5 Perintah Wacik Buat Eks Anak Buah Rudi
Jero Wacik (tengah), turun tangan membenahi SKK Migas pascaperginya Rudi
Foto: Setkab.go.id
Jakarta, Sayangi.com - Satuan Kerja Khusus
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mulai berbenah setelah
mantan bos-nya, Rudi Rubiandini ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Untuk itu, Ketua Komisi Pengawas SKK Migas, Jero Wacik memberikan
lima instruksi kepada lembaga yang dulunya bernama BP Migas itu.
Berikut lima instruksi tersebut:
"Komisi Pengawas telah melakukan sidang yang juga perintah dari Pak Presiden SBY dan Menteri Keuangan Pak Chatib, untuk mengantarkan lima perintah kepada SKK Migas," kata Jero di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (27/8).
Pertama, ungkap Jero, diperintahkan untuk mendukung sepenuhnya gerakan atau kerjanya KPK dalam kasus hukum mantan Kepala SKK Migas secara tuntas, karena dirinya menyakini niat KPK baik, mengurangi dan mencegah korupsi.
Kedua, "Melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan reformasi birokrasi di SKK Migas untuk memastikan adanya tata kelola yang baik, efisien, efektif, bersih, transparan, akuntabel, dan bebas dari KKN," ujar Jero yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketiga, Jero menjelaskan, menjaga tata kelola migas dengan baik dan menjalankan semua bisnis proses sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, meminta seluruh jajaran SKK Migas untuk memegang teguh dan menerapkan kode etik profesionalisme dan fakta integritas serta meningkatkan pengawasan dalam menjalankan seluruh bisnis proses di industri Migas.
Kelima, "Kita harus melakukan penelaahan terhadap seluruh bisnis proses yang ada di SKK Migas dengan meminta masukan dari institusi KPK, BPK, dan BPKP untuk perbaikan. Itulah hasil sidang Komisi Pengawas SKK Migas, dan setelah itu di SKK Migas melakukan tindakan, mulai melakukan penyegaran seperti diadakan pertukaran atau pergantian rotasi tiga pejabat di SKK Migas," demikian Jero. (MSR)
Berikut lima instruksi tersebut:
"Komisi Pengawas telah melakukan sidang yang juga perintah dari Pak Presiden SBY dan Menteri Keuangan Pak Chatib, untuk mengantarkan lima perintah kepada SKK Migas," kata Jero di Kompleks DPR, Jakarta, Selasa (27/8).
Pertama, ungkap Jero, diperintahkan untuk mendukung sepenuhnya gerakan atau kerjanya KPK dalam kasus hukum mantan Kepala SKK Migas secara tuntas, karena dirinya menyakini niat KPK baik, mengurangi dan mencegah korupsi.
Kedua, "Melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan reformasi birokrasi di SKK Migas untuk memastikan adanya tata kelola yang baik, efisien, efektif, bersih, transparan, akuntabel, dan bebas dari KKN," ujar Jero yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Ketiga, Jero menjelaskan, menjaga tata kelola migas dengan baik dan menjalankan semua bisnis proses sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keempat, meminta seluruh jajaran SKK Migas untuk memegang teguh dan menerapkan kode etik profesionalisme dan fakta integritas serta meningkatkan pengawasan dalam menjalankan seluruh bisnis proses di industri Migas.
Kelima, "Kita harus melakukan penelaahan terhadap seluruh bisnis proses yang ada di SKK Migas dengan meminta masukan dari institusi KPK, BPK, dan BPKP untuk perbaikan. Itulah hasil sidang Komisi Pengawas SKK Migas, dan setelah itu di SKK Migas melakukan tindakan, mulai melakukan penyegaran seperti diadakan pertukaran atau pergantian rotasi tiga pejabat di SKK Migas," demikian Jero. (MSR)
“Triomacan” Ungkap Keterlibatan Effendi Simbolon Sebagai Mafia Migas
Effendi MS Simbolon (paling kanan) dalam sebuah diskusi tentang kemandirian energi di Galery Cafe-TIM Jakarta baru-baru ini
Photo: sayangi.com/Hurri Rauf
Jakarta, Sayangi.com – http://www.sayangi.com/ekonomi/read/4907/triomacan-ungkap-keterlibatan-effendi-simbolon-sebagai-mafia-migas
Kicauan akun twitter
@triomacan2000 terbaru, Selasa (27/8) mengungkap peran politisi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Effendi MS Simbolon sebagai mafia Migas.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang selama ini dikenal vokal menyoroti
kebobrokan tata kelola Migas itu diduga memanfaatkan pengaruhnya untuk
menekan BP Migas agar menjual gas Hussky ke PT Parna Raya dengan harga
lebih murah dibandingkan dengan harga jual ke perusahaan lainnya.
Mengutip Laporan Hasil Audit (LHA) BPK terhadap BP Migas yang belum dipublikasikan, @triomacan2000 menjelaskan bahwa peran Effendi Simbolon adalah sebagai fasilitator yang menghubungkan PT Parna Raya dengan Menteri ESDM dan Kepala BP Migas saat itu.
Awalnya, menurut @triomacan2000, PT Parna Raya tidak mendapat kuota gas.
“Tapi, siapa sih pejabat di BP Migas, ESDM, BPH Migas dan BUMN2 yang tdk
takut sama Effendi Simbolon? Bahkan di BPH Migas yang berwenang dalam
penyaluran/distribusi BBM, Effendi Simbolon selalu sukses titip PT Surya
Parna menang lelang,” kicaunya.
Dicontohkan, tahun 2012 dan 2013 PT Surya Parna Niaga (Grup Parna
Raya) berhasil mengalahkan ratusan perusahaan sejenis untuk dapat
penunjukan BPH Migas.
Dengan pengaruhnya, Effendi Simbolon disebut melakukan penekanan
poltitik dengan mengatasnamakan partai politik tertentu. Sebagai hasil
negosiasi ulang, BP Migas mengusulkan kepada Menteri ESDM melalui Ditjen
Migas harga yang berbeda. Untuk PT PGN seharga USD 5,8/MMBTU, untuk PT
Inti Alasindo seharga USD 5,8/MMBTU, sedangkan khusus untuk PT Parna
Raya lebih murah yaitu seharga USD 5,2/MMBTU.
Pada perjalanannya usulan itu disetujui oleh Menteri ESDM dalam SK
MESDM tentang Harga Jual Gas Hussky kepada ketiga perusahaan tersebut.
Selisih USD 0,60/MMBTU dengan volume penjualan 40 MMBTU untuk PT Parna
Karya menyebabkan potensi kerugian negara sebesar USD 8,64 Juta per
tahun untuk proyeksi kontrak selama 15 tahun, sehingga totalnya mencapai
Rp 1,5 triliun.
Dalam kicauannya, @triomacan2000 menjelaskan alasan mengapa
mempublikasikan terlebih dahulu LHA BPK tentang BP Migas, yaitu agar
tidak ada fakta-fakta yang disembunyikan seperti kasus Hambalang. (S2)
Sekretaris SKK Migas Bungkam Soal Kejahatan di Kantornya
Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana
Foto: alsi-itb.org
Jakarta, Sayangi.com - http://www.sayangi.com/hukum1/read/4922/sekretaris-skk-migas-bungkam-soal-kejahatan-di-kantornya
Sekretaris Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas (SKK Migas), Gde
Pradnyana menyatakan siap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dalam mengungkap kasus suap yang melibatkan Kepala SKK Migas Rudi
Rubiandini. Hal itu diungkapkan Gde usai menjalani pemeriksaan tim
penyidik KPK di Gedung KPK, Selasa (27/8/2013).
"Kita kan pada dasarnya ingin membantu pekerjaan atau penyidikan yang
sedang berjalan. Jadi saya hadir untuk memenuhi kewajiban memberikan
keterangan," kata Gde.
Namun usai menjani pemeriksaan selama enam jam tersebut, Gde enggan
berkomentar banyak soal banyaknya perusahaan yang melakukan tindakan
penyuapan di SKK Migas, seperti yang dilakukan Kernel Oil.
"Biar dari KPK yang jelaskan nanti, biar tidak mempengaruhi penyidikan ya," jelasnya sambil meninggalkan gedung KPK.
Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT), penyidik KPK
menangkap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandi. KPK juga menangkap
Deviardi alias Ardi selaku penerima dan Simon Gunawan Tanjaya selaku
pemberi suap terkait dugaan penyuapan di lingkungan SKK Migas. Dalam
operasi itu, sedikitnya uang tunai US$400.000 diamankan penyidik lembaga
anti-rasuah itu.
Selain itu, KPK juga menyita uang US$350.000 dari banker Rudi dan
mata uang dollar singapura senilai 127 ribu. KPK juga menyita emas
batangan 180 gram serta Moge BMW. (MI)
Glamourisme Pejabat Indonesia – Pejabat Indonesia yang Takut Mati
Posted on December 1, 2011 by Aryansah
http://aryansah.wordpress.com/page/7/
Saya miris membaca tulisan ini (sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2011/11/26/pakai-innova-anggota-dpr-takut-mati-ham-ala-pejabat-negara)
Anggota DPR yang suka pamer kemewahan dengan gaya hidup hedonisme,
ternyata juga sangat tidak peka, dan tidak mau tahu dengan
kritik/kecaman yang dilontarkan kepada mereka.
Substansi kritik yang disampaikan kepada sebenarnya sederhana saja.
Kalau mereka memang benar punya nurani sebagai wakil rakyat sesungguhnya
pasti akan segera menyerapnya dengan baik, introspeksi, kemudian
mengubahnya sesuai dengan keinginan rakyat yang diwakilinya.
Kritik itu adalah tentang cara mereka memamerkan kekayaannya melalui
mobil-mobil (super) mewah yang dipakai kerja di rumah rakyat yang
diwakilinya. Banyak anggota DPR yang baik memperoleh kekayaannya secara
wajar, maupun secara ajaib, dituding tidak peka terhadap kondisi rakyat
kebanyakan yang masih memprihatinkan. Pergi kerja ke rumah rakyat dengan
menggunakan mobil (super) mewahnya itu. Saking banyaknya sampai-sampai
di tempat parkir rumah rakyat itu mengalah-ngalahi ruang pamer mobil (super) mewah manapun juga di Indonesia.
Tidak ada yang mempermasalahkan atau melarang mereka menikmati kekayaannya itu di luar waktu dinas mereka.
Mobil-mobil super mewah sekelas Mercedes S Class, Bentley dan Hummer
dengan harga berkisar Rp. 3 miliar sampai Rp. 7 miliar pun merupakan
pemandangan biasa di sana.
Sampai-sampai mobil sejenis Alphard yang bernilai antara Rp 800
jutaan sampai dengan Rp 1,1 miliar pun dianggap sebagai bukan mobil
mewah! Seperti yang dikatakan oleh Ketua Badan Kebijakan Publik DPP PAN
Tjatur Sapto Edy: “… Tidak bisa digeneralisir bahwa semua anggota dewan
hidup glamor atau menggunakan mobil mewah. Paling menggunakan Alphard.
Alphard belum bisa dikategorikan sebagai mobil mewah …” , katanya (Jaringnews.com, 17 November 2011).
Alphard saja dinilai seperti itu, bagaimana dengan mobil sekelas
Kijang Innova? Ternyata, menurut salah satu anggota DPR pemilik mobil
Alphard, Nudirman Munir, “.. akan banyak anggota DPR yang meninggal
karena kecelakaan,” kalau menggunakan mobil jenis ini.
Meskipun Kompas tidak menyebutkan secara jelas mobil apa
yang dimaksud, ketika mengutip pernyataan Nudirman itu, dapat diduga
yang dimaksud adalah Kijang Innova. Karena banyak yang menilai bahwa
mobil yang paling pantas digunakan para anggota DPR itu adalah
mobil-mobil sekelas Kijang Innova.
Di Kompas, 19 November 2011, dikutip alasan Nudirman
menggunakan Alphard ke tempat kerjanya di rumah rakyat itu. “Jika naik
Toyota Alphard, kami dapat rapat di dalam mobil karena di dalam mobil
itu ada meja. Kalau naik mobil (menyebutkan merek lain) yang jalan 80
kilometer per jam saja sudah goyang, akan banyak anggota DPR yang
meninggal karena kecelakaan.”
Entah apa sebenarnya alasan Kompas “menyensor” jenis mobil yang disebutkan Nudirman itu. Apakah karena Kompas menganggap
dengan mengutip pernyataan itu secara lengkap berarti suatu pelecehan
terhadap jenis mobil tersebut? Alasan yang tidak logis.
Meminjam alasan yang dikemukakan oleh Nudirman itu, kemungkinan besar
publik yang sudah lama sangat geram terhadap perilaku para anggota DPR
jenis ini tentu akan mengharapkan mereka semua mau menggunakan mobil
jenis itu. Supaya semuanya benar-benar pada mati kecelakaan. Daripada
gedung DPR dipenuhi dengan para hedonis tebal muka, tebal telinga,
berkulit badak itu.
Anggota DPR jenis ini seakan pura-pura bodoh supaya punya alasan
untuk tetap memamerkan kemewahannya lewat mobil-mobil (super) mewah yang
mereka gunakan ke tempat kerjanya itu. Dengan cara menafsirkan kritik
dan kecaman tersebut menjadi seolah-olah publik melarang mereka untuk
kaya, atau menikmati kekayaannya itu. Lepas dari apakah kekayaan itu
diperoleh dengan cara yang wajar, ataukah dengan cara yang ajaib.
Seperti yang dikatakan oleh Anis Matta, anggota DPR dari PKS, dan Herman
Hery, anggota DPR asal PDIP.
Anis Matta bilang, gaya hidup mewah, termasuk menggunakan mobil mewah milik pribadi ketika bekerja adalah hak setiap anggota dewan, dan tidak bisa diintervensi oleh siapapun juga. Yang penting fokus pada pekerjaannya. Benarkah mereka (anggota) DPR itu fokus pada pekerjaannya? Saya komentar nanti.
Herman Hery, salah satu anggota Dewan pemilik Bentley Continental GT senilai Rp. 7 miliar itu, di Jawa Pos, 24 November 2011, merespon kritik tersebut, bilang, “Saya terpukul betul, masak orang nggak boleh kaya?”
Herman merasa tidak ada yang keliru atau menyimpang dengan gaya
hidupnya. Jauh sebelum terjun ke dunia politik, dia sudah kaya-raya
lewat kerja keras dalam membangun bisnisnya. Dia mengharapkan publik
tidak menyamaratakan semua anggota DPR. Seolah kalau ada anggota DPR
yang terlihat kaya, itu diperoleh dari uang hasil korupsi. Akibatnya,
tak jarang anggota DPR berpura-pura menjalani gaya hidup sederhana.
Herman merasa suasana semacam itu justru menumbuhkan hubungan yang tidak
jujur antara wakil rakyat dengan konstituennya.
Herman juga menambahkan tidak ada aturan yang menyebutkan anggota dewan harus hidup sederhana.
Argumen tentang dasar hukum ini juga dikemukakan oleh mantan Menteri
Pemuda dan Olahraga di era Presiden Gus Dur, Mahadi Sinambela, dalam
diskusi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bertema “Betulkah Pejabat
Negara Hedonistis?”, Jumat, 18 November 2011. Bahkan masalah Hak Asasi
Manusia (HAM) pun dibawa-bawa dalam kaitannya dengan hak anggota dewan
menggunakan mobil mewah itu.
Kata dia, menggunakan kekayaan sendiri, termasuk mempertontonkan kemewahaan itu adalah hak asasi setiap anggota DPR! (Kompas.com, 18 November 2011). Gaya hidup mewah pejabat, juga tidak bisa diatur dalam bentuk peraturan hukum.
Ya, memang betul. Sebenarnya, bukan hanya anggota DPR saja yang suka
menggunakan mobil-mobil (super) mewah mereka ketika berangkat kerja,
tetapi juga terjadi di banyak pejabat tinggi negara. Termasuk ketika
eks-pejabat tinggi negara ini masih menjabat. Maka itu tidak heran jika
dia mengajukan pendapat seperti itu. Untuk membela sesama jenisnya.
Banyak sekali pejabat negara yang gajinya hanya puluhan juta rupiah
tanpa latar belakang pengusaha besar, dengan cara ajaib bisa mempunyai
koleksi mobil (super) mewah berharga miliaran rupiah. Hanya dalam tempo
2-3 tahun setelah menjabat.
Apakah sungguh benar, memamerkan kemewahaan oleh para pejabat tinggi
negara juga termasuk hak asasi manusia? Kalau mereka mempunyai hak asasi
untuk memamerkan kemewahan tersebut ketika sedang bekerja, lalu di
manakah hak asasi rakyat yang diwakili untuk benar-benar diperhatikan
kebutuhan-kebutuhan dasarnya? Mustahil, para pejabat negara yang
hidupnya penuh dengan semangat hedonisme itu bisa mempunyai rasa empati
dan simpatik terhadap rakyat kecil yang diwakilinya. Hanya orang yang
punya rasa empati dan simpatik yang sesungguhnya yang bisa menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Hal ini sangat jelas kelihatan dengan apa yang terjadi di DPR (sebagai contoh aktual).
Ruang parkir rumah rakyat penuh dengan mobil-mobil berharga miliaran
rupiah per unit. Tetapi kinerjanya teramat sangat memprihatinkan. Selain
sering sekali bolos dalam setiap rapat (paripurna) sehingga sering
terjadi tak tercapainya quarum sebagai syarat suatu rapat dilaksanakan,
juga banyak yang terlibat berbagai kasus hukum. Baik itu berkaitan
dengan masalah korupsi, maupun moral dan etika.
Ketua DPR, Marzuki Alie sendiri mengakui bahwa kinerja DPR masih
sangat memprihatinkan. Dalam pidatonya di Rapat Paripurna DPR tanggal 14
November 2011.
Menurut Marzuki, sepanjang tahun 2011, DPR menyelesaikan 22 RUU. Di
masa sidang saat ini. yang akan berakhir pada 18 Desember ini,
diharapkan ada 5-6 RUU yang diselesaikan. Jika harapan itu terpenuhi,
maksimal ada 28 RUU diselesaikan. Padahal, ada 70 RUU yang menjadi
prioritaa program legislasi nasional tahun 2011 (Kompas, 19 November 2011).
Selain itu, Marzuki juga mengatakan bahwa selama ini dalam pembuatan
UU, DPR kurang, atau bahkan tidak memperhatikan UUD 1945. Akibatnya,
banyak sekali pasal dalam UU yang diuji materi ke Mahkamah Konstitusi,
dan kemudian dibatalkan, karena bertentantangan dengan UUD 1945.
Kembali ke masalah HAM, yang disebutkan oleh Mahadi Sinambela. Apakah
benar perilaku suka memamerkan kekayaan mereka dengan mobil mewah di
tempat kerja itu dapat dikaitkan dengan HAM? HAM pejabat negara
menggunakan mobil mewahnya di tempat kerjanya adalah HAM?! Dan, oleh
karena itu tidak bisa dibatasi oleh peraturan hukum?
Apa itu HAM?
Secara ringkas dapat ditemukan definisinya di Undang Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 1 angka 1, menyebutkan: Hak
Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Nah, apakah menggunakan mobil mewah dalam menjalankan jabatannya bisa
dikategorikan sebagai HAM? Padahal di dalam menjalankan tugas
jabatannya itu terdapat unsur terpenting bagi setiap pejabat negara itu
yakni kewajiban mensejahterakan rakyat, yang adalah bagian dari HAM
rakyat itu sendiri. Mana yang merupakan HAM sesungguhnya; kesejahteraan
rakyat itu, ataukah pamer kemewahan dengan mobil mewah di saat kerjanya
sebagai pejabat negara?
*
Sudah merupakan suatu kelaziman di Indonesia adalah setiap kali
pemerintahan baru, selalu saja diiringi dengan antara lain pembagian
mobil-mobil dinas mewah untuk setiap menteri (dan sekarang, ditambah
lagi dengan wakil menteri).
Dalam kabinet SBY saat ini, mobil dinas menteri adalah Toyota Crown
Majesta terbaru, yang diimpor khusus dari negeri asalnya, Jepang.
Harganya jauh di atas Toyota Camry, yang sebelumnya menjadi mobil dinas
para menteri. Kalau Camry harga termahalnya Rp 600 jutaan per unit, maka
Crown Majesta ini harganya sekitar Rp 1,8 miliar per unit untuk sampai
masuk ke Indonesia (ditambah pajak, dan lain-lain)! Dapat disejajarkan dengan Mercedes S Class dan BMW Seri 7.
Karena di Indonesia sendiri, secara resmi, mobil mewah jenis ini
tidak dijual. Aneh sekali, kenapa harus mobil mewah seperti ini yang
dipilih? Apakah selain ingin tampil serba mewah, juga ingin tampil serba
beda? Karena dengan Toyota Crown Majesta tidak dijual di Indonesia,
maka besar kemungkinan hanya para menteri itu sajalah yang bisa
menikmatinya.
Ketika memulai masa pemerintahannya yang kedua, pemerintah di bawah
SBY mengimpor 79 unit Toyota Crown Majesta ini untuk para pembantu
presiden, dan para pejabat tinggi negara lainnya. Anehnya, setelah
dikritik, pihak Istana mengaku tidak tahu-menahu tentang impor
mobil-mobil mewah tersebut. Padahal pembeliannya menggunakan anggaran
dari APBN.
Secara resmi pemerintah juga secara tidak langsung memberi peluang
kepada para pejabat negara untuk hidup serba glamour lewat penentuan
mobil dinasnya saja harus mobil mewah seri terakhir dari jenisnya itu.
Itu pun yang dipilih adalah yang tidak ada di Indonesia (secara resmi).
Sehingga harus impor.
Kenapa pemerintah yang acapkali berseru kepada rakyatnya untuk hidup
hemat, tetapi bersamaan dengan itu mobil dinas saja harus mewah, dan
juga harus yang terbaru?
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang jauh lebih maju dan
makmur, kelihatan sekali sesuatu yang sangat kontras dan ironi.
Negara-negara yang jauh lebih maju dan makmur itu justru para pejabat
negaranya bekerja dengan mobil dinas yang harganya jauh lebih murah
daripada mobil dinas para pejabat negara di Indonesia.
Di Finlandia, satu satu negara terkaya di Eropa, sudah diketahui
bahwa para pejabat negara, termasuk kepala pemerintahannya menggunakan
mobil dinas murah, yang tidak diganti ketika pemerintahnya berganti.
Di Tiongkok, selama ini, mobil dinas para pejabat negaranya
ditentukan tidak boleh memiliki mesin lebih dari 2.000 cc dengan harga
harus di bawah 250.000 Yuan, atau sekitar Rp. 354,4 juta.
Ketika negara ini menjadi semakin maju dan makmur, sehingga berhasil
menduduki negara dengan ekonominya terkuat nomor 2 di dunia setelah
Amerika Serikat, menggeser Jepang, pemerintahnya malah menurunkan lagi standar mobil dinas para pejabat negaranya. Selain itu ada ketentuan mereka untuk wajib menggunakan mobil dinas itu ketika bekerja.
Kini standar mobil dinas pejabat negara di Tiongkok ditentukan tidak
boleh memiliki mesin berkapasitas lebih dari 1.800 cc dengan harga harus
di bawah 180.000 Yuan, atau sekitar Rp. 248,7 juta.
Atau sekelas Toyota
Innova tipe termurah. Dan, terbukti para pejabat negara Tiongkok itu
tidak ada yang meninggal karena celaka, seperti yang dikatakan Nudirman
Munir (kalau anggota DPR pakai mobil sekelas Innova, bisa mati karena
kecelakaan. Jadi, mesti memakai sejenis — minimal — Alphard).
Tidak hanya di Tiongkok, di Malaysia dan India, misalnya, juga ada
peraturan dari pemerintahnya masing-masing yang menentukan mobil dinas
pejabat negara adalah mobil murah. Dengan harga kira-kira sama dengan
yang ditetapkan pemerintah Tiongkok, atau lebih murah.
Berikut gambar-gambar perbandingan mobil dinas pejabat negara di Indonesia, Malaysia, dan India (sumber dari sini):
Mobil Dinas Pejabat Negara Indonesia:
Mobil Dinas Pejabat Negara Malaysia:
Mobil Proton.. produk asli Malaysia.. dan Mereka Bangga dengan buatan mereka sendiri
Mobil Dinas Pejabat Negara India:
Dan saya
salut dengan para pejabat dari Malaysia dan India.. mereka bangga dengan
buatan kita sendiri.. Kita tidak bangga. Ya, karena memang tidak ada
yang bisa dibanggakan dari Indonesia. tidak ada produk dalam negeri
sendiri. yang ada hanyalah jiwa2 konsumerisme, glamourisme, dan tukang
ngehina2 negara lain tanpa pernah belajar dari negara lain (yang ini
berlaku untuk seluruh kalangan masyarakat, bukan hanya pemerintah dan
pejabat saja)
Filed under: Tulis-tulis... | Tagged: bangsa, budaya, Indonesia, logika, Masyarakat, Pemerintah, rakyat | 3 Comments »
Tangkap dan Adili Mafia Migas
Suasana diskusi publik yang digelar DPP PGK, Jumat (23/8). Peserta menyerukan ditangkap dan diadilinya mafia migas
Foto: Sayangi.com/Emil
Jakarta, Sayangi.com - Sudah saatnya seluruh
komponen di masyarakat menggalang kekuatan untuk melawan mafia migas.
Antara lain, dengan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
segera menangkap dan membongkar praktik jahat mereka.
Demikian himbauan yang disampaikan oleh sastrawan Parwan Parikesit, salah seorang peserta dalam diskusi publik yang digelar oleh Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Gerakan Keadilan (DPP PGK), di Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 43, Jakarta Selatan, Jum'at (23/8). Parwan mengemukakan ide itu, menanggapi pernyataan Salamuddin Daeng dari Indonesia for Global Justice.
Bahkan, Salamuddin menyebut, migas di Indonesia bukan hanya dikuasai mafia, tapi juga oleh kartel dan sindikat internasional. "Sindikat internasional itu ya gabungan dari berbagai perusahaan multinasional yang ada di AS, Prancis, Jerman, dan lainnya. Merekalah yang menggerakkan Pemerintah AS untuk mengekspansi Irak, Libya, Siria, dan Mesir. Yang merupakan lumpang migas," tambah Salamuddin.
Hadir juga di acara yang dipandu oleh Ketua Umum DPP PGK Bursah Zarnubi, bertajuk "Tata Kelola Migas Yang Adil Bagi Rakyat" itu pakar Hukum Tata Negara DR. Irman Putra Sidin dan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.
Dukungan untuk memerangi mafia migas juga datang dari Lukmanul Hakim dari Tim Advokasi Warga Negara Menggugat Harga BBM. Menurut Lukman, penetapan harga bensin bersubsidi itu juga bentuk praktik mafia migas. "Pemerintah kita ditekan oleh asing dan neoliberalisme untuk menurunkan daya saing industri dalam negeri dengan meng-adjust komponen biaya produksi. Padahal kita mampu memproduksi dan menetapkan harga sendiri," pungkasnya. (MSR)
Demikian himbauan yang disampaikan oleh sastrawan Parwan Parikesit, salah seorang peserta dalam diskusi publik yang digelar oleh Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Gerakan Keadilan (DPP PGK), di Jl. Tebet Timur Dalam Raya No. 43, Jakarta Selatan, Jum'at (23/8). Parwan mengemukakan ide itu, menanggapi pernyataan Salamuddin Daeng dari Indonesia for Global Justice.
Bahkan, Salamuddin menyebut, migas di Indonesia bukan hanya dikuasai mafia, tapi juga oleh kartel dan sindikat internasional. "Sindikat internasional itu ya gabungan dari berbagai perusahaan multinasional yang ada di AS, Prancis, Jerman, dan lainnya. Merekalah yang menggerakkan Pemerintah AS untuk mengekspansi Irak, Libya, Siria, dan Mesir. Yang merupakan lumpang migas," tambah Salamuddin.
Hadir juga di acara yang dipandu oleh Ketua Umum DPP PGK Bursah Zarnubi, bertajuk "Tata Kelola Migas Yang Adil Bagi Rakyat" itu pakar Hukum Tata Negara DR. Irman Putra Sidin dan Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.
Dukungan untuk memerangi mafia migas juga datang dari Lukmanul Hakim dari Tim Advokasi Warga Negara Menggugat Harga BBM. Menurut Lukman, penetapan harga bensin bersubsidi itu juga bentuk praktik mafia migas. "Pemerintah kita ditekan oleh asing dan neoliberalisme untuk menurunkan daya saing industri dalam negeri dengan meng-adjust komponen biaya produksi. Padahal kita mampu memproduksi dan menetapkan harga sendiri," pungkasnya. (MSR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar