Kamis, 29 Agustus 2013

BUTIR2 EMAS DAN INTAN BERILIAN SEJARAH KEMERDEKAAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA.....>>> ...... Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno. Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI. Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945 yang diketuai oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim. Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945. a. Pernyataan Indonesia Merdeka. b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul). c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh)....>>>


1] BPUPKI bersidang 2 kali:
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120303022230AAsx16P

1>Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
hasilnya: Dasar Negara ---> Pancasila
Oleh karena itu setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila

2>Pada sidang kedua BPUPKI pada tanggal 10 – 16 Juli 1945
Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945.
a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).


Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, BPUPKI dibubarkan.
Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

2] BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. 
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20120303022230AAsx16P
 
Sidang pertama berlangsung antara 29 Mei – 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar negara.

Sidang kedua berlangsung tanggal 10 – 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.

Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno. 
Sementara itu, keadaan Jepang semakin terjepit setelah dua kota di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan menewaskan 129.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dibom atom oleh Sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya sehingga pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan sidang kedua tanggal 10 – 16 Juli 1945. 
Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.

Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.

Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. 
Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945 yang diketuai oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim. Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945.

a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).

materi referensi:


Piagam Jakarta

http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Jakarta
Dari Wikisource bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Logo Wikipedia
Wikipedia memiliki artikel yang berkaitan dengan:Piagam Jakarta.
Berikut adalah naskah asli Piagam Jakarta yang ditulis dalam ejaan Republik:

                                                 Piagam Jakarta

Bahwa sesungguhnja kemerdekaan itu jalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai (lah) kepada saat jang berbahagia dengan selamat-sentausa mengantarkan rakjat Indonesia kedepan pintu gerbang Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini kemerdekaannja.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka jang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesedjahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indnesia, jang berkedaulatan rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja, menurut dasar kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia.

Djakarta, 22 Juni 1945

Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin

Untuk naskah Piagam Jakarta dalam ejaan yang disempurnakan:

Piagam Jakarta

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewudjudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Jakarta, 22 Juni 1945
Ir. Soekarno
Mohammad Hatta
A.A. Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdulkahar Muzakir
H.A. Salim
Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Muhammad Yamin

Lihat pula

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 


Ironi Sejarah Kemederkaan dan Perjuangan Islam Indonesia

Allahu Akbar, Merdeka atoe Mati. Sebuah kalimat jihad yang selalu didengungkan oleh para syuhada kemerdekaan yang lambat laun kemudian hanya berdengung  Merdeka atau mati.


oleh: Akbar Muzakki

MINGGU ini, tepat di bulan suci Ramadhan, bangsa Indonesia memperingat 67 tahun kemerdekaan. Di usia yang seharusnya mulai matang, perjalanan kelahiran bangsa ini masih tetap diliputi dengan ironi-ironi, khususnya menyangkut sejarah kemerdekaan. Terlebih menyangkut nilai-nilai perjuangan Islam dalam bernegara di Indonesia. Betapa tidak, the founding fathers bangsa ini telah mengkonsep persiapan kemerdekaan, dasar Negara, lambang Negara, dan Undang-undang dasar negera dengan detail dan cermat. Namun ujungnya, banyak hal yang akhirnya "dicurangi".
Hal ini dimulai dari keputusan untuk membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang bertugas :
Sidang-Sidang BPUPKI

1. Sidang Pertama BPUPKI

Sidang ini dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945. Dalam sidang kala itu, dibahas rumusan Undang-Undang Dasar dan dasar negara.

Pada tanggal 29 Mei, Moh. Yamin mengemukakan pidatonya tentang Asas Dasar negara Indonesia. Lalu, 31 Mei, Prof. Dr. Mr. Supomo juga mengemukakan dasar negara indonesia menurut opininya.

Pada hari terakhir, 1 Juni, Ir. Soekarno menyampaikan dasar negara Indonesia merdeka. Beliau juga mengusulkan nama dari dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila.

Setelah itu pun, dibawah pengawasan BPUPKI, dibentuklah panitia sembilan. Sesuai namanya, terdiri dari sembilan orang yang diketuai Ir.Soekarno.

Pada akhirnya, Panitia sembilan dapat merumuskan maksud dan tujuan pembentukkan negara Indonesia merdeka. Rumusna itu pun ditandatangani oleh Mr. Muh. Yamin yang lalu diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.

Rumusan dasar negara Indonesia Merdeka berdasarkan Piagam Jakarta sebagai berikut:
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b. (menurut) dasar kemanusian yang adil dan beradab.
c. Persatuan Indonesia.
d. (dan) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
e. (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Sidang kedua BPUPKI

Sidang yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945 ini fokus pada undang-Undang Dasar negara Indonesia. Lalu, dibentuklah Panitia Perancang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang diketui Ir.Soekarno.

Pada sidang tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui prembule yang diambil dari Piagam Jakarta.

Lalu, dibentuklah panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Prof.Dr. Mr. Supomo. Serta Panitia penghalus bahasa yang terdiri dari Supomo, Husein Djajadiningrat dan H. Agus Salim.

14 Juli 1945, BPUPKI menerima laporan dari Pantia Perancang Undang-Undang Dasar.
Ada juga beberapa kalimat yang diganti yaitu :

a. Pada aline ke-4, perkataan “Hukum Dasar”, diganti “Undang-Undang Dasar”.
b. ... berdasarkan kepada ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemuluknya dan menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab. Diganti menjadi “berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab.
c. Diantara “Permusyawarata perwakilan” dalam Undang-Undang Dasar di tambah garis miring ( / )

Lalu pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI di bubarkan dan dibentuklah PPKI sebagai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Pada kesempatan lain BPUPKI juga menggagas rencana dasar Negara karena dianggap sebuah pilar terbentuknya sebuah bangsa dan Negara. Maka pada pada 29 Mei – 1 Juni 1945 rencana dasar negara itu dibicarakan dan dikemudian hari bangsa ini menyebut dengan lahirnya Pancasila.

Adapun lima azas yang disebut Pancasila dan diusulkan Soekarno pada 1 Juni 1945 antara lain :
(1) Kebangsaan Indonesia
(2) Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
(3) Mufakat atau Demokrasi
(4) Kesejahteraan Sosial
(5) Ketuhanan Yang Maha Esa

Tiga hari sebelumnya pidato Soekarno, tepatnya 29 Mei 1945, Muhammad Yamin sudah terlebih dahulu menyampaikan pidatonya yang juga mengandung usulan lima azas bagi Indonesia Merdeka, yaitu :
(1) Peri Kebangsaan
(2) Peri Ketuhanan
(3) Kesejahteraan Rakyat
(4) Peri Kemanusiaan
(5) Peri Kerakyatan

Pancasila dan Kemerdekaan

Menurut Dr Adian Husaini, dalam bukunya, "Pancasila, Bukan untuk Menindas Hak Konstitusional Umat Islam" tidak ada perbedaan fundamental antara lima asas Yamin dengan lima dasar Soekarno. Menurut Mohammad Roem, panjang naskah pidatonya pun sama, yaitu 20 halaman. Karena itulah BJ. Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia (The Hague: Martinus Nijhoff, 1971), menyimpulkan bahwa “The Pancasila was in fact a creation of Yamin’s and not Soekarno’s.” (Pancasila faktanya adalah karya Yamin dan bukan karya Soekarno). Menurut Adian, sebagian lain menyebut, bahwa yang tepat kelahiran Pancasila adalah 22 Juni. Sebab pada 22 Juni 1945, untuk pertamakalinya dikeluarkan rumusan Pancasila hasil kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam.

Rumusannya dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:

(1). Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
(2). Kemanusiaan yang adil dan beradab, 
(3). Persatuan Indonesia
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
(5). Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Tetapi ada pula yang menyebutkan, bahwa 18 Agustus lebih tepat menjadi penanda peringatan kelahiran Pancasila. Sebab pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menyepakati rumusan Pancasila yang seperti sekarang ini. Jadi, penggunaan 1 Juni sebagai peringatan kelahiran Pancasila dengan hanya mendasarkan pada Bung Karno, masih perlu penelaahan sejarah yang lebih serius.

Bukti-bukti sejarah justru menunjukkan bahwa rumusan Pancasila resmi seperti rumusan saat ini lahir pada 18 Agustus 1945. Oleh sebab itu, lebih tepat jika hari lahir Pancasila disebut tanggal 18 Agustus 1945. 

Tapi ingat bahwa Badan Konstituante yang bersidang membicarakan dasar Negara itu dalam keputusan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959 pada pukul 17.00 di Istana Merdeka dalam konsiderannya berbunyi :

Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
Pemberlakuan kembali UUD 1945 yang sesuai dengan mukadimah UUD dan tidak berlakunya UUDS 1950
Pembubaran Konstituante

Beranjak seiring dengan waktu, Jepang telah jatuh karena dibombardir sekutu pada 14 Agustus 1945. Rakyat Indonesia sadar bahwa ini sebuah momentum untuk segera bertindak untuk menyatakan kemerdekaan.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.

Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. 

Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan.

Teks Proklamasi yang berbunyi… 

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Teks ini sesungguhnya dipaksakan oleh para perumusnya yang ditunggui Tadashi Maeda. Padahal sesunggungnya teks kemerdekaan telah disiapkan dengan sungguh-sungguh oleh BPUPKI sebagaimana yang tertuang dalam Piagam Jakarta yang disebut juga dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut:

"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan."

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

"Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." ….

Meski demikian akhirnya Indonesia merdeka pula. Namun bagi umat Islam konsep kemerdekaan yang telah disiapkan dengan rujukan perjuangan umat islam itu mulai pudar. Bahkan sehari beikutnya manakala PPKI bersidang pada 18 Agustus 1945.

Secara garis besarnya, kegiatan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dibagi ke dalam dua tahap, yaitu: Tahap Sebelum Rapat PPKI Pada tahap ini diadakan rapat kecil yang terdiri dari Drs. Mohammad Hatta, Ki Bagus Hadikusumo. Wahid Hasyim. Mr. Kasman Singodimejo, dan Teuku Moh. Hasan.

Mereka mengadakan rapat pendahuluan dan menghasilkan kesepakatan mengubah kalimat "Ketuhanan, dengan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" menjadi "Ketuhanan Yang Mahaesa". Dengan perubahan tersebut, maka seluruh hukum Undang-undang Dasar dapat diterima oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak beragama Islam, misalnya daerah­-daerah yang diduduki Kaigun.

Menurut Drs. M. Hatta, adanya perubahan itu memberikan tanda bahwa para pemimpin bangsa pada waktu itu lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Rapat Utanta PPKI Rapat ini dipimpin oleh Ir. Soekarno dan M. Hatta.

Dalam rapat ini diputuskan tiga keputusan penting, yakni: 

1) Menetapkan dan merigesahkan UUD 1945 setelah mengalami perubahan di sana-sini. Dalam UUD tercantum dasar negara. Dengan demikian PPKI pun telah menetapkan dasar negara RI yang baru diproklamasikan sehari sebelumnya; 
2) Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Hatta, masing-masing sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia; 
3) Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berfungsi membantu presiden dan wakil presiden sebelum lembaga-lembaga negara yang diharapkan UUD 1945 terbentuk secara resmi.

Khusus mengenai penetapan UUD 1945, bahan yang digunakan ialah bahan hasil sidang BPUPKI tanggal 10 s.d. 16 Juli 1945. Sedangkan untuk Pembukaannya diambil dari Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan.

Usulan-usulan yang masuk kepada Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dikemukakan M. Hatta sebagai berikut:

a. Menghilangkan Rencana Pernyataan Indonesia Merdeka serta Rencana Pembukaan yang telah disetujui Badan Penyelidik tanggal 15 Agustus 1945 dan menggantinya dengan usul Rencana Pembukaan Hukum Dasar yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945 dengan beberapa perubahan.

b. Perubahan yang dimaksud diantaranya "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti dengan "Ketuhanan Yang Mahaesa". Dengan perubahan ini, maka seluruh hukum Undang-undang dasar dapat diterima oleh daerah-daerah Indonesia yang tidak beragama Islam. Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari berbagai golongan dan akan menyatukan seluruh bangsa.

c. Dengan adanya perubahan pada Pembukaan, maka ada perubahan dalam Rencana Undang­undang Dasar, yaitu: 1) "Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam" diubah menjadi "Presiden ialah orang Indonesia asli" (Pasal 6 ayat 1); 2) Negara berdasar atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diubah menjadi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Mahaesa" (Pasal 29 ayat 1).

d. Dalam pasal-pasal UUD 1945 terdapat pula beberapa perubahan; c. Menambahkan kepada Rencana Undang-undang Dasar tanggal 16 Juli 1945 dan tambahan itu disahkan, yaitu: · Bab XVI pasal 37 tentang Perubahan Undang-undang Dasar; · Aturan Peralihan Pasal I sampai dengan IV; · Aturan Tambahan angka 1 dan 2.

Setelah dilakukan amandemen terhadap UUD hasil sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945, maka disahkanlah UUD Republik Indonesia. Sekarang, UUD hasil putusan sidang PPKI tannggal 18 Agustus 1945 dikenal dengan nama UUD 1945.

Maka sejak itu hingga kini umat Islam belum bisa mengembalikan makna perjuangan Islam dalam kontek berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan ajaran dan syariat Islam bagi pemeluknya.*
Penulis penikmat sejarah, tinggal di Surabaya
Rep:
Administrator
Editor: Cholis Akbar 

Rumusan-rumusan Pancasila

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

Ada usul agar artikel atau bagian ini digabungkan ke Pancasila. (Diskusikan)
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di masyarakat.

Daftar isi

Rumusan I: Moh. Yamin, Mr.

Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada 29 Mei1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

Rumusan Pidato

Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu[1]:
  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri ke-Tuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Rumusan Tertulis

Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu[2]:
  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan II: Soekarno, Ir.

Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno[3]. Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.Namun masyarakat bangsa indonesia ada yang tidak setuju mengenai pancasila yaitu Ketuhanan, dengan menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.Lalu diganti bunyinya menjadi Ketuhanan Yg Maha Esa. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila[4].

Rumusan Pancasila [5]

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
  3. Mufakat,-atau demokrasi
  4. Kesejahteraan sosial
  5. kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi para pemeluknya

Rumusan Trisila [6]

  1. Socio-nationalisme
  2. Socio-demokratis
  3. ke-Tuhanan

Rumusan Ekasila [7]

  1. Gotong-Royong

Rumusan III: Piagam Jakarta

Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.
Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan "Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh Yamin.
Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/ proklamasi/ declaration of independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para "Pendiri Bangsa".

Rumusan kalimat [8]

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Alternatif pembacaan

Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan[;]
serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan populer

Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang beredar di masyarakat adalah:
  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan IV: BPUPKI

Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas[9].

Rumusan kalimat [10]

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan V: PPKI

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Ki Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

Rumusan kalimat [11]

“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan VI: Konstitusi RIS

Pendudukan wilayah Indonesia oleh NICA menjadikan wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir 1949 Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal (Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS. Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan) paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan yang tergabung dalam RIS.

Rumusan kalimat [12]

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. perikemanusiaan,
  3. kebangsaan,
  4. kerakyatan
  5. dan keadilan sosial

Rumusan VII: UUD Sementara

Segera setelah RIS berdiri, negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta. Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI Yogyakarta, NIT[13], dan NST[14]. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal 15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.

Rumusan kalimat[15]

“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
  2. perikemanusiaan,
  3. kebangsaan,
  4. kerakyatan
  5. dan keadilan sosial

Rumusan VIII: UUD 1945

Kegagalan Konstituante untuk menyusun sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950 menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004, dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
  1. Tap MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara, dan
  2. Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.

Rumusan kalimat [16]

“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Rumusan dengan penomoran (utuh)

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan IX: Versi Berbeda[17]

Selain mengutip secara utuh rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda. Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.

Rumusan

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial.

Rumusan X: Versi Populer[18]

Rumusan terakhir yang akan dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)

Rumusan

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Epilog

“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (Pasal 1 Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 jo Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 jo Pasal I Aturan Tambahan UUD 1945).

Catatan kaki

1.                                ^ Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RIselanjutnya disebut Risalah 2
2.                                ^ Risalah 2
3.                                ^ Sidang Sesi I BPUPKI tidak hanya membahas mengenai calon dasar negara namun juga membahas hal yang lain. Tercatat dua anggota Moh. Hatta, Drs. dan Supomo, Mr. mendapat kesempatan berpidato yang agak panjang. Hatta berpidato mengenai perekonomian Indonesia sedangkan Supomo yang kelak menjadi arsitek UUD berbicara mengenai corak Negara Integralistik
4.                                ^ Risalah 2
5.                                ^ Risalah 2
6.                                ^ Risalah 2
7.                                ^ Risalah 2
8.                                ^ Risalah 2
9.                                ^ Risalah 2
10.                             ^ Risalah 2
11.                             ^ Risalah 2
12.                             ^ Konstitusi Republik Indonesia Serikat
13.                             ^ Negara Indonesia Timur, wilayahnya meliputi Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya, Kepulauan Nusa Tenggara, dan seluruh kepulauan Maluku
14.                             ^ Negara Sumatera Timur, wilayahnya meliputi bagian timur provinsi Sumut (sekarang)
15.                             ^ Undang-Undang Dasar Sementara
16.                             ^ UUD 1945 (dekrit 1959), Tap MPR No XVIII/MPR/1998, Tap MPR No III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
17.                             ^ Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
18.                             ^ Tap MPR No II/MPR/1978

Referensi

1.        UUD 1945
2.        Konstitusi RIS (1949)
3.        UUD Sementara (1950)
4.        Berbagai Ketetapan MPRS dan MPR RI
5.        Saafroedin Bahar (ed). (1992) Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus 1945. Edisi kedua. Jakarta: SetNeg RI
6.        Tim Fakultas Filsafat UGM (2005) Pendidikan Pancasila. Edisi 2. Jakarta: Universitas Terbuka

Lihat pula

Pancasila sebagai FIlsafat dan Ideologi Negara Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumusan-rumusan_Pancasila

2 komentar: