1] BPUPKI bersidang 2 kali:
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120303022230AAsx16P
1>Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
hasilnya: Dasar Negara ---> Pancasila
Oleh karena itu setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila
2>Pada sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 – 16 Juli 1945
Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945.
a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).
Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, BPUPKI dibubarkan.
Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
2] BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali.
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120303022230AAsx16P
Sidang
pertama berlangsung antara 29 Mei – 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar
negara.
Sidang kedua berlangsung tanggal 10 – 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno.
Sidang kedua berlangsung tanggal 10 – 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno.
Sementara itu, keadaan Jepang semakin terjepit
setelah dua kota di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Pada tanggal 6
Agustus 1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota
Hiroshima dan menewaskan 129.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus
1945 kota Nagasaki dibom atom oleh Sekutu. Akibat kedua kota tersebut
dibom, Jepang menjadi tidak berdaya sehingga pada tanggal 14 Agustus
1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan sidang kedua tanggal 10 – 16 Juli 1945.
BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan sidang kedua tanggal 10 – 16 Juli 1945.
Pada sidang
pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, ternyata ada tiga
pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan mengenai dasar negara.
Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr.
Supomo, dan Ir. Soekarno.
Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.
Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.
Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti
pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945
yang diketuai oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro,
Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim.
Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli
1945.
a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).
a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).
materi referensi:
Piagam Jakarta
http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Jakarta
Dari Wikisource bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Berikut adalah naskah asli Piagam Jakarta yang ditulis dalam ejaan Republik:Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.
Djakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
Untuk naskah Piagam Jakarta dalam ejaan yang disempurnakan:
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Jakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin
Lihat pula
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka
disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ironi Sejarah Kemederkaan dan Perjuangan Islam Indonesia
Rabu, 15 Agustus 2012 - 18:23 WIB
Allahu Akbar, Merdeka atoe Mati. Sebuah kalimat jihad yang
selalu didengungkan oleh para syuhada kemerdekaan yang lambat laun
kemudian hanya berdengung Merdeka atau mati.
oleh: Akbar Muzakki
MINGGU ini, tepat di bulan suci Ramadhan, bangsa Indonesia
memperingat 67 tahun kemerdekaan. Di usia yang seharusnya mulai matang,
perjalanan kelahiran bangsa ini masih tetap diliputi dengan ironi-ironi,
khususnya menyangkut sejarah kemerdekaan. Terlebih menyangkut
nilai-nilai perjuangan Islam dalam bernegara di Indonesia. Betapa tidak,
the founding fathers bangsa ini telah mengkonsep persiapan kemerdekaan,
dasar Negara, lambang Negara, dan Undang-undang dasar negera dengan
detail dan cermat. Namun ujungnya, banyak hal yang akhirnya "dicurangi".
Hal ini dimulai dari keputusan untuk membentuk Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas :
Sidang-Sidang BPUPKI
1. Sidang Pertama BPUPKI
Sidang ini dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945. Dalam sidang kala itu, dibahas rumusan Undang-Undang Dasar dan dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei, Moh. Yamin mengemukakan pidatonya tentang Asas
Dasar negara Indonesia. Lalu, 31 Mei, Prof. Dr. Mr. Supomo juga
mengemukakan dasar negara indonesia menurut opininya.
Pada hari terakhir, 1 Juni, Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara
Indonesia merdeka. Beliau juga mengusulkan nama dari dasar negara
Indonesia, yaitu Pancasila.
Setelah itu pun, dibawah pengawasan BPUPKI, dibentuklah panitia
sembilan. Sesuai namanya, terdiri dari sembilan orang yang diketuai
Ir.Soekarno.
Pada akhirnya, Panitia sembilan dapat merumuskan maksud dan tujuan
pembentukkan negara Indonesia merdeka. Rumusna itu pun ditandatangani
oleh Mr. Muh. Yamin yang lalu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam
Jakarta.
Rumusan dasar negara Indonesia Merdeka berdasarkan Piagam Jakarta sebagai berikut:
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b. (menurut) dasar kemanusian yang adil dan beradab.
c. Persatuan Indonesia.
d. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
e. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Sidang kedua BPUPKI
Sidang yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945 ini fokus pada
undang-Undang Dasar negara Indonesia. Lalu, dibentuklah Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang diketui Ir.Soekarno.
Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang
Dasar dengan suara bulat menyetujui prembule yang diambil dari Piagam
Jakarta.
Lalu, dibentuklah panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar
diketuai oleh Prof.Dr. Mr. Supomo. Serta Panitia penghalus bahasa yang
terdiri dari Supomo, Husein Djajadiningrat dan H. Agus Salim.
14 Juli 1945, BPUPKI menerima laporan dari Pantia Perancang Undang-Undang Dasar.
Ada juga beberapa kalimat yang diganti yaitu :
a. Pada aline ke-4, perkataan “Hukum Dasar”, diganti “Undang-Undang Dasar”.
b. ... berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syareat Islam bagi pemeluk-pemuluknya dan menurut dasar kemanusian yang adil
dan beradab. Diganti menjadi “berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusian yang adil dan beradab.
c. Diantara “Permusyawarata perwakilan” dalam Undang-Undang Dasar di tambah garis miring ( / )
Lalu pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI di bubarkan dan dibentuklah PPKI sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Pada kesempatan lain BPUPKI juga menggagas rencana dasar Negara
karena dianggap sebuah pilar terbentuknya sebuah bangsa dan Negara. Maka
pada pada 29 Mei – 1 Juni 1945 rencana dasar negara itu dibicarakan dan
dikemudian hari bangsa ini menyebut dengan lahirnya Pancasila.
Adapun lima azas yang disebut Pancasila dan diusulkan Soekarno pada 1 Juni 1945 antara lain :
(1) Kebangsaan Indonesia
(2) Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
(3) Mufakat atau Demokrasi
(4) Kesejahteraan Sosial
(5) Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Kebangsaan Indonesia
(2) Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
(3) Mufakat atau Demokrasi
(4) Kesejahteraan Sosial
(5) Ketuhanan Yang Maha Esa
Tiga hari sebelumnya pidato Soekarno, tepatnya 29 Mei 1945, Muhammad
Yamin sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga mengandung
usulan lima azas bagi Indonesia Merdeka, yaitu :
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Ketuhanan
(3) Kesejahteraan Rakyat
(4) Peri Kemanusiaan
(5) Peri Kerakyatan
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Ketuhanan
(3) Kesejahteraan Rakyat
(4) Peri Kemanusiaan
(5) Peri Kerakyatan
Pancasila dan Kemerdekaan
Menurut Dr Adian Husaini, dalam bukunya, "Pancasila, Bukan untuk
Menindas Hak Konstitusional Umat Islam" tidak ada perbedaan fundamental
antara lima asas Yamin dengan lima dasar Soekarno. Menurut Mohammad
Roem, panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah
BJ. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia
(The Hague: Martinus Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa “The Pancasila
was in fact a creation of Yamin’s and not Soekarno’s.” (Pancasila
faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno). Menurut Adian,
sebagian lain menyebut, bahwa yang tepat kelahiran Pancasila adalah 22
Juni. Sebab pada 22 Juni 1945, untuk pertamakalinya dikeluarkan rumusan
Pancasila hasil kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam.
Rumusannya dikenal dengan
Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
(1). Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
(2). Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(2). Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3). Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Tetapi ada pula yang menyebutkan, bahwa 18 Agustus lebih tepat
menjadi penanda peringatan kelahiran Pancasila. Sebab pada 18 Agustus
1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyepakati rumusan
Pancasila yang seperti sekarang ini. Jadi, penggunaan 1 Juni sebagai
peringatan kelahiran Pancasila dengan hanya mendasarkan pada Bung Karno,
masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius.
Bukti-bukti sejarah justru menunjukkan bahwa rumusan Pancasila resmi
seperti rumusan saat ini lahir pada 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu,
lebih tepat jika hari lahir Pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945.
Tapi ingat bahwa Badan Konstituante yang bersidang membicarakan dasar
Negara itu dalam keputusan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 pada pukul
17.00 di Istana Merdeka dalam konsiderannya berbunyi :
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
Pemberlakuan kembali UUD 1945 yang sesuai dengan mukadimah UUD dan tidak berlakunya UUDS 1950
Pembubaran Konstituante
Beranjak seiring dengan waktu, Jepang telah jatuh karena dibombardir
sekutu pada 14 Agustus 1945. Rakyat Indonesia sadar bahwa ini sebuah
momentum untuk segera bertindak untuk menyatakan kemerdekaan.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara
dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah
berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu.
Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini
melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk
lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru.
Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat
proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan
muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang
dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa
kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk
memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi
kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu,
Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl
Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat
atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima
konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari
Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus
keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00
dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi
Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo.
Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M
Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik
oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo,
Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00
dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat
tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu
Fatmawati, dikibarkan.
Teks Proklamasi yang berbunyi…
Kami bangsa Indonesia dengan ini
menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan
kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh
jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta
Teks ini sesungguhnya dipaksakan oleh para perumusnya yang ditunggui
Tadashi Maeda. Padahal sesunggungnya teks kemerdekaan telah disiapkan
dengan sungguh-sungguh oleh BPUPKI sebagaimana yang tertuang dalam
Piagam Jakarta yang disebut juga dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai
berikut:
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."
"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." ….
Meski demikian akhirnya Indonesia merdeka pula. Namun bagi umat Islam
konsep kemerdekaan yang telah disiapkan dengan rujukan perjuangan umat
islam itu mulai pudar. Bahkan sehari beikutnya manakala PPKI bersidang
pada 18 Agustus 1945.
Secara garis besarnya, kegiatan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945
dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: Tahap Sebelum Rapat PPKI Pada tahap
ini diadakan rapat kecil yang terdiri dari Drs. Mohammad Hatta, Ki Bagus
Hadikusumo. Wahid Hasyim. Mr. Kasman Singodimejo, dan Teuku Moh. Hasan.
Mereka mengadakan rapat pendahuluan dan menghasilkan kesepakatan
mengubah kalimat "Ketuhanan, dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Mahaesa". Dengan
perubahan tersebut, maka seluruh hukum Undang-undang Dasar dapat
diterima oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak beragama Islam,
misalnya daerah-daerah yang diduduki Kaigun.
Menurut Drs. M. Hatta, adanya perubahan itu memberikan tanda bahwa
para pemimpin bangsa pada waktu itu lebih mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa. Rapat Utanta PPKI Rapat ini dipimpin oleh Ir. Soekarno
dan M. Hatta.
Dalam rapat ini diputuskan tiga keputusan penting, yakni:
1)
Menetapkan dan merigesahkan UUD 1945 setelah mengalami perubahan di
sana-sini. Dalam UUD tercantum dasar negara. Dengan demikian PPKI pun telah menetapkan dasar negara RI yang baru
diproklamasikan sehari sebelumnya;
2) Memilih dan mengangkat Ir.
Soekarno dan Drs. Hatta, masing-masing sebagai Presiden dan Wakil
Presiden Republik Indonesia;
3) Membentuk Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) yang berfungsi membantu presiden dan wakil presiden sebelum
lembaga-lembaga negara yang diharapkan UUD 1945 terbentuk secara resmi.
Khusus mengenai penetapan UUD 1945, bahan yang digunakan ialah bahan
hasil sidang BPUPKI tanggal 10 s.d. 16 Juli 1945. Sedangkan untuk
Pembukaannya diambil dari Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan.
Usulan-usulan yang masuk kepada Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dikemukakan M. Hatta sebagai berikut:
a. Menghilangkan Rencana Pernyataan Indonesia Merdeka serta
Rencana Pembukaan yang telah disetujui Badan Penyelidik tanggal 15
Agustus 1945 dan menggantinya dengan usul Rencana Pembukaan Hukum Dasar
yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 dengan
beberapa perubahan.
b. Perubahan yang dimaksud diantaranya "Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti
dengan "Ketuhanan Yang Mahaesa". Dengan perubahan ini, maka seluruh
hukum Undang-undang dasar dapat diterima oleh daerah-daerah Indonesia
yang tidak beragama Islam. Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari
berbagai golongan dan akan menyatukan seluruh bangsa.
c. Dengan adanya perubahan pada Pembukaan, maka ada perubahan
dalam Rencana Undangundang Dasar, yaitu: 1) "Presiden ialah orang
Indonesia asli yang beragama Islam" diubah menjadi "Presiden ialah orang
Indonesia asli" (Pasal 6 ayat 1); 2) Negara berdasar atas Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya"
diubah menjadi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Mahaesa" (Pasal 29
ayat 1).
d. Dalam pasal-pasal UUD 1945 terdapat pula beberapa perubahan;
c. Menambahkan kepada Rencana Undang-undang Dasar tanggal 16 Juli 1945
dan tambahan itu disahkan, yaitu: · Bab XVI pasal 37 tentang Perubahan
Undang-undang Dasar; · Aturan Peralihan Pasal I sampai dengan IV; ·
Aturan Tambahan angka 1 dan 2.
Setelah dilakukan amandemen terhadap UUD hasil sidang BPUPKI tanggal
16 Juli 1945, maka disahkanlah UUD Republik Indonesia. Sekarang, UUD
hasil putusan sidang PPKI tannggal 18 Agustus 1945 dikenal dengan nama
UUD 1945.
Maka sejak itu hingga kini umat Islam belum bisa mengembalikan makna
perjuangan Islam dalam kontek berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan
ajaran dan syariat Islam bagi pemeluknya.*
Penulis penikmat sejarah, tinggal di Surabaya
Rep:
Administrator
Editor: Cholis Akbar
Rumusan-rumusan Pancasila
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas
dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998
tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai
Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi
dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai
dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil
kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai
sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang
perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia.
Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal
ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan
berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus
istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan
kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu
"perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu
dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan
yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa
rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu
dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara
berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam
Jakarta, Hasil BPUPKI,
Hasil PPKI,
Konstitusi RIS, UUD
Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda,
dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.
Daftar isi
- 1 Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.
- 2 Rumusan II: Soekarno, Ir.
- 3 Rumusan III: Piagam Jakarta
- 3.1 Rumusan kalimat [8]
- 3.2 Alternatif pembacaan
- 3.3 Rumusan dengan penomoran (utuh)
- 3.4 Rumusan populer
- 4 Rumusan IV: BPUPKI
- 5 Rumusan V: PPKI
- 6 Rumusan VI: Konstitusi RIS
- 7 Rumusan VII: UUD Sementara
- 8 Rumusan VIII: UUD 1945
- 9 Rumusan IX: Versi Berbeda[17]
- 10 Rumusan X: Versi Populer[18]
- 11 Epilog
- 12 Catatan kaki
- 13 Referensi
- 14 Lihat pula
Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.
Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang
dilaksanakan pada 29
Mei – 1 Juni
1945 beberapa
anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan
konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan
didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara
dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang
disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam
presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima
calon dasar negara yaitu[1]:
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri ke-Tuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat
Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat
menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis
yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata
dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu[2]:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kebangsaan Persatuan Indonesia
- Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
- Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan II: Soekarno, Ir.
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga
menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno[3].
Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir
Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai
pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu
diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak
hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara
harfiah berarti lima
dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang
duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut
dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila[4].
Rumusan Pancasila [5]
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
- Mufakat,-atau demokrasi
- Kesejahteraan sosial
- kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya
Rumusan Trisila [6]
- Socio-nationalisme
- Socio-demokratis
- ke-Tuhanan
Rumusan Ekasila [7]
- Gotong-Royong
Rumusan III: Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah
dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses
antara 2 Juni
– 9 Juli 1945, delapan orang
anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan
menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.
Pada 22 Juni 1945 panitia kecil
tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal.
Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian
dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk
menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama
anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang
menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki
bentuk negara sekuler
dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama.
Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan
tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini
pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin.
Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di
akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf
1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/ proklamasi/ declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan
para "Pendiri Bangsa".
Rumusan kalimat [8]
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan
dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas
persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan
anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak
kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan
kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1]
kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut
Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan IV: BPUPKI
Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang
berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”
(baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10
dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah
dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of
Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan
Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang
diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda
dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub
anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang
merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas[9].
Rumusan kalimat [10]
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan V: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan
diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan
situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus
1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A.
Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi
bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan,
Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula,
wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul
penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka
menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan
rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul
penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat
pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus
Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai
oleh bangsa Indonesia
hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan kalimat [11]
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan VI: Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah
Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta
(RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan
pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan
hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI
pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri
mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan
seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara
terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui
pada 14
Desember 1949
oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.
Rumusan kalimat [12]
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan keadilan sosial
Rumusan VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai
menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS
membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta.
Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI
Yogyakarta, NIT[13],
dan NST[14].
Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai
kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan
perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan
dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN
RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950.
Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari
Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan kalimat[15]
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
- perikemanusiaan,
- kebangsaan,
- kerakyatan
- dan keadilan sosial
Rumusan VIII: UUD 1945
Kegagalan Konstituante
untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15
Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli
1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit
Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang
disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia
menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang
digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang
pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat
antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
- Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
- Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Rumusan kalimat [16]
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan IX: Versi Berbeda[17]
Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD
1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini
terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum
DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia
dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial.
Rumusan X: Versi Populer[18]
Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah
rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan
Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara
luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada
dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata
“dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat
terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap
MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa)
Rumusan
- Ketuhanan Yang Maha Esa,
- Kemanusiaan yang adil dan beradab,
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Epilog
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (Pasal
1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I
Aturan Tambahan UUD 1945).
Catatan kaki
1.
^ Saafroedin Bahar (ed).
(1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi
kedua. Jakarta:
SetNeg RIselanjutnya disebut Risalah 2
3.
^ Sidang Sesi I BPUPKI tidak
hanya membahas mengenai calon dasar negara namun juga membahas hal yang lain.
Tercatat dua anggota Moh. Hatta, Drs. dan Supomo, Mr.
mendapat kesempatan berpidato yang agak panjang. Hatta berpidato
mengenai perekonomian Indonesia
sedangkan Supomo yang kelak menjadi arsitek UUD berbicara mengenai corak Negara
Integralistik
13.
^ Negara Indonesia Timur,
wilayahnya meliputi Sulawesi dan pulau-pulau
sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara, dan seluruh kepulauan Maluku
16.
^ UUD 1945 (dekrit 1959), Tap
MPR No XVIII/MPR/1998, Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata
Urutan Peraturan Perundang-undangan
Referensi
1.
UUD 1945
2.
Konstitusi RIS
(1949)
3.
UUD Sementara
(1950)
4.
Berbagai Ketetapan
MPRS dan MPR RI
5.
Saafroedin Bahar
(ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945.
Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
6.
Tim Fakultas
Filsafat UGM (2005) Pendidikan Pancasila. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka
Lihat pula
Pancasila sebagai FIlsafat dan Ideologi Negara Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumusan-rumusan_Pancasila
makasih, ya!! lengkap banget!! Good job
BalasHapusPanitia kecil ga ada
BalasHapus