11 September Bukan Alasan AS Perangi Afghanistan
KABUL (Berita SuaraMedia) - Pemimpin dari sebuah kelompok politik Afghanistan yanng diinginkan oleh AS mengatakan bahwa Washington menggunakan alasan palsu untuk melancarkan perang terhadap Afghanistan, pada malam menjelang peringatan tahun kedelapan konflik tersebut.
Gulbuddin Hekmatyar, yang memimpin sebuah faksi dari kelompok Hizb-e Islami, yang mengatakan bahwa meluncurkan perang melawan Taliban dan al-Qaeda oleh AS pada tahun 2001 tidak dibenarkan karena serangan 11 September tidak pernah dilakukan oleh Afghan.
"Tidak ada seorang Afghanistan pun yang telah mengambil tindakan militer apapun melawan Anda di Eropa dan Amerika Serikat. Serangan 11 September direncanakan di Eropa dan Amerika Serikat dan bukan di Afghanistan atau Irak," katanya dalam sebuah video yang dirilis pada hari Selasa.
Hekmatyar, yang dituduh oleh AS telah membantu Taliban dan al-Qaeda, mengatakan bahwa serangan di World Trade Centre dan Pentagon direncanakan di wilayah AS.
"Mereka yang melaksanakannya adalah orang-orang yang lahir di AS dan Eropa dan mereka dilatih di sana. Mereka bukan orang Afghanistan dan mereka tidak pernah mendapat pelatihan di Afghanistan," katanya.
"Semua orang tahu pelatihan pilot dilakukan di AS dan rencana operasi itu ditetaskan di sana."
Pesan oleh Hekmatyar muncul ketika Barack Obama, presiden AS, siap untuk bertemu dengan sebuah kelompok bipartisan dari para pemimpin Kongres untuk membahas strategi militer AS di Afghanistan.
Obama berada di bawah tekanan yang tumbuh dari publik AS dan lawan-lawan politiknya mengenai perang ini, dengan jumlah korban militer AS tahun ini ditetapkan menjadi yang tertinggi dalam perang sejauh ini.
Sebuah laporan oleh Jenderal Stanley McChrystal, kepala pasukan AS dan NATO di Afghanistan, mengatakan bahwa misi militer di Afghanistan berisiko menghadapi kegagalan kecuali ada lebih banyak tentara AS yang dikirimkan ke negara itu.
McChrystal meminta sekitar 30.000 hingga 40.000 lebih pasukan untuk dikerahkan, tetapi beberapa pejabat pemerintahan Obama telah menyatakan keprihatinan bahwa terlalu besar kehadiran militer AS di sana akan menghadapi risiko pengasingan penduduk Afghan.
Mike Soraghan, koresponden kongres untuk koran The Hill, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa politisi Amerika mulai "pergi ke sudut mereka dan mengintai posisi" di Afghanistan.
"Banyak Demokrat yang menentang rencana oleh McChrystal ini ... mereka mengekspresikan keraguan yang kuat tentang hal itu. Tetapi Republik sangat banyak yang mendukung ide meningkatkan jumlah pasukan dalam perang," katanya.
"Jika Obama akan memerintahkan 40.000 lebih pasukan, dia mungkin perlu suara Republik untuk mempertahankan itu. Itu mungkin akan mengarah ke pemungutan suara mengenai pendanaan untuk perang tahun depan."
Dalam pidato videonya, Hekmatyar juga mengatakan bahwa hasil pemilihan presiden baru-baru ini di Afghanistan, yang telah dikecam dengan adanya tuduhan penipuan - telah memperkuat tangan Iran dan Rusia.
"Moskow dan Teheran bermanfaat. Anda (pemerintah AS) tahu betul pemerintah Kabul berada di bawah kendali orang-orang yang terhubung ke Iran dan Rusia," katanya.
"Kau menipu dunia dan orang-orang Afghan dengan membuat acara pemilihan yang lucu ... Ratusan juta dolar telah dihabiskan. Apa hasilnya? Anda mengakui 20 persen warga Afghanistan mengambil bagian.
"Anda telah berhasil melalui propaganda untuk menjadikan orang-orang Afghan ribut antara satu sama lain melalui perbedaan bahasa dan suku.
"Moskow dan Teheran telah mengucapkan selamat kepada Karzai untuk menang."
Keamanan Internasional dan Pasukan Bantuan (International Security and Assistance Force atau ISAF) NATO mengatakan hari Selasa bahwa pejuang Hizb-e Islami yang setia kepada Hekmatyar mungkin terlibat dalam serangan di provinsi Nuristan pada hari Sabtu, di mana delapan tentara AS tewas.
Hekmatyar, seorang komandan daerah Pashtun dan mantan perdana menteri Afghanistan, telah secara tradisional bersekutu dengan para pejuang yang menentang kehadiran pasukan asing di Afghanstan. (iw/aj) www.suaramedia.com
10 Tahun Masa Perang, Bagaimana Kini Afghanistan?
KABUL (Berita SuaraMedia) – Perang yang dipimpin AS di Afghanistan memasuki tahun yang ke-10, namun masa depan negara tersebut dilanda ketidakpastian seiring tidak tampak tanda-tanda berakhirnya kekerasan di negara tersebut.Ketika pesawat-pesawat tempur AS mulai membombardir titik-titik sarang Taliban dan Al Qaeda pada malam 7 Oktober 2001, para pemimpin dari seluruh dunia berdiri di belakang Operation Enduring Freedom, yang bertujuan untuk melenyapkan tempat perlindungan jaringan Al Qaeda di Afghanistan setelah serangan 11 September.
Tapi, sembilan tahun berselang, saat perang semakin berlanjut dan korban jiwa di kubu pasukan Barat semakin meningkat, bahkan para sekutu terdekat Amerika menyuarakan kekhawatiran mengenai kemungkinan keberhasilan perang tersebut. Belanda sudah menarik keluar pasukannya, dan berikutnya adalah giliran pasukan Kanada.
Pasukan internasional membutuhkan waktu kurang dari dua bulan untuk menggulingkan pemerintahan Taliban, yang diklaim melindungi Osama bin Laden, dari Kabul.
Sebagian besar gerilyawan Taliban menyamarkan diri sebagai warga biasa Afghanistan atau berpindah ke Pakistan bersama dengan para gerilyawan Al Qaeda.
Taliban kemudian menghimpun kembali kekuatan dan memperluas kendali mereka di kawasan selatan dan timur Afghanistan saat perhatian pemerintah AS digeser ke Irak pada tahun 2003. Kini, para gerilyawan Taliban ada di hampir semua provinsi.
Dukungan masyarakat untuk perang Afghanistan semakin memudar di semua negara Barat. AS mengurangi ambisinya, dari semula mendirikan "demokrasi bergaya Barat di Afghanistan" menjadi "mengganggu, membongkar, dan mengalahkan Al-Qaeda."
AS juga berusaha mencari cara yang terhormat untuk menarik keluar pasukan, bahkan jika melibatkan kesepakatan untuk berbagi kekuasaan dengan para pemimpin Taliban di Kabul.
Untuk memungkasi perang di Afghanistan, Presiden AS Barack Obama memerintahkan pengiriman 30.000 prajurit tambahan dengan harapan tambahan pasukan dapat membalikkan keunggulan dalam perang. Ia juga menetapkan tenggat waktu awal penarikan pasukan pada musim panas mendatang.
Hampir setiap warga Afghanistan, termasuk Presiden Hamid Karzai, khawatir jika sekutu Barat mereka meninggalkan Afghanistan sebelum mereka siap mengambil alih tanggung jawab keamanan.
Pekan lalu, Karzai mendesak pasukan keamanannya agar bersiap saat pasukan NATO mungkin menarik diri "jika mereka sudah tidak lagi mendapati kepentingan mereka di sini (Afghanistan)."
Seiring tidak adanya harapan perdamaian di hadapan mata, warga Afghanistan merasa amat kecewa terhadap pemerintahan mereka dan menolak kehadiran pasukan asing. Mereka lelah dengan kekerasan yang memakan korban warga sipil.
"Dalam sembilan tahun terakhir, kami telah mengorbankan banyak hal dan hidup di bawah ancaman serangan bom udara NATO," kata Mohammad Nasim, 53, seorang guru di Kabul.
"Kami, warga Afghanistan, sudah siap berkorban lebih hanya jika kami tahu bahwa perang ini akan berakhir suatu hari nanti," katanya.
"Tapi, seperti yang kami lihat sekarang, (perang ini) tidak akan pernah berakhir karena NATO tidak bersedia memindah peperangan ke Pakistan, tempat persembunyian para pemimpin Taliban," tambahnya.
Para pejabat Barat dan Afghanistan menuding Pakistan memberikan toleransi terhadap para gerilyawan Al Qaeda dan Taliban yang bersembunyi di wilayah mereka dan merancang serangan dari sana.
Pakistan, yang merupakan sekutu AS, mengatakan bahwa pihaknya memerangi gerilyawan dan tidan siap membiarkan pasukan NATO masuk.
Karena khawatir bahwa Barat tidak akan pernah mengalihkan perang ke Pakistan dan Kabul mungkin jatuh ke tangan Taliban setelah pasukan asing keluar, Karzai meningkatkan upaya mengakhiri perang dengan merangkul Pakistan serta negara-negara Islam lain agar membantu memerantarai kesepakatan damai dengan para gerilyawan Taliban yang tertarik melakukan rekonsiliasi.
Presiden menunjuk dewan perdamaian yang beranggotakan 70 orang pekan lalu untuk memandu upaya merangkul Taliban.
AS sebelumnya mengatakan pihaknya mendukung pembicaraan dengan para anggota Taliban yang meninggalkan kekerasan dan menerima konstitusi. Obama dan para jenderalnya juga mengatakan bahwa AS tidak merencanakan eksodus massal pada bulan Juli 2011, tenggat waktu penarikan pasukan, namun penarikan pasukan akan dilakukan berdasarkan pada kondisi keamanan di lapangan.
"Saat Obama mengumumkan tanggal penarikan, itu merupakan pertanda yang cukup bagi Taliban," kata Waheed Muzhda, seorang mantan anggota Taliban yang kini menjadi seorang pengamat politik.
"Sekarang mereka tahu bahwa pasukan asing akan angkat kaki, cepat atau lambat. Jadi, mereka hanya tinggal duduk dan menunggu mereka (pasukan asing) keluar," tambahnya.
"Mengapa pula Taliban mau berbagi pemerintahan di Kabul jika mereka tahu mereka ada di posisi yang unggul?" tanya Muzhda. (dn/nk) www.suaramedia.com
Terbongkarnya Kepalsuan Sejarah Tembok Ratapan!
YERUSALEM (Berita SuaraMedia) - Seorang dosen dari universitas Palestina menjadi akademisi yang sekali lagi membahas sejarah dan menyatakan bahwa sejarah Yahudi di Yerusalem, yang oleh para Yahudi sebagai ibu kota mereka selama 1.600 tahun sebelum Nabi Muhammad menyampaikan agama Islam. Dosen tersebut menyangkal bahwa adanya hubungan orang-orang Yahudi dengan Tembok Ratapan dari Kuil Yahudi.
Shamekh Alawneh, seorang dosen sejarah modern di Universitas Terbuka Al-Quds, berkata bahwa Yahudi menciptakan hubungan dengan tembok tersebut untuk tujuan Politik, untuk meyakinkan Yahudi Eropa dan Zionis untuk datang ke Palestina.
Alawneh berkata, "Tujuan dari Yahudi untuk memberi nama tembok tersebut sebagai "Tembok Ratapan" kepada tembok ini merupakan sesuatu yang politis. Para Yahudi tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk menciptakan sebuah alasan mengenai Yerusalem untuk menyebarkan diantara para Zionis atau Yahudi Eropa untuk berhubungan dengan sesuatu yang konkret dari masa lalu Yerusalam. Mereka membuat klaim palsu dan menyebut Tembok Buraq sebagai Tembok Ratapan.
"Tembok tersebut tidak mempunyai akar sejarah," ujarnya dalam sebuah program televisi yang berjudul Yerusalem – Sejarah dan Budaya. "Ini adalah istilah politik untuk , memenangkan hati dan dukungan dari Zionis di Eropa sehingga mereka akan berpindah dan masuk ke Palestina. Tidak lebih.
Pembawa acara tersebut juga merujuk ke "Yahudisasi" dari Yerusalem dan rencana Yahudi untuk menghancurkan Masjid Al-Aqsa.
Juni lalu, WND mengutip kepala staf Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang menyatakan bahwa Yerusalem adalah milik umat Muslim. Ia memeperingatkan bahwa gerakan apapun, atau serangan apapun oleh Israel, yang mengganggu kompleks Al-Quds akan dibalas oleh 1,5 milyar Muslim dunia.
"Yerusalem adalah Muslim. Masjid Al Aqsa dan Haarem Al Sharif adalah 100 persen Muslim. Israel bermain dengan api ketika mereka mengancam Al-Aqsa dengan penggalian yang sedang mereka lakukan, " ujar kepala staf Abbas, Rafiq Al Husseini.
Dalam sebuah wawancara ekslusif pada bulan Maret 2007, Taysir Tamimi, Pemimpin dari Pengadilan Palestina dan salah satu dari pemimpin Muslim yang paling berpengaruh di Israel, mengatakan bahwa Kuil Yahudi tersebut tidak pernah ada, dan Tembok Ratapan sebenarnya adalah tempat dimana Nabi Muhammad mengikatkan kendaraan ajaibnya, Masjid Al Aqsa dibangun oleh para malaikat dan Ibrahim, Musa dan Isa adalah nabi-nabi dalam Islam.
Tamimi dianggap sebagai ulama terpenting Palestina setelah Muhammad Hussein, Mufti Agung Yerusalem.
"Israel memulai sejak 1967 membuat penggalian arkeologis untuk menunjukan bukti-bukti adanya hubungan antara Yahudi dengan kota tersebut, dan mereka tidak menemukan apapun. Tidak ada koneksi terhdap Israel sebelum Yahudi memasuki wilayah ini pada tahun 1880," ujar Tamimi.
Tamimi berkata bahwa deskripsi dari deskripsi dari Kuil Yahudi di Taurat dan di tulisan Byzantine dan Roma dari periode Kuil tersebut merupakan hasil pemalsuan, dan bahwa Taurat telah dipalsukan. (iw/inn/wnd) www.suaramedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar