Senin, 24 Desember 2012

..PANDANGAN SANG JURU KISAH...DAN MASA DEPAN YANG JAUH DARI MASA HIDUPNYA... ???>> ......Nostradamus-Dan konon akan ada Perang Dunia III.....>>....Al Mahdi menurut peramal Nostradamus ...>>>>.......Sebagai pendahuluan dalam tulisan ini, mari membuka dan merenungi lembaran Al Qur'an Surat Al Hadid ayat 22, Allah berfirman: "Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi ini dan tidak pula pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya." Selanjutnya dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Allah telah menetapkan takdir makhluk ini sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak waktu lima puluh ribu tahun. Dan Arsy-Nya di atas air." (HR.Muslim; 2156)........>>....Kedaulatan politik, dalam hal ini adalah kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah jembatan emas untuk menuju kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban bangsa. Dengan kemerdekaan –dalam arti yang hakiki adalah kedaulatan politik dan teritorial sebagai negara bangsa– maka kita tidak mau didikte oleh negara dan bangsa manapun di dunia ini. Kita berdiri sama tegak dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia untuk membangun sebuah peradaban dunia yang didasarkan pada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Konsistensi pada cita-cita kemerdekaan inilah yang membuat Bung Karno keras hati dalam menentang setiap intervensi negara-negara neo kolonialisme imperialisme (nekolim)....>>>...Dalam konteks berdikari dalam ekonomi, Bung Karno megutarakan bahwa bangsa Indonesia harus bersandar pada kekuatan, dana, tenaga yang memang sudah dimiliki dan sudah ditangan kita yang digunakan semaksimalnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam rancangan pembangunan ekonomi yang termanifestasi dalam Deklarasi Ekonomi (Dekon), Bung Karno menempatkan kedudukan rakyat sebagai sumber daya sosial dan sumber daya ekonomi dalam pembangunan. Dalam Dekon Bung Karno mengatakan “ dalam melaksanakan revolusi di bidang sosial dan ekonomi selanjutnya, maka -sesuai dengan hukum revolusi- kita harus mempergunakan sepenuhnya semua alat revolusi yang sudah kita miliki itu, dengan selalu melandaskan perjuangan kita pada potensi dan kekuatan rakyat”. Penegasan Bung Karno ini merupakan sebuah bentuk sikap dan terjemahan dari konsepsi politik berdikari, meletakkan potensi dan kekuatan rakyat Indonesia didalam menjalankan perencanaan pembangunan dan perekonomian...>>...Dalam kepribadian dalam kebudayaan, Bung Karno menegaskan bahwa budaya kita kaya raya yang harus digali dan pentingnya nilai-nilai kepribadian bangsa dalam kebudayaan. Pada tahun 1960-an Bung Karno dengan tegas melarang peredaran lagu-lagu dari Barat yang dia sebut sebagai musik “ngak ngik ngok”, the beatles, literatur picisan, dansa-dansi gila-gilaan dan bahkan melarang lagu-lagu koes bersaudara dan elya agus. Menurut Bung Karno, musik dan produk kapital imperialis itu akan melemahkan semangat juang pemuda, menghancurkan kepribadian bangsa dan Bung Karno juga meminta kepada pemuda untuk terus giat bekerja...>>....Selain itu, Bung Karno mengecam keras cara-cara text books yang dia sampaikan pada pidato tavip “Dan itu karena apa? Karena banjak pemimpin kita, - malah terutama sekali pemimpin-pemimpin jang memakai tiel mr, atau dr, atau ir lho ! tidak mengarti arti daripada Revolusi Modern dalam bagian kedua dari abad ke-XX, jaitu zamannja imperialisme modern dan kapitalisme monopoli. Mereka, pemimpin-pemimpin itu, mengira bahwa revolusi hanjalah: merebut kemerdekaan, menjusun Pemerintah Nasional, mengganti pegawai asing dengan pegawai bangsa sendiri, dan seterusnja ; menjusun segala sesuatunja menurut tjontoh-tjontoh Barat jang tertulis dalam merekapunja texbooks. Malah kita ditjekoki oleh pemimpin-pemimpin sematjam , bahwa “revolusi sudah selesai”, dan bahwa “kolonialisme-imperialisme sudah mati” !”. Bung Karno mengecam cara-cara text books yang mengambil begitu saja pemikiran-pemikiran para ahli ekonomi barat tanpa mempertimbangkan dan melihat kondisi realitas bangsa Indonesia dan cara-cara text books yang mencoba menghipnotis bangsa Indonesia bahwa kolonialisme-imperialisme sudah mati sehingga bangsa Indonesia melupakan roh dari berdikari itu sendiri...>>....Terkait kerjasama dengan negara-negara imperialis, Bung Karno dengan tegas menolak dan mengatakan “Go to hell with your aid”. Pernyataan tegas Bung Karno ini sering kali diartikan sebagai sikap anti Bung Karno terhadap bantuan asing, modal asing bahkan semua yang berkaitan dengan kerjasama asing. Bung Karno tidak anti kepada bantuan asing, modal asing maupun kerjasama dengan asing, tetapi Bung Karno anti kepada semua yang berbau asing tersebut jika memiliki tendensi politik yang ingin mendikte Indonesia, sebagaimana sikap Bung Karno menolak bantuan pembangunan semanggi dari Amerika Serikat yang memiliki prasyarat bahwa Indonesia harus mengikuti kebijakan politik Amerika. Bung Karno menginginkan dalam menjalankan pembangunan nasional, pembangunan tersebut memiliki prinsip yang tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Pembangunan tersebut harus bersandar pada jiwa “self reliance”, jiwa percaya kepada kekuatan diri sendiri dan jiwa “self help”, berdiri diatas kaki sendiri. ...>>>...Belum ada negara di dunia yang memiliki ibu kota sampai tiga dalam kurun waktu relatif singkat. Antara 1945 dan 1948, Indonesia mempunyai 3 ibu kota, yakni Jakarta (1945-1946), Yogyakarta (1946-1948) dan Bukittinggi (1948-1949). Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Jenderal Soedirman, pada kenyatannya tidak pernah menduduki jabatan resmi di kabinet RI. Beliau tidak pernah menjadi KSAD, Pangab, bahkan menteri pertahanan sekalipun!...>>



Ramalan Nostradamus-Perang Dunia III



Bismillahirrohmannirrohim
      Aku berlindung kepada Allah Sang pemilik Alam beserta isinya, yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi atau pun yang nyata Allah dari fitnah dunia yang mendekati ku. S
holawat dan salam tercurah kepada junjungan dan suri tauladan umat manusia Nabi Muhammad SAW.

       Sebagai pendahuluan dalam tulisan ini, mari membuka dan merenungi lembaran Al Qur'an Surat Al Hadid ayat 22,  Allah berfirman:


"Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi ini dan tidak pula pada diri kalian sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuz) sebelum Kami menciptakannya." 
     Selanjutnya dari Abdullah bin Amr bin Ash, ia bercerita, aku pernah mendengar Rasulullah  SAW bersabda:


"Allah telah menetapkan takdir makhluk ini sebelum Dia menciptakan langit dan bumi dalam jarak waktu lima puluh ribu tahun. Dan Arsy-Nya di atas air." (HR.Muslim; 2156)
Amma ba'du.


     Sebelumnya saya merasa ragu untuk memasukkan buku bertema ramalan. Oleh karena dikhawatirkan dapat mengundang kerancuan hidup, terutama menyangkut prasangka aku kepada Allah yang telah menepatkan Qadha dan Qodhar. Maha Suci Allah dan aku memohon ampunan atas segala kekhilafan yang menyertaiku. 
     Dialog dengan Jin Muslim,  dan Menyongsong Imam Mahdi sang penakluk Dajjal  karangan Muhammad Isa Dawud adalah buku yang memperkenalkan aku kepada peramal yahudi Nostradamus. Aneh dan bikin penasaran kiranya memaksa saya mencari dan ingin sekali baca buku ramalan Nostradamus.
     Tanda-tanda perang dan bencana abad XXI Nostradamus oleh Ashok K Sharma versi terjemahan bahasa Indonesia. Penerbit Delphi Publisher cetakan ketiga Maret 2006.
     Berikut beberapa Ramalan dalam bentuk kuatrain yang ditafsirkan oleh penulis dari India beserta gambaran umum mengenai ramalan yang akan terjadi menurut ramalan Nostradamus yang diawali oleh sumpah atau ancaman Nostradamus.

LEGIS CAUTIO CONTRA INEPTOS CRITICOS


Qui Legent hos versus, mature censunto.

Prophanum Vulgus and inscium ne attectato.


Amnesque Astrologi, Blenni, barbaria Procul Sunto,
Qui aliter faxit, is rite sacer esto.


Artinya:
 

Mereka yang membaca ramalan-ramalan ini sebaiknya melengkapi diri dengan pikiran yang matang. Pikiran yang profan, vulgar dan bodoh sebaiknya jangan mencoba-coba mempelajari karya ini. Para ahli nujum (astrolog), Orang-orang bodoh dan kaum barbar sebaiknya jangan mencoba menafsirkan kuatrain-kuatrain ini. Siapapun orangnya yang bertindak sebaliknya akan terkutuk berdasarkan bunyi baitnya.

Pada tahun 1999 dan bulan ketujuh,
dari langit akan muncul raja kengerian untuk melawan raja Mongol (Jacquerie)
Sebelum dan sesudahnya, Mars akan berkuasa

(X-72)

Pada rasi Cancer 45 derajat, kiamat akan turun,
hawa panas yang menghancurkan, ikan-ikan di kolam,
sungai dan laut akan mendidih
Berge-Bigor akan menjadi korban dari api yang menjulur dari langit.
(V-78)



     Tidak bisa dipungkiri bahwa ramalan-ramalan ini memberikan beberapa petunjuk mengenai kehancuran WTC di New York 11 September 2001. Pada bulan kesembilan dari abad baru (2001) pukul 09.00 peristiwa tragis ini terjadi. Mengingat kaisar-kaisar besar yang meraup kekuasaan dengan modal kebiadaban dan keganasan, seperti Kaisar Mongol Jenghis Khan dan Timur Lank maka Nostradamus menggunakan nama-nama ini untuk menyebutkan para teroris yang juga dikenal karena kebiadaban dan keganasannya. Jadi ramalan ini mengenai Osama Bin Laden, yang melanjutkan tradisi pembantaian dari Kaisar Mongol tersebut di atas yang terkenal karena keganasannya.

     Tambahan lagi, apabila anda melihat peta maka akan anda jumpai bahwa New York dan Washington terletak antara 40-45 derajat gaaris lintang. Insiden ini terjadi ketika Matahari melewati rasi Cancer (21 juli): Seperti halnya kota kembar Perancis Berne-Bigor yang disebut dalam kuatrain, WTC juga memiliki menara kembar. Di sinilah hubungan itu nampak logis.

     Dalam 270-an dari ramalan-ramalannya, Nostradamus telah menggambarkan Perang Besar yang paling mengerikan pada masa datang. Dia mengatakan bahwa ketika Jupiter dan Saturnus bertemu di rasi Aries, perang yang mengerikan akan pecah. Penyebab peperangan ini adalah persahabatan yang terlalu ambisius antara negara-negara Arab dan Cina. Dia melihat kemungkinan terjadinya pertumpahan darah dan kehancuran yang melanda daratan Eropa.

      Sebelum ramalan ini, Nostradamus menebak mengenai Awal runtuhnya Komunisme dan pecahnya Uni Sovyet. Namun dalam masa transisi besar ini, Nostradamus melihat besarnya peran bangsa Rusia. Mungkin juga disebutkan bahwa banyak peristiwa penting telah terjadi di dalam sejarah Inggris ketika saturnus melintas melewati rasi Aries, yaitu hukuman mati bagi Charles-1, Perang yang dilakukan Napoleon dan Perang Dunia I dan II. Selama masa ini seluruh keberadaan Inggris sedang dalam ancaman.

      Sebelum masa ini, perpindahan Yupiter dari rasi Pisces dan diamnya Saturnus dalam Cancer telah menimbulkan banyaknya sekali perubahan penting dalam sejarah India. Dalam proses ketika Yupiter-Saturnus bergabung dalam Aries, tentunya tanpa disengaja, maka peristiwa-peristiwa historis dan tak terlupakan akan menimbulkan pengaruhnya yang besar ke seluruh dunia.

     Perang Teluk pecah ketika gabungan Saturnus-Rahu muncul di Aries pada 1991 yang  hampir menyerupai Perang Dunia kecil, melibatkan sebesar 21 negara. Dengan berlandaskan kajian yang dibuat oleh Vrihat Samhita dikatakan bahwa situasi-situasi mengerikan akan muncul apabila Yupiter dan Mars bertemu dalam rasi apapun. Semua astrolog besar sepakat bahwa kerjasama antara Maroko, Tunisia, Siria, Israel (rasi Skorpio), Iran, Asia kecil, Rusia dan Polandia akan menciptakan latar belakang bagi perang dunia.

      Roma akan menghadapi serangan dari timur. Pihak gereja akan meminta bantuan Amerika. Kaum pemberontak tidak menerima pimpinan agama Roma(Paus). Pemberontak yang menduduki kekuasaan akan menuntut hukuman mati bagi pemimpin-pemimpin gereja. Italia Utara secara sepihak akan mengumumkan kemerdekaannya dan memberi jalan masuk bagi para pemuka gereja dan

Singkatnya, puncak konfrontasi ini akan menjadi ajang perebutan supremasi antara negara-negara Islam dan Barat. China dan Myanmar, yang dikendalikan oleh rasi Libra, juga akan terkena dampaknya. Namun, Inggris dan Amerika tak luput pula akan menderita kerusakan.hebat, seperti yang diramalkan sebelumnya oleh para ahli astrologi, Asia Tenggara akan lepas dari lubang jarum.
http://coretan-fileislam.blogspot.com/2012/03/ramalan-nostradamus-perang-dunia-iii.html
   

Artikel Terkait:

artikel

Al Mahdi menurut peramal Nostradamus

Bismillahirohmanirohihm
http://coretan-fileislam.blogspot.com/2012/04/prediksi-al-mahdi-menurut-peramal.html

Masa depan dan peristiwa yang akan terjadi adalah misteri yang sulit dijawab. Mereka yang mengaku seorang peramal atau ahli nujum yang katanya memprediksi peristiwa masa depan adalah tidaklah sulit. Lalu dari mana Sumber informasi yang mereka peroleh. Jawaban itu untuk kita umat Islam pun bisa menjawabnya adalah dari setan yang mencuri dengar berita dari langit.

Allah swt berfirman:

Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya) (QS.Al Jin: 8-9)

Al Bukhari, dalam sahihnya meriwayatkan sebuah hadis dari Amr dari Ikrimah dari Abu Hurairah mengatakan bahwa Nabi saw berkata,

"Apabila Allah swt menentukan sesuatu di langit, maka paramalaikat mengepak-ngepakkan sayap merka karena tunduk terhadap firman-Nya, yang suaranyademikian hebat laksana rantai besi yang dihantam ke batu keras. Ketika rasa takut itu hilng dari kalbu mereka, maka salah seorang di antara mereka bertanya kepada yang lainnya, "Apa yang difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab, "Kebenaran, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar." Lalu setan-setan mencuri dengar, dan para pencuri dengar itu seperti ini.(Sufyan, periwayat hadis ini, mengisyaratkan dengan kedua tangannya yang jari-jarinya saling tumpang tindih berurutan ke bawah)"

Di kalangan Umat Islam banyak yang melampiaskan rasa penasaran mereka tentang masa depan apa yang akan terjadi dengan mendatangi para peramal. Atau bisa jadi sebagian mereka yang mendatangi peramal karena memang mereka percaya dengan apa yang dikatakan yang katanya pula ramalannya sering tepat, jitu, klop dan sebagainya akibatnya tidak jarang mereka terjebak dengan dunia mistis.

Dunia yang tidak perlu untuk di telaah. Cukup hanya sebagai referensi saja selebihnya Hanya Allah pemilik takdir dan kita diciptakan oleh Allah semata-mata untuk beribadah.

Berikut prediksi peramal Nostradamus akan lahir seorang manusia dari tanah arab yang akan memimpin dunia.

Satu-satunya yang terakhir, bernama julukan nabi. Akan
memilih Diana sebagai hari ibadah dan hari istirahat.
Dia akan melanglang jauh berbekal dengan kepala batunya,
membebaskan orang-orang dari perbudakan. (II-28)

Bersenjatakan api dan pedang tidak jauh dari Laut Hitam.

mereka akan datang dari Persia untuk menaklukkan Trebisonde.
Pharos dan Mothelin akan runtuh, Matahari akan bersinar.
Adria timur akan dipenuhi oleh darah orang-orang timur (v-37)

Pemimpin bersorban biru dari Perancis akan mengguncang Turki (IX-73)


Di wilayah dari luar Arabica akan terlahir seorang alim,

yang memahami hukum Muhammad,

yang akan mengacaukan Spanyol dan menaklukan Granada.
lewat laut mereka bergerak menuju negeri italia (V-55)

Nostradamus meramalkan pula peristiwa yang akan terjadi setelah kemunculan dan apa yang ia lakukan.

Kerajaan akan membentang dari Fer hingga Eropa.
Kota berkobar, pedang menerjang.
Seorang tokoh besar Asia dengan pasukan besar di darat dan laut.
Sehingga kaum bangsawan dan kaum kaya akan tergiring menuju ajalnya. (IV-80)

Negera-negara baru akan mengubah bentuk topografi

Pintu-pintu monumen akan terbuka
sekte-sekte agama mulai bermunculan
dan filsafat kesucian akan memutihkan yang hitam,
menjadikan yang hijau (baru) berubah emas. (VII-14)

Kerajaan Prancis, Kau akan banyak berubah

Kekaisaran akan berpindah tempat
Kau akan diubah menjadi tata tertib dan hukum yang lain,
Rowen dan Chartres akan melakukan hal-hal yang sangat konyol terhadapmu.

Selanjutnya Nostradamus meramalkan timbulnya dua negara besar Amerika serikat dan Rusia bersatu untuk menghentikan pergerakannya yang sangat cepat.

Suatu hari dua master (negara) besar akan menjadi teman,
Kekuatan keduanya akan tumbuh bersama.
Negara baru akan berada dipuncak kekuasaannya.
Bagi manusia haus darah, kalau negara anggota ini saling diadu (yaitu persahabatan antara dua master besar ini akan koyak sehingga berkuasalah sang diktator)(II-89)

Persatuan dari keduanya tidak akan bertahan lama.

Selama 13 tahun dalam genggaman kaum Barbar.
mereka akan menimbulkan kerugian besar pada kedua belah pihak.
Sehingga salah satunya menerima perahu dan peralatannya. (maksudnya, salah satu negeri berubah keyakinan agamanya).(V-78)

Selanjutnya apa yang terjadi?

Ketika negara-negara Kutub Arktik bersatu bersama-sama.
Di timur akan muncullah ketakutan dan kecemasan besar.
Seorang tokoh akan segera terpilih. dia yang akan menanggung beban berat.
dar Rhodes, Konstantinopel, dan yang akan berlumuran darah kaum Barbar.(VI-21)


Di tempat terbitnya matahari bola api besar akan terlihat.

Suara gelegar dan kilat cahaya bergerak ke utara.
Disekelilingnya, kematian dan jeritan akanterdengar.
Kematian oleh pedang, kebakaran dan kelaparan menimpa mereka (II-91) 

Dan apa yang akan terjadi dengan penguasa masa depan dari Asia

Dalam rasi Libra Spanyol akan berjaya.
Menangguk sukses di daratan dan lautan.
Tujuh negara besar dunia akan memperoleh kembali hukum-hukum kunonya.
Dan kekuatan Asia akan hancur (IV-91)

Ehm.. akankah ramalannya akan terjadi yang konon setiap ramalannya sudah terjadi dan sering tepat sesuai dengan kuatrin yang ia tulis. Allah Maha Tahu apa yang belum, sedang dan akan terjadi setiap peristiwa takdir.

Demikian yang bisa saya tulis dan tunggu tulisan selanjutnya tentang Nostradamus. Jangan lupa tulis komentar membangun kamu dan saya sangat berterima kasih atas komentar kamu.
 

Presiden Iran Termiskin Didunia, jadi penyebaran mazhab syi’ah kami lakukan dengan uang pribadi !! Ustad Salafi wahabi dakwah demi uang saudi – CIA dan Israel sedangkan jamaahnya disuruh jualan madu

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, Kamis (7/4/2011), mengatakan negara congkak mengambil keputusan secara tergesa-gesa karena kenyataan bahwa mereka ketakutan dan telah kehilangan semangat mereka.
Presiden Iran tersebut mengeluarkan pernyataan itu dalam pertemuan dengan keluarga korban tewas di Provinsi Kermanshah selama lawatan ketiganya ke provinsi Iran barat, Kamis. “Hari ini, seluruh dunia bergerak ke arah monotheisme  dan keadilan materialisasi dan ini ini adalah prestasi orang-orang yang mengorbankan diri mereka,” kata Presiden Ahmadinejad.
Ia mengatakan hadiah terbesar Tuhan kepada umat manusia ialah semangat pengorbanan –yang mesti dipelihara oleh seluruh rakyat. “Selama rakyat Iran mempertahankan semangat pengorbanan mereka, mereka takkan dapat dikalahkan,” kata Presiden Iran tersebut.

pejabat Mesti Berkaca ke Ahmadinejad : Gajihnya aja buat rakyat dan negara !!! WOWWWW!!!!

example2
PEKAN lalu, Jimly Asshiddiqie, mantan ketua Komisi Yudisial mengajak para hakim untuk hidup sederhana. Ia juga meminta para hakim tidak bergaul dengan pengusaha dan politisi, serta mampu membangun lingkungan kerja yang transparan dan akuntabel.

Jimly menyampaikan hal itu ketika ditanya masukannya terkait pencegahan agar dugaan kasus suap terhadap hakim Syarifuddin Umar oleh kurator Puguh Wirayan tak terulang.

Ajakan ini tentunya sangat baik. Dan akan lebih baik lagi jika hal itu dimintakan kepada seluruh pejabat di Republik ini. Hal ini penting, mengingat politik di negeri ini yang karut marut. Salah satunya berawal dari sikap politisi yang hedonis dan mengedepankan materi untuk memperoleh dukungan.

Mengingat sikap hidup para pejabat negeri ini yang cenderung mewah, mengingatkan kita ke negeri Iran. Bukan lantaran pejabat di sana bergelimang harta. Sebaliknya, Presiden Mahmoud Ahmadinejad justru menunjukkan sikap yang sederhana sekalipun sebagai orang nomor satu di negeri kaya minyak tersebut.
Sejak dilantik, Ahmadinejad langsung mengganti karpet mewah di kantor presiden dengan karpet sederhana. Karpet mewah itu lalu disumbangkan ke mesjid. Ahmadinejad mengganti penggunaan pesawat kepresidenan dengan pesawat kelas ekonomi. Ia pun selalu membawa bekal roti untuk sarapan. Untuk menjamu anaknya yang menikah, Ahmadinejad hanya menyediakan pisang, jeruk, dan apel untuk para tamu.

Bahkan yang istimewa, selama menjabat, Ahmadinejad tak pernah mengambil gajinya. Alasannya, seluruh kekayaan adalah milik negara dan ia hanya bertugas menjaganya. Ia mendapat penghasilan dari pekerjaannya sebagai dosen yang hanya sebesar Rp 2,4 juta per bulan.

Jumlah penghasilan Ahmadinejad ini sungguh bagai bumi dan langit jika dibandingkan dengan gaji Presiden SBY yang mencapai Rp 62,4 juta per bulan. Dan dengan gaji sebesar itu, SBY pun masih mengeluh karena gajinya tak naik-naik sejak 2004.

Jika presidennya bersikap sederhana dan amanah seperti Ahmadinejad, tentu bawahannya bakal malu jika masih bermewah-mewah. Sebaliknya, jika orang nomor satu lebih mengutamakan materi, tentu orang yang dibawahnya pun tak beda jauh. Hanya skalanya saja yang lebih kecil.

Apalagi sangat disayangkan jika pejabat-pejabat yang tampak glamor tersebut adalah seorang muslim. Sangat disayangkan, padahal sikap hidup sederhana sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw yang jadi panutan kaum muslim. Sahabat-sahabat Nabi pun tetap sederhana meski diangkat menjadi pemimpin. Mereka sangat hati-hati dalam menggunakan uang rakyat.

Sahabat Umar Bin Khatab harus menanyakan dulu kepada seorang tamu mengenai keperluannya. Jika bertamu untuk keperluan negara, maka ia akan menyalakan lampu. Jika urusannya pribadi, dia akan mematikan lampu.

Hal itu dilakukan lantaran lampu yang digunakannya dibayar negara. Bahkan Umar rela memboyong gandum sendirian untuk diberikan kepada rakyat miskin.

Memang di negeri ini pun masih banyak pejabat yang sederhana. Hanya saja, pejabat yang sederhana seringkali nyaris tak pernah menjadi pejabat tinggi.

Entah lantaran kurang uang untuk naik pangkat atau hal lainnya. Yang pasti, hidup sederhana tak akan mengurangi kewibawaan seseorang. Begitulah seharusnya seorang pejabat berperilaku dan bersikap, karena akan menjadi contoh bagi rakyatnya. (*)

Jumat, 13 Agustus 2010

Mahmud Ahmadinejad: Presiden Terbaik,Teladan,& Paling Sederhana



Mahmud Ahmadinejad atau bisa dibaca Ahmadinezhad (bahasa Persia: محمود احمدی‌نژاد ; lahir di Aradan, Iran, 28 Oktober 1956; umur 53 tahun adalah Presiden Iran yang keenam dan memperoleh 61.91% suara pemilih pada pilpres Iran tanggal 24 Juni 2005. Jabatan kepresidenannya dimulai pada 3 Agustus 2005. Ia pernah menjabat walikota Teheran dari 3 Mei 2003 hingga 28 Juni 2005 waktu ia terpilih sebagai presiden. Ia dikenal secara luas sebagai seorang tokoh konservatif yang sangat loyal terhadap nilai-nilai Revolusi Islam Iran, 1979.

Sebagai Presiden Iran

Setelah dua tahun sebagai walikota Teheran, Ahmadinejad lalu terpilih sebagai presiden baru Iran. Tak lama setelah terpilih, pada 29 Juni 2005, sempat muncul tuduhan bahwa ia terlibat dalam krisis sandera Iran pada tahun 1979. Iran Focus mengklaim bahwa sebuah foto yang dikeluarkannya menunjukkan Ahmadinejad sedang berjalan menuntun para sandera dalam peristiwa tersebut, namun tuduhan ini tidak pernah dapat dibuktikan.

Kontroversi

Kutipan pernyataannya dalam sebuah pertemuan di hadapan para mahasiswa pada 26 Oktober 2005 dari pernyataan Ayatollah Khomeini yang menyerukan agar Israel “dihapus dari peta dunia” memicu kontroversi. Selain, menuai kecaman dari berbagai pemimpin dunia, termasuk Presiden Shimon Peres. Peres bahkan membalas dengan menuntut agar Iran dikeluarkan dari keanggotaan di Perserikatan Bangsa-bangsa.
Pernyataan yang kontroversial ini diulang kembali pada 14 Desember 2005. Saat itu, ia berkata bahwa Holocaust (peristiwa pembantaian terhadap kaum Yahudi oleh rezim Nazi pada masa Perang Dunia II) hanyalah sebuah mitos yang digunakan bangsa Eropa untuk menciptakan negara Yahudi di jantung dunia Islam. Ia juga sempat menyelenggarakan konferensi tentang Holocaust.
Sementara, kritik dalam negeri mengenai kebijakan domestik dan luar negeri terus mengalir deras. Kritik datang dari tokoh ulama besar Ayatollah Hossein Ali Montazeri. Merujuk retorika Ahmadinejad terhadap Amerika Serikat, Montazeri menyatakan bahwa sangat perlu bertindak logis terhadap musuh dan tidak memprovokasi. Bagi Montazeri, ekstremisme tidak berbuah baik untuk rakyat.
Iran menegaskan bahwa pengembangan teknologi nuklir merupakan hak yang tidak bisa disangkal meskipun Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menuntut Iran untuk menghentikan program pengayaan uranium. Ahmadinejad mendapat kritikan dari kalangan konservatif maupun reformis mengenai kebijakan ekonominya dan cara dia menangani isu nuklir Iran.

Serba-serbi

Rencana menonton timnya berlaga di Piala Dunia 2006 di Jerman dihambat berbagai elemen masyarakat setempat, sehingga izin tidak diberikan. Bahkan warga Yahudi di Jerman menentang kehadirannya mengingat pernyataannya seputar Holocaust. “Penyangkalan kekejaman Nazi adalah pelanggaran serius di Jerman,” kata Charlotte Knobloch, Ketua Central Council Jews. Knobloch menuding Ahmadinejad sebagai “Hitler kedua”. Menteri Dalam Negeri Jerman Guenther Beckstein menyatakan, “Kami harus menegaskan bahwa ia tak diinginkan di sini. Lebih baik ia tak usah datang.”

Kehidupan

wawancara oleh salah satu wartawan AS menyebutkan:
Wartawan :”Saat anda melihat di cermin setiap pagi, apa yang anda katakan pada diri anda?”
Mahmoud : “Saya melihat orang di cermin itu dan mengatakan padanya:
“Ingat, kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di depanmu penuh dengan tanggung jawab yang berat, yaitu melayani bangsa Iran .”

fakta-fakta ahmadinejad


1. Saat pertama kali menduduki kantor kepresidenan
Ia menyumbangkan seluruh karpet Istana Iran yang sangat tinggi nilainya itu
kepada masjid2 di Teheran dan menggantikannya dengan karpet biasa yang mudah dibersihkan.
2. Ia mengamati bahwa ada ruangan yang sangat besar untuk menerima dan menghormati tamu VIP,
lalu ia memerintahkan untuk menutup ruang tersebut dan menanyakan pada protokoler
untuk menggantinya dengan ruangan biasa dengan 2 kursi kayu, meski sederhana tetap terlihat impresive.

 
 
3. Di banyak kesempatan ia bercengkerama dengan petugas kebersihan di sekitar rumah dan kantor kepresidenannya. 4. Di bawah kepemimpinannya, saat ia meminta menteri2 nya untuk datang kepadanya
dan menteri2 tsb akan menerima sebuah dokumen yang ditandatangani yang berisikan arahan2 darinya,
arahan tersebut terutama sekali menekankan para menteri2nya untuk tetap hidup sederhana
dan disebutkan bahwa rekening pribadi maupun kerabat dekatnya akan diawasi,
sehingga pada saat menteri2 tsb berakhir masa jabatannya dapat meninggalkan kantornya dengan kepala tegak.
5. Langkah pertamanya adalah ia mengumumkan kekayaan dan propertinya yang terdiri dari Peugeot 504 tahun 1977,
sebuah rumah sederhana warisan ayahnya 40 tahun yang lalu di sebuah daerah kumuh di Teheran.
Rekening banknya bersaldo minimum, dan satu2nya uang masuk adalah uang gaji bulanannya.
6. Gajinya sebagai dosen di sebuah universitas hanya senilai US$ 250.
7. Sebagai tambahan informasi, Presiden masih tinggal di rumahnya.
Hanya itulah yang dimilikinyaseorang presiden dari negara yang penting baik secara strategis, ekonomis, politis,
belum lagi secara minyak dan pertahanan.
Bahkan ia tidak mengambil gajinya, alasannya adalah bahwa semua kesejahteraan adalah milik negara dan ia bertugas untuk menjaganya.
8. Satu hal yang membuat kagum staf kepresidenan adalah tas yg selalu dibawa sang presiden tiap hari selalu berisikan sarapan;
roti isi atau roti keju yang disiapkan istrinya dan memakannya dengan gembira,
ia juga menghentikan kebiasaan menyediakan makanan yang dikhususkan untuk presiden.


9. Hal lain yang ia ubah adalah kebijakan Pesawat Terbang Kepresidenan,
ia mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat menghemat pajak masyarakat dan untuk dirinya,
ia meminta terbang dengan pesawat terbang biasa dengan kelas ekonomi.
10. Ia kerap mengadakan rapat dengan menteri2 nya untuk mendapatkan info tentang kegiatan dan efisiensi yang sdh dilakukan,
dan ia memotong protokoler istana sehingga menteri2 nya dapat masuk langsung ke ruangannya tanpa ada hambatan.
Ia juga menghentikan kebiasaan upacara2 seperti karpet merah, sesi foto, atau publikasi pribadi,
atau hal2 spt itu saat mengunjungi berbagai tempat di negaranya.
11. Saat harus menginap di hotel, ia meminta diberikan kamar tanpa tempat tidur yg tidak terlalu besar
karena ia tidak suka tidur di atas kasur, tetapi lebih suka tidur di lantai beralaskan karpet dan selimut.
Apakah perilaku tersebut merendahkan posisi presiden?
Presiden Iran tidur di ruang tamu rumahnya sesudah lepas dari pengawal2nya yg selalu mengikuti kemanapun ia pergi.
Menurut koran Wifaq, foto2 yg diambil oleh adiknya tersebut,
kemudian dipublikasikan oleh media masa di seluruh dunia, termasuk amerika.

 
12. Sepanjang sholat, anda dapat melihat bahwa ia tidak duduk di baris paling muka 
 

13. Bahkan ketika suara azan berkumandang,
ia langsung mengerjakan sholat dimanapun ia berada meskipun hanya beralaskan karpet biasa
 
14. baru-baru ini dia baru saja mempunyai Hajatan Besar Yaitu Menikahkan Puteranya. Tapi pernikahan putra Presiden ini hanya layaknya pernikahan kaum Buruh. Berikut dokumentasi pernikahan Putra Seorang Presiden 
 
 
 

Berdikari : Intisari Revolusi Indonesia Yang Belum Selesai February 7, 2012

Posted by Robby Alexander Sirait in NASIONALISME, POLITIK.
Tags: ,
trackback
 
 
 
 
 
 
2 Votes

 

Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.
(Pidato HUT Proklamasi 1963)
http://robbyalexandersirait.wordpress.com/2012/02/07/berdikari-intisari-revolusi-indonesia-yang-belum-selesai/
Apa arti sebuah nama, demikian ungkap William Shakespeare, sastrawan terbesar Inggris. Tapi siapa yang dapat memungkiri, takdir sejarah yang melekat pada diri Bung Karno, Proklamator, Pemimpin Besar Revolusi dan sekaligus Presiden pertama RI. Ketika rakyat merindukan pemimpin yang mampu mengangkat martabat dan derajat bangsanya sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia, maka nama Bung Karno kembali disebut dan dirindukan kehadirannya untuk kembali membawa rasa “bangga menjadi bangsa Indonesia”.

Dalam usia negara kita yang masih muda, nama harum Indonesia dan Bung Karno, tersohor sampai jauh ke pelosok manca negara dan bahkan Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dalam kancah politik internasional. Pada Tahun 1960, dunia internasional menjadi terpana ketika sosok pemimpin sebuah negara yang baru merdeka, berbicara dengan sangat mengesankan pada Sidang Umum PBB ke XV di New York pada tanggal 30 September 1960, Bung Karno dengan penuh percaya diri menyampaikan pidato yang sangat legendaris yaitu: to Build the World on a New, menyerukan pada dunia untuk mengakhiri pertikaian antara Blok Barat (Kapitalisme) dan Blok Timur (Komunisme). Para pemimpin Dunia harus mengakhiri perang dingin dengan membangun tata dunia baru berdasarkan Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Demokrasi  Kerakyatan dan Kesejahteraan Sosial yang disebut oleh bangsa Indonesia sebagai Pancasila. 

Sungguh luar biasa dampak Pancasila pada waktu itu, tidak hanya bagi bangsa Indonesia tetapi juga bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Pada kesempatan ini, Bung Karno menyerukan “kekuatan dunia baru” untuk bangkit menuju tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang, melampaui dominasi negara besar dunia yang terbagi dalam blok barat dan blok timur. Dan untuk mewujudkan seruan tersebut, Indonesia bertemu dengan kepala pemerintahan Ghana, India, Mesir dan Yugoslavia guna mepersiapkan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok yang pertama di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961.

 

Gerakan politik internasional Bung Karno tidak hanya berhenti disitu, dalam kurun waktu 1962 hingga 1965 Bung Karno terus melancarkan gerakan politik internasionalnya yang anti imperialisme. Di tahun 1962, dalam pelaksanaan Asian Games, Indonesia melarang keikutsertaan Taiwan dan Israel yang berbuntut diskorsnya Indonesia pada Asian Games 1964 di Tokyo. Sebagai bentuk perlawanan atas kesewenang-wenangan komite olimpiade internasional (KOI) kala itu, pada tahun 1963 Bung Karno mengadakan GANEFO (Games of The New Emerging Forces) dan merencanakan diadakanannya CONEFO (Conference of The New Emerging Forces) yang akan dilaksanakan pada tahun 1966. Di tahun 1963, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan malaysia sehubungan pembentukan federasi Malaysia yang mencakup daerah-daerah bekas jajahan Inggris di Kalimantan Utara, pemutusan hubungan diplomatik ini dilanjutkan dengan gerakan “Ganyang Malaysia” yang diserukan oleh Bung Karno dan berakhir dengan sikap politik Indonesia yang keluar dari PBB. Semua gerakan sikap politik internasional yang dilakukan dan dijalankan oleh Bung Karno kala itu memiliki salah satu tujuan yakni menjadikan Indonesia sejajar dan berdiri sama tegak diantara bangsa-bangsa lain serta menjadikan Indonesia menjadi bangsa mandiri yang berdiri diatas kakinya sendiri.

Ketika kita memimpikan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang besar, bangsa yang sejajar dan berdiri tegak diantara bangsa-bangsa lain dengan prasyarat utamanya memiliki kedaulatan, kemandirian dan kepribadian sebagai sebuah bangsa. Maka tidak dapat disangkal lagi, kita akan menengok kembali pada Bung Karno, membongkar perpustakaan, menggali referensi dan dalam perkembangan teknologi informasi sekarang ini menjelajah dunia maya (cyberspace) dengan sarana pencarian Google, maka setiap dituliskan kata “kemandirian bangsa” sebagai kata kunci, pastilah akan mentautkan nama Bung Karno, Sang Pemimpin Besar Revolusi di ribuan artikel tulisan yang bersumber dari dalam negeri dan mancanegara.

Dalam berbagai pidato maupun pemikiran-pemikiranya yang diterbitkan dalam buku Dibawah Bendera Revolusi, Bung Karno selalu menekankan hakikat kemerdekaan dan pentingnya membangun kemandirian bangsa. Untuk mampu menjadi bangsa yang besar dan bangsa yang berdiri tegak dan sejajar dengan bangsa lain, Bung Karno selalu menekankan pentingnya kemandirian suatu bangsa. Konsepsi-konsepsi pemikiran Bung Karno tersebut termanifestasi dalam politik berdikari yang dia jalankan dan terus didengung-dengungkan. Dalam pidato peringatan 17 Agustus 1964 yang diberi judul “Tahun Vivere Pericoloso” atau lazim disebut Tavip, Bung Karno kembali mempertegas arah Revolusi Nasional bangsa Indonesia yang disebut dengan Tri Sakti, yaitu: berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga prinsip itu tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena ketiga-tiga merupakan dialektika dari amanat penderitaan rakyat (ampera). Konsepsi inilah yang menjadi terjemahan dari sikap politik berdikari yang dimaksud oleh Bung Karno. Sikap politik berdikari (Politik Berdikari) ini semakin populer setelah Bung Karno dalam pidatonya 17 Agustus 1965 menegaskan kembali konsepsi berdikari dengan memberi judul pidatonya “Tahun Berdikari”.  Dalam berbagai kesempatan tersebut Bung Karno mengungkapkan bahwa kedaulatan politik dan berkepribadian dalam kebudayaan tidak mungkin dapat diraih bila tidak berdikari dalam ekonomi. Begitu pula dengan kemandirian ekonomi tidak dapat dilaksanakan bila bangsa kita tidak mempunyai kedaulatan secara politik dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Kedaulatan politik, dalam hal ini adalah kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah jembatan emas untuk menuju kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban bangsa. Dengan kemerdekaan –dalam arti yang hakiki adalah kedaulatan politik dan teritorial sebagai negara bangsa– maka kita tidak mau didikte oleh negara dan bangsa manapun di dunia ini. Kita berdiri sama tegak dan sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya di dunia untuk membangun sebuah peradaban dunia yang didasarkan pada perdamaian abadi dan keadilan sosial. Konsistensi pada cita-cita kemerdekaan inilah yang membuat Bung Karno keras hati dalam menentang setiap intervensi negara-negara neo kolonialisme imperialisme (nekolim).

Dalam kepribadian dalam kebudayaan, Bung Karno menegaskan bahwa budaya kita kaya raya yang harus digali dan pentingnya nilai-nilai kepribadian bangsa dalam kebudayaan. Pada tahun 1960-an Bung Karno dengan tegas melarang peredaran lagu-lagu dari Barat yang dia sebut sebagai musik “ngak ngik ngok”, the beatles, literatur picisan, dansa-dansi gila-gilaan dan bahkan melarang lagu-lagu koes bersaudara dan elya agus. Menurut Bung Karno, musik dan produk kapital imperialis itu akan melemahkan semangat juang pemuda, menghancurkan kepribadian bangsa dan Bung Karno juga meminta kepada pemuda untuk terus giat bekerja.

Dalam konteks berdikari dalam ekonomi, Bung Karno megutarakan bahwa bangsa Indonesia harus bersandar pada kekuatan, dana, tenaga yang memang sudah dimiliki dan sudah ditangan kita yang digunakan semaksimalnya untuk kemakmuran rakyat. Dalam rancangan pembangunan ekonomi yang termanifestasi dalam Deklarasi Ekonomi (Dekon), Bung Karno menempatkan kedudukan rakyat sebagai sumber daya sosial dan sumber daya ekonomi dalam pembangunan. Dalam Dekon Bung Karno mengatakan “ dalam melaksanakan revolusi di bidang sosial dan ekonomi selanjutnya, maka -sesuai dengan hukum revolusi- kita harus mempergunakan sepenuhnya semua alat revolusi yang sudah kita miliki itu, dengan selalu melandaskan perjuangan kita pada potensi dan kekuatan rakyat”. Penegasan Bung Karno ini merupakan sebuah bentuk sikap dan terjemahan dari konsepsi politik berdikari, meletakkan potensi dan kekuatan rakyat Indonesia didalam menjalankan perencanaan pembangunan dan perekonomian.

 

Selain itu, Bung Karno mengecam keras cara-cara text books yang dia sampaikan pada pidato tavip “Dan itu karena apa? Karena banjak pemimpin kita, -  malah terutama sekali pemimpin-pemimpin jang memakai tiel mr, atau dr, atau ir lho ! tidak mengarti arti daripada Revolusi Modern dalam bagian  kedua dari abad ke-XX, jaitu zamannja imperialisme modern dan kapitalisme monopoli.  Mereka, pemimpin-pemimpin itu, mengira bahwa revolusi hanjalah: merebut kemerdekaan, menjusun Pemerintah Nasional, mengganti pegawai asing dengan pegawai bangsa sendiri, dan seterusnja ; menjusun segala sesuatunja menurut tjontoh-tjontoh Barat jang tertulis dalam merekapunja texbooks. Malah kita ditjekoki oleh pemimpin-pemimpin sematjam , bahwa “revolusi sudah selesai”, dan bahwa “kolonialisme-imperialisme sudah mati” !”. Bung Karno mengecam cara-cara text books yang mengambil begitu saja pemikiran-pemikiran para ahli ekonomi barat tanpa mempertimbangkan dan melihat kondisi realitas bangsa Indonesia dan cara-cara text books yang mencoba menghipnotis bangsa Indonesia bahwa kolonialisme-imperialisme sudah mati sehingga bangsa Indonesia melupakan roh dari berdikari itu sendiri.

Terkait kerjasama dengan negara-negara imperialis, Bung Karno dengan tegas menolak dan mengatakan “Go to hell with your aid”. Pernyataan tegas Bung Karno ini sering kali diartikan sebagai sikap anti Bung Karno terhadap bantuan asing, modal asing bahkan semua yang berkaitan dengan kerjasama asing. Bung Karno tidak anti kepada bantuan asing, modal asing maupun kerjasama dengan asing, tetapi Bung Karno anti kepada semua yang berbau asing tersebut jika memiliki tendensi politik yang ingin mendikte Indonesia, sebagaimana sikap Bung Karno menolak bantuan pembangunan semanggi dari Amerika Serikat yang memiliki prasyarat bahwa Indonesia harus mengikuti kebijakan politik Amerika. Bung Karno menginginkan dalam menjalankan pembangunan nasional, pembangunan tersebut memiliki prinsip yang tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Pembangunan tersebut harus bersandar pada jiwa “self reliance”, jiwa percaya kepada kekuatan diri sendiri dan jiwa “self help”, berdiri diatas kaki sendiri. 

Sikap Bung Karno ini bukanlah sikap yang anti bantuan, modal dan kerjasama asing, akan tetapi lebih pada penanaman sikap kemandirian dan manifestasi politik berdikari yang ingin dicapai oleh Bung Karno. Bung Karno tidak mengharamkan bantuan, modal dan kerjasama asing, tetapi lebih kepada menerima bentuk bantuan, modal dan kerjasama asing  yang tidak bertentangan dengan arah politik dan tujuan revolusi nasional serta berdasarkan sama derajat dan saling menguntungkan. Hal ini terlihat pada kutipan Bung Karno dalam pidato Nawaskara “ …adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan” dan hal ini juga termaktub dalam Dekon yang menyatakan bilamana dengan kekuatan fund and forces nasional tidak mencukupi, maka harus dicarikan kredit luar negeri yang tidak bertentangan dengan politik kita.

 

Sikap politik berdikari ini ditegaskan kembali oleh Bung Karno dalam pidatonya di depan Sidang Umum IV MPRS tanggal 22 Juni 1966, yang diberi judul “Nawaksara” dan pidato ini merupakan pidato terakhir Bung Karno mengumandangkan dan mengingatkan kembali pentingnya berdikari. Dalam pidato tersebut Bung Karno kembali menegaskan tiga hal yang menjadi intisari revolusi Indonesia, yaitu : Pertama, bahwa Revolusi kita mengejar suatu Idee Besar, yakni melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat; Amanat Penderitaan Rakyat seluruhnya, seluruh rakyat sebulat-bulatnya. Kedua,bahwa Revolusi kita berjoang mengemban Amanat Penderitaan Rakyat itu dalam persatuan dan kesatuan yang bulat-menyeluruh dan hendaknya jangan sampai watak Agung Revolusi kita, diselewengkan sehingga mengalami dekadensi yang hanya mementingkan golongannya sendiri saja, atau hanya sebagian dari Ampera saja.  Ketiga, bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu tetap dan tegap berpijak dengan kokoh-kuat atas landasan Trisakti, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam ekonomi; sekali lagi berdikari dalam ekonomi!

Lebih lanjut Bung Karno menekankan bahwa dalam situasi nasional dan internasional dewasa ini, maka Trisakti kita, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari di bidang ekonomi, adalah senjata yang paling ampuh di tangan seluruh rakyat kita, di tangan prajurit prajurit Revolusi kita, untuk menyelesaikan Revolusi Nasional kita yang maha dahsyat sekarang ini.Terutama prinsip Berdikari di bidang ekonomi! Sebab dalam keadaan perekonomian bagaimanapun sulitnya, saya minta jangan dilepaskan jiwa “self-reliance” ini, jiwa percaya kepada kekuatan-diri-sendiri, jiwa self-help atau jiwa berdikari.

Dalam Rencana Ekonomi Perjoangan yang menjadi dasar kebijakan Pembangunan semesta berencana dinyatakan bahwa: “Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan Pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan”

Konsepsi Politik Berdikari yang digagas,dikumandangkan dan dijalankan oleh Bung Karno, Sang Pemimpin Besar Revolusi, juga diakui oleh B.J Habibe,  mantan Presiden RI ke-3,  yang menjadikan dirinya berkarya di bidangnya sains dan teknologi. Karena amanat Bung Karno itulah,  agar Indonesia mampu berdikari maka sejak 1950 putra-putra terbaik Indonesia dikirim ke Belanda untuk belajar tentang industri perkapalan dan dirgantara. “Saya masuk angkatan kelima yang dikirim ke Belanda. Di sana kami belajar bagaimana bisa membuat pesawat dan kapal. Ini agar Indonesia tidak mengimpor kapal maupun pesawat terbang. Bung Karno ingin, kita menjadi negara mandiri,” tutur Habibie. (RAS)

“Jangan Dengarkan Asing..!!” 
 
Itulah yang diucapkan Bung Karno di tahun 1957 saat ia mulai melakukan aksi atas politik kedaulatan modal. Aksi kedaulatan modal adalah sebuah bentuk politik baru yang ditawarkan Sukarno sebagai alternatif ekonomi dunia yang saling menghormati, sebuah dunia yang saling menyadari keberadaan masing-masing, sebuah dunia co-operasi, “Elu ada, gue ada” kata Bung Karno saat berpidato dengan dialek betawi di depan para mahasiswa sepulangnya dari Amerika Serikat.

Pada tahun 1957, perlombaan pengaruh kekuasaan meningkat antara Sovjet Uni dan Amerika Serikat, Sovjet Uni sudah berani masuk ke Asia pasca meninggalnya Stalin, sementara Mao sudah ambil ancang-ancang untuk menguasai seluruh wilayah perbatasan Sovjet Uni dengan RRC di utara Peking. Bung Karno sudah menebak Amerika Serikat dan Sovjet Uni pasti akan rebutan Asia Tenggara. “Dulu Jepang ngebom Pearl Harbour itu tujuannya untuk menguasai Tarakan, untuk menguasai sumber-sumber minyak, jadi sejak lama Indonesia akan jadi pertaruhan untuk penguasaan di wilayah Asia Pasifik, kemerdekaan Indonesia bukan saja soal kemerdekaan politiek, tapi soal bagaimana menjadiken manusia yang didalamnya hidup terhormat dan terjamin kesejahteraannya” kata Bung Karno saat menerima beberapa pembantunya sesaat setelah pengunduran Hatta menjadi Wakil Presiden RI tahun 1956. Saat itu Indonesia merobek-robek perjanjian KMB didorong oleh kelompok Murba, Bung Karno berani menuntut pada dunia Internasional untuk mendesak Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia “Kalau Belanda mau perang, kita jawab dengan perang” teriak Bung Karno saat memerintahkan Subandrio untuk melobi beberapa negara barat seperti Inggris dan Amerika Serikat.

“Gerak adalah sumber kehidupan, dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang” Ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan energi sebagai puncak kedaulatan bangsa Indonesia, pada peresmian pembelian kapal tanker oleh Ibnu Sutowo sekitar tahun 1960, Bung Karno berkata “Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak, heee….joullie (kalian =bahasa belanda) tau siapa yang punya minyak paling banyak, siapa yang punya penduduk paling banyak…inilah bangsa Indonesia, Indonesia punya minyak, punya pasar. Jadi minyak itu dikuasai penuh oleh orang Indonesia untuk orang Indonesia, lalu dari minyak kita ciptaken pasar-pasar dimana orang Indonesia menciptaken kemakmurannya sendiri”.

Jelas langkah Sukarno tak disukai Amerika Serikat, tapi Moskow cenderung setuju pada Sukarno, ketimbang harus perang di Asia Tenggara dengan Amerika Serikat, Moskow memutuskan bersekutu dengan Sukarno, tapi perpecahan Moskow dengan Peking bikin bingung Sukarno. Akhirnya Sukarno memutuskan maju terus tampa Moskow, tampa Peking untuk berhadapan dengan kolonialis barat.

Di tahun 1960, Sukarno bikin gempar perusahaan minyak asing, dia panggil Djuanda, dan suruh bikin susunan soal konsesi minyak “Kamu tau, sejak 1932 aku berpidato di depan Landraad soal modal asing ini? soal bagaimana perkebunan-perkebunan itu dikuasai mereka, jadi Indonesia ini tidak hanya berhadapan dengan kolonialisme tapi berhadapan dengan modal asing yang memperbudak bangsa Indonesia, saya ingin modal asing ini dihentiken, dihancurleburken dengan kekuatan rakyat, kekuatan bangsa sendiri, bangsaku harus bisa maju, harus berdaulat di segala bidang, apalagi minyak kita punya, coba kau susun sebuah regulasi agar bangsa ini merdeka dalam pengelolaan minyak” urai Sukarno di depan Djuanda.

Lalu tak lama kemudian Djuanda menyusun surat yang kemudian ditandangani Sukarno. Surat itu kemudian dikenal UU No. 44/tahun 1960. isi dari UU itu amat luar biasa dan memukul MNC (Multi National Corporation). “Seluruh Minyak dan Gas Alam dilakukan negara atau perusahaan negara”. Inilah yang kemudian menjadi titik pangkal kebencian kaum pemodal asing pada Sukarno, Sukarno jadi sasaran pembunuhan dan orang yang paling diincar bunuh nomor satu di Asia. Tapi Sukarno tak gentar, di sebuah pertemuan para Jenderal-Jenderalnya Sukarno berkata “Buat apa memerdekakan bangsaku, bila bangsaku hanya tetap jadi budak bagi asing, jangan dengarken asing, jangan mau dicekoki Keynes, Indonesia untuk bangsa Indonesia”. Ketika laporan intelijen melapori bahwa Sukarno tidak disukai atas UU No. 44 tahun 1960 itu Sukarno malah memerintahkan ajudannya untuk membawa paksa seluruh direktur perusahaan asing ke Istana. Mereka takut pada ancaman Sukarno. Dan diam ketakutan.

Pada hari Senin, 14 Januari 1963 pemimpin tiga perusahaan besar datang lagi ke Istana, mereka dari perusahaan Stanvac, Caltex dan Shell. Mereka meminta Sukarno membatalkan UU No.40 tahun 1960. UU lama sebelum tahun 1960 disebut sebagai “Let Alone Agreement” yang memustahilkan Indonesia menasionalisasi perusahaan asing, ditangan Sukarno perjanjian itu diubah agar ada celah bila asing macam-macam dan tidak memberiken kemakmuran pada bangsa Indonesia atas investasinya di Indonesia maka perusahaannya dinasionalisasikan. Para boss perusahaan minyak itu meminta Sukarno untuk mengubah keputusannya, tapi inilah jawaban Sukarno “Undang-Undang itu aku buat untuk membekukan UU lama dimana UU lama merupaken sebuah fait accomply atas keputusan energi yang tidak bisa menasionalisasikan perusahaan asing. UU 1960 itu kubuat agar mereka tau, bahwa mereka bekerja di negeri ini harus membagi hasil yang adil kepada bangsaku, bangsa Indonesia” mereka masih ngeyel juga, tapi bukan Bung Karno namanya ketika didesak bule dia malah meradang, sambil memukul meja dan mengetuk-ngetukkan tongkat komando-nya lalu mengarahkan telunjuk kepada bule-bule itu Sukarno berkata dengan suara keras :”Aku kasih waktu pada kalian beberapa hari untuk berpikir, kalau tidak mau aku berikan konsesi ini pada pihak lain negara..!” waktu itu ambisi terbesar Sukarno adalah menjadikan Permina (sekarang Pertamina) menjadi perusahaan terbesar minyak di dunia, Sukarno butuh investasi yang besar untuk mengembangkan Permina. Caltex disuruh menyerahkan 53% hasil minyaknya ke Permina untuk disuling, Caltex diperintahkan memberikan fasilitas pemasaran dan distribusi kepada pemerintah, dan menyerahkan modal dalam bentuk dollar untuk menyuplai kebutuhan investasi jangka panjang pada Permina.

Bung Karno tidak berhenti begitu saja, ia juga menggempur Belanda di Irian Barat dan mempermainkan Amerika Serikat, Sukarno tau apabila Irian Barat lepas maka Biak akan dijadikan pangkalan militer terbesar di Asia Pasifik, dan ini mengancam kedaulatan bangsa Indonesia yang baru tumbuh. Kemenangan atas Irian Barat merupakan kemenangan atas kedaulatan modal terbesar Indonesia, di barat Indonesia punya lumbung minyak yang berada di Sumatera, Jawa dan Kalimantan sementara di Irian Barat ada gas dan emas. Indonesia bersiap menjadi negara paling kuat di Asia. Hitung-hitungan Sukarno di tahun 1975 akan terjadi booming minyak dunia, di tahun itulah Indonesia akan menjadi negara yang paling maju di Asia , maka obesesi terbesar Sukarno adalah membangun Permina sebagai perusahaan konglomerasi yang mengatalisator perusahaan-perusahaan negara lainnya di dalam struktur modal nasional. Modal Nasional inilah yang kemudian bisa dijadikan alat untuk mengakuisisi ekonomi dunia, di kalangan penggede saat itu struktur modal itu diberi kode namanya sebagai ‘Dana Revolusi Sukarno”. Kelak empat puluh tahun kemudian banyak negara-negara kaya seperti Dubai, Arab Saudi, Cina dan Singapura menggunakan struktur modal nasional dan membentuk apa yang dinamakan Sovereign Wealth Fund (SWF) sebuah struktur modal nasional yang digunakan untuk mengakuisisi banyak perusahaan di negara asing, salah satunya apa yang dilakukan Temasek dengan menguasai saham Indosat.

Sukarno sangat perhatian dengan seluruh tambang minyak di Indonesia, di satu sudut Istana samping perpustakaannya ia memiliki maket khusus yang menggambarkan posisi perusahaan minyak Indonesia, suatu hari saat Bung Karno kedatangan Brigjen Sumitro, yang disuruh Letjen Yani untuk menggantikan Brigjen Hario Ketjik menjadi Panglima Kalimantan Timur, Sukarno sedang berada di ruang khusus itu, lalu ia keluar menemui Sumitro yang diantar Yani untuk sarapan dengan Bung Karno, saat sarapan dengan roti cane dengan madu dan beberapa obat untuk penyakit ginjal dan diabetesnya, Sukarno berkata singkat pada Sumitro : “Generaal Sumitro saya titip rafinerij (rafineij = tambang dalam bahasa Belanda) di Kalimantan, kamu jaga baik-baik” begitu perhatiannya Sukarno pada politik minyak.

Kelabakan dengan keberhasilan Sukarno menguasai Irian Barat, Inggris memprovokasi Sukarno untuk main di Asia Tenggara dan memancing Sukarno agar ia dituduh sebagai negara agresor dengan mengakuisisi Kalimantan. Mainan lama ini kemudian juga dilakukan dengan memancing Saddam Hussein untuk mengakuisisi Kuwait sehingga melegitimasi penyerbuan pasukan Internasional ke Baghdad. Sukarno panas dengan tingkah laku Malaysia, negara kecil yang tak tau malu untuk dijadikan alat kolonialisme, namun Sukarno juga terpancing karena bagaimanapun armada tempur Indonesia yang diborong lewat agenda perang Irian Barat menganggur. Sukarno ingin mengetest Malaysia.

Tapi sial bagi Sukarno, ia justru digebuk Jenderalnya sendiri. Sukarno akhirnya masuk perangkap Gestapu 1965, ia disiksa dan kemudian mati mengenaskan, Sukarno adalah seorang pemimpi, yang ingin menjadikan bangsanya kaya raya itu dibunuh oleh konspirasi. Dan sepeninggal Sukarno bangsa ini sepenuhnya diambil alih oleh modal asing, tak ada lagi kedaulatannya dan tak ada lagi kehormatannya.

Sukarno menciptakan landasan politik kepemilikan modal minyak, inilah yang harus diperjuangkan oleh generasi muda Indonesia, kalian harus berdaulat dalam modal, bangsa yang berdaulat dalam modal adalah bangsa yang berdaulat dalam ekonomi dan kebudayaannya, ia menciptakan masyarakat yang tumbuh dengan cara yang sehat.

Bung Karno tidak hanya mengeluh dan berpidato didepan publik tentang ketakutannya seperti SBY, tapi ia menantang, ia menumbuhkan keberanian pada setiap orang Indonesia, ia menumbuhkan kesadaran bahwa manusia Indonesia berhak atas kedaulatan energinya. Andai Indonesia berdaulat energinya, Pertamina menjadi perusahaan minyak terbesar di dunia dan menjadi perusahaan modal yang mengakusisi banyak perusahaan di dunia maka minyak Indonesia tak akan semahal sekarang, rakyat yang dicekik terus menerus.
Pada Bung Karno, hendaknya jalannya sejarah Indonesia harus dikembalikan.
ANTON DH NUGRAHANTO. http://ahmadsamantho.wordpress.com/2012/05/10/bung-karno-dan-politik-minyak-kita-2/

MEI 1998, menjadi salah satu hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada saat itu, gelombang protes besar yang dibawa oleh berbagai elemen masyarakat seperti petani, buruh, mahasiswa, dan lain sebagainya seolah menemukan titik temunya. Tuntutan atas kehidupan dan penghidupan yang layak dan baik telah mengantar bangsa ini pada sebuah fase baru perjalanan bangsa, yang disebut sebagai era reformasi.

Era reformasi disebut-sebut oleh hampir sebagian besar bangsa Indonesia sebagai pembuka harapan baru atas kondisi ekonomi, sosial, politik, budaya, yang lebih baik. Hal tersebut karena pada era inilah, pemerintahan baru yang berlandaskan atas nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan, dan kebangsaan dibentuk dan dijalankan. Secara umum, semenjak Mei 1998, bangsa Indonesia telah menaruh harapan terbesarnya sebagai sebuah bangsa bermartabat kepada sesuatu yang bernama reformasi, untuk menciptakan tatanan Pemerintahan yang memiliki integritas, profesionalisme, dan keadilan.

Setelah 14 tahun, kata reformasi yang dulu selalu digadang-gadangkan sebagai jurus paling jitu diterapkan dalam sistem pemerintahan Indonesia, semakin tidak terdengar kabarnya. Konsep demokrasi yang lahir dan dibawa dari gagasan reformasi 1998, justru menjadi senjata yang melemahkan bangsa ini karena tidak diiringi oleh law enforcement dan kemandiriaan ekonomi yang kokoh.

Demokrasi cenderung memberi tempat bagi kekuatan modal, ketimbang kekuatan kapasitas manusia, sehingga penegakkan HAM terkadang justru berat sebelah. Di satu sisi, pembangunan ekonomi justru memperlebar disparitas antara si kaya dan miskin karena ditsribusi yang lemah akibat terkonsentrasinya modal pada beberapa pihak. Demokrasi justru mendatangkan liberasisasi ekonomi, sehingga terkadang kedaulatan dan harga diri Indonesia sebagai sebuah bangsa harus dipertaruhkan di hadapan bangsa lainnya.

Pada akhirnya, rapuhnya fungsi reformasi ini tidak hanya berpengaruh pada sistem politik, ekonomi, dan sosial saja, tapi juga berpengaruh pada salah satu subsistem utama yang mendukung pembangunan nasional, yaitu energi. Reformasi atas sistem  keenergian Indonesia belum dijalankan sepenuh hati oleh pemerintah Indonesia. Selama berpuluh-puluh tahun lamanya, Energi belum dipandang sebagai suatu hal yang strategis dan fundamental, atas fungsinya yang sangat esensial dalam kehidupan namun keberadaannya yang terbatas. Sebaliknya, energi masih dipandang sebagai komoditas yang menyokong sebagian besar pendapatan negara melalui ekspor minyak bumi, gas alam, batu bara, dan lain sebagainya.

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki potensi sumber energi yang cukup besar dan beragam di dunia. Bayangkan, menurut data yang dirilis oleh Kementerian ESDM, potensi energi fosil Indonesia, yaitu minyak bumi mencapai  8,2 miliar barel, gas bumi mencapai  170 TSCF, dan batubara mencapai 21 miliar ton. Tidak hanya sumber energi fosil, Indonesia juga memiliki sumber energi non fosil yang besar, seperti sumber daya panas bumi dengan cadangan 28 Giga Watt (GW), tenaga air dengan potensi 75 GW, mineral cadangan nikel 627 juta ton, dan lain sebagainya.

Di satu sisi, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanahkan, bahwa seluruh potensi dan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia merupakan amanah dan tanggung jawab pemerintah yang harus dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Hal tersebut artinya, potensi yang besar ini tidak boleh sedikitpun jatuh ke tangan orang-orang yang salah sehingga mengakibatkan penyalahgunaan pemanfaatan yang dilakukan untuk memperkaya segelintir orang atau beberapa golongan, termasuk pihak asing.

Namun demikian, pada kenyataannya saat ini pengelolaan sumber energi Indonesia, khususnya Minyak dan Gas (Migas), belum lepas dari cengkeraman berbagai pihak asing  dengan status Investor, yang setiap harinya mengeruk keuntungan dari hasil eksplorasi dan eksploitasi dengan jumlah yang sangat besar. Padahal, pemenuhan kebutuhan energi domestic sering kali tidak mencapai kondisi kecukupan, yang jika dibiarkan tentu akan menghambat proses pembangunan.
Kondisi ini kemudian semakin diperparah melalui penetapan UU No 22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yang sangat kental dengan aroma campur tangan asing. UU tersebut dianggap telah berseberangan dengan UUD 1945 karena di dalamnya terkandung ketentuan-ketentuan hukum yang membuka kesempatan penguasaan asing atas potensi Migas Indonesia, namun di satu sisi mengerdilkan peran negara atas pengelolaan pemanfaatan industri Migas Nasional.

 Adalah Pasal 12 Ayat (3) UU 22/2001 Tentang Migas, yang kemudian menjadi salah satu pasal yang melemahkan peran negara melalui ketentuan atas pemberian wewenang oleh Menteri kepada Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap (perusahaan asing) untuk melakukan kegiatan usaha eksploitasi dan eksplorasi Migas Indonesia. Padahal ketentuan ini tanpa disadari sebenarnya telah menghilangkan kedaulatan usaha yang selama ini dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Indonesia dan Perusahaan negara.

Isi Undang-Undang No 22/2001 Tentang Migas tersebut jelas Inkonstitusional, karena telah bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang telah menegaskan kedaulatan negara dalam mengelola sumber daya alam yang dimiliki, dan salah satunya adalah potensi migas. Dengan mengacu pada UUD 1945 Pasal 33, seharusnya secara penuh negara berdaulat atas kuasa mineral (mineral rights)  dan Pemerintah berdaulat atas kuasa pertambangan (mining rights). Selanjutnya, dengan kuasa pertambangan yang dimiliki pemerintah tersebut, selanjutnya pemerintah memberikan kuasa usaha pertambangan kepada BUMN dan atau dapat melibatkan perusahaan nasional sebagai pendukung usaha. Adapun investor asing memang tetap diperlukan keberadaannya sebagai pemicu percepatan pembangunan industri migas, namun perannya hanya sebatas kontraktor bagi BUMN saja.

Apa yang terjadi saat ini terhadap sistem energi Indonesia memang sangat bertentangan dengan semangat dan cita-cita The Founding Father Bangsa Indonesia, yaitu Bung Karno. Di awal pemerintahannya dulu dalam memimpin Orde Lama, Bung Karno dengan tegas menolak campur tangan asing dalam sistem pengelolaan energi Indonesia, khususnya migas. Sebaliknya, Bung Karno justru dengan tegas menyatakan bahwa kedaulatan, termasuk kedaulatan atas energi, adalah mutlak harus dimiliki oleh bangsa Indonesia. Ide atas kedaulatan ini juga telah menjadi ide pokok dan gagasan Bung Karno atas konsep sebuah negara yang dituangkannya dalam pidato tri saktinya.

Menurut Bung Karno, sebuah negara harus memenuhi ketiga hal berikut, yaitu (1) berdaulat secara politik; (2) berkepribadian secara sosial dan budaya; dan (3) berdikari dalam ekonomi. Berdaulat secara politik artinya bahwa Bangsa Indonesia harus memiliki ideologi politiknya sendiri, melalui ideologi Pancasila, Bung Karno ingin membangun bangsa melalui kemandirian ideologi. Berkepribadian secara sosial budaya artinya bahwa bangsa Indonesia harus memiliki kepribadian yang kokoh sebagai bangsa beradab. Bung Karno pun menolak dengan tegas budaya asing yang menjangkit bangsa Indonesia karena dapat melunturkan kepribadian bangsa.

Selanjutnya, berdikari dalam ekonomi artinya bahwa bangsa Indonesia harus mampu mengelola ekonominya dengan tangan dan pikiran bangsanya sendiri. Lebih baik potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dikelola oleh rakyat Indonesia, daripada harus diserahkan oleh asing. Melalui poin ketiga ini, Bung Karno ingin menegaskan bahwa ia sangat menolak dengan tegas kehadiran pihak asing dalam membangun ekonomi Indonesia.

Gagasan Tri Sakti Bung Karno ini kemudian diejawantahkan oleh dirinya sendiri pada berbagai kebijakan dalam pemerintahannya di Masa Orde Lama. Salah satunya, adalah kebijakannya dalam mengelola sistem energi Indonesia. Bung Karno menyadari bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar, oleh karenanya pemanfaatannya tidak boleh sampai jatuh ke tangan asing dan memperkaya diri mereka seperti yang telah terjadi pada Indonesia di masa kolonial lalu.

Terdapat beberapa kebijakan terkait energi yang pada waktu itu dikeluarkan oleh Bung Karno. Pertama, menciptakan Undang-Undang No 44 Tahun 1960 Tentang Pertambangan Minyak dan Gas (Migas) sebagai payung hukum yang menaungi pengelolaan Migas Indonesia. Nuansa nasionalisme dan kedaulatan negara sangat kental  dalam undang-undang tersebut. Hal ini terlihat dari beberapa ketentuan di dalamnya seperti penentuan bahwa kuasa pertambangan beralih dari perusahaan minyak asing kepada negara, pembentukan tiga perusahaan negara migas, ketentuan bahwa investor asing hanya berperan sebagai kontraktor perusahaan negara, dan ketentuan pajak dan royalti yang harus dibayar investor kepada Indonesia.

Kedua, melakukan nasionalisasi seluruh perusahaan minyak, gas, dan listrik yang dikuasai Belanda dan mengambil alih atas kuasanya. Ketiga, membatalkan kuasa pertambangan minyak yang dimiliki beberapa perusahaan asing, dan melakukan nasionalisasi pada industri minyak Indonesia. Keempat, mengambil alih kegiatan hilir migas seperti distribusi, dan supply kepada masyarakat. Kelima, menciptakan jenis kontrak kerjasama baru yang diberi nama Kontrak Produksi Sharing (KPS) yang menekankan peran investor sebagai kontraktor perusahaan negara dan memiliki hak atas keuntungan produksi, namun di satu sisi memiliki kewajiban pemenuhan kebutuhan energi nasional sebagai yang utama.

Namun demikian, perjuangan Bung Karno dalam memperjuangkan kedaulatan energi bangsa Indonesia tidak menempuh jalan yang mudah. Bung Karno harus menghadapi berbagai tekanan asing kepada Indonesia atas sikap teguh dirinya untuk menolak campur tangan asing yang besar. Keinginan Bung Karno untuk mengambil alih kuasa pertambangan migas harus terganjal oleh Belanda yang belum mau melepas pengusaaan daerah konsesi yang telah diatur dalam hukum internasional. Bung Karno harus menghadapi situasi alot karena berhadapan secara langsung dengan berbagai bangsa yang menolak keputusan Bung Karno mengambil alih kuasa pertambangan. Akhirnya perjuangan tersebut dapat diwujudkan di Jepang melalui Tokyo Agreement yang memutuskan status perusahaan asing yang ada pada saat itu sebagai kontraktor perusahaan negara.

Perjuangan untuk mewujudkan kedaulatan negara memang bukanlah perjuangan yang mudah, namun bukanlah sebuah hal yang utopis untuk diwujudkan. Jika kita cermati, Kelima kebijakan energi Bung Karno diatas sangat kental dengan nuansa nasionalisme yang kuat dan mengakar. Bung Karno tidak menginginkan kolonialisme dalam bentuk apapun kembali menjajah bangsanya. Oleh karenanya ia sangat menekankan kemandirian bangsa yang menurutnya secara perlahan dapat dicapai apabila terus menerus diusahakan. Bung karno sangat yakin dan percaya bahwa Indonesia akan menjadi negara yang besar dan berjaya jika kedaulatan terus diperjuangkan oleh bangsanya.

Gagasan dan tindakan Bung Karno dalam memperjuangkan kedaulatan Indonesia sampai saat ini masih belum mampu dilaksanakan secara menyeluruh oleh para pemimpin setelahnya. Pelaksanaan gagasan tersebut masih setengah hati. Iming-iming asing yang besar dan menggiurkan terkadang membuat para pemimpin bangsa ini tidak lagi teguh dan berkomitmen menciptakan kedaulatan energi Indonesia. Inilah salah satu hal yang mungkin menyebabkan, rapuhnya sistem energi Indonesia saat ini. Undang-Undnag No 22/2001 Tentang Minyak dan Gas adalah salah satu produk inkomitmen para pemimpin bangsa ini untuk meneruskan perjuangan menciptakan kedaulatan negara yang telah dirintis oleh Bung Karno.

Kebijakan pengembangan energi terbarukan yang telah dirintis Bung Karno pun setengah hati diteruskan oleh para pemimpin berikutnya. Di satu sisi, life style masyarakat Indonesia yang saat ini cenderung boros dan tidak efisien dalam pemakaian energi. Akumulasi kondisi tersebut tentunya semakin menyudutkan posisi energi Indonesia untuk menciptakan ketahanan energi (energy security)  yang mampu memberikan jaminan atas pasokan energi Indonesia di masa yang akan datang. Kondisi tersebut tentu akan menghambat proses pembangunan Berkelanjutan yang saat ini menjadi topik dan komitmen negara-negara di dunia.

Kondisi seperti ini harus segera diatasi oleh Pemerintah Indonesia, salah satunya adalah dengan rekomitmen dan realisasi reformasi energi Indonesia. Reformasi Energi Indonesia tidak akan dapat berhasil jika hanya sekedar retorika untuk mencari popularitas dari rakyat. Reformasi energi Indonesia harus direalisasikan secepatnya melalui penataan berbagai kebijakan dan kelembagaan energi.

Pemerintah harus segera menata kebijakan energinya yang sampai saat ini masih dihantui oleh permasalahan inkonstitusionalitas dan tumpang tindih dengan kebijakan lainnya. Penguatan kebijakan dan undang-undang sektor energi harus dilakukan agar payung hukum pengelolaan energi menjadi kokoh. Di sisi lainnya, kelembagaan pengelola sistem energi Indonesia juga harus diperbaiki agar koordinasi dan tata kelola kewenangan dapat terdistribusi secara efektif dan efisien. Perbaikan tata kelola energi menjadi suatu hal yang harus segera dilakukan sebagai pengejawantahan amanah UUD 1945 yang mengamanahkan potensi SDA dan energi untuk menciptakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pada akhirnya, perjuangan untuk mencapai kedaulatan bagi suatu bangsa adalah mutlak untuk dilakukan. Bangsa Indonesia harus kembali kepada seruan Bung Karno atas kedaulatan sebuah negara yang dirangkum dalam Pidato Tri Sakti nya yang menekankan bahwa suatu bansa Indonesia akan berjaya jika dalam kondisi dan situasi yang utuh dan berdaulat. Dalam jangka yang lebih panjang, kedaulatan ini tidak hanya terkait dengan kedaulatan atas energi, tapi juga kedulatan atas penguasaan pangan dan air. Energi, pangan, dan air, adalah modal yang harus dimiliki dan dikuasai oleh Indonesia dalam proses pembangunan.

Dengan ketiganya, maka proses pembangunan Indonesia akan berjalan cepat dan konsisten. Jika hal tersebut terjadi, maka cita-cita Bung Karno untuk mengokohkan Indonesia sebagai bangsa yang beradab akan semakin tercapai. Bulan Juni, sebagai bulan kelahiran Bung Karno ini harus menjadi momentum bagi Seluruh Bangsa Indonesia untuk menguatkan kembali nasionalisme kebangsaan yang lambat laun mulai luntur dan tergerus budaya asing. Bagi pemerintah, momentum bulan Juni sebagai Bulan Kelahiran Bung Karno ini harus menjadi momentum pencanangan tahun kedaulatan energi melalui perbaikan dan reformasi tata kelola energi Indonesia sehingga tercipta Bangsa Indonesia yang berdaulat atas pangan, air, dan energi.

Dewi Aryani
Anggota Komisi 7 DPR RI Fraksi PDI Perjuangan
Ketua PP ISNU Bidang Pertambangan dan Energi
Kandidat Doktor Kebijakan Energi Universitas Indonesia

Fakta seputar proklamasi ??

Fakta seputar proklamasi
Iwan Satyanegara

Mungkinkah Revolusi Kemerdekaan Indonesia disebut sebagai revolusi dari kamar tidur? Coba simak ceritanya. Pada 17 Agustus 1945 pukul 08.00, ternyata Bung Karno masih tidur nyenyak di kamarnya, di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini. Dia terkena gejala malaria tertiana. Suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama para sahabatnya menyusun konsep naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.

Pating greges, keluh Bung Karno setelah dibangunkan dr Soeharto, dokter kesayangannya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan menenggak pil brom chinine. Lalu ia tidur lagi.

Pukul 09.00, Bung Karno terbangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui sahabatnya, Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dari serambi rumah.

“Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!”, ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya. masih meriang. Tapi sebuah revolusi telah dimulai…

Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ternyata berlangsung tanpa protokol, tak ada korps musik, tak ada konduktor dan tak ada pancaragam. Tiang bendera pun dibuat dari batang bambu secara kasar, serta ditanam hanya beberapa menit menjelang upacara. Tetapi itulah, kenyataan yang yang terjadi pada sebuah upacara sakral yang dinanti-nantikan selama lebih dari tiga ratus tahun!

Bendera Pusaka Sang Merah Putih adalah bendera resmi pertama bagi RI. Tetapi dari apakah bendera sakral itu dibuat? Warna putihnya dari kain sprei tempat tidur dan warna merahnya dari kain tukang soto!

Setelah merdeka 43 tahun, Indonesia baru memiliki seorang menteri pertama yang benar-benar orang Indonesia asli. Karena semua menteri sebelumnya lahir sebelum 17 Agustus 1945. Itu berarti, mereka pernah menjadi warga Hindia Belanda dan atau pendudukan Jepang, sebab negara hukum Republik Indonesia memang belum ada saat itu. “Orang Indonesia asli” pertama yang menjadi menteri adalah Ir Akbar Tanjung (lahir di Sibolga, Sumatera Utara, 30 Agustus 1945), sebagai Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993).

Menurut Proklamasi 17 Agustus 1945, Kalimantan adalah bagian integral wilayah hukum Indonesia. Kenyataannya, pulau tersebut paling unik di dunia. Di pulau tersebut, ada 3 kepala negara yang memerintah! Presiden Soeharto (memerintah 4 wilayah provinsi), PM Mahathir Mohamad (Sabah dan Serawak) serta Sultan Hassanal Bolkiah (Brunei).

Hubungan antara revolusi Indonesia dan Hollywood, memang dekat. Setiap 1 Juni, selalu diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila semasa Presiden Soekarno. Pada 1956, peristiwa tersebut “hampir secara kebetulan” dirayakan di sebuah hotel Hollywood. Bung Karno saat itu mengundang aktris legendaris Marylin Monroe, untuk sebuah makan malam di Hotel Beverly Hills, Hollywood. Hadir di antaranya Gregory Peck, George Murphy dan Ronald Reagan (25 tahun kemudian menjadi Presiden AS). Yang unik dari pesta menjelang Hari Lahir Pancasila itu, adalah kebodohan Marilyn dalam hal protokol. Pada pesta itu, Maryln menyapa Bung Karno bukan dengan “Mr President” atau “Your Excellency”, tetapi dengan Prince Soekarno!

Ada lagi hubungan erat antara 17 Agustus dan Hollywood. Judul pidato 17 Agustus 1964, Tahun Vivere Perilocoso (Tahun yang Penuh Bahaya), telah dijadikan judul sebuah film The Year of Living Dangerously. Film tersebut menceritakan pegalaman seorang wartawan asing di Indonesia pada 1960-an. Pada 1984, film yang dibintangi Mel Gibson itu mendapat Oscar untuk kategori film asing!

Naskah asli teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan didikte oleh Bung Hatta, ternyata tidak pernah dimiliki dan disimpan oleh Pemerintah! Anehnya, naskah historis tersebut justru disimpan dengan baik oleh wartawan B. M. Diah. Diah menemukan draft proklamasi itu di keranjang sampah di rumah Laksamana Maeda, 17 Agustus 1945 dini hari, setelah disalin dan diketik oleh Sajuti Melik. Pada 29 Mei 1992, Diah menyerahkan draft tersebut kepada Presiden Soeharto, setelah menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.

Ketika tiba di Pelabuhan Sunda Kelapa 9 Juli 1942 siang bolong, Bung Karno mengeluarkan komentar pertama yang janggal didengar. Setelah menjalani pengasingan dan pembuangan oleh Belanda di luar Jawa, Bung Karno justru tidak membicarakan strategis perjuangan menentang penjajahan. Masalah yang dibicarakannya, hanya tentang sepotong jas! “Potongan jasmu bagus sekali!” komentar Bung Karno pertama kali tentang jas double breast yang dipakai oleh bekas iparnya, Anwar Tjikoroaminoto, yang menjemputnya bersama Bung Hatta dan segelintir tokoh nasionalis.

Rasa-rasanya di dunia ini, hanya the founding fathers Indonesia yang pernah mandi air seni. Saat pulang dari Dalat (Cipanasnya Saigon), Vietnam, 13 Agustus 1945, Soekarno bersama Bung Hatta, dr Radjiman Wedyodiningrat dan dr Soeharto (dokter pribadi Bung Karno) menumpang pesawat fighter bomber bermotor ganda. Dalam perjalanan, Soekarno ingin sekali buang air kecil, tetapi tak ada tempat. Setelah dipikir, dicari jalan keluarnya untuk hasrat yang tak tertahan itu. Melihat lubang-lubang kecil di dinding pesawat, di situlah Bung Karno melepaskan hajat kecilnya. Karena angin begitu kencang sekali, bersemburlah air seni itu dan membasahi semua penumpang. Byuuur…

Berkat kebohongan, peristiwa sakral Proklamasi 17 Agustus 1945 dapat didokumentasikan dan disaksikan oleh kita hingga kini. Saat tentara Jepang ingin merampas negatif foto yang mengabadikan peristiwa penting tersebut, Frans Mendoer, fotografer yang merekam detik-detik proklamasi, berbohong kepada mereka. Dia bilang tak punya negatif itu dan sudah diserahkan kepada Barisan Pelopor, sebuah gerakan perjuangan. Mendengar jawaban itu, Jepang pun marah besar. Padahal negatif film itu ditanam di bawah sebuah pohon di halaman Kantor harian Asia Raja. Setelah Jepang pergi, negatif itu diafdruk dan dipublikasi secara luas hingga bisa dinikmati sampai sekarang. Bagaimana kalau Mendoer bersikap jujur pada Jepang?

Kali ini, Bung Hatta yang berbohong demi proklamasi. Waktu masa revolusi, Bung Karno memerintahkan Bung Hatta untuk meminta bantuan senjata kepada Jawaharlal Nehru. Cara untuk pergi ke India pun dilakukan secara rahasia. Bung Hatta memakai paspor dengan nama “Abdullah, co-pilot”. Lalu beliau berangkat dengan pesawat yang dikemudikan Biju Patnaik, seorang industrialis yang kemudian menjadi menteri pada kabinet PM Morarji Desai. Bung Hatta diperlakukan sangat hormat oleh Nehru dan diajak bertemu Mahatma Gandhi. Nehru adalah kawan lama Hatta sejak 1920-an dan Gandhi mengetahui perjuangan Hatta. Setelah pertemuan, Gandhi diberi tahu oleh Nehru bahwa “Abdullah” itu adalah Mohammad hatta. Apa reaksi Gandhi? Dia marah besar kepada Nehru, karena tidak diberi tahu yang sebenarnya. “You are a liar!” ujar tokoh kharismatik itu kepada Nehru

Bila 17 Agustus menjadi tanggal kelahiran Indonesia, justru tanggal tersebut menjadi tanggal kematian bagi pencetus pilar Indonesia. Pada tanggal itu, pencipta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”, WR Soepratman (wafat 1937) dan pencetus ilmu bahasa Indonesia, Herman Neubronner van der Tuuk (wafat 1894) meninggal dunia.

Bendera Merah Putih dan perayaan tujuh belasan bukanlah monopoli Indonesia. Corak benderanya sama dengan corak bendera Kerajaan Monaco dan hari kemerdekaannya sama dengan hari proklamasi Republik Gabon (sebuah negara di Afrika Barat) yang merdeka 17 Agustus 1960.

Jakarta, tempat diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia dan kota tempat Bung Karno dan Bung Hatta berjuang, tidak memberi imbalan yang cukup untuk mengenang co-proklamator Indonesia. Sampai detik ini, tidak ada “Jalan Soekarno-Hatta” di ibu kota Jakarta. Bahkan, nama mereka tidak pernah diabadikan untuk sebuah objek bangunan fasilitas umum apa pun sampai 1985, ketika sebuah bandara diresmikan dengan memakai nama mereka.

Gelar Proklamator untuk Bung Karno dan Bung Hatta, hanyalah gelar lisan yang diberikan rakyat Indonesia kepadanya selama 41 tahun! Sebab, baru 1986 Permerintah memberikan gelar proklamator secara resmi kepada mereka.

Kalau saja usul Bung Hatta diterima, tentu Indonesia punya “lebih dari dua” proklamator. Saat setelah konsep naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia rampung disusun di rumah Laksamana Maeda, Jl. Imam Bonjol no 1, Jakarta, Bung Hatta mengusulkan semua yang hadir saat rapat din hari itu ikut menandatangani teks proklamasi yang akan dibacakan pagi harinya. Tetapi usul ditolak oleh Soekarni, seorang pemuda yang hadir. Rapat itu dihadiri Soekarno, Hatta dan calon proklamator yang gagal: Achmad Soebardjo, Soekarni dan Sajuti Melik. “Huh, diberi kesempatan membuat sejarah tidak mau”, gerutu Bung Hatta karena usulnya ditolak.

Perjuangan frontal melawan Belanda, ternyata tidak hanya menelan korban rakyat biasa, tetapi juga seorang menteri kabinet RI. Soepeno, Menteri Pembangunan dan Pemuda dalam Kabinet Hatta, merupakan satu-satunya menteri yang tewas ditembak Belanda. Sebuah ujung revolver, dimasukkan ke dalam mulutnya dan diledakkan secara keji oleh seorang tentara Belanda. Pelipis kirinya tembus kena peluru. Kejadian tersebut terjadi pada 24 Februari 1949 pagi di sebuah tempat di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Saat itu, Soepeno dan ajudannya sedang mandi sebuah pancuran air terjun.

Belum ada negara di dunia yang memiliki ibu kota sampai tiga dalam kurun waktu relatif singkat. Antara 1945 dan 1948, Indonesia mempunyai 3 ibu kota, yakni Jakarta (1945-1946), Yogyakarta (1946-1948) dan Bukittinggi (1948-1949).

Panglima Besar Tentara Nasional Indonesia Jenderal Soedirman, pada kenyatannya tidak pernah menduduki jabatan resmi di kabinet RI. Beliau tidak pernah menjadi KSAD, Pangab, bahkan menteri pertahanan sekalipun!

Wayang ternyata memiliki simbol pembawa sial bagi rezim yang memerintah Indonesia. Betapa tidak, pada 1938-1939, Pemerintah Hindia Belanda melalui De Javasche Bank menerbitkan uang kertas seri wayang orang dan pada 1942, Hindia Belanda runtuh dikalahkan Jepang. Pada 1943, Pemerintah Pendudukan Jepang menerbitkan uang kertas seri wayang Arjuna dan Gatotkoco dan 1945, Jepang terusir dari Indonesia oleh pihak Sekutu. Pada 1964, Presiden Soekarno mengeluarkan uang kertas baru seri wayang dengan pecahan Rp1 dan Rp2,5 dan 1965 menjadi awal keruntuhan pemerintahannya menyusul peristiwa G30S/PKI.

Perintah pertama Presiden Soekarno saat dipilih sebagai presiden pertama RI, bukanlah membentuk sebuah kabinet atau menandatangani sebuah dekret, melainkan memanggil tukang sate! Itu dilakukannya dalam perjalanan pulang, setelah terpilih secara aklamasi sebagai presiden. Kebetulan di jalan bertemu seorang tukang sate bertelanjang dada dan nyeker (tidak memakai alas kaki). “Sate ayam lima puluh tusuk!”, perintah Presiden Soekarno. Disantapnya sate dengan lahap dekat sebuah selokan yang kotor. Dan itulah, perintah pertama pada rakyatnya sekaligus pesta pertama atas pengangkatannya sebagai pemimpin dari 70 juta jiwa lebih rakyat dari sebuah negara besar yang baru berusia satu hari.

Kita sudah mengetahui, hubungan antara Bung Karno dan Belanda tidaklah mesra. Tetapi Belanda pernah memberikan kenangan yang tak akan pernah dilupakan oleh Bung Karno. Enam hari menjelang Natal 1948, Belanda memberikan hadiah Natal di Minggu pagi, saat orang ingin pergi ke gereja, berupa bom yang menghancurkan atap dapurnya. Hari itu, 19 Desember 1948, ibu kota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda.

Sutan Sjahrir, mantan Perdana Menteri RI pertama, menjadi orang Indonesia yang memiliki prestasi “luar biasa” dan tidak akan pernah ada yang menandinginya. Waktu beliau wafat 1966 di Zurich, Swiss, statusnya sebagai tahanan politik. Tetapi waktu dimakamkan di Jakarta beberapa hari kemudian, statusnya berubah sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Sumber: http://yulian.firdaus.or.id/2003/08/12/fakta-seputar-proklamasi/
Thanks to: Andri

Edisi 05/02 - 05/Apr/1997
Analisa & Peristiwa
PIDATO PRESIDEN SUKARNO "NAWAKSARA"
Di depan Sidang Umum ke-IV MPRS
pada tanggal 22 Juni 1966

Saudara-saudara sekalian,
I. RETROSPEKSI
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah, maka pagi ini saya berada di muka Sidang Umum MPRS yang ke-lV. Sesuai dengan Ketetapan MPRS No.I/1960 yang memberikan kepada diri saya, Bung Karno, gelar Pemimpin Besar Revolusi dan kekuasaan penuh untuk melaksanakan Ketetapan-ketetapan tersebut, maka dalam Amanat saya hari ini saya ingin mengulangi lebih dulu apa yang pernah saya kemukakan dalam Amanat saya di muka Sidang Umum ke-ll MPRS pada tanggal 15 Mei 1963, berjudul "Ambeg Parama-Arta" tentang hal ini:

1. Pengertian Pemimpin Besar Revolusi.
Dalam pidato saya "Ambeg Parama-Arta" itu, saya berkata: "MPRS telah memberikan KEKUASAAN PENUH kepada saya untuk melaksanakannya, dan dalam memberi kekuasaan penuh kepada saya itu, MPRS menamakan saya bukan saja Presiden, bukan saja Panglima Tertinggi Angkatan Perang, tetapi mengangkat saya juga menjadi: "PEMIMPIN BESAR REVOLUSI INDONESIA".
Saya menerima pengangkatan itu dengan sungguh rasa terharu, karena MPRS sebagai Perwakilan Rakyat yang tertinggi di dalam Republik Indonesia, menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa saya adalah "Pemimpin Besar Revolusi Indonesia", yaitu: "PEMIMPIN BESAR REPUBLIK RAKYAT INDONESIA"!
Dalam pada itu, saya sadar, bahwa hal ini bagi saya membawa konsekuensi yang amat besar! Oleh karena seperti Saudara-saudara juga mengetahui, PEMIMPIN membawa pertanggungan-jawab yang amat berat sekali!!
"Memimpin" adalah lebih berat daripada sekedar "Melaksanakan". "Memimpin" adalah lebih berat daripada sekedar menyuruh melaksanakan"!
Saya sadar, lebih daripada yang sudah-sudah, setelah MPRS mengangkat saya menjadi "Pemimpin Besar Revolusi", bahwa kewajiban saya adalah amat berat sekali, tetapi Insya Allah S.W.T. saya terima pengangkatan sebagai "Pemimpin Besar Revolusi" itu dengan rasa tanggung jawab yang setinggi-tingginya!
Saya Insya Allah, akan beri pimpinan kepada Indonesia, kepada Rakyat Indonesia, kepada Saudara-saudara sekalian, secara maksimal di bidang pertanggungan-jawab dan kemampuan saya. Moga-moga Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Murah, dan Maha Asih, selalu memberikan bantuan kepada saya secukup-cukupnya!
Sebaliknya, kepada MPRS dan kepada Rakyat Indonesia sendiri, hal ini pun membawa konsekuensi! Tempohari saya berkata: "Jikalau benar dan jikalau demikianlah Keputusan MPRS, yang saya diangkat menjadi Pemimpin Revolusi Besar Indonesia, Revolusi Rakyat Indonesia, maka saya mengharap seluruh Rakyat, termasuk juga segenap Anggota MPRS, untuk selalu mengikuti, melaksanakan, menfi'ilkan segala apa yang saya berikan dalam pimpinan itu! Pertanggungan-jawab yang MPRS, sebagai Lembaga Tertinggi Republik Indonesia letakkan di atas pundak saya, adalah suatu pertanggungan-jawab yang berat sekali, tetapi denganridha Allah S.W.T. dan dengan bantuan seluruh Rak yat Indonesia, termasuk di dalanlnya juga Saudara-saudara para Anggota MPRS sendiri, saya percaya, bahwa Insya Allah, apa yang digariskan oleh Pola Pembangunan itu dalam 8 tahun akan terlaksana!
Demikianlah Saudara-saudara sekalian beberapa kutipan daripada Amanat "Ambeg Parama-Arta".
Saudara-saudara sekalian,
Dari Amanat "Ambeg Parama-Arta" tersebut, dapatlah Saudara ketahui, bagaimana visi serta interpretasi saya tentang predikat Pemimpin Besar Revolusi yang Saudara-saudara berikan kepada saya.
Saya menginsyafi, bahwa predikat itu adalah sekedar gelar, tetapi saya pun - dan dengan saya semua ketentuan-ketentuan progresif revolusioner di dalam masyarakat kita yang tak pernah absen dalam kancahnya Revolusi kita - saya pun yakin seyakin-yakinnya, bahwa tiap Revolusi mensyarat-mutlakkan adanya Pimpinan Nasional. Lebih-lebih lagi Revolusi Nasional kita yang multi-kompleks sekarang ini, dan yang berhari depan Sosialisme Panca-Sila. Revolusi demikian ta' mungkin tanpa adanya pimpinan. Dan pimpinan itu jelas tercermin dalam tri-kesatuannya Re-So-Pim, yaitu Revolusi, Sosialisme, dan Pimpinan Nasional.

2. Pengertian Mandataris MPRS.
Karena itulah, maka pimpinan yang saya berikan itu adalah pimpinan di segala bidang. Dan sesuai dengan pertanggungan-jawab saya terhadap MPRS, pimpinan itu terutarna menyangkut garis-garis besarnya. Ini pun adalah sesuai dan sejalan dengan kemurnian bunyi aksara dan jiwa Undang-Undang Dasar '45, yang menugaskan kepada MPRS untuk menetapkan garis-garis besar haluan Negara. Saya tekankan garis-garis besarnya saja dari haluan Negara. Adalah tidak sesuai dengan jiwa dan aksara kemurnian Undang-Undang Dasar '45, apabila MPRS jatuh terpelanting kembali ke dalam alam Liberale democratie, dengan beradu debat dengan bertele-tele tentang garis-garis kecil, di mana masing-masing golongan beradu untuk memenangkan kepentingan-kepentingan golongan dan mengalahkan kepentingan nasional, kepentingan Rakyat banyak, kepentingan Revolusi kita!
Pimpinan itu pun saya dasarkan kepada jiwa Panca-Sila, yang telah kita pancarkan bersama dalam Manipol-Usdek sebagai garis-garis besar haluan Negara. Dan lebih-lebih mendalam lagi, maka saya telah mendasarkan pimpinan itu kepada Sabda Rasulullah S.A.W.: "Kamu sekalian adalah Pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungan-jawabnya tentang kepemimpinan itu di hari kemudian."
Saudara-saudara sekalian,
Itulah jiwa daripada pimpinan saya, seperti yang telah saya nyatakan dalam Amanat "Ambeg Parama-Arta" tersebut tadi. Dan Saudarasaudara telah membenarkan amanat itu, terbukti dengan Ketetapan MPRS No.IV/1963, yang menjadikan Resopim dan Ambeg Parama-Arta masing-masing sebagai pedoman pelaksanaan garis-garis besar haluan Negara, dan sebagai landasan kerja dalam melaksanakan Konsepsi Pembangunan seperti terkandung dalam Ketetapan MPRS No.l dan 11 tahun 1960.

3. Pengertian Presiden seumur hidup
Malahan dalam Sidang Umum MPRS ke-ll pada bulan Mei tahun 1963 itu Saudara-saudara sekalian telah menetapkan saya menjadi Presiden se-umur-hidup. Dan pada waktu itu pun saya telah menjawab keputusan Saudara-saudara itu dengan kata-kata: "Alangkah baiknya jikalau nanti MPR, yaitu MPR hasil pemilihan-umum, masih meninjau soal ini kembali." Dan sekarang ini pun saya masih tetap berpendapat demikian!

II. LANDASAN-KERJA MELANJUTKAN PEMBANGUNAN.
Kembali sekarang sebentar kepada Amanat "Ambeg Parama-Arta" tersebut tadi itu. Amanat itu kemudian disusul dengan amanat saya "Berdikari" pada pembukaan Sidang Umum MPRS ke-lll pada tanggal 11 April 1965, di mana dengan tegas saya tekankan tiga hal:
 
1. Trisakti.
Pertama :
bahwa Revolusi kita mengejar suatu Idee Besar, yakni melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat; Amanat Penderitaan Rakyat seluruhnya, seluruh rakyat sebulat-bulatnya.
Kedua :
bahwa Revolusi kita berjoang mengemban Amanat Penderitaan Rakyat itu dalam persatuan dan kesatuan yang bulat-menyeluruh dan hendaknya jangan sampai watak Agung Revolusi kita, diselewengkan sehingga mengalami dekadensi yang hanya mementingkan golongann-ya sendiri saja, atau hanya sebagian dari Ampera saja!
Ketiga :
bahwa kita dalam melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat itu tetap dan tegap berpijak dengan kokoh-kuat atas landasan Trisakti, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam ekonomi; sekali lagi berdikari dalam ekonomi!
Saya sangat gembira sekali, bahwa Amanat-amanat saya itu dulu, baik "Ambeg Parama-Arta", maupun "Berdikari" telaK Saudara-saudara tetapkan sebagai landasan-kerja dan pedoman pelaksanaan Pembangunan Nasional Semesta Berencana untukmasa 3 tahun yang akan datang, yaitu sisa jangka-waktu tahapan pertama mulai tahun 1966 s/d 1968 dengan landasan "Berdikari di atas Kaki Sendiri" dalam ekonomi. Ini berarti, bahwa Lembaga Tertinggi dalam Negara kita, Lembaga Tertinggi dari Revolusi kita, Lembaga Negara Tertinggi yang menurut kemurnian jiwa dan aksaranya UUD-Proklamasi kita adalah penjelmaan kedaulatan Rakyat, membenarkan Amanat-amanat saya itu. Dan tidak hanya membenarkan saja, melainkan juga menjadikannya sebagai landasan-kerja serta pedoman bagi kita-semua, ya bagi Presiden/Mandataris MPRS/Perdana Menteri ya, bagi MPRS sendiri, ya bagi DPA, ya bagi DPR, ya bagi Kabinet, ya bagi parpol-parpol dan ormas-ormas, ya bagi ABRI, dan bagi seluruh Rakyat kita dari Sabang sampai Merauke, dalam mengemban bersama Amanat Penderitaan Rakyat.
Memang, di dalam situasi nasional dan internasional dewasa ini, maka Trisakti kita, yaitu berdaulat dan bebas dalam politik, berkepribadian dalam kebudayaan, berdikari di bidang ekonomi, adalah senjata yang paling ampuh di tangan seluruh rakyat kita, di tangan prajuritprajurit Revolusi kita, untuk menyelesaikan Revolusi Nasional kita yang maha dahsyat sekarang ini.

2. Rencana Ekonomi Perjoangan.
Terutama prinsip Berdikari di bidang ekonomi! Sebab dalam keadaan perekonomian bagaimanapun sulitnya, saya minta jangan dilepaskan jiwa "self-reliance" ini, jiwa percaya kepada kekuatan-diri-sendiri, jiwa self-help atau jiwa berdikari. Karenanya, maka dalam melaksanakan Ketetapan-ketetapan MPRS No.V dan Vl tahun 1965 yang lalu, saya telah meminta Bappenas dengan bantuan dan kerja sama dengan Muppenas, untuk menyusun garis-garis lebih lanjut daripada Pola Ekonomi Perjoar gan seperti yang telah saya canangkan dalam Amanat Berdikari tahun yang lalu.
Garis-garis Ekonomi Perjoangan tersebut telah selesai, dan saya lampirkan bersama ini Ikhtisar Tahunan tentang pelaksanaan Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960. Di dalamnya Saudara-saudara akan memperoleh gambaran tentang Strategi Umum Pembangunan 2 tahun 1966-1968, yaitu Pra-syarat Pembangunan, dan pola Pembiayaan tahun 1966 s/d 1968 melalui Rencana Anggaran 3 tahun.

3. Pengertian Berdikari.
Khusus mengenai Prinsip Berdikari ingin saya tekankan apa yang" telah saya nyatakan dalam pidato Proklamasi 17 Agustus 1965, yaitu pidato Takari, bahwa berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama internasional, terutama antara semua negara yang baru merdeka.
Yang ditolak oleh Berdikari adalah ketergantungan kepada imperialis, bukan kerja sama yang sama-derajat dan saling me nguntungkan.
Dan di dalam Rencana Ekonomi Perjoangan yang saya sampaikan bersama ini, maka Saudara-saudara dapat membaca bahwa: "Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan Pembangunan dengan tidak menyandarkan diri kepada bantuan negara atau bangsa lain. Adalah jelas, bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau kerja sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan."
Dalam rangka pengertian politik Berdikari demikian inilah, kita harus menanggulangi kesulitan-kesulitan di bidang Ekubang kita dewasa ini, baik yang hubungan dengan inflasi maupun yang hubungan dengan pembayaran hutang-hutang luar negeri kita.

III. HUBUNGAN POLITIK DAN EKONOMI
Masalah Ekubang tidak dapat dilepaskan dari masalah politik, malahan harus didasarkan atas Manifesto Politik kita.
Dekon kita pun adalah Manipohdi bidang ekonomi, atau dengan lain perkataan "political-economy"-nya pembangunan kita. Dekon merupakan strategi-umum, dan strategi-umum di bidang pembangunan 3 tahun di depan kita, yaitu tahun 1966--1968, didasarkan atas pemeliharaan hubungan yang tepat antara keperluan untuk melaksanakan tugas politik dan tugas ekonomi. Demikianlah tugas politik-keamanan kita, politik-pertahanan kita, politik dalam-negeri kita, politik luar-negeri kita dan sebagainya.

IV. DETAIL KE-DPR
Detail dari tugas-tugas ini kiranya tidak perlu diperbincangkana dalam Sidang Umum MPRS, karena tugas MPRS ialah menyangkut garisgaris besarnya saja. Detailnya seyogyanya ditentukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR, dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945.


V. TETAP DEMOKRASI TERPIMPIN
Sekalipun demikian perlu saya peringatkan di sini, bahwa UndangUndang Dasar 1945 memungkinkan Mandataris MPRS bertindak lekas dan tepat dalam keadaan darurat demi keselamatan Negara, Rakyat dan Revolusi kita.
Dan sejak Dekrit 5 Juli 1959 dulu itu, Revolusi kita terus meningkat dan bergerak cepat, yang mau-tidak-mau mengharuskan semua Lembaga-lembaga Demokrasi kita untuk bergerak cepat pula tanpa menyelewengkan Demokrasi Terpimpin kita ke arah Demokrasi Liberal.

VI. MERINTIS JALAN KE ARAH PEMURNIAN PELAKSANAAN UUD 1945
Dalam rangka merintis jalan ke arah kemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 itulah, saya dengan surat saya tertanggal 4 Mei 1966 kepada Pimpinan DPRGR memajukan:
1. RUU Penyusunan MPR, DPR dan DPRD.
2. RUU Pemilihan Umum.
3. Penetapan Presiden No.3 tahun 1959 jo. Penetapan Presiden No.3 tahun 1966 untuk diubah menjadi Undang-Undang supaya DPA dapat ditetapkan menurut pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.

0. WEWENANG MPR DAN MPRS
Tidak lain harapan saya ialah hendaknya MPRS dalam rangka pemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 itu menyadari apa tugas dan fungsinya, juga dalam hubungan-persamaan dan perbedaannya dengan MPR hasil pemilihan-umum nanti.
Wewenang MPR selaku pelaksanaan kedaulatan Rakyat adalah menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara (pasal 3 UUD), serta memilih Presiden dan Wakil Presiden (pasal 6 UUD ayat 2).
Undang-Undang Dasar serta garis-garis besar haluan Negara telah kita tentukan bersama, yaitu Undang-Undang Dasar Proklamasi 1945 dan Manipol/Usdek.

0. KEDUDUKAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Undang-Undang Dasar 1945 itu menyebut pemilihan jabatan Presiden dan Wakil Presiden, masa jabatannya serta isi-sumpahnya dalam satu nafas, yang tegas bertujuan agar terjamin kesatuan-pandangan, kesatuan-pendapat, kesatuan-pikiran dan kesatuan-tindak antara Presiden dan Wakil Presiden, yang membantu Presiden (pasal 4 ayat 2 UUD).
Dalam pada itu, Presiden memegang dan menjalankan tugas, wewenang dan kekuasaan Negara serta Pemerintahan. (pasal 4, 5, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, ayat 2).
Jiwa kesatuan antara kedua pejabat Negara ini, serta pembagian tugas dan wewenang seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945 hendaknya kita sadari sepenuhnya.

0. PENUTUP
Demikian pula hendaknya kita semua, di luar dan di dalam MPRS menyadari sepenuhnya perbedaan dan persamaannya antara MPRS sekarang, dengan MPR-hasil-pemilihan-umum yang akan datang, agar supaya benar-benar kemurnian pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dapat kita rintis bersama, sambil membuka lembaran baru dalam sejarah kelanjutan Revolusi Panca-Sila kita.
Demikianlah Saudara-saudara, teks laporan progress saya kepadaMPRS. lzinkanlah saya sekarang mengucapkan beberapa patah kata pribadi kepada Saudara-saudara, terutama sekali mengenai pribadi saya.
Lebih dahulu tentang hal laporan progress ini.
Laporan progress itu saya simpulkan dalam sembilan pasal, sembilan golongan, sembilan punt. Maka oleh karena itu saya ingin memberi judul kepada amanat saya tadi itu. Sebagaimana biasa saya memberi judul kepada pidato-pidato saya, ada yang bernama Resopim, ada yang bernama Gesuri dan lain-lain sebagainya. Amanat saya ini, saya beri judul apa? Sembilan perkara, pokok, pokok, pokok, pokok, saya tuliskan di dalam Amanat ini. Karena itu saya ingin memberi nama kepada Amanat ini, kepada pidato ini "Pidato Sembilan Pokok". Sembilan, ya sembilan apa? Kita itu biasa memakai bahasa Sanskrit kalau memberi nama kepada amanat-amanat, bahkan kita sering memakai perkataan Dwi, Tri, Tri Sakti, dua-duanya perkataan Sanskrit. Catur Pra Setia, catur-empat setia, kesetiaan, Panca Azimat, Panca adalah lima. Ini sembilan pokok; ini saya namakan apa?
Sembilan di dalam bahasa Sanskrit adalah "Nawa". Eka, Dwi, Tri, Catur, Panca, enam-yam, tujuh-sapta, delapan-hasta, sembilan-nawa, sepuluh-dasa. Jadi saya mau beri nama dengan perkataan "Nawa". "Nawa" apa? Ya, karena saya tulis, saya mau beri nama "NAWA AKSARA", dus "NAWA iAKSARA" atau kalau mau disingkatkan "NAWAKSARA". Tadinya ada orang yang mengusulkan diberi nama "Sembilan Ucapan Presiden". "NAWA SABDA". Nanti kalau saya kasih nama Nawa Sabda, ada saja yang salah-salah berkata: "Uh, uh, Presiden bersabda". Sabda itu seperti raja bersabda. Tidak, saya tidak mau memakai perkataan "sabda" itu, saya mau memakai perkataan "Aksara"; bukan dalam arti tulisan, jadi ada aksara latin, ada aksara Belanda dan sebagainya. NAWA AKSARA atau NAWAKSARA, itu judul yang saya berikan kepada pidato ini. Saya minta wartawan-wartawan mengumumkan hal ini, bahwa pidato Presiden dinamakan oleh Presiden NAWAKSARA . ,
Kemudian saya mau menyampaikan beberapa patah kata mengenai diri saya sendiri. Saudara-saudara semua mengetahui, bahwa tatkala saya masih muda, masih amat muda sekali, bahwa saya miskin dan oleh karena saya miskin, maka demikianlah saya sering ucapkan: "Saya tinggalkan this material world. Dunia jasmani sekarang ini laksana saya tinggalkan, karena dunia jasmani ini tidak memberi hiburan dan kepuasan kepada saya, oleh karena saya miskin." Maka saya meninggalkan dunia jasmani ini dan saya masuk katagori dalam pidato dan keterangan-keterangan yang sering masuk ke dalam world of the mind. Saya meninggalkan dunia yang material ini, saya masuk di dalam world of the mind. Dunianya alam cipta, dunia khayal, dunia pikiran. Dan telah sering saya katakan, bahwa di dalam wolrd of the mind itu, di situ saya berjumpa dengan orang-orang besar dari segala bangsa dan segala negara. Di dalam world of the mind itu saya berjumpa dengan nabi-nabi besar; di dalam world of the mind itusaya berjumpa dengan ahli falsafah, ahli falsafah besar. Di dalam world of the mind itu saya berjumpa dengan pemimpin-pemimpin bangsa yang besar, dan di dalam world of the mind itu saya berjumpa dengan pejuang-pejuang kemerdekaan yang berkaliber besar.
Saya berjumpa denganorang-orang besar ini, tegasnya, jelasnya dari membaca buku-buku. Salah satu pemimpin besar daripada sesuatu bangsa yang berjuang untuk kemerdekaan, ia mengucapkan kalimat sebagai berikut: "The cause of freedom is a deathless cause. The cause of freedom is a deathless cause. Perjuangan untuk kemerdekaan adalah satu perjuangan yang tidak mengenal mati. The cause of freedom is a deathless cause.
Sesudah saya baca kalimat itu dan renungkan kalimat itu, bukan saja saya tertarik kepada cause of freedom daripada bangsa saya sendiri dan bukan saja saya tertarik pada cause of freedom daripada seluruh umat manusia di dunia ini, tetapi saya, karena tertarik kepada cause of freedom ini saya menyumbangkan diriku kepada deathless cause ini, deathless cause of my own people, deathless cause of all people on this. Dan lantas saya mendapat keyakinan, bukan saja the cause of freedom is a deathless cause, tetapi juga the service of freedom is a deathless service. Pengabdian kepada perjuangan kemerdekaan, pengabdian kepada kemerdekaan itupun tidak mengenal maut, tidak mengenal habis. Pengabdian yang sungguh-sungguh pengabdian, bukan service yang hanya lip-service, tetapi service yang betul-betul masuk di dalam jiwa, service yang betul-betul pengabdian, service yang demikian itu adalah satu deathless service.
Dan saya tertarik oeh saya punya pendapat sendiri, pendapat pemimpin besar daripada bangsa yang saya sitir itu tadi, yang berkata "the cause of freedom is deathless cause". Saya berkata "not only the cause of freedom is deathless cause, but also the service of freedom is a deatheless service".
Dan saya, Saudara-saudara, telah memberikan, menyumbangkan atau menawarkan diri saya sendiri, dengan segala apa yang ada pada saya ini, kepada service of freedom, dan saya sadar sampai sekarang: the service of freedom is deathless service, yang tidak mengenal akhir, yang tidak mengenal mati. Itu adalah tulisan isi hati. Badan manusia bisa hancur, badan manusia bisa dimasukkan di dalam kerangkeng, badan manusia bisa dimasukkan di dalam penjara, badan manusia bisa ditembak mati, badan manusia bisa dibuang ke tanah pengasingan yang jauh dari tempat kelahirannya, tetapi ia punya service of freedom tidak bisa ditembak mati, tidak bisa dikerangkeng, tidak bisa dibuang di tempat pengasingan, tidak bisa ditembak mati.
Dan saya beritahu kepada Saudara-saudara, menurut perasaanku sendiri, saya, Saudara-saudara, telah lebih daripada tiga puluh lima tahun, hampir empat tahun dedicate myself to this service of freedom. Yang saya menghendaki supaya seluruh, seluruh, seluruh rakyat Indonesia masing-masing juga dedicate jiwa raganya kepada service of freedom ini, oleh karena memang service of freedom ini is a deathless service. Tetapi akhirnya segala sesuatu adalah di tangannya Tuhan. Apakah Tuhan memberi saya dedicate myself, my all to this service of freedom, itu adalah Tuhan punya urusan.
Karena itu maka saya terus, terus, terus selalu memohon kepada Allah S.W.T., agar saya diberi kesempatan untuk ikut menjalankan aku punya service of freedom ini. Tuhan yang menentukan. De mens wikt, God beslist; manusia bisa berkehendak ,macam-macam Tuhan yang menentukan. Demikianpun saya selalu bersandarkan kepada keputusan Tuhan itu. Cuma saya juga di hadapan Tuhan berkata: Ya Allah, ya Rabbi, berilah saya kesempatan, kekuatan, taufik, hidayat untuk dedicate my self to this great cause of freedom and to this great service.
Inilah Saudara-saudara yang saya hendak katakan kepadamu;dalam saya pada hari seka~ang ini memberi laporan kepadamu. Moga-moga Tuhan selalu memimpin saya, moga-moga Tuhan selalu memimpin Saudara-saudara sekalian. Sekianlah.
 
BIOGRAFI
 
BIODATA BUNG KARNO NO BIO 1 Nama Ir. Soekarno 2 Nama Panggilan Bung Karno 3 Nama Kecil Kusno 4 Lahir Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 5 Meninggal Jakarta, 21 Juni 1970 6 Makam Blitar, Jawa Timur 7 Gelar (Pahlawan) Proklamator 8 Jabatan Presiden RI Pertama (1945-1966) 9 Isteri da anak-anaknya 1. Isteri Fatmawati, anak: Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh 2. Isteri Hartini, anak: Taufan dan Bayu 3. Isteri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto, anak: Kartika. 10 Ayah Raden Soekemi Sosrodihardjo 11 Ibu Ida Ayu Nyoman Rai 12 Pendidikan 1. HIS di Surabaya (indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam) 2. HBS (Hoogere Burger School) lulus tahun 1920 3. THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB) di Bandung lulus 25 Mei 1926 13 Ajaran Marhaenisme 14 Kegiatan Politik Mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia) pada 4 Juli 1927 15 Pengalaman hidup - Dipenjarakan di Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929 - Bergabung memimpin Partindo (1931) - Dibuang ke Ende, Flores tahun 1933 dan Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu. - Merumuskan Pancasila 1 Juni 1945 - Bersama Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945

Bung Karno

Bung Karno
Lukisan Wajah Bung Karno

BUNG KARNO SEBAGAI GURU BANGSA

Bung Karno sebagai Guru Bangsa


Oleh Baskara T Wardaya
http://gobungkarno.blogspot.com/


Di antara banyak predikat yang telah diberikan kepada Bung Karno, patutlah kiranya pada peringatan ulang tahunnya yang ke-102 ini ia juga dikenang sebagai guru bangsa. Sebagai pencetus maupun komunikator, banyak pemikiran penting telah menjadi sumbangan pendidikan tak terhingga bagi negara-bangsa ini.

Layaknya seorang guru yang cakap, ia mampu menyampaikan gagasan-gagasan penting dengan lancar, penuh imajinasi, dan komunikatif. Di tangannya, topik-topik bahasan yang sebenarnya berat menjadi gampang dicerna, mudah dipahami masyarakat luas.

Ingat, misalnya, saat secara berkala pada tahun 1958-1959 ia memberikan rangkaian "kuliah" guna menjelaskan kembali sila demi sila dari Pancasila sebagai dasar negara, masing-masing satu sila setiap kesempatan "tatap muka." Pada 26 Mei 1958 ia memulai rangkaian itu dengan memberi kuliah tentang pengertian umum Pancasila. Setelah menyampaikan penjelasan tentang berbagai bentuk kapitalisme dan perlawanan terhadapnya, ia menekankan bahwa Pancasila bukan hanya merupakan pandangan hidup, melainkan juga alat pemersatu bangsa.

Kuliah pembukaan itu disusul kuliah-kuliah serupa lain yang biasanya diadakan di Istana Negara dan disiarkan langsung melalui radio ke seluruh penjuru Tanah Air. Berbeda dengan pidato-pidato Bung Karno di depan massa yang biasanya berapi-api membakar semangat rakyat, kuliah-kuliah ini berjalan lebih rileks dan komunikatif.

Dengan kuliah-kuliah itu tampaknya Bung Karno ingin sekaligus mengingatkan, Istana Negara bukan tempat sangar atau sakral yang hanya boleh dimasuki presiden dan pejabat maha penting negeri ini, tetapi Istana milik rakyat, tempat masyarakat belajar mengenai banyak hal, termasuk dasar negara. Ia ingin menjadikan Istana (dan mungkin Indonesia umumnya) sebagai "ruang kuliah" di mana terselenggara proses belajar-mengajar antara masyarakat dan pemimpinnya.

Teori dan praksis

Dari teori-teori filsafat dan politik serta acuan-acuan historis yang digunakan dalam mengurai sila-sila Pancasila, tampak pengetahuan Soekarno amat luas dan dalam. Dalam uraian-uraiannya, tidak jarang ia menyitir pikiran Renan, Confusius, Gandhi, atau Marx. Dengan begitu, ia seolah ingin menunjukkan dan memberi contoh, tiap warga negara perlu terus memperluas pengetahuannya. Meski ia sendiri sebenarnya dididik sebagai orang teknik, namun amat akrab dengan ilmu-ilmu sosial, terutama filsafat, sejarah, politik, dan agama.

Dalam salah satu kuliahnya Bung Karno menyinggung kembali pertemuan dan dialognya dengan petani miskin Marhaen. Dialog sendiri sudah berlangsung jauh sebelumnya, tetapi ia masih mampu mengingat dan menggambarkan amat jelas. Ini menandakan, Soekarno menaruh perhatian pada perjumpaannya dengan wong cilik, rakyat jelata, dan ingin menjadikannya sebagai titik tolak perjuangan bersama guna membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu kemiskinan dan ketidakadilan. Baginya retorika memperjuangkan rakyat yang tidak disertai perjumpaan-perjumpaan langsung dengan rakyat adalah omong kosong.

Dengan kata lain, sebagai guru bangsa ia tak suka hanya berkutat di dunia teori, tetapi juga menceburkan diri ke realitas kehidupan sehari-hari bangsanya. Bung Karno selalu berupaya keras mempertemukan "buku" dengan "bumi," menatapkan teori-teori sosial-politik dengan realitas keseharian manusia Indonesia yang sedang ia perjuangkan.

Bung Karno terus mempererat kaitan teori dan praksis, refleksi dan aksi. Mungkin inilah salah satu faktor yang membedakannya dari pemimpin lain, baik yang sezamannya maupun sesudahnya.

Perlu diingat, lepas dari apakah orang setuju atau tidak dengan uraian dan gagasannya, satu hal tak dapat diragukan tentang Soekarno: ia bukan seorang pejabat yang korup. Sulit dibayangkan, Soekarno suka menduduki posisi-posisi tertentu di pemerintahan karena ingin mencuri uang rakyat atau menumpuk kekayaan untuk diri sendiri.

Perjuangan Soekarno adalah perjuangan tulus, yang disegani bahkan oleh orang-orang yang tak sepaham dengannya. Karena itu, tak mengherankan betapapun ruwetnya ekonomi Indonesia di bawah pemerintahaannya, tak terlihat kecenderungan pejabat-pejabat pemerintah di zaman itu yang tanpa malu korupsi atau berkongkalikong menjual sumber-sumber alam milik rakyat.

Absennya guru-guru lain

Bagaimanapun juga, sebagai seorang manusia Bung Karno bukan tanpa kelemahan. Dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara, misalnya, ia tampak "menikmati" posisinya sehingga ada kesan ia tak lagi menempatkan diri sebagai seorang pelayan publik dalam tata masyarakat demokratis. Sebagai presiden seharusnya ia menyadari kedudukannya sebagai seseorang yang menjabat sejauh rakyat memberi mandat padanya, itu pun disertai batasan masa jabatan tertentu.

Rupanya Bung Karno tidak terlalu menghiraukan hal itu. Karenanya ketika tahun 1963 diangkat sebagai presiden seumur hidup, ia tidak menolak.

Sebagai seorang guru yang memandang negerinya sebagai sebuah "ruang kuliah" raksasa dan rekan-rekan sebangsanya sebagai "murid-murid" yang patuh, terkesan Bung Karno tak memerlukan adanya "guru-guru" lain. Ia tak keberatan akan keberadaan mereka, tetapi-sadar atau tidak-"gaya mengajar"-nya mendorong tokoh-tokoh lain yang potensial untuk juga menjadi guru bangsa terpaksa menyingkir atau tersingkir.

Kita belum lupa ketika pada 1 Desember 1956 Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden. Kita juga masih ingat bagaimana orang-orang dekat Bung Karno-seperti Sjahrir, Amir Syarifuddin, Tan Malaka, Moh Natsir, dan lainnya-satu per satu menjauh darinya.

Pada pertengahan 1950-an rupanya perhatian Bung Karno yang begitu besar kepada posisinya sendiri membuatnya kurang menyadari bahwa dampak Perang Dingin telah kian jauh merasuki Indonesia. Kemenangan PKI dalam Pemilu 1955 dan pemilu daerah tahun 1957, misalnya, telah benar-benar mempengaruhi perhatian dan kebijakan para pelaku utama Perang Dingin terhadap Indonesia.

Di satu pihak, Cina dan Uni Soviet menyambut kemenangan itu dengan gembira karena menandakan kian meluasnya komunisme di Indonesia. Di lain pihak, bagi AS dan sekutunya, kemenangan itu meningkatkan ketakutan mereka bahwa Indonesia akan "lepas" dari lingkaran pengaruh Barat. Dalam pola pikiran teori domino, lepasnya Indonesia akan berarti terancamnya kepentingan-kepentingan Barat di Asia Tenggara.

Sedikit demi sedikit panggung ketegangan pun dibangun. Tahun 1965-1966 panggung itu dijadikan arena pertarungan berdarah antara PKI dan unsur-unsur bersenjata yang didukung Barat. Bung Karno sadar, tetapi terlambat. Dengan gemetar ia terpaksa menyaksikan ratusan ribu rakyat yang ia cintai dibantai secara terencana dan brutal.

Sedikit demi sedikit ia dijepit. Akhirnya guru bangsa yang besar ini disingkirkan dari panggung kekuasaan. Ia pun wafat sebagai seorang tahanan politik yang miskin, di negeri yang kemerdekaannya dengan gigih ia perjuangkan.

Akhir hidup Bung Karno memang memilukan. Tetapi ajaran-ajarannya sebagai guru bangsa tetap relevan dan penting untuk negara-bangsa ini. Orang dapat belajar tidak hanya dari apa yang dikatakan, tetapi juga dari tindakan, berikut keunggulan dan kelemahannya. Kita berharap kaum muda negeri ini tak jemu untuk terus belajar dari sejarah, termasuk dari Bung Karno sebagai guru bangsa. (*Dr Baskara T Wardaya SJ Mengajar di Jurusan Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta). ► e-ti

Mesra

Mesra
Jiwa yang harmonis dengan alam

Gerakan Politik Revolusioner


Fase pertama pemerintahan Presiden Soekarno (1945-1959) diwarnai semangat revolusioner, serta dipenuhi kemelut politik dan keamanan. Belum genap setahun menganut sistem presidensial sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945, pemerintahan Bung Karno tergelincir ke sistem semi parlementer. Pemerintahan parlementer pertama dan kedua dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Pemerintahan Sjahrir dilanjutkan oleh PM Muhammad Hatta yang merangkap Wakil Presiden.


Kepemimpinan Bung Karno terus menerus berada di bawah tekanan militer Belanda yang ingin mengembalikan penjajahannya, pemberontakan-pemberontakan bersenjata, dan persaingan di antara partai-partai politik. Sementara pemerintahan parlementer jatuh-bangun. Perekonomian terbengkalai lantaran berlarut-larutnya kemelut politik.


Ironisnya, meskipun menerima sistem parlementer, Bung Karno membiarkan pemerintahan berjalan tanpa parlemen yang dihasilkan oleh pemilihan umum. Semua anggota DPR (DPGR) dan MPR (MPRS) diangkat oleh presiden dari partai-partai politik yang dibentuk berdasarkan Maklumat Wakil Presiden, tahun 1945.


Demi kebutuhan membentuk Badan Konstituante untuk menyusun konstitusi baru menggantikan UUD 1945, Bung Karno menyetujui penyelenggaraan Pemilu tahun 1955, pemilu pertama dan satu-satunya Pemilu selama pemerintahan Bung Karno. Pemilu tersebut menghasilkan empat besar partai pemenang yakni PNI, Masjumi, NU dan PKI.


Usai Pemilu, Badan Konstituante yang disusun berdasarkan hasil Pemilu, mulai bersidang untuk menyusun UUD baru. Namun sidang-sidang secara marathon selama lima tahun gagal mencapai kesepakatan untuk menetapkan sebuah UUD yang baru.


Menyadari bahwa negara berada di ambang perpecahan, Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup.


Pemerintahan parlementer yang berpegang pada UUD Sementara, juga jatuh dan bangun oleh mosi tidak percaya. Akibatnya, kondisi ekonomi morat-marit. Sementara itu, para pemimpin Masjumi dan PSI terlibat dalam pemberontakan PRRI/Permesta. Kemudian, Bung Karno membubarkan kedua partai tersebut.


Pada fase kedua kepemimpinannya, 1959-1967, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPRGR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM.


Namun di tengah tingginya persaingan politik Nasakom itu, pada tahun 1963, bangsa ini berhasil membebaskan Irian Barat dari cengkraman Belanda. Saat itu yang menjadi Panglima Komando Mandala (pembebasan Irja) adalah Mayjen Soeharto.


Tahun 1964-965, Bung Karno kembali menggelorakan semangat revolusioner bangsanya ke dalam peperangan (konfrontasi) melawan Federasi Malaysia yang didukung Inggris.


Sementara, dalam kondisi itu, tersiar kabar tentang sakitnya Bung Karno. Situasi semakin runyam tatkala PKI melancarkan Gerakan 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh jenderal Angkatan Darat tersebut menimbulkan situasi chaos di seluruh negeri. Kondisi politik dan keamanan hampir tak terkendali.


Menyadari kondisi tersebut, Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 kepada Jenderal Soeharto. Ia mengangkat Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang bertugas mengembalikan keamanan dan ketertiban. Langkah penertiban pertama yang dilakukan Pak Harto, sejalan dengan tuntutan rakyat ketika itu, membubarkan PKI. (Selengkapnya baca: Pak Harto Terkait G-30-S/PKI?)


Bung Karno, setelah tragedi berdarah tersebut, dimintai pertanggungjawaban di dalam sidang istimewa MPRS tahun 1967. Pidato pertanggungjawaban Bung Karno ditolak. Kemudian Pak Harto diangkat selaku Pejabat Presiden. Pak Harto dikukuhkan oleh MPRS menjadi Presiden RI yang Kedua, Maret 1968.


Sementara pembangunan ekonomi, selama 22 tahun Indonesia merdeka, praktis dikesampingkan. Kalaupun ada, pembangunan ekonomi dilaksanakan secara sporadis, tanpa panduan APBN. Pembangunan dilakukan hanya dengan mengandalkan dana pampasan perang Jepang.


Dari dana pampasan perang itu, Bung Karno membiayai pembangunan fisik, antara lain, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, Gedung Sarinah, Stadion Senayan, Bendungan Jatiluhur, Hotel Samudra Beach, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Bali Beach dan Sanur Beach di Bali.

Juga memulai membangun Gedung MPR/DPR, Tugu Monas dan Masjid Agung Istiqlal yang kemudian dirampungkan dalam era pemerintahan Pak Harto. Emas murni di pucuk Monas yang tadinya disebut 35 kilogram ternyata hanya 3 kilogram, kemudian disempurnakan pada era pemerintahan Orde Baru.

► e-ti/crs-sh, dari berbagai sumber

Gugat

Soekarno Menggugat
Oleh Asvi Warman Adam

Tidak banyak diketahui umum bahwa tahun 1965-1967 Presiden Soekarno sempat berpidato paling sedikit sebanyak 103 kali. Yang diingat orang hanyalah pidato pertanggungjawabannya, Nawaksara, yang ditolak MPRS tahun 1967. Dalam memperingati 100 tahun Bung Karno, tahun 2001 telah diterbitkan kumpulan pidatonya. Namun, hampir semuanya disampaikan sebelum peristiwa G30S 1965.

Kumpulan naskah ini diawali pidato 30 September 1965 malam (di depan Musyawarah Nasional Teknik di Istora Senayan, Jakarta) dan diakhiri pidato 15 Februari 1967 (pelantikan beberapa Duta Besar RI). Pidato-pidato Bung Karno (BK) selama dua tahun itu amat berharga sebagai sumber sejarah. Ia mengungkapkan aneka hal yang ditutupi bahkan diputarbalikkan selama Orde Baru. Dari pidato itu juga tergambar betapa sengitnya peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Di pihak lain, terlihat pula kegetiran seorang presiden yang ucapannya tidak didengar bahkan dipelintir. Soekarno marah. Ia memaki dalam bahasa Belanda.

Konteks pidato
Periode 1965-1967 dapat dilihat sebagai masa peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Dalam versi pemerintah, masa ini dilukiskan sebagai era konsolidasi kekuatan pendukung Orde Baru (tentara, mahasiswa, dan rakyat) untuk membasmi PKI sampai ke akarnya serta pembersihan para pendukung Soekarno.

Mulai tahun 1998 di Tanah Air dikenal beberapa versi sejarah yang berbeda. Selain menonjolkan keterlibatan pihak asing seperti CIA, juga muncul tudingan terhadap keterlibatan Soeharto dalam "kudeta merangkak", yaitu rangkaian tindakan dari awal Oktober 1965 sampai keluarnya Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966) dan ditetapkannya Soeharto sebagai pejabat Presiden tahun 1967. "Kudeta merangkak" terdiri dari beberapa versi (Saskia Wieringa, Peter Dale Scott, dan Subandrio) dan beberapa tahap.

Substansi pidato
Setelah peristiwa G30S, Soekarno berusaha mengendalikan keadaan melalui pidato-pidatonya.
"Saya komandokan kepada segenap aparat negara untuk selalu membina persatuan dan kesatuan seluruh kekuatan progresif revolusioner. Dua, Menyingkirkan jauh-jauh tindakan-tindakan destruktif seperti rasialisme, pembakaran-pembakaran, dan perusakan-perusakan. Tiga, menyingkirkan jauh-jauh fitnahan-fitnahan dan tindakan-tindakan atas dasar perasaan balas dendam."

Ia juga menyerukan "Awas adu domba antar-Angkatan, jangan mau dibakar. Jangan gontok-gontokan. Jangan hilang akal. Jangan bakar-bakar, jangan ditunggangi". Dalam pidato ia menyinggung Trade Commission Republik Rakyat Tiongkok di Jati Petamburan yang diserbu massa karena ada isu Juanda meninggal diracun dokter RRT. Padahal, beliau wafat akibat serangan jantung. Soekarno menentang rasialisme yang menjadikan warga Tionghoa sebagai kambing hitam.

Dalam pidato 20 November 1965 di depan keempat panglima Angkatan di Istana Bogor BK mengatakan, "Ada perwira yang bergudul. Bergudul itu apa? Hei, Bung apa itu bergudul? Ya, kepala batu." Tampaknya ucapannya itu ditujukan kepada Soeharto. Pada kesempatan yang sama Soekarno menegaskan, "Saya yang ditunjuk MPRS menjadi Panglima Besar Revolusi. Terus terang bukan Subandrio. Bukan Leimena…. Bukan engkau Soeharto, bukan engkau Soeharto, dan seterusnya (berbeda dengan nama tokoh lain, Soeharto disebut dua kali dan secara berturut-turut).

Mengapa Soekarno tak mau membubarkan PKI, padahal ini alasan utama kelompok Soeharto menjatuhkannya dari presiden. Karena dia konsisten dengan pandangan sejak tahun 1925 tentang Nas (Nasionalisme), A (Agama), dan Kom (Komunisme). Dalam pidato ia menegaskan, yang dimaksudkan dengan Kom bukanlah Komunisme dalam pengertian sempit, melainkan Marxisme atau lebih tepat "Sosialisme". Meskipun demikian Soekarno bersaksi "saya bukan komunis". Bung Karno juga mengungkapkan keterlibatan pihak asing yang memberi orang Indonesia uang Rp 150 juta guna mengembangkan "the free world ideology". Ia berseru di depan diplomat asing di Jakarta, "Ambassador jangan subversi."

Tanggal 12 Desember 1965 ketika berpidato dalam rangka ulang tahun Kantor Berita Antara di Bogor, Presiden mengatakan tidak ada kemaluan yang dipotong dalam peristiwa di Lubang Buaya. Demikian pula tidak ada mata yang dicungkil seperti ditulis pers.

Peristiwa pembantaian di Jawa Timur diungkapkan Soekarno dalam pidato di depan HMI di Bogor 18 Desember 1965. Soekarno mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan sadis, orang bahkan tidak berani menguburkan korban.

"Awas kalau kau berani ngrumat jenazah, engkau akan dibunuh. Jenazah itu diklelerkan saja di bawah pohon, di pinggir sungai, dilempar bagai bangkai anjing yang sudah mati."

Dalam kesempatan sama, Bung Karno sempat bercanda di depan mahasiswa itu, "saya sudah 65 tahun meski menurut Ibu Hartini seperti baru 28 tahun. Saya juga melihat Ibu Hartini seperti 21 tahun."

Gaya bahasa Soekarno memang khas. Ia tidak segan memakai kata kasar tetapi spontan. Beda dengan Soeharto yang memakai bahasa halus tetapi tindakannya keras. Di tengah sidang kabinet, di depan para Menteri, Presiden Soekarno tak segan mengatakan "mau kencing dulu" jika ia ingin ke belakang . Ketika perintahnya tidak diindahkan, ia berteriak "saya merasa dikentuti". Pernah pula ia mengutip cerita Sayuti Melik tentang kemaluannya yang ketembak. Namun, di lain pihak ia mahir menggunakan kata-kata bernilai sastra, "Kami menggoyangkan langit, menggempakan darat, dan menggelorakan samudera agar tidak jadi bangsa yang hidup hanya dari 2 ½ sen sehari. Bangsa yang kerja keras, bukan bangsa tempe, bukan bangsa kuli. Bangsa yang rela menderita demi pembelian cita-cita."

Dalam pidato 30 September 1965 ia sempat mengkritik pers yang kurang tepat dalam menulis nama anak-anaknya. Nama Megawati sebetulnya Megawati Soekarnaputri, bukan Megawati Soekarnoputri. Demikian pula dengan Guntur Soekarnaputra.

Di balik pidato
Apa yang disampaikan Soekarno dalam pidato-pidatonya merupakan bantahan atas apa yang ditulis media. Monopoli informasi sekaligus monopoli kebenaran adalah causa prima dari Orde Baru. Umar Wirahadikusumah mengumumkan jam malam mulai 1 Oktober 1965, pukul 18.00 sampai 06.00 pagi, dan menutup semua koran kecuali Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha. Koran-koran lain tidak boleh beredar selama seminggu. Waktu sepekan ini dimanfaatkan pers militer untuk mengampanyekan bahwa PKI ada di belakang G30S.

Meski masih berpidato dalam berbagai kesempatan, pernyataan BK tidak disiarkan oleh koran-koran. Bila Ben Anderson di jurnal Indonesia terbitan Cornell mengungkapkan hasil visum et repertum dokter bahwa kemaluan jenderal tidak disilet dalam pembunuhan di Lubang Buaya 1 Oktober 1965, jauh sebelumnya Soekarno dengan lantang mengatakan, 100 silet yang dibagikan untuk menyilet kemaluan jenderal itu tidak masuk akal.

Dalam pidatonya terdengar keluhan. Misalnya, di Departemen P dan K orang-orang yang mendukung BK dinonaktifkan. Sebetulnya seberapa drastiskah merosotnya kekuasaan yang dipegangnya?

Presiden Soekarno masih sempat melantik taruna AURI dan berpidato dalam peringatan 20 tahun KKO. Paling sedikit Angkatan Udara, Marinir, dan sebagian besar tentara Kodam Brawijaya masih setia kepada Bung Karno. Tetapi kenapa ia hanya sekadar berseru "jangan gontok-gontokan antarangkatan bersenjata". Kenapa ia tidak memerintahkan tentara yang loyal kepadanya untuk melawan pihak yang ingin menjatuhkannya?

Soekarno tidak ingin terjadi pertumpahan darah sesama bangsa. Dalam skala tertentu, yang tidak diharapkan Bung Karno itu telah terjadi setelah ia meninggal . Demikian pula yang kita lihat hari ini di Aceh. Sebuah wilayah yang pada tahun 1945 para ulamanya menyerukan rakyat mereka untuk berdiri di belakang Bung Karno.

(*Dr Asvi Warman Adam Sejarawan LIPI) ► e-ti


Proklamasi

Proklamasi

BERDIKARI

Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Soekarno (Bung Karno) Presiden Pertama Republik Indonesia, 1945- 1966, menganut ideologi pembangunan ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Proklamator yang lahir di Blitar, Jatim, 6 Juni 1901 ini dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan bantuanmu.

Ia mengajak negara-negara sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI.

Tokoh pencinta seni ini memiliki slogan yang kuat menggantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur. Ideologi pembangunan yang dianut pria yang berasal dari keturunan bangsawan Jawa (Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo, suku Jawa dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai, suku Bali), ini bila dilihat dari buku Pioneers in Development, kira-kira condong menganut ideologi pembangunan yang dilahirkan kaum ekonom yang tak mengenal kamus bahwa membangun suatu negeri harus mengemis kepada Barat. Tapi bagi mereka, haram hukumnya meminta-minta bantuan asing. Bersentuhan dengan negara Barat yang kaya, apalagi sampai meminta bantuan, justru mencelakakan si melarat (negara miskin).

Bagi Bung Karno, yang ketika kecil bernama Kusno, ini tampaknya tak ada kisah manis bagi negara-negara miskin yang membangun dengan modal dan bantuan asing. Semua tetek bengek manajemen pembangunan yang diperbantukan dan arus teknologi modern yang dialihkan — agar si miskin jadi kaya dan mengejar Barat — hanyalah alat pengisap kekayaan si miskin yang membuatnya makin terbelakang.

Itulah Bung Karno yang berhasil menggelorakan semangat revolusi dan mengajak berdiri di atas kaki sendiri bagi bangsanya, walaupun belum sempat berhasil membawa rakyatnya dalam kehidupan yang sejahtera. Konsep “berdiri di atas kaki sendiri” memang belum sampai ke tujuan tetapi setidaknya berhasil memberikan kebanggaan pada eksistensi bangsa. Daripada berdiri di atas utang luar negeri yang terbukti menghadirkan ketergantungan dan ketidakberdayaan (noekolonialisme).

Masa kecil Bung Karno sudah diisi semangat kemandirian. Ia hanya beberapa tahun hidup bersama orang tua di Blitar. Semasa SD hingga tamat, ia tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjut di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu ia pun telah menggembleng jiwa nasio-nalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, ia pindah ke Bandung dan me-lanjutkan ke THS (Technische Hooge-school atau Sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926.

Kemudian, ia merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, si penjajah, menjebloskannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul ‘Indonesia Menggugat’, dengan gagah berani ia menelanjangi kebobrokan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas (1931), Bung Karno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, ia kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Sebelumnya, ia juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ia berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan ia berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik sangat hebat. Ia pun tak mau membubarkan PKI yang dituduh oleh mahasiswa dan TNI sebagai dalang kekejaman pembunuh para jenderal itu. Suasana politik makin kacau. Sehingga pada 11 Maret 1966 ia mengeluarkan surat perintah kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi, yang kemudian dikenal dengan sebutan Supersemar. Tapi, inilah awal kejatuh-annya. Sebab Soeharto menggunakan Supersemar itu membubarkan PKI dan merebut simpati para politisi dan mahasiswa serta ‘merebut’ kekuasaan. MPR mengukuhkan Supersemar itu dan menolak pertanggungjawaban Soekarno serta mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden.

Kemudian Bung Karno ‘dipenjarakan’ di Wisma Yaso, Jakarta. Kesehatannya terus memburuk. Akhirnya, pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jawa Timur di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi ini meninggalkan 8 orang anak. Dari Fatmawati mendapatkan lima anak yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Dari Hartini mendapat dua anak yaitu Taufan dan Bayu. Sedangkan dari Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mendapatkan seorang putri yaitu Kartika.

Orator Ulung
Presiden pertama RI itu pun dikenal sebagai orator yang ulung, yang dapat berpidato secara amat berapi-api tentang revolusi nasional, neokolonialis-me dan imperialisme. Ia juga amat percaya pada kekuatan massa, kekuatan rakyat.
“Aku ini bukan apa-apa kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat, aku berjuang karena rakyat dan aku penyambung lidah rakyat,” kata Bung Karno, dalam karyanya ‘Menggali Api Pancasila’. Suatu ungkapan yang cukup jujur dari seorang orator besar.

Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya. Hal ini tercermin dalam autobiografi, karangan-karangan dan buku-buku sejarah yang memuat sepak terjangnya.

Ia adalah seorang cendekiawan yang meninggalkan ratusan karya tulis dan beberapa naskah dra-ma yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende, Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbit-kan dengan judul “Diba-wah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno.

Dari buku setebal kira-kira 630 halaman tersebut tulisan pertama yang bermula dari tahun 1926, dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya, seorang pemuda berumur 26 tahun.

Di tengah kebesarannya, sang orator ulung dan penulis piawai, ini selalu membutuhkan dukungan orang lain. Ia tak tahan kesepian dan tak suka tempat tertutup.

Di akhir masa kekuasaannya, ia sering merasa kesepian. Dalam autobiografinya yang disusun oleh Cindy Adams, Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat itu, bercerita. “Aku tak tidur selama enam tahun. Aku tak dapat tidur barang sekejap. Kadang-kadang, di larut malam, aku menelepon seseorang yang dekat denganku seperti misalnya Subandrio, Wakil Perdana Menteri Satu dan kataku, ‘Bandrio datanglah ke tempat saya, temani saya, ceritakan padaku sesuatu yang ganjil, ceritakanlah suatu lelucon, berceritalah tentang apa saja asal jangan mengenai politik. Dan kalau saya tertidur, maafkanlah.... Untuk pertama kali dalam hidupku aku mulai makan obat tidur. Aku lelah. Terlalu lelah.”

Dalam bagian lain disebutkan, “Ditinjau secara keseluruhan maka jabatan presiden tak ubahnya seperti suatu pengasingan yang terpencil... Seringkali pikiran oranglah yang berubah-ubah, bukan pikiranmu... Mereka turut menciptakan pulau kesepian ini di sekelilingmu.”

Anti Imperialisme
Pada 17 Mei 1956. Bung Karno mendapat kehormatan menyampaikan pidato di depan Kongres Amerika Serikat. Sebagaimana dilaporkan New York Times (halaman pertama) pada hari berikutnya, dalam pidato itu dengan gigih ia menyerang kolonialisme.
“Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme, telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad. Tetapi, perjuangan itu masih belum selesai. Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?” pekik Soekarno ketika itu.

Hebatnya, meskipun pidato itu dengan keras menentang kolonialisme dan imperialisme, serta cukup kritis terhadap negara-negara Barat, ia mendapat sambutan luar biasa di Amerika Serikat (AS).

Pidato itu menunjukkan konsistensi pemikiran dan sikap-sikap Bung Karno yang sejak masa mudanya antikolonialisme. Terutama pada periode 1926-1933, semangat antikolonialisme dan anti-imperialisme itu sudah jelas dikedepankannya.

Sangat jelas dan tegas ingatan kolektif dari pahitnya kolonialisme yang dilakukan negara asing yang kaya itu. Namun, kata dan fakta adalah dua hal yang berbeda, dan tak jarang saling bertolak belakang.

Soekarno dan para penggagas nasionalisme lainnya dipaksa bergulat di antara “kata” dan “fakta” politik yang dicoba dirajut namun ternyata tidak mudah, dan tak jarang menemui jalan buntu.

Soekarno yang rajin berkata-kata, antara lain mengenai gagasan besarnya menyatukan kaum nasionalis, agama dan komunis (1926) menemukan kenyataan yang sama sekali bertolak belakang, ketika ia mencobanya menjadi fakta. Begitu pula gagasan besarnya yang lain: marhaenisme, atau nasionalisme marhaenistis, yang matang dikonsepsikan pada tahun 1932. Bahkan, gagasannya mengenai Pancasila.

Tokoh Kontroversial
Sebagai sosok yang memiliki prinsip tegas, Bung Karno kerap dianggap sebagai tokoh kontroversial. Maka tak heran jika dia memiliki lawan maupun kawan yang berani secara terang-terangan mengritik maupun membela pandangannya. Di mata lawan-lawan politiknya di Tanah Air, ia dianggap mewakili sosok politisi kaum abangan yang “kurang islami”. Mereka bahkan menggolongkannya sebagai gembong kelompok “nasionalis sekuler”.

Akan tetapi, di mata Syeikh Mahmud Syaltut dari Cairo, penggali Pancasila itu adalah Qaida adzima min quwada harkat al-harir fii al-balad al-Islam (Pemimpin besar dari gerakan kemerdekaan di negeri-negeri Islam). Malahan, Demokrasi Terpimpin, yang di dalam negeri diperdebatkan, justru dipuji oleh syeikh al-Azhar itu sebagai, “lam yakun ila shuratu min shara asy syuraa’ allatiy ja’alha al-Qur’an sya’ana min syu’un al-mu’minin” (tidak lain hanyalah salah satu gambaran dari permusyawaratan yang dijadikan oleh Al Quran sebagai dasar bagi kaum beriman).

Tatkala memuncak ketegangan antara Israel dan negara-negara Arab soal status Palestina ketika itu, pers sensasional Arab menyambut Bung Karno, “Juara untuk kepentingan-kepentingan Arab telah tiba”. Begitu pula, Tahta Suci Vatikan memberikan tiga gelar penghargaan kepada presiden dari Republik yang mayoritas Muslim itu.

Memang, pembelaan Bung Karno terhadap kaum tertindas tidak hanya untuk negerinya namun juga negeri lain. Itulah sebabnya, mengapa ia dipuja habis oleh bangsa Arab yang tengah menghadapi serangan Israel kala itu. Bung Karno dianggap sebagai pemimpin kaum Muslim. Padahal, di dalam negeri sendiri ia kerap dipandang lebih sebagai kaum abangan daripada kaum santri.

Sebenarnya, seberapa religiuskah Bung Karno? Bukankah ia juga dalam konsepsi Pancasila merumuskan sila Ketuhanan Yang Maha Esa? Sila yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan mengakui lima agama. Bagaimana mungkin merangkum visi lima agama itu dalam satu kalimat yang mendasar itu kalau si pembuat kalimat tidak memahami konteks kehidupan beragama di Indonesia secara benar?

Dalam hal ini elok dikutip pendapat Clifford Geertz Islam Observed (1982): “Gaya religius Soekarno adalah gaya Soekarno sendiri.” Betapa tidak? Kepada Louise Fischer, Bung Karno pernah mengaku bahwa ia sekaligus Muslim, Kristen, dan Hindu. Di mata pengamat seperti Geertz, pengakuan semacam itu dianggap sebagai “bergaya ekspansif seolah-olah hendak merangkul seluruh dunia”. Sebaliknya, ungkapan semacam itu-pada hemat BJ Boland dalam The Struggle of Islam in Modern Indonesia (1982)- “hanya merupakan perwujudan dari perasaan keagamaan sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya Jawa”. Bagi penghayatan spiritual Timur, ucapan itu justru “merupakan keberanian untuk menyuarakan berbagai pemikiran yang mungkin bisa dituduh para agamawan formalis sebagai bidah”.

Sistem Politik
Soekarno memiliki pandangan mengenai sistem politik yang didukungnya adalah yang paling “cocok” dengan “kepribadian” dan “budaya” khas bangsa Indonesia yang konon mementingkan kerja sama, gotong-royong, dan keselarasan. Dalam retorika, ia mengecam “individualisme” yang katanya lahir dari liberalisme Barat. Individualisme itu melahirkan egoisme, dan ini terutama dicerminkan oleh pertarungan antarpartai.

Lalu ia mencetuskan Demokrasi Terpimpin. Dalam berpolitik Soekarno mementingkan politik mobilisasi massa, ia bersimpati pada gerakan-gerakan anti-imperialisme, dan mungkin sebagai salah satu konsekuensinya, penerimaannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai aktor politik yang sah, pendukung konsepsi demokrasi terpimpin. Jadi ia mencanangkan sistem politik yang berwatak anti-liberal dan curiga pada pluralisme politik. Ia mementingkan “persatuan” demi “revolusi”.

Pada tahun 1950-an, Indonesia memang ditandai oleh ketidakstabilan politik yang disebabkan oleh sistem demokrasi parlementer. Sistem ini bersifat sangat liberal, dan didominasi oleh partai-partai politik yang menguasai parlemen. Pemilu 1955-yang dimenangkan empat kekuatan besar, Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI- hingga kini masih dianggap sebagai pemilu paling bebas dan bersih yang pernah dilaksanakan sepanjang sejarah Indonesia. Namun, di sisi lain dari sistem parlemen yang dikuasai partai itu adalah sering jatuh bangunnya kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Selain itu, sejarah juga mencatat bahwa integritas nasional terus-menerus diancam oleh berbagai gerakan separatis, yakni DI/TI, PRRI/Permesta, dan sebagainya.

Kenyataan ini membuat Soekarno makin curiga pada partai politik karena dia menganggap Masyumi, dan juga PSI, terlibat dalam beberapa pemberontakan daerah.
Kemudian, Soekarno mendekritkan kembalinya Indonesia pada UUD 1945 karena kegagalan Konstituante untuk memutuskan UUD baru untuk Indonesia, akibat perdebatan berlarut-larut, terutama antara kekuatan nasionalis sekuler dan kekuatan Islam mengenai dasar negara.

► e-ti/crs, dari berbagai sumber *** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar