Wah!! Ada Lagi Situs Megalitikum Ketiga, Setelah Gunung Padang di Cianjur dan Cilacap, Namun Kali Ini Ada di Cibedug Banten!
Situs megalitikum ternyata tidak hanya
ada di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Di provinsi tetangganya,
Banten, situs sejenis juga ada. Namanya, situs megalitikum Cibedug yang
terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.
Lebak Sibedug adalah nama sebuah kampung
yang masuk dalam wilayah Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Keterkenalan kampung ini tak dapat
dipisahkan dari keberadaan sisa peninggalan zaman megalitik berupa
menhir dan punden berundak yang berada dalam satu kompleks yang kini
diisolasi dan dinamai situs Lebak Cibedug.
Secara kasat mata, situs megalitikum
Gunung Padang berupa punden berundak dengan lima teras, sementara di
Cibedug terdiri dari sembilan teras dengan susunan batu berbentuk
lonjong seperti menhir.
Penguasaan teknologi di situs Gunung
Padang lebih maju ketimbang situs Cibedug. Di situs megalitikum Gunung
Padang hampir semuanya terdiri dari bebatuan persegi panjang dan nyaris
presisi, adapun di Cibedug bebatuannya berbentuk bulat panjang dan tidak
beraturan. Kesannya, situs megalitikum Cibedug usianya lebih tua.
“Aura situs Cibedug sangat baik untuk
para pelaku spiritual, karena pada jaman dahulu memang dipakai sebagai
tempat berdoa. Bila melihat tampilan secara batin, maka beberapa
kerajaan pernah menggunakan tempat ini,” jelas pengamat spiritual Ki
Bowo (Senin, 28/5).
Berbeda dengan situs megalitikum Gunung
Padang di Cianjur, situs Cibedug sangat tidak terawat dan jarang
dikunjungi wisatawan mengingat lokasinya yang tidak mudah dijangkau
dengan kendaraan dan harus berjalan kaki naik turun bukit.
Meskipun berada di wilayah Kecamatan
Cibeber, namun rute menuju Cibedug ternyata lebih enak ditempuh melalui
jalur Pandeglang – Rangkasbitung – Cipanas – Citorek – Cibedug,
dibanding menempuh jalur Pandeglang – Bayah – Cibeber – Citorek –
Cibedug.
Jika dibandingkan dalam hitungan jarak
dari Pandeglang, maka rute pertama ini berjarak ± 80 Km sedangkan rute
kedua berjarak 2 kali lipatnya. Menghadapi pilihan ini tentu saja
memilih rute pertama.
Atau bisa juga situs megalitikum Cibedug
ini ditempuh melalui Rangkasbitung menuju Citorek, Kecamatan Bayah,
Lebak atau dari Bogor melalui Jasinga, dengan waktu tempuh yang lumayan
panjang dan melelahkan dibandingkan menuju Gunung Padang yang bisa
ditempuh langsung sampai di kaki situs dengan kendaraan.
Situs ini secara geografis terletak di
lereng Pasir Manggu dengan luas areal sekitar 2 hektar. Secara garis
besar situs memperlihatkan suatu kompleks bangunan yang terdiri atas 3
bagian halaman, dengan pembagian halaman yang semakin meninggi dari sisi
sebelah timur ke barat.
Halaman pertama merupakan bagian sebelah
timur dan merupakan bagian ruang yang paling rendah dibandingkan dengan
halaman kedua dan ketiga. Halaman kedua terletak di bagian tengah, dan
halaman ketiga yang merupakan bagian inti terletak di bagian paling
barat dan merupakan bagian halaman yang paling tinggi.
Pintu masuk menuju kompleks bangunan ini
terletak di sebelah barat, bersisian langsung dengan aliran Kali
Cibedug. Jalan masuk ke situs Lebak Cibedug melalui tangga yang terbuat
dari susunan batu andesit dan bongkahan batu lempung yang terdiri dari
33 anak tangga.
Pada bagian tengah pintu masuk terdapat
menhir dengan ukuran besar dalam posisi tegak. Menhir ini adalah
satu-satunya menhir terbesar dibandingkan dengan beberapa temuan menhir
lainnya yang terdapat di situs ini. Ukuran tinggi menhir adalah 236
sentimeter dengan diameter 336 sentimeter.
Dari pengamatan bentuk bangunan secara
keseluruhan, tampak bahwa kompleks megalitik Lebak Cibeduk merupakan
perpaduan bentuk bangun batur-batur punden yang kadangkala dilengkapi
dengan menhir, batu datar, dan batu kursi dengan punden berundak sebagai
bagian yang paling sacral.
Berdasarkan informasi pustaka disebutkan
bahwa tinggalan bangunan megalitik yang tersebar di kawasan Lebak
Cibeduk secara lokasional semua tinggalan didirikan tidak jauh dari
aliran sungai.
Bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun
bangunan megalitik baik berupa bangunan berundak atau batur punden yang
disebut masyarakat lokal dengan isitilah batu tukuh yang hampir
semuanya menggunakan dua jenis batuan yaitu batu andesit dan tufa yang
berbentuk bongkahan.
Kedua jenis bahan batuan itu terdapat
pada aliran sungai yang berada tidak jauh dari situs. Para peneliti
menarik kesimpulan bahwa bahan untuk pendirian bangunan-bangunan
megalitik yang banyak ditemukan di kawasan Lebak Cibeduk diperoleh dari
bongkahan-bongkahan yang tersingkap di aliran-aliran sungai yang ada
disekitar situs.
Di daerah situs Cibedug ini sinyal ponsel
tak terdeteksi. Juga jangan berharap dapat santai menonton acara di
stasiun televisi karena meskipun terdapat aliran listrik yang dihasilkan
dari pembangkit listrik tradisional, alirannya tak dapat memasok
listrik yang dibutuhkan peralatan besar seperti televisi.
Profil Situs Lebak Cibedug
Secara geografis Desa Citorek Kecamatan
Cibeber di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muncang, sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayah, sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Panggarangan dan di sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Sukabumi.
Sedangkan, lokasi Situs Lebak Sibedug
menempati areal seluas kurang lebih 2 Ha terletak di lereng Gunung Pasir
Manggu dengan orientasi Situs Timur – Barat yang berbatasan di sebelah
Utara dengan Kali Cibedug, di sebelah Timur dengan Gunung Pasir Manggu,
di sebelah Selatan dengan Kali Cibedug dan di sebelah Barat dengan Kali
Cibedug dan Dusun Cibedug
Untuk mencapai lokasi tersebut dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu :
- Rangkasbitung – Citorek melalui Kec. Cipanas – Ciparasi Kec. Muncang kurang lebih 50 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.
- Rangkasbitung – Cikotok – Warungbanten – Citorek Kec. Cibeber melalui Malingping – Bayah sekitar 170 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.
Secara umum dilingkungan Situs tersebut
beriklim tropis penghujan dengan curah hujan rata – rata 4.000 – 6.000
mm / tahun dengan suhu berkisar 18º Celcius.
Masyarakat Dusun Sibedug Desa Citorek
Kec. Cibeber mayoritas beragama Islam, namun adat istiadat yang
berhubungan dengan religi dari zaman Pra Islam masih nampak melalui
pemujaan berkaitan dengan masalah bercocok tanam.
Dalam kaitannya dengan kepercayaan atau
mitos masyarakat sekarang, komplek bangunan di Situs Lebak Sibedug
deanggap sebagai suatu bangunan kuno peninggalan nenek moyang yang
sangat dikeramatkan, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesuburan
dalam bercocok tanam dan pelepasan nadar (permohonan sesuatu).
Masyarakat setempat masih memegang teguh
memegang adat istiadat yang diwariskan leluhur mereka dan diyakini bahwa
arwah leluhur sebagai penghunu alam gaib yang mengendalikan kehidupan.
Hal ini terlihat dari tata cara mereka memonon restu kepada leluhur
sebelum penanaman padi dilaksanakan agar diberikan hasil panen yang
melimpah atau dijauhkan dari hama penyakit.
Pelepasan nadar (permohonan sesuatu) yang
berhubungan dengan nasib dan keberuntungan dilakukan oleh masyarakat
melalui suatu upacara kecil (selamatan) yang dilaksanakan didalam salah
satu halaman komplek bangunan Situs pada bagian susunan kelompok menhir
yang diberi pagar dan atap.
Komplek bangunan Situs merupakan salah
satu Monumen Tradisi Megalitik (Mega = besar, lithos = batu) dari masa
Pra Hindu. Kompek bangunan pemujaan (keagamaan) ini dilihat secara umum
berbentuk Punden Berundak (bangunan utama) dengan disertai beberapa
menhir dan dolmen dalam pola mengelompok maupun tunggal.
Jenis bahan dasar Situs Lebak Sibedug
menggunakan batuan Andesit yang cukup banyak dijumpai disekitar Situs
yang terjadi sebagai akibat dari magma yang keluar dari perut bumi
ketika terjadinya letusan gunung api yang menghasilkan 3 jenis batuan,
yakni :
- Krekel Silika (Bom) tersiri dari Obsidian, Opal dan Panitik
- Tufa Andesit (debu gunung)
- Flow Andesit / Andesit leleh (lahar) yang kemudian menjadi batuan Andesit setelah membeku (batuan beku)
Jalan masuk menuju Situs dari arah Barat
melewati Trap (tangga masuk) sebanyak 33 tingkatan, pada bagian pintu
masuk terdapat sebuah menhir berukuran besar dalam posisi tegak berdiri
dan merupakan menhir yang terbesar dengan ukuran tinggi 235 cm dan
berdiameter 336 cm.
Dilihat dari fungsi letak menhir ini,
kemungkinan dimaksudkan sebagai penjaga / pelindung dimana bagian dalam
Situs dibagi atas 3 bagian, yaitu :
Bagian Depan
- Bagian depan bebentuk persegi panjang dengan menggunakan batuan Andesit sebagai bahan utamanya. Penataannya hanya menggunakan 2 lapis susunan batu dengan ukuran panjang 582 cm dengan lebar 395 cm.
- Bagian depan ini, terdapat semacam teras yang menyatu dengan ruang utama bagian depan berukuran panjang 105 cm, lebar 104 cm terletak ke Utara sebelah kiri tangga masuk dan dibagian ini pula terdapat menhir roboh.
Bagian Tengah
- Antara bagian depan dan bagian tengah dibatasi oleh gundukan tanah memanjang dari Utara ke Selatan dengan ukuran panjang 19,5 m dan tinggi gundukan tanah 1,30 m.
- Untuk masuk kebagian ini melewati trap bersusun 3 dengan lebar 140 cm memotong gundukan tanah, sebelah kiri dan kanan bagian atas trap terdapat 2 menhir dalam posisi roboh.
- Menhir sebelah kanan trap (tangga) panjangnya 118 cm berdiameter 117 cm dan menhir sebelah kiri trap (tangga) panjangnya 135 cm dan berdiameter 112 cm.
Dalam bagian tengah ini terdapat susunan batuan Andesit berbentuk segi empat dapat dibagi dalam 2 bagian :
- Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dipahat membentuk persegi empat, tersusun satu tingkat dengan ukuran panjang 382 cm dan lebar 380 cm.
- Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dibentuk oleh tangan manusia berbentuk persegi empat panjang, terdiri dari 3 tingkatan dengan ukuran :
-
- Undakan I : Panjang = 1.445 cm ; Lebar = 864 cm
- Undakan II : Panjang = 1.157 cm ; Lebar = 597 cm
- Undakan III : Panjang = 171 cm ; Lebar = 161 cm
Bagian sisi kiri arah Selatan, terdapat
susunan batu berbentu segi empat dimana setiap sisinya terdapat 4 buah
menhir. Oleh masyarakat setempat dianggap keramat sehingga atas
inisiatif mereka dibuatkan cungkup dan pagar pengaman terutam menhir
yang terletak dibagian depan sisi kiri.
Keempat menhir tersebut, 3 diantaranya
berbentuk bulat dalam posisi berdiri tegak sedangkan lainnya berbentuk
persegi empat dalam posisi miring kearah barat.
Terletak dibagian belakang kearah Tenggara berbatasan dengan Kali Sibedug tersiri atas 3 bagian, yaitu :
Bagian depan (pelataran) merupakan
susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang dan memiliki 5 undakan.
Dibagian kiri terdapat 5 buah menhir, 4 buah dalam posisi berdiri dan
satu lainnya dalam posisi roboh.
Dibagian tengah sebelah Barat terdapat
trap jalan menuju kepuncak berukuran 180 cm. Undakan berbentuk persegi
empat berukuran panjang 11 m dan lebar 33,1 m.
Bagian tengah punden, terdiri dari 5
tingkatan (undak). Jalan menuju kebagian atas bangunan undakan tengah
dapat dilalui dari 2 arah yaitu arah Barat dan arah Utara.
Dipuncak bangunan bagian tengah terdapat 3
buah menhir, 2 diantaranya roboh dan 1 berdiri dalam posisi agak miring
ke Utara dan dolmen berjumlah 2 buah. 1 buah dolmen terletak ditengah
dalam susunan batu yang berbentuk persegi empat panjang dan 1 buah
dolmen terletak didepan menhir.
Tiap undakan memiliki :
- Undakan I : Panjang = 43,6 m ; Lebar = 33,1 m
- Undakan II : Panjang = 41,3 m ; Lebar = 30,8 m
- Undakan III : Panjang = 34 m ; Lebar = 28,5 m
- Undakan IV : Panjang = 34 m ; Lebar = 23,5 m
- Undakan V : Panjang = 10 m ; Lebar = 23,5 m
Bagian atas (inti) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang memiliki 7 undakan, tiap undakan memiliki ukuran :
- Undakan I : Panjang = 18 m ; Lebar = 18,3 m
- Undakan II : Panjang = 16,3 m ; Lebar = 15,3 m
- Undakan III : Panjang = 14 m ; Lebar = 13 m
- Undakan IV : Panjang = 12 m ; Lebar = 11 m
- Undakan V : Panjang = 9,5 m ; Lebar = 9 m
- Undakan VI : Panjang = 7,4 m ; Lebar = 6,5 m
- Undakan VII : Panjang = 5,3 m; Lebar = 4,4 m
Hingga kini belum ada penelitian mendalam
atau catatan khusus tentang usia situs Cibedug. Kepercayaan masyarakat
sekitar hanya menukilkan jika bebatuan yang banyak berserakan tersebut
sebagai peninggalan leluhur sehingga wajib dijaga dan dipelihara.
Apakah pembangunan situs megalitikum
Cibedug yang berada di ketinggian 1.050 mdpl mengacu pada situs
megalitukum Gunung Padang? Ataukah justru sebaliknya? Yang jelas, ada
banyak misteri tentang peradaban masa lalu tanah air yang belum
terungkap.
“Wah!! Ada Lagi Situs Megalitikum Ketiga, Kali Ini di Cibedug Banten!”
Posted on Mei 31, 2012 by spedaonthel
Wah!! Ada Lagi Situs Megalitikum Ketiga, Setelah Gunung Padang di Cianjur dan Cilacap, Namun Kali Ini Ada di Cibedug Banten!
Situs di Cibedug, Lebak, Banten (courtesy: humaspdg.wordpress)
Situs megalitikum ternyata tidak hanya ada di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Di provinsi tetangganya, Banten, situs sejenis juga ada. Namanya, situs megalitikum Cibedug yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.
Lebak Sibedug adalah nama sebuah kampung yang masuk dalam wilayah Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Keterkenalan kampung ini tak dapat dipisahkan dari keberadaan sisa peninggalan zaman megalitik berupa menhir dan punden berundak yang berada dalam satu kompleks yang kini diisolasi dan dinamai situs Lebak Cibedug.
Secara kasat mata, situs megalitikum Gunung Padang berupa punden berundak dengan lima teras, sementara di Cibedug terdiri dari sembilan teras dengan susunan batu berbentuk lonjong seperti menhir.
Penguasaan teknologi di situs Gunung Padang lebih maju ketimbang situs Cibedug. Di situs megalitikum Gunung Padang hampir semuanya terdiri dari bebatuan persegi panjang dan nyaris presisi, adapun di Cibedug bebatuannya berbentuk bulat panjang dan tidak beraturan. Kesannya, situs megalitikum Cibedug usianya lebih tua.
“Aura situs Cibedug sangat baik untuk para pelaku spiritual, karena pada jaman dahulu memang dipakai sebagai tempat berdoa. Bila melihat tampilan secara batin, maka beberapa kerajaan pernah menggunakan tempat ini,” jelas pengamat spiritual Ki Bowo (Senin, 28/5).
Berbeda dengan situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur, situs Cibedug sangat tidak terawat dan jarang dikunjungi wisatawan mengingat lokasinya yang tidak mudah dijangkau dengan kendaraan dan harus berjalan kaki naik turun bukit.
Meskipun berada di wilayah Kecamatan Cibeber, namun rute menuju Cibedug ternyata lebih enak ditempuh melalui jalur Pandeglang – Rangkasbitung – Cipanas – Citorek – Cibedug, dibanding menempuh jalur Pandeglang – Bayah – Cibeber – Citorek – Cibedug.
Jika dibandingkan dalam hitungan jarak dari Pandeglang, maka rute pertama ini berjarak ± 80 Km sedangkan rute kedua berjarak 2 kali lipatnya. Menghadapi pilihan ini tentu saja memilih rute pertama.
Atau bisa juga situs megalitikum Cibedug ini ditempuh melalui Rangkasbitung menuju Citorek, Kecamatan Bayah, Lebak atau dari Bogor melalui Jasinga, dengan waktu tempuh yang lumayan panjang dan melelahkan dibandingkan menuju Gunung Padang yang bisa ditempuh langsung sampai di kaki situs dengan kendaraan.
Situs ini secara geografis terletak di lereng Pasir Manggu dengan luas areal sekitar 2 hektar. Secara garis besar situs memperlihatkan suatu kompleks bangunan yang terdiri atas 3 bagian halaman, dengan pembagian halaman yang semakin meninggi dari sisi sebelah timur ke barat.
Halaman pertama merupakan bagian sebelah timur dan merupakan bagian ruang yang paling rendah dibandingkan dengan halaman kedua dan ketiga. Halaman kedua terletak di bagian tengah, dan halaman ketiga yang merupakan bagian inti terletak di bagian paling barat dan merupakan bagian halaman yang paling tinggi.
Pintu masuk menuju kompleks bangunan ini terletak di sebelah barat, bersisian langsung dengan aliran Kali Cibedug. Jalan masuk ke situs Lebak Cibedug melalui tangga yang terbuat dari susunan batu andesit dan bongkahan batu lempung yang terdiri dari 33 anak tangga.
Pada bagian tengah pintu masuk terdapat menhir dengan ukuran besar dalam posisi tegak. Menhir ini adalah satu-satunya menhir terbesar dibandingkan dengan beberapa temuan menhir lainnya yang terdapat di situs ini. Ukuran tinggi menhir adalah 236 sentimeter dengan diameter 336 sentimeter.
Batu Menhir di situs Lebak, Cibedug Banten yang berada di Taman Nasional Gunung Halimun.
Dari pengamatan bentuk bangunan secara keseluruhan, tampak bahwa kompleks megalitik Lebak Cibeduk merupakan perpaduan bentuk bangun batur-batur punden yang kadangkala dilengkapi dengan menhir, batu datar, dan batu kursi dengan punden berundak sebagai bagian yang paling sacral.
Berdasarkan informasi pustaka disebutkan bahwa tinggalan bangunan megalitik yang tersebar di kawasan Lebak Cibeduk secara lokasional semua tinggalan didirikan tidak jauh dari aliran sungai.
Bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun bangunan megalitik baik berupa bangunan berundak atau batur punden yang disebut masyarakat lokal dengan isitilah batu tukuh yang hampir semuanya menggunakan dua jenis batuan yaitu batu andesit dan tufa yang berbentuk bongkahan.
Kedua jenis bahan batuan itu terdapat pada aliran sungai yang berada tidak jauh dari situs. Para peneliti menarik kesimpulan bahwa bahan untuk pendirian bangunan-bangunan megalitik yang banyak ditemukan di kawasan Lebak Cibeduk diperoleh dari bongkahan-bongkahan yang tersingkap di aliran-aliran sungai yang ada disekitar situs.
Di daerah situs Cibedug ini sinyal ponsel tak terdeteksi. Juga jangan berharap dapat santai menonton acara di stasiun televisi karena meskipun terdapat aliran listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tradisional, alirannya tak dapat memasok listrik yang dibutuhkan peralatan besar seperti televisi.
Profil Situs Lebak Cibedug
Secara geografis Desa Citorek Kecamatan Cibeber di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muncang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayah, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Panggarangan dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.
Sedangkan, lokasi Situs Lebak Sibedug menempati areal seluas kurang lebih 2 Ha terletak di lereng Gunung Pasir Manggu dengan orientasi Situs Timur – Barat yang berbatasan di sebelah Utara dengan Kali Cibedug, di sebelah Timur dengan Gunung Pasir Manggu, di sebelah Selatan dengan Kali Cibedug dan di sebelah Barat dengan Kali Cibedug dan Dusun Cibedug
Untuk mencapai lokasi tersebut dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu :
Rangkasbitung – Citorek melalui Kec. Cipanas – Ciparasi Kec. Muncang kurang lebih 50 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.
Rangkasbitung – Cikotok – Warungbanten – Citorek Kec. Cibeber melalui Malingping – Bayah sekitar 170 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.
Secara umum dilingkungan Situs tersebut beriklim tropis penghujan dengan curah hujan rata – rata 4.000 – 6.000 mm / tahun dengan suhu berkisar 18º Celcius.
Masyarakat Dusun Sibedug Desa Citorek Kec. Cibeber mayoritas beragama Islam, namun adat istiadat yang berhubungan dengan religi dari zaman Pra Islam masih nampak melalui pemujaan berkaitan dengan masalah bercocok tanam.
Dalam kaitannya dengan kepercayaan atau mitos masyarakat sekarang, komplek bangunan di Situs Lebak Sibedug deanggap sebagai suatu bangunan kuno peninggalan nenek moyang yang sangat dikeramatkan, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesuburan dalam bercocok tanam dan pelepasan nadar (permohonan sesuatu).
Terlihat batu-batu menhir tertanam di sekitar Situs Lebak Cibedug Banten
Masyarakat setempat masih memegang teguh memegang adat istiadat yang diwariskan leluhur mereka dan diyakini bahwa arwah leluhur sebagai penghunu alam gaib yang mengendalikan kehidupan. Hal ini terlihat dari tata cara mereka memonon restu kepada leluhur sebelum penanaman padi dilaksanakan agar diberikan hasil panen yang melimpah atau dijauhkan dari hama penyakit.
Pelepasan nadar (permohonan sesuatu) yang berhubungan dengan nasib dan keberuntungan dilakukan oleh masyarakat melalui suatu upacara kecil (selamatan) yang dilaksanakan didalam salah satu halaman komplek bangunan Situs pada bagian susunan kelompok menhir yang diberi pagar dan atap.
Komplek bangunan Situs merupakan salah satu Monumen Tradisi Megalitik (Mega = besar, lithos = batu) dari masa Pra Hindu. Kompek bangunan pemujaan (keagamaan) ini dilihat secara umum berbentuk Punden Berundak (bangunan utama) dengan disertai beberapa menhir dan dolmen dalam pola mengelompok maupun tunggal.
Jenis bahan dasar Situs Lebak Sibedug menggunakan batuan Andesit yang cukup banyak dijumpai disekitar Situs yang terjadi sebagai akibat dari magma yang keluar dari perut bumi ketika terjadinya letusan gunung api yang menghasilkan 3 jenis batuan, yakni :
Krekel Silika (Bom) tersiri dari Obsidian, Opal dan Panitik
Tufa Andesit (debu gunung)
Flow Andesit / Andesit leleh (lahar) yang kemudian menjadi batuan Andesit setelah membeku (batuan beku)
Jalan masuk menuju Situs dari arah Barat melewati Trap (tangga masuk) sebanyak 33 tingkatan, pada bagian pintu masuk terdapat sebuah menhir berukuran besar dalam posisi tegak berdiri dan merupakan menhir yang terbesar dengan ukuran tinggi 235 cm dan berdiameter 336 cm.
Dilihat dari fungsi letak menhir ini, kemungkinan dimaksudkan sebagai penjaga / pelindung dimana bagian dalam Situs dibagi atas 3 bagian, yaitu :
Bagian Depan
Bagian depan bebentuk persegi panjang dengan menggunakan batuan Andesit sebagai bahan utamanya. Penataannya hanya menggunakan 2 lapis susunan batu dengan ukuran panjang 582 cm dengan lebar 395 cm.
Bagian depan ini, terdapat semacam teras yang menyatu dengan ruang utama bagian depan berukuran panjang 105 cm, lebar 104 cm terletak ke Utara sebelah kiri tangga masuk dan dibagian ini pula terdapat menhir roboh.
Bagian Tengah
Antara bagian depan dan bagian tengah dibatasi oleh gundukan tanah memanjang dari Utara ke Selatan dengan ukuran panjang 19,5 m dan tinggi gundukan tanah 1,30 m.
Untuk masuk kebagian ini melewati trap bersusun 3 dengan lebar 140 cm memotong gundukan tanah, sebelah kiri dan kanan bagian atas trap terdapat 2 menhir dalam posisi roboh.
Menhir sebelah kanan trap (tangga) panjangnya 118 cm berdiameter 117 cm dan menhir sebelah kiri trap (tangga) panjangnya 135 cm dan berdiameter 112 cm.
Dalam bagian tengah ini terdapat susunan batuan Andesit berbentuk segi empat dapat dibagi dalam 2 bagian :
Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dipahat membentuk persegi empat, tersusun satu tingkat dengan ukuran panjang 382 cm dan lebar 380 cm.
Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dibentuk oleh tangan manusia berbentuk persegi empat panjang, terdiri dari 3 tingkatan dengan ukuran :
Undakan I : Panjang = 1.445 cm ; Lebar = 864 cm
Undakan II : Panjang = 1.157 cm ; Lebar = 597 cm
Undakan III : Panjang = 171 cm ; Lebar = 161 cm
Bagian sisi kiri arah Selatan, terdapat susunan batu berbentu segi empat dimana setiap sisinya terdapat 4 buah menhir. Oleh masyarakat setempat dianggap keramat sehingga atas inisiatif mereka dibuatkan cungkup dan pagar pengaman terutam menhir yang terletak dibagian depan sisi kiri.
Keempat menhir tersebut, 3 diantaranya berbentuk bulat dalam posisi berdiri tegak sedangkan lainnya berbentuk persegi empat dalam posisi miring kearah barat.
Batu-batu menhir di Situs Lebak Cibedug Banten
Bagian Inti
Terletak dibagian belakang kearah Tenggara berbatasan dengan Kali Sibedug tersiri atas 3 bagian, yaitu :
Bagian depan (pelataran) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang dan memiliki 5 undakan. Dibagian kiri terdapat 5 buah menhir, 4 buah dalam posisi berdiri dan satu lainnya dalam posisi roboh.
Dibagian tengah sebelah Barat terdapat trap jalan menuju kepuncak berukuran 180 cm. Undakan berbentuk persegi empat berukuran panjang 11 m dan lebar 33,1 m.
Bagian tengah punden, terdiri dari 5 tingkatan (undak). Jalan menuju kebagian atas bangunan undakan tengah dapat dilalui dari 2 arah yaitu arah Barat dan arah Utara.
Dipuncak bangunan bagian tengah terdapat 3 buah menhir, 2 diantaranya roboh dan 1 berdiri dalam posisi agak miring ke Utara dan dolmen berjumlah 2 buah. 1 buah dolmen terletak ditengah dalam susunan batu yang berbentuk persegi empat panjang dan 1 buah dolmen terletak didepan menhir.
Tiap undakan memiliki :
Undakan I : Panjang = 43,6 m ; Lebar = 33,1 m
Undakan II : Panjang = 41,3 m ; Lebar = 30,8 m
Undakan III : Panjang = 34 m ; Lebar = 28,5 m
Undakan IV : Panjang = 34 m ; Lebar = 23,5 m
Undakan V : Panjang = 10 m ; Lebar = 23,5 m
Bagian atas (inti) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang memiliki 7 undakan, tiap undakan memiliki ukuran :
Undakan I : Panjang = 18 m ; Lebar = 18,3 m
Undakan II : Panjang = 16,3 m ; Lebar = 15,3 m
Undakan III : Panjang = 14 m ; Lebar = 13 m
Undakan IV : Panjang = 12 m ; Lebar = 11 m
Undakan V : Panjang = 9,5 m ; Lebar = 9 m
Undakan VI : Panjang = 7,4 m ; Lebar = 6,5 m
Undakan VII : Panjang = 5,3 m; Lebar = 4,4 m
Hingga kini belum ada penelitian mendalam atau catatan khusus tentang usia situs Cibedug. Kepercayaan masyarakat sekitar hanya menukilkan jika bebatuan yang banyak berserakan tersebut sebagai peninggalan leluhur sehingga wajib dijaga dan dipelihara.
Apakah pembangunan situs megalitikum Cibedug yang berada di ketinggian 1.050 mdpl mengacu pada situs megalitukum Gunung Padang? Ataukah justru sebaliknya? Yang jelas, ada banyak misteri tentang peradaban masa lalu tanah air yang belum terungkap.
(dem/rmol.co/humaspdg.wordpress/wisatalebak.awardspace/bantenculturetourism.com/icc.wp.com)
Artikel Terkait:
[Always Updated] Ternyata, Indonesia memiliki beberapa Piramida!
Kini Giliran Jawa Timur, Ditemukan Bangunan Mirip Piramida!
Wow!! Ternyata di Indonesia Sudah Ada Beberapa Piramida!
”SITUS MEGALITIKUM PUNDEN BERUNDAK CIBEDUG”
http://ahmadsamantho.wordpress.com/2013/01/18/%E2%80%8Esitus-megalitikum-punden-berundak-piramida-cibedug/
“Wah!! Ada Lagi Situs Megalitikum Ketiga, Kali Ini di Cibedug Banten!”
Posted on Mei 31, 2012 by spedaonthel
Wah!! Ada Lagi Situs Megalitikum Ketiga, Setelah Gunung Padang di Cianjur dan Cilacap, Namun Kali Ini Ada di Cibedug Banten!
Situs di Cibedug, Lebak, Banten (courtesy: humaspdg.wordpress)
Situs megalitikum ternyata tidak hanya ada di Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat. Di provinsi tetangganya, Banten, situs sejenis juga ada. Namanya, situs megalitikum Cibedug yang terletak di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun.
Lebak Sibedug adalah nama sebuah kampung yang masuk dalam wilayah Desa Citorek Barat, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Keterkenalan kampung ini tak dapat dipisahkan dari keberadaan sisa peninggalan zaman megalitik berupa menhir dan punden berundak yang berada dalam satu kompleks yang kini diisolasi dan dinamai situs Lebak Cibedug.
Secara kasat mata, situs megalitikum Gunung Padang berupa punden berundak dengan lima teras, sementara di Cibedug terdiri dari sembilan teras dengan susunan batu berbentuk lonjong seperti menhir.
Penguasaan teknologi di situs Gunung Padang lebih maju ketimbang situs Cibedug. Di situs megalitikum Gunung Padang hampir semuanya terdiri dari bebatuan persegi panjang dan nyaris presisi, adapun di Cibedug bebatuannya berbentuk bulat panjang dan tidak beraturan. Kesannya, situs megalitikum Cibedug usianya lebih tua.
“Aura situs Cibedug sangat baik untuk para pelaku spiritual, karena pada jaman dahulu memang dipakai sebagai tempat berdoa. Bila melihat tampilan secara batin, maka beberapa kerajaan pernah menggunakan tempat ini,” jelas pengamat spiritual Ki Bowo (Senin, 28/5).
Berbeda dengan situs megalitikum Gunung Padang di Cianjur, situs Cibedug sangat tidak terawat dan jarang dikunjungi wisatawan mengingat lokasinya yang tidak mudah dijangkau dengan kendaraan dan harus berjalan kaki naik turun bukit.
Meskipun berada di wilayah Kecamatan Cibeber, namun rute menuju Cibedug ternyata lebih enak ditempuh melalui jalur Pandeglang – Rangkasbitung – Cipanas – Citorek – Cibedug, dibanding menempuh jalur Pandeglang – Bayah – Cibeber – Citorek – Cibedug.
Jika dibandingkan dalam hitungan jarak dari Pandeglang, maka rute pertama ini berjarak ± 80 Km sedangkan rute kedua berjarak 2 kali lipatnya. Menghadapi pilihan ini tentu saja memilih rute pertama.
Atau bisa juga situs megalitikum Cibedug ini ditempuh melalui Rangkasbitung menuju Citorek, Kecamatan Bayah, Lebak atau dari Bogor melalui Jasinga, dengan waktu tempuh yang lumayan panjang dan melelahkan dibandingkan menuju Gunung Padang yang bisa ditempuh langsung sampai di kaki situs dengan kendaraan.
Situs ini secara geografis terletak di lereng Pasir Manggu dengan luas areal sekitar 2 hektar. Secara garis besar situs memperlihatkan suatu kompleks bangunan yang terdiri atas 3 bagian halaman, dengan pembagian halaman yang semakin meninggi dari sisi sebelah timur ke barat.
Halaman pertama merupakan bagian sebelah timur dan merupakan bagian ruang yang paling rendah dibandingkan dengan halaman kedua dan ketiga. Halaman kedua terletak di bagian tengah, dan halaman ketiga yang merupakan bagian inti terletak di bagian paling barat dan merupakan bagian halaman yang paling tinggi.
Pintu masuk menuju kompleks bangunan ini terletak di sebelah barat, bersisian langsung dengan aliran Kali Cibedug. Jalan masuk ke situs Lebak Cibedug melalui tangga yang terbuat dari susunan batu andesit dan bongkahan batu lempung yang terdiri dari 33 anak tangga.
Pada bagian tengah pintu masuk terdapat menhir dengan ukuran besar dalam posisi tegak. Menhir ini adalah satu-satunya menhir terbesar dibandingkan dengan beberapa temuan menhir lainnya yang terdapat di situs ini. Ukuran tinggi menhir adalah 236 sentimeter dengan diameter 336 sentimeter.
Batu Menhir di situs Lebak, Cibedug Banten yang berada di Taman Nasional Gunung Halimun.
Dari pengamatan bentuk bangunan secara keseluruhan, tampak bahwa kompleks megalitik Lebak Cibeduk merupakan perpaduan bentuk bangun batur-batur punden yang kadangkala dilengkapi dengan menhir, batu datar, dan batu kursi dengan punden berundak sebagai bagian yang paling sacral.
Berdasarkan informasi pustaka disebutkan bahwa tinggalan bangunan megalitik yang tersebar di kawasan Lebak Cibeduk secara lokasional semua tinggalan didirikan tidak jauh dari aliran sungai.
Bahan-bahan yang digunakan untuk menyusun bangunan megalitik baik berupa bangunan berundak atau batur punden yang disebut masyarakat lokal dengan isitilah batu tukuh yang hampir semuanya menggunakan dua jenis batuan yaitu batu andesit dan tufa yang berbentuk bongkahan.
Kedua jenis bahan batuan itu terdapat pada aliran sungai yang berada tidak jauh dari situs. Para peneliti menarik kesimpulan bahwa bahan untuk pendirian bangunan-bangunan megalitik yang banyak ditemukan di kawasan Lebak Cibeduk diperoleh dari bongkahan-bongkahan yang tersingkap di aliran-aliran sungai yang ada disekitar situs.
Di daerah situs Cibedug ini sinyal ponsel tak terdeteksi. Juga jangan berharap dapat santai menonton acara di stasiun televisi karena meskipun terdapat aliran listrik yang dihasilkan dari pembangkit listrik tradisional, alirannya tak dapat memasok listrik yang dibutuhkan peralatan besar seperti televisi.
Profil Situs Lebak Cibedug
Secara geografis Desa Citorek Kecamatan Cibeber di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Muncang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayah, sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Panggarangan dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi.
Sedangkan, lokasi Situs Lebak Sibedug menempati areal seluas kurang lebih 2 Ha terletak di lereng Gunung Pasir Manggu dengan orientasi Situs Timur – Barat yang berbatasan di sebelah Utara dengan Kali Cibedug, di sebelah Timur dengan Gunung Pasir Manggu, di sebelah Selatan dengan Kali Cibedug dan di sebelah Barat dengan Kali Cibedug dan Dusun Cibedug
Untuk mencapai lokasi tersebut dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu :
Rangkasbitung – Citorek melalui Kec. Cipanas – Ciparasi Kec. Muncang kurang lebih 50 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.
Rangkasbitung – Cikotok – Warungbanten – Citorek Kec. Cibeber melalui Malingping – Bayah sekitar 170 km dan berjalan kaki sekitar 12 km.
Secara umum dilingkungan Situs tersebut beriklim tropis penghujan dengan curah hujan rata – rata 4.000 – 6.000 mm / tahun dengan suhu berkisar 18º Celcius.
Masyarakat Dusun Sibedug Desa Citorek Kec. Cibeber mayoritas beragama Islam, namun adat istiadat yang berhubungan dengan religi dari zaman Pra Islam masih nampak melalui pemujaan berkaitan dengan masalah bercocok tanam.
Dalam kaitannya dengan kepercayaan atau mitos masyarakat sekarang, komplek bangunan di Situs Lebak Sibedug deanggap sebagai suatu bangunan kuno peninggalan nenek moyang yang sangat dikeramatkan, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesuburan dalam bercocok tanam dan pelepasan nadar (permohonan sesuatu).
Terlihat batu-batu menhir tertanam di sekitar Situs Lebak Cibedug Banten
Masyarakat setempat masih memegang teguh memegang adat istiadat yang diwariskan leluhur mereka dan diyakini bahwa arwah leluhur sebagai penghunu alam gaib yang mengendalikan kehidupan. Hal ini terlihat dari tata cara mereka memonon restu kepada leluhur sebelum penanaman padi dilaksanakan agar diberikan hasil panen yang melimpah atau dijauhkan dari hama penyakit.
Pelepasan nadar (permohonan sesuatu) yang berhubungan dengan nasib dan keberuntungan dilakukan oleh masyarakat melalui suatu upacara kecil (selamatan) yang dilaksanakan didalam salah satu halaman komplek bangunan Situs pada bagian susunan kelompok menhir yang diberi pagar dan atap.
Komplek bangunan Situs merupakan salah satu Monumen Tradisi Megalitik (Mega = besar, lithos = batu) dari masa Pra Hindu. Kompek bangunan pemujaan (keagamaan) ini dilihat secara umum berbentuk Punden Berundak (bangunan utama) dengan disertai beberapa menhir dan dolmen dalam pola mengelompok maupun tunggal.
Jenis bahan dasar Situs Lebak Sibedug menggunakan batuan Andesit yang cukup banyak dijumpai disekitar Situs yang terjadi sebagai akibat dari magma yang keluar dari perut bumi ketika terjadinya letusan gunung api yang menghasilkan 3 jenis batuan, yakni :
Krekel Silika (Bom) tersiri dari Obsidian, Opal dan Panitik
Tufa Andesit (debu gunung)
Flow Andesit / Andesit leleh (lahar) yang kemudian menjadi batuan Andesit setelah membeku (batuan beku)
Jalan masuk menuju Situs dari arah Barat melewati Trap (tangga masuk) sebanyak 33 tingkatan, pada bagian pintu masuk terdapat sebuah menhir berukuran besar dalam posisi tegak berdiri dan merupakan menhir yang terbesar dengan ukuran tinggi 235 cm dan berdiameter 336 cm.
Dilihat dari fungsi letak menhir ini, kemungkinan dimaksudkan sebagai penjaga / pelindung dimana bagian dalam Situs dibagi atas 3 bagian, yaitu :
Bagian Depan
Bagian depan bebentuk persegi panjang dengan menggunakan batuan Andesit sebagai bahan utamanya. Penataannya hanya menggunakan 2 lapis susunan batu dengan ukuran panjang 582 cm dengan lebar 395 cm.
Bagian depan ini, terdapat semacam teras yang menyatu dengan ruang utama bagian depan berukuran panjang 105 cm, lebar 104 cm terletak ke Utara sebelah kiri tangga masuk dan dibagian ini pula terdapat menhir roboh.
Bagian Tengah
Antara bagian depan dan bagian tengah dibatasi oleh gundukan tanah memanjang dari Utara ke Selatan dengan ukuran panjang 19,5 m dan tinggi gundukan tanah 1,30 m.
Untuk masuk kebagian ini melewati trap bersusun 3 dengan lebar 140 cm memotong gundukan tanah, sebelah kiri dan kanan bagian atas trap terdapat 2 menhir dalam posisi roboh.
Menhir sebelah kanan trap (tangga) panjangnya 118 cm berdiameter 117 cm dan menhir sebelah kiri trap (tangga) panjangnya 135 cm dan berdiameter 112 cm.
Dalam bagian tengah ini terdapat susunan batuan Andesit berbentuk segi empat dapat dibagi dalam 2 bagian :
Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dipahat membentuk persegi empat, tersusun satu tingkat dengan ukuran panjang 382 cm dan lebar 380 cm.
Merupakan susunan batuan Andesit yang belum dibentuk oleh tangan manusia berbentuk persegi empat panjang, terdiri dari 3 tingkatan dengan ukuran :
Undakan I : Panjang = 1.445 cm ; Lebar = 864 cm
Undakan II : Panjang = 1.157 cm ; Lebar = 597 cm
Undakan III : Panjang = 171 cm ; Lebar = 161 cm
Bagian sisi kiri arah Selatan, terdapat susunan batu berbentu segi empat dimana setiap sisinya terdapat 4 buah menhir. Oleh masyarakat setempat dianggap keramat sehingga atas inisiatif mereka dibuatkan cungkup dan pagar pengaman terutam menhir yang terletak dibagian depan sisi kiri.
Keempat menhir tersebut, 3 diantaranya berbentuk bulat dalam posisi berdiri tegak sedangkan lainnya berbentuk persegi empat dalam posisi miring kearah barat.
Batu-batu menhir di Situs Lebak Cibedug Banten
Bagian Inti
Terletak dibagian belakang kearah Tenggara berbatasan dengan Kali Sibedug tersiri atas 3 bagian, yaitu :
Bagian depan (pelataran) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang dan memiliki 5 undakan. Dibagian kiri terdapat 5 buah menhir, 4 buah dalam posisi berdiri dan satu lainnya dalam posisi roboh.
Dibagian tengah sebelah Barat terdapat trap jalan menuju kepuncak berukuran 180 cm. Undakan berbentuk persegi empat berukuran panjang 11 m dan lebar 33,1 m.
Bagian tengah punden, terdiri dari 5 tingkatan (undak). Jalan menuju kebagian atas bangunan undakan tengah dapat dilalui dari 2 arah yaitu arah Barat dan arah Utara.
Dipuncak bangunan bagian tengah terdapat 3 buah menhir, 2 diantaranya roboh dan 1 berdiri dalam posisi agak miring ke Utara dan dolmen berjumlah 2 buah. 1 buah dolmen terletak ditengah dalam susunan batu yang berbentuk persegi empat panjang dan 1 buah dolmen terletak didepan menhir.
Tiap undakan memiliki :
Undakan I : Panjang = 43,6 m ; Lebar = 33,1 m
Undakan II : Panjang = 41,3 m ; Lebar = 30,8 m
Undakan III : Panjang = 34 m ; Lebar = 28,5 m
Undakan IV : Panjang = 34 m ; Lebar = 23,5 m
Undakan V : Panjang = 10 m ; Lebar = 23,5 m
Bagian atas (inti) merupakan susunan batu Andesit berbentuk persegi panjang memiliki 7 undakan, tiap undakan memiliki ukuran :
Undakan I : Panjang = 18 m ; Lebar = 18,3 m
Undakan II : Panjang = 16,3 m ; Lebar = 15,3 m
Undakan III : Panjang = 14 m ; Lebar = 13 m
Undakan IV : Panjang = 12 m ; Lebar = 11 m
Undakan V : Panjang = 9,5 m ; Lebar = 9 m
Undakan VI : Panjang = 7,4 m ; Lebar = 6,5 m
Undakan VII : Panjang = 5,3 m; Lebar = 4,4 m
Hingga kini belum ada penelitian mendalam atau catatan khusus tentang usia situs Cibedug. Kepercayaan masyarakat sekitar hanya menukilkan jika bebatuan yang banyak berserakan tersebut sebagai peninggalan leluhur sehingga wajib dijaga dan dipelihara.
Apakah pembangunan situs megalitikum Cibedug yang berada di ketinggian 1.050 mdpl mengacu pada situs megalitukum Gunung Padang? Ataukah justru sebaliknya? Yang jelas, ada banyak misteri tentang peradaban masa lalu tanah air yang belum terungkap.
(dem/rmol.co/humaspdg.wordpress/wisatalebak.awardspace/bantenculturetourism.com/icc.wp.com)
Artikel Terkait:
[Always Updated] Ternyata, Indonesia memiliki beberapa Piramida!
Kini Giliran Jawa Timur, Ditemukan Bangunan Mirip Piramida!
Wow!! Ternyata di Indonesia Sudah Ada Beberapa Piramida!
(dem/rmol.co/humaspdg.wordpress/wisatalebak.awardspace/bantenculturetourism.com/icc.wp.com)
Artikel Terkait:
*****
((( IndoCropCircles.wordpress.com )))
Search research : The Indonesian Megaliths
Location : Cilacap region, Central Java Province.
Sub Location : Desa Salebu, Kecamatan Lakbok.
Village : Antara Lakbok dan Majenang.
Coordinate : 7°26’35.4016”S 108°38’49.5337”E
Ada Lagi, Situs Megalith Misterius Mirip “Gunung Padang” Namun Ini di Cilacap!
Lokasi ini juga dikeramatkan warga sekitar. Ada struktur balok-balok batu yang tersusun.
*
Type of research : Geology & ArcheologySearch research : The Indonesian Megaliths
Location : Cilacap region, Central Java Province.
Sub Location : Desa Salebu, Kecamatan Lakbok.
Village : Antara Lakbok dan Majenang.
Coordinate : 7°26’35.4016”S 108°38’49.5337”E
===========================================
Di sebuah pegunungan di Desa Salebu,
Kecamatan Lakbok, Majenang, Cilacap, ditemukan pula sebuah situs kuno
yang juga disebut warga sekitar sebagai Gunung Padang. Situs megalitikum
ini menampilkan struktur balok-balok batu segi empat, segi lima dan
segi enam yang rebah ke arah timur.
Panjang rata-rata balok batu ini tiga
sampai empat meter, tersusun sampai ketinggian 30 meter, lebar 15 meter
dan panjang 20 meter. Di sisi sebelah barat terdapat sebuah makam yang
menurut warga sekitar adalah pembuat situs dan konon masih trah
keturunan Kerajaan Pajajaran.
Di sebelah kiri dan kanan situs ini
terdapat masing-masing gua. Juru kunci situs, Suganda, menyebut, gua
sebelah kanan mengeluarkan wangi harum, sementara yang di sebelah kiri
berbau amis. Gua-gua ini menjadi sasaran pertama atau peziarah
belakangan ini ramai berkunjung.
Untuk menuju ke lokasi situs Gunung
Padang dari Ibukota Kecamatan Majenang butuh waktu empat jam menuju ke
desa terakhir yaitu Desa Cibeunying. Selanjutnya dari desa terahir
menuju ke lokasi situs yang terletak di Desa Salebu harus berjalan kaki
selama satu jam melintasi hutan.
Sementara itu, Hizi Firmansyah, seorang
pemerhati lingkungan dan benda cagar budaya, mengaku sangat prihatin
dengan kondisi situs Gunung Padang. Menurutnya, kondisinya sangat rusak
dan tidak terawat. Hingga saat ini belum pernah ada perhatian dari
pemerintah daerah untuk melakukan perhatian terhadap situs yang memiliki
nilai sejarah yang tinggi ini.
Penyadaran Masyarakat
Sebelum semakin rusak parah, perlu ada
penyadaran terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar situs untuk
melakukan perhatian dan mulai menjaga dan merawat benda bersejarah
tersebut. Selain warga, juga perlu ada campur tangan pemerintah daerah
melalui dinas pariwisata untuk melakukan upaya terhadap benda purbakala
yang jika dikelola dengan baik akan menjadi potensi pariwisata yang
menarik.
Penemuan Gunung Padang di Majenang ini
sendiri sudah sejak beberapa tahun lalu. Harian lokal Jawa Tengah, Suara
Merdeka, menyatakan, situs ini terungkap pada 2008 lalu, di kawasan
yang sebelumnya dianggap keramat oleh warga setempat.
Kini temuan Gunung Padang di Majenang ini jadi hangat lagi diperbincangkan menyusul terungkapnya sejumlah fakta baru mengenai Gunung Padang di Cianjur.
Temuan terbaru dari tim riset yang
dikomandoi Staf Khusus Presiden bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi
Arief, menemukan fakta situs Gunung Padang adalah struktur yang dibuat
manusia menyerupai punden berundak-undak, dengan usia pembangunan
minimal 6.000 tahun yang lalu.
Situs di Gunung Padang, Desa Salebu,
Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, juga berbentuk bebatuan yang tersusun
mendekati bentuk piramida. Namun sayangnya, separuh situs ini sudah
rusak berat oleh akibat alamiah atau pun ulah manusia.
Hizi Firmansah, seorang aktivis pemerhati
situs ini, hingga saat ini, belum ada upaya konservasi terhadap situs
bebatuan ini. Minggu 27 Mei 2012, Hizi menyebutkan terahir tahun 2008
bentuk dari situs ini masih sangat terlihat bagus, namun saat ini
kondisinya telah banyak yang rusak.
Kerusakan terparah terlihat pada bagian
tangga, selain tertutup semak belukar, bagian ini juga sudah tidak
terlihat bentuk aslinya karena telah longsor. Selain itu, sebagian
bebatuan yang panjang juga beberapa sudah patah dan di sekitar lokasi
tidak terlihat patahan bebatuan tersebut.
Meski begitu, kata Hizi, dibandingkan
dengan situs serupa yang ditemukan di Gunung Padang Cianjur, susunan
bebatuan Desa Salebu, Cilacap, ini meski sebagian tertutup tanah,
terlihat menjulang seperti piramida. Terlihat sejumlah bebatuan tersusun
dalam bentuk kuncian yang mengindikasikan rekayasa oleh tangan-tangan
manusia.
Situs megalitikum ini menampilkan
struktur balok-balok batu segi empat, segi lima dan segi enam yang rebah
ke arah timur. Panjang rata-rata balok batu ini tiga sampai empat
meter, tersusun sampai ketinggian 30 meter, lebar 15 meter dan panjang
20 meter. Di sisi sebelah barat terdapat sebuah makam yang menurut warga
sekitar adalah pembuat situs dan konon masih trah keturunan Kerajaan
Padjajaran.
Di sebelah kiri dan kanan situs ini
terdapat masing-masing gua. Juru kunci situs, Suganda, menyebut, gua
sebelah kanan mengeluarkan wangi harum, sementara yang di sebelah kiri
berbau amis. Gua-gua ini menjadi sasaran pertapa atau peziarah
belakangan ini ramai berkunjung. (umi)
*
Perhutani Hibah Lahan Gunung Padang Cilacap
Tanahnya masih dimiliki Perhutani, namun warga disilakan mengelola lahan lokasi situs itu
Untuk melindungi situs bebatuan yang
berbentuk piramida di kawasan Gunung Padang, Desa Salebu, Kecamatan
Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Perhutani mengalokasikan 7 hektare lahan
untuk melindungi kawasan itu.
Menurut Suratman, Asisten Perhutani
Wilayah Kecamatan Majenang, Perhutani menetapkan kawasan itu sebagai
hutan lindung terbatas. Status kawasan tersebut masih dimiliki oleh
Perhutani namun pengelolaannya sepenuhnya diserahkan kepada warga
masyarakat.
Sementara itu, juru kunci Gunung Padang,
Suganda, menyatakan, sejak Perhutani menyerahkan pengelolaan kawasan
hutan di sekitar situs untuk dikelola oleh warga, kawasan tersebut kini
ditumbuhi semak belukar karena tidak terawat. Sebagian warga
memanfaatkan lahan di tepian untuk menanam berbagai macam tanaman.
Meski telah mendapat hak pengelolaan
kawasan hutan yang ada di sekitar situs, namun warga yang tinggal di
kawasan situs tidak dapat berbuat banyak. Selama ini upaya yang
dilakukan warga hanya sebatas menjaga kawasan situs agar tidak dijamah
oleh masyarakat luas yang berakibat pada kerusakan situs yang semakin
parah.
*
Gunung Padang Cilacap Berbentuk Piramida
Saat ini kondisinya rusak parah terutama karena akibat alamiah.
Situs di Gunung Padang, Desa Salebu,
Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, juga berbentuk bebatuan yang tersusun
mendekati bentuk piramida. Namun sayangnya, separuh situs ini sudah
rusak berat oleh akibat alamiah atau pun ulah manusia.
Hingga saat ini belum ada hasil
penelitian yang dapat menjelaskan tentang situs kuno bebatuan yang
tersusun rapi berbentuk piramida ini.
Menurut Suganda, juru kunci situs, ada
cerita rakyat yang berkembang di desa-desa sekitar kawasan situs ini.
Konon, pada zaman kerajaan Padjajaran, Naganingrum, istri pertama Raja
Padjajaran Prabu Kian Santang, pada saat hamil meminta dibangunkan
istana di sebelah timur kerajaan Padjajaran.
Masyarakat sekitar meyakini, tumpukan
batu yang tersusun rapi ini konon yang dipersiapkan untuk membuat
istana. Namun karena anak yang sebelumnya diketahui berjenis kelamin
laki laki pada saat lahir, dibuang dan diganti dengan anak anjing, Prabu
Kian Santang marah dan pembangunan keraton timur dibatalkan.
Warga berharap, ada sebuah penelitian
yang dapat menjelaskan mengenai situs tersebut. Selain untuk mengetahui
sejarah, situs bebatuan kuno yang berbentuk piramida ini juga sangat
indah dan berpotensi sebagai sebuah kawasan cagar budaya yang dapat
dijadikan tujuan wisata.
*
Keanehan di “Piramida” Gunung Padang Cilacap
Ada batu yang formasinya mirip tumpukan permainan tetris.
Tumpukan batu mirip piramida atau punden
berundak itu berada di pelosok kawasan pegunungan Desa Salebu, Kecamatan
Majenang, Cilacap, Jawa Tengah. Entah berapa lama ia teronggok di sana,
bisa ratusan atau mungkin ribuan tahun.
Masyarakat sekitar menyebutnya sebagai
Gunung Padang, menjadikannya tempat keramat untuk ritual tertentu.
Keberadaannya baru terkuak pada khalayak luas lewat media massa tahun
2008 lalu.
Tak mudah untuk mencapai lokasi Gunung
Padang. Butuh waktu empat jam dari Desa Salebu, menyusuri hutan pinus
melewati sungai kecil Cikahuripan. Lalu masuk lagi ke hutan lindung,
menempuh perjalanan di jalan sempit, menerobos semak belukar. Hingga
sampai di sebuah mata air.
Di sana, pengunjung diminta melakukan
ritual, berwudhu dan mengumandangkan adzan. Perjalanan dilanjutkan
dengan menyusuri tebing menuju ke arah tumpukan batu menjulang.
Di pintu gerbang, ritual kedua dilakukan.
Juru kunci melemparkan sejumlah koin ke bebatuan. Sudah banyak recehan
berserakan di sana. Suganda, nama juru kunci itu, lalu membakar
kemenyan, komat-kamit mengucap mantera.
Lalu, ia mengambil sebuah tongkat kecil, sepanjang tangan orang dewasa. Pria paro baya
itu, menusukkannya ke batuan. Yang aneh, tongkat itu terlihat lebih
panjang. “Ini pertanda kunjungan ke situs direstui,” kata Ganda kepada VIVAnews.
Dia menjelaskan, sudah lama warga sekitar
mengkeramatkan tumpukan batu itu. Konon, cerita yang beredar, batu-batu
itu adalah bahan bangunan untuk mendirikan keraton Kerajaan Padjajaran
yang urung didirikan. Di sebelah kiri dan kanan situs ini terdapat gua.
Kata Suanda, sebelah kanan mengeluarkan wangi harum, sementara yang di
sebelah kiri bau amis.
Pemerhati budaya asal Majenang, Hizi
Firmansyah mengatakan, 30 persen situs telah rusak. Padahal tahun 2008
lalu ia masih terlihat kokoh.
Yang tak kalah unik dari Gunung Padang
Cilacap adalah batuan pembentuknya. Balok-balok batu granit yang
terpahat rapi disusun teratur, rebah memajang ke arah timur. Ada batu
segi empat, segi lima, dan segi enam.
Rata-rata satu balok memiliki panjang 3
sampai 4 meter, setinggi 30 meter. Sebagian struktur tertimbun tanah.
Pembuatnya, entah siapa, dipastikan menguasai teknologi maju. Salah satu
buktinya, teknik kuncian batu yang bentuknya mirip formasi tetris.
Yang jadi pertanyaan besar adalah,
bagaimanakah nenek moyang kita bisa membentuk dan menata batu-batu rapi
itu di atas gunung yang dikelilingi hutan belantara.
Ahli geologi akan meneliti
Kini, setelah media ramai memberitakan struktur batu aneh di Gunung Padang Cilacap, ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Muhammad Aziz berniat memeriksa batuan yang ada di sana.
Kini, setelah media ramai memberitakan struktur batu aneh di Gunung Padang Cilacap, ahli geologi dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Muhammad Aziz berniat memeriksa batuan yang ada di sana.
Harus dibuktikan secara ilmiah, apakah ia
merupakan manifestasi dari sebuah proses alamiah atau memang batuan
tersebut terbentuk karena sebuah proses kreatifitas manusia pada zaman
dahulu.
Salah satu metode yang akan dilakukan
yaitu dengan menelaah lokasinya pada peta geologi. Untuk mengetahui
apakah di sana berpotensi muncul struktur batuan secara alamiah.
Jika diketahui, batuan yang ada tidak
sama dengan potensi jenis batuan yang terdapat di peta geologi, maka
kemungkinan batuan tersebut merupakan buatan manusia.
Tak hanya secara geologi, juga butuh
kajian disiplin ilmu lain, yakni arkeologi dan sejarah untuk
memastikan, apakah Gunung Padang Cilacap adalah situs sejarah, atau
mungkin layak disebut situs purbakala. Juga untuk menentukan usia batuan
itu. (umi/ren/vivanews)
Video:
Ini Dia!! Megalith “Gunung Padang” Jabar, “Stone Henge” Versi Indonesia (Gunung Padang – PART 1)
Misteri Batu Megalith “Gunung Padang” di Jawa Barat, “Stone Henge” Versi Indonesia (Gunung Padang – PART 1)
“Situs
Gunung Padang, situs prasejarah megalitik yang menurut beberapa sumber
merupakan situs megalitik terbesar di Asia Tenggara, terletak di
Kabupaten Cianjur, ternyata sarat makna yang melibatkan faktor geologi,
arkeologi, religiusitas, dan astronomi yang dibangun dalam harmoni bumi
dan langit.”
*
Type of research : Geology & ArcheologySearch research : The Indonesian Megaliths
Location : Cianjur regent, West Java Province.
Sub Location : Karyamukti village, Campaka sub-district.
Village : between Gunungpadang backwoods & Panggulan.
Coordinate : 6°59’36.9035”S – 107°3’22.6264”E
To use English or other languages, chose and click on the Right Sidebar
===========================================
Mount Padang West Java, Terrace Pyramid from Ancient Megalith Era!
Kalau Inggris punya Stone Henge, Perancis punya batu batu Carnac, Laos punya batu batu Guci dan Mikronesia punya Nan Madol, maka Indonesia juga punya situs megalitikum Gunung Padang, yang berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.
Wilayah ini bukan berada di Sumatera Barat namun ada di Jawa Barat. Dinamakan Gunung Padang, berdasarkan kata “padang” berasal dari beberapa suku kata, yaitu :
- Pa = Tempat
- Da = Besar/gede/agung/raya
- Hyang =Eyang/moyang/biyang/leluhur agung
- Da = Besar/gede/agung/raya
- Hyang =Eyang/moyang/biyang/leluhur agung
Jadi arti kata “Padang” itu adalah Tempat Agung para Leluhur atau boleh jadi maknanya Tempat para Leluhur Agung.
Situs Megalitikum Gunung Padang diperkirakan dibangun pada 2000 SM atau sekitar 2.800 tahun sebelum Candi Borobudur dibangun.
Situs Gunung Padang terletak di puncak
sebuah bukit, untuk mencapainya dari dasar, pengunjung harus meniti
tangga curam setinggi -+ 95 meter terbuat dari tiang-tiang batuan
andesit sebanyak hampir 400 anak tangga.
Luas kompleks “bangunan” kurang lebih 900
m². Penduduk setempat mengaitkannya dengan Prabu Siliwangi, meskipun
sebenarnya situs tersebut jauh lebih tua dari buyutnya Siliwangi itu
sendiri.
Situs Gunung Padang merupakan Punden
Berundak yang tidak simetris, berbeda dengan punden berundak simetris
seperti Borobudur, juga berbeda dengan punden berundak simetris lainnya
yang ditemukan di Jawa Barat seperti situs Lebak Sibedug di Banten
Selatan.
Sebuah punden berundak tidak simetris
menunjukkan bahwa pembangunan punden ini mementingkan satu arah saja ke
mana bangunan ini menghadap.
Lokasi situs Gunung Padang berada di
titik 06°59,522′ LS dan 107°03,363 BT. Situs Gunung Padang terdiri atas
lima teras (tingkatan). Dasar situs terdapat di ketinggian 894 m dpl,
data setiap teras adalah sebagai berikut:
1. Teras pertama (1st terrace) berada pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
2. Teras kedua (2nd terrace) berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 337° UT,
3. Teras ketiga (3rd terrace) berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
4. Teras keempat (4th terrace) berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 330° UT,
5. Teras kelima (5th terrace) berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 345° UT.
2. Teras kedua (2nd terrace) berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 337° UT,
3. Teras ketiga (3rd terrace) berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
4. Teras keempat (4th terrace) berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 330° UT,
5. Teras kelima (5th terrace) berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 345° UT.
Untuk lebih jelasnya mengenai teras-teras
tersebut, anda bisa membaca dibagian bawah artikel tentang kelima
teras-teras di Gunung Padang Cianjur tersebut.
Berdasarkan data di atas, tinggi punden
berundak situs Gunung Padang adalah 95 meter dengan arah utama teras
menuju utara baratlaut dengan rata-rata azimut 336,40 ° UT.
Seluruh teras situs Gunung Padang ini
mengarah kepada Gunung Gede (2950 m dpl) yang terletak sejauh sekitar 25
km dari situs ini.
Bahan bangunan pembuat situs adalah
batu-batu besar andesit, andesit basaltik, dan basal berbentuk
tiang-tiang dengan panjang dominan sekitar satu meter berdiameter
dominan 20 cm.
Tiang-tiang batuan ini mempunyai
sisi-sisi membentuk segibanyak dengan bentuk dominan membentuk tiang
batu empat sisi (tetragon) atau lima sisi (pentagon).
Setiap teras mempunyai pola-pola bangunan
batu yang berbeda-beda yang ditujukan untuk berbagai fungsi. Teras
pertama merupakan teras terluas dengan jumlah batuan paling banyak,
teras kedua berkurang jumlah batunya, teras ke-3 sampai ke-5 merupakan
teras-teras yang jumlah batuannya tidak banyak.
Situs Gunung Padang pertama kali
dilaporkan keberadaannya oleh peneliti kepurbakalaan zaman Belanda: N.J.
Krom. Laporan pertama tentang Gunung Padang muncul dalam laporan
tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun 1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie).
N.J. Krom tidak melakukan penelitian
mendalam atasnya, hanya menyebutkan bahwa situs ini diperkirakannya
sebagai sebuah kuburan purbakala. Situs ini kemudian dilaporkan kembali
keberadaannya pada tahun 1979 oleh penduduk setempat kepada pemilik
kebudayaan dari pemerintah daerah.
Pada waktu itu, situs megalith ini dikenal oleh penduduk dengan nama “Goenoeng Manik Lampengan“.
Sejak itu, situs ini telah diteliti cukup
mendalam secara arkeologi meskipun masih menyisakan berbagai
kontroversi. Para ahli arkeologi sepakat bahwa situs ini bukan merupakan
sebuah kuburan seperti dinyatakan oleh Krom (1914), tetapi merupakan
sebuah tempat pemujaan.
Pengamatan di lapangan; pengukuran
posisi, ketinggian dan azimut setiap teras, pengolahan data posisi situs
menggunakan program astronomi (arkeoastronomi), memperhatikan semua
keterangan para interpreter serta diskusi-diskusi para ahli telah
membawa kepada sebuah kesimpulan yang pada intinya adalah bahwa situs
megalitikum Gunung Padang adalah sebuah situs megalitikum prasejarah
yang dibangun untuk keperluan penyembahan dan dibangun pada posisi yang
telah memperhatikan geomantik dan astromantik.
Tentang umurnya, ada yang berpendapat
bahwa situs ini dibangun pada masa Prabu Siliwangi dari Kerajaan Sunda
sekitar abad ke-15 karena ditemukan guratan senjata kujang dan ukiran
tapak harimau pada dua bilah batu.
Tetapi para ahli arkeologi berpendapat
bahwa situs ini umurnya adalah 1500 tahun sebelum Masehi (SM) bahkan
mungkin lebih dari 5000 tahun sebelum masehi, berdasarkan bentuk
monumental megalit dan catatan perjalanan seorang bangsawan dari
Kerajaan Sunda, Bujangga Manik, yang semasa dengan Prabu Siliwangi,
menulis bahwa situs ini sudah ada sebelum Kerajaan Sunda.
Dan, tidak mungkin Bujangga Manik tidak
tahu kalau situs ini dibangun oleh Kerajaan Sunda sebab ia pun seorang
bangsawan dari Kerajaan Sunda. Tidak ditemukannya artefak berupa
manik-manik atau peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur situs
ini. Kebanyakan artefak megalitik di Indonesia dan Asia Tenggara
ditemukan pada saat Kebudayaan Dongson (500 SM) berlangsung (Sukmono, 1977, 1990).
Situs megalitikum Gunung Padang telah
dibangun dalam harmoni geologi sebab ia dibangun dengan memanfaatkan
sebuah bukit punggungan/ puncak lava andesit basaltik dan lava basaltik
berumur Pliosen (2,1 juta tahun, lihat peta geologi lembar
Cianjur – dipetakan oleh Mang Okim, 1973, direvisi 2003 dan lembar
Sindangbarang) yang terbuat dari tiang-tiang batuan andesit dan basal
yang telah terlepas secara alami karena retakan oleh pendinginan lava
(kekar tiang, columnar jointing). Batu-batu tiang ini kemudian ditambang oleh manusia pada zaman itu untuk membangun punden berundak-undak.
Situs megalitikum Gunung Padang telah dibangun dalam harmoni geomantik untuk tujuan religiositas
berupa penyembahan Sang Hyang atau sang penguasa alam saat yang oleh
manusia pada masa itu diyakini bermukim di puncak Gunung Gede.
Gunung dalam kosmologi agama purba Jawa
adalah personifikasi pemberi dan pengambil (Magnis-Suseno, 2006). Ia
pemberi kesuburan tanah yang menumbuhkan tanaman untuk dimakan, tetapi
ia juga adalah sang pengambil yang letusannya bisa membinasakan siapa
saja. Maka gunung harus disembah agar ia tak marah dan selalu memberi
berkah.
Bahwa situs ini dipakai untuk tempat
penyembahan dengan orientasi sang penguasa Gunung Gede dibuktikan oleh
kelima teras situs ini dari yang paling rendah (teras 1) sampai yang
paling tinggi (teras 5) selalu diarahkan ke Gunung Gede yang posisinya
berada pada arah azimut rata-rata 336,40 ° UT.
Pembangunan situs ini juga, terutama di
teras 1 telah cukup memperhatikan masalah kelabilan area ini yaitu
dengan cara menyusun tiang-tiang batu secara mendatar dan saling
menumpuk untuk penguatan.
Dalam hubungannya dengan penyembahan,
situs ini pun dapat dibangun untuk maksud agar manusia dijauhkan dari
bencana gempa atau gunung api yang memang sumber-sumbernya tidak jauh
dari Gunung Padang.
Di teras 2 terdapat dua menhir dan satu
dolmen kecil yang kelihatannya dipakai untuk duduk, dan itu tepat
mengarah ke puncak Gunung Gede. Arah azimut rata-rata ini pun membentuk
kelurusan dengan semua bukit/gunung yang ada di sekitar Gunung Padang
yaitu : Pasir Pogor, Gunung Kancana, Gunung Gede, Gunung Pangrango.
Situs Gunung Padang pun secara geologi berada pada area yang secara kegempaan cukup aktif, yaitu tidak jauh dari Sesar Cimandiri. Sesar Cimandiri adalah sesar besar yang memanjang dari Teluk Pelabuhanratu sampai sekitar Padalarang.
Bila ada pengaktifan gaya geologi di
sekitar Teluk Pelabuhanratu atau Jawa Barat Selatan, maka sesar ini
sering menjadi media penerus gaya goncangan gempa. Beberapa menhir yang
terguling dan patah di area situs ini diperkirakan diakibatkan gempa.
Tidak seperti banyak situs megalitikum
lainnya (seperti Piramida, Stonehenge, Machu Picchu) yang dibangun untuk
menyembah atau mengindahkan (dewa) Matahari, situs Gunung Padang
dibangun untuk diorientasikan seluruhnya kepada Gunung Gede.
Ini nampak dari pola bangunan punden
berundaknya yang asimetris, tidak dibangun simetris ke semua sisi
seperti Candi Borrobudur, tetapi hanya ke satu sisi, yaitu Gunung Gede.
Dengan demikian, Gunung Gede menempati posisi geomantik yang sangat kuat
bagi situs Gunung Padang.
Yang unik dari situs megalitik Gunung
Padang adalah ditemukannya bilah-bilah batuan yang diperuntukkan sebagai
alat musik. Ini adalah penemuan pertama di Indonesia.
Dahlan dan Situngkir (2008) dari Bandung
Fe Institute berbekal alat perekam dan analisis Fourier transform pernah
meneliti musikologi situs ini dan menyimpulkan bahwa terdapat tiga
bilah batu yang bisa mengeluarjan nada musik dengan dentingan (pitch)
berfrekuensi dari 2600-5200 kHz selaras dengan nada-nada f”’, g”’, d”’,
a”’.
Jika batu basal kecil dipukul-pukulkan ke
alat musik batu ini, maka akan terdengar dentingan yang tinggi dan
teratur dari batu ini. Dapat dibayangkan bahwa manusia pada zaman dahulu
ini melakukan penyembahan dengan iringan musik-musik batu. Menurut
cerita, konon penduduk kampung di bawah situs ini masih suka
mendengarkan riuh musik dari bukit ini pada malam-malam tertentu.
Secara astronomis, situs Gunung Padang
pun mempunyai harmoni dalam naungan bintang-bintang di langit. Analisis
astronomi menggunakan program ‘planetarium’ menunjukkan bahwa
posisi situs ini pada pada masa prasejarah (pemrograman dilacak sampai
ke tahun 100 M) berada tepat di bawah bagian tengah lintasan padat
bintang di langit berupa jalur Galaksi Bima Sakti.
Dan, lokasi situs Gunung Padang pun di
sisi atas dan bawah kaki langitnya masing-masing ‘dikawal’ oleh dua rasi
yang merupakan penguasa dunia bawah (Bumi) yaitu rasi Serpens (ular) dan dunia atas (Langit) yaitu rasi Aquila (elang). Secara kosmologis, para pembangun situs ini telah memperhatikan tata langit di atasnya.
Bila situs ini benar dibangun pada masa
prasejarah, pembangunannya adalah ras Austronesia yang merupakan
pendatang pertama di Indonesia. Mereka melintasi Nusantara dari tanah
asalnya dengan cara berlayar, dan penguasaan ilmu perbintangan/falak
adalah salah satu hal mutlak dalam pelayaran antarpulau. Mungkin juga
bahwa situs ini digunakan untuk menjadi tempat pengamatan bintang pada
masa lalu.
Situs Gunung Padang ini adalah situs
prasejarah megalitik yang menurut beberapa sumber merupakan situs
megalitik terbesar di Asia Tenggara, bahkan di Asia – Pasifik!
Tak disangka situs yang terletak di
Kabupaten Cianjur, ternyata sarat makna yang melibatkan faktor geologi,
arkeologi, religiusitas, dan astronomi yang dibangun dalam harmoni bumi
dan langit.
Begitu hebatnya nenek moyang bangsa
Indonesia dimasa lalu hingga situs berharga ini bagaikan dunia yang
hilang lalu ditemukan dan kini mulai diselidiki.
Lebih Dekat Dengan Lima Teras di Gunung Padang Cianjur.
Puncak Situs Megalitikum Gunung Padang di
kabupaten Cianjur, Jawa Barat memiliki 5 teras. Masing-masing teras
memiliki susunan menhir rapi dari batuan andesit yang berbobot ratusan
kilogram.
Bagaimana gambaran detil masing-masing
teras di situs yang diduga piramida yang lebih tua daripada piramida di
Mesir ini? Mari kita melihat tiap teras situs seluas 4.000 meter persegi
yang berada di ketinggian 885 mdpl itu.
Berikut kelima teras yang ada di Gunung Padang tersebut:
Teras 5 (5th terrace)
Di teras tertinggi ini
terdapat begitu banyak susunan batuan andesit. Ada satu susunan batu
yang berbentuk kotak. Di dalam kotak terlihat batuan tersusun tidur
menyerupai teras. Sementara tiap sisi dikelilingi menhir. Belum
diketahui apa fungsi susunan batu tersebut untuk manusia periode
megalitikum saat itu.
Menurut Zaenudin (30),
salah seorang arkeolog dari Universitas Indonesia (UI), saat ditemui
detikcom di lokasi, ruangan kotak tersebut biasa digunakan untuk
pandaringan (tempat istirahat). Terdapat tapak bulat untuk sandaran
kepala yang menghadap ke utara ke arah Gunung Gede.
Teras 4 (4th terrace)
Di teras ini terdapat
ruang kotak yang dikelilingi menhir. Posisi ruang tersebut berada di
bagian timur situs. Di bagian tengah ruang terdapat menhir. Para penjaga
situs menyebutnya sebagai ‘batu gendong’.
“Barang siapa yang
mampu mengangkat batu itu, permohonannya akan terkabul,” ucap Dadi (50),
salah satu penjaga situs yang sudah bekerja selama hampir 11 tahun.
Teras 3 (3rd terrace)
Teras ini pun serupa
dengan teras 4. Terdapat ruang kotak yang dikelilingi menhir di tiap
sisinya. Letaknya pun sama, berada di bagian timur situs. Sementara
batuan lain yang berada di teras ini tidak jelas bentuknya, sebagian
berdiri tegak sebagian lagi melintang.
Teras 2 (2nd terrace)
Di tingkat situs
megalitikum ini terlihat jumlah menhir yang ada lebih banyak dari
puncak. Namun tidak terlihat bentuk ruang kotak seperti yang ditemukan
di teras 3, 4, dan 5.
Ada yang menarik, salah
satu batu terdapat guratan menyerupai kujang. Menurut arkeolog UI yang
meneliti gunung Padang ini, Ali Akbar, guratan tersebut merupakan murni
bagian dari proses alam dan bukan karya tangan manusia.
Di teras ini pun
terdapat batu duduk yang menghadap ke utara. Kursi batu itu juga
memiliki sandaran, namun sandaran kursi batu tersebut sekarang condong
ke belakang. “Akibat pohon yang ditebang, jadinya condong ke belakang,”
kata Zaenudin.
Teras 1 (1st terrace)
Inilah teras yang biasa disebut teras penyambutan setelah pengunjung bersusah payah menaiki anak tangga berjumlah 300-an.
Di bagian ini terdapat
gundukan menhir, di sebelah timur terdapat batu gong dan batu gamelan.
Disebut demikian karena batuan ini berbeda dengan batuan yang ada,
keduanya mengeluarkan nada bila dipukul dengan batu ukuran sekepal. Yang
pasti, nada yang dikeluarkan bukan do re mi fa so la si do.
Tidak
jauh dari dua batu bernada, terdapat ruang kotak. Saat pengunjung
berhasil menapaki teras pertama, serasa diarahkan masuk ke ruang
berbentuk kotak yang tiap sisinya tersusun menhir.
Terdapat gerbang masuk dan keluar yang tidak jauh dari batu gong dan gamelan.
“Katanya ruangan itu untuk penyambutan mereka yang naik ke sini. Sambil sesaji ada alunan musiknya,” terang Zaenudin.
Sementara gundukan menhir, lanjut Zaenudin, biasa disebut gunung masjid. “Karena diperkirakan ibadahnya dulu di sini,” ujarnya.
Untuk menaiki tiap teras, terdapat
tangga-tangga yang terbuat dari susunan batu. Dari teras pertama ke
teras dua akan disambut oleh gundukan menhir.
“Dulu gunungan ini bisa dibilang paling
tinggi dan paling sakral, sehingga orang yang naik ke teras dua harus
berbelok dan tidak menginjak gunungan itu,” ujar Zaenudin.
Susunan menhir ini, memang langsung
berhadapan ke Gunung Gede. Ini berbeda dengan teras lainnya yang
terhalang ketika menghadap ke utara. (geologi.iagi.or.id/kaskus.us/detiknews/icc.wp.com)
VIDEO’s:
Jelajah Gunung Padang
Misteri Gunung Padang
Gunung Padang – Sejarah atau Prasejarah?
SITUS MEGALITIK GUNUNG PADANG, KAB. CIANJUR, JAWA BARAT
Largest megalithic site in Asia Pacific
Artikel Terkait Gunung Padang Cianjur:
Type of research : Geology & Archeology
Search research : The Indonesian Megaliths
Location : Cianjur region, West Java Province.
Sub Location : Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka.
Village : Antara Dusun Gunungpadang & Panggulan.
Coordinate : 6°59’36.9035”S – 107°3’22.6264”E
Penemuan Makam Tua di Gunung Padang Mentahkan Klaim Peneliti Belanda
Hah?? Situs Gunung Padang Cianjur Berusia 109 Abad Sebelum Masehi? (Gunung Padang – PART 2)
Wow!! Situs Gunung Padang Cianjur Berusia 109 Abad Sebelum Masehi, Alias 10.900 Tahun Sebelum Masehi!! (Gunung Padang – PART 2)
Para
peneliti melakukan pengeboran situs megalitikum Gunung Padang yang
terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Hasilnya, usia situs Gunung
Padang itu sekitar 109 abad alias 10.900 tahun Sebelum Masehi (SM). Wow!
Type of research : Geology & Archeology
Search research : The Indonesian Megaliths
Location : Cianjur region, West Java Province.
Sub Location : Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka.
Village : Antara Dusun Gunungpadang & Panggulan.
Coordinate : 6°59’36.9035”S – 107°3’22.6264”E
Tim Bencana Katastropik Purba yang
dibentuk Kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana,
akhirnya melakukan pengeboran situs megalitikum Gunung Padang yang
terletak di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Hasilnya, usia situs Gunung Padang itu sekitar 109 abad alias 10.900 tahun Sebelum Masehi (SM). Wow, gila!! Ini adalah bukti begitu sudah majunya peradaban nenek moyang Indonesia pada saat itu dibanding lainnya!!
Hasil itu ditemukan setelah Tim
Katastropik Purba melakukan pengeboran di sekitar situs. Rencana
pengeboran tersebut sebelumnya dipaparkan di depan ratusan pecinta
kepurbakalaan di Jakarta, 7 Februari 2012 lalu di depan ilmuwan dari 5
benua serta puluhan anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI),
demikian disampaikan Tim Katastropik Purba dari Stafsus Presiden Bidang
Bantuan Sosial dan Bencana dalam rilisnya.
Ada 2 titik pengeboran dalam situs itu. Bor 1 terletak di ujung selatan Teras 2, bor 2 di samping selatan Teras.
Hasilnya, pada lubang bor 1, dari
permukaan sampai kedalaman kira-kira 3 meter terdapat perlapisan susunan
kolom andesit 10-40 cm (yang dibaringkan) diselingi lapisan tanah.
Sewaktu menembus 3 m Tim Katastropik Purba mendapat surprise karena
tiba-tiba drilling loss circulation dan bor terjepit.
Yang dijumpai adalah lapisan pasir-kerakal Sungai (epiklastik) yang berbutir very well rounded setebal sekitar 1 meter. Rupanya bidang tegas yang terlihat pada Ground Penetrating Radar
(GPR) itu di kedalaman 3-5 meter di semua Teras adalah batas dengan
permukaan hamparan pasir ini. Menurut salah satu anggota Tim Katastropik
Purba, Dr Pon Purajatnika yang ahli arsitek, boleh jadi hamparan pasir
ini dimaksudkan sebagai peredam guncangan gempa.
Bagian di bawah kedalaman 4 meter yang
ditembus bor ditemukan berupa selang seling antara lapisan kolom andesit
yang ditata dan lapisan tanah-lanau. Lapisan kolom andesit yang ditata
itu sebagian ditata horizontal dan sebagian lagi miring. Hal tersebut
sesuai dengan survei GPR yang memperlihatkan bahwa perlapisan ada yang horizontal dan ada yang miring.
Baru pada kedalaman sekitar 19 meter bor menembus tubuh andesit yang kelihatannya massif tapi penuh dengan fractures
sampai kedalaman sekitar 25 meter, sesuai dengan penampang geolistrik
bahwa kelihatannya bor sudah menembus lapisan merah yang terpancung itu.
“Banyak ditemukan serpihan karbon, di
antaranya ditemukan di kedalaman sekitar 18 meter yang lebih menguatkan
bahwa lapisan batuan dan tanah yang ditembus bukan endapan gunung api
alamiah tapi struktur bangunan,” ujar anggota Tim Katastropik Purba Dr
Boediarto Ontowirjo yang juga periset di Badan Penelitian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) ini.
Hasil bor 2, yang dilakukan persis di
sebelah selatan Teras 5 menembus tanah, yang seperti tanah urukan sampai
kedalaman sekitar 7 meter. Kemudian ketemu batuan andesit keras. Di
kedalaman 8 meter terjadi hal mengejutkan.
Total loss, 40% air di drum
langsung tersedot habis. Hal ini berlangsung sampai kedalaman 10 meter.
Kelihatannya bor menembus rongga yang diisi pasir (kering) yang luar
biasa keseragamannya seperti hasil ayakan manusia.
Di bawahnya ketemu lagi dua rongga yang
juga terisi pasir ‘ayakan’ itu diselingi oleh ‘tembok’ andesit yang
sepertinya lapuk. Pemboran berhenti di kedalaman 15 meter.
Kemudian Tim Katastropik Purba mengambil
sampel tanah dari 2 titik pengeboran, masing-masing titik diambil 16
sampel. Sampel ini kemudian diuji menggunakan radioisotop carbon C14 untuk mengetahui usianya (carbon dating).
Tim Katastropik untuk menguji umur sisa arang,tumbuhan organik paleosoil dengan carbon dating dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC).
Hasilnya sebagai berikut:
1. Sampel pertama diambil dari Teras 2 (titik bor 1) dengan kedalaman -3.5 meter dari permukaan tanah, hasilnya: 5.500 tahun plus minus 130 Before Present (Sebelum Masehi/SM, red) (pMC= 51,40 +/-0,54)
1. Sampel pertama diambil dari Teras 2 (titik bor 1) dengan kedalaman -3.5 meter dari permukaan tanah, hasilnya: 5.500 tahun plus minus 130 Before Present (Sebelum Masehi/SM, red) (pMC= 51,40 +/-0,54)
2. Adapun HASIL TERBARU sampel kedua
diambil dari Teras 5 (titik bor 2) dengan kedalaman -8,1 meter sampai
-10,1 meter dari permukaan tanah, hasilnya: 11.060 tahun plus minus 140
tahun Before Present (Sebelum Masehi/SM, red) (pMC= 26,24 +/- 0,40)
“Kalau dikonversikan ke umur kalender setara dengan 10 ribu SM,” tutur Boediarto.
Catatan:
pMC = percentage Measured Carbon
Persentasi unsur carbon C yang tersisa dari proses peluruhan tanah purba paleo soil. Unsur carbon akan mulai meluruh begitu tumbuhan, hewan mati tertimbun tanah/batu.
Untuk meluruh setengahnya, pMC = 50% diperlukan waktu 5.730 tahun.
pMC = percentage Measured Carbon
Persentasi unsur carbon C yang tersisa dari proses peluruhan tanah purba paleo soil. Unsur carbon akan mulai meluruh begitu tumbuhan, hewan mati tertimbun tanah/batu.
Untuk meluruh setengahnya, pMC = 50% diperlukan waktu 5.730 tahun.
Wow!! Ternyata hebat khan nenek moyang kita!!??!! ^_^
(Sumber: kaskus/detiknews/vivanews/ahmadsamantho.wordpress/icc.wp.com)
Gunung Padang Megalithic Site, Indonesia – 20,000 Years Old! (English) Lima Makam Tua Ditemukan di Situs Gunung Padang (Gunung Padang – PART 3)
Lima Makam Tua Ditemukan di Situs Gunung Padang Cianjur (Gunung Padang – PART 3)
Makam tersebut tidak ada kaitan langsung dengan pembangunan situs
http://indocropcircles.wordpress.com/2013/01/05/lima-makam-tua-ditemukan-di-situs-gunung-padang/
Beberapa makam tua ditemukan di situs
kuno Gunung Padang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penemuan ini
menguatkan dugaan bahwa di sekitar Gunung Padang memang menyimpan banyak
situs sejarah.
Arkeolog Universitas Indonesia (UI), Ali
Akbar, mengungkapkan terdapat lima makam yang ditemukan di teras kelima
situs Gunung padang. “Yang sudah terbaca baru dua makam saja. Satu makam
dengan dua nisan,” ujar Ali Akbar saat dihubungi VIVAnews, Jumat 4
Januari 2013.
Ia mengatakan satu nisan terbaca dengan
nama Hadi Winata usia 68 tahun dan meninggal 1947. Dengan demikian, Hadi
kelahiran 1879. Satu nisan lagi, beraksara Arab yang terbaca dengan
nama Prabu dengan tahun tertera 1356 H.
“Kedua nisan ini dalam satu makam, satu
di bagian kepala dan satunya lagi di kaki,” tambahnya. Satu nisan lagi,
tambahnya, kemungkinan lebih tua dari dua nisan tersebut karena hanya
berbentuk batu lonjong tanpa ada aksara penanda.
“Di daerah lain, kalau pemakaman hanya
menaruh batu dan tidak ada tulisannya itu termasuk generasi awal,
sekitar tahun 700 M,” tambahnya.
Ia sendiri belum memastikan sejauh apa
hubungan makam tersebut dengan situs Gunung Padang. Ali Akbar menduga
makam tersebut milik masyarakat sekitar.
“Belum ditemukan hubungannnya. Makam ini
sama halnya dengan penemuan makam di atas bentang kuno zaman dahulu yang
telah terkubur lama,” ujarnya.
Melihat ciri-ciri makam tersebut, ia
berpendapat bahwa makam tersebut tidak ada kaitan langsung dengan
pembangunan situs, karena berdasarkan uji karbon usia situs Gunung
Padang sangat tua.
Sedangkan untuk kategori masyarakat yang
terkait dengan makam tersebut, Ali belum dapat memastikan. Tapi ia
memperkirakan, saat itu, masyarakat di sekitar situs Gunung Padang hanya
sedikit saja, tidak berupa pemukiman besar.
“Ada kemungkinan makam itu adalah milik
keluarga atau sekelompok orang yang bertugas menjaga situs, karena cuma
lima atau berapa saja,” ujarnya.
Kelima makam terletak dalam teras kelima
situs Gunung Padang dalam bidang tanah 10×10 meter. Jarak antarmakam dua
sampai tiga meter.
Lima makam yang ditemukan di situs
megalitikum Gunung Padang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat ini bisa
membantah klaim sebelumnya dari arkeolog Belanda, N.J. Krom.
Berdasarkan suatu catatan sejarah, Krom
menemukan situs Gunung Padang pada 1914 dan diklaim sebagai orang yang
pertama kali yang menemukan situs tersebut. Kini sudah ada bukti bahwa
klaim itu bisa dibantah.
“Buktinya jelas, ada orang tinggal di
situ sebelum NJ Krom menemukannya. Tulisan nisannya jelas, tanggal
2-11-1947, usia 68 tahun,” ujar Ali Akbar, arkeolog Universitas
Indonesia saat dihubungi VIVAnews pada Jumat 4 Januari 2013.
Temuan makam ini juga menandakan di
sekitar situs Gunung Padang masih menyimpan banyak peninggalan kuno.
“Ini akhirnya membuka kesempatan bahwa masih banyak hal yang belum
terungkap di situs Gunung Padang,” katanya.
Ia mengatakan sepanjang ini sepanjang ini
penelitian dilakukan di teras situs Gunung Padang yang memanjang dari
utara sampai selatan. Sementara untuk wilayah timur dan barat, jarang
dilakukan penelitian.
“Di timur ketemu banyak, yang barat daya malah ada makam ini. banyak hal yang bisa terungkap,” tambahnya.
Atas temuan ini, Ali beserta peneliti
lain akan menindaklanjuti penelitian seputar makam tersebut. Namun ia
mengatakan tidak akan membongkar makam tersebut.
“Dengan adanya temuan ini, akan dilakukan riset lagi secara intensif,” ujarnya. (vivanews/eh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar