Mesir terapkan keadaan darurat satu bulan
Terbaru 14 Agustus 2013 - 22:24 WIB
http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2013/08/130814_mesir_darurat.shtml
Pengumuman melalui siaran televisi nasional dikeluarkan ketika aksi protes dan bentrok makin meluas.
Para pendukung Mohammed Morsi, presiden yang Klik
digulingkan militer pada 3 Juli, menutup sejumlah jalan di kota terbesar kedua, Iskandariyah.
Di Fayoum, di selatan ibukota Kairo, Klik
kelompok pendukung Morsi dilaporkan menyerbu dua gereja dan mencoba memasuki gedung pemerintah di Suez.
Aksi protes juga pecah di Aswan dan di sejumlah kota.
Kekerasan hari Rabu (14/08) berawal dari
tindakan aparat keamanan -yang didukung kendaraan lapis baja, buldoser,
dan helikopter- Klik
membubarkan secara paksa aksi protes para pendukung Morsi di dua kamp di Kairo.
Angka korban tewas
Hingga Rabu sore waktu setempat angka korban tewas masih simpang siur.
Ikhwanul Muslimin, organisasi asal Morsi, mengatakan ratusan orang tewas.
Wartawan BBC di dekat Masjid Rabaa al-Adawiya,
salah satu pusat konsentrasi massa, mengatakan ia melihat sendiri
setidaknya 50 jenazah di dua rumah sakit darurat.
Dia menambahkan jumlah korban luka terlalu banyak untuk dihitung.
Departemen Kesehatan mengatakan korban meninggal di seluruh Mesir mencapai 59 jiwa, termasuk korban di Kairo.
Kawasan di sekitar Masjid Rabaa al-Adawiya sudah
ditutup aparat keamanan namun bentrokan baru terjadi di sejumlah jalan
tak jauh dari masjid, dipicu oleh aksi pemrotes yang ingin masuk ke
daerah di sekitar masjid.
Reaksi internasionalKekerasan di Mesir sepanjang hari Rabu membuat sejumlah negara mengeluarkan pernyataan.
Pemerintah Turki menyebut tindakan aparat Mesir di Kairo sebagai pembantaian. Istanbul mengatakan penggunakan senjata dan kekerasan untuk melawan demonstran sama sekali tidak bisa diterima.
"Tindakan aparat keamanan adalah pukulan serius
bagi upaya mengembalikan demokrasi di Mesir," kata PM Turki, Recep
Tayyip Erdogan.
Iran mengatakan Mesir makin dekat ke jurang perang saudara.
Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, mengutuk
keras tindakan aparat keamanan dan menyesalkan pemerintah Mesir karena
memilih menggunakan cara-cara kekerasan dalam menangani krisis politik.
Uni Eropa sementara itu mendesak pemerintah untuk menahan diri.
Jamaah Ikhwanul Muslimin : Menyerukan Jum'at Sebagai Hari Kemarahan
Cairo (voa-islam.com) Jamaah Ikhwanul Muslimin Mesir menyerukan kepada seluruh rakyat Mesir dan Muslim seluruh dunia melakukan aksi protes hari Jum'at ini, sebagai hari : Kemarahan. Melakukan protes atas kebiadan militer yang melakukan pembantaian atas aksi damai yang dilakukan kelompok pendukung Mursi. Menurut laporan dari pejabat Ikhwan, Jihad al-Hadad, sekurang-kurangnya 3.000 pendukung Presiden Mohamad Mursi gugur, dan lebih 15.000 orang mengalami luka-luka. Ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah Mesir, semenjak merdeka, termasuk korban perang antara Arab-Israel, tahun l967.
Militer Mesir benar-benar seperti makhluk "idiot" yang
melakukan pembantaian rakyat sipil, tanpa senjata dengan dingin, serta
tanpa belas kasihan. Sementara itu, militer Mesir bersikap kasih sayang
terhadap penjajah Inggris, Amerika Serikat dan Zionis-Israel.
Kebiadaban
militer Mesir sangat sempurna, bukan hanya membantai rakyat Mesir,
tetapi juga membakar masjid Rabi'a al-Adawiyah, menghancurkan rumah
sakit darurat yang merawat para korban, dan bahkan militer yang sangat
keji itu juga membakar jenazah korban yang masih memegang mush'af.
Bagaimana
militer yang hidupnya dari uang rakyat, kemudian menggunakannya untuk
melakukan pembantaian terhadap rakyatnya sendiri?
Sepanjang sejarahnya militer di manapun selalu menjadi "budak"
kaum sekuler dan asing yang menguasai dan menjajah negerinya. Karena
itu, militer tak pernah dapat membuat rakyat negerinya makmur dan
sejahtera. Karena mereka hanya menjadi penjaga kepentingan asing.
Seperti
di Turki yang menjadikan sekulerisme sebagai ideologi negara, selama
pemerintahan militer yang menggunakan doktrin ideologi Kemal At-Turk,
rakyatnya tak pernah mengalami kehidupan yang lebih baik, secara sosial
dan ekonomi.
Turki
menjadi bangkrut. Rakyatnya terbelakang dan miskin. Kemudian, baru
terjadi perubahan, ketika Turki dibawah Parta AKP (Partai Keadilan dan
Pembanungan), dan sekarang Turki memiliki standar hidup seperti negara
Eropa lainnya, dan income perkapitanya sudah diatas $ 10.000 dolar.
Kemudian,
Erdogan menempatkan militer hanya sebagai penjaga keamanan nasional,
dan tidak membolehkan militer terlibat dalam politik.
Langkah
mengakhiri campur tangan militer dalam politik membuat Turki lebih
baik. Negara dikelola oleh orang-orang sipil yang lebih profesional,
dan bertanggung-jawab.
Mesir selama beberapa dekade negaranya dikendalikan oleh militer yang menjadi "budak"
Amerika Serikat dan Zionis-Israel. Karena itu, mereka, terutama para
jenderalnya tak pernah peduli dengan nasib rakyatnya. Dibiarkan miskin
dan terbelakang. Hidup mereka hanya tergantung kepada bantuan Amerika
dan Israel. Hanya segelintir jenderal dan kroni-kroninya yang menjadi
kaya raya. Tetapi, mayoritas rakyatnya menjadi "gembel".
Usaha-usaha Jamaah Ikhwanul Muslimin Mesir yang ingin mengakhiri
dominasi militer itu, akhirnya menemui kegagalan dan dihancurkan secara
biadab dengan menggunakan senjata. Ini adalah harga yang harus dibayar
mahal oleh Jamaah Ikhwan yang didirikan oleh Hasan al-Banna, sejak tahun
l928.
Pembantaian
yang dilakukan oleh militer Mesir itu, tidak akan mengakhiri
usaha-usaha yang dilakukan oleh Jamaah Ikhwan melakukan perubahan menuju
kehidupan yang lebih beradab dan Islami di Mesir. Mereka akan terus
berjuang dengan sabar dan ikhlas. Ini akan memasuki fase perjuangan baru
bagi Ikhwan. Seperti yang dialami oleh Hamas di Palestina dalam
menghadapi Zionis-Israel.
Maka, Jamaah Ikhwanul Muslimin menyerukan kepada para pendukungnya dan muslim di dunia berpartisipasi dalam 'Hari Kemarahan' di ibukota, Kairo.
"Unjuk rasa anti-kudeta hari ini akan berangkat dari semua masjid Kairo dan menuju Ramsis setelah shalat sebagai 'Jumat Kemarahan'," kata juru bicara Ikhwanul Muslimin Jihad el-Haddad menulis di akun Twitter-nya.
"Unjuk rasa anti-kudeta hari ini akan berangkat dari semua masjid Kairo dan menuju Ramsis setelah shalat sebagai 'Jumat Kemarahan'," kata juru bicara Ikhwanul Muslimin Jihad el-Haddad menulis di akun Twitter-nya.
Hari Jum'at ini akan dimulai
penguburan secara massal mereka yang gugur akibat kebiadaban militer
Mesir. Mereka yang gugur akan dikuburkan secara massal.
Semoga, mereka yang gugur oleh kebiadaban rezim
militer dicatat sebagai syuhada. Seperti yang menjadi cita-cita setiap
kader dan anggota Jamaah Ikhwan, yang menjadikan mati syahid sebagai
cita-cita tertinggi mereka.
Ya Rabb ..
Wahai Yang Maha Hidup, wahai Yang Pemilik Semua Kehidupan,
Wahai Yang Menghidupkan dan Mematikan makhluknya,
Engkaulah Yang Maha Pengasih dari yang pengasih,
Wahai yang memiliki begitu banyak kebaikan,
Wahai pemilik kebaikan yang tak pernah terputus,
Wahai Yang tak terhitung nikmat-Nya oleh seorangpun,
Kami memohon kepada-Mu dari apa-apa yang telah
Engkau tetapkan pada Diri-Mu dengan Rahmat-Mu dan dari apa yang
tersimpan arus karunia-Mu, dan apa yang tersimpan dalam keghaiban-Mu,
Jadikanlah sauadara-saudaraku yang gugur di
Mesir itu, mendapatkan kemuliaan disisi-Mu, kumpulkan mereka bersama
para syuhada, shalihin, dan maafkanlah, serta tolonglah mereka dari
manusia-manusia zalim .... Amin.
Tidak Setuju dengan Tindakan Militer, Juru Bicara Partainya ElBaredei-pun Mundur
Redaksi – Sabtu, 10 Syawwal 1434 H / 17 Agustus 2013 19:12 WIB
http://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/tidak-setuju-dengan-tindakan-militer-juru-bicara-partainya-elbaredei-pun-mundur.htm#.Ug--2FIxVkg
Jihad al-Haddad, juru bicara Ikhwanul Muslimin , mengecam tindakan kekerasan pasukan keamanan Mesir sebagai ”penjahat kudeta militer” yang mengakibatkan lanjutan jatuhnya korban yang gugur di Masjid Al fatah Ramses Square dan mendesak para pendukung Ikhwanul Muslimin menarik diri untuk menghindari korban lebih lanjut.
Para kritikus berpendapat bahwa munculnya rezim baru di Mesir yang
didukung kekuatan militer , akan kembali menjadi negara polisi yang
dibenci di negara itu seperti pada pemerintahan era Mubarak.
Khaled Dawoud, juru bicara yang awalnya sangat anti-Mursi dari partai
liberal Front Keselamatan nasional , akhirnya mengikuti langkah
ElBaradei dan mengumumkan kemundurannya pada hari Jumat, ia kecewa
Front Keselamatan Nasional tidak mampu untuk mengutuk kekerasan
aparat negara terhadap Ikhwan.
Sentimen anti-Ikhwan sengaja dihembus hembuskan oleh pemerintah
Mesir , dengan membuat rekayasa laporan palsu beberapa serangan balas
dendam Ikhwan terhadap kepolisian dan kelompok Kristen di seluruh negeri
– memperkuat citra Ikhwan sebagai teroris.
Walaupun penggulingan Mursi dan perlawanannya terhadap pemerintahan kudeta membuat dampak dukungan luas dari rakyat Mesir , tetapi beberapa pendukungnya telah dikambinghitamkan oleh komunitas Kristen Koptik Mesir – yang membentuk hanya sekitar 10% dari seluruh populasi rakyat Mesir, Kelompok Kristen ini juga mendukung penggulingan Mursi. (Grd/Dz)
Walaupun penggulingan Mursi dan perlawanannya terhadap pemerintahan kudeta membuat dampak dukungan luas dari rakyat Mesir , tetapi beberapa pendukungnya telah dikambinghitamkan oleh komunitas Kristen Koptik Mesir – yang membentuk hanya sekitar 10% dari seluruh populasi rakyat Mesir, Kelompok Kristen ini juga mendukung penggulingan Mursi. (Grd/Dz)
KEKALAHAN KETIGA IKHWANUL MUSLIMIN MESIR ..... ??? http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/08/kekalahan-ketiga-ikhwanul-muslimin-mesir.html#more
Jika pendiri Ikhwnul Muslimin Hassan al Bana dan Sayid Qutbh masih
hidup, mereka mungkin akan menangisi hasil perjuangan mereka akan
berakhir tragis seperti saat ini. Justru ketika Mesir telah mulai
berubah menjadi negara demokratis yang memberi kesempatan Ikhwanul
Muslimin menjadi penguasa, ratusan (bankan mungkin ribuan jika klaim
Ikhwanul Muslimin benar) pengikut Ikhwanul Muslimin harus tewas
mengenaskan ditembaki aparat keamanan dan para pemimpinnya diuber-uber
seperti penjahat.
Padahal sampai hari Rabu lalu (14/8) Ikhwanul Muslimin masih memiliki kesempatan untuk menghindari tragedi, dan dengan strategi yang tepat kembali merebut kekuasaan mereka yang ditumbangkan oleh kudeta militer tgl 3 Juli lalu. Sebagian besar pengamat politik yang berfikir rasional menganggap tumbangnya kekuasaan Ikhwanul Muslimin oleh militer merupakan "kesalahan" para pemimpin Ikhwanul Muslimin, terutama Presiden Moersi, yang tidak memahami bahwa hakikat politik adalah seni bernegosiasi. Setelah berpuluh tahun hidup dalam penindasan dan tiba-tiba mendapatkan kekuasaan, para pemimpin IKhwanul Muslimin seakan menjadi lupa diri pada hakikat tersebut dan menganggap kekuasaan yang didapatkan adalah "amanah Tuhan" yang harus dipertahankan mati-matian. Mereka tidak peduli pada tindakan-tindakan mereka yang tidak menyenangkan kelompok-kelompok politik lain. Bahkan ketika puluhan juta rakyat Mesir pada tgl 30 Juni mengeluarkan petisi penolakan terhadap kekuasaan Ikhwanul Muslimin, mereka tetap ngotot bertahan dan tidak bersedia melakuan kompromi. Puluhan juta suara penolakan tersebut secara "de facto" merupakan tanda bahwa kekuasaan Ikhwanul Muslimin sudah berakhir. Tanpa disuruh pun, seorang pemimpin yang berjiwa demokrat yang memahami bahwa demokrasi adalah kehendak mayoritas rakyat, akan mengundurkan diri ketika sebagian besar rakyatnya menghendaki demikian.
Kemenangan Moersi dan Ikhwanul Muslimin sendiri dalam pemilu Mesir tahun 2011 bukanlah kemenangan signifikan. Dengan lebih dari 50% rakyat Mesir yang memilih golput, Moersi hanya menang tipis dari lawannya politiknya. Artinya, Moersi tidak didukung oleh mayoritas rakyat Mesir yang pada tgl 30 Juni lalu justru menunjukkan arpirasi penolakan terhadapnya. Maka ketika militer Mesir melakukan kudeta terhadap Moersi tindakan tersebut sangat bisa difahami demi menghindarkan Mesir dari kebuntuan kekuasaan dan perang saudara. Sampai pada titik ini semestinya Moersi dan para pendukungnya melakukan introspeksi, menerima peta jalan tengah yang ditawarkan militer dan berpartisipasi dalam pemerintahan sementara hingga diselenggarakannya pemilu mendatang saat Ikhwanul Muslimin memiliki kesempatan untuk merebut kembali kekuasaannya yang hilang. Mesir pun tidak perlu mengalami kekacauan hingga pertumpahan darah yang tidak perlu.
Militer sebenarnya masih berbaik hati dengan memberi kesempatan Ikhwanul Muslimin untuk turut serta dalam pemerintahan sementara, namun justru kesempatan baik itu disia-siakan. Ikwanul Muslimin kembali melakukan kesalahan yang dibuat sebelumnya dengan menolak kompromi dan justru memilih konfrontasi, meski pemerintahan sementara dan berbagai pihak seperti para diplomat asing, kelompok Islamis non-Ikwanul Muslimin, hingga rektor Universitas Al Azhar telah berusaha keras membujuk Ikwanul Muslimin untuk menghentikan sikap konfrontasinya. Maka terjadilan tragedi itu. "Hasilnya adalah bahwa kini Ikwanul Muslimin berada pada posisi lemah untuk melakukan negosiasi. Sebelum kemarin, mereka bisa bernegosiasi untuk menarik diri namun kini kesempatan itu sudah hilang. Kesalahan-kesalahan ini disebabkan oleh tindakan para pemimpin ekstremis mereka. ... Tidak seorang pun yang harus meninggal kemarin dan konfrontasi itu tidak perlu terjadi sama sekali," tulis Abdulrahman al-Rashed, editor berita televisi Al Arabiya di harian Asharq al-Awsat tgl 15 Agustus tentang insiden pertumpahan darah di Mesir baru-baru ini. Meski secara idiologis saya (blogger) berseberangan dengan Abdulrahman yang sebagaimana media yang dipimpinnya sangat pro-Saudi/Amerika/Israel, namun editorial tersebut sangat saya setujui.
Ada satu penggambaran yang menarik tentang aksi pendukung Ikwanul Muslimin Mesir, yang saya dapat dari seorang komentator atas artikel online di media "Egypt Independent" tentang penolakan Ikhwanul Muslimin untuk bernegosiasi hingga mengakibatkan terjadinya pembantaian:
"Siapa yang menempatkan diri secara sengaja untuk ditabrak dan kemudian mengeluh setelah terluka? Siapa yang menyeberang jalan di depan kendaraan yang melaju kencang dan ugal-ugalan, daripada memilih berhenti sebentar hingga kendaraan lewat, dan setelah tertabrak menyalahkan pengemudinya. Ia memang pengemudi ugal-ugalan, namun mengapa mencelakakan diri untuk membuktikan bahwa ia adalah pengemudi yang buruk, dan kemudian mengeluh karena tertabrak?" Namun keadaan sebenarnya kini jauh lebih membahayakan dari masa lalu ketika para aktifis Ikwanul Muslimin mengalami penindasan oleh aparat keamanan. Sebagian rakyat Mesir yang anti-Ikwanul Muslimin juga telah mengorganisir kelompok-kelompok yang secara sporadis melakukan aksi-aksi kekerasan di jalanan, milisi-milisi bentukan militer belum lagi unsur-unsur Al Qaida dan dan ditambah pasukan-pasukan teroris pembunuh yang dibentuk CIA dan Mossad mulai berkeliaran setelah diangkatnya Robert Ford, arsitek perang sipil Irak dan Syria menjadi dubes Amerika di Mesir. Mesir mulai terjerembab dalam perang sipil.
Maka dalam konteks "perjuangan" Ikhwanul Muslimin yang didirikan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel dan mengantarkan rakyat Mesir kepada masyarakat damai sejahtera, Ikwanul Muslimin telah mengalami kekalahan tiga kali berturut-turut hanya dalam waktu beberapa minggu terakhir ini.
REF:
"The Muslim Brotherhood’s second defeat"; Abdulrahman al-Rashed; AL ARABIYA NEWS CHANNEL, 15 AGUSTUS 2013
Padahal sampai hari Rabu lalu (14/8) Ikhwanul Muslimin masih memiliki kesempatan untuk menghindari tragedi, dan dengan strategi yang tepat kembali merebut kekuasaan mereka yang ditumbangkan oleh kudeta militer tgl 3 Juli lalu. Sebagian besar pengamat politik yang berfikir rasional menganggap tumbangnya kekuasaan Ikhwanul Muslimin oleh militer merupakan "kesalahan" para pemimpin Ikhwanul Muslimin, terutama Presiden Moersi, yang tidak memahami bahwa hakikat politik adalah seni bernegosiasi. Setelah berpuluh tahun hidup dalam penindasan dan tiba-tiba mendapatkan kekuasaan, para pemimpin IKhwanul Muslimin seakan menjadi lupa diri pada hakikat tersebut dan menganggap kekuasaan yang didapatkan adalah "amanah Tuhan" yang harus dipertahankan mati-matian. Mereka tidak peduli pada tindakan-tindakan mereka yang tidak menyenangkan kelompok-kelompok politik lain. Bahkan ketika puluhan juta rakyat Mesir pada tgl 30 Juni mengeluarkan petisi penolakan terhadap kekuasaan Ikhwanul Muslimin, mereka tetap ngotot bertahan dan tidak bersedia melakuan kompromi. Puluhan juta suara penolakan tersebut secara "de facto" merupakan tanda bahwa kekuasaan Ikhwanul Muslimin sudah berakhir. Tanpa disuruh pun, seorang pemimpin yang berjiwa demokrat yang memahami bahwa demokrasi adalah kehendak mayoritas rakyat, akan mengundurkan diri ketika sebagian besar rakyatnya menghendaki demikian.
Kemenangan Moersi dan Ikhwanul Muslimin sendiri dalam pemilu Mesir tahun 2011 bukanlah kemenangan signifikan. Dengan lebih dari 50% rakyat Mesir yang memilih golput, Moersi hanya menang tipis dari lawannya politiknya. Artinya, Moersi tidak didukung oleh mayoritas rakyat Mesir yang pada tgl 30 Juni lalu justru menunjukkan arpirasi penolakan terhadapnya. Maka ketika militer Mesir melakukan kudeta terhadap Moersi tindakan tersebut sangat bisa difahami demi menghindarkan Mesir dari kebuntuan kekuasaan dan perang saudara. Sampai pada titik ini semestinya Moersi dan para pendukungnya melakukan introspeksi, menerima peta jalan tengah yang ditawarkan militer dan berpartisipasi dalam pemerintahan sementara hingga diselenggarakannya pemilu mendatang saat Ikhwanul Muslimin memiliki kesempatan untuk merebut kembali kekuasaannya yang hilang. Mesir pun tidak perlu mengalami kekacauan hingga pertumpahan darah yang tidak perlu.
Militer sebenarnya masih berbaik hati dengan memberi kesempatan Ikhwanul Muslimin untuk turut serta dalam pemerintahan sementara, namun justru kesempatan baik itu disia-siakan. Ikwanul Muslimin kembali melakukan kesalahan yang dibuat sebelumnya dengan menolak kompromi dan justru memilih konfrontasi, meski pemerintahan sementara dan berbagai pihak seperti para diplomat asing, kelompok Islamis non-Ikwanul Muslimin, hingga rektor Universitas Al Azhar telah berusaha keras membujuk Ikwanul Muslimin untuk menghentikan sikap konfrontasinya. Maka terjadilan tragedi itu. "Hasilnya adalah bahwa kini Ikwanul Muslimin berada pada posisi lemah untuk melakukan negosiasi. Sebelum kemarin, mereka bisa bernegosiasi untuk menarik diri namun kini kesempatan itu sudah hilang. Kesalahan-kesalahan ini disebabkan oleh tindakan para pemimpin ekstremis mereka. ... Tidak seorang pun yang harus meninggal kemarin dan konfrontasi itu tidak perlu terjadi sama sekali," tulis Abdulrahman al-Rashed, editor berita televisi Al Arabiya di harian Asharq al-Awsat tgl 15 Agustus tentang insiden pertumpahan darah di Mesir baru-baru ini. Meski secara idiologis saya (blogger) berseberangan dengan Abdulrahman yang sebagaimana media yang dipimpinnya sangat pro-Saudi/Amerika/Israel, namun editorial tersebut sangat saya setujui.
Ada satu penggambaran yang menarik tentang aksi pendukung Ikwanul Muslimin Mesir, yang saya dapat dari seorang komentator atas artikel online di media "Egypt Independent" tentang penolakan Ikhwanul Muslimin untuk bernegosiasi hingga mengakibatkan terjadinya pembantaian:
"Siapa yang menempatkan diri secara sengaja untuk ditabrak dan kemudian mengeluh setelah terluka? Siapa yang menyeberang jalan di depan kendaraan yang melaju kencang dan ugal-ugalan, daripada memilih berhenti sebentar hingga kendaraan lewat, dan setelah tertabrak menyalahkan pengemudinya. Ia memang pengemudi ugal-ugalan, namun mengapa mencelakakan diri untuk membuktikan bahwa ia adalah pengemudi yang buruk, dan kemudian mengeluh karena tertabrak?" Namun keadaan sebenarnya kini jauh lebih membahayakan dari masa lalu ketika para aktifis Ikwanul Muslimin mengalami penindasan oleh aparat keamanan. Sebagian rakyat Mesir yang anti-Ikwanul Muslimin juga telah mengorganisir kelompok-kelompok yang secara sporadis melakukan aksi-aksi kekerasan di jalanan, milisi-milisi bentukan militer belum lagi unsur-unsur Al Qaida dan dan ditambah pasukan-pasukan teroris pembunuh yang dibentuk CIA dan Mossad mulai berkeliaran setelah diangkatnya Robert Ford, arsitek perang sipil Irak dan Syria menjadi dubes Amerika di Mesir. Mesir mulai terjerembab dalam perang sipil.
Maka dalam konteks "perjuangan" Ikhwanul Muslimin yang didirikan untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel dan mengantarkan rakyat Mesir kepada masyarakat damai sejahtera, Ikwanul Muslimin telah mengalami kekalahan tiga kali berturut-turut hanya dalam waktu beberapa minggu terakhir ini.
REF:
"The Muslim Brotherhood’s second defeat"; Abdulrahman al-Rashed; AL ARABIYA NEWS CHANNEL, 15 AGUSTUS 2013
Label:
politik
Breaking News: Raja Arab Saudi Abdullah Dukung Mesir Perangi Terorisme
REP | 17 August 2013 | 15:06 http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/08/17/breaking-news-raja-arab-saudi-abdullah-dukung-mesir-perangi-terorisme-584889.html
Aljazeera sepanjang hari Jum’at dan
Sabtu ini terus melaporkan perkembangan di Mesir. Tewasnya ratusan orang
demonstrator pendukung Ikhwanul Muslimin di Kairo, Alexandria,
Damietta, dan Ismailia sepanjang Jum’at sampai Sabtu memicu kecaman Uni
Eropa. Selain itu Pemerintah Mesir menahan 1,118 orang terkait
demonstrasi sepanjang hari Jum’at dan Sabtu pagi. Kabinet interim dan
Menteri dalam Negeri Mesir memeringatkan bahwa peluru tajam akan
digunakan untuk membubarkan pendemo yang menyerang kantor-kantor pemerintah.
Bader Abdel Atty, Juru Bicara
Kementerian Luar Negeri Mesir menyampaikan pembelaan terkait kekerasan
dan penertiban bahwa penggunaan senapan mesin oleh pendemo memicu
kekerasan yang terjadi di Lapangan Ramses. Tampak pendemo menenteng
senapan mesin digunakan dalam bentrok antara pendukung Mursi dengan
masyarakat dan pihak keamanan.
Dalam perkembangan lain, Amerika Serikat
membekukan bantuan militer tahunan sebesar US$ 1,3 milyar kepada Mesir.
Indonesia pun melalui kementerian luar negeri mengeluarkan pernyataan
bahwa kedua belah pihak harus menahan diri.
Namun yang terjadi adalah di tengah
kecaman itu Ikhwanul Muslimin justru merasa mendapatkan anginPerlawanan
yang dilakukan oleh pendukung Ikhwanul Muslimin yang nekat melanggar
larangan demo demi mengembalikan kedudukan Muhammad Mursi sebagai
presiden.
Hamas sebagai pendukung Ikhwanul
Muslimin menahan diri dari mengecam pemerintah Mesir terkait penertiban
oleh militer di Mesir. Ismael Haniyeh menyampaikan dalam rapat umum
bahwa Hamas dan Palestina tidak akan mencampuri urusan dalam negeri
Mesir. Pemerintah Yordania tetap mendukung pemerintah Mesir menangani
urusan dalam negerinya.
Raja Arab Saudi Abdullah mengeluarkan
pernyataan agar Dunia Arab bersatu mendukung Pemerintah Mesir memerangi
terorisme. Raja Abdullah juga memeringatkan adanya upaya di luar Mesir
untuk mendestabilisasi Mesir. Selain itu Arab Saudi juga menolak
intervensi asing yang bermaksud mencampuri urusan dalam negeri Mesir.
Dukungan Arab Saudi ini dengan segera diikuti oleh Pemerintah Palestina
baik di Gaza maupun di Tepi Barat - yang terjebak dalam kepentingan dan
ketergantungan kepada Mesir dan Dunia Arab.
Sampai saat ini demonstrasi terjadi di
empat titik Kota Kairo yakni Masjid Al Fatah. Terdapat 700 orang masih
yang bertahan di dalam masjid. Pihak keamanan menarik diri dari upaya
memasuki masjid setelah beberapa jam berusaha untuk merangsek masuk.
Para demonstrator pendukung presiden terjungkal Muhammad Mursi pun
bertahan dan takut keluar dari masjid karena ketakutan akan ditangkap.
Demonstrator tak memercayai pasukan
keamanan yang memerintahkan mereka keluar dan mengkhawatirkan terjadinya
kekerasan lanjutan seperti yang terjadi di Lapangan Ramses. Selain di
dekat masjid Al Fatah, demo juga terjadi di Lapangan Jembatan 6 Oktober,
dan dua titik lainnya.
Dukungan Raja Abdullah dianggap sangat
signifikan karena Arab Saudi adalah pemberi bantuan keuangan terbesar
selain Kuwait dan UEA. Pernyataan dan dukungan Raja Abdullah juga
menjadi acuan semua negara Arab dan Timur Tengah. Hanya PM Turki Erdogan
yang mengecam kejadian di Mesir.
Setelah kekerasan pada hari Jum’at -
sebagai akibat ajakan pentolan Ikhwanul Muslimin untuk melakukan demo di
seluruh Mesir - hari ini keadaan di Kairo, kecuali bertahannya pendemo
di masjid Al Fatah, dan kota-kota besar di Mesir kembali tenang.
Pemerintah Mesir mengingatkan kembali kepada pendemo untuk tidak turun
di jalanan dan pemerintah akan melakukan tindakan tegas - bahkan peluru
tajam akan digunakan jika pendemo menyerang kantor pemerintah. Salam bahagia ala saya.
Aksi pro-Morsi dibubarkan dengan paksa
Terbaru 14 Agustus 2013 - 16:39 WIB
http://www.bbc.co.uk/indonesia/multimedia/2013/08/130814_foto_kairo_bentrok.shtml
Turunan Fir'Aun kembali berkuasa di Mesir, namun Fi'aun yang sekarang bertekuk lutut terhadap Israel dan memusuhi saudaranya sendiri.
BalasHapus