralih
dari Bank Indonesia (BI) kepada lembaga tersebut. OJK sekarang santer
lagi terdengar…. Ketika itu rencananya OJK akan menjadi satu-satunya
regulator bidang jasa keuangan. Artinya ada kemungkinan fungsi
pengawasan lembaga yang bergerak di bidang jasa keuangan dan pasar modal
akan dikoordinir di bawah satu atap.
Akankah Akses BI terpisah dengan Perbankan?
Menurut Gubernur Bank Indonesia (Plt) Miranda S Goeltom, apabila nantinya OJK dibentuk, maka jangan sampai bank central tidak bisa mengakses informasi terkini secara transparan dari perbankan. “Bank sentral harus memiliki informasi perbankan terkini, terlepas pengawasan ada dimana, paling tidak data terbaru selalu ada di Bank Indonesia”.
Menurut banyak pihak, suatu kebijakan moneter tidak akan efektif bila otoritas moneter tidak mempunyai informasi yang tepat di sektor keuangan. Sebab, sinyal yang diberikan bank sentral disisi moneter akan direspon oleh sektor moneter. “Dengan kompleksitas monetary policy (kebijakan moneter), tidak baik kalau tidak dekat dengan pasar.
OJK bukan jaminan dalam pengawasan. Hal ini dibuktikan dengan kasus kebangkrutan Bank Northern Rock di Inggris. Meski Inggris menggunakan sistem OJK, pada kenyataanya tetap kebobolan. apabila nantinya tetap OJK dibentuk, maka setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bagi para pengawas bank sebaiknya digaji lebih besar agar tidak terjadi kolusi. Kedua, OJK harus tetap memiliki hubungan dengan Bank Indonesia terutama agar BI memperoleh informasi yang tepat sehingga kebijakan moneter bisa berjalan efektif.
Sebagai ilustrasi, apabila sebuah bank besar mengucurkan kredit secara besar ke sebuah lembaga yang bisa dengan mudah memindahkan uangnya, maka hal ini akan berdampak pada sektor keuangan. Apabila tiba-tiba kredit yang dikucurkan tersebut tersangkut dalam industri keuangan yang rusak, tentu saja sektor keuangan nasional langsung bisa terkena dampaknya. Bagaimanakah Integrasi atau Koordinasi antar lembaga keuangan ini memerlukan penyamaan persepsi dari banyak kalangan….
Sebagai info: OJK merupakan lembaga yang diamanatkan dalam UU Bank Indonesia no 23/1999 yang telah dirubah menjadi UU No 3/2004. Dalam UU tersebut, OJK harus terbentuk pada 2010. OJK sendiri merupakan respon kebijakan akibat krisis 1997/1998 yang menghancurkan sektor keuangan terutama perbankan Indonesia pada waktu itu. Mungkinkah OJK terbentuk ditahun 2010…
Akankah Akses BI terpisah dengan Perbankan?
Menurut Gubernur Bank Indonesia (Plt) Miranda S Goeltom, apabila nantinya OJK dibentuk, maka jangan sampai bank central tidak bisa mengakses informasi terkini secara transparan dari perbankan. “Bank sentral harus memiliki informasi perbankan terkini, terlepas pengawasan ada dimana, paling tidak data terbaru selalu ada di Bank Indonesia”.
Menurut banyak pihak, suatu kebijakan moneter tidak akan efektif bila otoritas moneter tidak mempunyai informasi yang tepat di sektor keuangan. Sebab, sinyal yang diberikan bank sentral disisi moneter akan direspon oleh sektor moneter. “Dengan kompleksitas monetary policy (kebijakan moneter), tidak baik kalau tidak dekat dengan pasar.
OJK bukan jaminan dalam pengawasan. Hal ini dibuktikan dengan kasus kebangkrutan Bank Northern Rock di Inggris. Meski Inggris menggunakan sistem OJK, pada kenyataanya tetap kebobolan. apabila nantinya tetap OJK dibentuk, maka setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bagi para pengawas bank sebaiknya digaji lebih besar agar tidak terjadi kolusi. Kedua, OJK harus tetap memiliki hubungan dengan Bank Indonesia terutama agar BI memperoleh informasi yang tepat sehingga kebijakan moneter bisa berjalan efektif.
Sebagai ilustrasi, apabila sebuah bank besar mengucurkan kredit secara besar ke sebuah lembaga yang bisa dengan mudah memindahkan uangnya, maka hal ini akan berdampak pada sektor keuangan. Apabila tiba-tiba kredit yang dikucurkan tersebut tersangkut dalam industri keuangan yang rusak, tentu saja sektor keuangan nasional langsung bisa terkena dampaknya. Bagaimanakah Integrasi atau Koordinasi antar lembaga keuangan ini memerlukan penyamaan persepsi dari banyak kalangan….
Sebagai info: OJK merupakan lembaga yang diamanatkan dalam UU Bank Indonesia no 23/1999 yang telah dirubah menjadi UU No 3/2004. Dalam UU tersebut, OJK harus terbentuk pada 2010. OJK sendiri merupakan respon kebijakan akibat krisis 1997/1998 yang menghancurkan sektor keuangan terutama perbankan Indonesia pada waktu itu. Mungkinkah OJK terbentuk ditahun 2010…
7 Responses for "Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI"
-
Peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI | Blog Komunitas Perbankan
June 22nd, 2009 at 4:27 pm
1
[...] Akankah Akses BI terpisah dengan Perbankan? Menurut
Gubernur Bank Indonesia (Plt) Miranda S Goeltom, apabila nantinya OJK
dibentuk, maka jangan sampai bank central tidak bisa mengakses informasi
terkini secara transparan dari perbankan. “Bank sentral harus memiliki
informasi perbankan terkini, terlepas pengawasan ada dimana, paling
tidak data terbaru selalu ada di Bank Indonesia”.[Klik disini] [...]
-
bhermana
June 22nd, 2009 at 7:37 pm
2
Salah satu kemungkinan model OJK adalah model yang dipakai
AS yaitu OCC (Office of Comptroller of the Currency) yang hanya mengatur
dan mengawasi bank, kemudian ada lembaga lintas-badan yaitu FFIEC
(Federal Financial Information Examination Council) yang bertugas
membuat penyeragaman prinsip, standar, dan format laporan untuk
pemeriksaan oleh lembaga keuangan yang dilakukan oleh dewan gubernur di
sono (FRB), FDIC, NCUA, OTS, dan juga OCC hehehe. Badan-badan tersebut
ada kayaknya da padanannya di Indonesia. Kayaknya pihak BI pengen
mengarah seperti model di AS kali ya. Kita tunggu aja RUU draft
pertamanya hehehe Mudah-mudahan tidak banyak konflik kepentingan ya
-
toswari
June 23rd, 2009 at 2:09 pm
3
Betul pak Budi, seperti biasa, pemerintah mencari acuan
lembaga yang lebih save…, tapi yaitu jgn sampai adanya sarat
kepentingan. Apakah mungkin pemerintah (BI) mencoba menerapkan spt kedua
lembaga tersebut (OCC dan atau FFIEC)…mudah2an semua pihak siap
menerapkan untuk perbaikan pengawasan parbankan..
-
TKDINAR
February 2nd, 2010 at 10:22 pm
4
semestinya kita semua melaksanakan yang diamanatkan UU untuk
segera membentuk OJK. kecemasan pihak BI untuk akses data terkini dari
bank2, bukan sesuatu yang sulit untuk dibuat. Apalagi temuan BPK
terhadap kinerja pengawasan bank (Bank Umum dan BPR) oleh BI sudah cukup
membuktikan lemahnya pengawasan oleh BI. jika pengawasan bank sudah
beralih ke OJK nanti kan masyarakat yang akan menilai mana yang lebih
baik, pengawasan oleh BI atau OJK.
-
toswari
February 4th, 2010 at 12:20 pm
5
menarik membahas pengawasan perbankan, yang penting standar
dasar pengawasan harusnya sudah berjalan dengan baik dari dulu, sehingga
kita tidak jauh tertinggal dengan negara lain. Harus percaya diri untuk
konsisten menjalankan pengawasan, apapun namanya (termasuk OJK),
sehingga kita tidak dijadikan objek kejahatan dunia perbankan..best
wishes
-
saudahliza
December 6th, 2010 at 4:55 pm
6
menurut saya : sudah banyak sekali lembaga2 yang terbentuk di negara indonesia ini sprt : KPK , BI , dll
tapi dr lembaga2 tersebut malah ada’nya penyelewengan atas fungsi dan tanggung jawab lembaga2 tersebut..
Dan hanya menghambur2kan uang negara saja, bila nt’nya fungsi OJK akan senasib dengan lembaga2 yang sudah ada terlebih dahulu di indonesia.
lebih baik negara ini membentuk 1 lembaga yang terfokus pada masalah yang ada di indonesia, dgn ada’nya orang2 yang telah di percaya dan ahli dlm bidang2 tsb.
sehingga negara tdk menghamburkan uang lebih bnyk untuk membentuk lembaga2 lain’nya..
trimakasih…:)
-
SylviaEngland19
September 5th, 2011 at 11:16 am
7
I strictly recommend not to hold off until you earn enough cash to order all you need! You can take the loan or just credit loan and feel free
Main Review
NO. 17 TAHUN I, 28 JUNI - 4 JULI 2012Pulangnya Buronan BLBI
Penulis: Ranap Simanjutakhttp://www.sindoweekly-magz.com/artikel/17/i/28-juni-4-juli-2012/mainreview/83/pulangnya-buronan-blbiSudah 14 bulan Sherny Kojongian begitu resah. Di Negeri Paman Sam, terpidana 20 tahun kasus BLBI itu harus bolak-balik ke Pengadilan San Francisco. Sherny mengajukan hak suaka, namun ditolak. Ketok palu Pengadilan San Francisco memutuskan untuk mendeportasinya ke Indonesia. Dirinya kemudian melakukan banding hingga dua kali, namun juga kalah.
Satuan Immigration dan Customs Enforcement (ICE) San Francisco membekuknya atas red notice dari ICPO-Interpol di Lyon, Perancis yang dikeluarkan 2006. Surat penahanan sementara itu sendiri datang dari permintaan NCB-Interpol Indonesia.
Bermula dari laporan Interpol Washington DC kepada Interpol Jakarta pada 10 Agustus 2009. Otoritas di AS tersebut mengidentifikasi identitas perempuan mirip Sherny yang punya izin tinggal tetap. Singkatnya, lewat jalan berliku akhirnya ICE di San Francisco menahan perempuan yang berupaya keras mendapatkan kewarganegaraan AS itu pada 16 November 2010.
Sherny mau tak mau harus dideportasi. Ia tiba di Tanah Air, Rabu dua pekan silam. Dan kini, ia mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Tangerang.
Tak pelak, tertangkapnya mantan Direktur Kredit dan Treasury Bank Harapan Sentosa (BHS) itu mengentak banyak orang. Mengingatkan kembali tentang mereka yang mengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) era krisis moneter.
Sherny melarikan diri sejak 21 Oktober 1998. PN Jakarta Pusat pada 22 Maret 2002 memutuskan Sherny bersalah meski tanpa kehadirannya (in absentia). Pengadilan memvonis perempuan kelahiran Manado, 8 Februari 1963 ini 20 tahun kurungan, bersama dua terpidana lainnya yang tak lain keluarga sendiri. Komisaris Utama BHS Hendra Rahardja, mertua Sherny, divonis seumur hidup, sementara sang suami, Eko Edi Putranto, yang sebelumnya menjabat Komisaris BHS dipidana 20 tahun pula. Ketiganya terbukti menggelapkan BLBI senilai Rp2,6 triliun kepada enam perusahaan di bawah grup PT BHS.
Hendra Rahardja meninggal dalam pelarian di Australia pada 26 Januari 2003. Sementara Eko Edi Putranto hingga kini tak diketahui jejaknya. Wakil Jaksa Agung Darmono mengungkapkan Sherny mengaku tak tahu keberadaan Eko. "Dia bilang tidak ada kontak selama ini. Dia bilang sudah pisah selama puluhan tahun, tidak pernah kontak," terang Darmono.
Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) merasa janggal dengan penangkapan Sherny yang berkesan heboh. Anggota badan pekerja ICW Emerson Yuntho menilai masih ada terpidana kasus tersebut yang diproses hukum sampai di penjara dan ada juga yang bebas. Dirinya pernah mendengar ada empat obligor dipanggil ke Istana menyanggupi bayar utang. "Catatan kami, ada dua belas orang obligor yang melunasi utangnya pada 2003. 30% tunai dan sisanya penjualan aset yang perlu ditelusuri bodong atau tidak. Tapi, sampai sekarang tidak jelas. Catatan hasil audit BPK dari banyak obligor atau debitor BLBI itu dinilai kooperatif. Karenanya tak pernah jelas update kewajiban utang tersebut," ujar Emerson kepada Yohannes Tobing dari SINDO Weekly.
Pendanaan Menjelang Pemilu 2004?
ICW curiga ada intervensi politik. Sebab menurut Emerson, pemberian surat keterangan lunas ini bisa terkait dengan pendanaan menjelang Pemilu 2004. "ICW menduga tak ada 'makan siang gratis' bagi pemberian SK tersebut. Perlu ditelusuri lagi apakah benar atau tidak adanya money politics," ujarnya.
Berdasarkan data ICW, hingga akhir 2005, dari 65 orang yang diperiksa, baru 16 orang yang diproses ke pengadilan. Sementara 7 tersangka lainnya masih terus dalam tahap penyelidikan. "Lebih memprihatinkan lagi, sudah 11 tersangka yang dihentikan penyidikannya oleh kejaksaan (SP3) dan sebagian di antaranya diduga melarikan diri," sebut Emerson.
Lebih lanjut, Emerson juga menunjuk beberapa kasus BLBI yang proses hukumnya masih belum jelas. Misalnya Bos Gadjah Tunggal, Syamsul Nursalim. Selain dijerat dengan BLBI BDNI, juga dijerat BLBI Bank Dewa Rutji. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp6,9 triliun dan US$96,7 juta. Kasus Syamsul masih dalam proses penyidikan, namun kasusnya dihentikan (SP3) oleh Kejaksaan. Beberapa hari kemarin, ia sempat terlihat dalam sebuah acara di Singapura.
Di luar Sherny Kojongian, ICW juga mencatat sejumlah obligor yang menjadi buron, misalnya Bambang Sutrisno dan Andrian Kiki Ariawan. Keduanya terlibat dalam korupsi BLBI Bank Surya. Perkiraan kerugian negara mencapai Rp1,5 triliun. Proses hukum berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bambang lari ke Singapura dan Hong Kong, sedangkan Andrian ke Singapura dan Australia. Pengadilan memvonis keduanya in absentia.
Selain itu, juga ada David Nusa Wijaya. Ia terlibat dalam korupsi BLBI Bank Servitia dan diduga merugikan negara sebesar Rp1,29 triliun. Saat dalam proses kasasi, David melarikan diri ke Singapura dan Amerika Serikat. Namun, ia tertangkap oleh Tim Pemburu Koruptor di Amerika. Ada pula Samadikun Hartono, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Modern. Dalam kasus ini, ia diperkirakan merugikan negara sebesar Rp169 miliar. Kasus Samadikun dalam proses kasasi. Ia melarikan diri ke Singapura.
Agus Anwar, terlibat dalam korupsi BLBI Bank Pelita. Dalam kasus ini diperkirakan merugikan negara sebesar Rp1,9 triliun. Kasusnya saat itu masih dalam proses penyidikan. Saat melarikan diri ke Singapura, Agus diberitakan berganti kewarganegaraan Singapura. Proses selanjutnya tidak jelas.
Lalu Atang Latief yang terlibat dalam korupsi BLBI Bank Indonesia Raya dengan kerugian negara Rp155 miliar. Kasus tersebut masih dalam penyelidikan. Atang melarikan diri ke Singapura. Menurut ICW, masih berstatus terduga. Masuk daftar cekal. Proses hukum tidak jelas.
Juga ada Lidya Muchtar yang terkait kasus BLBI Bank Tamara. Tak tercatat asal perusahaannya. Ia melarikan diri ke Cina. Kasus tersebut dalam proses penyelidikan. Ia melarikan diri ke Singapura.
Meskipun enam belas orang pelaku korupsi BLBI sudah dibawa ke pengadilan dan beberapa telah dihukum berat—seumur hidup atau 20 tahun penjara—namun menurut ICW, hasil yang dicapai sangat mengecewakan. Mengapa? Tiga tersangka dibebaskan oleh pengadilan. Dari tiga belas tersangka yang telah divonis penjara, baik di tingkat pertama (PN), banding, atau kasasi, hanya Hendrawan Haryono—terpidana kasus korupsi BLBI Aspac—yang berhasil dijebloskan ke penjara. Dua terdakwa lainnya tidak langsung masuk ke bui dan yang paling buruk adalah sembilan orang terdakwa telah melarikan diri sebelum vonis hakim dijatuhkan.
Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan Kejaksaan Agung masih mencari 23 koruptor BLBI. Namun, ia tak menyebutkan nama 23 orang tersebut. Ia menyatakan Kejaksaan Agung masih melakukan pencarian para koruptor itu dengan kerja sama bersama Interpol Indonesia.
Tertangkapnya terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sherny Kojongian, kembali membuka kotak pandora kisah lama tentang pengemplang duit negara. Bagaimana dengan buronan lainnya?
DAFTAR PENERIMA SURAT KETERANGAN LUNAS No Nama Pemegang Saham Bank Nilai Utang (dalam miliar rupiah) 1 Hendra Liem Budi Internasional 16,95 2 The Ning King Danahutama 23,00 3 Sudwikatmono Surya 1,887 4 Ibrahim Risjad Risjad Salim Internasional (RSI) 10,664 5 Soedono Salim Bank Central Asia (BCA) 52,767 6 Siti Hardijanti Rukmana Yakin Makmur (Yama) 155 7 Hasjim Djojohadikusumo Papan Sejahtera 216,98 8 Njoo Kok Kiong Papan Sejahtera 108,49 9 Honggo Wendratmo Papan Sejahtera 108,49 10 Andy Hartawan Sardjito Baja Internasional 32,66 11 Soeparno Adijanto Bumi Raya Utama 24,81 12 Mulianto Tanaga Indotrade 32,662 13 Philip S. Widjaja Mashill 14,90 14 Ganda Eka Handria Sanho 4,41 15 Nirwan Bakrie Nusa Nasional 3.006,16 16 Husudo Angkosubroto Sewu Internasioanal 209,20 17 Iwan Suhardiman Tamara 35,61 18 The Ning Kong Baja Internasional 45,14 19 The Tje Min Hastin 139,79 20 Samsul Nursalim BDNI 28.408,00 21 Bob Hasan BUN 5.341,00 22 Usman Admadjaja Danamon 12.533,00 Sumber : ICW Daftar Obligor yang belum memenuhi kewajibannya No Nama Pemegang Saham Bank Nilai Utang (dalam miliar rupiah) 1 Atang Latief Indonesia Raya 325,46 2 James Januardy Adissaputra Januardy Namura Internusa 123,04 3 Ulung Bursa Lautan Berlian 615,44 4 Lidia Mochtar Tamara 202,80 5 Omar Putirai Tamara 190,17 6 Marimutu Sinivasan Putera Multikarsa 1.130,61 7 Kaharudin Ongko BUN 8.348,00 8 Samadikun Hartono Modern 2.663,0 Sumber: ICW/BPPN DAFTAR BANKIR YANG DISERAHKAN KE KEPOLISIAN No Nama Pemegang Saham Bank Nilai Utang (dalam miliar rupiah) 1 Baringin Pangabean Namura Internusa Joseph Januardy Metropolitan 158,93 2 Santosa Sumali Intan 46,55 3 Fadel Muhammad Bahari 93,28 4 Santosa Sumali PSP 295,05 5 Trijono Gondokusuma 3.3031,11 6 Hengky Wijaya Tata Taony Tanjung 461,99 7 I Gde Dermawan Made Sudiarta Aken 680,89 8 Tarunojoyo Nusa Umum Servitia David Nusa Widjaya BUN 3.336,44 9 Kaharudin Ongko Modern 8.348,00 10 Samadikun Hartono 2.663,0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar