Tariq Ramadhan :
Ikhwan diantara Penghianatan Salafi An Nour dan Permainan Cantik Baredei (3)
Redaksi – Sabtu, 5 Ramadhan 1434 H / 13 Juli 2013 15:59 WIB
http://www.eramuslim.com/berita/bincang/tariq-ramadhan-ikhwan-diantara-penghianatan-salafi-an-nour-dan-permainan-cantik-baredei-3.htm
http://www.eramuslim.com/berita/bincang/tariq-ramadhan-ikhwan-diantara-penghianatan-salafi-an-nour-dan-permainan-cantik-baredei-3.htm
Beberapa
pengamat terkejut melihat Salafi, terutama Partai Nour, bergabung
dengan militer bersama faksi yang katanya ”demokratis” yang menentang
Presiden Mursi.
Apakah hasilnya tidak begitu tragis, akan tergoda untuk melabelkan
semua itu adalah sandiwara.
Media Barat yang cepat menyebut label
“Islam” untuk Salafi sebagai sekutu Ikhwanul Muslimin, tetapi dalam
kenyataannya, para Salafi itu hanyalah menjadi sekutu rezim
Negara-negara Teluk, yang pada gilirannya telah menjadi sekutu regional
AS.
Idenya adalah untuk merusak kredibilitas agama dari Ikhwanul
Muslimin, dan memaksa ikhwan ke posisi ekstrem. Pada saat penggulingan
Presiden Mursi, mereka tidak hanya mengkhianati tapi mereka juga para
Salafi mengungkapkan strategi mereka dan aliansi strategis mereka untuk
seluruh dunia dapat melihat.
Hal ini tidak mengherankan untuk dicatat bahwa negara-negara pertama
yang mengakui kudeta rezim baru adalah Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan
Qatar, Negara Negara itulah yang tetap memberikan, dukungan keuangan
langsung dan tidak langsung terhadap Salafi Mesir ( serta rekan-rekan
Tunisia mereka).
Analisa dangkal mungkin akan membawa kita untuk percaya bahwa Arab
Saudi dan Qatar mendukung Ikhwanul Muslimin, dalam kenyataannya Negara
Negara tersebut adalah andalan kekuatan Amerika di wilayah timur
tengah.
Strateginya adalah untuk menabur perpecahan di antara berbagai
kecenderungan Islam politik, untuk memicu konfrontasi dan untuk
mengacaukan. Strategi yang sama berfokus pada kontradiksi antara
organisasi politik Sunni dan memperburuk perpecahan antara Syiah dan
Sunni.
Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki perselisihan dengan Islam
politik gaya Salafi di Negara-negara Teluk (dan penolakan mereka
terhadap demokrasi, mereka menghormati minoritas, diskriminasi terhadap
perempuan mereka, dan penerapan KUHP “Islam” yang ketat digambarkan
sebagai “syari’at”), mereka melindungi kepentingan ekonomi geostrategis
dan regional mereka sementara kebijakan represif atas domestik mereka,
asalkan kebijakan itu diterapkan di dalam negeri, asal tidak berpengaruh
ke Barat.
Ini semua tentang mengambil image, Jutaan warga Mesir berunjuk rasa
mendukung “revolusi kedua” dan meminta angkatan bersenjata, untuk cepat
merespon. Mereka sekarang berjanji untuk menyerahkan kekuasaan kepada
sipil. Pemimpin oposisi, Mohamed al-Baradei, telah memainkan peran
sentral dalam proses, dan keterkenalannya telah tumbuh pesat. Ia telah
berhubungan erat dengan para cyber muda dan gerakan 6 April sejak tahun
2008, dokumen Departemen Luar Negeri AS, yang saya kutip dalam buku
saya, mereka semua dekat dengan pemerintah Amerika. Visinya telah
dipromosikan dengan strategi cerdas, dan meskipun ia telah menolak
posisi Perdana Menteri (dan mengumumkan bahwa ia tidak akan menjadi
calon presiden, ia telah muncul sebagai pemain penting di panggung
politik Mesir.
Baredei terkesan demokratis – membela atas penangkapan anggota
Ikhwanul Muslimin, mengecam penutupan stasiun televisi dan seluruh
tindakan represif kepada pendukung Presiden Mursi.
Pekan pekan kedepan yang akan datang akan memberikan kami dengan
rincian lebih lanjut tentang rencana karakter sipil negara ini yang
dibaliknya adalah militer. Harus diingat bahwa selama beberapa dekade
tentara Mesir telah berhasil menguasai hampir 40 persen perekonomian
nasional serta menjadi penerima utama dari paket bantuan Amerika tahunan
sebesar $ 1,5 miliar. (OI.Net/Dz)
Tariq Ramadhan : Kesalahan Mursi adalah Kenapa Ia dan Ikhwan Yakin Bahwa Militer Yang Selama Ini Menjadi Musuhnya Dipercaya Amankan Kekuasaannya (2)
Apa
Kesalahan Mursi ? setelah fakta yang mengejutkan , adalah ia hanya
punya pikiran yang sederhana, kurangnya pengalaman, dan kesalahan yang
dibuat oleh Mohamed Mursi, bersama dengan sekutu-sekutunya, khususnya
Ikhwanul Muslimin sebagai sebuah organisasi Islam .
Selama tiga tahun terakhir, saya telah sangat kritis terhadap
pemikiran, tindakan dan strategi dari Partai Kebebasan dan Keadilan”,
serta pimpinan Ikhwanul Muslimin (lebih dari dua puluh lima tahun
terakhir, analisis dan komentar saya telah dan tetap tajam kritis).
Presiden Mursi tidak dapat menerima kritikan dan ia tidak membangun
hubungan dengan oposisi, baik dengan mengundang mereka untuk bergabung
dengan pemerintah atau untuk mengambil bagian dalam dialog nasional yang
luas.
Faktanya, bagaimanapun, bahwa manajemennya pemerintahnya telah gagal
untuk mendengarkan sebagian suara rakyat dan bahkan beberapa penasihat
yang terpercaya. Hubungan yang eksklusif dengan petinggi pimpinan
Ikhwanul Muslimin menjadikan ia sering membuat keputusan yang
tergesa-gesa (beberapa di antaranya Mursi mengakui ia telah membuat
kesalahan)
Tetapi pada tingkat yang lebih mendasar, kesalahan yang terbesar
adalah tidak adanya visi politik dan kurangnya prioritas politik dan
ekonomi yang jelas,
Kegagalan untuk berjuang melawan korupsi dan kemiskinan, dan salah urus mengenai urusan sosial dan pendidikan.
Tuntutan IMF (Dana Moneter Internasional) dengan penundaan yang
disengaja oleh mereka menjadikan Negara dalam posisi tidak bisa
dipertahankan: Mursi salah analisa bahwa lembaga internasional itu akan
mendukungnya .
Hanya hari ini, ketika Presiden Mursi telah jatuh, IMF muncul siap
untuk membantu dan menghilangkan poin poin yang menjadi hambatan. Hal
ini muncul hanya tiga hari setelah penggulingan pemerintah yang dipilih
secara demokratis. IMF Terlibat dalam kudeta ini !
Kenaifan seorang presiden, pemerintah dan Ikhwanul Muslimin . Setelah
enam puluh tahun beroposisi dan dibawah represi pihak militer (dengan
persetujuan langsung dan tidak langsung dari pemerintah AS dan Barat),
bagaimana mereka (Para ikhwan) bisa yakin dan membayangkan bahwa mantan
musuh mereka akan mendukung mereka naik ke tahta kekuasaan, menyerukan
demokrasi? Apakah mereka tidak belajar dari sejarah mereka sendiri,
dari Aljazair pada tahun 1992, dan, baru-baru ini, dari Palestina?
Saya tetap kritis, program dan strategi ambigu Presiden Mursi dan
Ikhwanul Muslimin , yang kompromi dengan angkatan bersenjata dan AS,
menyerah pada perekonomian dan masalah Palestina, dll, dan kurangnya
kesadaran politik telah menjadikan sesuatu hal bodoh.
Coba dengar
sewaktu Presiden Mursi memberitahu Jenderal al-Sisi, saat sepuluh hari
sebelum kudeta , bahwa dia akan menurunkan Al Sisi (sebelumnya ia juga
yang mengangkatnya) dan bahwa Mursi yakin pihak Amerika “tidak pernah
mengizinkan kudeta militer ” . Keyakinan Mursi itu saya sebut sebagai
pikiran yang membingungkan – surealistik. (OI.Net/Dz)
Tariq Ramadhan : Jenderal Al Sisi itu Peliharaan AS dan Israel, Militer Tidak Pernah Tinggalkan Politik
Redaksi – Sabtu, 5 Ramadhan 1434 H / 13 Juli 2013 14:58 WIB
Selama
dua tahun ini saya sering bertanya mengapa saya tidak bisa mengunjungi
Mesir, karena ternyata saya telah dilarang masuk Mesir selama 18 tahun.
Sering saya ulangi bahwa berdasarkan informasi yang saya dapat dan –
dikonfirmasi oleh pejabat Swiss dan Uni Eropa – tentara Mesir tetap
tegas dalam kendali Mesir dan tidak pernah meninggalkan arena politik.
Aku pernah membahas antusias “revolusioner”. Saya juga tidak percaya
bahwa peristiwa di Mesir, dan di Tunisia, adalah hasil dari pergolakan
sejarah mendadak. Masyarakat dari kedua negara tersebut menderita dari
kediktatoran, dari krisis ekonomi dan sosial, mereka bangkit atas nama
martabat, keadilan sosial, dan kebebasan.
Kebangkitan mereka, adalah karena “revolusi intelektual,” dan keberanian mereka haruslah diberikan rasa hormat.
Militer Mesir beberapa saat yang lalu paska Arab Spring hanyalah
belum kembali ke politik, karena alasan sederhananya bahwa mereka
tidak akan pernah meninggalkan politik itu.
Jatuhnya Hosni Mubarak adalah kudeta militer juga sebenarnya, yang
memungkinkan generasi militer baru untuk memasuki panggung politik
dengan cara yang baru pula , dari balik tirai pemerintahan sipil.
Dalam sebuah artikel saya yang diterbitkan pada tanggal 29 Juni 2012 ,
saya mencatat adanya deklarasi militer dari komandan tertinggi bahwa
pemilihan presiden bersifat sementara, selama enam bulan hingga periode
satu tahun (judulnya membuat sebuah firasat eksplisit: “?” (Kenapa )
Sebuah pemilu sebenarnya untuk apa”).
Pemerintah Amerika telah memantau seluruh proses, tahukah sekutu
sejatinya di Mesir selama lima puluh tahun terakhir ini adalah Militer
Mesir, dan bukan Ikhwanul Muslimin .
Lihat berita di International Herald Tribune, 5 Juli, dan Le Monde, 6
Juli, kebijakan AS mengkonfirmasi apa yang sudah jelas: keputusan
untuk menggulingkan Presiden Mohamed Mursi telah dibuat jauh hari
sebelum demonstrasi 30 Juni 2013 . Sebuah percakapan antara Presiden
Mursi dan Jenderal al-Sisi menunjukkan bahwa kepala militer negara itu
telah merencanakan penggulingan dan pemenjaraan presiden seminggu
sebelum pergolakan , demonstrasi rakyat yang akan membenarkan kudeta
militer “atas nama kehendak rakyat.”
Al Sisi pintar memainkan Strategi! Demonstrasi tergorganisir
melibatkan jutaan orang untuk membuat orang percaya bahwa tentara
benar-benar peduli tentang rakyat ! Ini kudeta, Kudeta babak kedua.
Bagaimana kemudian kita analisa reaksi langsung dari pemerintah
Amerika, yang menghindari penggunaan istilah “kudeta” (yang, jika
diterima, akan berarti tidak bisa memberikan dukungan keuangan kepada
rezim baru)? Pemerintah Eropa pun akan mengikutinya, tentu saja: image
terbentuk : tentara telah disikapi sebagai pejuang ” demokratis” karena
panggilan rakyat.
Ini semua terlalu bagus untuk menjadi kenyataan! Ajaib, ini sangat
pengaturan, konspiratif. Lihatlah listrik padam, sedikitnya kesediaan
bensin, dan kekurangan gas alam berakhir tiba-tiba setelah menjelang
jatuhnya presiden. Seolah-olah orang telah dipaksa kehilangan kebutuhan
dasar sehingga mendorong rakyat bersegera berdemo ke jalan-jalan dengan
waktu yang telah ditentukan.
Amnesty International mengamati sikap aneh dari angkatan bersenjata,
yang tidak melakukan intervensi dalam demonstrasi tertentu (meskipun itu
militer memantau mereka), yang memungkinkan demonstrasi kekerasan
menjadi lepas kendali, seolah-olah semuanya sudah didesain. Angkatan
bersenjata kemudian lakukan intervensi dibalik demonstrasi publik, dan
memfasilitasi media internasional dengan foto-foto yang diambil dari
helikopter nya, menggambarkan penduduk Mesir bersorak dan mengagungkan
penyelamat militer mereka, sebagaimana ditegaskan dalam Le Monde.
“musim semi Arab” dan revolusi Mesir terus direbut oleh tangan
Jenderal Abdul Fatah al-Sisi. Ia memang dilatih oleh Angkatan Darat
Amerika Serikat, dan sangat dekat dengan rekan-rekan Amerika-nya.
The New International Herald Tribune (Juli 6-7) menginformasikan
kepada kita bahwa Jenderal al-Sisi sangat dikenal di Amerika, serta
dekat dengan pemerintah Israel, yang ia “dan kantornya,” kita dapat
informasi bahwa ia terus berkomunikasi dan mengkoordinasikan dengan
pihak AS .
Bahkan ketika awal Mohamed Mursi menduduki istana presiden.
Al-Sisi sebelumnya pernah bertugas di Badan Intelijen Militer di Sinai
Utara, bertindak sebagai perantara bagi pemerintah Amerika dan Israel.
Ini tidak akan meremehkan untuk mengatakan bahwa Israel, dan AS, hanya
bisa melihat positif pada perkembangan di Mesir paska kudeta .
(OINet/Dz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar