Kekeliruan Salafi Wahabi
Posted on Februari 12, 2012 by Admin
http://kabarislam.wordpress.com/2012/02/12/beberapa-kekeliruan-salafi-wahabi/
Video ini menceritakan sikap Al-Azhar Mesir, melalui Syaikh
Dr. Ahmad Karimah, yang menolak paham Wahaby yang sekarang bernama
Salafy:
احمد كريمة يفتح النار على السلفية ويصفهم بالوهابيه
Bagi pengikut aliran Salafi Wahabi
mungkin mereka merasa aliran tersebut sangat baik karena memurnikan
Tauhid, membersihkan bid’ah, dan menganut Islam sesuai ajaran Al Qur’an
dan Hadits.
Namun kenapa banyak tentangan dari ummat
Islam lainnya? Menghadapi hal itu, para Syekh Wahabi menuding itu adalah
ulah Syi’ah, Ahlul Bid’ah, Sufi, dan para pelaku TBC (Tawassul, Bid’ah,
dan Churafat). Para pengikutnya biasanya langsung taqlid buta dan
percaya. Benarkah?
Memakai Dalil Orang Kafir dalam Memvonis Bid’ah
Wahabi memakai dalil orang kafir dalam memvonis bid’ah. Satu dalil terkenal yang sering mereka pakai adalah:
لَوْ كَانَ خَيْرًا مَا سَبَقُونَا إِلَيْهِ
Jika kita teliti, Nabi tidak pernah
mengatakan itu. Di Al Qur’an pun setelah diperiksa, ternyata itu adalah
ucapan orang-orang kafir yang dilontarkan terhadap orang yang beriman:
“Dan orang-orang kafir berkata
kepada orang-orang yang beriman: “Kalau sekiranya di (Al Quran) adalah
suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman)
kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka
mereka akan berkata: “Ini adalah dusta yang lama.” [Al Ahqaaf 11]
Jadi bagaimana mungkin kaum Wahabi
bertasyabbuh/menyerupai orang-orang kafir dengan mengutip ucapan
orang-orang kafir sebagai dalil utama untuk memvonis ummat Islam sebagai
Ahlul Bid’ah atau sesat? Bukankah itu keliru?
Wahabi pun keliru menafsirkan ayat Al Qur’an di bawah:
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…” [Al Hasyr 7]
Kaum Wahabi memahami apa yang “Tidak diperintahkan” Nabi sebagai “Larangan.”
Padahal di ayat di atas yang “Dilarang” yang harus kita tinggalkan. Ada
pun yang tidak diperintahkan atau tidak dilarang, itu sebetulnya bukan
larangan. Dari kesalah-pahaman pengambilan dalil inilah akhirnya kaum
Wahabi jadi ekstrim dan sering memvonis ummat Islam sebagai Ahlul
Bid’ah, Sesat, bahkan kafir yang akhirnya merusak ukhuwah Islamiyyah.
Memecah-belah dan melemahkan ummat Islam. Secara tak sadar mereka justru
melanggar larangan Allah dan terjebak dalam dosa.
Contoh hal yang tidak diperintahkan atau
pun dilarang Nabi misalnya penyusunan kitab Al Qur’an dan juga
Kitab-kitab Fiqih oleh para Imam Madzhab. Meski tak ada perintah dan
tidak ada larangan, itu bukan berarti haram/bid’ah. Justru bermanfaat
memudahkan ummat Islam dalam belajar Islam.
Mudah Mengkafirkan Sesama Muslim (Takfir) dan Buruk Sangka
Paham kaum Wahabi ini adalah paham
Takfir. Yaitu menganggap ummat Islam itu Ahlul Bid’ah, sesat, syirik,
kafir, dsb. Akhirnya mereka mencaci-maki ummat Islam dengan sebutan yang
mereka sendiri tidak suka:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri
dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.” [Al Hujuraat 11]
Sebetulnya firman Allah di atas jelas
agar kita tidak mengejek sesama Muslim dengan sebutan yang tidak disukai
seperti Ahlul Bid’ah, Sesat, apalagi kafir. Namun kenapa kaum Wahabi
yang katanya “Menegakkan Sunnah” melakukannya?
Tak jarang juga kaum Wahabi berburuk
sangka/curiga sehingga orang yang berziarah kubur kemudian berdoa kepada
Allah mendoakan mayat tersebut, mereka duga sebagai berdoa kepada
kuburan dan menyebutnya sebagai penyembah kuburan. Begitu pula ada yang
menulis saat dia tengah berteduh di bawah pohon karena kepanasan di
padang pasir kemudian berdoa kepada Allah, tiba-tiba seorang Wahabi
menghardiknya: “Mengapa engkau menyembah pohon?”. Main tuduh orang
sebagai penyembah pohon padahal tidak mendengar apa isi doa orang
tersebut. Padahal buruk sangka itu dosa:
“Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari
purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [Al Hujuraat 12]
Jadi bagaimana mungkin orang yang
berziarah kubur dicaci sebagai penyembah Kuburan padahal mereka itu
sering mengucapkan tahlil: “Tidak Ada Tuhan Selain Allah”? Mereka
sekedar mengikuti perintah Nabi dan juga sunnah Nabi yang sering
melakukan Ziarah Kubur:
Dari Buraidah r.a., katanya:
“Rasulullah s.a.w. bersabda: “Saya telah pernah -dahulu- melarang engkau
semua perihal ziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah ke kubur itu!”
(Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka barangsiapa yang
hendak berziarah kubur, maka baiklah berziarah, sebab ziarah kubur itu
dapat mengingatkan kepada akhirat.”
Dari Aisyah ra, katanya:
“Rasulullah s.a.w. itu setiap malam gilirannya di tempat Aisyah, beliau
s.a.w. lalu keluar pada akhir malam ke makam Baqi’, kemudian mengucapkan
-yang artinya-: “Keselamatan atasmu semua hai perkampungan kaum
mu’minin, akan datang padamu semua apa-apa yang engkau semua dijanjikan
besok yakni masih ditangguhkan waktunya. Sesungguhnya kita semua ini
Insya Allah menyusul engkau semua pula. Ya Allah, ampunilah para
penghuni makam Baqi’ Algharqad ini.”[54] (Riwayat Muslim)
Dari Buraidah r.a., katanya:
“Nabi s.a.w. mengajarkan kepada mereka -para sahabat- jikalau mereka
keluar berziarah ke kubur supaya seseorang dari mereka mengucapkan -yang
artinya-: “Keselamatan atasmu semua hai para penghuni
perkampungan-perkampungan -yakni kubur-kubur- dari kaum mu’minin dan
Muslimin. Sesungguhnya kita semua Insya Allah menyusul engkau semua.
Saya memohonkan kepada Allah untuk kita dan untukmu semua akan
keselamatan.” (Riwayat Muslim)
Dari Ibnu Abbas ra, katanya:
“Rasulullah s.a.w. berjalan melalui kubur-kubur Madinah lalu beliau
menghadap kepada mereka -penghuni-penghuni kubur-kubur- itu dengan
wajahnya, kemudian mengucapkan -yang artinya-: “Keselamatan atasmu semua
hai para ahli kubur, semoga Allah memberikan pengampunan kepada kita
dan kepadamu semua. Engkau semua mendahului kita dan kita akan mengikuti
jejakmu.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah hadits hasan.
Saat kita ziarah ke makam Nabi di Madinah
pun ulama Wahabi sering curiga kalau orang-orang yang menziarahi kubur
Nabi dan mendoakan Nabi sebagai menyembah Nabi sehingga sering
mengusirnya. Padahal itu tidak benar.
Terkadang juga Muhammad bin Abdul Wahab terlalu ekstrim dalam menuduh ummat Islam itu syirik seperti di bawah:
Masalah tauhid, yang merupakan pondasi agama Islam mendapat perhatian yang begitu besar oleh Syekh Muhammad Abdul Wahhab. Perjuangan tauhid beliau terkristalisasi dalam ungkapan la ilaha illa Allah. Menurut beliau, aqidah atau tauhid umat telah dicemari oleh berbagai hal seperti takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC) yang bisa menjatuhkan pelakunya kepada syirik. Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, mengusap-usap kuburan tersebut dan memohon keberkahan kepada kuburan tersebut. Seakan-akan Allah SWT sama dengan penguasa dunia yang dapat didekati melalui para tokoh mereka, dan orang-orang dekat-Nya. Bahkan manusia telah melakukan syirik apabila mereka percaya bahwa pohon kurma, pepohonan yang lain, sandal atau juru kunci makam dapat diambil berkahnya, dengan tujuan agar mereka dapat memperoleh keuntungan.
Mungkin ada beberapa ummat Islam yang
syirik. Tapi apa iya mayoritas ummat Islam itu seperti di Jazirah Arab
bahkan di Mekkah dan Madinah jadi syirik menyembah kuburan, pohon, dan
sebagainya sehingga dia sampai memerangi mereka? Ada satu video yang
mempertanyakan: “Jika ummat Islam di Mekkah dan Madinah itu Musyrik dan
Kuffar sehingga dibunuh, lalu ummat Islam yang asli itu ada di mana?”:
Dijelaskan juga pada situs Arrahman.com yang mendukung Wahabi:
Pada awalnya, idenya tidak begitu mendapat tanggapan bahkan banyak mendapatkan tantangan, kebanyakan dari saudaranya sendiri, termasuk kakaknya Sulaiman dan sepupunya Abdullah bin Husain.
Muhammad bin Abdul Wahab mendapat
tentangan bahkan dari kakaknya Sulaiman yang juga ulama. Bahkan ayahnya,
Abdul Wahab, yang merupakan guru dari Muhammad bin Abdul Wahab (MAW)
juga menentang MAW karena pemikirannya yang ekstrim. Ini tak disebut di
situ, tapi di literatur lain ada sehingga sebagian ulama Aswaja menuding
MAW tidak bersanad karena gurunya sendiri menentang pemikirannya.
Banyak ulama yang tidak setuju sehingga MAW harus meninggalkan
negerinya. Kalau Nabi Muhammad meninggalkan kota Mekkah karena kaum
kafir menolak Islam kita mengerti. Tapi jika seorang “ulama” harus
meninggalkan negerinya yang mayoritas Muslim beserta banyak ulama juga
di situ, harusnya kita bertanya-tanya mengenai pahamnya.
Padahal menurut Nabi, Ummat Islam itu
tidak akan berkumpul/sepakat dalam kesesatan. Jadi kalau ada firqoh yang
menganggap mayoritas ummat Islam sesat, justru firqoh itulah yang sesat
atau Khawarij:
Dari ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ الاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ وَمَنْ أَرَادَ بِحَبْحَةِ الْجَنَّةِ فَعَلَيْهِ بِالْجَماعَةِ
“Tetaplah bersama jamaah dan
waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang,
namun dengan dua orang lebih jauh. Dan barang siapa yang menginginkan
surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah”
[Shahîh, diriwayatkan Ibnu Abu 'Ashim
dalam as-Sunnah (87), Imam Ahmad dalam Musnad-nya (1/18), Imam
at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2165), Imam al-Hakim dalam Mustadrak-nya
(387), dan Imam al-Ajuri dalam asy-Syariah (5)]
كُمْ بِالْجَمَاعَةِ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم عَلَى ضَلاَلَةٍ
Tetaplah kalian bersama jamaah maka sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat Muhammad di atas kesesatan.”
Sanadnya jayyid, diriwayatkan Imam Ibnu
‘Ashim dalam Sunnah-nya (85). Hadits ini diriwayatkan Imam ath-Thabrani
dari dua jalan, dan salah satu jalurnya para perawinya terpercaya
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Majma Zawa`id (5/219
dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ أُمَّتِي لاَ تَجْتَمِعُ عَلَى ضَلاَلَةٍ .
“Sesungguhnya, umatku tidak akan sepakat di atas kesesatan. “
Shahîh, diriwayatkan Ibnu Majah dalam
Sunan-nya (3950) dan al-Khathib at-Tibrizi dalam Misykatul- Mashabih
(174). Diriwayatkan juga oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunan-nya (2167),
al-Khathib at-Tibrizi dalam Misykatul-Mashabih (174), dan al-Hakim dalam
Mustadrak-nya (391, 392, 393, 394, 395, 396 dan 397) dari Ibnu ‘Umar
dengan lafazh: “Sesungguhnya Allah tidak menghimpun umatku atau umat
Muhammad di atas kesesatan”. Hadits ini dishahîhkan Syaikh al-Albâni
dalam al-Miskât (no. 173) dan terdapat shahid dari hadits Ibnu ‘Abbas
yang dikeluarkan at-Tirmidzi dan al-Hakim serta yang lainnya dengan
sanad yang shahîh. Lihat Shahîhul Jami’, al-Albâni (1/378, no. 1848)
Di situ juga disebut bagaimana MAW bekerjasama dengan Raja Arab guna memerangi musuhnya:
Selanjutnya, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab berkerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan keluarga Saud untuk menegakkan Islam.
Padahal Nabi dan juga para ulama Tabi’in memerintahkan agar menjauhi para penguasa/raja:
Rasulullah SAW. Beliau bersabda,
”Barang siapa tinggal di padang pasir, ia kekeringan. Barang siapa
mengikuti buruan ia lalai. Dan barang siapa yang mendatangi pintu-pintu
penguasa, maka ia terkena fitnah.” (Riwayat Ahmad).
Abu Hazim (Ulama Tabi’in 140 H) mengatakan, ”Sebaik-baik umara, adalah mereka yang mendatangi ulama dan seburuk-buruk ulama adalah mereka yang mencintai penguasa.”
Selain Abu Hazim, Wahab bin Munabih (110 H), ulama dari kalangan tabi’in juga pernah menyatakan agar
para ulama menghindari pintu-pintu para penguasa, karena di pintu-pintu
mereka itu ada fitnah, ”Kau tidak akan memperoleh dunia mereka, kecuali
setelah mereka membuat musibah pada agamamu.” (Riwayat Abu Nu’aim).
Ada juga tulisan:
Gerakan al-Muwahhidun atau yang kini sering disebut sebagai gerakan “wahabi” ini menjadi ancaman bagi kekuasaan Inggris di daerah perbatasan dan Punjab sampai 1871. Ketika itu pemerintah Inggris bersekongkol untuk mengeluarkan ‘fatwa’ guna memfitnah kaum Wahhabi sebagai orang-orang kafir.
Yang jadi pertanyaan, apa benar Wahabi
jadi “ancaman” bagi Inggris? Bukannya justru Wahabi itu yang bekerjasama
dengan Inggris membantu Ibnu Saud untuk berontak terhadap Kekhalifahan
Islam Turki Usmani?
Apa ada buku sejarah yang menceritakan
Ibnu Saud dan Wahabi memerangi Inggris? Tidak ada! Yang mereka perangi
adalah para penguasa Turki Usmani dan juga ummat Islam yang mereka
tuding sebagai Musyrik dan Kafir. Silahkan baca:
Sanjungan bahwa berkat MAW negara-negara
Islam jadi berontak terhadap penjajah seperti Inggris dan merdeka pun
sangat tidak beralasan. Hingga wafatnya MAW tahun 1787 M tidak ada
negara Islam yang merdeka dan bebas dari penjajahan Inggris cs. Sebagai
contoh, Indonesia baru merdeka tahun 1945 atau 158 tahun setelah
wafatnya MAW. Itu pun maaf bukan karena Wahabi karena Wahabi itu
sangat-sangat minoritas di Indonesia.
Sebaliknya akibat Kekhalifahan Turki
Usmani melemah akibat pemberontakan Ibnu Saud-MAW yang didukung senjata
dan dana dari Inggris, Palestina jatuh ke tangan Inggris untuk kemudian
diserahkan kepada Yahudi di tahun 1948:
Dokumen Ekspos Pendiri Saudi Yakinkan Inggris untuk Dirikan Negara Yahudi
Ini beda dengan Nabi Muhammad yang saat
hidup pun sudah membebaskan kota Madinah, Mekkah dan juga jazirah Arab
dari kungkungan kaum kafir dan juga Yahudi.
Lagi pula banyak yang mewaspadai gerakan
Wahabi itu adalah Ulama Aswaja yang tidak ada hubungannya dengan Inggris
seperti Habib Rizieq Syihab dari FPI dan Habib Munzir Al Musawa dari
Majelis Rasulullah. Silahkan baca:
FPI membagi WAHABI dengan semua sektenya juga menjadi TIGA GOLONGAN ; Pertama, WAHABI TAKFIRI yaitu Wahabi yang mengkafirkan semua muslim yang tidak sepaham dengan mereka, juga menghalalkan darah sesama muslim:Pandangan Habib Munzir Al Musawa dari Majelis Rasulullah tentang Wahabi:beda dengan orang orang wahabi, mereka tak punya sanad guru, namun bisanya cuma menukil dan memerangi orang muslim.mereka memerangi kebenaran dan memerangi ahlussunnah waljamaah, memaksakan akidah sesatnya kepada muslimin dan memusyrikkan orang orang yg shalat.
Yang jelas sikap Wahabi yang sangat keras
terhadap sesama Muslim dari memaki Muslim sebagai Ahlul Bid’ah,
Penyembah Kuburan, Musyrik, Kafir, dsb itu justru tidak sesuai dengan
perintah Allah dan Sunnah Nabi yang justru lemah-lembut terhadap sesama
Muslim:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras
lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena
itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu
telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” [Ali 'Imran
159]
Ummat Islam itu berkasih sayang terhadap sesama, namun keras terhadap orang-orang kafir:
“Muhammad itu adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu
lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,
tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah
sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil,
yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di
atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan
orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang
besar.” [Al Fath 29]
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” [Al Maa-idah 54]
Jadi bagaimana mungkin mereka “MenghidupkanSunnah” jika Al Qur’an yang jelas saja sudah dilanggar?
Terlalu Ekstrim dalam Memvonis Bid’ah
Dalam hal memvonis Bid’ah pun kaum Wahabi
terlalu ekstrim. Contohnya para Imam Mazhab itu boleh dikata saling
berhubungan seperti Imam Malik adalah guru dari Imam Hanafi dan Imam
Syafi’i, sementara Imam Syafi’i adalah guru dari Imam Hambali. Toh meski
Imam Syafi’i mengajarkan pengucapan niat sholat dan juga Qunut Subuh,
tidak pernah Imam Malik atau pun Imam Hambali menghina Imam Syafi’i
sebagai Ahlul Bid’ah yang harus dihina dan dimusuhi. Bahkan Imam Hambali
malah berguru kepada Imam Syafi’i.
Banyak hal yang menurut Ulama Salafi
Wahabi bid’ah, namun menurut Jumhur Ulama justru tidak bid’ah. Contohnya
seperti Zikir berjama’ah, Pengajaran Sifat 20, Qunut Subuh, dsb. Nanti
seusai mencap pelaku “bid’ah” sebagai Ahlul Bid’ah, lalu mereka musuhi.
Ini merusak Ukhuwah Islamiyah.
Jangan terlalu gampang memvonis sesuatu hal yang baru sebagai Bid’ah. Sebaiknya pelajari sejarah dan hadits dulu sebelum begitu.
1. Zaman Nabi shalat Tarawih sendiri2.
Zaman Umar jadi Khalifah, Umar mengumpulkan para sahabat untuk tarawih
bersama di masjid. Itu adalah bid’ah hasanah kata Umar ra yg diaminkan
para sahabat. Dan kualitas KeIslaman Umar ra beserta sahabat jauh di
atas para syaikh yang ada sekarang.
2. Zaman Nabi Al Qur’an tidak berbentuk 1
kitab seperti sekarang. Namun pada zaman Khalifah Abu Bakar, Umar
mengusulkan agar Al Qur’an dibukukan sehingga tidak tercerai-berai dan
akhirnya dilupakan mengingat banyak Hafidz Qur’an yang terbunuh saat
perang. Khalifah Abu Bakar ragu takut itu bid’ah. Namun desakan Umar dan
juga persetujuan sahabat lainnya, akhirnya Al Qur’an dibukukan.
Apakah ini bid’ah? Apakah ini sesat dan masuk neraka? Tidak bukan?
Banyak orang tidak paham bid’ah sehingga hal2 yg sebetulnya tidak bid’ah, dimasukkan sebagai bid’ah dan masuk neraka. Padahal mengkafirkan orang itu dosa.
Banyak orang tidak paham bid’ah sehingga hal2 yg sebetulnya tidak bid’ah, dimasukkan sebagai bid’ah dan masuk neraka. Padahal mengkafirkan orang itu dosa.
3. Kitab Hadits zaman Nabi tidak ada.
Bahkan Nabi melarang sahabat untuk menulis Hadits karena dikhawatirkan
tercampur dengan Al Qur’an. Namun para ulama dan ahli Hadits akhirnya
membukukan Hadits dari Imam Malik dgn Al Muwaththo, hingga Imam Bukhari,
Imam Muslim, dsb. Ini juga bukan bid’ah yang masuk neraka.
4. Bilal juga pernah menambah ash sholatu khoirun minan nawm pada adzan Subuh. Nabi tidak menganggap itu bid’ah.
5. Nabi Muhammad tidak pernah bersyair di Masjid, namun penyair Hasan bin Tsabit melakukannya. Nabi membolehkannya.
6. Nabi Muhammad tidak pernah bermain
tombak di masjid. Namun orang-orang Habsyi melakukannya. Saat Umar ingin
menimpuk orang-orang Habsyi, Nabi melarangnya. Justru Nabi menontonnya.
7. Usman mengadakan tambahan Azan ke 2 dan ke3 pada Sholat Jum’at:
Saib bin Yazid berkata, “Adalah azan pada
hari Jumat, permulaannya adalah apabila imam duduk di atas mimbar,
yakni pada masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar. Pada masa Utsman dan
orang-orang (dalam satu riwayat: penduduk Madinah) sudah banyak, ia
menambahkan (dalam satu riwayat memerintahkan 1/220) azan yang
ketiga[20] (dalam satu riwayat: kedua) lalu dilakukanlah azan itu di
Zaura’. (Maka, menjadi ketetapanlah hal itu 1/220). Nabi tidak mempunyai
muadzin kecuali satu orang. Azan Jumat itu dilakukan ketika imam duduk
di atas mimbar.” [HR Bukhari]
Dsb.http://kabarislam.wordpress.com/2012/01/25/dzikir-berjamaah-doa-qunut-dan-sifat-20-bukan-bidah/
Tidak Bisa Menerima Perbedaan Pendapat
Salafi Wahabi tidak bisa menerima
perbedaan pendapat/khilafiyah. Menurut mereka kebenaran hanya satu.
Sedang yang lain adalah sesat.
Keyakinan salafi ini diperkuat oleh kaidah yang mereka gunakan
“Kebenaran hanya satu sedangkan kesesatan jumlahnya banyak sekali”. Hal
ini berasal dari pemahaman salafi terhadap hadits Rasulullah SAW :Rasulullah SAW bersabda: ˜Inilah jalan Allah yang lurus” Lalu beliau membuat beberapa garis kesebelah kanan dan kiri, kemudian beliau bersabda: “Inilah jalan-jalan (yang begitu banyak) yang bercerai-berai, atas setiap jalan itu terdapat syaithan yang mengajak kearahnya” Kemudian beliau membaca ayat :
“Dan (katakanlah): ‘Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-An’am 153).
(HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim) (Lihat Abdul Hakim bin Amir Abdat, Risalah Bid’ah, hal. 47-48).
Padahal jika kita membaca ayat Al Qur’an yang lain seperti Surat Al Fatihah jelas bahwa Jalan yang Lurus (Shirothol Mustaqim) adalah jalan orang Islam. Bukan jalan kaum Yahudi (yang Dimurkai Allah) dan bukan jalan kaum Nasrani (yang Sesat). Jadi insya Allah jika dia Islam dan berpegang pada Al Qur’an dan Hadits dia akan selamat.
Salafi meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut dalam hadits Nabi sebagai golongan yang selamat dan masuk syurga, sedangkan 72 golongan lainnya kelompok sesat dan bid’ah dan akan masuk neraka. Hadits tersebut berbunyi :
“Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku.” (HR Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darami dan Al-Hakim).
Dengan mengutip dua hadits tentang; satu golongan yang selamat dari 73 golongan dan hanya satu jalan yang lurus, maka salafi meyakini bahwa merekalah yang disebut-sebut kedua hadits tersebut. Salafi-lah satu-satunya golongan yang selamat dan masuk syurga, serta golongan yang menempuh jalan yang lurus itu. Simaklah pernyataan salafi :
“Dan orang-orang yang tetap di atas manhaj Nabi SAW, mereka dinisbahkan kepada salaf as-shalih. Kepada mereka dikatakan as-salaf, as-salafiyun. Yang menisbatkan kepada mereka dinamakan salafi.”(Lihat Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, hal. 33, catatan kaki).
“Kami di atas manhaj yang selamat, di atas akidah yang selamat. Kita mempunyai segala kebaikan “alhamdulillah-” (Lihat Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi, Menepis Penyimpangan Manhaj Dakwah, hal. 76-77).
Padahal jika kita benar-benar mempelajari
Sejarah dan juga Hadits-hadits Nabi yang bercerita tentang Nabi dan
para Sahabat, kita tahu bahwa mereka bisa menerima adanya perbedaan dan
saling menghormati selama masih dalam jalan Islam.
Sesungguhnya perbedaan pendapat itu hal
yang biasa. Di antara Suami-Istri, Kakak-Adik, para Ulama Mazhab seperti
Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’ie, dan Imam Hambali saja biasa
terjadi perbedaan pendapat. Bahkan para Nabi pun seperti Nabi Daud dan
Nabi Sulayman dijelaskan Allah dalam Surat Al Anbiyaa’ ayat 78 dan 79
berbeda pendapat. Jika kita saling menghormati, niscaya perbedaan
pendapat itu jadi rahmat. Kita bisa hidup rukun dan damai. Tapi jika
tidak bisa menerima bahkan mencaci-maki pihak lain, yang jadi adalah
pertengkaran, perceraian, bahkan peperangan.
Bagaimana cara Nabi menghadapi perbedaan?
Kecuali menyangkut masalah prinsip akidah
dan hal-hal yang sudah qoth’i, Islam dikenal sangat menghargai
perbedaan. Nabi Muhammad mencontohkan dengan dengan sangat indah kepada
kita semua.
Dalam Shahih al-Bukhari, Volume
6, hadits no.514, diceritakan bahwa Umar ibn Khattab pernah memarahi
Hisyam ibn Hakim yang membaca Surat Al-Furqan dengan bacaan berbeda dari
yang diajarkan Rasulullah s.a.w. kepada Umar. Setelah Hisyam
menerangkan bahwa Rasulullah sendiri yang mengajarkan bacaan itu, mereka
berdua menghadap Rasulullah untuk meminta konfirmasi. Rasulullah
membenarkan kedua sahabat beliau itu dan menjelaskan bahwa Al-Qur’an
memang diturunkan Allah SWT dengan beberapa variasi bacaan (7 bacaan). “Faqra’uu maa tayassara minhu,” sabda Rasulullah s.a.w, “maka bacalah mana yang engkau anggap mudah daripadanya.”
Lihat bagaimana Nabi tidak menyalahkan 2 pihak yang berbeda.
Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim
meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada peristiwa Ahzab:
لاَ يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلاَّ
فِي بَنِي قُرَيْظَةَ. فَأَدْرَكَ بَعْضُهُمُ الْعَصْرَ فِي الطَّرِيْقِ،
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا. وَقَالَ بَعْضُهُمْ:
بَلْ نُصَلِّي، لَمْ يُرِدْ مِنَّا ذَلِكَ. فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
“
Janganlah ada satupun
yang shalat ‘Ashar kecuali di perkampungan Bani Quraizhah.” Lalu ada di
antara mereka mendapati waktu ‘Ashar di tengah jalan, maka berkatalah
sebagian mereka: “Kita tidak shalat sampai tiba di sana.” Yang lain
mengatakan: “Bahkan kita shalat saat ini juga. Bukan itu yang beliau
inginkan dari kita.” Kemudian hal itu disampaikan kepada Rasulullah SAW
namun beliau tidak mencela salah satunya.”
Sekali lagi Nabi tidak mencela
salah satu pihak yang berlawanan pendapat itu dengan kata-kata bid’ah,
sesat, kafir, dan sebagainya. Beliau bahkan tidak mencela salah satunya.
Masing-masing pihak punya argumen. Yang shalat Ashar di tengah jalan
bukan ingkar kepada Nabi. Namun mereka mencoba sholat di awal waktu
sebagaimana diperintahkan Allah dan RasulNya. Yang shalat belakangan di
perkampungan Bani Quraizah juga bukan melanggar perintah sholat di awal
waktu. Namun mereka mengikuti perintah Nabi di atas.
Dari Sa’id bin
Musayyab, ia berkata, “Suatu ketika Umar berjalan kemudian bertemu
dengan Hassan bin Tsabit yang sedang melantunkan syair di masjid. Umar
menegur Hassan, namun Hassan menjawab, ‘aku telah melantunkan syair di
masjid yang di dalamnya ada seorang yang lebih mulia darimu (Nabi
Muhammad).’ Kemudian ia menoleh kepada Abu Hurairah. Hassan melanjutkan
perkataannya. ‘Bukankah engkau telah mendengarkan sabda Rasulullah SAW,
jawablah pertanyaanku, ya Allah mudah-mudahan Engkau menguatkannya
dengan Ruh al-Qudus.’ Abu Hurairah lalu menjawab, ‘Ya Allah, benar (aku
telah medengarnya).’ ” (HR. Abu Dawud [4360] an-Nasa’i [709] dan Ahmad
[20928]).
Lihat saat Hassan Bin Tsabit
sang penyair tengah melantunkan syair yang memuji-muji Allah dan
RasulNya di Masjid sebelum waktu sholat, Nabi Muhammad tidak melarang
atau mencelanya. Beliau bahkan diam mendengarkannya.
Beda bukan dengan sekelompok orang yang
memvonis bid’ah orang-orang yang berdzikir atau bersholawat sebelum
waktu sholat dengan dalih Nabi Muhammad tidak pernah melakukannya.
Memangnya apa yang diperbuat Hassan Bin Tsabit, yaitu bersyair di Masjid
sebelum waktu sholat itu pernah dilakukan oleh Nabi? Meski Nabi tidak
melakukannya, namun beliau tidak mencaci dengan kata-kata buruk seperti
Bid’ah, sesat, dan sebagainya. Bersyair saja dibolehkan oleh Nabi,
apalagi kalau berdzikir atau bersholawat!
Saat berbeda pun dalam berpuasa di perjalanan para sahabat tidak saling cela. Ada yang berbuka, ada pula yang tetap berpuasa:
Anas bin Maalik berkata: “Kami
sedang bermusafir bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
semasa Ramadhan dan di kalangan kami ada yang berpuasa, ada yang tidak
berpuasa. Golongan yang berpuasa tidak menyalahkan orang yang tidak
berpuasa dan golongan yang tidak berpuasa tidak menyalahkan orang yang
berpuasa. [ hadist riwayat Bukhari and Muslim]
Perbedaan itu akan selalu ada. Namun
sayangnya kelompok ekstrim seperti Salafi Wahabi menafikan adanya
perbedaan tersebut. Orang yang berbeda pendapat dengan mereka langsung
disebut sebagai Ahlul Bid’ah, Musyrik, Kuffar, dan sebagainya. Bahkan
mereka mengolok-olok hadits “Perbedaan adalah Rahmat” dengan “Persatuan
adalah laknat”.
Meski tidak bersumber ke Nabi, namun
berasal dari Al-Qasim bin Muhammad, cucu Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau
lahir di masa khalifah Ali bin Abi Thalib menjadi penguasa. Beliau
adalah seorang imam yang menjadi panutan dan wafat tahun 107 hijriyah.
Imam Al-Baihaqi menyebutkan dalam kitab Al-Madkhal bahwa
lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad. Demikian juga
komentar dari Al-Imam As-Suyuti sebagaimana yang kita baca dari kitab Ad-Durar Al-Mutasyirah, lafadz ini adalah perkataan Al-Qasim bin Muhammad.
Jangankan manusia biasa. Nabi yang
dibimbing Allah pun bisa berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal.
Contohnya di Surat Al Anbiyaa’ ayat 78-79 dijelaskan bagaimana Nabi Daud
dan Nabi Sulayman berbeda pendapat dalam memutuskan satu hal:
“Dan (ingatlah kisah) Daud dan
Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman,
karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan
adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu,
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)[966]; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.” [Al Anbiyaa' 78-79]
maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)[966]; dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya.” [Al Anbiyaa' 78-79]
[966]. Menurut riwayat Ibnu Abbas bahwa
sekelompok kambing telah merusak tanaman di waktu malam. maka yang
empunya tanaman mengadukan hal ini kepada Nabi Daud a.s. Nabi Daud
memutuskan bahwa kambing-kambing itu harus diserahkan kepada yang
empunya tanaman sebagai ganti tanam-tanaman yang rusak. Tetapi Nabi
Sulaiman a.s. memutuskan supaya kambing-kambing itu diserahkan sementara
kepada yang empunya tanaman untuk diambil manfaatnya. Dan prang yang
empunya kambing diharuskan mengganti tanaman itu dengan tanam-tanaman
yang baru. Apabila tanaman yang baru telah dapat diambil hasilnya,
mereka yang mepunyai kambing itu boleh mengambil kambingnya kembali.
Putusan Nabi Sulaiman a.s. ini adalah keputusan yang tepat.
Jelas orang yang suka mencaci
tersebut tidak membaca dan memahami Al Qur’an dan Hadits secara
keseluruhan. Cuma sepotong-sepotong sehingga akhirnya pemikirannya jadi
ekstrim/sempit dan membuat ribut serta memecah-belah persatuan ummat
Islam karena kejahilannya.
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela (QS Al-Humazah: 1)
Jadi itulah beberapa kekeliruan dari
Salafi Wahabi. Beberapa ulama seperti Habib Rizieq Syihab dari FPI dan
Habib Munzir Al Musawa sudah meminta kita mewaspadai hal ini:
FPI membagi WAHABI dengan semua sektenya
juga menjadi TIGA GOLONGAN ; Pertama, WAHABI TAKFIRI yaitu Wahabi yang
mengkafirkan semua muslim yang tidak sepaham dengan mereka, juga
menghalalkan darah sesama muslim…
Merasa Paling Benar Sendiri
Jika kita teliti Salafush Shalih yang
asli seperti para Imam Madzhab yang lahir pada abad 1-3 Hijriyah, mereka
tidak ada yang merasa paling benar dan tidak memaksa orang untuk
memeluk Madzhab mereka.
Ini berbeda sekali dengan Muhammad bin
Abdul Wahhab ulama Salaf gadungan yang lahir di tahun 1.115 Hijriyah dan
para pengikutnya yang menganggap hanya Muwahhidun atau Manhaj Salafi
saja yang benar sementara yang lain salah dan memaksa agar ummat Islam
lainnya menerima “kebenaran” versi mereka.
Gemar Berdebat Masalah Furu’iyah dan Khilafiyah
Islam sebenarnya tidak menganjurkan
perdebatan karena bisa merusak persaudaraan. Namun kaum Salafi Wahabi
gemar sekali berdebat sehingga akhirnya kata-kata Ahlul Bid’ah, Sesat,
Musyrik, Kafir terlepas dari mulut mereka yang sayangnya ditujukan
kepada sesama Muslim.
Nabi Sulaiman ‘alaihissalam berkata kepada putranya:
“Tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897]
“Tinggalkanlah mira’ (jidal, mendebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” [Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897]
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu agama, aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah.”
“Hai Abdullah, Allah azza wa jalla telah mengutus Muhammad dengan satu agama, aku lihat engkau banyak berpindah-pindah (agama), padahal Umar ibnu Abdil Aziz telah berkata, “Barangsiapa menjadikan agamanya sebagai sasaran untuk perdebatan maka dia akan banyak berpindah-pindah.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
”Jidal dalam agama itu bukan apa-apa (tidak ada nilainya sama sekali).”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang hamba.”
“Percekcokan dan perdebatan dalam ilmu itu menghilangkan cahaya ilmu dari hari seorang hamba.”
Imam Malik rahimahullah berkata:
“Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia menjawab,”Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah.” (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
“Sesungguhnya jidal itu mengeraskan hati dan menimbulkan kebencian.”
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memiliki ilmu sunnah, apakah ia boleh berdebat membela sunnah? Dia menjawab,”Tidak, tetapi cukup memberitahukan tentang sunnah.” (Tartibul Madarik wa Taqribul Masalik, Qadhi Iyadh: 1/51; Siyarul A’lam: 8/106; al-Ajjurri dalam al-Syari’ah, hal.62-65)
Muhammad ibn Idris as-Syafi’I rahimahullah
Imam as-Syafi’I rahimahullah berkata:
“Percekcokan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.” [Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]
“Percekcokan dalam agama itu mengeraskan hati dan menanamkan kedengkian yang sangat.” [Thobaqat Syafiiyyah 1/7, Siyar, 10/28]
Referensi:
http://fpi.or.id/?p=detail&nid=98Pandangan Habib Munzir Al Musawa dari Majelis Rasulullah tentang Wahabi:
beda dengan orang orang wahabi, mereka tak punya sanad guru, namun bisanya cuma menukil dan memerangi orang muslim.
mereka memerangi kebenaran dan memerangi ahlussunnah waljamaah, memaksakan akidah sesatnya kepada muslimin dan memusyrikkan orang orang yg shalat.
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&id=5324&catid=8
Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya di antara ummatku ada orang-orang yang membaca Alquran tapi
tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka membunuh orang Islam dan
membiarkan penyembah berhala. Mereka keluar dari Islam secepat anak
panah melesat dari busurnya. Sungguh, jika aku mendapati mereka, pasti
aku akan bunuh mereka seperti terbunuhnya kaum Aad. (Shahih Muslim
No.1762)
Muhammad bin Abdul Wahab Penegak Panji Tauhid
usamah
Bersama Amir Dir’iyyah Muhammad bin Sa’ud saling beramal dalam upaya menegakkan dakwah Islamiyah. Nantinya sebagai asas dan pondasi berdirinya Daulah Jadidah (Saudi Arabia)
Bersama Amir Dir’iyyah Muhammad bin Sa’ud saling beramal dalam upaya menegakkan dakwah Islamiyah. Nantinya sebagai asas dan pondasi berdirinya Daulah Jadidah (Saudi Arabia)
Hidayatullah.com–Pada abad 12 H/17 M
keadaan umat di jazirah Arab sangat jauh menyimpang dari ajaran Islam,
terutama dalam aspek akidah. Di sana-sini banyak praktik syirik dan
bid’ah. Para ulama sulit mengatasi. Usaha mereka hanya sebatas di
lingkungan saja dan tidak berpengaruh secara luas, atau hilang ditelan
oleh arus gelombang yang begitu kuat dari pihak yang menentang.
Jumlah pelaku syirik dan bi’dah begitu
banyak, di samping pengaruh kuat dari tokoh-tokoh masyarakat yang
mendukung praktik-praktik tersebut demi kelanggengan pengaruh mereka
atau karena mencari kepentingan duniawi di belakang itu, sebagaimana
masih kita saksikan di tengah-tengah sebagian umat Islam sekarang ini.
Dari segi aspek politik, di jazirah Arab
berada di bawah kekuasaan yang terpecah-pecah. Terlebih khusus di daerah
Nejd. Perebutan kekuasaan selalu terjadi di sepanjang waktu, sehingga
hal tersebut sangat berdampak negatif untuk kemajuan ekonomi dan
pendidikan agama.
Para penguasa makmur dengan memungut
upeti dari rakyat jelata. Mereka sangat marah bila ada kekuatan atau
dakwah yang dapat menggoyang kekuasaan mereka. Para tokoh adat dan agama
yang biasa memungut iuran dari pengikut mereka, akan kehilangan objek
jika pengikut mereka mengerti tentang akidah dan agama dengan benar.
Dari sini mereka sangat hati-hati bila ada seseorang yang mencoba
memberi pengertian kepada umat tentang akidah atau agama yang benar.
Pada saat itu di Nejd lahir sang pengibar
bendera tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Disebutkan oleh
penulis sejarah dan penulis biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, di
masa itu pengaruh keagamaan melemah di dalam tubuh kaum muslimin
sehingga tersebarlah berbagai bentuk maksiat, khurafat, syirik, bid’ah,
dan sebagainya. Ilmu agama mulai minim di kalangan kebanyakan kaum
muslimin, sehingga praktik-praktik syirik terjadi di sana-sini, seperti
meminta ke kuburan wali-wali, atau meminta ke batu-batu dan pepohonan
dengan memberikan sesajian, atau mempercayai dukun, tukang tenung, dan
peramal.
Di Nejd terdapat kampung bernama
Jubailiyah. Di situ terdapat kuburan sahabat Zaid bin Khaththab (saudara
Umar bin Khaththab) yang syahid dalam perperangan melawan Musailamah Al
Kadzab. Manusia berbondong-bondong ke sana untuk meminta berkah dan
meminta berbagai hajat. Begitu pula di kampung ‘Uyainah, terdapat sebuah
pohon yang diagungkan. Banyak orang mencari berkah ke situ, termasuk
para kaum wanita yang belum mendapatkan pasangan hidup.
Penyimpangan bahkan juga terjadi di Hijaz
(Mekkah dan Madinah), walaupun penyebaran ilmu agama berada di dua kota
suci ini. Di sini tersebar kebiasaan bersumpah dengan selain Allah.
Juga kebiasaan menembok serta membangun kubah-kubah di atas kuburan,
serta berdoa di sana untuk mendapatkan kebaikan atau untuk menolak mara
bahaya. Jika di dua kota suci itu saja kesyirikan sudah begitu menyebar,
apalagi di kota-kota sekitarnya, ditambah lagi dengan kurangnya ulama.
Pasti lebih memprihatinkan.
Hal tersebut kemudian disebut oleh Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab dalam kitabnya al-Qawa’id Arba’, “Sesungguhnya
kesyirikan pada zaman kita sekarang melebihi kesyirikan umat yang lalu.
Kesyirikan umat yang lalu hanya pada waktu senang saja, akan tetapi
mereka ikhlas pada saat menghadapi bahaya. Sedangkan kesyirikan pada
zaman kita senantiasa pada setiap waktu, baik di saat aman apalagi saat
mendapat bahaya”. Dalilnya firman Allah,
“Maka apabila mereka menaiki kapal,
mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan agama padanya, maka
tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke daratan, seketika mereka
kembali berbuat syirik.” (QS. al-Ankabut: 65)
Dalam ayat ini Allah terangkan bahwa
ketika mereka berada dalam ancaman tenggelam dalam lautan, mereka berdoa
hanya semata kepada Allah dan melupakan berhala atau sesembahan mereka.
Namun saat mereka telah selamat sampai di daratan, mereka kembali
berbuat syirik. Tetapi pada zaman sekarang orang melakukan syirik setiap
saat dalam kondisi apa pun.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab lahir
tahun 1115 H di ‘Uyainah, salah satu perkampungan daerah Riyadh. Ia
hidup di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan nama keluarga
Musyarraf (Ali Musyarraf). Ali Musyarraf ini cabang atau bagian dari
Kabilah Tamim yang terkenal. Sedangkan Musyarraf, kakek beliau ke-9
menurut riwayat yang rajih. Dengan demikian nasab beliau adalah Muhammad
bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid
bin Muhammad bin Buraid bin Musyarraf.
Muhammad bin Abdul Wahab telah
menampakkan semangat thalabul-ilmi sejak usia belia. Beliau memiliki
kebiasaan yang sangat berbeda dengan anak-anak sebayanya. Beliau tidak
suka dengan main-main dan perbuatan yang sia-sia. Beliau mulai
thalabul-ilmi dengan mendalami al-Qur’anul Karim, sehingga tidak aneh
kalau sudah hafal ketika umur 10 tahun.
Yang demikian itu terjadi karena banyak
faktor mendukungnya. Di antaranya semangat yang sangat menggebu-gebu
dalam menuntut ilmu, serta keadaan lingkungan keluarga yang benar-benar
mendorong dan memicu beliau untuk terus-menerus menuntut ilmu. Dan
Syaikh Abdul Wahab-lah guru dan sekaligus orang tua beliau yang
pertama-tama mencetak kepribadian beliau.
Dalam satu suratnya kepada temannya,
Syaikh Abdul Wahab berkata, “Sesungguhnya dia (Muhammad bin Abdul Wahab)
memiliki pemahaman yang bagus. Kalau seandainya dia belajar selama satu
tahun niscaya dia akan hafal, mapan serta, menguasai apa yang dia
pelajari. Aku tahu bahwasanya dia telah ihtilam (baligh) pada usia dua
belas tahun. Dan aku melihatnya sudah pantas menjadi imam, maka aku
jadikan dia sebagai imam shalat berjamaah karena ma’rifah dan ilmunya
tentang ahkam. Dan pada usia balighnya itulah aku nikahkan dia. Kemudian
setelah nikah, dia meminta izin kepadaku untuk berhaji, maka aku penuhi
permintaannya dan aku berikan segala bantuan demi tercapai tujuannya
tersebut. Lalu berangkatlah dia menunaikan ibadah haji, salah satu rukun
dari rukun-rukun Islam.”
Berguru pada Ulama Haramain
Setelah berhaji beliau belajar pada para
ulama Haramain (Makkah dan Madinah) selama lebih kurang dua bulan.
Kemudian setelah itu kembali lagi ke daerah Uyainah. Setelah pulang dari
haji beliau terus memacu belajar. Beliau belajar dari ayah yang
sekaligus guru pelajaran Fiqih Hambali, tafsir, hadits, dan tauhid.
Tidak berapa lama kemudian Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab menunaikan ibadah haji kedua kalinya. Kemudian
menuntut ilmu pada para ulama Madinah Al-Munawarah. Di Madinah beliau
belajar dengan serius, dan Madinah saat itu adalah tempat berkumpulnya
ulama dunia. Di antara guru beliau yang paling beliau kagumi dan senangi
adalah Syaikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syaikh
Muhammad Hayat as-Sindi. Setelah beliau merasa cukup menuntut ilmu dari
para ulama Madinah al-Munawwarah, maka beliau kembali lagi ke kampung
halaman, Uyainah.
Setahun kemudian beliau memulai berkelana
thalabul-ilmi. Negeri yang dicita-citakan untuk menuntut ilmu adalah
Syam. Kota Damaskus saat itu sebuah kota yang sarat akan kegiatan
keislaman. Di sana terdapat sebuah madrasah yang memberikan keilmuan
tentang madzhab Hambali, dan kegiatan-kegiatan yang menunjang keilmuan
tersebut. Namun karena perjalanan dari Najd menuju Damaskus secara
langsung sangat sulit, maka Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab pergi menuju
Bashrah (Irak). Pada saat itu beliau berkeyakinan bahwa perjalanan dari
Bashrah menuju Damaskus sangatlah mudah.
Setelah di Bashrah, ternyata apa yang
beliau yakini sementara itu tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya. Perjalanan dari Basrah menuju Damaskus yang semula dianggap
mudah, ternyata sulit. Maka bertekadlah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
tinggal di Bashrah. Beliau belajar fiqih dan hadits pada sejumlah ulama,
di antaranya bernama Syaikh Muhammad al-Majmu’i. Di samping ilmu fiqih
dan hadits beliau juga mendalami ilmu Qawaidul-Arabiyyah, sehingga
beliau betul-betul menguasainya. Bahkan selama tinggal di Bashrah beliau
sempat mengarang beberapa kitab yang berkenaan dengan Qawaidul Lughah
al-Arabiyyah.
Ternyata tidak semua orang yang ada di
Bashrah senang terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan ulama-ulama
yang sepemikiran dengan beliau, khususnya para ulama suu’. Karena ulah
dan permusuhan mereka terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab itulah,
akhirnya beliau dengan berat hati meninggalkan negeri Bashrah.
Kemudian beliau pergi menuju suatu tempat
bernama az-Zubair. Setelah perjalanan beberapa saat di sana, beliau
melanjutkan perjalanan menuju al-Ahsaa’. Di daerah tersebut beliau
melanjutkan studinya dengan belajar ilmu agama pada para ulama
al-Ahsaa’. Di antara guru-guru beliau yang ada di al-Ahsaa’ tersebut
adalah Syaikh Abdullah bin Fairuz, Syaikh Abdullah bin Abdul Lathif,
serta Syaikh Muhammad bin Afaliq. Dan memang Ahsaa’ saat itu merupakan
gudangnya ilmu sehingga orang-orang Najd dan orang-orang sebelah timur
jazirah Arab berdatangan ke Ahsaa’ untuk menuntut ilmu.
Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
melanjutkan kelana thalabul-ilmi ke daerah Haryamala dan tiba di sana
pada tahun 1115H. Kebetulan ayah beliau yang tadinya menjadi qadhi di
Uyainah, telah pindah ke daerah tersebut. Maka berkumpullah beliau
dengan ayahnya di sana.
Tapi baru dua tahun bertemu dan berkumpul
dengan orang tua, Syaikh Abdul Wahab bin Sulaiman meninggal dunia,
tepatnya pada tahun 1153H. Sepeninggal ayahnya, Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab menggantikan ayahnya dalam melaksanakan segala aktivitasnya
di negeri Haryamala tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat nama beliau
mulai tersohor. Sehingga orang-orang pun berdatangan ke Haryamala
menuntut ilmu pada beliau. Bahkan para pemimpin negeri di sekitar
Haryamala pun menerima ajakan dan dakwah beliau. Sehingga tidak aneh
kalau Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab hanya dua tahun tinggal di
Haryamala (sepeninggal ayahnya) demi menyambut ajakan dan tawaran Amir
negeri Uyainah, Utsman bin Ma’mar untuk tinggal di negeri Uyainah,
negeri kelahiran beliau.
Amir Uyainah, Utsman bin Muhammad bin
Ma’mar sangat gembira dengan kedatangan beliau. Bahkan dia berkata
kepada Syaikh, “Tegakkanlah dakwah di jalan Allah dan kami senantiasa
akan membantumu.” Maka mulailah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab sibuk
dengan urusan dakwah, ta’lim, serta mengajak manusia kepada kebaikan dan
saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga dalam waktu
yang cukup singkat nama beliau sudah masyhur di kalangan penduduk
Uyainah. Mereka datang ke tempat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab untuk
thallabul ilmi, bahkan penduduk negeri sebelah pun datang ke Uyainah
untuk belajar kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.
Pada suatu hari Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab menemui Amir Uyainah. Beliau berkata, “Wahai Amir (Utsman bin
Muhammad bin Ma’mar), izinkanlah saya untuk menghancurkan kubah Zaid bin
Khathab, karena sungguh kubah tersebut dibangun dalam rangka menentang
syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Allah Ta’ala tidak akan ridha
selama-lamanya dengan amalan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pun telah melarang dijadikannya kuburan sebagai masjid. Kubah
Zaid ini telah menjadi fitnah bagi manusia dan mengubah aqidah mereka.
Oleh karena itu wajib bagi kita menghancurkannya.”
Kemudian Amir Uyainah menjawab, “Silakan
kalau engkau memang menghendaki yang demikian itu.” Lalu Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab memohon kepada Amir Uyainah agar beliau dibantu oleh
tentara Uyainah, karena ditakutkan akan adanya perlawanan dari penduduk
desa Jabaliyah, desa terdekat dari kubah Zaid bin Khathab.
Maka keluarlah Syaikh Muhammad bin Abdul
Wahab bersama 600 tentara Uyainah, dan di tengah-tengah mereka ada
Utsman bin Muhammad bin Ma’mar. Setelah penduduk Jabaliyah mendengar
kabar bahwa Kubah Zaid bin Khathab akan dihancurkan, maka serempak
mereka berniat mempertahankan kubah tersebut. Tapi kubah Zaid bin
Khathab yang sudah lama mereka agung-agungkan dan sembah, berhasil
dihancurkan. Demikian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, beliau selalu
memberantas hal-hal yang berbau syirik dan hal-hal yang mengarah kepada
kesyirikan.
Beliau pun menegakkan hukuman had
(hukuman cambuk, rajam, atau potong tangan bagi yang berhak). Sehingga,
sampailah berita tentang beliau ini ke telinga Amir Al-Ahsaa’, yakni
Sulaiman bin Urai’ir al-Khalidi, dan para pengikutnya dari bani Khalid.
Kabar yang dipahami oleh mereka bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
adalah orang yang suka menghancurkan kubah dan suka merajam wanita.
Akhirnya dia berkirim surat kepada Amir Uyainah agar Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab dibunuh. Kalau tidak, maka dia tidak akan menyerahkan pajak
emas yang biasa diberikan kepada Amir Uyainah dan dia pun akan
menyerang negeri Uyainah.
Rasa cemas pun menghantui diri Amir
Uyainah. Akhirnya dia menemui Syaikh Muhamad bin Abdul Wahab seraya
berkata, “Wahai Syaikh sesungguhnya Amir Al-Ahsaa’ telah menulis surat
kepadaku begini dan begini. Dia menginginkan agar kami membunuhmu. Kami
tidak ingin membunuhmu! Dan kami pun tidak berani dengan dia. Tiada daya
dan upaya pada kami untuk menentangnya. Oleh karena itu kami
berul-betul mengharap Syaikh agar sudi meninggalkan negeri Uyainah ini.”
Kemudian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
berkata, “Wahai Amir, sesungguhnya apa yang aku dakwahkan ini adalah
agama Allah dan realisasi kalimat La ilaaha illallah Muhammadur
Rasulullah. Maka barangsiapa yang berpegang teguh dengan agama ini serta
menegakkannya di bumi Allah ini, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menolongnya dan memberinya kekuatan serta menjadikan dia sebagai
penguasa di negeri para musuhnya. Jika engkau bersabar dan beristiqamah
serta mau menerima ajaran ini, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menolongmu, menjagamu dari Amir Al-Ahsaa’, dan yang lainnya dari
musuh-musuhmu, serta Allah Ta’ala akan menjadikanmu sebagai penguasa
atas negerinya dan keluarganya.”
Kemudian Amir Uyainah berkata lagi,
“Wahai Syaikh, sesungguhnya kami tiada daya dan upaya untuk memeranginya
dan kami tiada mempunyai kesabaran untuk menentangnya.” Maka tiada
pilihan lain bagi Syaikh Muhamamd bin Abdul Wahab, kecuali harus keluar
dan meninggalkan negeri Uyainah, kampung halaman beliau sendiri.
Tempat yang paling cocok dan sesuai bagi
kelancaran dakwah beliau selanjutnya adalah negeri Dir’iyyah. Hal ini
karena negeri Dir’iyyah semakin hari semakin kuat dalam hal ketentaraan.
Terbukti dengan direbutnya kembali kekuasaan yang selalu dirongrong
oleh Sa’d bin Muhammad, pemimpin Bani Khalid. Di sisi lain, hubungan
antara para pemimpin Dir’iyyah dengan pemimpin Bani Khalid kurang
harmonis. Maka di saat pemimpin Bani Khalid bersekongkol dengan Amir
Uyainah untuk mengeluarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, di saat itu
pula Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ingin bergabung dengan para
pemimpin Dir’iyyah.
Tapi sebab yang terpenting kepergian
beliau menuju negeri Dir’iyyah adalah karena dakwah yang beliau sebarkan
selama ini mendapat sambutan yang hangat dari para pemimpin negeri
tersebut. Di antara mereka adalah keluarga Suwailin, kedua saudara Amir
Dir’iyyah (Tsinyan dan Musyairi), dan juga anaknya yang bernama Abdul
Aziz.
Di saat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab
berada di rumah keluarga Suwailin, datanglah Amir Dir’iyyah Muhammad bin
Sa’ud atas anjuran istrinya untuk menyambut kedatangan Syaikh Muhammad.
Akhirnya terwujud suatu kesepakatan bersama untuk saling beramal dalam
upaya menegakkan dakwah Islamiyah semaksimal mungkin. Dan kesepakatan
inilah yang nantinya sebagai asas dan pondasi bagi berdirinya Daulah
Jadidah (Saudi Arabia).
Sebagian dari para penulis ada yang
berpendapat bahwa dari kesepakatan itu pula tercetuslah suatu
pernyataan, urusan pemerintahan dipikul oleh Muhammad bin Sa’ud dan
keturunannya, sedang urusan agama (diniyyah) di bawah pengawasan dan
bimbingan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beserta keturunannya. Namun
nampaknya pernyataan yang seperti ini belum pernah ada, hanya saja
kebetulan keturunan Muhammad bin Sa’ud sangat berbakat dalam
mengendalikan urusan pemerintahan, demikian juga keturunan Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahab sangat mumpuni untuk melanjutkan perjuangan
beliau, sehingga hal ini terkesan sudah diatur sebelumnya, padahal hanya
kebetulan saja.
Demikianlah, Syaikh Muhamamd bin Abdul
Wahab dan Amir Dir’iyyah berada di atas kesepakatan yang telah mereka
sepakati bersama sampai mereka pergi ke Rahmatullah. Dan selanjutnya
diteruskan oleh keturunan mereka masing-masing di kemudian hari.
[berbagai sumber/www.hidayatullah.com]
k3nj1:
Untuk melengkapi latar belakang dan sejarah Wahabi :
1701 : Muhammad Bin Abdul Wahab dilahirkan di Uyainah Nejd.
1713an keatas : Pergi ke Basrah untuk
menuntut ilmu, disana Muh. Bin Abdul Wahab bertemu Mr. HEMPHER mata mata
Inggris yang mengaku sbg Muslim dari Turki yang punya misi mencari
kelemahan untuk menghancurkan Khilafah Turki Otoman dari dalam.
Hempher menggunakan Muh Bin Abdul Wahab
sebagai boneka penyebaran mazhab baru yang “bebas” dengan dalih
kebebasan IJTIHAD “mengkaji langsung dari Qur’an dan Hadis” walaupun
menyelisihi pemahaman para sahabat, para imam mazhab yg 4 dan para ulama
muktabar.
Hempher menjanjikan dukungan dana dan senjata dari Inggris bagi Imam Mujtahid yang baru muncul ini.
Tujuan utama Hempher adalah agar Muh.Bin
Abdul Wahab mencetuskan revolusi pemberontakan melepaskan diri terhadap
Khilafah Islam Turki Ottoman.
Dengan agenda tersembunyi akan melakukan
pemberontakan, dibangunlah doktrin2 baru untuk melegeslasi tindakan
kekerasan dan pembunuhan terhadap pejabat pemerintah Turki Ottoman dan
semua orang yang tidak mendukung revolusi wahabi, yaitu :
Membuat ajaran baru yang mudah meng KAFIR
kan kaum Muslimin, sebagai alasan untuk menghalalkan darahnya apabila
tidak mau bergabung dengan gerakan Wahabi.
Di Basrah itulah dimulai ajaran-ajaran
TAKFIR nya disebar luaskan. Tentu saja PERKARA BARU nya itu ditentang
oleh ulama-ulama setempat.
1726 : Dakwah di Huraymilah dan menyebarkan Perkara Baru ajaran takfir nya, diusir oleh masyarakat setempat.
1728 : Dakwah di Uyainah, mendapat
dukungan dari Amir Utsman penguasa Uyainah, mulai melakukan perusakan
dan pembongkaran kubah makam orang orang soleh. Tindakan dan ajarannya
yang ekstrem mendapat kecaman dari penguasa wilayah yang lain.
Belakangan akhirnya Amir Utsman menarik dukungannya dan mengusirnya.
Hempher yang selalu mem-back up dari belakang layar, akhirnya mengatur pertemuan dengan Muhammad Bin Su’ud penguasa Di’riyah.
1744 : Bergabung dengan Muhammad Bin Saud
penguasa Di’riyah, semakin gencar menyebarkan doktrin2 WAHABI, dan
mempraktekkan tindakan tindakan kekerasan dalam menerapkan dan
memaksakan ajaran Wahabi.
1765 : Muhammad Bin Saud peguasa Di’riyah meninggal dunia, digantikan oleh Abdul Azis bin Muhammad Al Saud.
1792 : Dengan dukungan senjata dan dana
dari Inggris yang difasilitasi oleh Hempher, Revolusi Wahabi dibawah
pimpinan Abdul Azis Bin Su’ud berhasil menguasi : Riyadh, Kharj, dan
Qasim di wilayah Arabia Tengah
1793 : Muhammad Bin Abdul Wahab wafat
mereka melanjutkan ekspansi ke timur ke
Hasa, dan menghancurkan kekuasaan Banu Khalid di wilayah itu. Para
pengikut Syi`ah di kawasan ini, yang jumlahnya cukup banyak, dipaksa
untuk menyerah dan mengikuti Wahhabisme atau dibunuh.
1797 : Menyerbu Teluk Persia, Oman, Qatar, Bahrain.
1802 : Menyerbu Thaif, dilanjutkan
menyerbu Karbala Irak, membunuh 2.000-an pengikut Syi`ah yang sedang
bersehbahyang sambil merayakan Muharram. Dengan kemarahan yang tak
terkontrol, mereka menghancurkan makam-makam Ali, Husayn, imam-imam
Syi`ah, dan khususnya kepada makam puteri Nabi, Fatimah.
1803 : Menyerbu Mekkah
1804 : Menyerbu Madinah
Mereka membunuh syekh dan orang awam yang
tidak bersedia masuk Wahabi. Perhiasan dan perabotan yang mahal dan
indah – yang disumbangkan oleh banyak raja dan pangeran dari seluruh
dunia Islam untuk memperindah banyak makam wali di seputar Mekkah dan
Madinah, makam Nabi, dan Masjidil Haram – dicuri dan dibagi-bagi. Pada
saat Mekkah jatuh ke tangah Wahabi. Dunia Islam guncang, lebih-lebih
karena mendengar kabar bahwa makam nabi telah dinodai dan dijarah, rute
jamaah haji ditutup, dan segala bentuk peribadatan yang tidak sejalan
dengan praktik Wahabi dilarang.
1806 : Abdul Azis Bin Su’ud meninggal dunia digantikan Abdullah bin Sa’ud.
1811 : Turki Ottoman mulai mengirimkan pasukan untuk memadamkan revolusi pemberontakan kaum Wahabi.
1812 : Pasukan Turki Ottoman dari Mesir berhasil menguasai Madinah.
1815 : Kembali pasukan Turki Ottoman dari Mesir menyerbu : Riyadh, Mekkah dan Jeddah.
1818 : Di’riyah, ibukota pusat gerakan
Revolusi pemberontakan Wahabi berhasil dikuasai pasukan Khilafah Islam
Turki Ottoman. Pemimpin Wahabi saat itu Abdullah bin Sa’ud tertangkap,
dibawa ke Istambul dan dihukum gantung disana sebagai pimpinan
pemberontakan.
1821 : Tentara Khikafah Islam Turki Ottoman ditarik dari Arabia
1824 : Turki Bin Abdullah, yang bapaknya dihukum gantung di Turki mengambil alih kepemimpinan kaum Wahabi menduduki Riyadh.
1830 : Meluaskan penaklukan ke daerah `Aridh, Kharj, Hotah, Mahmal, Sudayr Aflaj dan Hasa.
1834 : Turki bin Abdullah dibunuh oleh
konspirasi internal keluarga Saud yang dipimpin oleh saudara sepupunya
sendiri, yg diangkat sbg walikota Manfuhah yang bernama Mishari. Setelah
mengalami konflik antar sesama klan Saud, Faisal bin Turki berhasil
naik menjadi Penguasa baru kaum Wahabi.
1837 : Faisal bin Turki Al Saud, karena
menolak membayar upeti ke Mesir, diringkus oleh Otoritas Turki Ottoman
dan dibawa ke Mesir.
1863 : Faisal bin Turki Al Saud berhasil
melarikan diri dari Mesir, kembali berkuasa di Riyadh tapi tetap
mengakui kekuasaan Khilafah Islam Turki Ottoman dan rutin membayar upeti
ke Mesir.
1865 : Faisal bin Turki Al Saud meninggal, anak-anaknya dari isteri yang berbeda-beda terlibat perebutan kekuasaan.
1871 : Sa’ud bin Faisal keluar sebagai pemenang dan berkuasa memimpin teritorial kaum Wahabi.
1875 : Sa’ud bin Faisal meninggal, kembali terjadi perebutan kekuasaan.
1887 : Abdullah Al Saud meminta bantuan
kepada Muhammad bin Rasyid penguasa Ha’il. Laskar Klan Rasyid setelah
membantu Abdullah dan berhasil menyingkirkan pesaing-pesaingnya akhirnya
justeru menangkap Abdullah dan menguasai Riyadh dengan mengatasnamakan
sebagai wali dari Turki Ottoman.
1889 : Abdurrahman Al Saud, salah satu
walikota dibawah kendali Al Rasyid memberontak tetap berhasil ditumpas
oleh Muhammad Bin Rasyid, Abdurrahman melarikan diri keluar dari Riyadh.
1893 : Abdurrahman Al Saud menetap di
Kuwait dibawah perlindungan kekuasaan Klan Al Sabah dibawah protektorat
Inggris berdasarkan traktat tahun 1899.
1902 : Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud
yang merengek minta bantuan Inggris berusaha merebut kekuasaan di
Riyadh dari Klan Rasyid yang didukung Khilafah Turki Ottoman. Mulanya
Inggris meragukan kemampuan Abdul Azis, tapi Abdul Azis meyakinkan
Inggris bahwa metodenya adalah murni gerakan politik-militer yang akan
“membunuh semuanya” yang menentangnya, tidak perduli meskipun Moslem.
1906 : Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud
yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Saud dengan dukungan penuh dari
Inggris berhasil menguasai QASIM, yang mendekati pusat pemerintahan Klan
Rasyid di Nejd.
1913 : Hasa yang banyak penganut SYIAH
dikuasai. Ibn Sa`ud mengadakan perjanjian dengan ulama Syiah yang
menetapkan bahwa Ibn Sa`ud akan memberikan mereka kebebasan menjalankan
keyakinan mereka dengan syarat mereka patuh kepada Ibn Sa`ud. Pada saat
yang sama, Syiah tetap dianggap sebagai kalangan Rafidlah yang KAFIR.
1915 : Ditengah berkecamuknya perang
dunia ke-I, Pada tanggal 26 Desember 1915, Ibn Sa`ud menyepakati traktat
dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui
kekuasaan Ibn Sa`ud atas Najd, Hasa, Qatif, Jubail, dan wilayah-wilayah
yang tergabung di dalam keempat wilayah utama ini. Apabila
wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibn Sa`ud. Traktat
ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibn Sa`ud. Ia mendapatkan
1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain
itu, Ibn Sa`ud menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang
akan dikirim secara teratur sampai tahun 1924.
Dokumen diatas menjelaskan : sebagai
imbalan bantuan dan pengakuan Inggris akan kekuasaannya, Ibn Sa`ud
menyatakan tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan
negara asing lainnya. Ibn Sa`ud juga tidak akan menyerang ke, atau
campur tangan di, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Oman – yang berada di
bawah proteksi Inggris. Ibn Saud juga berjanji membiarkan berdirinya
negara Yahudi di Palestina yang dibidani Inggris. Traktat ini mengawali
keterlibatan langsung Inggris di dalam politik Ibn Sa`ud.
1916 : Perjanjian penentuan batas
wilayah. Komisioner tinggi Inggris Sir Percy Cox dengan mengambil kertas
dan pena menentukan batas2 wilayah kerajaan2 di Timur Tengah sebagai
kerajaan2 nasional yang berdaulat lepas dari Khilafah Turki Ottoman.
Sementara itu, saingan Ibn Sa`ud di Najd,
Ibn Rasyid, tetap bersekutu dengan Khilafah Usmaniah. Ketika Kesultanan
Usmani kalah dalam Perang Dunia I bersama-sama dengan Jerman, klan
Rasyidi kehilangan sekutu utama. Selain itu, yang tidak kalah
pentingnya, Rasyidi dilanda persaingan internal di bidang suksesi.
Perang antara Ibn Sa`ud dan Ibn Rasyid sendiri tetap berlangsung selama
PD I dan sesudahnya.
1917 : Menteri Luar Negeri Inggris Arthur
Balfour menerbitkan deklarasi Balfour kepada Lord Rothschild seorang
aristocrat dan miliuner Yahudi tgl. 2 Nopember 1917 yang menjanjikan
berdirinya negara Yahudi di Palestina.
Pada tanggal 11 Desember 1917, Inggris dibawah pimpinan Jenderal Edward Allenby menduduki Palestina.
1921 : Setelah berbulan-bulan dikepung,
pada tanggal 4 November 1921, Ha’il, ibukota Klan Rasyidi, jatuh ke
tangan Ibn Sa`ud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan.
Penduduk oase subur di utara itu pun mengucapkan bay`ah ketundukan
kepada Ibn Sa`ud.
1922 : Asir, wilayah di Hijaz selatan dikuasai Ibn Saud.
1924 : Mekkah dan Madinah dikuasai.
1925 : Jeddah dikuasai, di tahun ini Ibnu Saud memproklamirkan diri sebagai RAJA HIJAZ
1926 : Ibnu Saud memproklamirkan diri
sebagai RAJA HIJAZ dan SULTAN NEJD. Agen intelejen Inggris yang bernama
Harry St. John Pilby tinggal di Jeddah sebagai penasehat dan penghubung
dengan pemerintah Inggris. Pada tahun 1930 Philby resmi masuk menjadi
anggota dewan penasihat pribadi Raja
1927 : Perjanjian umum Inggris-Arab Saudi
yang ditandatangani di Jeddah (20 Mei 1927). Perjanjian itu, yang
dirundingkan oleh Clayton, mempertegas pengakuan Inggris atas
‘kemerdekaan lengkap dan mutlak’ Ibnu Sa‘ud, hubungan non-agresi dan
bersahabat, pengakuan Ibnu Sa‘ud atas kedudukan Inggris di Bahrain dan
di keemiran Teluk, serta kerjasama dalam menghentikan perdagangan budak.
Dengan perlindungan Inggris ini, Abdul Aziz (yang dikenal dengan Ibnu
Sa‘ud) merasa aman dari berbagai rongrongan.
1928 : Suku Duwais yang tidak senang
terhadap sikap politik Ibnu Saud yang terlalu pro Barat dan menyetujui
berdirinya Israel di Palestina melakukan pemberontakan. Dengan bantuan
angkatan udara Inggris dilakukan pengeboman dan penumpasan pemberontakan
suku Duwaish
1932 : Ibnu Saud memproklamrikan
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia (Al-Mamlakah al-‘Arabiyah as-Su‘udiyah)
dengan wilayah kekuasaan yang sampai sekarang ini dikenal sebagai
Kerajaan SAUDI ARABIA.
1933 : Ditemukan minyak di Wilayah Arab
Saudi, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60
tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company
pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan
Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS
dengan agresif berusaha merangkul Saudi.
1941 : Untuk kepentingan minyak, secara
khusus wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden
Roosevelt (April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman
utang kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara
tersebut menjadi ‘budak’ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS
memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $10 juta dolar. Tidak hanya
itu, AS juga terlibat langsung dalam ‘membangun’ Saudi menjadi negara
modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar
untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan
pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat
Saudi.
1943 : Konsesi ijin bagi AS menempatkan pangkalan militer di Arab Saudi yang terus diperpanjang sampai sekarang.
1948 : Deklarasi berdirinya Israel pada tanggal 14 Mei 1948 yang dibacakan oleh Perdana Menteri David Ben Gurion di Tel Aviv.
Proklamasi Israel itu ditentang oleh 5
negara Arab : Arab Saudi, Suriah, Mesir, Trans-Yordania, Libanon dan
Irak yang mengakitbatkan pecahnya perang Arab-Israel pertama sepanjang
tahun 1948-1949.
Namun perang ini adalah setengah hati,
karena negara2 Arab sendiri sudah terikat traktat dengan Inggris melalui
Perjanjian Penentuan Batas Wilayah yang ditentukan oleh Komisioner
Tinggi Inggris Sir Percy Cox tahun 1916.
Disamping itu juga telah adanya janji
para penguasa negara Arab bentukan Inggris untuk membiarkan berdirinya
Israel di Palestina sebagai imbalan atas jasa Inggris yang telah
membantu berkuasanya para Raja boneka Inggris di masing2 negara Arab.
1953 : Raja Abdul Azis bin Abdurrahman Al Saud (Ibn Saud) meninggal digantikan oleh Raja Saud bin Abdul Azis.
1956 : Perang Arab-Israel kedua, tentara
Israel yang dibantu pasukan Inggris dan Perancis menyerbu Mesir dan
menduduki Sinai. Perang ini dipicu karena Nasionalisasi Terusan SUEZ
oleh pemerintahan Gamal Abdul Nasser, dimana saham terbesar terusan SUEZ
dimiliki oleh Inggris dan Perancis.
1964 : Raja Saud meninggal digantikan oleh Faisal Bin Abdul Azis.
1967 : Perang “enam hari” Arab-Israel
ketiga, Israel menyerang Mesir, Suriah dan Yordania, menyusul penarikan
mundur pasukan PBB dari Sinai dan setelah Mesir menutup Teluk Aqoba.
Dalam perang tersebut, Israel berhasil merebut Gurun Sinai, Tepi Barat,
Yerusalem Timur, Jalur Gaza, dan dataran tinggi Golan. Dengan jatuhnya
wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza ke tangan Israel, berarti seluruh
wilayah yang di sediakan bagi negara Arab Palestina sesuai dengan
rencana PBB, sekarang sudah di kuasai oleh Israel seluruhnya.
1973 : Perang “Yomkhipur” Mesir merebut
Sinai dan Syria merebut Dataran Tinggi Golan namun Israel dapat memukul
balik. Negara2 Arab melakukan embargo minyak untuk menekan Israel dan
negara2 Barat yang mendukungnya.
1975 : Raja Faisal meninggal digantikan oleh Khalid bin Abdul Azis.
1978 : Perjanjian Camp David, Israel
mengembalikan Sinai kepada Mesir. Timbul polemik dan pro-kontra diantara
negara2 Arab terkait nasib bangsa Palestina yang tidak menentu.
1982 : Raja Khalid meninggal digantikan oleh Raja Fahd bin Abdul Azis.
Israel menyerang Libanon untuk mengamankan perbatasannya dengan Syria.
1987 : Gerakan Intifada, perlawanan bersenjata rakyat Palestina dibawah komando HAMAS salah satu faksi dari PLO.
1991 : Perang Teluk I, Amerika menyerang
Irak yang menganeksasi Kuwait. Pasukan Amerika didatangkan ke Pangkalan
militer AS di Dahran Arab Saudi.
Keluarga Saud mulai menamkan investasi yang besar di AS, khususnya pada perusahaan-perusahaan keluarga BUSH.
dana sebesar 1,4 Milliar Dollar AS per tahun diberikan kerajaan Arab Saudi untuk menyokong kepemimpinan George W. Bush. Investasi sebesar 860 Milyar Dollar ditanam pemerintahan Arab Saudi di Amerika dan sebesar 300 Trilyun Dollar AS (senilai dengan 2.805.000.triliun rupiah/ ataw 3,000,000 Triliun lebih) uang negara Arab Saudi disimpan di Bank AS
dana sebesar 1,4 Milliar Dollar AS per tahun diberikan kerajaan Arab Saudi untuk menyokong kepemimpinan George W. Bush. Investasi sebesar 860 Milyar Dollar ditanam pemerintahan Arab Saudi di Amerika dan sebesar 300 Trilyun Dollar AS (senilai dengan 2.805.000.triliun rupiah/ ataw 3,000,000 Triliun lebih) uang negara Arab Saudi disimpan di Bank AS
1996 : DR. Aidh Abdullah Al Qorni (penulis LA TAHZAN) dipenjara karena tulisannya yang mengkritik pemerintah.
2001 : Peristiwa 9/11 pengeboman WTC
2003 : Perang Teluk kedua, AS menyerbu dan menduduki Irak.
2005 : Raja Fahd meninggal, digantikan oleh Abdullah bin Abdul Azis.
Putra Mahkota Pangeran Sultan Bin Abdul Azis telah berumur 86 tahun dalam kondisi sakit-sakitan.
Bila Pangeran Sultan meninggal dunia
lebih dahulu dari Raja, yang dipersiapkan sebagai pengganti putera
mahkota adalah menantu Raja Abdullah yaitu : Pangeran Faisal Bin
Abdullah.
Raja Abdullah mengganti beberapa pejabat
teras pemerintahannya yang berideologi Wahhabi dengan orang-orang yang
dianggap lebih toleran secara religi, berpikiran reformis dan dengan
ikatan kerja yang dekat dengan raja.
Penunjukkan Pangeran Faisal bin Abdullah
sebagai Menteri Pendidikan Arab Saudi memang tepat. Karena kementerian
ini sebelumnya kurikulum yang memberi doktrin pada pelajar tentang
ideologi kebencian dan kekerasan terhadap agama lain (Wahhabi). Mereka
mengajarkan sebagai bagian dari perintah agama penanaman kebencian
terhadap selainnya bahkan kepada Ahlu Sunnah dan Syiah. Seperti yang
ditunjukkan Laporan Juli 2008, budaya kebencian terhadap non-Wahhabi
masih tetap ada dalam buku-buku bacaan kajian Islam terbitan pemerintah
Arab Saudi. Buku-buku bacaan ini diwajibkan di seluruh sekolah umum Arab
Saudi dan mendominasi kurikulum Saudi dalam kelas-kelas yang lebih
tinggi. Kementerian memuat isi teks ini secara penuh dalam situsnya dan
penguasa Wahhabi mengirimnya gratis ke masjid-masjid dan sekolah-sekolah
dan perpustakaan muslim di seluruh dunia.
Pangeran Faisal bin Abdullah yang dikenal
pemikir dan moderat juga dikenal cakap dalam memeriksa kurikulum. Dan
dikemudian hari kita akan menyaksikan di Arab Saudi yang lebih moderat
(baca: sekuler).
Raja Abdullah juga menggantikan Kepala
Dewan Mahkamah Agung, Sheikh Saleh al-Luhaidan, yang selama ini dituding
menghalangi upaya reformasi dengan Saleh bin Humaid. Sheikh Luhaidan
telah menduduki pos ini selama lebih dari 40 tahun. Selama ini Luhaidan
amat terkenal karena beberapa kebijakan ”tegas” yang berpijak pada
ajaran konservatif. Salah satu pernyataan tegas pernah diutarakan
Luhaidan, September lalu, untuk menanggapi program-program di stasiun TV
satelit. Menurut Luhaidan, pemilik stasiun TV satelit yang menayangkan
program ”tidak bermoral” harus dibunuh.
Ia juga mengganti kepala polisi agama
Muttawa, Sheikh Ibrahim Al-Ghaith, yang telah memimpin kampanye agresif
di media massa bagi pelaksanaan keras adat-istiadat Islam dan menantang
tokoh lain yang lebih liberal dalam pemerintah. Sheikh Ibrahim Al-Ghaith
diganti dengan Abdul Azia bin Huamin yang lebih moderat.
Perubahan lain yang dilakukan oleh Raja
Abdullah dengan menambah jumlah anggota Dewan Ulama dari 120 menjadi 150
anggota. Untuk pertama kalinya, Raja Abdullah menunjuk utusan dari
empat sekolah hukum agama Islam Sunni di dalam Dewan Ulama. Sebelumnya
hanya tokoh atau perwakilan dari sekolah-sekolah Hambali yang
mendominasi di Dewan Ulama. Akibatnya, yang mendominasi di dewan itu
hanya ajaran Wahhabi, versi Arab Saudi konservatif.
Raja Abdullah juga memerintahkan tiga
tokoh Syiah Arab Saudi; Muhammad Al-Khanizi, Jamil Al-Khairi dan Said
Al-Sheikh menjadi anggota di Dewan Ulama. Perintah ini dianalisa sebagai
kemungkinan dikeluarkannya perintah Raja Abdullah kepada beberapa ulama
Syiah untuk menjadi anggota Forum Ulama Islam negara Arab Saudi
Di Home land Salafy sendiri sudah ada
usaha dari Raja Abdullah untuk mereformasi kurikulum pendidikan
Wahabi/salafy yang dianggap terlalu ekstrim dan menanamkan kebencian
kepada kelompok lain.
Salafy Centre Global dan Indonesia :
1. Komite Fatwa tinggi Saudi : Syeh Abdullah bin Baz, Al Utsaimin, dkk.
2. Yayasan Muntadha London : Salman Ibn Fahd Al-Audah, DR. Safar Al-Hiwali, DR. I’ed A-Qorni dkk
3. Yamani : Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali, Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
4. Yordani : Salim BIn I’ed Al-Hilali dkk., Ali Halabi Al-Atsari
5. Kuwait : Abdurraman Abdul Khaliq (Yayasan Ihya’ Ats-Thuratsnya)
6. Mesir : Syarif Hazza.
7. Alumni LIPIA angkatan pertama
8. Murid-murid Syeh Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali
9. Murid-murid Syeh Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
10. Ust.Yusuf Ustman Baisa, Lc -dulu di Ma’had Ali Al Irsyad Tengaran dan d’ai resmi al-Lajna al-Khairiyah Al Musytarakah.
11. Ust. Syarif Fuad Hazza, da’i dari Mesir dan kaki tangan Jum’iyyah Islamiyah Kuwait. Ma’had al-Irsyad. Tengaran Salatiga.
12. Ust. Abu Nida’ Khomsaha Sofwan, Lc Mudir Yayasan At-Turats, Yogyakarta, bekerja sama dengan yayasan Ihya’tul Turats Kuwait dan al-Haramain Foundation.
13. Ust. Aunur Rafiq Ghufron ( Ma’had Al Furqan, Gresik)
14. Ust. Abu Haidar, dkk ( As Sunnah, Bandung)
15. Ust. Kholid Syamhudi ( Ma’had Imam Bukhari)
16. Ust Abu Husham Muhammad Nur Huda, Ust Abu Ali Noor Ahmad Setiawan, ST, MT, Aris Munandar, SS LBI Al Atsary Jogjakarta.
17. Ust. Ahmas Faiz Asifuddin ( Ma’had Imam Bukhari, Solo dan Pimpinan Umum Majalah as Sunnah)
18. Ust. Abu Qatadah, Yazid Zawwa, Abdul Hakim Abdat .(Turotsi, Al Haramain-Al Sofwah-DDII eks Masyumi)
19. Ust. Abu Nida, dll ( Islamic Center Bin Baz)
20. Ust. Abu Abbas, Abu Isa, Abu Mush’ab, Mujahid .(Mahad Jamilurahman Bantul)
21. Ust. Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS, Ridwan Hamidi, Lc ,PP Taruna Al Qur’an, alumni Madinah)
22. Ust. Muhammad Yusuf Harun, MA, dai Yayasan Al-Sofwa (Lenteng Agung Jakarta, pengelola situs : Aldakwah.org)
23. Ust. Abu Umar Abdillah pernah berseteru dgn Ust. Farid Ahmad Okbah dari PP Al Irsyad)
24. Ust. Jafar Umar Talib (Yayasan Al Ghuroba) dan Syaikh Abdullaah Al-Farsi.
25. Al Maidani, pengasuh PP Al Anshor Jogjakarta, Al Ustadz Abdul Mu’thi dan ustadz Qomar Su’aidi,Lc.
26. Salafy Yamani, Ponpes Dhiyaus Sunnah Cirebon, Ustadz Muhammad Umar As sewed
27. Ust. Abdurahman Wonosari (Murid Syaikh Muqbil bin Haadi, Dammaj, Yaman)
28. Ust. Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
29. Lajnah Dakwah As Salafiyyah Jl. Parakan Asih No. 15, Bandung Jabar
30. Ma’had Ittiba’us Sunnah : Jl. Syuhada No. 02 Sampung – Sidorejo – Plaosan – Magetan – Jawa Timur.
31. Ust. Abu Yahya Riski tinggal di Klaten.
32. Ust. Abdullah Amin, ma’had Ighotsah Dammam, Kediri
33. Wahdah Islamiyah, Jl. H. Asnawi Jakarta Selatan.
34. Salafy Sururi, Masjid Hidyatusalihin poltangan pasarminggu.
35. Salafy Yamani, Masjid Fatahillah.
36. Ust. Luqman Ba’abduh, Ma’had As Salafy, Jl. Wolter Monginsidi V no 99, Kranjingan, Jember
37. Ust. Badrusalam, Lc Radio Rodja Bogor.
38. dan lain lain.
1. Komite Fatwa tinggi Saudi : Syeh Abdullah bin Baz, Al Utsaimin, dkk.
2. Yayasan Muntadha London : Salman Ibn Fahd Al-Audah, DR. Safar Al-Hiwali, DR. I’ed A-Qorni dkk
3. Yamani : Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali, Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
4. Yordani : Salim BIn I’ed Al-Hilali dkk., Ali Halabi Al-Atsari
5. Kuwait : Abdurraman Abdul Khaliq (Yayasan Ihya’ Ats-Thuratsnya)
6. Mesir : Syarif Hazza.
7. Alumni LIPIA angkatan pertama
8. Murid-murid Syeh Rabi’ Bin Hadi Al Madhkali
9. Murid-murid Syeh Muqbil Bin Hadi Al Wadi’i.
10. Ust.Yusuf Ustman Baisa, Lc -dulu di Ma’had Ali Al Irsyad Tengaran dan d’ai resmi al-Lajna al-Khairiyah Al Musytarakah.
11. Ust. Syarif Fuad Hazza, da’i dari Mesir dan kaki tangan Jum’iyyah Islamiyah Kuwait. Ma’had al-Irsyad. Tengaran Salatiga.
12. Ust. Abu Nida’ Khomsaha Sofwan, Lc Mudir Yayasan At-Turats, Yogyakarta, bekerja sama dengan yayasan Ihya’tul Turats Kuwait dan al-Haramain Foundation.
13. Ust. Aunur Rafiq Ghufron ( Ma’had Al Furqan, Gresik)
14. Ust. Abu Haidar, dkk ( As Sunnah, Bandung)
15. Ust. Kholid Syamhudi ( Ma’had Imam Bukhari)
16. Ust Abu Husham Muhammad Nur Huda, Ust Abu Ali Noor Ahmad Setiawan, ST, MT, Aris Munandar, SS LBI Al Atsary Jogjakarta.
17. Ust. Ahmas Faiz Asifuddin ( Ma’had Imam Bukhari, Solo dan Pimpinan Umum Majalah as Sunnah)
18. Ust. Abu Qatadah, Yazid Zawwa, Abdul Hakim Abdat .(Turotsi, Al Haramain-Al Sofwah-DDII eks Masyumi)
19. Ust. Abu Nida, dll ( Islamic Center Bin Baz)
20. Ust. Abu Abbas, Abu Isa, Abu Mush’ab, Mujahid .(Mahad Jamilurahman Bantul)
21. Ust. Umar Budiargo, Lc, Khudlori, Lc, Aris Munandar, SS, Ridwan Hamidi, Lc ,PP Taruna Al Qur’an, alumni Madinah)
22. Ust. Muhammad Yusuf Harun, MA, dai Yayasan Al-Sofwa (Lenteng Agung Jakarta, pengelola situs : Aldakwah.org)
23. Ust. Abu Umar Abdillah pernah berseteru dgn Ust. Farid Ahmad Okbah dari PP Al Irsyad)
24. Ust. Jafar Umar Talib (Yayasan Al Ghuroba) dan Syaikh Abdullaah Al-Farsi.
25. Al Maidani, pengasuh PP Al Anshor Jogjakarta, Al Ustadz Abdul Mu’thi dan ustadz Qomar Su’aidi,Lc.
26. Salafy Yamani, Ponpes Dhiyaus Sunnah Cirebon, Ustadz Muhammad Umar As sewed
27. Ust. Abdurahman Wonosari (Murid Syaikh Muqbil bin Haadi, Dammaj, Yaman)
28. Ust. Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawi
29. Lajnah Dakwah As Salafiyyah Jl. Parakan Asih No. 15, Bandung Jabar
30. Ma’had Ittiba’us Sunnah : Jl. Syuhada No. 02 Sampung – Sidorejo – Plaosan – Magetan – Jawa Timur.
31. Ust. Abu Yahya Riski tinggal di Klaten.
32. Ust. Abdullah Amin, ma’had Ighotsah Dammam, Kediri
33. Wahdah Islamiyah, Jl. H. Asnawi Jakarta Selatan.
34. Salafy Sururi, Masjid Hidyatusalihin poltangan pasarminggu.
35. Salafy Yamani, Masjid Fatahillah.
36. Ust. Luqman Ba’abduh, Ma’had As Salafy, Jl. Wolter Monginsidi V no 99, Kranjingan, Jember
37. Ust. Badrusalam, Lc Radio Rodja Bogor.
38. dan lain lain.
Mengutip dari buku “Ilusi Negara Islam”
pada bab 2 halaman 97 menyebutkan : sebuah Yayasan yang berafiliasi ke
Arab Saudi menawarkan kepada pemerintah RI dana sebesar US$
500.000.000,- dengan kurs Rp. 11.000, setara dengan Rp.
5.500.000.000.000,- (Rp. 5,5 Trilyun) dengan syarat memberi ijin untuk
melakukan kegiatan “infrastruktur pendidikan dan akhlak” (dalam tanda
kutip) dan menempatkan orangnya di Badan Perencanaan dan Pengawasan
Negara.
salafy haraky vs salafy yamani vs salafy sururi
Posted on September 11, 2008 by admin
http://salafytobat.wordpress.com/2008/09/11/salafy-haraky-vs-salafy-yamani-vs-salafy-sururi/
Semoga Allah memecah belah musuh-musuh islam!
Sekte sesat wahaby yang sering menamakan diri dgn istilah “Salafy”,
mereka menyesatkan smua ulama dan muslimin yang diluar sekte sesat ini.
Bahkan diantara mereka sendiri saling sesat menyesatkan ….. inilah
buktinya :
Assalamu'alaikum, "Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Ash-Shaff 2-3) "Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (Ar-Ruum : 31-32) --------------------------------------------------------------------------- KAJIAN ILMIAH TENTANG HAROKAH SALAFY oleh: [EMAIL PROTECTED] Salafi meyakini bahwa hanya ada satu golongan yang selamat dan masuk syurga, yakni salafi, dari sekian banyak golongan yang ada saat ini (73 golongan). Salafi menggunakan landasan hadits Nabi saw, "Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan." Ditanyakan kepada beliau: "Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?" Beliau menjawab: "Orang-orang yang mengikutiku dan para sahabatku." [HR Abu Dawud, At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darami dan Al-Hakim]. Kemudian diperkuat lagi dengan kaidah yang mereka gunakan bahwa "Kebenaran hanya satu sedangkan kesesatan jumlahnya banyak sekali", kebenaran yang satu ada pada salafi! Keyakinan ini berdasarkan hadits Nabi Saw, Rasulullah saw bersabda: "Inilah jalan Allah yang lurus" Lalu beliau membuat beberapa garis kesebelah kanan dan kiri, kemudian beliau bersabda: "Inilah jalan-jalan (yang begitu banyak) yang bercerai-berai, atas setiap jalan itu terdapat syaithan yang mengajak kearahnya". Kemudian beliau membaca ayat, Dan (katakanlah): "Sesungguhnya inilah jalanku yang lurus maka ikutilah dia. Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (Qs. al-An'aam [6]: 153) [HR Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim] ( lihat 1, hal 47-48). Sehingga salafi meyakini bahwa semua golongan sesat, bid'ah, tidak selamat dan tidak masuk syurga. Dengan keyakinan ini maka salafi merasa dirinya paling benar (karakter 1), sedangkan ulama/golongan lain selalu salah, sesat dan bid'ah. Sehingga golongan sesat dan bid'ah ini layak untuk dicela (karakter 2), harus diungkapkan semua keburukannya dan jangan diungkapkan secuil-pun kebaikannya, karena khawatir nanti diikuti oleh umat Islam (lihat 4, hal 28-29). Sehingga bertaburanlah dalam pengajian, daurah, seminar, buku-buku dan website-website salafi pernyataan bahwa hanya salafi-lah yang paling sesuai dengan as-sunnah dan celaan sesat dan bid'ah kepada ulama/golongan selain salafi. Berpecah Belah Sesamanya Tetapi ada satu hal yang aneh dan sangat bertolak belakang dengan keyakinan diatas, pada saat kita mencoba lebih jauh mengenal salafi maka akan dijumpai fakta bahwa secara internal salafi berpecah belah sesamanya. Salafi yang satu meyakini bahwa dirinya paling benar dan yang lain sesat, sehingga mereka mencela salafi yang lain dan ditahdzir (diperingatkan) agar segera bertaubat. Sedangkan salafi yang dicela juga mengatakan hal yang sama, bahwa merekalah yang paling benar dan yang lain sesat. Hal ini terjadi, kemungkinan besar karena karakter salafi yang merasa dirinya paling benar (karakter 1), sehingga sesama mereka sendiri saling berselisih, mau menang sendiri dan mencela satu sama lain (karakter 2). Abdurahman Wonosari: Berkaitan dengan fitnah tahazzub, yang dinukilkan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi, dengannya memecah-belah barisan salafiyyin dimana-mana, termasuk di Indonesia. Kemudian fitnah yang ditimbulkan oleh Yayasan Ihya' ut Turots yang dipimpin oleh Abdurahman Abdul Kholiq serta Abdullah as Sabt. Abdurahman Abdul Khaliq telah dinasihati secara keras dan sebagian Ulama' menyebutnya sebagai mubtadi'. Adapun Jum'iyyah Ihya' ut Turots dan Abdurahman Abdul Khaliq telah berhasil menyusupkan perpecahan sehingga mencerai-beraikan Salafiyyin di Indonesia. Apakah Jum'iyah Ihya' ut Turots (disingkat JI) ini memecah-belah dengan pemikiran, kepandaian,gaya bicara mereka saja? (lihat 6). Abu Ubaidah Syafrudin: Bahkan sampai ta'ashub dengan kelompoknya, golongannya, sehingga menyatakan bahwa salafy yang murni adalah kelompok salafy yang ada di tempat fulani dan berada di bawah ustadz fulan (lihat 6). Perpecahan internal ini bisa sangat tajam, sehingga kata-kata yang diucapkan bisa sangat kasar, sehingga tidak layak diucapkan oleh seorang hamilud da'wah (pengemban da'wah), Abdul Mu'thi: Khususnya yang berkenaan tentang Abu Nida', Aunur Rafiq, Ahmad Faiz serta kecoak-kecoak yang ada di bawah mereka. Mereka ternyata tidak berubah seperti sedia kala, dalam mempertahankan hizbiyyah yang ada pada mereka (lihat 6). Muhammad Umar As-Sewed: Adapun Abdul Hakim Amir Abdat dari satu sisi lebih parah dari mereka, dan sisi lain sama saja. Bahwasanya dia ini, dari satu sisi lebih parah karena dia otodidak dan tidak jelas belajarnya, sehingga lebih parah karena banyak menjawab dengan pikirannya sendiri. Memang dengan hadits tetapi kemudian hadits diterangkan dengan pikirannya sendiri, sehingga terlalu berbahaya. Ini kekurangan ajarannya Abdul Hakim ini disebabkan karena dia menafsirkan seenak sendiri dan memahami seenaknya sendiri. Tafsirnya dengan Qultu, saya katakan, saya katakan , begitu. Ya.., di dalam riwayat ini,ini, dan saya katakan, seakan-akan dia kedudukannya seperti para ulama, padahal dari mana dia belajarnya. Ketika ditanyakan tentang Abdul Hakim , "Siapa?", lalu diterangkan kemudian sampai pada pantalon (celana tipis yang biasa dipakai untuk acara resmi ala Barat, red), "Hah huwa Mubanthal (pemakai panthalon, celana panjang biasa yang memperlihatkan pantatnya dan kemaluannya itu)" (lihat 2). Dzulqarnain Abdul Ghafur Al-Malanji: KITA KATAKAN: apalagi yang kalian tunggu wahai hizbiyyun? Abu Nida', Ahmad Faiz dan kelompok kalian At-Turatsiyyin!! Bukankah kalian menunggu pernyataan dari Kibarul Ulama'? Bahkan 'kita hadiahkan' kepada kalian fatwa dari barisan ulama salafiyyin yang mentahdzir Big Boss kalian!! Kenapa kalian tidak bara' dan lari dari At-Turats?! Mengapa kalian masih tetap menjilat dan mengais-ngais makanan, proyek-proyek darinya?! (lihat 5). Walhasil, perpecahan diantara salafi terjadi beberapa kelompok dan diantara mereka merasa paling dirinya paling benar. Kelompok-kelompok yang berpecah belah dan saling menganggap sesat itu antara lain: Kelompok Al-Muntada (sururiyah) yang didirikan oleh Salafi London yakni Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin, kemudian di Indonesia membentuk kelompok Al-Sofwah dan Al-Haramain dengan pentolannya Muhammad Kholaf, Abdul Hakim bin Abdat, Yazid bin Abdul Qadir Jawwas, Ainul Harits (Jakarta) dan Abu Haidar (As-Sunnah Bandung). Ini juga dari kedustaan dia, membangun masjidnya ahlul bid'ah, Hadza Al-Sofwah, dan Yazid Jawwas mengatakan "Al-Sofwah itu Salafy", padahal tadinya ketika dia masih sama kita dia mengatakan bahwa Al-Sofwa itu ikhwani, Surury, tapi ketika dia bersama mereka sudah meninggalkan Salafiyyin, terus omongnya sudah lain. Sehingga apa yang mereka sebarkan dari prinsip-prinsip ikhwaniyyah dan Sururiyyah ini, adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan Sunnah Rasulullah, dan bertentangan dengan 180 derajat (lihat 2). Kemudian kelompok Jami'atuts Turots Al-Islamiyah (lembaga warisan Islam) yang didirikan oleh salafi Kuwait Abdurrahman Abdul Khaliq, di Indonesia membentuk kelompok Ma'had Jamilurahman As-Salafy dan Islamic Center Bin Baaz (Jogya) dengan pentolannya Abu Nida' Aunur Rafiq Ghufron (Ma'had Al-Furqan Gresik), Ahmad Faiz (Ma'had Imam Bukhari Solo), dan lain-lain. Lantas bagaimana menyikapi orang-orang at Turots/Abu Nida' cs ini? Syaikh Muqbil memberikan kaidah tentang orang-orang yang padanya ada pemikiran hizbiyah, bahkan Abdurahman Abdul Kholiq dicap adalah mubtadi'. Dengan keadaan Abu Nida' yang demikian, apakah sudah bisa memastikan bahwa Abu Nida' adalah hizbi? Ya (Syaikh Yahya al Hajuri). Disinilah perlunya membedakan antara Salafiyyin dan At Turots, sebagaimana Allah tegaskan tidak akan sama orang yang berilmu dan beramal, dibanding orang yang beramal dengan kejahilan (lihat 6). Ada lagi kelompok salafi lain seperti FK Ahlussunnah wal jamaah (FKAWJ) dan Lasykar Jihad yang didirikan oleh Ja'far Umar Thalib, yang juga dianggap sesat oleh salafi lainnya. Abdurahman Wonosari: Sebagian orang menganggap kita yang telah berlepas diri dari kesesatan Ja'far Umar Thalib (JUT). Namun ketika jelas setelah nasihat dari para Ulama' atas JUT, namun dia enggan menerimanya bahkan justru dia meninggalkan kita, maka Allah memudahkan kita berlepas diri daripadanya. Bahkan memudahkan syabab kembali kepada Al Haq, tanpa harus bersusah-payah. Padahal sebelumnya, banyak yang ingin menjatuhkan JUT dari sisi akhlak dan muammalahnya. Qadarallah, selama ini kita disibukkan dengan jihad (th 2000 - 2002), yang dengan jihad tercapai kebaikan-kebaikan, tidak diingkari juga adanya terjerumusnya dalam perkara siyasah/politik. Dan hal ini, membikin syaikh Rabi' bin Hadi menasehatkan dengan menyatakan: "Dulunya jihad kalian adalah jihad Salafy, kemudian berubah menjadi jihad ikhwani." Mendengar peringatan yang demikian, alhamdulillah, Allah sadarkan kita semua, langsung bangkit dan kemudian berusaha membubarkan FKAWJ (Forum Komunikasi Ahlusunnah wal Jama'ah, red) dan menghentikan komandonya JUT (Laskar Jihad Ahlusunnah wal Jama'ah, red). Alhamdulillah." (lihat 6). Kemudian kelompok salafi lainnya Ponpes Dhiyaus Sunnah (Cirebon) dengan Muhammad Umar As-Sewed. lihat 2 dan 6 Kelompok yang satu ini merasa salafi yang paling asli diantara salafi-salafi asli lainya, karena merujuk kepada ulama-ulama salafi Saudi. Saking kerasnya pertentangan diantara kelompok salafi itu, mereka memperlakukan kelompok salafi lain telah keluar dari salafi dan dianggap sesat dan bid'ah oleh salafi lainnya, Muhammad Umar As-Sewed (Cirebon): Dalam syarhus Sunnah dalam aqidatus salaf ashabul hadits, kemudian dalam Syariah Al-Ajurry, kemudian Minhaj Firqatun najiyah Ibnu Baththah, itu semua ada. Yang menunjukkan mereka semua sepakat untuk memperingatkan ummat dari ahlul bid'ah dan mentahdzir ahlul bid'ah, membenci mereka, menghajr mereka, memboikot mereka dan tidak bermajlis dengan mereka, itu sepakat. Sehingga apa yang mereka sebarkan dari prinsip-prinsip ikhwaniyyah dan Sururiyyah ini, adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan Sunnah Rasulullah, dan bertentangan dengan 180 derajat (lihat 2). Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, di negara-negara Arab-pun juga demikian, diantara ulama salafi sendiri mengklaim merekalah salafi yang asli dan harus diikuti, sedangkan yang lain sesat dan harus dihindari pengajian-pengajian, buku-buku dan kaset-kasetnya. Salafi yang merasa asli menyatakan bahwa merekalah pengikut shalafush shalih yang benar, sedangkan salafi yang lain hanya mengaku-ngaku saja sebagai salafi. Begitu juga sebaliknya! Ada kelompok ulama semisal Abdullah bin Abdil Aziz bin Baz, Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Muhammad bin Rabi' Al-Madkhali, dan lain-lain. (Saudi), Muqbil bin Haadi, Yahya Al-Hajuri (Yaman), Muhammad bin Abdurrahman Al-Maghrawi (Maroko), Falah bin Ismail, Falah bin Tsani As-Su'aidi, Walid Al-Kandari, Mubarak bin Saif Al-Hajiri (Kuwait). Disisi lain terdapat pula ulama salafi yang mereka anggap sesat semisal Abdurrahman Abdul Khaliq (Kuwait), Muhammad Quthb (ex IM yang dianggap masuk salafi), Muhammad Surur bin Nayif Zainal (London), dan lain-lain (lihat 5). Abdurrahman Abdul Khaliq misalnya, beliau mendirikan Jami'atuts Turots Al-Islamiyah (lembaga warisan Islam) di Kuwait juga menggunakan landasan yang sama sebagai salafi, yakni menyatukan langkah dengan menjadikan Al-Quran dan sunnah serta mengikuti salafush shalih sebagai sumber tasyri', mengembalikan setiap persoalan kepada kalamullah dan rasul-Nya (lihat 7, hal 11). Tetapi Abdurrahman Abdul Khaliq dianggap sesat dan bid'ah oleh salafi yang lain, karena beliau membentuk hizbi (lihat 6). Begitu juga Muhammad Surur bin Nayif Zainal Abidin yang mendirikan Al-Muntada di London, juga mengaku sebagai salafi. Tetapi karena beliau mengkritik dengan keras kebijakan kerajaan Saudi yang bersekutu dengan kafir AS untuk memerangi Iraq pada perang teluk, beliau juga mencela ulama-ulama yang menjadi budak kerajaan Saudi dengan mecari-carikan dalil yang sesuai dengan kebijakan penguasa kerajaan (lihat 4, hal 78-82 catatan kaki). Disamping itu beliau menggunakan prinsip IM: "Nata'awan fima tafakna wa na'dziru ba'dina ba'don fi makhtalahna" atau "Kita saling kerjasama apa yang kita sepakati dan kita hormat-menghormati saling memaklumi apa yang kita berbeda" (lihat 2). Sehingga beliau dianggap sesat dan bukan lagi sebagai salafi. Sungguh menggelikan, satu-satunya golongan yang mengaku selamat dan masuk syurga, menganjurkan umat Islam untuk tidak berpecah belah dan hanya menyatu dalam satu golongan saja (salafi), serta menganggap golongan lain sesat dan bid'ah. Tetapi secara internal berpecah belah sesamanya, baik di Indonesia maupun di daerah Arab dan sekitarnya. Sangat kontradiksi bukan?, disatu sisi menganjurkan umat Islam untuk bersatu tetapi disisi lain internal salafi berpecah belah. Kecenderungan salafi untuk mencela golongan lain sebagai sesat dan bid'ah sehingga 'terkesan' salafi memecah belah persatuan umat, apakah hal ini dimaksudkan karena mereka tidak rela bahwa hanya salafi saja yang berpecah belah, sedangkan golongan lain tidak? Silahkan nilai sendiri! Wallahu'alam Khatimah: 1. Karakter salafi berupa "Merasa dirinya paling benar" (karakter 1) dan kebiasaan "mencela golongan/ulama lain" (karakter 2) yang berseberangan pendapat dengan mereka bukanlah issue semata, tetapi dapat dibuktikan melalui fakta yang terjadi diinternal salafi sendiri. 2. Karakter salafi yang merasa paling benar sendiri, menimbulkan perpecahan internal salafi. Ini merupakan hal yang wajar, golongan manapun jika mendahulukan egoisme dan hawa nafsu belaka maka akan berpecah belah. Sedangkan golongan-golongan Islam lain, tidak mengalami perpecahan internal separah yang dialami salafi, bahkan secara internal mereka solid. Kita bisa merujuk kepada NU, Muhammadiyah, Ikhwanul Muslimin/Tarbiyah/PKS, Hizbut Tahrir, Persis, Al-Irsyad, Jamaah Tabligh, dan lain-lain, mereka lebih tahan terhadap perpecahan internal karena karakter mereka memang beda dengan salafi (karakter 1 dan 2) 3. Perpecahan salafi menjadi beberapa kelompok antara lain: kelompok Al-Sofwah & Al-Haramain Jakarta; Imam Bukhari Solo, Al-Furqan Gresik, Islamic Center Bin Baaz & Jamilurahman As-Salafy Jogya; FKAWJ & Lasykar Jihad Jakarta; Dhiyaus Sunnah Cirebon. Ini belum termasuk kelompok salafi yang telah ditahdzir dan kemudian taubat, tetapi tidak bergabung dengan salafi "asli" dan membentuk kelompok-kelompok sendiri. 4. Orang awam yang baru mengenal salafi menjadi kebingungan, bagaimana mungkin satu golongan yang meyakini selamat dan masuk syurga, tetapi secara internal mereka sendiri berpecah belah. Lantas mana golongan salafi yang asli, yang selamat dan masuk syurga itu?. Kembali kepada kaidah yang diyakini salafi: "Kebenaran hanya satu sedangkan kesesatan jumlahnya banyak sekali", maka berarti salah satu salafi saja yang asli dan yang lain sesat dan bid'ah, atau bisa jadi semuanya salafi palsu! 5. Dengan memahami karakter asli salafi, kita bisa berlapang dada jika dicela sesat dan bid'ah oleh salafi, karena jangankan anda, sesama salafi sendiri saja saling mencela sebagai sesat dan bid'ah. Lantas apakah perlu dilayani jika anda dicela sesat dan bid'ah? Tidak perlu, karena tidak ada gunanya berdiskusi dengan orang yang merasa paling benar dan golongan lain selalu salah. Diskusi yang sehat adalah untuk "mencari kebenaran bukan kemenangan", mencari hujjah yang paling kuat (quwwatut dalil). Jika meyakini hujjah lawan diskusi lebih kuat maka dengan lapang hati menerimanya, tetapi jika tidak ada titik temu dalam diskusi maka masing-masing harus menghargai perbedaan ijtihadnya. Jadi, sebaiknya dalam menghadapi salafi adalah dengan tidak menghadapinya. Maraji': 1. Risalah Bid'ah, Abdul Hakim bin Amir Abdat 2. www.salafy.or.id: manhaj:"Sururiyyah terus melanda muslimin Indonesia", Abu Dzulqarnain Abdul Ghafur Al-Malanji 3. Lihat juga www.assunnah.or.id 4. Menepis penyimpangan manhaj dakwah, Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al-Haritsi 5. www.salafy.or.id, manhaj: Ulama berbaris tolak JI (Jum'iyah Ihya' ut Turots), Abu Dzulqarnain Abdul Ghafur Al-Malanji 6. www.salafy.or.id, manhaj: "Bahaya jaringan JI dari Kuwait dan At Turots", Abdul Mu'thi, Abu Ubaidah Syafrudin dan Abdurahman Wonosari 7. 10 wasiat bekal aktifis dakwah dan harokah, Abdurrahman Abdul Khaliq 8. Mendudukkan antara sunnah dan bid'ah, Lajnah Ihya'ut Turats Al-Islamiy 9. Lihat juga www.atturots.or.id 10. Lihat juga www25.brinkster.com/salafyoononline/ Wassalam, EP
rujukan :
Surat Terbuka Dari Penulis Buku 泥akwah Salafiyah Dakwah Bijak? Untuk Situs Muslim.or.id
(6) ?dia (Abdurrahman Al Thalibi -mungkin maksudnya 鄭bdurrahman At-Thalibi?) membagi salafi di Indonesia menjadi 2 (Yamani dan Haroki)
Kalimat dari pengelola situs itu yang berbunyi, (Abdurrahman Al
Thalibi -mungkin maksudnya 鄭bdurrahman At-Thalibi?), ini diulang sampai
dua kali. Padahal seandainya dia menulis sekali saja, itu sudah cukup.
Entahlah, apa maksudnya pengulangan kalimat ini dengan redaksi 100 %
sama dengan kalimat yang disebutkan di bagian sebelumnya.
Saya menduga, pengelola situs itu menuduh buku ini sangat tidak
ilmiah dan tidak obyektif berdasarkan alasan kalimat di atas. Dia tidak
setuju atau tidak terima dengan pembagian Salafy di Indonesia menjadi
dua, yaitu Salafy Yamani dan Salafy Haraki (bukan Haroki). Disini saya
akan coba menjawab tuduhan di atas secara runut, yaitu sebagai berikut:
1. Pembagian Salafy di Indonesia menjadi Salafy Yamani dan Haraki
bukanlah tujuan inti dari buku ini.
Ia hanya sebagian fakta yang tidak
mungkin diabaikan ketika kita hendak melihat sepak-terjang Salafiyun
mantan Laskar Jihad dari berbagai sisi. Mohon perhatian kita diarahkan
ke maksud awal buku ini, yaitu menasehati sebagian orang yang bersikap
keras dalam dakwah Islam.
2. Coba perhatikan kalimat dari situs itu?dia (Abdurrahman Al
Thalibi) membagi salafi di Indonesia menjadi 2 (Yamani dan Haroki).
Sungguh, sejak awal buku sampai akhirnya, saya tidak pernah sama sekali
melakukan pembagian Salafy seperti yang dituduhkan tersebut. Itu adalah
kesimpulan dari penuduh sendiri. Kalimat yang saya gunakan dalam buku
ini ialah, 鉄elama ini muncul kesan kuat bahwa komunitas Salafiyah di
Indonesia terpecah dalam dua kelompok besar yang satu sama lain saling
礎ermusuhan?.? (Lihat kalimat pertama di bab Antara Salafy Yamani dan
Haraki, di hal. 20).*) Bagi orang-orang berakal, mereka pasti memahami
bahwa kalimat tersebut maknanya adalah indikasi (tampak tanda-tanda),
bukan klasifikasi (pembagian secara tegas). Akhiy, bagaimana mungkin
saya berani membagi-bagi komunitas Ahlus Sunnah seperti yang Engkau
tuduhkan? Malah kalau kalian membaca benar-benar buku ini, kalian akan
tahu bahwa sejak awal saya telah meminta maaf jika pemilihan
istilah-istilah yang ditempuh dalam buku ini tidak memuaskan pihak-pihak
yang disebut. (Lihatlah kembali bagian Metode Penetapan Istilah, pada
hal.5-7).
*)
Kalimat selengkapnya dalam paragraf tersebut ialah: 鉄elama ini muncul
kesan kuat bahwa komunitas Salafiyah di Indonesia terpecah dalam dua
kelompok besar yang satu sama lain saling 澱ermusuhan?. Satu kelompok
ialah Salafy Yamani yang merupakan kelanjutan dari Laskar Jihad di masa
lalu, dan mereka merupakan jaringan para dai Salafy yang berafiliasi
kepada syaikh-syaikh Salafy di Yaman dan Timur Tengah. Sedang satu
kelompok lagi ialah Salafy Haraki, yaitu dakwah Salafiyah yang
menerapkan sistem pergerakan (harakah).? (Hal. 20).
3. Penyebutan istilah Haraki dalam buku ini memiliki asal-usul. Referensi terbanyak yang saya gunakan ketika memahami Sururiyyah, bersumber dari media-media yang dikelola Salafy fraksinya Umar As Sewed, terutama dari situs salafy.or.id.
3. Penyebutan istilah Haraki dalam buku ini memiliki asal-usul. Referensi terbanyak yang saya gunakan ketika memahami Sururiyyah, bersumber dari media-media yang dikelola Salafy fraksinya Umar As Sewed, terutama dari situs salafy.or.id.
Sedangkan disana, berbagai kalangan
Salafy dimasukkan dalam kategori Sururi, termasuk pihak-pihak yang tidak
ada hubungan dengannya. Ustadz-ustadz Salafy yang selama ini dikenal di
Indonesia, baik yang berdomisili di Yogyakarta, Solo (grup majalah As
Sunnah), Jakarta,Bogor, Gresik, Bandung, Surabaya, bahkan sampai yang di
Makasar, mereka disebut Sururi. Padahal di antara ustadz-ustadz itu ada
yang membantah keras Sururiyyah. Kalangan Ihyaut Turats Al Islamy tidak
suka jika disebut sebagai Sururi, seperti pengakuan Syarif bin Muhammad
Fuad Hazza yang telah disebutkan sebelumnya (hal. 34-36). Penyebutan
yang ditempuh oleh fraksinya Umar As Sewed inilah yang kemudian saya
pilih, meskipun untuk menyatukan berbagai elemen Dakwah Salafiyah di
luar kelompok mereka dalam satu sebutan (yaitu Sururi), tidaklah tepat.
Tetapi penyatuan sebutan ini lebih memudahkan,daripada menyebut berbagai
elemen Salafiyah dengan sebutan masing-masing.
Adapun ketika dipilih istilah Haraki, hal itu dimaksudkan untuk
menjangkau kalangan yang lebih luas, meskipun pada akhirnya ada yang
tidak suka dengan penyebutan tersebut.
4. Menyebut Ustadz Mubarak Bamuallim, Ustadz Abdurrahman At Tamimi,
serta ustadz-ustadz di Yogya, Solo, Jakarta, Bogor, Gresik dan yang
selainnya sebagai Haraki tidaklah tepat.
Setahu saya, mereka hanya
membina majlis taklim, melaksanakan daurah, mengelola media, mengelola
lembaga pendidikan dan sejenisnya. Sangat sulit untuk mengatakan bahwa
mereka terlibat aktif dalam tanzhim Salafy Haraki.
Namun untuk menyebut mereka bebas sama sekali dari hubungan dengan
Salafy Haraki, hal itu juga tidak mungkin. Ustadz-ustadz yang tersebut
di atas dikenal memiliki hubungan baik dengan Ihyaut Turats Al Islamy.
Sejak lama, lembaga Al Irsyad Al Islamy menjalin hubungan baik dengan
Ihyaut Turats. Saya sendiri pernah membaca sebuah versi Al Qur誕n dan
Terjemahnya, dari Depag. RI yang dicetak atas kerjasama Al Irsyad dengan
Ihyaut Turats Al Islamy. Disana ada kata pengantar dari mantan Ketua
Umum PP Al Irsyad, Ustadz Geys Amar, dalam bahasa Arab yang menjelaskan
bahwa penerbitan Al Qur誕n dan Terjemahnya itu atas kerjasama dengan
pihak Ihyaut Turats Al Islamy. Kalau ustadz-ustadz di atas terlibat
aktif dalam tanzhim Haraki, mungkin tidak, tetapi kalau bekerjasama baik
(misalnya dalam penyaluran dana bantuan sosial dan dakwah), hal itu
jelas terjadi. Begitu pula dengan dai-dai Salafy yang selama
bertahun-tahun mendapat dukungan dana dari sebuah lembaga dakwah
Salafiyah di Jakarta Selatan.
5. Barangkali sebagian kalangan Salafy tidak suka disebut sebagai
Haraki, tetapi jika melihat kenyataan di lapangan, eksistensi Salafy
Haraki sendiri tidaklah bisa ditutup-tutupi. Bahkan versi dan pola
Harakah Salafiyah itu sendiri bermacam-macam. Disana ada Al Muntada Al
Islamy, Ihyaut Turats Al Islamy, Al Wahdah, Darul Birr, dan HASMI. HASMI
sendiri secara tegas menyebut diri sebagai Harakah Sunniyyah
Islamiyyah. Di luar nama-nama tersebut, mungkin masih ada nama-nama lain
yang luput disebutkan. Seluruh Harakah Salafy rata-rata membawa missi
dakwah menyebarkan ajaran Tauhid dan Ittiba? Sunnah. Hal inilah yang
membuat mereka dengan mudah dikenal sebagai Salafy (Ahlus Sunnah).
Meskipun, dari sisi pemikiran, kebijakan,dan praktik dakwah, mereka
memiliki perbedaan-perbedaan. Keberadaan Harakah Salafy memiliki
kontribusi besar dalam penyebaran Dakwah Salafiyah di Indonesia,
meskipun sebagian orang merasa kelu untuk mengakui kontribusi tersebut.
Pada intinya, penyebutan istilah Haraki itu memiliki latar-belakang,
yaitu untuk mengganti istilah Sururi yang banyak dipakai Salafiyun
mantan Laskar Jihad untuk menyebut elemen-elemen Dakwah Salafiyah di
luar kelompok mereka. Meskipun, pada kenyataannya,ada di antara
elemen-elemen Salafiyah yang tidak suka dengan istilah tersebut.
Seandainya mereka benar-benar tidak suka, maka hal itu tidak bisa
menjadi dalih untuk mengingkari keberadaan Harakah Salafy dan kontribusi
mereka dalam Dakwah Salafiyah di Indonesia.
Salafy haraky vs salafy yamani
KERANCUAN
Salafy Yamani
Akhir-akhir ini, ada sebuah kelompok dari umat Islam yang mempunyai empat kaidah yang rancu antara satu dengan yang lainnya :
Kaidah pertama, pemilu dan demokrasi adalah sistem yang haram dan haram pula bagi umat Islam untuk memasukinya.
Kaidah kedua, wajib hukumnya mentaati dan menjaga kewibawaan presiden dan pemerintah termasuk Indonesia.
Kaidah ketiga, presiden dan pemerintahan termasuk Indonesia yang dihasilkan dari pemilu dan demokrasi adalah sah menurut agama.
Kaidah keempat, dalam menasehati presiden atau
pemerintah harus ketika dalam keadaan sendirian, secara empat mata dan
khalayak ramai tidak boleh mengetahui agar terjaga kewibawaan presiden
dan pemerintah.
Dari keempat kaidah tersebut, kelompok ini mengambil
sebuah sikap yaitu mewajibkan pengikut-pengikutnya untuk mentaati
presiden dan pemerintah –dalam hal kebaikan dan bukan hal kemaksiatan-
walaupun presiden dan pemerintah tersebut dihasilkan dari cara yang
menurutnya haram seperti pemilu dan demokrasi, dan melarang
pengikut-pengikutnya untuk memilih presiden dan pemerintah, dalam waktu
yang bersamaan, kelompok ini memberi label-label negatif bahkan menilai
sesat saudara-saudara muslim yang telah bersusah payah memilih presiden
dan pemerintahan.
Ibarat ayam panggang, disalahkannya orang yang
menyajikannya yang katanya cara memperolehnya tidak halal, mungkin
menurut mereka ayamnya hasil curian atau cara menyembelihnya yang tidak
benar, tetapi dalam waktu yang bersamaan mereka menilai halal ayam
panggang yang tersaji untuk mereka, “mari makan jangan sampai mubazir,
walau daging ayam ini telah diperoleh oleh yang menyajikan dengan cara
yang haram, tapi halal kita makan, karena bukan kita yang melakukan”.
Sulit untuk mengatakan tidak rancu terhadap kelompok
yang mengharamkan pemilu dan demokrasi tetapi tidak mengharamkan
presiden dan pemerintah yang dihasilkan dari pemilu dan demokrasi.
Terlebih lagi kelompok ini menyatakan sah presiden dan pemerintahan yang
dihasilkan dari cara yang menurutnya haram, sehingga mereka mewajibkan
pengikutnya unuk mentaati presiden dan pemerintah.
Mari kita cermati ungkapan sikap mereka yang saya kutip dari salah satu situs mereka :
SBY -hafidzhahulloh-
Semoga Alloh menjaga SBY (Susilo Bambang Yudhoyono)
dalam memimpin negeri ini, negeri yang penduduknya gemar menghujat
pemimpinnya sendiri dijalanjalan, koran-koran dan majalah tak terkecuali
internet, negeri yang memiliki seabrek orang-orang pintar ‘ngoceh’ dan
tokoh agama ‘jahat’ yang gampang memprovokasi ummat untuk ‘memberontak’
kepada SBY sembari mengutip ayat-ayat yang mereka sendiri tidak faham
akan kalimatnya…. http://smd.antibidah.net/?p=314
Tulisan tersebut sangat kuat dapat ditafsirkan bahwa
mereka mengakui, merasa memiliki dan membela SBY sebagai presiden yang
sah, dan menilai jahat orang-orang yang mengkritik presiden dan
kebijakannya, kalau boleh berkomentar, sikap semacam itu sebenarnya
hanya pantas bila dilakukan oleh orang-orang yang mendukung dan memilih
SBY dalam pemilu, bukan oleh mereka yang tidak memilih, mendukung dan
mengharamkan pemilu.
Sikap semacam itu, dapat mengundang penilaian yang
bermacam-macam terhadap kelompok tersebut, bisa jadi orang akan menilai
“sikap cari amannya” dengan mengatakan “”mungkin takut dengan SBY, takut
di ciduk, buktinya partai Islam yang mendukung SBY dinilai negatif
terus, mungkin karena partai tersebut orang-orangnya lemah, tidak punya
kekuatan”. Kalau ada penilaian semacam itu, bisa jadi benar adanya, bisa
jadi juga salah yang timbul karena adanya rasa tidak suka terhadap
kelompok tersebut yang terus menilai orang lain salah. Agar penilaian
terhadap sikap kelompok ini obyektif, mari kita cermati pernyataan yang
ada dalam salah satu situs mereka :
“Bila saudara merasa terusik oleh sikap
ikhwan salafiyyin yang mengkritik kesesatan sekte-sekte berbagai tokoh
firqoh yang ada, maka ini pulalah yang akan dilakukan oleh para
pemimpin/penguasa yaitu akan marah dan tersinggung. Akan tetapi antara
kemarahan penguasa dengan sekte-sekte yang ada terdapat perbedaan, yaitu
bila yang marah pemerintah, maka akan terjadi kerusakan yang luas,
sedangkan bila yang marah ketua sekte/firqah, maka mereka tidak dapat
berbuat apa-apa”.
Bisa jadi argumentasi yang terdapat dalam tulisan
tersebut benar adanya, tapi perlu penjelasan lebih detil dari yang
empunya argumen, karena dari tulisan tersebut, harus dimaklumi bila
orang menilai kelompok tersebut mencari amannya saja, dan karena yang
punya argumen kadang sungkan untuk menjelaskan face to face, mau tidak
mau kita tunggu saja kiprahnya di kemudian hari, bagaimana sikapnya bila
partai Islam gagal memilih presiden dan yang terpilih adalah presiden
yang didukung partai kafir dan sekular bahkan presidennya sendiri
seorang kafir. Tetapi demi Allah semoga hal semacam itu tidak terjadi.
Tapi kalau boleh menilai, bisa jadi sikap mereka
tersebut karena memang pilih amannya saja untuk menghindari konfrontasi
dengan kekuatan yang besar, karena yang saya dengar, mereka juga
menyalahkan muslim Palestine yang berjuang melawan gempuran rudal-rudal
Israel, mereka menyalahkan bom syahid muslim Palestine sementara mereka
tidak memberikan solusi apa-apa untuk dapat melawan rudal-rudal Israel
kecuali saran agar muslim Palestine mendahulukan ilmu daripada amal,
tentu saja yang mereka maksud adalah menyarankan muslim palestine untuk
jihad ilmu, jelasnya, mengubah jihad qital menjadi jihad ilmu. Begitu
juga pejuang-pejuang di Irak dan Afghanistan, tidak lepas dari kritikan
kelompok ini, sehingga tidak aneh, bila sampai detik ini tidak
seorangpun tokoh dari kelompok ini yang berada di front untuk melawan
orang-orang kafir, baik melalui jihad qital maupun jihad pemikiran,
semoga saja semua itu salah, tetapi kalau benar semoga saja bukan karena
cari aman, tetapi berdasarkan hujjah yang nyata dari al-Qur’an dan
as-Sunnah. Dan merekalah yang dapat menjelaskan dengan baik atas
sikapnya tersebut, karena orang lain bisa jadi hanya tahu kulitnya saja
sehingga salah dalam menilainya, perlu kearifan bagi mereka untuk
menjelaskan.
Sesuai al-Qur’an dan as-Sunnah ?
Benarkah sikap mereka sesuai dengan al-Qur’an dan
as-Sunnah dalam hal mentaati presiden atau pemerintah padahal dengan
jelas mereka menyatakan presiden SBY atau pemerintah telah dipilih
melalui cara yang haram, sampaisampai mereka sendiri tidak mau untuk
memilihnya ? Mari kita lihat argumentasi dari mereka yang saya kutip
dari situs mereka :
….. khilafah Umawiyyah, Abbasiyyah,
Utsmaniyyah. Ketiga dinasti (baca: khilafah) islam ini dimulai dengan
kesalahan, yaitu menentang dan melawan khalifah yang sah. Khilafah
Umawiyyah dimulai dari perlawanan sahabat Mu’awiyyah terhadap khalifah
yang sah yaitu sahabat Ali bin Abi Thalib, dan setelah melalui berbagai
kejadian sejarah, akhirnya terjadilah penyerahan kekuasaan oleh sahabat
Hasan bin Ali bin Abi Thalib kepada sahabat Mu’awiyyah….
Walau proses perebutan kekuasaan ini
telah disepakati oleh ulama’ sebagai tindakan yang diharamkan, dan
pelakunya berdosa karenanya, akan tetapi bila kekuasaan berhasil
direbut, dan para pemberontak berhasil menata kekhilafahan sehingga
terciptalah stabilitas keamanan, kekuatan, perekonomian dll, maka umat
islam semenjak dahulu telah sepakat untuk mengakui khalifah hasil
pemberontakan tersebut. Jadi bisa jadi metode perebutan kekuasaan
diharamkan, akan tetapi bila telah berhasil direbut dan yang merebutnya
memiliki kemampuan untuk menjalankan khilafah, maka umat islam
seluruhnya diwajibkan untuk mengakui khalifah tersebut, dan khalifah
tersebut menjadi khalifah yang sah dan wajib ditaati.
Ini adalah argumentasi yang paling berani, per
pertama, secara tidak langsung telah menyatakan Mu’awiyyah ra telah
melakukan cara yang haram, padahal Ali ra telah memujinya :
Ali bin Abi Thalib ra. berkata
sepulangnya dari Perang Shiffin : “Wahai manusia, janganlah kalian
membenci kepemimpinan Mu’awiyah, seandainya kalian kehilangan dia,
niscaya kalian akan melihat kepala-kepala bergelantungan dari badannya
-banyak pembunuhan-.
Al Bidayah 8/134 oleh Ibnu Katsir
apalagi Mu’awiyyah ra adalah pencatat wahyu yang
diangkat langsung oleh rasulullah saw, dan tidak seorangpun dari salafus
sholeh yang menyatakan Mu’awiyyah telah melakukan hal yang haram.
Menilai tindakan politik yang dilakukan oleh Mu’awiyyah sebagai tindakan
yang haram dapat bertentangan dengan pendapat para salafus sholeh
tentang Mu’awiyah. Dan oleh karena kelompok ini telah mengaku
menggunakan pendapat para ulama dalam menilai haram tindakan Mu’awiyyah,
maka sebaiknya, kelompok ini mengutip pendapatpendapat tersebut agar
dapat dipetanggungjawabkan.
Kedua, Mu’awiyyah termasuk salafus sholeh, padahal
mereka mengaku dalam beragama ini mengikuti para salafus sholeh, mengapa
mereka tidak menempuh cara Mu’awiyah agar diperoleh kemaslahatan
seperti kemaslahatan yang diperoleh Mu’awiyyah. Sikap yang demikian
dapat mengundang penilaian negatif terhadap mereka, misalnya menilai
mereka memilih amannya saja untuk menghindari konfrontasi fisik, apalagi
tidak seorangpun dari mereka yang berada di front untuk mendapatkan
kekhilafahan/kepemimpinan negara.
Ketiga, katakanlah yang dilakukan oleh Mu’awiyyah
memang haram dan menurutnya para ulama juga sepakat demikian, lalu
mengapa mereka tidak masuk demokrasi yang sama-sama haramnya seperti
yang ditempuh Mu’awiyyah, bukankah menurut mereka nanti akan menjadi
halal kalau berhasil dan memperoleh kemaslahatan dan dapat menghindarkan
dari kemudharatan yang jauh lebih besar daripada jika membiarkan
presiden dan pemnerintahan dipegang oleh orang-orang kafir ?
Ini adalah kerancuan yang ada pada mereka, di satu
sisi mengharamkan untuk memilih presiden melalui pemilu dan demokrasi,
di sisi yang lainnya harus mentaati presiden yang menurutnya dipilih
dengan cara yang haram, sehingga dengan sangat berani harus menyatakan
Mu’awiyyah juga telah menempuh cara yang haram.
Kerancuan dalam pemahaman, pastilah datangnya bukan dari al-Qur’an, karena Allah SWT telah menginformasikan :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan
al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah
mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
QS. 4:82
Bila mereka menyatakan pemahamannya tidak rancu,
sementara orang lain mengatakan rancu, maka mereka harus dapat
menjelaskan bahwa pemahamannya tidak rancu, karena bisa jadi ia yang
salah bisa jadi juga orang lain yang salah.
Kerancuan Yang Lain
Menurut mereka –yang mengharamkan demokrasi dan yang
taat pada presiden hasil demokrasi- bila ada kesalahan dari SBY, maka
akan menasehatinya secara empat mata :
“Barang siapa yang hendak menasehati
seorang penguasa dalam suatu urusan, maka janganlah disampaikan di depan
khalayak ramai, akan tetapi hendaknya ia sampaikan di saat ia
menyendiri dengannya, dan bila ia menerima nasehatnya, maka itulah yang
diinginkan, dan bila tidak menerima, maka ia telah menunaikan
kewajibannya.”
HR Ibnu Abi ‘Ashim, dan dishahihkan oleh Al bani
Oleh karenanya, menurut mereka tidak boleh melakukan demo ataupun mengkritik kebijakan presiden secara terbuka.
Dari sikap mereka ini dan caranya menafsirkan hadits
tersebut ada sedikit kerancuan, bagaimana bisa, mereka yang berada di
luar parlemen dapat menunggu kesempatan menyendiri dengan presiden untuk
menasehati presiden, perlu diketahui, orang yang ingin bertemu presiden
jumlahnya ribuan bahkan bisa jadi jutaan, dan tidak mungkin presiden
menemui semuanya satu persatu, harus berdasarkan skala prioritas, kalau
yang datang hanya seorang tukang beca yang ingin meminta uang untuk beli
ban, tidak mungkin akan ditemui presiden, karena hal itu justru akan
mengganggu urusan rakyat, begitu juga kalau yang datang hanya seorang
Ustadz tingkat desa yang tidak ketahuan kiprahnya di masyarakat, jangan
harap bisa menemui presiden, karena kalau ditemui dapat menyebabkan
ribuan ustadz yang lainnya berbondong-bondong ke istana. Jadi sederhana
saja, pernahkah mereka menasehati presiden secara empat mata ? saya
meyakini belum pernah, keadaannya sudah jauh berbeda dengan masa
rasulullah saw dan para khalifah, dahulu memang para khalifah dapat
ditemui kapan dan di mana saja, di pasar, jalan, masjid atau di
rumahnya, tetapi sekarang situasi dan kondisinya sangat berbeda, dan hal
itu hanya bisa dicapai kalau mereka masuk ke pemerintahan atau
organisasi resmi semacam Muhammadiyah, NU, MUI atau yang lainnya yang
telah menunjukkan kiprahnya di Indonesia, maka kesempatan menasehati
presiden secara empat mata akan dapat dicapai, tetapi sayang, semua itu
mereka haramkan, karena menurutnya bid’ah.
Kerancuan yang lain lagi, SBY adalah nyata-nyata
pendukung demokrasi, dan menurut mereka kalau ada kesalahan harus
dinasehati secara empat mata agar tidak menurunkan kewibawaannya, tetapi
mereka telah dengan sangat lantang menyuarakan haramnya demokrasi yang
nyata-nyata diperjuangkan oleh presiden yang di taatinya, jadi kalau
boleh berkomentar, bukankah hal itu sama saja dengan menohok SBY secara
terbuka ?.
Kerancuan yang lain lagi, bukankah partai Islam yang
telah memilih SBY menjadi presiden juga telah menjadi bagian dari
pemerintah, misalnya menjadi anggota DPR, MPR, -bahkan ketua MPR-,
walikota dan menteri, mengapa SBY tidak dihujat sementara partai Islam
yang orang-orangnya ada dalam pemerintahan di hujat ? bukankah antara
SBY dan orang-orang yang dari partai Islam juga telah menjadi pemimpin
mereka ? Apakah karena SBY dari militer dan kuat sedang orang-orang yang
dari partai Islam lemah, sehingga diperlakukan berbeda ?, kalau begitu
apa artinya dalil-dalil di atas yang mereka gunakan untuk taat dan
menasehati pemerintah secara tertutup ? Ataukah ada sebab lain,
kebencian misalnya, sehingga mereka tidak adil dalam bersikap, kalau
benar demikian, Allah SWT telah mengingatkan :
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi
saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. QS. 5:8
merekalah yang lebih tahu apa-apa yang ada di dalam
hatinya dari pada orang lain, semoga tulisan ini dapat menjadi nasehat
bagi kita semua umat Islam. Amin.
Malang, 21 Desember 2007
Taubatnya Seorang Salafy Yamani ‘JUT’
Berikut adalah pengakuan jujur seorang penyusun buku ”Hakikat IM” yang ditulis oleh Gaza, Jum’at, 1 Juni 2007 yang saya ambil dari http://www.mail-archive.com/manhaj-salaf@yahoogroups.com/msg00346.html
Assalamu’alaikum warohmatullahi wa barokatuh,
Saudaraku,
di bawah ini saya tampilkan pernyataan Akhi Anwar Shiddiq, dia pernah
menyusun buku judulnya ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)”, tetapi setelah
berjalan waktu dia menyesal dan ingin menarik buku itu. Akhi Anwar nitip
supaya bisa memakai forum MyQuran buat menampilkan surat terbuka.
Beliau tak melayani debat di forum, tapi mau terima e-mail ke [EMAIL
PROTECTED]
Berikut ini pernyataan Akhi Anwar Shiddiq:
Segala
puji dan syukur kepada Allah SWT, atas limpahan nikmat dan karunia-Nya.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad saw,
keluarganya dan para sahabatnya. Amma ba’du.
Allah
berfirman dalam Al-Qur’an: ”Dan orang-orang yang apabila mengerjakan
perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah,
lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali Imran: 135).
Ikhwan
fillah rahimahullah, semoga allah SWT senantiasa merahmatimu,
menganugerahkan ilmu bermanfaat, menunjuki dengan hidayah, menguatkan
dengan taufiq untuk berbuat kebaikan amal, lahir dan batin. Amin ya
Rabbal ’alamin.
Melalui
forum yang mulia ini perkenankan ana (Anwar Shiddiq) menyampaikan
sebuat pengalaman penting yang ana alami sendir saat berinteraksi dengan
ikhwan-ikhwan Salafi yang akhir-akhir ini sering disebut Salafi Yamani
(meminjam istilah Ustadz tertentu). Maksud dari penuturan ini yakni agar
ana bisa memohon maaf atas kesalahan yang pernah ana lakukan saat ana
mendapat pengaruh yang sangat kuat dari pemikiran Salafi Yamani itu.
Secara khusus permohonan maaf ini ana tujukan kepada saudara-saudaraku
dari Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia, khususnya yang sudah membaca
buku yang ana susun.
Di bawah ini penuturan ana:
”Ana
dulu beramal jama’i bersama Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin/IM)
selama bertahun-tahun. Suatu saat ana putuskan mundur dari IM secara
baik-baik, yakni maksudnya ana mundur karena kesadaran sendiri, tidak
dipaksa-paksa atau diprovokasi. Ana sudah bertekad, meskipun tidak lagi
bersama Tarbiyah (IM) ana akan tetap menjalin hubungan baik dengan
mereka. Hal ini ana tempuh, sebab ana tahu Ustadz Jakfar Talib, seorang
pemimpin Salafi di Indonesia, tadinya dia ikut IM juga, tapi setelah
jadi Salafi, dia sangat membenci IM setengah mati. Ana tidak mau seperti
itu, ana mau jadi diri sendiri, tidak terpengarus orang lain. Ana
merasakan sendiri di IM itu tidak sedikit kekurangan-kekurangan, tapi
ana juga tidak pungkiri di sana ada kebaikan-kebaikannya, maka itu ana
ingin sikap proporsional saja, tidak berlebih-lebihan seperti sikap
Ustadz Jakfar Talib itu.
Sayang
seribu sayang, sikap baik ana ini pelan-pelan berubah saat ana mulai
mengambil pemikiran-pemikiran dari Salafi Yamani. Ana membaca majalah
Asy-Syariah, ana mendengar kaset ceramah Ustadz Muhammad Sewed, ana
bergaul dengan mantan Laskar Jihad (LJ), ana mengikuti berita-berita
seputar dakwah Salafi, ana berteman dengan pengikut Salafi Yamani, ana
membuka situs www.salafy.or.id, dan apa-apa yang bisa ana peroleh.
Sikap ana yang dulunya baik ke temen-temen IM berubah jadi kebencian dan rasa muak. Ana
seperti orang yang mengalami ”Cuci Otak”, pendirian santun ana dulu
saat baru keluar dari IM seperti tidak berbekas. Ana dulunya benci sama
sikap keras Ustadz Jakfar Talib, tapi ana akhirnya ikut terseret juga ke
sikap semacam itu.
Bila
dilukiskan, majlis-majlis ilmu yang berhubungan dengan Salafi Yamani
itu seperti kobaran api. Siapa saja yang ada di dekatnya akan merasa
kepanasan, atau menularkan panas ke orang lain. Ana merasakan pengaruh
ini ke diri ana sendiri, yang tadinya baik-baik saja jadi timbul
kebencian ke orang lain.
Selama
interaksi dengan pengikut Salafi Yamani, yang dibicarakannya tahdzir
ahli bid’ah, hajr, firqah sesat, bantahan, celaan, dsb. Apalagi kalau
mereka sudah angkat bicara soal Sururiyah atau kesesatan tokoh-tokoh IM,
panas sekali suasana yang terbentuk. Orang yang semacam ana ini tidak
sedikit di tempat-tempat lain.
Kebencian
ana ke IM semakin besar saat seprang ikhwan Salafi itu menyodorkan
sebuah buku berjudul ”AL IKHWAN AL MUSLIMUN, Anugerah Allah yang
Terzalimi”. Buku ini karangan Ustadz Farid Nu’man, penerbitnya Pustaka
Nauka dari Kukusan Depok. Sebetulnya buku ini diberikan atas rekomendasi
aktivis PKS juga, biar orang-orang Salafi mau membacanya, termasuk ana
di dalamnya. Sehabih membaca buku itu ana malah semakin tidak simpati ke
IM. Selain memberi rekomendasi, aktivis PKS itu juga melontarkan
kritikan-kritikan tidak sedap ke Salafi, sehingga semakin bulat hari ana
untuk menyusun sebuah bantahan.
Ana
kumpulkan saja buku-buku, tulisan-tulisan yang mengupas penyimpangan
IM, lalu ana ambil materi dari sana-sini (istilahnya ’menjahit materi’).
Ana tambahkan disitu komentar-komentar ana, sampai jadilah sebuah buku
berjudul, ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)”. Selanjutnya buku itu
diedarkan secara terbatas di bawh UISP (milik kami sendir). Sudah tentu
aktivis PKS yang mengkritik kami itu, kami sodori buku itu juga. Jujur
saja, kalau tidak diprovokasi oleh sikap aktivis itu mungkin buku
tersebut tidak pernah disusun.
Sesudah
waktu berjalan cukup lama, sesudah ana baca-baca buku, tulisan-tulisan,
ana diskusi-diskusi, akhirnya ana putuskan untuk membersihkan diri dari
pemikiran-pemikiran ”Salafi ekstrem” yang telah bercokol dipikiran ana.
Ana tidak mau ketempatan sesuatu yang bisa merusak diri sndiri. Kalau
ingat keadaan seperti ini rasanya ana ingin kembali ke situasi dulu saat
baru keluar dari IM secara baik-baik. Dulu ana bisa tersenyum saat
bertemu teman-teman IM, tapi sekarag ini sulit. Ana sepertinya sudah
terjerumus ke sebuah permusuhan keras. Saat ana baca kembali buku
’jahitan’ itu, ana sedih bukan main. Kenapa ana sampai menulis
kalimat-kalimat kasar, emosional, menzhalimi saudara sendiri? Padahal
tekad ana semula tidak begini. Ya Rabbi, ana memohon ampunan kepada-Mu
atas kesalahan-kesalahan ana. Hamba-Mu ini dhaif, sedangkan Engkau Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun. Ampuni ana Rabbi. Amin. Sekian penuturan
dari ana.
Selanjutnya melalui forum yang mulia ini ana ingin menyatakan:
Satu,
ana bertaubat kepada Allah Yang Maha Pengampun atas kesalahan-kesalahan
ana dengan menyusun buku ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)”.
Dua,
Ana memohon maaf kepada seluruh jajaran Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul
Muslimin) di Indonesia, baik pengurus, anggota, atau simpatisannya, atas
tersebarnya buku ”Hakikat Ikhwanul Muslimin (IM)” di atas, terutama
atas kalimat-kalimat tidak adil yang termuat di dalamnya.
Tiga,
secara terbuka ana cabut buku tersebut di atas, sebab resiko
mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya. Ana menyatakan buku itu
tidak sah lagi dan tidak boleh diedarkan atas nama siapa pun.
Empat,
ana tetap mengakui adanya kelebihan dan kekurangan pada diri setiap
muslim atau kelompok Islam. Namun hendaknya kita bersikap proporsional,
yakni tidak memutlakkan kebaikan atasnya dan juga tidak memutlakkan
keburukan baginya. Setiap muslim memiliki kelebihan-kekurangan tertentu.
Kita harus bersikap adil sebab Allah mencintai orang orang-orang yang
adil. (QS. AL-Maidah: 42, Al-Hujurat :9, A Mumtahanah.
Lima, ana
nasehatkan kepada ikhwan-akhwat yang sedang belajar ilmu-ilmu keislaman
agar berhati-hati dari sikap ekstrem (berlebih-lebihan) dalam segala
wujudnya. Kalau diperngaruh-pengaruhi agar bersikap ekstrem, tinggalkan
saja sebab doktrin semacam itu akibatnya cuma kerugian saja.
Ingatlah selalu sabda Nabi saw dalam haditsnya, ”Sesungguhnya agama ini
mudah, dan tidak akan pernah seseorang menyulit-nyulitkan perkara agama
ini, melainkan ia akan dikalahkan.” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra).
Sekian pernyataan ana.
Pernyataan
di atas ana sampaikan apa adanya, secara ikhlas, tidak ada paksaan atau
tekanan. Buat sahabat-sahabat yang mendapatkan manfaat dari pernyataan
ini, mohon doa antum semua agar Allah selalu membimbing ana (dan antum
smua) buat menetapi jalan yang diridhai-Nya. Amin ya Rabbal ’alamin.
Buat ikhwan-akhwat yang keberatan, tidak setuju, atau kecewa atas
pernyataan ini, silakan antum mengirim ke [EMAIL PROTECTED] This e-mail
address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled
to view it Ana akan usahakan menjawab surat-surat antum, yakni
surat-surat yang layak dijawab. Siapa saja yang mau beri masukan,
kritik, atau kecaman (mungkin), silakan juga menulis ke e-mail di atas.
Akhirnya
ana berdoa kepada Allah, ”Ya Rabbana, kami telah menganiaya diri kami
sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada
kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS.
Al-A’raaf:23).
Ya
Rabbi, ana memohon ampunan dan rakhmat dari-Mu. Shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para shahabatnya, dan
orang-orang yang mengikuti sunnahnya akhir jaman. Aminya Rabbal
’alamin.
MyQuran, 5 Agustus 2006
Al faqir ila Rabbi
Anwar Shiddiq
Subhanallah,
sebuah studi kasus yang wajib kita jadikan ibrah. Article ini bukan
dimaksudkan untuk menjauhkan umat dari dakwah Salafi, tapi hanyalah
sebuah warning buat kita semua untuk menjauhi siapapun tanpa terkecuali,
apakah mereka seorang yang bermanhaj Salafi, IM, JT, HT, NU,
Muhammadiyah whatever you say. Manhaj adalah sarana dan kita tidak
berhak menilai seluruh dari jamaah manhaj tertentu memiliki karakter
yang sama hanya dengan melihat satu figur tertentu yang berbuat salah.
Selama apa yang mereka lakukan tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan
Sunnah dan membumi dengan fitrah manusia tentunya, maka wajiblah untuk
kita perhatikan dengan arif dan bijak. Contohnya Salafi, ada yang
Yamani, ada yang haroki, ada yang salafi Ihya’ ut Thuratsnya Abdurahman
Abdul Khalik, ada salafi al-Sofwah dan al-Haramainnya Muhammad Khalaf
dan Yazid Jawwas, ada salafi Muhammad Umar as-Sewed dan lain-lain. Pasti
diantara mereka ada salafi yang paling salaf as-Shaleh. Begitu juga
dengan salafinya kang Anto dan Abu Salma, entah mereka masuk yang mana.
Apakah mimpi dapat bermajlis dengan kelompok yang sungguh-sungguh salaf
as-Shaleh itu bisa menjadi kenyataan? Amin ya Rabb…
Yup! Article ini juga mengingatkan saya dengan sahabat tercinta saya Abu Qatadah Al-Depoki (baca latar belakang dengan judul Kronologis di blog saya ini), dia juga berubah menjadi seseorang yang berkarakter terbalik (negatif) dengan karakternya saat dia masih di IM. Tapi alhamdulillah, kini dia telah kembali dengan karakter positifnya, I don’t know, apakah dia masih bermanhaj Salafi dan mendapatka
Inilah Akar Konflik Arab Saudi dan Ikhwanul Muslimin
EPA/Khaled Elfiqi
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/13/09/04/mskz9n-dampak-perang-timur-tengah
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Agung Suprio*
Kerajaan Arab Saudi mendukung sikap pemerintahan sementara Mesir yang melakukan pembantaian terhadap para demonstran yang berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM). Kata Raja Saudi, demonstran itu adalah teroris. Sedemikian parahnyakah hubungan antara kerajaan Saudi dan kelompok IM?
Kerajaan Arab Saudi mendukung sikap pemerintahan sementara Mesir yang melakukan pembantaian terhadap para demonstran yang berasal dari Ikhwanul Muslimin (IM). Kata Raja Saudi, demonstran itu adalah teroris. Sedemikian parahnyakah hubungan antara kerajaan Saudi dan kelompok IM?
Tulisan ini
akan mengungkap akar konflik kerajaan Arab Saudi dengan kelompok IM.
Kerajaan Arab Saudi berdiri di bawah pengaruh paham wahabi yang diciptakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Wahabi melarang praktik bid’ah kurafat, yaitu praktik ibadah yang tidak pernah tertulis dalam Alquran dan diajarkan oleh Nabi Muhammad, seperti mengeramatkan kuburan, memakai jimat, memohon dengan perantaraan orang yang sudah mati, dan yang sejenisnya.
Sebaliknya, mereka menganggap apa yang dipraktikkan oleh Nabi dan salafus saleh wajib diikuti sampai sekarang tanpa terkecuali. Misalnya, model celana ngatung (celana bahan yang longgar di atas mata kaki), memelihara jenggot, dan tidak boleh merapikannya betapa pun jenggot itu menganggu penampilan. Mereka menghakimi orang yang melakukan ibadah tetapi tidak sesuai dengan praktik ibadah nabi dengan sesat dan amalnya ditolak Allah.
Paham wahabi ini mulai berkembang di bawah Dinasti Suud (pendiri Kerajaan Saudi) dan meluas pengaruhnya di Timur Tengah. Pengaruh mereka semakin terasa di era modern pasca-oil boom yang terjadi pada 1980-an di mana negara-negara jazirah Arab yang mendapatkan pemasukan yang besar dari melambungnya harga minyak dunia mulai mempromosikan paham wahabi ke luar Timur Tengah termasuk Indonesia.
IM adalah organisasi yang didirikan Hasan al Banna di Mesir dengan genre Islam modernis. Al Banna terpengaruh oleh Rasyid Ridha yang membenci praktik bid’ah namun bersikap luwes terhadap pengamalan Quran dan Sunah, bahkan mampu memberi kritik terhadap praktik kekhilafahan pada masa Usman bin Affan yang dinilainya nepotis.
Ridha menghalalkan demokrasi. Baginya, sistem yang dapat menciptakan kontrol terhadap kekuasaan sesuai dengan Islam. Ridha banyak terinspirasi dari gurunya, Dekan Filsafat Universitas Al-Azhar Muhammad Abduh, yang jauh lebih liberal dan pemikirannya sering bermasalah dengan kebijakan Al-Azhar yang konservatif.
Dibanding wahabi, IM lebih liberal dalam pengertian memahami teks secara kontekstual dan mengakomodasi istilah-istilah Barat ke dalam terminologi Islam, seperti demokrasi, revolusi, dan demonstrasi. Wahabi mengharamkan dari segi semantik maupun praksis istilah-istilah Barat semata-mata karena tidak ada dalam teks dan tidak diajarkan oleh Nabi. Di negara-negara Timur Tengah yang dikuasai paham wahabi, seperti Arab Saudi dan Kuwait, tidak ada demokrasi dan pemilu. Sementara, negara-negara yang dikuasai IM, seperti Tunisia dan Mesir era Mursi, demokrasi dan pemilu diterapkan.
Dalam kekuasaan, wahabi menekankan pada ketundukan rakyat terhadap raja tanpa syarat. IM yang selalu oposan menciptakan karakter pemikiran yang progresif. Ditambah dengan asertifnya IM terhadap gagasan Barat maka pemikiran IM melawan kekuasaan dengan cara yang lazim digunakan di Barat. Tema-tema keadilan sosial dan revolusi yang menjadi tema kritik oposisi kelompok kiri di Barat menjadi tema umum dalam cakrawala pemikiran IM, terutama pada masa Gamal Abdul Naser pada 1950-an.
Puncaknya, pada 1964, seorang kader IM, Sayyid Qutb, menulis manifesto Ma’alim fi al-Tariq (petunjuk jalan) dari bilik penjara. Buku Qutb ini memiliki pengaruh yang luar biasa bagi gerakan Islam di seluruh dunia karena berhasil menciptakan dimensi baru tentang tauhid hakimiyah, yaitu negara yang wajib melaksanakan hukum Islam demi terciptanya keadilan sosial. Pemerintah Muslim yang abai terhadap kewajiban ini maka ia berada di luar akidah Islam dan berhak diperangi. Lawrence Wright (2011) mengatakan, buku Qutb itu sebanding pengaruhnya dengan buku Rousseau, Kontrak Sosial, dengan akibat yang sama berdarahnya. Presiden Anwar Sadat–-pendahulu Husni Mubarak--ditembak mati oleh kelompok sempalan IM yang terinspirasi pemikiran Qutb.
Awalnya, hubungan antara Kerajaan Saudi dan IM berlangsung harmonis. Kerajaan Saudi menampung beberapa pelarian IM dari Mesir, seperti Abdullah Azzam dan Muhammad Qutb (adik Sayyid Qutb) yang dipekerjakan sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz. Krisis hubungan wahabi-IM mulai terjadi sejak perang Afghanistan I, di mana umat berjihad di Afghanistan atas fatwa jihad dari Kerajaan Saudi.
Kelompok Islam radikal Mesir yang terpengaruh oleh Qutb menjadikan Afghanistan tempat pelarian dari kejaran pemerintah Mesir sekaligus menyebarluaskan manifesto Qutb, termasuk yang datang dari Arab Saudi seperti Usamah bin Ladin. Pada 1991, ketika Kerajaan Saudi membolehkan tentara Amerika dan Eropa menjadikan dataran Saudi sebagai tempat untuk membebaskan Kuwait dari Irak, kelompok bin Ladin melakukan demonstrasi.
Seorang wahabi konservatif seperti Bin Ladin tiba-tiba bersuara seperti Qutb. Krisis antara IM dan kerajaan Saudi ini mulai menemukan bentuknya setelah kerajaan meneliti bahwa sumber dari protes terhadap kerajaan adalah pemikiran IM. Tidak hanya Qutb, tetapi semua pemikir IM dianggap sesat bahkan termasuk figur-figur yang tidak ada kaitannya dengan IM seperti Ridha dan Abduh. Sejak itu hingga kini, Kerajaan Saudi dan IM bersimpang jalan.
Pada saat ini, IM lebih memilih ide-ide liberalisme seperti demokrasi dan hak asasi manusia sebagai agenda gerakan daripada revolusi sosial. Hal itu tampak pada buku karangan intelektual IM yang semakin moderat. Munir Al-Gadhban, aktivis IM di Suriah, misalnya, menulis tentang kritik terhadap para teroris yang salah dalam memahami maksud Qutb dalam karyanya Benarkah Ia Guru Para Teroris (2012). Yusuf Qoradhawi mencipta Fiqih Negara (2002) dan Fiqih Jihad (2009) di mana dua buku itu menolak cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuan dan menerima negara sekuler.
Di samping itu, keikutsertaan IM dalam pemilu di Mesir membuktikan bahwa IM memang sudah berubah menjadi organisasi demokratik. Namun memang, persepsi Kerajaan Saudi terhadap IM belum berubah. Ditambah lagi dengan adanya kekhawatiran Kerajaan Saudi jika kemenangan IM di Mesir dapat menginspirasi kembali rakyat Saudi untuk melakukan perlawanan kepada kerajaan, tapi tentu saja bukan dengan retorika model Qutb melainkan melalui pemilu yang jujur dan adil. n
*Ketua Himpunan Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana Ilmu Politik UI .
Kerajaan Arab Saudi berdiri di bawah pengaruh paham wahabi yang diciptakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Wahabi melarang praktik bid’ah kurafat, yaitu praktik ibadah yang tidak pernah tertulis dalam Alquran dan diajarkan oleh Nabi Muhammad, seperti mengeramatkan kuburan, memakai jimat, memohon dengan perantaraan orang yang sudah mati, dan yang sejenisnya.
Sebaliknya, mereka menganggap apa yang dipraktikkan oleh Nabi dan salafus saleh wajib diikuti sampai sekarang tanpa terkecuali. Misalnya, model celana ngatung (celana bahan yang longgar di atas mata kaki), memelihara jenggot, dan tidak boleh merapikannya betapa pun jenggot itu menganggu penampilan. Mereka menghakimi orang yang melakukan ibadah tetapi tidak sesuai dengan praktik ibadah nabi dengan sesat dan amalnya ditolak Allah.
Paham wahabi ini mulai berkembang di bawah Dinasti Suud (pendiri Kerajaan Saudi) dan meluas pengaruhnya di Timur Tengah. Pengaruh mereka semakin terasa di era modern pasca-oil boom yang terjadi pada 1980-an di mana negara-negara jazirah Arab yang mendapatkan pemasukan yang besar dari melambungnya harga minyak dunia mulai mempromosikan paham wahabi ke luar Timur Tengah termasuk Indonesia.
IM adalah organisasi yang didirikan Hasan al Banna di Mesir dengan genre Islam modernis. Al Banna terpengaruh oleh Rasyid Ridha yang membenci praktik bid’ah namun bersikap luwes terhadap pengamalan Quran dan Sunah, bahkan mampu memberi kritik terhadap praktik kekhilafahan pada masa Usman bin Affan yang dinilainya nepotis.
Ridha menghalalkan demokrasi. Baginya, sistem yang dapat menciptakan kontrol terhadap kekuasaan sesuai dengan Islam. Ridha banyak terinspirasi dari gurunya, Dekan Filsafat Universitas Al-Azhar Muhammad Abduh, yang jauh lebih liberal dan pemikirannya sering bermasalah dengan kebijakan Al-Azhar yang konservatif.
Dibanding wahabi, IM lebih liberal dalam pengertian memahami teks secara kontekstual dan mengakomodasi istilah-istilah Barat ke dalam terminologi Islam, seperti demokrasi, revolusi, dan demonstrasi. Wahabi mengharamkan dari segi semantik maupun praksis istilah-istilah Barat semata-mata karena tidak ada dalam teks dan tidak diajarkan oleh Nabi. Di negara-negara Timur Tengah yang dikuasai paham wahabi, seperti Arab Saudi dan Kuwait, tidak ada demokrasi dan pemilu. Sementara, negara-negara yang dikuasai IM, seperti Tunisia dan Mesir era Mursi, demokrasi dan pemilu diterapkan.
Dalam kekuasaan, wahabi menekankan pada ketundukan rakyat terhadap raja tanpa syarat. IM yang selalu oposan menciptakan karakter pemikiran yang progresif. Ditambah dengan asertifnya IM terhadap gagasan Barat maka pemikiran IM melawan kekuasaan dengan cara yang lazim digunakan di Barat. Tema-tema keadilan sosial dan revolusi yang menjadi tema kritik oposisi kelompok kiri di Barat menjadi tema umum dalam cakrawala pemikiran IM, terutama pada masa Gamal Abdul Naser pada 1950-an.
Puncaknya, pada 1964, seorang kader IM, Sayyid Qutb, menulis manifesto Ma’alim fi al-Tariq (petunjuk jalan) dari bilik penjara. Buku Qutb ini memiliki pengaruh yang luar biasa bagi gerakan Islam di seluruh dunia karena berhasil menciptakan dimensi baru tentang tauhid hakimiyah, yaitu negara yang wajib melaksanakan hukum Islam demi terciptanya keadilan sosial. Pemerintah Muslim yang abai terhadap kewajiban ini maka ia berada di luar akidah Islam dan berhak diperangi. Lawrence Wright (2011) mengatakan, buku Qutb itu sebanding pengaruhnya dengan buku Rousseau, Kontrak Sosial, dengan akibat yang sama berdarahnya. Presiden Anwar Sadat–-pendahulu Husni Mubarak--ditembak mati oleh kelompok sempalan IM yang terinspirasi pemikiran Qutb.
Awalnya, hubungan antara Kerajaan Saudi dan IM berlangsung harmonis. Kerajaan Saudi menampung beberapa pelarian IM dari Mesir, seperti Abdullah Azzam dan Muhammad Qutb (adik Sayyid Qutb) yang dipekerjakan sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz. Krisis hubungan wahabi-IM mulai terjadi sejak perang Afghanistan I, di mana umat berjihad di Afghanistan atas fatwa jihad dari Kerajaan Saudi.
Kelompok Islam radikal Mesir yang terpengaruh oleh Qutb menjadikan Afghanistan tempat pelarian dari kejaran pemerintah Mesir sekaligus menyebarluaskan manifesto Qutb, termasuk yang datang dari Arab Saudi seperti Usamah bin Ladin. Pada 1991, ketika Kerajaan Saudi membolehkan tentara Amerika dan Eropa menjadikan dataran Saudi sebagai tempat untuk membebaskan Kuwait dari Irak, kelompok bin Ladin melakukan demonstrasi.
Seorang wahabi konservatif seperti Bin Ladin tiba-tiba bersuara seperti Qutb. Krisis antara IM dan kerajaan Saudi ini mulai menemukan bentuknya setelah kerajaan meneliti bahwa sumber dari protes terhadap kerajaan adalah pemikiran IM. Tidak hanya Qutb, tetapi semua pemikir IM dianggap sesat bahkan termasuk figur-figur yang tidak ada kaitannya dengan IM seperti Ridha dan Abduh. Sejak itu hingga kini, Kerajaan Saudi dan IM bersimpang jalan.
Pada saat ini, IM lebih memilih ide-ide liberalisme seperti demokrasi dan hak asasi manusia sebagai agenda gerakan daripada revolusi sosial. Hal itu tampak pada buku karangan intelektual IM yang semakin moderat. Munir Al-Gadhban, aktivis IM di Suriah, misalnya, menulis tentang kritik terhadap para teroris yang salah dalam memahami maksud Qutb dalam karyanya Benarkah Ia Guru Para Teroris (2012). Yusuf Qoradhawi mencipta Fiqih Negara (2002) dan Fiqih Jihad (2009) di mana dua buku itu menolak cara-cara kekerasan dalam mencapai tujuan dan menerima negara sekuler.
Di samping itu, keikutsertaan IM dalam pemilu di Mesir membuktikan bahwa IM memang sudah berubah menjadi organisasi demokratik. Namun memang, persepsi Kerajaan Saudi terhadap IM belum berubah. Ditambah lagi dengan adanya kekhawatiran Kerajaan Saudi jika kemenangan IM di Mesir dapat menginspirasi kembali rakyat Saudi untuk melakukan perlawanan kepada kerajaan, tapi tentu saja bukan dengan retorika model Qutb melainkan melalui pemilu yang jujur dan adil. n
*Ketua Himpunan Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana Ilmu Politik UI .
Redaktur : Heri Ruslan |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar