Salafi dan Tamarod Tolak Utusan AS
Rabu, 17 Juli 2013, 03:58 WIB
islamtoday
islamtoday
REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO - http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/13/07/17/mq1rl3-salafi-dan-tamarod-tolak-utusan-as
Rencana Wakil Menteri Luar Negeri Amerika
Serikat William Burns bertemu pemimpin agama dan sipil Mesir gagal
terwujud. Partai Nur dan Tamarod menolak bertemu dengan Burns yang
melakukan kunjungan dua hari ke Kairo pada Ahad (14/7) hingga Senin
(15/7).
Partai Nur yang berhaluan Salafi merupakan kelompok Islam terbesar kedua di Mesir. Kelompok ini termasuk yang mendukung kudeta militer terhadap Muhammad Mursi pada 3 Juli. Sedangkan, Tamarod atau pemberontak merupakan kelompok yang memobilisasi unjuk rasa agar Mursi mundur dari kursi presiden pada 30 Juni.
Burns tiba di Kairo pada Ahad malam. Kunjungan ke Mesir ini tidak pernah diumumkan sebelumnya. Itu merupakan kunjungan perwakilan AS pertama sejak militer melakukan kudeta terhadap Mursi. Burns mengatakan, dia berencana bertemu pemimpin-pemimpin agama dan sipil, partai politik, dan pebisnis pada kunjungan dua hari di Kairo. Namun, Egypt Independent pada Selasa (16/7) melansir, dua kelompok ultrakonservatif itu menolak undangan bertemu dengan Burns. Ikhawanul Muslimin juga menyatakan tidak ingin bertemu utusan AS itu.
Amr al-Makki, asisten Ketua Partai Nur untuk bidang hubungan luar negeri, mengatakan, pihaknya menolak undangan itu karena urusan dalam negeri lebih penting. “Sebenarnya, kami tidak membutuhkan saran negara lain untuk menyelesaikan persoalan kami. Kami menolak adanya intervensi asing,” ujarnya.
Pendiri Tamarod, Mahmoud Badr, mengonfirmasi penolakan undangan dari Kedutaan Amerika Serikat untuk bertemu Burns melalui media sosial Twitter. Juru Bicara Tamarod Hassan Shaheen membenarkan penolakan itu.
Seperti halnya kelompok Salafi, Tamarod juga tidak menginginkan persoalan Mesir dicampuri asing. “Kami menolak intervensi Amerika Serikat ataupun negara lain. Prinsip kebebasan nasional tidak bisa dikompromikan,” kata Shaheen.
Partai Nur yang berhaluan Salafi merupakan kelompok Islam terbesar kedua di Mesir. Kelompok ini termasuk yang mendukung kudeta militer terhadap Muhammad Mursi pada 3 Juli. Sedangkan, Tamarod atau pemberontak merupakan kelompok yang memobilisasi unjuk rasa agar Mursi mundur dari kursi presiden pada 30 Juni.
Burns tiba di Kairo pada Ahad malam. Kunjungan ke Mesir ini tidak pernah diumumkan sebelumnya. Itu merupakan kunjungan perwakilan AS pertama sejak militer melakukan kudeta terhadap Mursi. Burns mengatakan, dia berencana bertemu pemimpin-pemimpin agama dan sipil, partai politik, dan pebisnis pada kunjungan dua hari di Kairo. Namun, Egypt Independent pada Selasa (16/7) melansir, dua kelompok ultrakonservatif itu menolak undangan bertemu dengan Burns. Ikhawanul Muslimin juga menyatakan tidak ingin bertemu utusan AS itu.
Amr al-Makki, asisten Ketua Partai Nur untuk bidang hubungan luar negeri, mengatakan, pihaknya menolak undangan itu karena urusan dalam negeri lebih penting. “Sebenarnya, kami tidak membutuhkan saran negara lain untuk menyelesaikan persoalan kami. Kami menolak adanya intervensi asing,” ujarnya.
Pendiri Tamarod, Mahmoud Badr, mengonfirmasi penolakan undangan dari Kedutaan Amerika Serikat untuk bertemu Burns melalui media sosial Twitter. Juru Bicara Tamarod Hassan Shaheen membenarkan penolakan itu.
Seperti halnya kelompok Salafi, Tamarod juga tidak menginginkan persoalan Mesir dicampuri asing. “Kami menolak intervensi Amerika Serikat ataupun negara lain. Prinsip kebebasan nasional tidak bisa dikompromikan,” kata Shaheen.
Abdel Khalid Abu Zeinia (50 tahun), pendukung Mursi yang sudah
melakukan unjuk rasa selama 11 hari, juga menolak intervensi AS. Pria
yang berprofesi sebagai akuntan ini menyatakan, AS memiliki kepentingan
yang berbeda dengan warga Mesir. “Mereka hanya peduli dengan kepentingan
mereka sendiri dan Israel,” ujar dia.
Pascapembantaian terhadap lebih dari 50 pendukung Ikhwanul Muslimin pada Senin (8/7), ada perubahan konstelasi politik di Mesir. Sebelumnya, kelompok Salafi mendukung penggulingan Mursi. Kini, pendukung Salafi justru berharap Mursi dikembalikan ke kursi presiden.
Pascapembantaian terhadap lebih dari 50 pendukung Ikhwanul Muslimin pada Senin (8/7), ada perubahan konstelasi politik di Mesir. Sebelumnya, kelompok Salafi mendukung penggulingan Mursi. Kini, pendukung Salafi justru berharap Mursi dikembalikan ke kursi presiden.
Seorang pendukung Salafi bahkan ikut serta dalam demonstrasi yang
dilakukan Ikhawanul Muslimin. Seperti halnya presiden pertama Mesir yang
terpilih secara demokratis, pendukung Salafi ini bernama Mursi (51).
“Dia (Mursi) harus dikembalikan. Itu sudah kehendak Tuhan,” kataNYA,
seperti dilansir Der Spiegel.
Mursi mengatakan, dia merasa kecewa ketika tokoh Ikhwanul Muslimin itu memerintah selama 368 hari. Namun, dia mengkhawatirkan kondisi yang terjadi saat ini akan membuat kelompok agama kehilangan kekuasaan.
Mursi mengatakan, dia merasa kecewa ketika tokoh Ikhwanul Muslimin itu memerintah selama 368 hari. Namun, dia mengkhawatirkan kondisi yang terjadi saat ini akan membuat kelompok agama kehilangan kekuasaan.
Dukungan terhadap Mursi juga datang dari luar negeri, yaitu negara
tetangga Turki. Pemerintah Turki mendesak otoritas militer di Ibu Kota
Kairo untuk membebaskan Mursi. Presiden Turki Abdullah Gul meminta Duta
Besar Mesir di Istanbul, Abdurrahman Salahuddin, untuk menghadap dan
menjelaskan keberadaan Mursi.
Today Zaman melaporkan bahwa pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk tidak menutup kerja sama diplomatik antara kedua negara. Tetapi, pertemuan tersebut adalah campur tangan diplomatik terkeras dari Turki atas situasi di Mesir.
Today Zaman melaporkan bahwa pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk tidak menutup kerja sama diplomatik antara kedua negara. Tetapi, pertemuan tersebut adalah campur tangan diplomatik terkeras dari Turki atas situasi di Mesir.
Dalam pertemuan itu, Gul menolak setiap keterlibatan militer dalam transformasi kekuasaan. “Yang saya takutkan Mesir kembali terjebak dalam kebuntuan politik dan cengkeraman militer,” kata dia
Reporter : Bambang Noroyono |
Redaktur : M Irwan Ariefyanto |
Dari Suriah menuju New World Order
Tentara
Suriah menang melawan para pemberontak, itu sudah jelas terbukti.
Rakyat Suriah yang menyaksikan sendiri negeri mereka dihancurleburkan
pasukan asing, kini mayoritas mendukung Assad (berdasarkan survey
berbagai lembaga). Mereka yang semula mendukung oposisi pun kini
berbalik mendukung Assad karena ketakutan melihat aksi-aksi
brutal pasukan jihad. Mereka juga melihat sendiri betapa Israel sudah
berani menggempur langsung Suriah sementara Barat terus mengalirkan
senjata untuk oposisi. Rakyat Suriah yang sepanjang 60 tahun terakhir
memandang Israel sebagai musuh tiba-tiba disuguhi paradoks: Israel
justru bekerja sinergis dengan oposisi.
Namun, apakah konflik telah usai? Sayangnya, belum. Negosiasi damai di Jenewa yang seharusnya dilakukan bulan Juni ini, batal dilaksanakan. Sebabnya, mudah diduga, kelompok pemberontak menolak hadir. Siapapun tahu, hadir dalam sebuah negosiasi musti memiliki bargaining position (posisi tawar), tapi pemberontak sudah tidak punya apa-apa lagi. Mereka sudah kalah. Bila negosiasi Jenewa bisa dilangsungkan, bisa dipastikan perdamaian bisa terwujud dengan mudah (karena salah satu pihak sudah jauh lebih lemah dibanding pihak lain).
Namun, kondisi ini tidak diinginkan oleh Barat dan Arab. Jika perang berhenti dan Assad masih jadi presiden, padahal Presiden Obama telah berulang-ulang berkata, “Assad harus turun” jelas Obama akan terhina. Seluruh kebijakan politik luar negeri AS akan terhina bila Obama yang telah setahun ini berkoar-koar mengakui sekelompok orang-orang kaya Suriah di luar negeri yang bergabung dalam Syrian National Council sebagai ‘pemerintah sah Suriah’.
Inilah faktor penting dalam konflik Suriah: AS sedang mempertaruhkan harga dirinya. Jika Assad tetap bertahan, AS akan tampak lemah secara internasional dan Negara-negara lain di dunia akan berani melawan AS. Inilah sebabnya, negosiasi perdamaian Suriah terus dihalang-halangi.
Langkah selanjutnya AS masih samar-samar, namun seperti dirilis New York Times, media pro Zionis, Obama sedang mempertimbangkan opsi militer dengan alasan ‘melindungi rakyat sipil Suriah’. AS dan sekutunya pun kini semakin terang-terangan menyatakan akan terus mempersenjatai pemberontak. Secara sinergis, para ulama di Arab Saudi dan Qatar terus memproduksi fatwa-fatwa jihad melawan Assad; fatwa jihad serupa juga diserukan oleh Al Zawahiri, pemimpin Al Qaida pada 6 Juni 2013.
Salah satu kesalahan logika fatal dari sesumbar Barat tentang perlunya intervensi militer demi ‘melindungi rakyat sipil Suriah’ terungkap dari pernyataan Oxfam International, lembaga yang aktif memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah konfik dan bencana. “Pengalaman kami di kawasan konflik membuktikan bahwa konflik akan semakin lama berlangsung bila senjata terus-menerus dikirimkan ke wilayah konflik, dan semakin banyak rakyat sipil yang jadi korban.”
Jadi, yang diinginkan AS dan Barat sesungguhnya memang perang Suriah jangan berhenti. Tapi mereka menggunakan tangan-tangan muslim garis keras dan fanatik buta untuk melaksanakan ambisi kotor mereka. Lalu dalam hal ini, apa yang bisa dilakukan pemerintah Suriah dan sekutunya (Hizbullah) selain terus melawan?
Dan, Novus Ordo Seclorum (New World Order) pun sukses membuat kaum muslimin bertempur head to head!
-
Referensi: http://nsnbc.me/2013/06/ 13/ who-killed-the-syrian-peace -talks/
http://www.ynetnews.com/ articles/ 0,7340,L-4391453,00.html
Namun, apakah konflik telah usai? Sayangnya, belum. Negosiasi damai di Jenewa yang seharusnya dilakukan bulan Juni ini, batal dilaksanakan. Sebabnya, mudah diduga, kelompok pemberontak menolak hadir. Siapapun tahu, hadir dalam sebuah negosiasi musti memiliki bargaining position (posisi tawar), tapi pemberontak sudah tidak punya apa-apa lagi. Mereka sudah kalah. Bila negosiasi Jenewa bisa dilangsungkan, bisa dipastikan perdamaian bisa terwujud dengan mudah (karena salah satu pihak sudah jauh lebih lemah dibanding pihak lain).
Namun, kondisi ini tidak diinginkan oleh Barat dan Arab. Jika perang berhenti dan Assad masih jadi presiden, padahal Presiden Obama telah berulang-ulang berkata, “Assad harus turun” jelas Obama akan terhina. Seluruh kebijakan politik luar negeri AS akan terhina bila Obama yang telah setahun ini berkoar-koar mengakui sekelompok orang-orang kaya Suriah di luar negeri yang bergabung dalam Syrian National Council sebagai ‘pemerintah sah Suriah’.
Inilah faktor penting dalam konflik Suriah: AS sedang mempertaruhkan harga dirinya. Jika Assad tetap bertahan, AS akan tampak lemah secara internasional dan Negara-negara lain di dunia akan berani melawan AS. Inilah sebabnya, negosiasi perdamaian Suriah terus dihalang-halangi.
Langkah selanjutnya AS masih samar-samar, namun seperti dirilis New York Times, media pro Zionis, Obama sedang mempertimbangkan opsi militer dengan alasan ‘melindungi rakyat sipil Suriah’. AS dan sekutunya pun kini semakin terang-terangan menyatakan akan terus mempersenjatai pemberontak. Secara sinergis, para ulama di Arab Saudi dan Qatar terus memproduksi fatwa-fatwa jihad melawan Assad; fatwa jihad serupa juga diserukan oleh Al Zawahiri, pemimpin Al Qaida pada 6 Juni 2013.
Salah satu kesalahan logika fatal dari sesumbar Barat tentang perlunya intervensi militer demi ‘melindungi rakyat sipil Suriah’ terungkap dari pernyataan Oxfam International, lembaga yang aktif memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah konfik dan bencana. “Pengalaman kami di kawasan konflik membuktikan bahwa konflik akan semakin lama berlangsung bila senjata terus-menerus dikirimkan ke wilayah konflik, dan semakin banyak rakyat sipil yang jadi korban.”
Jadi, yang diinginkan AS dan Barat sesungguhnya memang perang Suriah jangan berhenti. Tapi mereka menggunakan tangan-tangan muslim garis keras dan fanatik buta untuk melaksanakan ambisi kotor mereka. Lalu dalam hal ini, apa yang bisa dilakukan pemerintah Suriah dan sekutunya (Hizbullah) selain terus melawan?
Dan, Novus Ordo Seclorum (New World Order) pun sukses membuat kaum muslimin bertempur head to head!
-
Referensi: http://nsnbc.me/2013/06/
http://www.ynetnews.com/
Photo: Obama’s Chief Economist Attends Bilderberg Meeting
During the Bilderberg 2012 meetings, theintelhub.com was able to capture numerous photos of globalists attending the meetings.We have now been able to positively identify one of Obama’s chief economics, Austan Goolsbee.
The Intel Hub
Austan Goolsbee – Obama’s Chief Economist
Photo Credit: Shepard Ambellas – © theintelhub.com
http://counterpsyops.com/2012/06/04/photo-obamas-chief-economist-attends-bilderberg-meeting-2/
Note: Please consider sending this photo to as many alternative and mainstream news outlets as possible. This must not go unexposed!
WeAreChange Confronts Members of the Bilderberg Group
Luke Rudkowski of WeAreChange.org filmed Confronting Members of the Bilderberg Group
http://intellihub.com/2013/07/16/wearechange-confronts-members-of-the-bilderberg-group/
by AvalonIntellihub.com
July 16, 2013
Just released by WeAreChange’s Luke Rudkowski, is a series of confrontations of the Bilderberg Group Members. It’s more than interesting to watch the reactions of nearly all of these Bilderberg Group members, who when asked about their attendance, go into panic mode trying to divert attention away from the question – or simply run to escape answering.
The Bilderberg Group have been exposed only recently for their incredibly secretive and Criminal Cartel Corporate and Government activities since their original meeting of May 29 through 31 in 1954 at the Hotel de Bilderberg in Oosterbeek, Netherlands
A detailed biography follows the video and will be added in the near future.
Confronting the Bilderberg Group
http://youtu.be/YNnoXgtCiXs
http://www.youtube.com/user/wearechange
Published on Jul 16, 2013
301+ views on July 16, 2013
This video contains some released and unreleased footage of WeAreChange individually targeting and confronting members of the elusive and secretive Bilderberg Group. As you can see from the video many of the individual members of the Bilderberg group get very uncomfortable and refuse to discuss what happens at this meeting.
This video was originally produced by JohnNada80
Support Us by Subscribing
wearecgange.org on Facebook
wearechange Merchandise
The Bilderberg Group Members confronted by Luke Listing:
Biographies Coming Soon…
James D. Wolfensohn
In 1979, he rescued Chrysler along with its boss Lee Iacocca and then President of the New York Fed Paul A. Volcker, who later became US Federal Reserve Bank chairman.[1][clarification needed]
In 1980, he became a naturalized citizen of the United States, after it was rumored that he was a candidate to succeed Robert McNamara as president of the World Bank. After he was unsuccessful in this pursuit, he established his own investment firm, James D. Wolfensohn, Inc., along with partners including Paul A. Volcker. Upon accepting his nomination to serve as president of the World Bank in 1995, Wolfensohn divested of his ownership interest in James D. Wolfensohn, Inc. The firm was later bought by Bankers Trust.[5]
In 2005, upon stepping down as president of the World Bank, he founded Wolfensohn & Company, LLC, a privately held firm that invests, and provides strategic consulting advice to governments and large corporations doing business, in emerging market economies.
Since 2006, Wolfensohn has also been the chairman of the International Advisory Board of Citigroup.[6]
[…]
Wolfensohn became president of the World Bank on 1 July 1995 after he was nominated by U.S. President Bill Clinton. He was unanimously supported by the bank’s board of executive directors to a second five-year term in 2000, becoming the third person to serve two terms in the position after Eugene R. Black and Robert McNamara. He visited more than 120 countries around the world during his term as president. He is credited, among other things, with being the first World Bank president to bring attention to the problem of corruption in the area of development financing.[8]
On 3 January 2005, he announced that he would not seek a third term as president. During his term, the Alfalfa Club named him as their nominee for President of the United States in 2000 as part of a long-standing tradition, despite being constitutionally ineligible due to the natural-born citizen clause in Article II of the United States Constitution.[9]
He also currently serves as an advisor to the Grassroots Business Fund[10]
[…]
Wolfensohn has received numerous awards throughout his life, including becoming an honorary officer of the Order of Australia in 1987,[14] and an honorary knighthood of the Order of the British Empire in 1995 for his service to the arts.
SOURCE:
WeAreChange.orgLuke Rudkowski
Bilderberg Group
Bilderberg Group – Wikipedia
DISCLAIMER:
The views expressed in Intellihub.com articles are the sole responsibility of the author(s) and do not necessarily reflect those of the Intellihub.com. Intellihub.com will not be held responsible or liable for any inaccurate or incorrect statements contained in Intellihub.com articles. Intellihub.com reserves the right to remove articles from the website. Posted 07–16–2013 at 17:10 PM ESTBilderberg Group Quietly Meets in Italy
By Brandon Turbeville, Activist Post for TheIntelHub
http://counterpsyops.com/tag/bilderberg/
While the attention of most Americans was focused on whatever trivia dished out from the mainstream media such as the current hot celebrity or the David Petraeus incident, it appears that the Bilderberg Group has arranged what some have described as an impromptu meeting in Rome, Italy.
Yet, although much of the European press is dark on the issue, which is unfortunately characteristic of the mainstream media in any nation, some Italian newspapers are reporting the information regarding the meeting.
According to 21stCenturyWire, the agenda apparently centered around the fate of EU countries such as Italy, Spain, and Greece, three nations that have been hit hard with the worldwide derivatives crisis and the subsequent imposition of austerity.
Various newspapers from all across Italy are reporting that around 80 members of the Bilderberg Group, particularly the Bilderberg Steering Committee, have been called to Rome for a semi-secret meeting to discuss the unfolding events of the engineered crisis.
In contradiction to the traditional methods of secrecy used by the Bilderberg Group such as renting entire hotels for days on end and dispensing with the guests and even some of the workers during the conference, this Italian Bilderberg meeting is taking place at the same time as another popular event, the Rome Film Festival.
Thus, instead of meeting in total secret, it appears the Bilderberg Group is attempting to hide its treachery in plain sight while blending in with the rest of the crowd of actors, actresses, directors, and general celebrities.
In this instance, one might suspect that the strategy of the group was to use the Film Festival as a cover for the attendees.
If any were sighted at the Hotel de Russie, the sight of both the festival and the meeting, they could always claim they had only come to attend the film festival, do a short interview on the importance of film in Italian life and their favorite movie, and remain largely ignored in favor of the real celebrities walking about.
In a cruel twist of irony and outright disdain for the “little people,” and as J.G. Vibes of the Intel Hub writes, Italian newspapers estimate the cost of the Rome meeting to be around 100,000 euros for 80 people in attendance.
According to Italian website, Dagospia.com
, the attendees list appears as follows:
Enrico Letta, Enrico Bondi, Mario Monti, Marlieke de Vogel, Corradino Passera, Education Minister Francesco Profumo, Paola Severino, Elsa Fornero, Guiliano Amato, Governor of the European Central Bank Mario Draghi, Lilli Gruber, Chicco Mentana, “Bebe Bernabe”, Flebuccio de Bortoli, Vendeline von Bredow, Mauro Moretti of CGIL, Alberto Nagel the CEO of Mediobanca, Angelo Gimbals the Chairman of Agcom, Federico Ghizzoni of Unicredito, Enrico Teaspoons of Intesa, Fulvio Conti of Enel, Anna Marion Tarantola who is the President of Rai, Rodolfo De Benedetti the President of the CIR, and Ignazio Vis the Governor of the Bank of Italy.
Israel Launches Savage Assault on Helpless Palestinians: Arab Governments Do Nothing As Usual
(Artwork produced in an underground tunnel somewhere in the western United States by the Graphic Visigoth Brigades – General Command)
http://counterpsyops.com/2012/11/18/israel-launches-savage-assault-on-helpless-palestinians-arab-governments-do-nothing-as-usual/
Mantiq al-Tayr
The White House aside, is there anything more useless, corrupt, immoral and completely full of shit than an Arab government? Just asking.
Below is my detailed analysis of what the Arab governments have done for the Palestinians since Israel began its orgy of murder against the Palestinians in Gaza a few days ago.
2. Okay, now it’s video time. You’ve earned it after all that. (I bet Shas Party members are wondering what the fuck I’m talking about, but I digress.)
The video below shows everything that is wrong with Arab governments.
For those of you who don’t speak Arabic, it is the press conference of the Israeli Prime Minister for Egyptian Affairs (IPMFEA), Hesham Qandil, at the end of his visit to Gaza which lasted about as long as a business lunch. He then got his ass out of town so fast you’d think he was a kitchen cockroach when the light is turned on.
رئيس الوزراء الاسرائيلي للشؤون المصرية هشام قنديل قبل فراره من غزة
About these ads
Tidak ada komentar:
Posting Komentar