Tragis! Fotografer Mesir Ditembak Mati Saat Rekam Penembakan oleh Tentara
Ahmed Samir Assem (Sydney Morning Herald)
Kairo - Mengenaskan! Seorang
fotografer media Mesir tewas ditembak tentara. Namun, fotografer dari
surat kabar Al-Horia Wa Al-Adala ini sempat mengambil gambar tentara
yang menembaknya dari atas gedung di Kairo.
Adegan demi adegan berhasil diabadikan oleh kamera milik Ahmed Samir Assem (26). Insiden tragis ini terjadi ketika serangan melanda para demonstran pendukung presiden terguling Mohammed Morsi, yang berkumpul di luar markas besar pasukan elit Mesir, Garda Republik, di Kairo.
Seperti dilansir Sydney Morning Herald, Rabu (10/7/2013), Assem mengabadikan seluruh kejadian, terutama sejak para pendukung Morsi menunaikan salat subuh berjamaah pada Senin (8/7) waktu setempat. Ketika serangan terjadi, kamera Assem terus mengambil gambar.
Hingga kamera Assem menangkap gambar para tentara yang melepas tembakan dari atap sebuah gedung berwarna kuning. Tentara-tentara yang bersenjatakan senapan penembak jitu tersebut terlihat melepaskan tembakan beberapa kali ke arah para demonstran.
Kemudian tiba-tiba, senapan tersebut mengarah tepat ke lensa kamera Assem. Beberapa saat kemudian, rekaman kamera berakhir dan berakhir pula hidup Assem. Identitas Assem sebagai seorang fotografer diketahui dari kamera berdarah dan sebuah telepon genggam yang ditemukan di lokasi kejadian.
"Pada pukul 06.00, seorang pria datang ke pusat media dengan membawa kamera berlumuran darah dan memberi tahu kami bahwa salah satu rekan kami terluka," tutur seorang editor surat kabar Al-Horia Wa Al-Adala, Ahmed Abu Zeid.
"Sekitar satu jam kemudian, saya mendapat berita bahwa Ahmed ditembak oleh seorang sniper di dahinya ketika mengambil gambar atau foto sebuah gedung di lokasi kejadian," imbuh Zeid.
Saat kejadian, Zeid tengah bekerja dari sebuah fasilitas di dekat masjid Rabaa al-Adawiya yang berjarak sekitar 1,5 km dari lokasi kejadian. "Kamera Ahmed merupakan satu-satunya yang mengambil gambar seluruh kejadian dari awal," ucapnya.
"Dia mulai mengambil gambar dari sejak salat digelar, jadi dia menangkap setiap adegan dari awal dan dalam video tersebut, Anda bisa melihat puluhan korban. Kamera Ahmed menjadi salah satu bukti dari pelanggaran yang telah terjadi," tandas Zeid.
Assem merupakan salah satu dari sedikitnya 51 orang yang tewas dalam serangan yang terjadi Senin (8/7) subuh waktu setempat ini. Serangan ini menuai kemarahan pihak Ikhwanul Muslimin yang menuding militer Mesir yang melakukan penembakan.
Militer Mesir telah membantah dan menyatakan bahwa 'kelompok teroris bersenjata' yang melakukan penembakan brutal terhadap puluhan pendukung Morsi tersebut. Pihak militer mengakui hanya melepas tembakan peringatan dan gas air mata. Namun dengan adanya video rekaman Assem yang berdurasi 20 menit ini, pihak Ikhwanul Muslimin semakin gencar menuding militer Mesir yang disebutnya melakukan pembantaian.
Adegan demi adegan berhasil diabadikan oleh kamera milik Ahmed Samir Assem (26). Insiden tragis ini terjadi ketika serangan melanda para demonstran pendukung presiden terguling Mohammed Morsi, yang berkumpul di luar markas besar pasukan elit Mesir, Garda Republik, di Kairo.
Seperti dilansir Sydney Morning Herald, Rabu (10/7/2013), Assem mengabadikan seluruh kejadian, terutama sejak para pendukung Morsi menunaikan salat subuh berjamaah pada Senin (8/7) waktu setempat. Ketika serangan terjadi, kamera Assem terus mengambil gambar.
Hingga kamera Assem menangkap gambar para tentara yang melepas tembakan dari atap sebuah gedung berwarna kuning. Tentara-tentara yang bersenjatakan senapan penembak jitu tersebut terlihat melepaskan tembakan beberapa kali ke arah para demonstran.
Kemudian tiba-tiba, senapan tersebut mengarah tepat ke lensa kamera Assem. Beberapa saat kemudian, rekaman kamera berakhir dan berakhir pula hidup Assem. Identitas Assem sebagai seorang fotografer diketahui dari kamera berdarah dan sebuah telepon genggam yang ditemukan di lokasi kejadian.
"Pada pukul 06.00, seorang pria datang ke pusat media dengan membawa kamera berlumuran darah dan memberi tahu kami bahwa salah satu rekan kami terluka," tutur seorang editor surat kabar Al-Horia Wa Al-Adala, Ahmed Abu Zeid.
"Sekitar satu jam kemudian, saya mendapat berita bahwa Ahmed ditembak oleh seorang sniper di dahinya ketika mengambil gambar atau foto sebuah gedung di lokasi kejadian," imbuh Zeid.
Saat kejadian, Zeid tengah bekerja dari sebuah fasilitas di dekat masjid Rabaa al-Adawiya yang berjarak sekitar 1,5 km dari lokasi kejadian. "Kamera Ahmed merupakan satu-satunya yang mengambil gambar seluruh kejadian dari awal," ucapnya.
"Dia mulai mengambil gambar dari sejak salat digelar, jadi dia menangkap setiap adegan dari awal dan dalam video tersebut, Anda bisa melihat puluhan korban. Kamera Ahmed menjadi salah satu bukti dari pelanggaran yang telah terjadi," tandas Zeid.
Assem merupakan salah satu dari sedikitnya 51 orang yang tewas dalam serangan yang terjadi Senin (8/7) subuh waktu setempat ini. Serangan ini menuai kemarahan pihak Ikhwanul Muslimin yang menuding militer Mesir yang melakukan penembakan.
Militer Mesir telah membantah dan menyatakan bahwa 'kelompok teroris bersenjata' yang melakukan penembakan brutal terhadap puluhan pendukung Morsi tersebut. Pihak militer mengakui hanya melepas tembakan peringatan dan gas air mata. Namun dengan adanya video rekaman Assem yang berdurasi 20 menit ini, pihak Ikhwanul Muslimin semakin gencar menuding militer Mesir yang disebutnya melakukan pembantaian.
Bagaimana Suasana Hari Pertama Ramadan di Ibukota? Saksikan Reportase Sore yang Selama Ramadan Hadir Lebih Awal Mulai Pukul 15.00 WIB
(nvc/ita)
AWAN GELAP DI ATAS LANGIT IKHWANUL MUSLIMIN (MESIR)
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/07/awan-gelap-di-atas-langit-ikhwanul.html#more
Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi jihad yang didirikan oleh Hasan al
Banna di Mesir demi membebaskan Palestina dari pendudukan Israel, telah
berubah menjadi semacam organisasi setengah rahasia yang bertujuan
meraih kekuasaan demi keuntungan para anggotanya. Demi meraih tujuan
tersebut para anggotanya pun menghalalkan segala cara, termasuk
mengkhianati rakyat Palestina.
Setidaknya demikian kesan yang difahami organisasi ini oleh orang-orang di luar mereka, termasuk saya (blogger) melihat berbagai fenomena yang meliputi orang-orang atau organisasi Ikhwanul Muslimin dan underbow-underbow-nya.
Setidaknya demikian kesan yang difahami organisasi ini oleh orang-orang di luar mereka, termasuk saya (blogger) melihat berbagai fenomena yang meliputi orang-orang atau organisasi Ikhwanul Muslimin dan underbow-underbow-nya.
Dalam konteks
Indonesia kita bisa melihatnya pada apa yang terjadi dengan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Sementara di tingkat global kita bisa
menyaksikannya pada kasus PM Turki Erdogan dan partai AKP-nya, sikap
opportunis para pemimpin Hamas Palestina yang meninggalkan Syria yang
selama bertahun-tahun menjadi pelindungnya, atau fenomena Mohammad
Moersi dan Ikhwanul Muslimin-nya di Mesir.
Ketika pertama kali berdiri PKS dianggap sebagai representasi umat Islam Indonesia yang modern, progressif, professional, jujur dan amanah. Namun kini kita menyaksikan PKS tidak berbeda dengan parpol-parpol lainnya di Indonesia yang korup dan oppotunis, jauh dari nilai-nilai ideal masyarakat awam apalagi nilai-nilai Islami. Kasus Fathanah dan Lutfhi Hassan Ishak membuktikan itu semua. Sama dengan ikhwan-ikhwan lainnya di dunia, PKS juga sudah melupakan misi awal pendiriannya, yaitu memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Mereka bungkam terhadap misi-misi zionisme di Indonesia yang begitu massif, yang telah menginfiltrasi seluruh struktur ekonomi, sosial, politik, keamanan.
Namun apa yang dilakukan PKS tentu belum seberapa dengan pengkhianatan ikhwan-ikhwan di Turki dan Mesir terhadap rakyat Palestina dan umat Islam di negara mereka. Mohammad Moersi di Mesir bahkan tega memblokade rakyat Palestina di Gaza demi menuruti keinginan Israel. Sementara Erdogan di Turki tega mengirim para teroris pemakan bangkai manusia dan pembunuh ulama untuk membantai rakyat Syria termasuk wanita dan anak-anaknya.
Namun di akhir masa dunia ini (insya Allah), Allah sepertinya berkehendak untuk menunjukkan keadilan dan kebenaran-Nya dengan segera. Baru setahun yang lalu Mohammad Moersi dan Ikhwanul Muslimin meraih kekuasaan di Mesir, negara Islam paling besar dan kuat di kawasan Timur Tengah. Menyusul keberhasilan sebelumnya yang diraih Erdogan di Turki serta keberhasilan politik Ikhwanul Muslimin di Tunisia dan Libya serta ditambah dukungan dana tak terbatas dari Qatar yang muncul sebagai kekuatan politik baru yang berpengaruh, naiknya Moersi ke kursi kepresidenan Mesir seolah menunjukkan bahwa masa depan adalah miliknya Ikhwanul Muslimin.
Namun hanya setahun berlalu, awan gelap seolah kini meliputi langit di atas Ikhwanul Muslimin: elit-elit PKS diobok-obok kasus korupsi, Erdogan digoyang aksi-aksi demonstrasi dan kecaman internasional, Emir dan PM Qatar yang sangat pro-Ikhwanul Muslimin "dikudeta" Amerika, pemerintahan Ikhwan Tunisia kini juga menghadapi ancaman penggulingan rakyat, dan yang terbesar tentu saja kudeta terhadap Mohammad Moersi.
Ketika pertama kali berdiri PKS dianggap sebagai representasi umat Islam Indonesia yang modern, progressif, professional, jujur dan amanah. Namun kini kita menyaksikan PKS tidak berbeda dengan parpol-parpol lainnya di Indonesia yang korup dan oppotunis, jauh dari nilai-nilai ideal masyarakat awam apalagi nilai-nilai Islami. Kasus Fathanah dan Lutfhi Hassan Ishak membuktikan itu semua. Sama dengan ikhwan-ikhwan lainnya di dunia, PKS juga sudah melupakan misi awal pendiriannya, yaitu memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Mereka bungkam terhadap misi-misi zionisme di Indonesia yang begitu massif, yang telah menginfiltrasi seluruh struktur ekonomi, sosial, politik, keamanan.
Namun apa yang dilakukan PKS tentu belum seberapa dengan pengkhianatan ikhwan-ikhwan di Turki dan Mesir terhadap rakyat Palestina dan umat Islam di negara mereka. Mohammad Moersi di Mesir bahkan tega memblokade rakyat Palestina di Gaza demi menuruti keinginan Israel. Sementara Erdogan di Turki tega mengirim para teroris pemakan bangkai manusia dan pembunuh ulama untuk membantai rakyat Syria termasuk wanita dan anak-anaknya.
Namun di akhir masa dunia ini (insya Allah), Allah sepertinya berkehendak untuk menunjukkan keadilan dan kebenaran-Nya dengan segera. Baru setahun yang lalu Mohammad Moersi dan Ikhwanul Muslimin meraih kekuasaan di Mesir, negara Islam paling besar dan kuat di kawasan Timur Tengah. Menyusul keberhasilan sebelumnya yang diraih Erdogan di Turki serta keberhasilan politik Ikhwanul Muslimin di Tunisia dan Libya serta ditambah dukungan dana tak terbatas dari Qatar yang muncul sebagai kekuatan politik baru yang berpengaruh, naiknya Moersi ke kursi kepresidenan Mesir seolah menunjukkan bahwa masa depan adalah miliknya Ikhwanul Muslimin.
Namun hanya setahun berlalu, awan gelap seolah kini meliputi langit di atas Ikhwanul Muslimin: elit-elit PKS diobok-obok kasus korupsi, Erdogan digoyang aksi-aksi demonstrasi dan kecaman internasional, Emir dan PM Qatar yang sangat pro-Ikhwanul Muslimin "dikudeta" Amerika, pemerintahan Ikhwan Tunisia kini juga menghadapi ancaman penggulingan rakyat, dan yang terbesar tentu saja kudeta terhadap Mohammad Moersi.
Setidaknya
53 orang pendukung Moersi tewas dalam aksi-aksi kerusuhan di Kairo,
selama hari Senin (8/7). Demikian keterangan resmi Ikhwanul Muslimin
Mesir, meski kementrian kesehatan Mesir mengkonfirmasi jumlahnya adalah
40 orang. Jumlah korban terbesar terjadi di depan markas pasukan elit
Pengawal Republik, tempat yang diduga menjadi penahanan Moersi setelah
dikudeta oleh militer, ketika pada ribuan pendukung Moersi berusaha
menerobos kompleks tersebut.
Berbagai versi muncul tentang insiden tersebut. Ikhwanul Muslimin mengklaim tentara dan polisi menembaki anggota mereka ketika tengah sholat. Versi lain menyebutkan ada orang-orang sipil bersenjata (bukan tentara) yang melakukan penembakan sporadis terhadap para anggota Ikhwanul Muslimin. Sedangkan militer mengklaim seorang anggota meraka tewas dalam aksi penyerangan oleh "para teroris" terhadap markas mereka. Namun apapun yang terjadi peristiwa tersebut menunjukkan ketegasan sikap militer untuk dalam menghadapi perlawanan Ikhwanul Muslimin Mesir. Apalagi penembakan massal itu bukan yang pertama dialami para pendukung Moersi. Dua hari sebelumnya sebanyak 16 orang pendukung Moersi juga tewas ditembak orang tak dikenal. Kemungkinan anggota militer yang menyamar, untuk memberi "peringatan" bahwa militer siap bertindak keras.
Menurut laporan media Israel Debka baru-baru ini yang mendasarkan pada sumber-sumber inteligen, militer Mesir telah menyiapkan beberapa penjara yang kini tengah dibangun untuk memenjarakan ribuan anggota Ikhwanul Muslimin. Menurut laporan tersebut, panglima militer tertingi sekaligus menteri pertahanan yang memimpin kudeta militer populis Mesir, Jendaral Abdel Fattah al-Sisi telah menyiapkan langkah-langkah untuk meredam kerusuhan sebagai dampak kudeta yang dilakukannya, termasuk pemenjaraan massal tersebut.
Menurut laporan tersebut Al Sisi telah mempertimbangkan langkah tersebut akan mendapat tantangan dari Amerika, namun ia akan mendapat dukungan penuh dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk selain Qatar, dan beberapa negara Arab lain. Sebagaimana terbukti kemudian, Amerika hanya menyatakan penyesalan atas kudeta yang terjadi di Mesir tanpa mengecamnya atau bahkan sekedar menyebutnya sebagai "kudeta". Sementara Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat, Sudan dan Yordania bahkan mendukung kudeta populis yang dilakukan militer. Hanya Turki yang marah atas aksi kudeta di Mesir.
Pertikaian yang muncul kembali antara Ikhwanul Muslimin dengan militer membuka kembali kenangan lama yang pahit bagi para anggota Ikhwan.
"Mereka menggantung kami, memukuli kami, menyetrom kami dan menggunakan segala cara yang mereka ketahui," kata Hussein Nada (43), pendukung Moersi yang turut dalam aksi demonstrasi, mengenang pengalamannya hidup dalam tanahan militer selama 8 tahun.
“Siapapun lawan kami yang berkuasa, bisa setiap saat mengirim kami ke penjara. Segera setelah tentara berkuasa, mereka menangkapi ratusan orang ke penjara. Maka kami khawatir kami akan kehilangan semua yang telah kami dapatkan," tambahnya.
Penembakan massal di depan markas tentara Pengawal Republik hari Senin lalu telah memberikan tanda yang jelas.
Dahulu saya (blogger) adalah salah seorang yang sangat antusias mendukung setiap gerakan rakyat menentang "penguasa", tidak peduli siapapun yang menjadi rakyat dan siapapun yang menjadi penguasanya. Namun kini saya telah menjadi orang yang realistis, bahwa tidak ada pemberontakan rakyat yang bisa mengalahkan penguasa militer tanpa campur tangan asing, atau tanpa kepemimpinan militer yang lemah. Apalagi bila penguasa militer itu mendapat dukungan sebagian besar rakyat dan masyarakat internasional seperti di Mesir. Konflik di Syria telah membuktikan hal itu.
Jadi apa yang dilakukan Ikhwanul Muslimin Mesir saat ini, saya katakan sebagai tindakan bunuh diri.
Berbagai versi muncul tentang insiden tersebut. Ikhwanul Muslimin mengklaim tentara dan polisi menembaki anggota mereka ketika tengah sholat. Versi lain menyebutkan ada orang-orang sipil bersenjata (bukan tentara) yang melakukan penembakan sporadis terhadap para anggota Ikhwanul Muslimin. Sedangkan militer mengklaim seorang anggota meraka tewas dalam aksi penyerangan oleh "para teroris" terhadap markas mereka. Namun apapun yang terjadi peristiwa tersebut menunjukkan ketegasan sikap militer untuk dalam menghadapi perlawanan Ikhwanul Muslimin Mesir. Apalagi penembakan massal itu bukan yang pertama dialami para pendukung Moersi. Dua hari sebelumnya sebanyak 16 orang pendukung Moersi juga tewas ditembak orang tak dikenal. Kemungkinan anggota militer yang menyamar, untuk memberi "peringatan" bahwa militer siap bertindak keras.
Menurut laporan media Israel Debka baru-baru ini yang mendasarkan pada sumber-sumber inteligen, militer Mesir telah menyiapkan beberapa penjara yang kini tengah dibangun untuk memenjarakan ribuan anggota Ikhwanul Muslimin. Menurut laporan tersebut, panglima militer tertingi sekaligus menteri pertahanan yang memimpin kudeta militer populis Mesir, Jendaral Abdel Fattah al-Sisi telah menyiapkan langkah-langkah untuk meredam kerusuhan sebagai dampak kudeta yang dilakukannya, termasuk pemenjaraan massal tersebut.
Menurut laporan tersebut Al Sisi telah mempertimbangkan langkah tersebut akan mendapat tantangan dari Amerika, namun ia akan mendapat dukungan penuh dari Arab Saudi dan negara-negara Teluk selain Qatar, dan beberapa negara Arab lain. Sebagaimana terbukti kemudian, Amerika hanya menyatakan penyesalan atas kudeta yang terjadi di Mesir tanpa mengecamnya atau bahkan sekedar menyebutnya sebagai "kudeta". Sementara Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat, Sudan dan Yordania bahkan mendukung kudeta populis yang dilakukan militer. Hanya Turki yang marah atas aksi kudeta di Mesir.
Pertikaian yang muncul kembali antara Ikhwanul Muslimin dengan militer membuka kembali kenangan lama yang pahit bagi para anggota Ikhwan.
"Mereka menggantung kami, memukuli kami, menyetrom kami dan menggunakan segala cara yang mereka ketahui," kata Hussein Nada (43), pendukung Moersi yang turut dalam aksi demonstrasi, mengenang pengalamannya hidup dalam tanahan militer selama 8 tahun.
“Siapapun lawan kami yang berkuasa, bisa setiap saat mengirim kami ke penjara. Segera setelah tentara berkuasa, mereka menangkapi ratusan orang ke penjara. Maka kami khawatir kami akan kehilangan semua yang telah kami dapatkan," tambahnya.
Penembakan massal di depan markas tentara Pengawal Republik hari Senin lalu telah memberikan tanda yang jelas.
Dahulu saya (blogger) adalah salah seorang yang sangat antusias mendukung setiap gerakan rakyat menentang "penguasa", tidak peduli siapapun yang menjadi rakyat dan siapapun yang menjadi penguasanya. Namun kini saya telah menjadi orang yang realistis, bahwa tidak ada pemberontakan rakyat yang bisa mengalahkan penguasa militer tanpa campur tangan asing, atau tanpa kepemimpinan militer yang lemah. Apalagi bila penguasa militer itu mendapat dukungan sebagian besar rakyat dan masyarakat internasional seperti di Mesir. Konflik di Syria telah membuktikan hal itu.
Jadi apa yang dilakukan Ikhwanul Muslimin Mesir saat ini, saya katakan sebagai tindakan bunuh diri.
DIALOG MENARIK MOERSI-SISI
Harian
Mesir berbahasa Arab, "Al Watan", akhir pekan lalu merilis ringkasan
pembicaraan antara Mohammad Moersi dengan Panglima Militer Abdel Fatah
El-Sisi hanya beberapa jam sebelum militer melakukan kudeta. Ringkasan
pembicaraan itu didasarkan pada pengakuan seorang jurnalis "Al Watan"
yang menyaksikan pertemuan dari televisi monitor di ruangan lain di
Istana Negara.
Di awal pertemuan Morsy menanyakan kepada El-Sisi apakah militer bertanggung jawab untuk melindungi legitimasi pemerintahannya. Menjawab pertanyaan ini, El Sisi balik bertanya:
"Legitimasi apa? Angkatan bersenjata mengikuti kehendak rakyat, dan sebagian besar rakyat, menurut laporan, tidak menginginkanmu."
Moersi yang merupakan petinggi Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa pendukungnya cukup banyak dan tidak akan tinggal diam jika ia dijatuhkan. Sebagai respon El-Sisi menegaskan bahwa angkatan bersenjata tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan negara, apapun yang terjadi.
Di awal pertemuan Morsy menanyakan kepada El-Sisi apakah militer bertanggung jawab untuk melindungi legitimasi pemerintahannya. Menjawab pertanyaan ini, El Sisi balik bertanya:
"Legitimasi apa? Angkatan bersenjata mengikuti kehendak rakyat, dan sebagian besar rakyat, menurut laporan, tidak menginginkanmu."
Moersi yang merupakan petinggi Ikhwanul Muslimin mengatakan bahwa pendukungnya cukup banyak dan tidak akan tinggal diam jika ia dijatuhkan. Sebagai respon El-Sisi menegaskan bahwa angkatan bersenjata tidak akan membiarkan siapapun menghancurkan negara, apapun yang terjadi.
"Bagaimana kalau aku tidak ingin turun?" tanya Moersi lagi.
"Ini sudah diputuskan. Berusahalah untuk turun dengan terhormat. Katakan kepada kelompok yang menurutmu pendukungmu untuk pulang dan menghindarkan pertumpahan darah, daripada menggunakan mereka untuk mengancam rakyat," jawab El-Sisi.
"Tetapi ini adalah kudeta militer, dan Amerika akan mengecam Anda," masih kata Moersi.
"Kami peduli pada rakyat, tidak pada Amerika," jawab El-Sisi.
El-Sisi juga mengatakan pihaknya memiliki bukti yang cukup banyak untuk melawan Moersi dan pejabat pemerintah lainnya. Juga disebutkan dalam pertemuan itu Moersi meminta waktu agar diizinkan berbicara dan mendiskusikan hal ini dengan sejumlah pihak. Namun El-Sisi menolak keinginan itu. El-Sisi hanya mengizinkan Moersi berbicara dengan anggota keluarga.
"Sejak saat ini Anda kami tahan," ujar El-Sisi.
Moersi masih berusaha bertahan dengan mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin tidak akan tinggal diam. Di sisi lain El-Sisi pun masih bersikukuh. Bila itu yang terjadi, Moersi akan melihat bagaimana militer menghadapi Ikhwanul Muslimin.
"Hati-hati. Saya adalah yang menunjuk Anda, dan saya dapat memecat Anda," kata Moersi mencoba menggertak.
"Ini sudah diputuskan. Berusahalah untuk turun dengan terhormat. Katakan kepada kelompok yang menurutmu pendukungmu untuk pulang dan menghindarkan pertumpahan darah, daripada menggunakan mereka untuk mengancam rakyat," jawab El-Sisi.
"Tetapi ini adalah kudeta militer, dan Amerika akan mengecam Anda," masih kata Moersi.
"Kami peduli pada rakyat, tidak pada Amerika," jawab El-Sisi.
El-Sisi juga mengatakan pihaknya memiliki bukti yang cukup banyak untuk melawan Moersi dan pejabat pemerintah lainnya. Juga disebutkan dalam pertemuan itu Moersi meminta waktu agar diizinkan berbicara dan mendiskusikan hal ini dengan sejumlah pihak. Namun El-Sisi menolak keinginan itu. El-Sisi hanya mengizinkan Moersi berbicara dengan anggota keluarga.
"Sejak saat ini Anda kami tahan," ujar El-Sisi.
Moersi masih berusaha bertahan dengan mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin tidak akan tinggal diam. Di sisi lain El-Sisi pun masih bersikukuh. Bila itu yang terjadi, Moersi akan melihat bagaimana militer menghadapi Ikhwanul Muslimin.
"Hati-hati. Saya adalah yang menunjuk Anda, dan saya dapat memecat Anda," kata Moersi mencoba menggertak.
"Saya, sebagai Menteri Pertahanan mengikuti keinginan rakyat, dan Anda tahu pasti itu. Anda tidak bisa memecat saya karena Anda sudah selesai dan tidak punya legitimasi lagi," balas El-Sisi semakin tegas.
Menjelang akhir pembicaraan, Moersi sempat bertanya apakah dirinya dan keluarganya diberi otoritas untuk meninggalkan Mesir. Menjawab permintaan ini, El-Sisi mengatakan, dirinya tidak bisa memutuskan. Persoalan ini adalah urusan pengadilan.
Moersi yang kecewa kembali berusaha menekan El-Sisi. "Baiklah, kita akan berperang, dan lihat siapa yang menang."
"Rakyatlah yang akan menang," ujar El-Sisi singkat.
REF:
"Egypt army to send 1,000s of MB members to under-construction prisons"; almanar.com.lb; 4 Juli 2013
"A Night of Violence as Morsi Supporters Fight for His Return"; Ben Hubbard; New York Times; 6 Juli 2013
"Inilah Detik-detik Drama Kudeta Morsy"; Teguh Santoso; rakyatmerdekaonline.com; 7 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar