MELURUSKAN KEMBALI....JALANNYA SEJARAH INDONESIA...
Penyimpangan di Sekitar Teks Proklamasi (1)
Redaksi – Senin, 12 Syawwal 1434 H / 19 Agustus 2013 10:15 WIB
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/penyimpangan-di-sekitar-teks-proklamasi-1.htm#.Uh3wnlIxVkg
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/penyimpangan-di-sekitar-teks-proklamasi-1.htm#.Uh3wnlIxVkg
Tidak
banyak di antara generasi muda di Indonesia yang mengetahui bahwa
sebenarnya ada problem mendasar di sekitar peristiwa proklamasi Republik
Indonesia. Adalah seorang tokoh sejarah bernama KH Firdaus AN yang
menyingkap terjadinya pengkhianatan terhadap Islam menjelang, saat, dan
setelah kemerdekaan. Menurut beliau semestinya ada sebuah koreksi
sejarah yang dilakukan oleh ummat Islam. Koreksi sejarah tersebut
menyangkut pembacaan teks proklamasi yang setiap tahun dibacakan dalam
upacara kenegaraan.
Dalam penjelasan ensiklopedia bebas wikipedia, naskah proklamasi
ditulis tahun 05 karena sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah
tahun 2605. Berikut isi teks proklamasi yang disusun oleh duet
Soekarno-Hatta:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta
Teks tersebut merupakan hasil ketikan Sayuti Melik (atau Sajoeti
Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan
proklamasi.
Proklamasi kemerdekaan itu diumumkan di Rumah Bung Karno, jl.
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada 17 Agustus 1945, hari Jum’at,
bulan Ramadhan, pukul 10.00 pagi.
Kritik KH Firdaus AN terhadap teks Proklamasi diatas:
- Teks Proklamasi seperti tersebut diatas jelas melanggar konsensus, atau kesepakatan bersama yang telah ditetapkan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 22 Juni 1945.
- Yang ditetapkan pada 22 Juni 1945 itu ialah, bahwa teks Piagam Jakarta harus dijadikan sebagai Teks Proklamasi atau Deklarasi Kemerdekaan Indonesia.
- Alasan atau dalih Bung Hatta seperti diceritakan dalam bukunya Sekitar Proklamasi hal. 49, bahwa pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu, ‘Tidak seorang di antara kami yang mempunyai teks yang resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, yang sekarang disebut Piagam Jakarta, ‘ tidak dapat diterima, karena telah melanggar kaidah-kaidah sejarah yang harus dijunjung tinggi. Mengapa mereka tidak mengambil teks yang resmi itu di rumah beliau di Jl. Diponegoro yang jaraknya cukup dekat, tidak sampai dua menit perjalanan? Mengapa mereka bisa ke rumah Mayjend. Nisimura, penguasa Jepang yang telah menyerah dan menyempatkan diri untuk bicara cukup lama malam itu, tapi untuk mengambil teks Proklamasi yang resmi dan telah disiapkan sejak dua bulan sebelumnya mereka tidak mau? Sungguh tidak masuk akal jika esok pagi Proklamasi akan diumumkan, jam dua malam masih belum ada teksnya. Dan akhirnya teks itu harus dibuat terburu-buru, ditulis tangan dan penuh dengan coretan, seolah-olah Proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu-buru tanpa persiapan yang matang!
- Teks Proklamasi itu bukan hanya ditandatangani oleh 2 (dua) orang tokoh nasional (Soekarno-Hatta), tetapi harus ditanda-tangani oleh 9 (sembilan) orang tokoh seperti dicantum dalam Piagam Jakarta. Keluar dan menyimpang dari ketentuan tersebut tadi adalah manipulasi dan penyimpangan sejarah yang mestinya harus dihindari. Teks itu tidak otentik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Deklarasi Kemerdekaan Amerika saja ditandatangani oleh lebih dari 5 (lima) orang tokoh.
- Teks Proklamasi itu terlalu pendek, hanya terdiri dari dua alinea yang sangat ringkas dan hampa, tidak aspiratif. Ya, tidak mencerminkan aspirasi bangsa Indonesia; tidak mencerminkan cita-cita yang dianut oleh golongan terbesar bangsa ini, yakni para penganut agama Islam. Tak heran banyak pemuda yang menolak teks Proklamasi yang dipandang gegabah itu. Tak ada di dunia, teks Proklamasi atau deklarasi kemerdekaan yang tidak mencerminkan aspirasi bangsanya. Teks Proklamasi itu manipulatif dan merupakan distorsi sejarah, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam sejarah tak ada kata maaf, karena itu harus diluruskan kembali teks Proklamasi yang asli. Adapun teks Proklamasi yang otentik, yang telah disepakati bersama oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945 itu sesuai dengan teks atau lafal Piagam Jakarta.
PROKLAMASI
Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH. Wahid Hasjim, Mr. Muh Yamin.
KH Firdaus AN mengusulkan supaya dilakukan koreksi sejarah. Untuk
selanjutnya, demi menghormati musyawarah BPUPKI yang telah bekerja keras
mempersiapkan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, maka semestinya
pada setiap peringatan kemerdekaan RI tidak lagi dibacakan teks
proklamasi “darurat” susunan BK-Hatta. Hendaknya kembali kepada
orisinalitas teks proklamasi yang otentik seperti tercantum dalam Piagam
Jakarta 22 Juni 1945 diatas.
Benarlah Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam yang
mensinyalir bahwa dekadensi ummat terjadi secara gradual. Didahului
pertama kali oleh terurainya ikatan Islam berupa simpul hukum (aspek
kehidupan sosial-kenegaraan). Tanpa kecuali ini pula yang menimpa negeri
ini. Semenjak sebagian founding fathers negeri ini tidak berlaku
“amanah” sejak hari pertama memproklamirkan kemerdekaan maka diikuti
dengan terurainya ikatan Islam lainnya sehingga dewasa ini kita lihat
begitu banyak orang bahkan terang-terangan meninggalkan kewajiban
sholat. Mereka telah mencoret kata-kata “syariat Islam” dari teks
proklamasi. Bahkan dalam teks proklamasi “darurat” tersebut nama Allah
ta’aala saja tidak dicantumkan, padahal dibacakan di bulan suci
Ramadhan! Seolah kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tidak ada
kaitan dengan pertolongan Allah ta’aala…!
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
“Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap
satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul
berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir
adalah sholat.” (HR. Ahmad 45/134)
Penyimpangan di Sekitar Teks Proklamasi (Bagian 2)
Redaksi – Selasa, 13 Syawwal 1434 H / 20 Agustus 2013 07:56 WIB
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/penyimpangan-di-sekitar-teks-proklamasi-bagian-2.htm#.Uh34aVIxVkg
http://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/penyimpangan-di-sekitar-teks-proklamasi-bagian-2.htm#.Uh34aVIxVkg
Tidak
banyak di antara generasi muda di Indonesia yang mengetahui bahwa
sebenarnya ada problem mendasar di sekitar peristiwa proklamasi Republik
Indonesia. Adalah seorang tokoh sejarah bernama KH Firdaus AN yang
menyingkap terjadinya pengkhianatan terhadap Islam menjelang, saat, dan
setelah kemerdekaan. Menurut beliau semestinya ada sebuah koreksi
sejarah yang dilakukan oleh ummat Islam. Koreksi sejarah tersebut
menyangkut pembacaan teks proklamasi yang setiap tahun dibacakan dalam
upacara kenegaraan.
Kalau kita bandingkan antara teks proklamasi yang sudah dipersiapkan
bahkan seharusnya dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan teks
proklamasi hasil corat-coret Bung Karno, maka setidaknya ada dua masalah
mendasar.
Pertama, dalam teks proklamasi otentik terdapat kalimat ”Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa.” Sedangkan dalam teks teks proklamasi hasil corat-coret Bung Karno kalimat ini tidak ada.
Kedua, dalam teks proklamasi otentik terdapat kalimat ”…berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluknya”.
Sedangkan dalam teks proklamasi hasil corat-coret Bung Karno kalimat ini tidak ada.
Kedua catatan di atas merupakan masalah mendasar, terutama bagi ummat
Islam. Dihapusnya kalimat yang mencantumkan nama Allah subhaanahu wa
ta’aala menyiratkan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia
merupakan hasil jerih payah tangan manusia semata. Seolah bangsa
Indonesia tidak pernah membutuhkan Allah ta’aala dalam perjuangan
merebut kemerdekaan.
Padahal sejarah jelas mencatat bahwa semenjak para
penjajah kafir Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang menginjakkan kaki
di bumi Nusantara yang menjadi tulang punggung utama perlawanan terhadap
mereka ialah para santri dan para kyai alias ummat Islam. Merekalah
para mujahidin fi sabilillah yang dengan gagah berani memerdekakan
negeri ini dari kehadiran para penjajah kafir tersebut. Dan selama
mereka berjuang ratusan tahun seruan mereka tidak lain hanyalah ALLAH
AKBAR…!
Para pendahulu kita menyadari bahwa satu-satunya tempat memohon
pertolongan dalam mengusir para penjajah hanyalah Allah subhaanahu wa
ta’aala. Ini berlaku sejak perjuangan Fatahillah, Imam Bonjol,
Diponegoro hingga Bung Tomo di Surabaya. Dan ini pula yang telah
menginspirasi para founding fathers dalam BPUPKI ketika merumuskan teks
Proklamasi dan mukaddimah Undang-undang Dasar 1945. Sehingga dengan
penuh ke-tawadhu-an mereka mencantumkan kalimat ”Atas berkat Rahmat
Allah Yang Maha Kuasa”. Sebab mereka menyadari bahwa tidak ada
sesuatupun yang dapat diraih tanpa bantuan dan pertolongan Allah
ta’aala.
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Laa haula wa laa quwwata illa billah (Tiada daya dan tiada kekuatan selain bersama Allah ta’aala).
Sejarah Islam juga mengajarkan hal ini. Ketika Rasulullah shollallahu
’alaih wa sallam memasuki kota Makkah dalam peristiwa fenomenal Fathu
Makkah tercatat wajah beliau hampir menyentuh leher untanya karena
tawadhu merendahkan diri di hadapan pemberi kemenangan sebenarnya, yakni
Allah ta’aala. Berbeda dengan para pemimpin dunia yang biasanya saat
merayakan kemenangan mereka membusungkan dada dan mengangkat kepala
tinggi seolah ingin menunjukkan bahwa dirinyalah penyebab kemenangan
yang diraihnya. Mereka tidak ingat kepada Allah ta’aala samasekali…!
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ
يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
”Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu
lihat manusia masuk agama Allah ta’aala dengan berbondong-bondong, maka
bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS AnNashr ayat 1-3)
Bahkan para founding fathers dalam BPUPKI memandang tidak
cukup hanya mencantumkan asma Allah di dalam teks Proklamasi. Mereka
malah kemudian mencantumkan jalan hidup seperti apa yang semestinya
ditempuh ummat Islam di negeri ini agar tercermin rasa syukur semestinya
kepada Allah ta’aala Yang memberikan kemerdekaan sebenarnya. Oleh
karena itu tercantumlah di dalamnya kalimat ”…berdasarkan kepada
ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.”
Para pendahulu di negeri ini sadar bahwa sekedar menyatakan Allah
subhaanahu wa ta’aala sebagai tuhan tidaklah cukup. Namun lebih jauh
lagi harus ditegaskan bahwa jalan hidup komponen terbesar bangsa harus
diikat dengan syari’at Islam yang digariskan tuhan Allah subhaanahu wa
ta’aala. Hanya dengan mengikatkan diri kepada tali agama Allah ta’aala
sajalah ummat Islam di negeri ini bakal terpelihara kesatuannya.
”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. (QS Ali Imran ayat 103)
KH Firdaus AN menulis di dalam catatannya sebagai berikut:
Tanpa disadari, mereka telah memperlihatkan belangnya sebagai nasionalis sekuler dan kolaborator penjajah yang anti Islam, yang membawa masyarakat dan negara ke arah yang dimurkai Allah, yaitu deIslamisasi (baca: menjauhkan diri dari Islam). Jelaslah, kaum nasionalis sekuler tidak tahu arti bersyukur, dan tidak tahu arti syukur nikmat kemerdekaan.
Tanpa disadari, mereka telah memperlihatkan belangnya sebagai nasionalis sekuler dan kolaborator penjajah yang anti Islam, yang membawa masyarakat dan negara ke arah yang dimurkai Allah, yaitu deIslamisasi (baca: menjauhkan diri dari Islam). Jelaslah, kaum nasionalis sekuler tidak tahu arti bersyukur, dan tidak tahu arti syukur nikmat kemerdekaan.
Masih
perlukah kita merasa heran mengapa bangsa ini tidak kunjung selesai
dirundung malang bila sejak hari-hari awal kemerdekaannya saja para
pemimpinnya telah terlibat dalam pengkhianatan yang begitu
fundamental…? Wallahu a’lam bish-showwaab.
PELURUSAN SEJARAH SYARIKAT ISLAM (SI) SEBAGAI PELOPOR KEBANGKITAN NASIONAL
Posted on 19 Mei 2010 by masyumicentre
http://masyumicentre.wordpress.com/category/kh-firdaus-an/
Bismillahirrahmanirrahim
Kebangkitan
sesungguhnya adalah peristiwa besar terlebih jika usia kebangkitan itu
telah mencapai lebih dari satu abad, jikalau kita klias balik menjelang
20 Mei pada 2 tahun yang lalu demikian banyak komponen bangsa dan bahkan
tokoh nasional yang seolah tak mau ketinggalan berupaya meraih momentum
kebangkitan ini dengan meng-amini Satu abad kebangkitan (“1908 – 2008″)
yang berarti secara sadar mengakui bahwa Boedi Oetomo adalah tonggak
kebangkitan nasional ditengah desakan pelurusan sejarah kebangkitan
nasional yang seolah teri”nafi”kan.
Secara Tradisional 20 Mei terlanjur diakui sebagai hari kebangkitan nasional dan proses reproduksi atas pengakuan tersebut tetap berjalan karena mendapat legitimasi yang lebih dari pembelajaran tekstual sejarah kebangsaan selama ini.
Kecenderungan proses cetak ulang atas tradisi kebangkitan nasional
ini berimplikasi pada dua hal, disatu sisi pengakuan tersebut adalah
pengakuan paling populer dan semua pihak menginginkan meraih popularitas
itu namun disisi yang lain seolah kita menutup rapat – rapat terhadap
adanya fakta – fakta yang berbeda yang secara obyektif sesungguhnya
memiliki keterkaitan erat dengan momentum kebangkitan nasional.
Fakta Sejarah Kebangkitan Nasional yang terpinggirkan
Sudah lazim kita dengar bahwa Boedi Oetomo diakui oleh belanda sebagai organisasi kebangsaan pertama dan warisan penjajahan tersebut secara “tradisional” berhasil meminggirkan kenyataan bahwa ada versi lain yang disuarakan oleh aktivis – aktivis pergerakan Islam khususnya Keluarga Besar Bulan Bintang bahwa hakikatnya SI (Syarikat Islam) yang berdiri 16 Oktober 1905 adalah motor kebangkitan nasional yang sesungguhnya. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh sesungguhnya media – media Penerbitan Islam seperti halnya Panji Masyarakat, Al Muslimun, Media Dakwah, Suara Masjid, Tabloid Abadi dan lain – lain sudah sejak lama menyuarakan pentingnya sikap “Kritis” atas fakta sejarah kebangkitan nasional yang selama ini terpinggirkan.
KH Firdaus AN adalah Tokoh dan Penulis Islam yang sepanjang hayat secara lantang menyerukan perlunya pembaharuan atas tradisi peringatan kebangkitan nasional, kritiknya melalui tulisan tersebar di berbagai media juga melalui buku – buku yang beliau tulis utamanya “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan sejarah pergerakan bangsa”, sayangnya buku tersebut sekarang sudah langka dan sudah tentu sangat terpuji jika diantara kita yang “memilikinya” bersedia berbagi dan mempublikasikan buku tersebut secara terbuka melalui blog atau website sebagai bagian dari upaya pelurusan sejarah pergerakan bangsa.
Menurut KH Firdaus AN jika dipelajari dari Anggaran Dasarnya yang berbahasa belanda ternyata Budi Utomo secara terang mengadopsi semangat kedaerahan yang kental karena tujuan organisasi ini adalah menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan bangsa Madura secara harmonis. Budi Utomo menitik beratkan pada perbaikan taraf hidup orang – orang Jawa dan Madura di bawah kekuasaan Ratu Belanda sebaliknya Syarikat Islam patut dikedepankan bukan saja karena keanggotaannya yang bersifat terbuka melainkan karena sesungguhnya SI-lah cikal bakal lahirnya pergerakan kebangsaan modern.
Syarikat Islam dan Kebangkitan Pergerakan Modern Indonesia
Syarikat Islam (SI) tidak sebatas pergerakan Islam melainkan pergerakan nasional yang terbuka terbukti SI mewadahi berbagai latar belakang ideologi termasuk bergabungnya beberapa anggota yang ber-ideologi radikal seperti Semaun, Darsono dan Alimin yang kemudian dikenal sebagai SI Merah. Sebagai Bapak Pergerakan Nasional Rumah HOS Tjokroaminoto di Gang Peneleh 7 Surabaya menjadi tempat indekost bagi tokoh – tokoh pergerakan, disanalah tempat diskusi politik dan kebangsaan lintas ideologi.
3 orang tokoh pergerakan yang berguru dan indekost di rumah HOS Tjokroamnito adalah Ir. Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Ketiganya dikenal lantaran banyak memberikan warna bagi perjalanan pergerakan nasional, Bung Karno kemudian hijrah ke Bandung dan mendirikan partai nasional yang menjadi cikal bakal lahirnya PNI, Semaun dan kawan – kawannya kemudian mendirikan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1920 dan tidak lama berselang berubah menjadi Partai Komunis Indonesia yang diketuai oleh Semaun, sementara Kartosuwiryo kemudian dikenal sebagai Tokoh Islam yang berpengaruh luas dan sempat memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Keengganan untuk meluruskan Sejarah
Pendek kata mengurai Syarikat Islam sebagai tonggak kebangkitan nasional menjadi menarik karena dipenuhi dengan catatan – catatan sejarah penting yang mengiringinya karena memang demikian adanya, karena Syarikat Islam adalah tonggak kebangkitan nasional yang sesungguhnya.
Pendek kata Budi Utomo sebagai pelopor kebangkitan nasional mungkin sebagian masih akan menilai demikian karena memang demikian adanya, karena pembaharuan atas krisis sejarah kebangkitan nasional masih menghadapi “tembok raksasa” yakni keengganan untuk meluruskan sejarah dengan dalih biarkan semuanya berjalan sebagaimana adanya… Wallahu A’lam
Sumber :
Dikutip oleh Laskar Hijau Lantang dari beberapa buah pena KH. Firdaus AN
dishare juga di http://www.facebook.com/pages/Komunitas-Islam-Ideologis-Penyambung-Lidah-Perjuangan-MASYUMI/104756132901964?v=app_2347471856&ref=search#!/note.php?note_id=121364331230435
Kelahiran organisasi Boedhi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 sesungguhnya amat tidak patut dan tidak pantas diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, karena organisasi ini mendukung penjajahan Belanda, sama sekali tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, a-nasionalis, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya merupakan anggota Freemasonry Belanda (Vritmejselareen).
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam yang dilakukan oleh para penguasa sekular. Karena organisasi Syarikat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional.
Fakta Sejarah Kebangkitan Nasional yang terpinggirkan
Sudah lazim kita dengar bahwa Boedi Oetomo diakui oleh belanda sebagai organisasi kebangsaan pertama dan warisan penjajahan tersebut secara “tradisional” berhasil meminggirkan kenyataan bahwa ada versi lain yang disuarakan oleh aktivis – aktivis pergerakan Islam khususnya Keluarga Besar Bulan Bintang bahwa hakikatnya SI (Syarikat Islam) yang berdiri 16 Oktober 1905 adalah motor kebangkitan nasional yang sesungguhnya. Bahkan jika ditelusuri lebih jauh sesungguhnya media – media Penerbitan Islam seperti halnya Panji Masyarakat, Al Muslimun, Media Dakwah, Suara Masjid, Tabloid Abadi dan lain – lain sudah sejak lama menyuarakan pentingnya sikap “Kritis” atas fakta sejarah kebangkitan nasional yang selama ini terpinggirkan.
KH Firdaus AN adalah Tokoh dan Penulis Islam yang sepanjang hayat secara lantang menyerukan perlunya pembaharuan atas tradisi peringatan kebangkitan nasional, kritiknya melalui tulisan tersebar di berbagai media juga melalui buku – buku yang beliau tulis utamanya “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan sejarah pergerakan bangsa”, sayangnya buku tersebut sekarang sudah langka dan sudah tentu sangat terpuji jika diantara kita yang “memilikinya” bersedia berbagi dan mempublikasikan buku tersebut secara terbuka melalui blog atau website sebagai bagian dari upaya pelurusan sejarah pergerakan bangsa.
Menurut KH Firdaus AN jika dipelajari dari Anggaran Dasarnya yang berbahasa belanda ternyata Budi Utomo secara terang mengadopsi semangat kedaerahan yang kental karena tujuan organisasi ini adalah menggalang kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan bangsa Madura secara harmonis. Budi Utomo menitik beratkan pada perbaikan taraf hidup orang – orang Jawa dan Madura di bawah kekuasaan Ratu Belanda sebaliknya Syarikat Islam patut dikedepankan bukan saja karena keanggotaannya yang bersifat terbuka melainkan karena sesungguhnya SI-lah cikal bakal lahirnya pergerakan kebangsaan modern.
Syarikat Islam dan Kebangkitan Pergerakan Modern Indonesia
Syarikat Islam (SI) tidak sebatas pergerakan Islam melainkan pergerakan nasional yang terbuka terbukti SI mewadahi berbagai latar belakang ideologi termasuk bergabungnya beberapa anggota yang ber-ideologi radikal seperti Semaun, Darsono dan Alimin yang kemudian dikenal sebagai SI Merah. Sebagai Bapak Pergerakan Nasional Rumah HOS Tjokroaminoto di Gang Peneleh 7 Surabaya menjadi tempat indekost bagi tokoh – tokoh pergerakan, disanalah tempat diskusi politik dan kebangsaan lintas ideologi.
3 orang tokoh pergerakan yang berguru dan indekost di rumah HOS Tjokroamnito adalah Ir. Soekarno, Kartosuwiryo dan Semaun. Ketiganya dikenal lantaran banyak memberikan warna bagi perjalanan pergerakan nasional, Bung Karno kemudian hijrah ke Bandung dan mendirikan partai nasional yang menjadi cikal bakal lahirnya PNI, Semaun dan kawan – kawannya kemudian mendirikan Partai Komunis Hindia Belanda pada tahun 1920 dan tidak lama berselang berubah menjadi Partai Komunis Indonesia yang diketuai oleh Semaun, sementara Kartosuwiryo kemudian dikenal sebagai Tokoh Islam yang berpengaruh luas dan sempat memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Keengganan untuk meluruskan Sejarah
Pendek kata mengurai Syarikat Islam sebagai tonggak kebangkitan nasional menjadi menarik karena dipenuhi dengan catatan – catatan sejarah penting yang mengiringinya karena memang demikian adanya, karena Syarikat Islam adalah tonggak kebangkitan nasional yang sesungguhnya.
Pendek kata Budi Utomo sebagai pelopor kebangkitan nasional mungkin sebagian masih akan menilai demikian karena memang demikian adanya, karena pembaharuan atas krisis sejarah kebangkitan nasional masih menghadapi “tembok raksasa” yakni keengganan untuk meluruskan sejarah dengan dalih biarkan semuanya berjalan sebagaimana adanya… Wallahu A’lam
Sumber :
Dikutip oleh Laskar Hijau Lantang dari beberapa buah pena KH. Firdaus AN
dishare juga di http://www.facebook.com/pages/Komunitas-Islam-Ideologis-Penyambung-Lidah-Perjuangan-MASYUMI/104756132901964?v=app_2347471856&ref=search#!/note.php?note_id=121364331230435
Perjuangan Mempertahankan Keutuhan Negara Republik Indonesia
bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya dan menjaga kelestarian sejarah-sejarah bangsa.
Sabtu
20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional
Kelahiran organisasi Boedhi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 sesungguhnya amat tidak patut dan tidak pantas diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional, karena organisasi ini mendukung penjajahan Belanda, sama sekali tidak pernah mencita-citakan Indonesia merdeka, a-nasionalis, anti agama, dan bahkan sejumlah tokohnya merupakan anggota Freemasonry Belanda (Vritmejselareen).
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam yang dilakukan oleh para penguasa sekular. Karena organisasi Syarikat Islam (SI) yang lahir terlebih dahulu dari Boedhi Oetomo (BO), yakni pada tahun 1905, yang jelas-jelas bersifat nasionalis, menentang penjajah Belanda, dan mencita-citakan Indonesia merdeka, tidak dijadikan tonggak kebangkitan nasional.
Anehnya,
hal ini sama sekali tidak dikritisi oleh tokoh-tokoh Islam kita.
Bahkan secara menyedihkan ada sejumlah tokoh Islam dan para Ustadz
selebritis yang ikut-ikutan merayakan peringatan Hari Kebangkitan
Nasional 20 Mei di berbagai event. Mereka ini sebenarnya telah
melakukan sesuatu tanpa memahami esensi di balik hal yang
dilakukannya. Rasulullah SAW telah mewajibkan umatnya untuk
bersikap: “Ilmu qabla amal” (Ilmu sebelum mengamalkan), yang berarti umat Islam wajib mengetahui duduk-perkara sesuatu hal secara benar sebelum mengerjakannya.
Bahkan Sayyid Quthb di dalam karyanya “Tafsir Baru Atas Realitas”
(1996) menyatakan orang-orang yang mengikuti sesuatu tanpa
pengetahuan yang cukup adalah sama dengan orang-orang jahiliyah,
walau orang itu mungkin seorang ustadz bahkan profesor. Jangan
sampai kita “Fa Innahu Minhum” (kita menjadi golongan mereka) terhadap kejahiliyahan.
Agar
kita tidak terperosok berkali-kali ke dalam lubang yang sama, sesuatu
yang bahkan tidak pernah dilakukan seekor keledai sekali pun, ada
baiknya kita memahami siapa sebenarnya Boedhi Oetomo itu.
Pendukung Penjajahan Belanda
Akhir Februari 2003, sebuah amplop besar pagi-pagi telah tergeletak di atas meja kerja penulis. Pengirimnya KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924. Di dalam amplop coklat itu, tersembul sebuah buku berjudul “Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa” karya si pengirim. Di halaman pertama, KH. Firdaus AN menulis: “Hadiah kenang-kenangan untuk Ananda Rizki Ridyasmara dari Penulis, Semoga Bermanfaat!” Di bawah tanda tangan beliau tercantum tanggal 20. 2. 2003.
KH.
Firdaus AN telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Namun
pertemuan-pertemuan dengan beliau, berbagai diskusi dan obrolan ringan
antara penulis dengan beliau, masih terbayang jelas seolah baru
kemarin terjadinya. Selain topik pengkhianatan the founding-fathers
bangsa ini yang berakibat dihilangkannya tujuh buah kata dalam
Mukadimmah UUD 1945, topik diskusi lainnya yang sangat konsern
beliau bahas adalah tentang Boedhi Oetomo.
“BO
tidak memiliki andil sedikit pun unuk perjuangan kemerdekan, karena
mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan
penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula
turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan,
karena telah bubar pada tahun 1935.
BO
adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang
Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi
saja tidak boleh menjadi anggotanya, ” tegas KH. Firdaus AN.
BO didirikan di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA, Soetomo dan kawan-kawan. Perkumpulan ini dipimpin oleh para ambtenaar, yakni para pegawai negeri yang setia terhadap pemerintah kolonial Belanda. BO pertama kali diketuai oleh Raden T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar kepercayaan Belanda, yang memimpin hingga tahun 1911. Kemudian dia diganti oleh Pangeran Aryo Notodirodjo dari Keraton Paku Alam VIII Yogyakarta yang digaji oleh Belanda dan sangat setia dan patuh pada induk semangnya. Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan di dalam penyusunan anggaran dasar organisasi, BO menggunakan bahasa Belanda, bukan bahasa Indonesia.
“Tidak pernah sekali pun rapat BO membahas
tentang kesadaran berbangsa dan bernegara yang merdeka. Mereka ini
hanya membahas bagaimana memperbaiki taraf hidup orang-orang Jawa
dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda, memperbaiki nasib
golongannya sendiri, dan menjelek-jelekkan Islam yang dianggapnya
sebagai batu sandungan bagi upaya mereka, ” papar KH. Firdaus AN.
Noto Soeroto, salah seorang tokoh BO, di dalam satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini alsrichtsnoer voor de Indische Vereniging berkata: “Agama Islam merupakan batu karang yang sangat berbahaya... Sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan. ” Sebuah artikel di “Suara Umum”, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo terbitan Surabaya, dikutip oleh A. Hassan di dalam Majalah “Al-Lisan” terdapat tulisan yang antara lain berbunyi, “Digul lebih utama daripada Makkah”, “Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu Kamu Punya Kiblat!” (M. S) Al-Lisan nomor 24, 1938. Karena sifatnya yang tunduk pada pemerintahan kolonial Belanda, maka tidak ada satu pun anggota BO yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda. Arah perjuangan BO yang sama sekali tidak berasas kebangsaan, melainkan chauvinisme sempit sebatas memperjuangkan Jawa dan Madura saja telah mengecewakan dua tokoh besar BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya hengkang dari BO. Bukan itu saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO yakni Raden Adipati Tirtokusumo, Bupati Karanganyar, ternyata adalah seorang anggota Freemasonry. Dia aktif di Lodge Mataram sejak tahun 1895. Sekretaris BO (1916), Boediardjo, juga seorang Mason yang mendirikan cabangnya sendiri yang dinamakan Mason Boediardjo. Hal ini dikemukakan dalam buku “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962” (Dr. Th. Stevens), sebuah buku yang dicetak terbatas dan hanya diperuntukan bagi anggota Mason Indonesia. Dalam tulisan kedua akan dibahas mengenai organisasi kebangsaan pertama di Indonesia, Syarikat Islam, yang telah berdiri tiga tahun sebelum BO, dan perbandinganya dengan BO, sehingga kita dengan akal yang jernih bisa menilai bahwa Hari Kebangkitan Nasional seharusnya mengacu pada kelahiran SI pada tanggal 16 Oktober 1905, sama sekali bukan 20 Mei 1908. (Bersambung/Rizki Ridyasmara/eramuslim) | ||||||
Bagian II | ||||||
Dalam
tulisan bagian pertama, telah dipaparkan betapa organisasi Boedhi
Oetomo (BO) sama sekali tidak pantas dijadikan tonggak kebangkitan
nasional. Karena BO tidak pernah membahas kebangsaan dan
nasionalisme, mendukung penjajahan Belanda atas Indonesia, anti agama,
dan bahkan sejumlah tokohnya ternyata anggota Freemasonry. Ini
semua mengecewakan dua pendiri BO sendiri yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga keduanya akhirnya hengkang dari BO.
Tiga
tahun sebelum BO dibentuk, Haji Samanhudi dan kawan-kawan mendirikan
Syarikat Islam (SI, awalnya Syarikat Dagang Islam, SDI) di Solo pada
tanggal 16 Oktober 1905. “Ini merupakan organisasi Islam yang
terpanjang dan tertua umurnya dari semua organisasi massa di tanah
air Indonesia, ” tulis KH. Firdaus AN.
Berbeda dengan BO
yang hanya memperjuangkan nasib orang Jawa dan Madura—juga hanya
menerima keanggotaan orang Jawa dan Madura, sehingga para pengurusnya
pun hanya terdiri dari orang-orang Jawa dan Madura—sifat SI lebih
nasionalis. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang
mayoritas Islam. Sebab itu, susunan para pengurusnya pun terdiri dari
berbagai macam suku seperti: Haji Samanhudi dan HOS. Tjokroaminoto
berasal dari Jawa Tengah dan Timur, Agus Salim dan Abdoel Moeis
dari Sumatera Barat, dan AM. Sangaji dari Maluku.
Guna
mengetahui perbandingan antara kedua organisasi tersebut—SI dan BO—maka
di bawah ini dipaparkan perbandingan antara keduanya:
Seharusnya 16 Oktober
Hari Kebangkitan Nasional yang sejak tahun 1948 kadung diperingati setiap tanggal 20 Mei sepanjang tahun, seharusnya dihapus dan digantikan dengan tanggal 16 Oktober, hari berdirinya Syarikat Islam. Hari Kebangkitan Nasional Indonesia seharusnya diperingati tiap tanggal 16 Oktober, bukan 20 Mei. Tidak ada alasan apa pun yang masuk akal dan logis untuk menolak hal ini.
Jika kesalahan tersebut
masih saja dilakukan, bahkan dilestarikan, maka saya khawatir bahwa
jangan-jangan kesalahan tersebut disengaja. Saya juga khawatir,
jangan-jangan kesengajaan tersebut dilakukan oleh para pejabat
bangsa ini yang sesungguhnya anti Islam dan a-historis.
Jika keledai saja tidak terperosok ke lubang yang sama hingga dua kali, maka sebagai bangsa yang besar, bangsa Indonesia seharusnya mulai hari ini juga menghapus tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan melingkari besar-besar tanggal 16 Oktober dengan spidol merah dengan catatan “Hari Kebangkitan Nasional”. (Tamat/Rizki Ridyasmara/eramuslim) Peristiwa Rengasdengklok & Rumah Bersejarah Babah Djiaw yang Terlupakanhttp://bangsaku-dahulu.blogspot.com/28 Oktober 1928 Sumpah pemuda dan jalan menuju Revolusi Kemerdekaan
Penyimpangan di Sekitar Teks ProklamasiTidak banyak di antara generasi muda di Indonesia yang mengetahui bahwa sebenarnya ada problem mendasar di sekitar peristiwa proklamasi Republik Indonesia. Adalah seorang tokoh sejarah bernama KH Firdaus AN yang menyingkap terjadinya pengkhianatan terhadap Islam menjelang, saat, dan setelah kemerdekaan. Menurut beliau semestinya ada sebuah koreksi sejarah yang dilakukan oleh ummat Islam. Koreksi sejarah tersebut menyangkut pembacaan teks proklamasi yang setiap tahun dibacakan dalam upacara kenegaraan.
Dalam penjelasan
ensiklopedia bebas wikipedia, naskah proklamasi ditulis tahun 05 karena
sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.
Berikut isi teks proklamasi yang disusun oleh duet Soekarno-Hatta: Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta Teks tersebut merupakan hasil ketikan Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi. Proklamasi kemerdekaan itu diumumkan di rumah Bung Karno, jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, pada 17 Agustus 1945, hari Jum'at, bulan Ramadhan, pukul 10.00 pagi. Kritik KH Firdaus AN terhadap teks Proklamasi di atas : 1. Teks Proklamasi seperti tersebut di atas jelas melanggar konsensus, atau kesepakatan bersama yang telah ditetapkan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 22 Juni 1945. 2. Yang ditetapkan pada 22 Juni 1945 itu ialah, bahwa teks Piagam Jakarta harus dijadikan sebagai Teks Proklamasi atau Deklarasi Kemerdekaan Indonesia. 3. Alasan atau dalih Bung Hatta seperti diceritakan dalam bukunya Sekitar Proklamasi hal. 49, bahwa pada malam tanggal 16 Agustus 1945 itu, 'Tidak seorang di antara kami yang mempunyai teks yang resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, yang sekarang disebut Piagam Jakarta, ' tidak dapat diterima, karena telah melanggar kaidah-kaidah sejarah yang harus dijunjung tinggi. Mengapa mereka tidak mengambil teks yang resmi itu di rumah beliau di Jl. Diponegoro yang jaraknya cukup dekat, tidak sampai dua menit perjalanan? Mengapa mereka bisa ke rumah Mayjend. Nisimura, penguasa Jepang yang telah menyerah dan menyempatkan diri untuk bicara cukup lama malam itu, tapi untuk mengambil teks Proklamasi yang resmi dan telah disiapkan sejak dua bulan sebelumnya mereka tidak mau? Sungguh tidak masuk akal jika esok pagi Proklamasi akan diumumkan, jam dua malam masih belum ada teksnya. Dan akhirnya teks itu harus dibuat terburu-buru, ditulis tangan dan penuh dengan coretan, seolah-olah Proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu-buru tanpa persiapan yang matang! 4. Teks Proklamasi itu bukan hanya ditandatangani oleh 2 (dua) orang tokoh nasional (Soekarno-Hatta), tetapi harus ditanda-tangani oleh 9 (sembilan) orang tokoh seperti dicantum dalam Piagam Jakarta. Keluar dan menyimpang dari ketentuan tersebut tadi adalah manipulasi dan penyimpangan sejarah yang mestinya harus dihindari. Teks itu tidak otentik dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Deklarasi Kemerdekaan Amerika saja ditandatangani oleh lebih dari 5 (lima) orang tokoh. 5. Teks Proklamasi itu terlalu pendek, hanya terdiri dari dua alinea yang sangat ringkas dan hampa, tidak aspiratif. Ya, tidak mencerminkan aspirasi bangsa Indonesia; tidak mencerminkan cita-cita yang dianut oleh golongan terbesar bangsa ini, yakni para penganut agama Islam. Tak heran banyak pemuda yang menolak teks Proklamasi yang dipandang gegabah itu. Tak ada di dunia, teks Proklamasi atau deklarasi kemerdekaan yang tidak mencerminkan aspirasi bangsanya. Teks Proklamasi itu manipulatif dan merupakan distorsi sejarah, karena tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Dalam sejarah tak ada kata maaf, karena itu harus diluruskan kembali teks Proklamasi yang asli. Adapun teks Proklamasi yang otentik, yang telah disepakati bersama oleh BPUPKI pada 22 Juni 1945 itu sesuai dengan teks atau lafal Piagam Jakarta. Jelasnya, teks proklamasi itu haruslah berbunyi seperti di bawah ini: Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia ini harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke pintu gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka dengan ini rakyat Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia, yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jakarta, 22 Juni 1945 Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, A.A. Maramis, Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH. Wahid Hasjim, Mr. Muh Yamin. KH Firdaus AN mengusulkan supaya dilakukan koreksi sejarah. Untuk selanjutnya, demi menghormati musyawarah BPUPKI yang telah bekerja keras mempersiapkan usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, maka semestinya pada setiap peringatan kemerdekaan RI tidak lagi dibacakan teks proklamasi �darurat� susunan BK-Hatta. Hendaknya kembali kepada orisinalitas teks proklamasi yang otentik seperti tercantum dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945 di atas. Benarlah Nabi Muhammad shollallahu �alaih wa sallam yang mensinyalir bahwa dekadensi ummat terjadi secara gradual. Didahului pertama kali oleh terurainya ikatan Islam berupa simpul hukum (aspek kehidupan sosial-kenegaraan). Tanpa kecuali ini pula yang menimpa negeri ini. Semenjak sebagian founding fathers negeri ini tidak berlaku �amanah� sejak hari pertama memproklamirkan kemerdekaan maka diikuti dengan terurainya ikatan Islam lainnya sehingga dewasa ini kita lihat begitu banyak orang bahkan terang-terangan meninggalkan kewajiban sholat. Mereka telah mencoret kata-kata �syariat Islam� dari teks proklamasi. Bahkan dalam teks proklamasi �darurat� tersebut nama Allah ta�aala saja tidak dicantumkan, padahal dibacakan di bulan suci Ramadhan..! Seolah kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia tidak ada kaitan dengan pertolongan Allah ta�aala...! عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ �Sungguh akan terurai ikatan Islam simpul demi simpul. Setiap satu simpul terlepas maka manusia akan bergantung pada simpul berikutnya. Yang paling awal terurai adalah hukum dan yang paling akhir adalah sholat.� (HR Ahmad 45/134) (eramuslim) Tidak banyak di antara generasi muda di Indonesia yang mengetahui bahwa sebenarnya ada problem mendasar di sekitar peristiwa proklamasi Republik Indonesia. Adalah seorang tokoh sejarah bernama KH Firdaus AN yang menyingkap terjadinya pengkhianatan terhadap Islam menjelang, saat, dan setelah kemerdekaan. Menurut beliau semestinya ada sebuah koreksi sejarah yang dilakukan oleh ummat Islam. Koreksi sejarah tersebut menyangkut pembacaan teks proklamasi yang setiap tahun dibacakan dalam upacara kenegaraan. Kalau kita bandingkan antara teks proklamasi yang sudah dipersiapkan bahkan seharusnya dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan teks proklamasi hasil corat-coret Bung Karno, maka setidaknya ada dua masalah mendasar. Pertama, dalam teks proklamasi otentik terdapat kalimat �Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa.� Sedangkan dalam teks teks proklamasi hasil corat-coret Bung Karno kalimat ini tidak ada. Kedua, dalam teks proklamasi otentik terdapat kalimat �...berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya�. Sedangkan dalam teks proklamasi hasil corat-coret Bung Karno kalimat ini tidak ada. Kedua catatan di atas merupakan masalah mendasar, terutama bagi ummat Islam. Dihapusnya kalimat yang mencantumkan nama Allah subhaanahu wa ta�aala menyiratkan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia merupakan hasil jerih payah tangan manusia semata. Seolah bangsa Indonesia tidak pernah membutuhkan Allah ta�aala dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Padahal sejarah jelas mencatat bahwa semenjak para penjajah kafir Portugis, Inggris, Belanda dan Jepang menginjakkan kaki di bumi Nusantara yang menjadi tulang punggung utama perlawanan terhadap mereka ialah para santri dan para kyai alias ummat Islam. Merekalah para mujahidin fi sabilillah yang dengan gagah berani memerdekakan negeri ini dari kehadiran para penjajah kafir tersebut. Dan selama mereka berjuang ratusan tahun seruan mereka tidak lain hanyalah ALLAH AKBAR...! Para pendahulu kita menyadari bahwa satu-satunya tempat memohon pertolongan dalam mengusir para penjajah hanyalah Allah subhaanahu wa ta�aala. Ini berlaku sejak perjuangan Fatahillah, Imam Bonjol, Diponegoro hingga Bung Tomo di Surabaya. Dan ini pula yang telah menginspirasi para founding fathers dalam BPUPKI ketika merumuskan teks Proklamasi dan mukaddimah Undang-undang Dasar 1945. Sehingga dengan penuh ke-tawadhu-an mereka mencantumkan kalimat �Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa�. Sebab mereka menyadari bahwa tidak ada sesuatupun yang dapat diraih tanpa bantuan dan pertolongan Allah ta�aala.
لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Laa haula wa laa quwwata illa billah (Tiada daya dan tiada kekuatan selain bersama Allah ta�aala). Sejarah Islam juga mengajarkan hal ini. Ketika Rasulullah shollallahu �alaih wa sallam memasuki kota Makkah dalam peristiwa fenomenal Fathu Makkah tercatat wajah beliau hampir menyentuh leher untanya karena tawadhu merendahkan diri di hadapan pemberi kemenangan sebenarnya, yakni Allah ta�aala. Berbeda dengan para pemimpin dunia yang biasanya saat merayakan kemenangan mereka membusungkan dada dan mengangkat kepala tinggi seolah ingin menunjukkan bahwa dirinyalah penyebab kemenangan yang diraihnya. Mereka tidak ingat kepada Allah ta�aala samasekali...!
إِذَا
جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي
دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ
إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
�Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah ta�aala dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.� (QS AnNashr ayat 1-3) Bahkan para founding fathers dalam BPUPKI memandang tidak cukup hanya mencantumkan asma Allah di dalam teks Proklamasi. Mereka malah kemudian mencantumkan jalan hidup seperti apa yang semestinya ditempuh ummat Islam di negeri ini agar tercermin rasa syukur semestinya kepada Allah ta�aala Yang memberikan kemerdekaan sebenarnya. Oleh karena itu tercantumlah di dalamnya kalimat �...berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya.� Para pendahulu di negeri ini sadar bahwa sekedar menyatakan Allah subhaanahu wa ta�aala sebagai tuhan tidaklah cukup. Namun lebih jauh lagi harus ditegaskan bahwa jalan hidup komponen terbesar bangsa harus diikat dengan syari�at Islam yang digariskan tuhan Allah subhaanahu wa ta�aala. Hanya dengan mengikatkan diri kepada tali agama Allah ta�aala sajalah ummat Islam di negeri ini bakal terpelihara kesatuannya.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
�Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai�. (QS Ali Imran ayat 103) KH Firdaus AN menulis di dalam catatannya sebagai berikut:
Tanpa
disadari, mereka telah memperlihatkan belangnya sebagai nasionalis
sekuler dan kolaborator penjajah yang anti Islam, yang membawa
masyarakat dan negara ke arah yang dimurkai Allah, yaitu deIslamisasi
(baca: menjauhkan diri dari Islam). Jelaslah, kaum nasionalis sekuler tidak tahu arti bersyukur, dan tidak tahu arti syukur nikmat kemerdekaan.
Masih perlukah kita merasa heran mengapa bangsa ini tidak kunjung selesai dirundung malang bila sejak hari-hari awal kemerdekaannya saja para pemimpinnya telah terlibat dalam pengkhianatan yang begitu fundamental...? Wallahu a�lam bish-showwaab.- (eramuslim) Detail Artikel seputar Proklamasi dihalaman sejarah
Label: PROKLAMASI
| ||||||
Daftar anggota BPUPKI-PPKI
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_anggota_BPUPKI-PPKI
Daftar Anggota BPUPKI-PPKI adalah
nama-nama yang ambil bagian dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.
Daftar isi
- 1 Dokuritsu Zyunbi Tyoosa Kai
- 2 Dokuritu Zyunbi Iin Kai
- 3 Keterangan dan Pertanggung jawaban
- 4 Referensi
Dokuritsu Zyunbi Tyoosa Kai
Dokuritu Zyunbi Tyoosa Kai atau yang sering
dikenal dengan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) adalah sebuah Badan yang dibentuk oleh Pemerintah Angkatan Darat XVI
Jepang yang berkedudukan di Jakarta (selengkapnya baca artikel BPUPKI) ini
beranggotakan 67 orang,terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dari Indonesia
dan 7 orang anggota Jepang dan ketrunan Indo lainnya tanpa hak suara. Pada
sidang yang kedua (10 Juli-17Juli) Pemerintah [Jepang] menambah 6 orang anggota
bangsa Indonesia.
Daftar Anggota BPUPKI
Nomor
|
Nama anggota
dalam EYD
|
Nama anggota
dalam ejaan asli
|
Tempat
kelahiran
|
Tanggal
kelahiran
|
Pekerjaan/Jabatan
|
Keterangan
lainnya
|
1
|
Kaffar, Abdoel
|
Sampang, Jatim
|
14-05-1913
|
Bekas Kapten Mantan Barisan Madura
|
-
|
|
2
|
Moezakir, Abdoel Kahar
|
Gading, Yogyakarta
|
16-04-1907
|
Peg Kantor Kooti Zimu Kyoku Yogya bag Ekonomi
|
-
|
|
3
|
Dasaad, Agoes Moechsin
|
Sulu, Filipina
|
25-08-1905
|
Pemimpin NV
Pabrik Tenun, Wa
Ketua Jakarta
Tokubetu Si Sangi Kai
|
-
|
|
4
|
Baswedan,
AR.
|
Surabaya
|
11-09-1908
|
Angg Tyuuoo Sangi In
|
Angg KNIP 1946
|
|
5 *)
|
Bandoro Pangeran Hario Purubojo
|
Poeroebojo, Bandoro Pangeran Hario
|
Yogyakarta
|
25-06-1906
|
Pembesar Kawedanan Kori Kraton Yogyakarta,
Angg Tyuuoo Sangi In
|
-
|
6 *) #)
|
Bendoro Kanjeng Pangeran Ario Suryohamijoyo.
|
Soerjohamidjojo, Bendoro Kanjeng Pangeran Ario
|
Solo
|
13-10-1905
|
Ajudan Sri Susuhunan Surakarta
|
-
|
7
|
Bendoro Pangeran Hario Bintoro
|
Bintoro', Bendoro Pangeran Hario
|
Yogyakarta
|
02-08-1914
|
Pejabat di Kesultanan Yogyakarta
|
-
|
8 *)
|
Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman Wedyodiningrat
|
Wedyodiningrat, Radjiman, Kanjeng Raden
Tumenggung, Dr
|
Yogyakarta
|
21-04-1879
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Pertanian di Bulak Ngalaran
Walikukun Kab Ngawi
|
-
|
9
|
Dr. Raden Buntaran Martoatmojo
|
Martoatmodjo, Boentaran, Raden, Dr.
|
Loano, Purworejo
|
11-01-1896
|
Ka RSU Negeri Semarang, Wa Ketua Syuu Hookoo Kai Semarang
dan Tyuuoo Sangi In
|
Men Kes I
|
10
|
Dr. Raden Suleiman
Effendi Kusumaatmaja
|
Koesoemaatmadja, Soleiman Effendi, Raden. Dr.
|
Purwakarta
|
08-09-1898
|
Ketua Tihoo Hooin Semarang,
Kendal, Semarang
Ken Kooto Hooin Kinmu
|
Ketua MA I
|
11
|
Sastrawidagda, Samsi, Dr.
|
Solo
|
13-03-1894
|
Ka Kantor Partikelir Tatausaha dan Pajak Surabaya, Angg
Tyuuoo Sangi In
|
Men Keu I
|
|
12
|
Wirjosandjojo, Soekiman, Dr.
|
Sewor, Solo
|
19-06-1896
|
Dokter Partikelir di Yogyakarta
|
-
|
|
13
|
Drs. Kanjeng Raden Mas Hario Sosrodiningrat
|
Sosrodiningrat, Kanjeng Raden Mas Hario, Drs.
|
Solo
|
01-12-1902
|
Solo Kooti Soomuu Tyookan
|
-
|
14
|
Drs. Muhammad
Hatta
|
Hatta, Mohammad, Drs.
|
Bukit Tinggi, Sumbar
|
12-08-1902
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Wa Ketua Hookoo Kaigi Jawa Hookookai
|
Wakil Presiden I
|
15
|
Haji A.A. Sanusi
|
Sanoesi, A.A., Haji
|
Cantayan, Sukabumi
|
18-09-1888
|
Angg Bogor
Syuu Sangi Kai
|
-
|
16 *)
|
Haji Abdul Wahid Hasyim
|
Hasjim, Abdoel Wachid, Haji.
|
Jombang
|
12-02-1913
|
Berniaga, Penasehat Kantor Penyelidikan Surabaya.
|
-
|
17
|
Haji Agus Salim
|
Salim, Agoes, Haji.
|
Koto Gadang, IV Koto, Agam, Sumbar
|
08-10-1884
|
N/A
|
-
|
18 #)
|
Ir. Pangeran Muhammad Nur
|
Noor, Mohammad, Pangeran, Ir.
|
Martapura, Banjarmasin
|
24-07-1901
|
Pemimpin Kantor Pengairan Bondowoso
|
Gubernur Kalimantan I
|
19
|
Ir. Raden Ashar Sutejo Munandar
|
Moenandar, Ashar Soetedjo, Raden, Ir.
|
Siluwak Sawangan Batang
|
30-04-1914
|
Ingenieur Seibu Jawa Denki Zidyoo Koosya Bogor [versi:
Suisin Taityoo Ngawi]
|
-
|
20
|
Ir. Raden Mas Panji Surahman Cokroadisuryo
|
Tjokroadisoerjo, Soerachman, Raden Mas Panji, Ir.
|
Wonosobo
|
30-08-1894
|
Pem Kantor Pusat Kerajinan dan Jawata Tera
|
Men Kemakmuran I
|
21
|
Ir. Raden Ruseno Suryohadikusumo
|
Soerjohadikoesoemo, Rooseno, Raden, Ir.
|
Madiun
|
08-08-1908
|
Ingenieur, Pem distrik II Pengairan Jatim Kediri, Angg
Tyuuoo Sangi In, Wa Penasehat Syuu Sangi Kai Kediri
|
-
|
22 *)
|
Ir. Sukarno.
|
Soekarno, Ir.
|
Surabaya
|
06-06-1901
|
Penasehat Tyuuoo Sangi In, Sango Soomubu Jakarta
|
Presiden I
|
23
|
K.H. Abdul Halim
(Muhammad Syatari)
|
Halim, Abdul (Mohammad Sjatari), K.H.
|
Majalengka
|
17-06-1887
|
Penasehat Perikatan Umat Islam Majalengka, Angg Tyuuoo
Sangi In Jakarta.
|
-
|
24
|
Kanjeng Raden Mas Tumenggung Ario Wuryaningrat.
|
Woerjaningrat, Kanjeng Raden Mas Toemenggoeng
Ario.
|
Solo
|
12-03-1885
|
Bupati Nayoko Kaprah Tengan di Kraton Solo
|
-
|
25 *)
|
Hadikoesoemo, Bagoes, Ki
|
Yogyakarta
|
xx-xx-1890
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Ketua Muhammadiyah.
|
-
|
|
26 *)
|
Dewantara, Hajar, Ki
|
Paku Alaman, Yogyakarta
|
08-05-1889
|
Angg Tyuuoo Sangi In Soomu Jawa Hookookai Yogyakarta.
|
Menteri P&K I
|
|
27 #)
|
Kiai Haji Abdul Fatah Hasan
|
Hasan, Abdul Fatah, Kiai Haji.
|
Bojonegaro, Cilegon atau Menes (Banten Selatan) (?)
|
xx-xx-1912
|
Angg Banten Syuu Sangi Kai.
|
-
|
28
|
Kiai Haji Mas Mansoer.
|
Mansoer, Mas, Kiai Haji.
|
Surabaya
|
25-06-1896
|
Kamon Shuumubu, Masyumi Jakarta.
|
-
|
29
|
Kiai Haji Masjkur.
|
Masjkoer, Kiai Haji.
|
Singasari Malang
|
30-12-1902
|
Tokoh NU
|
-
|
30
|
Liem, Koen Hian.
|
Banjarmasin
|
xx-xx-1896
|
N/A
|
Pindah kewarga-negaraan
|
|
31
|
Mas Aris.
|
Aris, Mas.
|
Karanganyar, Kebumen
|
02-01-1901
|
Ketua Pati Syuu Sangi Kai, Angg Tyuuoo Sangi In.
|
-
|
32
|
Kartohadikoesoemo, Soetardjo. Mas
|
Kunduran, Blora
|
22-10-1892
|
Syuutyookan Jakarta.
|
Gubernur Jabar I
|
|
33
|
Mr. A.A. Maramis
|
Maramis, A. A., Mr.
|
Manado
|
20-06-1897
|
Advokat Jakarta.
|
Meneg Kabinet I
|
34
|
Mr. Kanjeng Raden Mas Tumenggung Wongsonagoro.
|
Wongsonagoro, Kanjeng Raden Mas Toemenggoeng, Mr.
|
Solo
|
20-04-1897
|
Bupati Sragen
|
Residen
|
35 #)
|
Mr. Mas Besar Martokusumo.
|
Martokoesoemo, Mas Besar, Mr.
|
Brebes
|
08-07-1893
|
Walikota Tegal
|
-
|
36
|
Mr. Mas Susanto Tirtoprojo
|
Tirtoprodjo, Soesanto, Mas, Mr.
|
Solo
|
03-03-1900
|
Madiun Sityoo
|
-
|
37
|
Mr. Muhammad
Yamin
|
Yamin, Muhammad, Mr.
|
Sawahlunto, Sumbar
|
23-08-1903
|
Penasehat Sendenbu-sendenka (Sanyoo-Sendenbu)
|
-
|
38 *)
|
Mr. Raden Ahmad
Subarjo
|
Soebardjo, Ahmad, Raden, Mr.
|
Krawang
|
23-03-1897
|
Pem bag Informasi Gunseikanbu cabang I Jakarta
|
Men LN I
|
39
|
Mr. Raden Hindromartono,
|
Hindromartono, Raden, Mr.
|
Gunem, Rembang
|
31-12-1908
|
Shokuin Naimobu Roodo Kyoku
|
-
|
40
|
Mr. Raden Mas Sartono.
|
Sartono, Raden Mas. Mr.
|
Wonogiri
|
05-08-1900
|
Advokat, Angg Tyuuoo Sangi In
|
Men Neg Kabinet I
|
41
|
Mr. Raden Panji Singgih.
|
Singgih, Raden Panji, Mr.
|
Malang
|
17-10-1894
|
Pembesar Umum Naimuu Koseika Tyoo Jakarta
|
-
|
42
|
Mr. Raden Samsudin
|
Samsoedin, Raden, Mr.
|
Sukabumi
|
01-01-1908
|
N/A
|
-
|
43
|
Mr. Raden Suwandi.
|
Soewandi, Raden, Mr.
|
Ngawi
|
31-10-1898
|
Sanyo Bunkyoo Kyoku
|
-
|
44
|
Mr. Raden, Sastromulyono.
|
Sastromoeljono, Raden, Mr.
|
Kudus
|
16-10-1898
|
Hakim Kootoo Hooin dan Tihoo Hooin Jakarta Tangerang
|
-
|
45 *)
|
Latuharhary, Johanes. Mr.
|
Saparua, Ambon
|
06-07-1900
|
Peg. Somubu Jakarta
|
Gubernur Maluku I
|
|
46
|
Ny. Mr. Raden Ayu Maria Ulfah Santoso
|
Santoso, Maria Ulfah, Raden Ayu, Mr.
|
Semarang
|
18-08-1911
|
Peg Syhobu Jakarta
|
Men Sos 1946
|
47
|
Ny. Raden Nganten Siti
Sukaptinah Sunaryo Mangunpuspito
|
Mangoenpoespito, Siti Soekaptinah Soenarjo, Raden
Nganten
|
Yogyakarta
|
28-12-1907
|
Kabag Wanita Kantor Pus Jawa Hookoo Kai Jakarta
|
-
|
48
|
Oey, Tiang Tjoei.
|
Jakarta
|
xx-xx-1893
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Presiden Hua Chiao Tong Hui
|
-
|
|
49
|
Oey, Tjong Hauw.
|
Semarang
|
xx-xx-1904
|
Angg Tyuuoo Sangi In
|
-
|
|
50
|
Dahler, P.F.
|
Semarang
|
21-02-1883
|
N/A
|
-
|
|
51
|
Harahap, Parada
|
Pargarutan, Sumut
|
15-12-1899
|
Direktur Percetakan dan Harian Sinar Baru Semarang
|
Gelar Maharaja Goenoeng Moeda
|
|
52 *)
|
Prof. Dr. Mr. Raden Supomo.
|
Soepomo, Raden, Prof. Mr. Dr.
|
Sukoharjo, Solo
|
22-01-1903
|
Pem. Hooki Kyoku, Angg Saikoo Hooin
|
Men Keh I
|
53
|
Prof. Dr. Pangeran Ario Husein Jayadiningrat
|
Djajadiningrat, Husein, Pangeran Ario, Prof. Dr.
|
Kramat Watu, Serang
|
08-12-1886
|
Syumubutyoo, Angg Tyuuoo Sangi In Jakarta.
|
-
|
54
|
Prof. Dr. Raden Jenal Asikin
Wijaya Kusuma
|
Koesoema, Djenal Asikin Widjaja, Raden. Prof. Dr.
|
Mononjaya, Tasikmalaya
|
07-06-1891
|
Wa Pemimpin RSU Negeri, Guru Tinggi Ika Dai Gaku Jakarta
|
-
|
55 *)
|
Raden Abdul Kadir
|
Kadir, Abdul, Raden
|
Binjai, Sumut
|
06-06-1906
|
Opsir PETA
|
-
|
56
|
Raden Abdulrahim Pratalykrama
|
Pratalykrama, Abdoelrahim, Raden
|
Sumenep, Jatim
|
10-06-1898
|
Wa Residen Kediri
|
Residen Kediri
|
57
|
Raden Abikusno Cokrosuyoso
|
Tjokrosoejoso, Abikoesno, Raden
|
Ponorogo
|
16-06-1897
|
Architectparticulir, Ketua bag Umum kantor pusat Jawa
Hookoo Kai
|
Men PU I
|
58
|
Raden Adipati Ario Purbonegoro Sumitro Kolopaking
|
Kolopaking, Poerbonegoro, Soemitro, Raden
Adipati Ario.
|
Papringan, Banyumas
|
14-06-1887
|
Bupati Banjarnegara
|
-
|
59 *)
|
Raden Adipati Wiranatakusuma.
|
Wiranatakoesoema, Raden Adipati.
|
Bandung
|
08-08-1888
|
Bupati Bandung
|
Men Dagri I
|
60 #)
|
Raden Asikin Natanegara
|
Natanegara, Asikin, Raden
|
Bogor
|
23-12-1902
|
Ikyu Keishi pada Keimubu
|
-
|
61
|
Raden Mas Margono Joyohadikusumo
|
Djojohadikoesoemo, Margono, Raden Mas.
|
Purbolinggo
|
16-05-1894
|
Penulis Koperasi Kantor Pusat Koperasi Perdagangan Dagri Jakarta
|
Pendiri BNI 46
|
62
|
Raden Mas Tumenggung Ario Suryo
|
Soerjo, Raden Mas Toemenggoeng Ario
|
Magetan
|
09-07-1895
|
Residen Bojonegoro
|
Gubernur Jatim I
|
63 *)
|
Raden Oto Iskandardinata
|
Iskandardinata, Oto, Raden
|
Bojongsoang, Kab Bandung
|
31-03-1897
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Zissenkyokutyoo Jawa Hookookai Jakarta
|
Meneg Kabinet I
|
64 *) ++)
|
Raden Panji Suroso
|
Soeroso, Raden Pandji
|
Porong, Sidoarjo
|
03-11-1893
|
Wa Ketua Syuu Hookoo Kai Malang
|
Gubernur Jateng I
|
65
|
Raden Ruslan Wongsokusumo
|
Wongsokoesoemo, Roeslan, Raden
|
Tanah Merah, Sampang, Madura
|
15-10-1901
|
Wa Ketua Perseroan Tanggungan Jiwa Bumiputera Jatim,
Pembantu kantor cab Asia Raya dan Jawa Shimbun
|
-
|
66
|
Raden Sudirman
|
Soedirman, Raden
|
Semarang
|
24-12-1890
|
Wa Ketua Syuu Hookoo Kai dan Penasehat Surabaya Syuu Sangi
Kai
|
Residen Surabaya
|
67
|
Raden Sukarjo Wiryopranoto
|
Wirjopranoto, Soekardjo, Raden
|
Kasugihan, Cilacap
|
05-06-1903
|
Pem Surat Kabar Aria Raya
|
Jurubicara Negara
|
68
|
Tan, Eng Hoa
|
Semarang
|
xx-xx-1907
|
N/A
|
-
|
|
69
|
Ichibangase Yosio
|
N/A
|
N/A
|
N/A
|
-
|
|
67 ^) [1]
|
Mitukiyo, Matuura
|
N/A
|
N/A
|
Boo-e ki Kenkyushotyoo
|
-
|
|
68 ^)[1]
|
Syoozoo, Miyano
|
N/A
|
N/A
|
Tianbutyoo
|
-
|
|
69 ^)[1]
|
Minoru, Tanaka
|
N/A
|
N/A
|
Kenkoku Gakuintyoo
|
-
|
|
70 ^)[1]
|
Tokuzi, Tokonami
|
N/A
|
N/A
|
Nainubutyoo
|
-
|
|
71 ^)[1]
|
Masumitu ,Itagaki
|
N/A
|
N/A
|
Ika Daigo Kutyoo
|
-
|
|
72 ^)[1]
|
Toyohiko, Masuda
|
N/A
|
N/A
|
Jawa Shinbun Hensyukutyoo
|
-
|
|
73 ^)[1]
|
Teitiroo, Ide
|
N/A
|
N/A
|
Eks Anggota Panitia Adat dan Tata Negara
|
-
|
Catatan bagian ini:
- Tanda *) menunjukkan anggota tersebut juga menjadi anggota PPKI.
- Tanda #) menunjukkan anggota tersebut adalah tambahan yang mulai bersidang pada 10 Juli 1945.
- Tanda +) dan ++) berturut-turut menujukkan anggota tersebut adalah Ketua dan Ketua Muda (Wakil Ketua) BPUPKI.
- Tanda ^) menujukkan anggota tersebut adalah anggota istimewa bangsa Jepang (tanpa hak suara[?]).
Dokuritu Zyunbi Iin Kai
Dokuritu Zyunbi Iin Kai atau yang sering
dikenal dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah sebuah
Panitia yang dibentuk oleh Pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang yang
berkedudukan di Jakarta
(selengkapnya baca artikel PPKI) ini beranggotakan 21 orang bangsa Indonesia sebagai
anggota biasa dan tanpa bangsa Jepang sebagai anggota luar biasa. Pada sidang
18 Agustus 1945 Sukarno sebagai ketua PPKI, dengan sepengetahuan dan
persetujuan pemerintah [Militer Jepang (?)] (lihat keterangan di bawah),
menambah 6 orang anggota bangsa Indonesia.
Daftar Anggota PPKI
Nomor
|
Nama anggota
dalam EYD
|
Nama anggota
dalam ejaan asli
|
Tempat kelahiran
|
Tanggal
kelahiran
|
Pekerjaan/Jabatan
|
Keterangan
lainnya
|
1
|
Anang Abdul Hamidan.
|
Hamidhan, Anang Abdul.
|
Rantau, Kalsel
|
25-02-1909
|
Penanggung jawab Kalimantan Raya kemudian Borneo Shimbun
|
-
|
2
|
Andi Pangeran Pettarani.
|
Pettarani, Pangeran, Andi.
|
Gowa, Sulsel
|
14-04-1903
|
Bontonompo (Gowa) dan Arung Macege (Bone)
|
-
|
3 *)
|
Bandoro Pangeran Hario Purubojo.
|
Poeroebojo, Bandoro Pangeran Hario.
|
Yogyakarta
|
25-06-1906
|
Pembesar Kawedanan Kori Kraton Yogyakarta,
Angg Tyuuoo Sangi In
|
-
|
4 *)
|
Bendoro Kanjeng Pangeran Ario Suryohamijoyo.
|
Soerjohamidjojo, Bendoro Kanjeng Pangeran Ario.
|
Solo
|
13-10-1905
|
Ajudan Sri Susuhunan Surakarta
|
-
|
5
|
Dr. G.S.S.J. Ratulangie.
|
Ratulangie, G.S.S.J., Dr.
|
Tondano, Minahasa
|
05-11-1890
|
Peg Kantor Chosasitu Jakarta dan Makasar (Sw)
|
Gubernur Sulawesi I
|
6 *)
|
Dr. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman Wedyodiningrat.
|
Wedyodiningrat, Radjiman, Kanjeng Raden
Tumenggung, Dr.
|
Yogyakarta
|
21-04-1879
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Pertanian di Bulak Ngalaran
Walikukun Kab Ngawi
|
-
|
7
|
Amir, M, Dr.
|
Talawi, Sawahlunto, Sumbar
|
27-01-1900
|
Dokter Pribadi Sultan Langkat Tanjungpura Sumut
|
Men Neg
|
|
8 *) ++)
|
Drs. Muhammad Hatta.
|
Hatta, Mohammad, Drs.
|
Bukit Tinggi, Sumbar
|
12-08-1902
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Wa Ketua Hookoo Kaigi Jawa
Hookookai.
|
Wakil Presiden I
|
9
|
Yap, Tjwan Bing, Drs.
|
Solo
|
31-10-1910
|
Pengelola Apotek Suniaraya
|
-
|
|
10 *)
|
Haji Abdul Wahid Hasyim.
|
Hasjim, Abdoel Wachid, Haji.
|
Jombang
|
12-02-1913
|
Berniaga, Penasehat Kantor Penyelidikan Surabaya.
|
-
|
11
|
Haji Teuku Mohammad Hasan
|
Hasan, Moehammad, Teuku, Hadji.
|
Pidie, Aceh
|
04-04-1906
|
Peg Kantor Gubernur Medan
|
Gubernur Sumatera I
|
12 *) +)
|
Ir. Sukarno.
|
Soekarno, Ir.
|
Surabaya
|
06-06-1901
|
Penasehat Tyuuoo Sangi In, Sango Soomubu Jakarta
|
Presiden I
|
13 *)
|
Ki Bagus Hadikusumo.
|
Hadikoesoemo, Bagoes, Ki.
|
Yogyakarta
|
xx-xx-1890
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Ketua Muhammadiyah.
|
-
|
14 *) #)
|
Ki Hajar Dewantara.
|
Dewantara, Hajar, Ki.
|
Paku Alaman, Yogyakarta
|
08-05-1889
|
Angg Tyuuoo Sangi In Soomu Jawa Hookookai Yogyakarta.
|
Menteri P&K I
|
15 *)
|
Mas Sutarjo Kartohadikusumo.
|
Kartohadikoesoemo, Soetardjo. Mas.
|
Kunduran, Blora
|
22-10-1892
|
Syuutyookan Jakarta.
|
Gubernur Jabar I
|
16
|
Mr. Abdul Abbas.
|
Abbas, Abdul, Mr.
|
Diskie, Binjai, Sumut
|
11-08-1906
|
Angg Tyuuoo Sangi In Sumatera
|
Residen Lampung I
|
17
|
Pudja, I Gusti Ketut, Mr
|
Singaraja, Bali
|
19-05-1908
|
Giyozei Komon (Sunda Minseibu)
|
Gubernur Sunda Kecil I
|
|
18 *) #)
|
Mr. Raden Ahmad Subarjo.
|
Soebardjo, Ahmad, Raden, Mr.
|
Krawang
|
23-03-1897
|
Pem bag Informasi Gunseikanbu cabang I Jakarta
|
Men LN I
|
19 #)
|
Soemantri, Iwa Koesoema, Raden, Mr.
|
Ciamis
|
31-05-1899
|
Bekas hakim Keizei Hooin Makassar
|
-
|
|
20 #)
|
Singodimedjo, Kasman, Raden, Mr.
|
Kalirejo, Purworejo
|
25-02-1908
|
Dai Dantyoo PETA Jakarta
|
Ketua BKR, Ketua KNIP, Jaksa Agung
|
|
21 *)
|
Mr. Yohanes Latuharhary.
|
Latuharhary, Johanes. Mr.
|
Saparua, Ambon
|
06-07-1900
|
Peg. Somubu Jakarta.
|
Gubernur Maluku I
|
22 #)
|
Melik, Mohammad Ibnu Sayuti.
|
Yogyakarta
|
25-11-1908
|
Pemred Surat Kabar Sinar Baru Semarang
|
-
|
|
23 *)
|
Prof. Dr. Mr. Raden Supomo.
|
Soepomo, Raden, Prof. Mr. Dr.
|
Sukoharjo, Solo
|
22-01-1903
|
Pem. Hooki Kyoku, Angg Saikoo Hooin
|
Men Keh I
|
24 *)
|
Raden Abdul Kadir.
|
Kadir, Abdul, Raden.
|
Binjai, Sumut
|
06-06-1906
|
Opsir PETA.
|
-
|
25 *) #)
|
Raden Adipati Wiranatakusuma.
|
Wiranatakoesoema, Raden Adipati.
|
Bandung
|
08-08-1888
|
Bupati Bandung
|
Men Dagri I
|
26 *)
|
Raden Oto Iskandardinata.
|
Iskandardinata, Oto, Raden.
|
Bojongsoang, Kab Bandung
|
31-03-1897
|
Angg Tyuuoo Sangi In, Zissenkyokutyoo Jawa Hookookai Jakarta.
|
Meneg Kabinet I
|
27 *)
|
Raden Panji Suroso.
|
Soeroso, Raden Pandji.
|
Porong, Sidoarjo
|
03-11-1893
|
Wa Ketua Syuu Hookoo Kai Malang
|
Gubernur Jateng I
|
Catatan bagian ini:
- Tanda *) menunjukkan anggota tersebut juga menjadi anggota BPUPKI
- Tanda #) menunjukkan anggota tersebut adalah tambahan (sepengetahuan dan mendapat persetujuan pemerintah [Jepang?] lihat Risalah hal 327 [edisi II] dan 445 [edisi III])
- Tanda +) dan ++) berturut-turut menujukkan anggota tersebut adalah Ketua dan Wakil Ketua PPKI
Keterangan dan Pertanggung jawaban
- Data bersumber pada Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei-22 Agustus Edisi ke-3 (Saafroedin et. al. [Ed], 1995) dan Risalah Sidang BPUPKI dan PPKI 28 Mei-19 Agustus Edisi ke-2 Cetakan ke-4 (Saafroedin et. al. [Ed], 1993);selanjutnya disebut Risalah.
- Nama anggota dalam ejaan asli merupakan nama yang tertulis pada Biodata Anggota BPUPKI dan PPKI (buku bagian terakhir dan tanpa halaman), kecuali untuk anggota yang berkebangsaan Jepang diambilkan dari Sidang 11 Juli 1945 hal 201-204 Risalah edisi III dan hal 166-170 Risalah edisi II (lihat poin atas).
- Nama anggota dalam EYD adalah nama yang ejaannya disesuaikan dengan EYD dan disusun ulang, sebagian menyesuaikan dengan berbagai halaman pada Risalah, dan sebagian merupakan usaha penyusun sendiri. Penyusunan/pengurutan Anggota BPUPKI dan PPKI berdasarkan pada kolom ini.
- Untuk nama cetak tebal (bold) merupakan nama keluarga/marga (family name) atau nama yang dianggap nama keluarga/marga (family name).
- Untuk nama cetak miring (italic) merupakan gelar akademis, kebangsawanan, keagamaan, maupun gelar yang lain.
- Tempat tanggal lahir sebagian diperjelas dengan menunjukkan lingkungan Provinsi sekarang (2007)
- Tanggal lahir dan bulan lahir xx belum diketahui
- Pekerjaan/Jabatan adalah pekerjaan anggota di tahun 1944/1945 (saat menjabat sebagai anggota BPUPKI dan atau PPKI)
- N/A (Not Available) pada Kolom Nama, Tempat dan Tanggal Lahir serta Pekerjaan adalah belum terdapat data.
- Anggota BPUPKI pada sidang I (28 Mei – 1 Juni 1945) berjumlah 62 orang bangsa Indonesia dan 8 orang anggota Luar Biasa (Istimewa) Berkebangsaan Jepang (lihat di atas). Pada sidang ke II (10-17 Juli 1945) keanggotaan ditambah 6 orang bangsa Indonesia (lihat Risalah edisi III: xxv-xxvii, 86, 371-372 dan Risalah edisi II: 74).
- Anggota PPKI pada saat pembentukannya (7 Agustus 1945) berjumlah 21 orang bangsa Indonesia. Pada 18 Agustus 1945 ditambah 6 orang dengan sepengetahuan dan persetujuan Pemerintah [Jepang(?)] (Risalah edisi III: 445 dan Risalah edisi II, 1993: 327)
Referensi
- Saafroedin Bahar et. al. (Ed). (1993) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 29 Mei 1945 – 19 Agustus 1945. Edisi II. Cetakan 4. Jakarta: Sekretariat Negara RI.
- __________________ (1995) Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945. Edisi III Jakarta: Sekretariat Negara RI.
- ^ a b c d e f g Silalahi, Saing. 2001. Dasar-dasar INDONESIA MERDEKA: Versi Para Pendiri Bangsa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
|
Perubahan piagam Jakarta itu merupakan karunia Allah , coba renungkan jika Piagam Jakarta itu dibacakan saya cuplik :......"dengan berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, Coba kalimat diatas itu benar apa salah ? Ketuhanan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab . apa Tuhan umat Islam itu menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab, apa ngak keliru ? bersegerahlah mohon ampun untuk panjenengan KH Firdaus AN yang telah mengatakan pengkhianatan terhadap Soekarno Hatta , sebab apa yang anda pahami belum tentu benar menurut Allah , justru tangan Allah turun untuk menyelamatan umat Islam melalui Soekarno Hatta .
BalasHapus