QARDHAWI, SANG ULAMA TAKFIRI
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/qardhawi-sang-ulama-takfiri.html#.UdE1ydiN6So
A Nizami
Kabar Islam, 5 April 2013
========
Menurut Yusuf Qaradhawi, siapa pun yang berada di pihak Presiden Syria Bashar al Assad, entah itu militer, sipil, ulama, orang-orang bodoh harus dibunuh.
Kalau Qaradhawi memfatwa mati Assad sebagaimana dia memfatwa mati Qaddafi, masih dimaklumi, tapi dia memfatwa mati SEMUA PENDUKUNG ASSAD termasuk sipil, ULAMA, dan orang2 awam yang justru sebagian besar adalah Muslim Sunni seperti Syekh Al Buthi (ulama besar Syria yang dihormati umat Islam se-dunia termasuk Indonesia). Jadi tindakan Qaradhawi itu kekeliruan yang fatal yang harus dikoreksi. Tidak boleh dibiarkan/didiamkan karena menyangkut nyawa banyak manusia.
Entah benar atau tidak, yang jelas banyak ulama seperti Syeikh Al Buthi (84 thn) yang dituduh pemberontak berpihak pada Assad akhirnya tewas dibom di masjid bersama 49 jema’ahnya. Syaikh Hassan Saifuddin (80 tahun) secara brutal dipenggal kepalanya di bagian utara Kota Aleppo oleh sekelompok militan yang dibekingi pihak asing dan menyeret tubuhnya di jalanan. Kepalanya ditanam di menara sebuah masjid yang biasa digunakan untuk berkhotbah. Syaikh Saifuddin juga dikenal sebagai seorang anti-milisi, dan penentang perang yang sedang berkecamuk melawan pemerintah Suriah..
Sementara Imam-imam masjid lain ada yang mengungsi karena ada orang-orang bersenjata mencarinya. Persis seperti di Indonesia dulu saat PKI membunuhi para ulama. Yusuf Qaradhawi sebelumnya juga berfatwa halal untuk membunuh Qaddafi, dan Qaddafi sekarang tewas dibunuh.
Sesungguhnya sikap para ulama seperti Syekh Al Buthi adalah ijtihad yang sesuai syariah karena bughot/pemberontakan itu haram. Ini sudah dicontohkan oleh Nabi Musa yang hijrah menyeberang laut merah, Nabi Muhammad yg hijrah ke Madinah, serta para pemuda Ashabul Kahfi yg menyingkir ke gua.
Jadi kenapa mereka difatwa mati?
Nabi Muhammad saat Futuh Mekkah saja tidak mau membunuh Abu Sofyan yang jadi musuh utamanya. Begitu pula para pengikutnya. Jadi kalau ada ulama berfatwa untuk membunuh semua orang yg dianggap berpihak pada Assad, sesuaikah itu dgn Islam? Apa bedanya dia dgn Assad yg dia anggap kejam?
Pantaskah membunuh ulama/imam masjid yang berada di masjid? Nabi hanya membunuh musuhnya, para prajurit di medan perang. Bukan orang-orang sipil yang berada di tempat ibadah/masjid.
Bagaimana jika para pengikut ulama tsb membalas dengan membunuh Yusuf Qaradhawi dan ulama2 Ikhwanul Muslimin?
Sebelumnya Yusuf Qaradhawi berfatwa untuk membunuh Khaddafi:
Fatwa Syaikh Qardhawi: "Bunuh Muammar Gaddafi!" dan "Darah Gaddafi Halal!" Walhasil Khaddafi yang anti AS dan Israel tewas dan diganti dengan Boneka AS: Abdurrahim Al Kaib
Yusuf Qaradhawi juga pernah berfatwa tentang Zakat Profesi yang menurut jumhur Ulama seperti MUI adalah Bid’ah. Bahkan Yusuf Qaradhawi juga berfatwa halal mengucapkan Selamat Natal.
Buat pengikut Ikhwanul Muslimin, ketimbang berdebat dgn saya yg telah membawa dalil yg jelas dan taqlid buta kepada Qaradhawi, kenapa tidak menasehati ulamanya jika menyimpang? Seperti kata Yusuf Supendi (pendiri PKS yang kini membelot ke Hanura), jangan seperti orang Yahudi yg tidak berani mengkoreksi ulamanya sehingga ikut-ikutan salah.
"Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.“ (Al Maa-idah:63)
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.“ [At Taubah:31]
Selain itu mengikuti pemimpin yang sesat akan menyeret kita ke neraka:
“Allah berfirman: “Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk ke dalam neraka, dia mengutuk pemimpinnya yang menyesatkannya; sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: “Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka.” Allah berfirman: “Masing-masing mendapat siksaan yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” [Al A’raaf:38]
“Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.”
Dan mereka berkata:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar.” [Al Ahzab:66-67]
Mengikuti pemimpin selama sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits adalah satu kewajiban. Namun jika menyimpang dan kita mengikutinya, niscaya muka kita dibolak-balikan Allah di dalam neraka.
“Pengikut-pengikut mereka berkata (kepada pemimpin-pemimpin mereka): “Sesungguhnya kamulah yang datang kepada kami dan kanan” [Ash Shaaffaat:28]
Ayat di atas menjelaskan pemimpin yang menyesatkan ummatnya dengan berbagai dalih yang meski kelihatan masuk, namun menyimpang dari Al Qur’an dan Hadits.
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong.” [Al Qashash:41]
Hati-hatilah pada pemimpin yang menyeru kita ke neraka. Tetaplah berpegang pada Al Qur’an dan Hadits.
Nabi Muhammad bersabda:
"Yang aku takuti terhadap umatku ialah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan." (HR. Abu Dawud)
"Yang aku takuti terhadap umatku ada tiga perbuatan, yaitu kesalahan seorang ulama, hukum yang zalim, dan hawa nafsu yang diperturutkan." (HR. Asysyihaab)
"Celaka atas umatku dari ulama yang buruk." (HR. Al Hakim)
Membunuh Muslim pun haram. Apalagi jika tidak di medan perang seperti di masjid. Para pengikutnya cuma taqlid pada fatwa Syekh Yusuf Qaradhawi yang sebetulnya bertentangan dengan ajaran Islam.
Jika terjadi saling membunuh antara dua orang muslim maka yang membunuh dan yang terbunuh keduanya masuk neraka. Para sahabat bertanya, “Itu untuk si pembunuh, lalu bagaimana tentang yang terbunuh?” Nabi Saw menjawab, “Yang terbunuh juga berusaha membunuh kawannya.” (HR. Bukhari)
Apalagi jika membunuh sesama Muslim dgn bantuan Yahudi dan Nasrani (AS dan Israel). Allah berfirman hanya orang munafik yg mendekati Yahudi dan Nasrani guna membunuh ummat Islam:
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: “Kami takut akan mendapat bencana.” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” [Al Maa-idah 52]
Walhasil jadi da’i kemana2 tapi ilmunya tidak cukup ini jadi “Ulama” yang menyeru ummat ke neraka.
Hadits Hudzaifah: Nabi bersabda: “Ya”, Dai – dai yang mengajak ke pintu Neraka Jahanam. Barang siapa yang mengikutinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda: “Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita”. Aku bertanya: Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya? Beliau bersabda: “Berpegang teguhlah pada Jama’ah Muslimin dan imamnya”. Aku bertanya: “Bagaimana jika tidak ada jama’ah maupun imamnya?” Beliau bersabda: “Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu”. (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247. Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399)
Judul asli: "Fatwa Yusuf Qaradhawi: Bunuh Semua Pendukung Assad Termasuk Ulama?"
3 komentar:
-
http://www.islamtimes.org/vdcb0wb5arhbz5p.qnur.html
merujuk padainformasi ini tolong diulas kebenarannya pak adi
- Komentar ini telah dihapus oleh penulis.
- Komentar ini telah dihapus oleh penulis.
PEMBERONTAK SYRIA SEMBELIH PEN- DETA DAN ASISTENNYA
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/pemberontak-syria-sembelih-pendeta-dan.html#.UdE0o9iN6So
Aksi brutal kembali dipertontonkan oleh para pemberontak Syria. Seorang
pendeta dan 2 orang asistennya disembelih oleh para pemberontak di depan
publik dengan menggunakan pisau komando di pinggiran kota Idlib, Syria.
Menurut sumber-sumber di Gereja Orthodox Syria, pendeta malang tersebut
bernama François Murad, namun belum diketahui nama 2 asistennya
tersebut.
Kepala-kepala yang terpotong diletakkan di atas kursi untuk dipertontonkan kepada publik dan selanjutnya dipasangkan kembali ke jasadnya. Gereja tempat mereka mengabdikan hidupnya dibakar dan barang-barangnya dijarah.
Aksi brutal ini menggemakan kembali berbagai aksi-aksi brutal yang dilakukan para pemberontak sebelumnya yang mengikuti seruan para ulama takfiri-wahabi seperti Yusuf Qardhawi, termasuk pembantaian terhadap seluruh penghuni sebuah perkampungan Kristen di kawasan Kota Homs bulan lalu, ketika pemberontak melarikan diri dari Al Qusayr. Sampai saat inipun 2 orang pendeta Kristen yang diculik pemberontak di Aleppo beberapa waktu lalu, masih belum diketahui nasibnya.
Pemberontak memang sering menyasar orang-orang Kristen dan kelompok-kelompok minoritas lainnya seperti orang-orang Alawi, Kurdi dan Druze yang umumnya memilih menjadi pendukung regim Bashar al Assad daripada diperintah oleh para teroris pemberontak. Namun orang-orang Shiah merupakan sasaran utama pemberontak. Minggu lalu misalnya, pemberontak membantai lebih dari 60 orang Shiah di Hatla. Sejak itu berbagai laporan aksi-aksi brutal dari rumah ke rumah yang dilakukan pemberontak bermunculan.
Bulan ini dunia menyaksikan eskalasi kebrutalan para pemberontak Syria yang seluruh dunia mengetahui mendapatkan dukungan dana dan senjata dari Amerika, negara-negara Eropa, Saudi, Qatar dan Turki. Kebrutalan-kebrutalan tersebut mengiringi berbagai laporan pengiriman senjata-senjata baru ke tangan pemberontak menyusul terpukul mundurnya para pemberontak dari al Qusayr.
Para analis memperkirakan para pemberontak akan melakukan offensif besar-besaran bulan Agustus mendatang. Tujuan utama offensif tersebut adalah agar pemberontak mendapatkan kembali "daya tawar" yang hilang paska kekalahan di al Qusayr sebelum diadakannya pembicaraan damai internasional tentang Syria. Di sisi lain berbagai laporan juga menyebutkan kedatangan ribuan tentara Iran (meski secara resmi pemerintah Iran membantah laporan tersebut) bersama milisi-milisi Shiah Irak ke Syria, di samping para milisi Hizbollah yang telah terlibat dalam perang di Al Qusayr.
Rekaman video peristiwa tersebut di atas bisa diakses di sini:
http://www.liveleak.com/view?i=7ba_1372272716
http://youtu.be/UCuKI9rIDOg
Sebarkan sebelum dihapus oleh providernya.
REF:
"Syrian Priest and Two Assistants Beheaded by Chechen Fighters in Syria"; Intifada Palestine; 28 Juni 2013
Kepala-kepala yang terpotong diletakkan di atas kursi untuk dipertontonkan kepada publik dan selanjutnya dipasangkan kembali ke jasadnya. Gereja tempat mereka mengabdikan hidupnya dibakar dan barang-barangnya dijarah.
Aksi brutal ini menggemakan kembali berbagai aksi-aksi brutal yang dilakukan para pemberontak sebelumnya yang mengikuti seruan para ulama takfiri-wahabi seperti Yusuf Qardhawi, termasuk pembantaian terhadap seluruh penghuni sebuah perkampungan Kristen di kawasan Kota Homs bulan lalu, ketika pemberontak melarikan diri dari Al Qusayr. Sampai saat inipun 2 orang pendeta Kristen yang diculik pemberontak di Aleppo beberapa waktu lalu, masih belum diketahui nasibnya.
Pemberontak memang sering menyasar orang-orang Kristen dan kelompok-kelompok minoritas lainnya seperti orang-orang Alawi, Kurdi dan Druze yang umumnya memilih menjadi pendukung regim Bashar al Assad daripada diperintah oleh para teroris pemberontak. Namun orang-orang Shiah merupakan sasaran utama pemberontak. Minggu lalu misalnya, pemberontak membantai lebih dari 60 orang Shiah di Hatla. Sejak itu berbagai laporan aksi-aksi brutal dari rumah ke rumah yang dilakukan pemberontak bermunculan.
Bulan ini dunia menyaksikan eskalasi kebrutalan para pemberontak Syria yang seluruh dunia mengetahui mendapatkan dukungan dana dan senjata dari Amerika, negara-negara Eropa, Saudi, Qatar dan Turki. Kebrutalan-kebrutalan tersebut mengiringi berbagai laporan pengiriman senjata-senjata baru ke tangan pemberontak menyusul terpukul mundurnya para pemberontak dari al Qusayr.
Para analis memperkirakan para pemberontak akan melakukan offensif besar-besaran bulan Agustus mendatang. Tujuan utama offensif tersebut adalah agar pemberontak mendapatkan kembali "daya tawar" yang hilang paska kekalahan di al Qusayr sebelum diadakannya pembicaraan damai internasional tentang Syria. Di sisi lain berbagai laporan juga menyebutkan kedatangan ribuan tentara Iran (meski secara resmi pemerintah Iran membantah laporan tersebut) bersama milisi-milisi Shiah Irak ke Syria, di samping para milisi Hizbollah yang telah terlibat dalam perang di Al Qusayr.
Rekaman video peristiwa tersebut di atas bisa diakses di sini:
http://www.liveleak.com/view?i=7ba_1372272716
http://youtu.be/UCuKI9rIDOg
Sebarkan sebelum dihapus oleh providernya.
REF:
"Syrian Priest and Two Assistants Beheaded by Chechen Fighters in Syria"; Intifada Palestine; 28 Juni 2013
Suriah dan Masa Depan Dunia
Dina Y. Sulaeman*
(Dimuat di Sindo Weekly Magazine No. 16 Thn II)
http://dinasulaeman.wordpress.com/2013/06/25/suriah-dan-masa-depan-dunia/
Aroma busuk perang Suriah telah menguar hingga ke berbagai penjuru
dunia, termasuk Indonesia. Berbagai fatwa yang menyulut permusuhan dan
kebencian diterbangkan oleh angin dengan sedemikian jauh, hingga baunya
tercium sampai di Indonesia. Yusuf Qaradhawi, misalnya, berfatwa agar
kaum Sunni berjihad melawan Syiah di Suriah. Padahal untuk pembebasan
Palestina pun tak pernah ia sampai berfatwa sevulgar itu. Tak heran bila
saat tulisan ini dibuat, sebuah ormas Islam sedang mengadakan road show
penggalangan dana ke 35 kota se-Indonesia untuk membantu ‘umat muslim
Sunni yang dibantai oleh rezim Syiah Suriah’. Dari beberapa lokasi awal
saja, diberitakan sudah lebih dari seratus juta rupiah terkumpul.
Suriah, yang semula tak banyak dikenal rakyat Indonesia tiba-tiba
menjadi sebuah isu penting, menyamai atau bahkan melebihi Palestina yang
sejak lama menjadi sumber keprihatinan Muslimin Indonesia.
Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun sampai mengeluarkan ‘saran’
agar Presiden Suriah Bashar al-Assad mengundurkan diri dari jabatannya.
Saran SBY ini disampaikan dalam pertemuannya dengan ahli tafsir asal
Suriah, Syekh Muhammad Ali Ash-Shobuni, di Istana Presiden Bogor
(7/1/2013). Dari sisi etika diplomasi, ini sungguh sebuah pernyataan
yang serius. Buat negara-negara Barat yang sangat sering mengabaikan
etika diplomasi, hal ini mungkin biasa. Tapi, buat SBY yang selama ini
selalu ‘hati-hati’ dalam memberikan pernyataan, ini jelas luar biasa.
Wow. Bila terhadap Israel yang sudah terbukti brutal, SBY tidak pernah
menuntut agar Rezim Zionis dibubarkan dan digantikan oleh rezim yang
demokratis, lalu mengapa terhadap Assad, SBY bertindak demikian?
Situasi ini menunjukkan bahwa konflik Suriah memang bukan konflik
biasa dan akan membawa efek bagi Indonesia. Konflik ini perlu diwaspadai
karena Indonesia adalah negara yang multietnis, agama, dan mazhab,
sehingga menyimpan potensi konflik yang cukup besar.
Sayangnya, konflik Suriah juga dipenuhi berbagai penyesatan
informasi, yang bahkan dilakukan oleh media massa terkemuka sekelas BBC,
New York Times, atau Al Jazeera. Namun, meski informasi bersilang
sengkarut, ada sebuah paradoks besar dari konflik ini yang tak mungkin
tertutupi. Seiring dengan fatwa-fatwa kebencian ulama garis keras,
seiring dengan aksi-aksi bom bunuh diri, pengeboman, dan mutilasi mayat
yang disertai suara takbir yang dilakukan pasukan pemberontak, mengapa
AS, Prancis, dan Inggris berkeras mendukung mereka? Sejak kapankah
perjuangan jihad bisa seiring sejalan dengan agenda Barat?
Paradoks ini bisa dipahami dengan mempelajari peta konflik Suriah.
Oposisi Suriah minimalnya terdiri dari tiga kubu. Pertama, kubu
pemberontak yang mengklaim akan mendirikan khilafah (pemerintahan Islam)
di Suriah, sehingga didukung oleh Hizbut Tahrir. Milisi yang bergabung
dalam kubu ini antara lain Jabhah Al Nusrah yang berafiliasi dengan Al
Qaida. Kedua, kubu yang bergabung dalam Syrian National Council (SNC)
dan milisi Free Syrian Army, yang didominasi Ikhwanul Muslimin.
Didominasi Kelompok Pro-Israel
SNC bermarkas di Istanbul dan tak henti-hentinya bersidang dengan
didampingi AS, Prancis, Inggris, Turki, Arab Saudi, dan Qatar. Kubu
kedua ini lebih disukai Barat, meskipun pada saat yang sama sebenarnya
Barat juga tetap mendorong Qatar dan Arab Saudi untuk terus membiayai
kubu pertama. Sementara, kubu ketiga yang nyaris tak diberitakan media
massa mainstream adalah kubu antiperang dan anti-intervensi asing yang
tergabung dalam National Coalition Body. Bagi mereka, upaya penggulingan
Assad haruslah dilakukan dengan cara-cara demokratis tanpa harus
merusak perdamaian bangsa.
Lalu, dimana benang merah yang mempersatukan langkah Barat dengan
kubu pertama dan kedua, yang secara umum sering disebut ‘mujahidin’ itu?
Tak lain, Israel. Sejarah mencatat betapa Suriah adalah duri dalam
daging bagi Israel. Selain tak pernah mau berdamai dengan Israel, rezim
Assad juga pendukung Hamas dan Hizbullah.
Seperti diungkap penulis Yahudi pengkritik Israel, Gilad Atzmon,
pemerintah Inggris maupun Prancis sesungguhnya didominasi oleh kelompok
lobby pro-Israel. Sekitar 80% anggota parlemen konservatif Inggris
adalah anggota organisasi ultra Zionis, CFI (Conservatif Friend of Israel).
Di Prancis situasinya bahkan lebih dahsyat karena sistem politik negara
itu seluruhnya dibajak oleh organisasi lobby Zionis, CRIF (Conseil Représentatif des Institutions juives de France).
Itulah sebabnya, Prancis dan Inggris sedemikian berkeras menyuplai dana
dan senjata kepada pemberontak Suriah. Dan, sudah menjadi rahasia umum
pula bahwa politik AS juga didominasi oleh Israel. Sebagaimana
dianalisis dua pakar Hubungan Internasional dari AS, Mearsheimer dan
Walt, kelompok-kelompok lobby pro-Israel telah berhasil mengalihkan
kebijakan politik AS menjauh dari kepentingan nasionalnya sendiri.
Bagi Barat, perang Suriah sebenarnya adalah perang proksimal untuk
mengamankan kepentingan Israel. Artinya, untuk menjaga agar tangan
mereka tetap bersih, Barat memperalat kelompok-kelompok Islam garis
keras untuk berjihad di Suriah. Api kebencian agaknya telah membutakan
sebagian dari mereka sehingga tak bisa menangkap realitas bahwa mereka
sedang diadu jangkrik oleh Barat. Barat membantu dengan dana, senjata,
dan yang terpenting, propaganda. Upaya propaganda ini sangat ampuh.
Buktinya, semangat jihad dan kebencian terhadap Assad yang ‘kafir’ itu
bisa menyebar luas bahkan hingga ke kampung-kampung di Indonesia yang
jauhnya lebih dari 8500 km dari Damaskus.
Inilah yang dinarasikan dalam film dokumenter karya jurnalis Rusia,
Proddubniy, dkk, “Hasil perang ini tidak hanya berpengaruh bagi masa
depan Suriah. Situasi di Suriah telah membagi dua dunia. Ini adalah
konflik internal yang membawa konsekuensi global.” Saat ini, dunia
memang sudah terbelah, sebagian besar berdiri bersama Barat menentang
Assad (Indonesia termasuk di dalamnya), dan sebagian kecilnya, antara
lain Iran, Rusia, China, tetap bertahan membela Assad.
Sejak sepekan terakhir, Assad sudah kembali menguasai medan dan
memukul mundur para pemberontak yang sebagian besarnya adalah tentara
bayaran yang didatangkan dari berbagai negara asing. Namun, bila Barat
tetap membabi buta ingin mengikuti kehendak Israel, bukan tak mungkin
perang masih akan berlanjut ke tahap intervensi militer. Yang jelas,
inilah suara hati seorang dokter dari Suriah yang diwawancarai Steve
Inskeep dari NPR (29/5), “20% dari rakyat Suriah sangat mencintai Assad.
Dan, 20 % lagi sangat membencinya. Tetapi, sisanya, 60% mencintai
negara mereka. Mereka tidak mau negara mereka dihancurkan.”[]
*peneliti tamu di Global Future Institute, penulis buku ‘Prahara Suriah’
Indonesia dan Fitnah Suriah (Nasihin Masha)
Akhirnya, setelah saya sejak 2011 terus menulis di blog ini soal
Suriah, dan menyuarakan betapa konflik Suriah sangat berpotensi
menyebabkan perpecahan umat di Indonesia; setelah saya dituduh ini-itu
dan diintimidasi gara-gara tulisan-tulisan saya, ada juga orang ‘besar’
di media ‘besar’ yang berani menyuarakan hal yang sama:
—
Umat Islam Indonesia dan Fitnah Seputar Suriah
Oleh: Nasihin MashaREPUBLIKA.CO.ID
Pertempuran di Suriah tak hanya membakar negeri itu, tapi juga memanaskan Timur Tengah. Bahkan, di Indonesia. Di Suriah tak hanya membuat mereka saling membunuh, tapi juga saling menggunakan dalil agama. Di dunia Arab, juga ada seruan mengirim relawan perang serta perang fatwa dan opini. Di Indonesia, yang ada hanyalah followers, ikut-ikutan. Kasus Suriah menjadi begitu sensitif dan panas masuk ke ranah agama.
Sejatinya rezim Assad adalah rezim sekuler dan otoriter dengan segala
represinya. Nama partainya pun Partai Sosialis. Mirip dengan rezim
Saddam. Namun, Arab Spring membuat dunia Arab bergolak. Awalnya, adalah
program demokratisasi George W Bush untuk Timur Tengah. Sejak pidato
pada 6 November 2003 itu, Amerika Serikat menebarkan dolar ke wilayah
itu.
Panennya terjadi pada masa Obama ini. Tentu, gelombang demokratisasi
tak akan terjadi jika tanpa dukungan sosial. Arus internasional berpadu
dengan arus bawah. Awalnya Tunisia, lalu Yaman, Mesir, Libya, dan kini
sedang menunggu akhir pertarungan di Suriah. Apakah di negeri ini akan
gagal seperti halnya di Bahrain? Arab Spring memang tak berlaku di
negeri-negeri kerajaan, termasuk Bahrain, yang justru menjadi sekutu
Amerika Serikat selama ini.
Gelombang demokratisasi di Suriah seolah sedang buntu. Secara geopolitik, negeri ini menjadi simpul kepentingan Rusia dan Iran. Bahkan, Cina ikut mendukung rezim Assad karena Cina memiliki perjanjian untuk saling mendukung dengan Rusia. NATO dan sekutunya terlibat aktif untuk menggulingkan Assad walau tak mengirim pasukan secara langsung.
Gelombang demokratisasi di Suriah seolah sedang buntu. Secara geopolitik, negeri ini menjadi simpul kepentingan Rusia dan Iran. Bahkan, Cina ikut mendukung rezim Assad karena Cina memiliki perjanjian untuk saling mendukung dengan Rusia. NATO dan sekutunya terlibat aktif untuk menggulingkan Assad walau tak mengirim pasukan secara langsung.
Dimensi konflik di Suriah menjadi rumit. Apalagi di negeri ini, ada
rivalitas antara Syiah dan Suni. Ketika kemenangan tak kunjung diraih
salah satu pihak, paling gampang adalah memanfaatkan kekuatan nilai yang
berlaku di masyarakat. Agama adalah salah satunya. Kelompok
Sunni-seperti Ikhwanul Muslimin, kaum salaf/Wahabi, juga Alqaidah-yang
selama ini tertekan di bawah rezim Assad menjadi kekuatan utama
perlawanan. Sedangkan, kelompok Syiah menjadi pendukung rezim Assad.
Negeri-negeri di sekitar Suriah, termasuk ulama dan masyarakatnya,
menjadi terlibat secara emosional.
Indonesia tak punya kepentingan apa pun secara langsung terhadap situasi di Suriah.
Yang ada adalah rasa persaudaraan sesama Muslim. Tentu, kita berharap
ada demokrasi di Suriah. Jalan demokrasi membuat umat bisa lebih mudah
mengembangkan diri. Namun, penguasa selalu lebih cerdik. Umat
diadu domba. Perbedaan Suni-Syiah menjadi jalan untuk membelah umat.
Apalagi, kemudian terjadi perang fatwa dan opini. Dalil agama saling
dilontarkan. Fitnah pun bertebaran. Terjadi saling tuduh di antara umat pun terjadi di Indonesia.
Kita harus benar-benar berhati-hati. Salah memilih diksi saja bisa
menjadi kobaran api. Kita harus cermat memilih kata sebutan untuk
kelompok yang melawan rezim Assad. Kata “pemberontak” pasti akan
dikecam. Paling netral adalah “kelompok perlawanan bersenjata”. Bahkan,
kata “oposisi” pun bisa dinilai tak tepat. Pilihan kata “gerilyawan” dan
“pejuang” sudah menjadi usang dalam dimensi kekinian. Sejak Bush
mengenalkan aksi multilateral tanpa melibatkan PBB, tata nilai dunia
mulai bergeser. Diksi pun menjadi kacau.
Para penebar fitnah bukan hanya orang awam, melainkan aktivis
keagamaan dan dai, bahkan ustaz. Tentu saja, yang namanya fitnah pasti
salah, pasti bohong, pasti jahat, pasti buruk. Akan tetapi, ketika itu
ditebarkan di mimbar keagamaan seolah menjadi positif. Lainnya
melalui SMS berantai, mailing list, dan media sosial. Kita seolah
kehilangan pegangan, lupa pada moral agama yang kita kukuhi. Kita
menjadi tercerabut dari akar kita sendiri. Kesalehan pribadi seakan
sesuatu yang terpisah dari kesalehan sosial. Solidaritas kelompok seolah
menjadi berbeda dengan solidaritas umat. Tentu, itu bukan akhlaqul
karimah. Pada titik ini, kita makin sadar bahwa pengetahuan, gelar, atau
profesi tak berbanding lurus dengan kualitas seseorang.
Pada dimensi lain, umat Islam begitu mudah berpecah belah. Juga, begitu mudah dipantik sentimen agamanya. Padahal, kasus Suriah adalah peristiwa politik. Kasus Suriah tak kering dari beragam kepentingan yang begitu rumit. Kasus Suriah makin menegaskan pada kita bahwa umat tak memiliki kepemimpinan dan inisiatif.
Sebaiknya, energi kita difokuskan untuk memperbaiki kualitas diri kita. Hanya dengan itu kita bisa membangun dan memajukan diri. Indonesia adalah tempat terbaik untuk itu. Jangan jadikan dunia Arab sebagai titik pusat. Betul Islam lahir di sana, tapi bukan berarti apa yang dari sana pasti lebih baik. Islam Indonesia dengan segala kekhasannya jauh lebih menarik untuk zaman ini.
Mari kita merapikan diri di segala lini. Jauh lebih produktif berdaya kreasi daripada bersiasat. Misi suci akan berisi jika dari hati yang bersih, bukan dari hati yang sesat.
Mengapa Iran Tak Serang Israel?
Oleh: Dina Y. Sulaeman
Pertanyaan ini sering muncul di dalam berbagai diskusi di dunia maya,
“Kalau Iran betul-betul anti-Israel, mengapa Iran sampai sekarang tidak
jua menyerang Israel?” Pertanyaan ini konteksnya adalah menuduh Iran omdo (omong doang),
bahkan ada yang lebih parah lagi, menggunakan teori konspirasi, “Ini
bukti bahwa ada kerjasama di balik layar antara Iran dan Israel.”
Bila memakai kalkulasi hard power, harus diakui bahwa sebenarnya kekuatan Iran masih jauh di bawah AS. Apalagi, doktrin militer Iran adalah defensive
(bertahan, tidak bertujuan menginvasi negara lain). Iran hanya
menganggarkan 1,8% dari pendapatan kotor nasional (GDP)-nya untuk
militer (atau sebesar 7 M dollar). Sebaliknya, AS adalah negara dengan
anggaran militer terbesar di dunia, yaitu 4,7% dari GDP atau sebesar
687 M dollar. Bahkan, AS telah membangun pangkalan-pangkalan militer di
berbagai wilayah di sekitar Iran. AS adalah pelindung penuh Israel dan
penyuplai utama dana dan senjata untuk militer Israel. Bujet militer
Israel sendiri, pertahunnya mencapai 15 M Dollar (dua kali lipat Iran).
Sebelum menjawab ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel’?,
mari kita jawab dulu pertanyaan sebaliknya, mengapa AS dan Israel tidak
jua menyerang Iran? AS sebenarnya tidak berkepentingan menyerang Iran.
Tetapi, Israel berkali-kali meminta AS untuk menyerang Iran dengan
alasan “Iran memiliki nuklir yang mengancam keselamatan Israel.” Ketika
rezim Obama enggan menuruti permintaan Israel, Israel bahkan mengancam
akan menyerang Iran sendirian, tanpa bantuan AS. Untuk menelaah prospek
perang AS+Israel melawan Iran, Anthony Cordesman dari Center for
Strategic and International Studies merilis hasil penelitiannya pada
bulan Juni 2012. CSIS melakukan kalkulasi bila AS dan Israel menyerang
Iran, antara lain menghitung berapa banyak pesawat pengebom yang
dibutuhkan, berapa banyak bom yang harus dibawa, apa kemungkinan
serangan balasan dari Iran, dan bagaimana cara menghadapinya.
Salah satu kesimpulan yang diambil Cordesman adalah, profil militer
Israel tidak akan mampu melakukan serangan tersebut. Untuk menyerang
Iran, Israel harus mengerahkan seperempat pasukan udaranya dan semua
pesawat tempurnya, sehingga tidak ada pesawat cadangan untuk
berjaga-jaga. Pesawat-pesawat tempur itu harus melewati perbatasan
Syria-Turki sebelum terbang di atas udara Irak and Iran. Dan
wilayah-wilayah tersebut, sangat rawan bagi Israel. Menurut Cordesman,
“Berdasarkan jumlah pesawat yang diperlukan, proses pengisian bahan
bakar yang harus dilakukan sepanjang perjalanan menuju Iran, serta usaha
mencapai target gempuran tanpa terdeteksi sangatlah beresiko tinggi dan
kecil kemungkinan keseluruhan operasi militer tersebut akan berhasil.”
Dan bahkan jika pesawat tempur Israel berhasil mengebom reaktor
nuklir Iran, pembalasan yang dilakukan Iran akan membawa dampak yang
sangat buruk bagi kawasan Timur Tengah. Cordesman menulis, “Anda tidak
akan ingin tahu seperti apa jadinya Timur Tengah sehari setelah Israel
berupaya menyerang Iran.”
Karena itu, bila Israel berkeras ingin menyerang Iran, Israel harus
menggandeng AS. Tapi, bila AS menyetujui permintaan Israel ini, AS harus
mengerahkan ratusan pesawat dan kapal tempur. Serangan awal saja sudah
membutuhkan alokasi kekuatan yang sangat besar, termasuk pengebom utama,
upaya penghancuran system pertahanan udara lawan, pesawat-pesawat
pendamping untuk melindungi pesawat pengebom, peralatan perang
elektronik, patrol udara untuk menahan serangan balasan dari Iran, dll.
Pada saat yang sama, AS harus menghalangi Iran agar tidak melakukan aksi
apapun di Selat Hormuz. Bila Iran sampai berhasil memblokir Selat
Hormuz, suplai minyak dan gas dunia akan terhambat dan efeknya akan
sangat buruk bagi perekonomian dunia. Dan ini bukan pekerjaan mudah.
Iran selama ini justru sangat memperkuat kemampuan militernya demi
mengontrol Selat Hormuz bila terjadi perang. Meskipun, AS juga sudah
mempersiapkan banyak hal untuk menjaga agar Hormuz tetap terbuka, antara
lain dengan menempatkan berbagai perlengkapan militer di Bahrain, Saudi
Arabia, Qatar, Kuwait, dan UAE. Namun inipun mengandung ancaman lain.
Iran berkali-kali mengancam, bila wilayahnya diserang, Iran akan
melakukan serangan balasan ke semua negara Arab yang di dalamnya ada
pangkalan militer AS. Belum lagi, Rusia dan China diperkirakan akan ikut
campur demi mengamankan kepentingan mereka sendiri di Timteng. Tak
heran bila banyak analis mengungkapkan ramalan bahwa Perang Dunia III
akan meletus bila AS sampai menyerang Iran.
Lihatlah situasinya: bila Israel dan AS menyerang Iran, artinya
mereka keluar dari wilayah mereka sendiri dan harus bersusah-payah
mengusung semua perlengkapan militernya. Lalu, urusan tidak selesai
hanya dengan menjatuhkan bom ke situs nuklir Iran. Serangan balik dari
Iran, dan posisi geostrategis Iran, sangat memberikan potensi kekalahan
bagi AS dan Israel. Karena itulah, Menhan Leon Panetta sampai berkata,
“Sangat jelas bahwa bila AS melakukan serangan itu, kita akan
mendapatkan akibat buruk yang sangat besar.”
Sekarang mari kita balik: bagaimana seandainya Iran menyerang Israel?
Minimalnya, ada dua versi jawaban yang bisa diberikan sementara ini.
- Berdasarkan kalkulasi hard power. Ingat lagi profil militer Iran. Bisa dibayangkan, berapa banyak senjata yang dimiliki Iran dengan dana 7 M Dollar pertahun, dibandingkan dengan banyaknya senjata yang dimiliki AS dengan dana 687 M Dollar pertahun. Bandingkan lagi dengan kondisi ‘seandainya Israel menyerang Iran’ seperti yang sudah dianalisis Cordesman di atas. Kesimpulan yang bisa diambil adalah saat ini, profil militer Iran memang belum mampu menyerang Israel secara langsung, begitu juga sebaliknya, Israel juga belum mampu menyerang Iran secara langsung. Sementara, AS punya hitung-hitungan lain di luar sekedar menyerang Iran. AS akan menghadapi kehancuran ekonomi yang sangat parah bila sampai mengobarkan perang terhadap Iran.
Artinya, kedua pihak saat ini masih dalam posisi sama-sama bertahan.
Itulah sebabnya, retorika Iran selama ini memang selalu defensif: Iran
tidak mengancam akan menyerang, melainkan ‘akan membalas bila ada yang
berani menyerang’. Seandainya Iran dalam posisi diserang dan membela
diri dari dalam negeri (bukan dalam posisi menyerang dan mengirimkan
pasukan ke luar wilayahnya) Iran sangat mungkin bertahan dan meraih
kemenangan, karena memiliki keunggulan geostrategis. Hanya dengan
memblokir Selat Hormuz, seluruh dunia akan merasakan dampak buruk perang
dan bahkan AS akan bangkrut sehingga tak akan mampu melanjutkan perang.
Sebaliknya, untuk bisa maju perang (=secara ofensif mengirimkan
senjata dan pasukan ke luar wilayahnya), Iran tidak mungkin maju
sendirian. Bila negara-negara Arab, terutama yang berbatasan darat
dengan Palestina, belum siap berjuang, tentu sangat konyol bila Iran
harus mengirim pasukan ke Palestina yang jauhnya 1500 km dari Teheran.
Berapa banyak pasukan, pesawat tempur, dan rudal yang mampu dikirim oleh
Iran yang hanya punya anggaran 7 M Dollar pertahun? Bila Mesir saja
yang pemerintahannya dikuasai Ikhwanul Muslimin (artinya, seideologi
dengan Hamas) masih menutup pintu perbatasannya dengan Gaza; masih
menolak untuk terjun langsung ke medan pertempuran membela saudara se-harakah mereka, mengapa Iran yang di-ojok-ojok
untuk mengirim pasukan perang? Karena itu, dari sisi ini, hanya satu
kata untuk menilai pertanyaan ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang
Israel?’ : naif.
2. Berdasarkan kalkulasi soft power. Sangat mungkin, di atas
kertas, profil militer Iran memang seperti yang diungkapkan di atas.
Tapi, bila diingat lagi percepatan kemajuan teknologi militer yang
dicapai Iran dan statemen beberapa petinggi militer Iran yang
menyebutkan bahwa kemampuan Iran ‘jauh lebih besar dari apa yang
terlihat’, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Iran adalah negara
yang berbasis teologi mazhab Syiah dan meyakini adanya aspek transenden
dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin spiritual mereka (rahbar). Militer Iran pun berada di bawah wewenang rahbar,
yang sekarang dijabat Ayatullah Khamenei. Iran meyakini bahwa Ayatullah
Khamanei memiliki kemampuan transenden sehingga mengetahui kapan saat
yang tepat untuk maju perang. Orang lain boleh tidak percaya, tetapi ini
adalah urusan rakyat Iran sendiri.
Di sini, pertanyaan mengapa Iran belum juga menyerang Israel secara
langsung (seandainya memang kemampuan militernya sebenarnya sudah
mencukupi) akan mendapat jawaban sederhana saja: karena belum diizinkan
oleh sang Rahbar. Lalu, mengapa Rahbar belum memberi izin? Silahkan
dipikirkan sendiri, dengan mengaitkannya pada hal-hal yang bersifat
ideologis dan relijius; dan hal ini di luar kapasitas saya untuk
menjelaskan.
Intinya, perjuangan melawan Israel bukanlah perjuangan Iran saja. Ini
seharusnya menjadi perjuangan bersama semua negara-negara muslim. Dan
inilah yang terus diupayakan para pemimpin dan ulama Iran melalui
berbagai statemen dan orasinya: membangkitkan kesadaran dan semangat
juang kaum muslimin sedunia; sambil terus berupaya memperkuat profil
militernya. Ini bukanlah omdo (omong doang), tapi upaya yang memang harus dilakukan sebelum mencapai kemenangan.
Akan tiba suatu masa ketika kaum muslimin sedunia bangkit bersatu dan
bersama-sama merebut kembali Al Quds dari tangan para penjajah. Inilah
janji Allah dalam QS 17:4-5, “Dan telah kami tetapkan terhadap Bani
Israel di dalam Alkitab: sesungguhnya kalian akan membuat kerusakan di
muka bumi ini dua kali dan kalian akan menyombongkan diri dengan
kesombongan yang besar. Dan maka ketika telah tiba apa yang dijanjikan
itu, akan kami bangkitkan para hamba yang perkasa dan memiliki kekuatan
besar untuk mengalahkan kalian. Para hamba itu akan mencari kalian
sampai ke tempat persembunyian kalian dan janji [Allah] itu pasti
terjadi.”
update:
karena ada beberapa komentator yang nanyain sumber tulisan (pdhl, tinggal googling aja tho, cari kata kunci cordesman+csis+iran+israel), ini sy kasih linknya, silahkan download sendiri:
karena ada beberapa komentator yang nanyain sumber tulisan (pdhl, tinggal googling aja tho, cari kata kunci cordesman+csis+iran+israel), ini sy kasih linknya, silahkan download sendiri:
Lalu kalau ada yang mau tahu lebih jauh soal soft power Iran, bisa baca tulisan saya sebelumnya
Nah, kalau masih nanya, sumbernya dimana, gooling aja , The Iranian Journal of International Affairs, Manouchehr Mohammadi, soft power Iran.
IRAN-RUSIA LATIHAN PERANG LAUT DI KASPIA
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/06/iran-rusia-latihan-perang-laut-di-kaspia.html#.UdEqxtiN6So
Angkatan laut Iran dan Rusia akan melakukan latihan perang bersama di
Laut Kaspia tahun ini. Latihan bersama ini merupakan yang kedua kalinya
setelah sebelumnya dilakukan tahun 2009 dengan melibatkan sekitar 30
kapal perang dari kedua negara.
Demikian pengumuman yang dikeluarkan Deputi Panglima Armada Laut Kaspia Rusia Nikolai Yakubovsky setelah mengadakan pertemuan dengan komanda armada laut Iran yang bertamu ke kota pelabuhan Astrakhan, Jum'at (28/6) sebagaimana dilaporkan media Rusia "RIA Novosti".
Iran telah mengirim 2 kapal berpeluru kendali buatan domestik ke Astrakhan, Laut Kaspia, sebagai bagian dari peningkatan kerjasama militer kedua negara. Selama kunjungan tersebut para perwira AL Iran mengadakan kunjungan ke berbagai fasilitas militer Rusia di kota sekitar serta mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat dan perwira tinggi Rusia.
Kunjungan kapal-kapal perang Iran tersebut merupakan balasan dari kunjungan kapal-kapal perang Rusia dari Armada Pasifik, ke pelabuhan Bandar Abbas, tgl 21 April lalu. Armada kecil Rusia itu terdiri dari destroyer anti-kapal selam "Admiral Panteleyev", dan kapal logistik "Peresvet" dan kapal pengangkut "Admiral Nevelskoi" dengan jumlah personil mencapai 712 orang Kapal-kapal tersebut selanjutnya berlayar ke Laut Tengah untuk mengaktifkan kembali Armada Laut Tengah Rusia yang dinon-aktifkan setelah runtuhnya UNi Sovyet.
Selain berhasil membangun beberapa kapal perang modern buatan sendiri, dalam beberapa tahun terakhir Iran telah mengirimkan kapal-kapal perangnya ke berbagai perairan dunia hingga ke Samudra Pasifik dan Atlantik. Kehadiran kapal-kapal tersebut selain untuk melindungi kapal-kapal dagang Iran juga memiliki simbol politik yang sangat kuat, yaitu menunjukkan pengaruh global Iran yang semakin kuat.
REF:Demikian pengumuman yang dikeluarkan Deputi Panglima Armada Laut Kaspia Rusia Nikolai Yakubovsky setelah mengadakan pertemuan dengan komanda armada laut Iran yang bertamu ke kota pelabuhan Astrakhan, Jum'at (28/6) sebagaimana dilaporkan media Rusia "RIA Novosti".
Iran telah mengirim 2 kapal berpeluru kendali buatan domestik ke Astrakhan, Laut Kaspia, sebagai bagian dari peningkatan kerjasama militer kedua negara. Selama kunjungan tersebut para perwira AL Iran mengadakan kunjungan ke berbagai fasilitas militer Rusia di kota sekitar serta mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat dan perwira tinggi Rusia.
Kunjungan kapal-kapal perang Iran tersebut merupakan balasan dari kunjungan kapal-kapal perang Rusia dari Armada Pasifik, ke pelabuhan Bandar Abbas, tgl 21 April lalu. Armada kecil Rusia itu terdiri dari destroyer anti-kapal selam "Admiral Panteleyev", dan kapal logistik "Peresvet" dan kapal pengangkut "Admiral Nevelskoi" dengan jumlah personil mencapai 712 orang Kapal-kapal tersebut selanjutnya berlayar ke Laut Tengah untuk mengaktifkan kembali Armada Laut Tengah Rusia yang dinon-aktifkan setelah runtuhnya UNi Sovyet.
Selain berhasil membangun beberapa kapal perang modern buatan sendiri, dalam beberapa tahun terakhir Iran telah mengirimkan kapal-kapal perangnya ke berbagai perairan dunia hingga ke Samudra Pasifik dan Atlantik. Kehadiran kapal-kapal tersebut selain untuk melindungi kapal-kapal dagang Iran juga memiliki simbol politik yang sangat kuat, yaitu menunjukkan pengaruh global Iran yang semakin kuat.
"Iran, Russia plan joint naval exercise in Caspian Sea: Russian cmdr."; Press TV; 29 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar