Bapak Spiritual Takfiri Suriah Tewas oleh Takfiri Lain
Islam
Times- Menurutnya al-Qatari yang juga disebut sebagai salah satu
komandan Takfiri paling berbahaya di Suriah dan tewas dalam pertempuran
dengan kelompok Takfiri Brigade Syuhada Suriah.
Abu Abdulaziz al-Qatari, komandan sekaligus 'bapak spiritual'
kelompok Takfiri Jund al-Sham di Suriah tewas dalam bentrokan dengan
kelompok Takfiri lain dari Brigade Syuhada Suriah, demikian al-Alam
melaporkan, Rabu, 08/01/14.
selama ini antar berbagai kelompok Takfiri di Suriah berkelahi satu sama lain terutama di utara dan barat Suriah yang telah menewaskan puluhan dari mereka akibat konflik kepentingan.
Koresponden al-Alam dari Suriah, pada Selasa, 07/01/14, mengkonfirmasi laporan tewasnya komandan al-Qatari dalam bentrokan terakhir di pinggiran Idlib, di barat laut Suriah.
Menurutnya al-Qatari yang juga disebut sebagai salah satu komandan Takfiri paling berbahaya di Suriah dan tewas dalam pertempuran dengan kelompok Takfiri Brigade Syuhada Suriah.
Beberapa informasi menyebut, al-Qatari juga disebut sebagai orang dekat dari Abdullah Azzam di Suriah.
Azzam adalah guru dan mentor Osama bin Laden, pendiri kelompok teroris al-Qaeda , dan menyakinkan bin Laden untuk pergi ke Afghanistan dan membantu pemberontakan bersenjata.
Merek dagang dan slogan Azzam adalah "Jihad dan senjata saja": Tidak ada negosiasi, tidak ada konferensi dan tidak ada dialog."
Abdullah al-Qatari yang merupakan teman dekat dengan Azzam, adalah seorang Takfiri Irak yang berperang bersama Taliban di Afghanistan.
Dia dilaporkan memasuki Suriah dan bergabung dengan Front al-Nusra, cabang utama al-Qaeda di negara Arab itu. [IT/Onh/Ass]
selama ini antar berbagai kelompok Takfiri di Suriah berkelahi satu sama lain terutama di utara dan barat Suriah yang telah menewaskan puluhan dari mereka akibat konflik kepentingan.
Koresponden al-Alam dari Suriah, pada Selasa, 07/01/14, mengkonfirmasi laporan tewasnya komandan al-Qatari dalam bentrokan terakhir di pinggiran Idlib, di barat laut Suriah.
Menurutnya al-Qatari yang juga disebut sebagai salah satu komandan Takfiri paling berbahaya di Suriah dan tewas dalam pertempuran dengan kelompok Takfiri Brigade Syuhada Suriah.
Beberapa informasi menyebut, al-Qatari juga disebut sebagai orang dekat dari Abdullah Azzam di Suriah.
Azzam adalah guru dan mentor Osama bin Laden, pendiri kelompok teroris al-Qaeda , dan menyakinkan bin Laden untuk pergi ke Afghanistan dan membantu pemberontakan bersenjata.
Merek dagang dan slogan Azzam adalah "Jihad dan senjata saja": Tidak ada negosiasi, tidak ada konferensi dan tidak ada dialog."
Abdullah al-Qatari yang merupakan teman dekat dengan Azzam, adalah seorang Takfiri Irak yang berperang bersama Taliban di Afghanistan.
Dia dilaporkan memasuki Suriah dan bergabung dengan Front al-Nusra, cabang utama al-Qaeda di negara Arab itu. [IT/Onh/Ass]
Foto: Makam Sayyidah Sakinah Dirusak Takfiri al-Qaeda
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vglgn79w7ak9w7v..iaar411q.html
Tentara Suriah sukses membebaskan makam suci Sayyidah Sakinah as
(Sukainah), putri Imam Hussein as dalam operasi di dekat ibukota
Suriah, Damaskus.
Makam tersebut diduduki Takfiri lebih dari satu tahun dan rusak parah
dihajar mortir Takfiri al-Qaeda dukungan Arab Saudi, Qatar, Turki dan
AS. [IT]
Foto: Makam Sayyidah Sakinah Dirusak Takfiri al-Qaeda
Sebagian Besar Anasir DIIS Keluar dari Aleppo, Suriah
Lembaga pengawas Hak Asasi Manusia Suriah yang dekat dengan kelompok pemberontak mengumumkan, sebagian besar anasir teroris Daulah Islamiyah fi Iraq wa Syam (DIIS) keluar dari kota Aleppo, dan kota ini kurang lebih bersih dari kelompok teroris tersebut.
Stasiun televisi Al Manar seperti dikutip Tasnim News (9/1) melaporkan, kota Aleppo yang terletak di Utara Suriah nyaris bersih dari anasir-anasir teroris DIIS. Lembaga oposisi pemerintah Suriah yang menamakan diri Pengawas HAM Suriah, di laman internetnya mengumumkan, anasir-anasir DIIS meninggalkan kota Aleppo menyusul bentrokan-bentrokan yang terjadi di dalam kelompok itu.
DIIS terpaksa keluar dari Aleppo setelah terlibat pertempuran hebat dengan kelompok teroris lain, Jabhat Al Islamiyah dan Free Syrian Army (FSA) yang berujung dengan lepasnya sejumlah posisi penting DIIS di kota tersebut. Lembaga Pengawas HAM Suriah, Rabu (8/1) melaporkan, pusat-pusat komando DIIS di Aleppo direbut kelompok-kelompok bersenjata lain.
Konsentrasi pertempuran di antara kelompok teroris Suriah terpusat di Aleppo dan Idlib, namun pertempuran-pertempuran ini juga melebar ke provinsi Raqqa dan Homs. Pertempuran antara FSA dan kelompok-kelompok bersenjata lain dengan DIIS di Idlib terus berlangsung dan merembet ke wilayah-wilayah Timur Suriah.
Pertempuran di antara kelompok-kelompok bersenjata Suriah terbaru dimulai sejak Jumat lalu setelah warga lokal menuduh DIIS membunuh seorang dokter di Utara Suriah. Jabhat Al Islamiyah sebelumnya mendesak DIIS untuk menyerahkan jasad dokter tersebut dan menghukum pelakunya.
DIIS, Selasa (7/1) setelah terlibat pertempuran dengan kelompok-kelompok teroris lain berjanji akan menumpas seluruh kelompok pemberontak Suriah yang melawan dirinya. (IRIB Indonesia/HS)
|
||||
Local Editor http://www.almanartv.com.lb/english/adetails.php?eid=129314&cid=23&fromval=1&frid=23&seccatid=20&s1=1 | ||||
The
Syrian Army on Wednesday carried out accurate operations against
terrorists' dens and gatherings, where many armed terrorist groups were
eliminated and their weapons were destroyed in several areas nationwide,
SANA reported.
A terrorist attack claimed the life of a woman and injured 8 others in Idleb province.
The terrorists fired 3 mortar shells
landed in a public park near al-Rawda Mosque, near the Second Faculty
of Law and Hanano Square in Idleb city, causing material damage in the
site.
Meanwhile, units of the army eliminated big number of terrorists at Jabal al-Arabe'en, Taftanaz and Salkin in Idleb countryside.
The army pursued terrorists in Jabal al-Arabe'en, killing a number of terrorists, among them Mohammad Mahmoud.
Units of the armed forces carried out
operations against terrorists' dens and gatherings in Damascus
Countryside, killing and injuring scores of them, in addition to
destroying their equipment.
An army unit killed and injured all
members of an armed terrorist group in al-Qaboun neighborhood, while
another army unit destroyed a terrorists' den in Alyaa farms in Douma
area.
The army units clashed with terrorists
in Adra al-Balad area and killed a number of them, while other army
units targeted terrorists' gatherings in Adra city and Zebdeen town,
inflicting heavy losses upon them.
The source pointed out that the army
units killed a number of terrorists in Yalda and Babila towns and
discovered a tunnel at the north entrance of Yarmouk Camp which was used
for moving and storing weapons.
Meanwhile, an army unit repelled
terrorists' attempt to sneak from Khan al-Sheeh farms to the military
checkpoints in Drousha, killing and injuring scores of them, in addition
to destroying two cars equipped with heavy machineguns.
Another army unit discovered advanced communication-sets and ammunition to the west of al-ayyda Sukaina Shrine in Darayaa city.
In Yabroud city, an army unit discovered
a mortar launchers, shells, explosive devices abd stolen medicine in
the western farms of Qara town.
Units of the Syrian armed forces
destroyed a terrorists' rocket launcher and a warehouse full of weapons
and ammunition, in addition to killing large number of terrorists in
northern countryside of Lattakia, most of them were non-Syrians.
|
||||
|
KEMATIAN TERSANGKA PEMBOMAN KEDUBES IRAN UNDANG TANDA TANYA
Tersangka utama pemboman kedubes Iran di Lebanon bulan November lalu
akhirnya dinyatakan meninggal dunia di dalam tahanan. Pengumuman
kematian tersangka pemimpin kelompok teroris Abdullah Azzam Brigades
asal Saudi bernama Majid al-Majid tersebut disampaikan oleh militer
Lebanon, Sabtu (4/1).
Menurut pengumuman tersebut, tersangka meninggal di rumah sakit militer di Beirut akibat "kesehatannya yang memburuk". Sebelumnya ia ditangkap oleh inteligen militer Lebanon pada hari Kamis (2/1).
Tidak ada kasus penangkapan yang lebih menghebohkan sekaligus misterius dari penangkapan terahadap Majid al-Majid karena keterlibatannya dalam serangan teroris yang menewaskan 25 orang termasuk seorang pejabat diplomat Iran 2 bulan lalu. 2 negara yang "berkepentingan" dengan kasus ini, Iran dan Saudi, langsung bereaksi cepat terhadap kasus ini. Kedua negara meminta pemerintah Lebanon untuk dilibatkan dalam penyidikan terhadap Majid.
Namun pada saat yang sama berita-berita seputar penangkapan Madjid serta kondisi kesehatannya juga simpang siur. Menurut beberapa sumber yang beredar Madjid ditangkap oleh inteligen militer, bukan oleh aparat kepolisian, atau oleh Dinas Inteligen yang diketahui sebagai kepanjangan kelompok Suni yang menjadi pelindung Majid. Ia ditangkap saat berada di dalam ambulan yang hendak membawanya ke sebuah rumah sakit setelah seorang petugas medik memberitahukan keberadaan Majid kepada palang merah.
"Pada tgl 27 Desember 2013, rumah sakit dimana Majid dirawat mengontak Palang Merah untuk mengatur pemindahannya ke rumah sakit lain, namun aparat dari inteligen militer menyergab ambulan dan menangkap Majid," kata seorang sumber inteligen kepada kantor berita Lebanon Al Akhbar yang dekat dengan kelompok-kelompok "Perlawanan" yang dipimpin Hizbollah. Menurut sumber tersebut baik pihak Palang Merah maupun awak medis yang merawatnya tidak mengetahui bahwa pasien mereka adalah seorang buronan terorisme.
Penangkapan Majid oleh inteligen militer dan bukannya oleh Dinas Inteligen sebelumnya sempat memberi harapan bagi terbongkarnya kedok jaringan terorisme, yang sejak keterlibatan Hizbollah dalam konflik Syria pertengahan tahun lalu meningkatkan aktifitasnya dengan berbagai serangan teoris yang menewaskan puluhan orang. Namun kesehatannya yang buruk dengan kondisi ginjalnya yang membutuhkan perawatan rutin membuat harapan tersebut meredup.
Sebelum dinyatakan meninggal, pada Hari Jumat (3/1) atau sehari setelah penangkapan, kondisi kesehatan Majid memburuk dan dikabarkan berada dalam kondisi koma. Seorang penyidik yang tidak disebutkan namanya memberikan informasi kepada Al Akhbar bahwa penyidikan terhadap Majid ditunda karena alasan kesehatan dan Majid berada di bawah pengawalan ketat di rumah sakit militer Baabda, Beirut.
Reaksi keras atas meninggalnya Majid tentu muncul dari Iran yang berharap banyak Majid bisa membongkar jaringan di belakangnya. Meski pemerintah Iran hanya menyatakan tekadnya untuk terus mencari keadilan atas serangan bom di kedubesnya di Lebanon melalui jalur pengadilan internasional, seorang anggota parlemen Iran Mohammad Hasan Asfari, tidak bisa menyembunyikan tuduhannya terhadap Saudi Arabia. Kepada Al-Alam TV, Minggu (5/1), Asfari menuduh bahwa Saudi harus bertangungjawab atas kematian Majid. Menurutnya, Saudi sangat khawatir bahwa Majid akan membongkar keterlibatan Saudi dalam berbagai aksi terorisme yang terjadi tidak saja di Lebanon, tapi juga di Syria dan Irak. Menurut Asfari, pembunuhan Majid juga menutup informasi tentang rencana-rencana serangan terorisme yang telah dipersiapkan.
"Bahkan jika cerita itu (kematian Majid karena penyakit) benar, hal itu tidak akan mengendurkan kami untuk mengejar kasus ini secara legal di pengadilan internasional," kata jubir kemenlu Iran Marzieh Afkham dalam keterangan persnya hari Sabtu (4/1).
“Republik Islam Iran yang menjadi korban utama dari serangan teroris itu menuntut para pelaku dan dalang di belakang serangan itu dibongkar, diadili dan dihukum," tambahnya.
Sementara menteri inteligen Iran Mahmoud Alavi mengatakan bahwa kematian Majid "mencurigakan".
"Kami tidak memiliki informasi yang pasti tentang masalah ini, namun kematiannya adalah mencurigakan," kata Alavi.
"Membiarkan Majid mati atau tidak melakukan usaha serius untuk membuatnya tetap hidup adalah sebuah kejahatan besar sebagaimana kejahatan-kejahatan yang dilakukan Majid dan teman-temannya. Terlebih, meski dalam kondisi sakit, Majid masih menjalin komunikasi dengan kelompok-kelompok kecil yang ditugaskan melakukan serangan-serangan terhadap Hezbollah dan tentara Lebanon di seluruh negeri. Orang ini kemungkinan mengetahui segala informasi tentang database target-target sasaran serangan teroris yang telah ditetapkan. Namun lebih daripada itu ia memegang rahasia-rahasia paling penting tentang hubungannya dengan negara-negara Arab dan barat dan lembaga-lembaga inteligen, khususnya agen-agen Saudi yang berada di Lebanon dan Irak," tulis wartawan senior Lebanon Ibrahim al-Amin di Al Akhbar hari Sabtu (4/1).
REF:
"Ailing Saudi jihadist dies in Lebanese custody: army"; al Akhbar; 4 Januari 2014
"Detained Abdullah Azzam Brigades chief "in poor health""; al Akhbar; 3 Januari 2014
"Iranian MP Accuses Saudi of Murdering Al-Majed"; almanar.com.lb; 4 Januari 2014"Iran Says Suspect Death Would Not Disparage IR from Legal Action"; almanar.com.lb; 4 Januari 2014
Menurut pengumuman tersebut, tersangka meninggal di rumah sakit militer di Beirut akibat "kesehatannya yang memburuk". Sebelumnya ia ditangkap oleh inteligen militer Lebanon pada hari Kamis (2/1).
Tidak ada kasus penangkapan yang lebih menghebohkan sekaligus misterius dari penangkapan terahadap Majid al-Majid karena keterlibatannya dalam serangan teroris yang menewaskan 25 orang termasuk seorang pejabat diplomat Iran 2 bulan lalu. 2 negara yang "berkepentingan" dengan kasus ini, Iran dan Saudi, langsung bereaksi cepat terhadap kasus ini. Kedua negara meminta pemerintah Lebanon untuk dilibatkan dalam penyidikan terhadap Majid.
Namun pada saat yang sama berita-berita seputar penangkapan Madjid serta kondisi kesehatannya juga simpang siur. Menurut beberapa sumber yang beredar Madjid ditangkap oleh inteligen militer, bukan oleh aparat kepolisian, atau oleh Dinas Inteligen yang diketahui sebagai kepanjangan kelompok Suni yang menjadi pelindung Majid. Ia ditangkap saat berada di dalam ambulan yang hendak membawanya ke sebuah rumah sakit setelah seorang petugas medik memberitahukan keberadaan Majid kepada palang merah.
"Pada tgl 27 Desember 2013, rumah sakit dimana Majid dirawat mengontak Palang Merah untuk mengatur pemindahannya ke rumah sakit lain, namun aparat dari inteligen militer menyergab ambulan dan menangkap Majid," kata seorang sumber inteligen kepada kantor berita Lebanon Al Akhbar yang dekat dengan kelompok-kelompok "Perlawanan" yang dipimpin Hizbollah. Menurut sumber tersebut baik pihak Palang Merah maupun awak medis yang merawatnya tidak mengetahui bahwa pasien mereka adalah seorang buronan terorisme.
Penangkapan Majid oleh inteligen militer dan bukannya oleh Dinas Inteligen sebelumnya sempat memberi harapan bagi terbongkarnya kedok jaringan terorisme, yang sejak keterlibatan Hizbollah dalam konflik Syria pertengahan tahun lalu meningkatkan aktifitasnya dengan berbagai serangan teoris yang menewaskan puluhan orang. Namun kesehatannya yang buruk dengan kondisi ginjalnya yang membutuhkan perawatan rutin membuat harapan tersebut meredup.
Sebelum dinyatakan meninggal, pada Hari Jumat (3/1) atau sehari setelah penangkapan, kondisi kesehatan Majid memburuk dan dikabarkan berada dalam kondisi koma. Seorang penyidik yang tidak disebutkan namanya memberikan informasi kepada Al Akhbar bahwa penyidikan terhadap Majid ditunda karena alasan kesehatan dan Majid berada di bawah pengawalan ketat di rumah sakit militer Baabda, Beirut.
Reaksi keras atas meninggalnya Majid tentu muncul dari Iran yang berharap banyak Majid bisa membongkar jaringan di belakangnya. Meski pemerintah Iran hanya menyatakan tekadnya untuk terus mencari keadilan atas serangan bom di kedubesnya di Lebanon melalui jalur pengadilan internasional, seorang anggota parlemen Iran Mohammad Hasan Asfari, tidak bisa menyembunyikan tuduhannya terhadap Saudi Arabia. Kepada Al-Alam TV, Minggu (5/1), Asfari menuduh bahwa Saudi harus bertangungjawab atas kematian Majid. Menurutnya, Saudi sangat khawatir bahwa Majid akan membongkar keterlibatan Saudi dalam berbagai aksi terorisme yang terjadi tidak saja di Lebanon, tapi juga di Syria dan Irak. Menurut Asfari, pembunuhan Majid juga menutup informasi tentang rencana-rencana serangan terorisme yang telah dipersiapkan.
"Bahkan jika cerita itu (kematian Majid karena penyakit) benar, hal itu tidak akan mengendurkan kami untuk mengejar kasus ini secara legal di pengadilan internasional," kata jubir kemenlu Iran Marzieh Afkham dalam keterangan persnya hari Sabtu (4/1).
“Republik Islam Iran yang menjadi korban utama dari serangan teroris itu menuntut para pelaku dan dalang di belakang serangan itu dibongkar, diadili dan dihukum," tambahnya.
Sementara menteri inteligen Iran Mahmoud Alavi mengatakan bahwa kematian Majid "mencurigakan".
"Kami tidak memiliki informasi yang pasti tentang masalah ini, namun kematiannya adalah mencurigakan," kata Alavi.
"Membiarkan Majid mati atau tidak melakukan usaha serius untuk membuatnya tetap hidup adalah sebuah kejahatan besar sebagaimana kejahatan-kejahatan yang dilakukan Majid dan teman-temannya. Terlebih, meski dalam kondisi sakit, Majid masih menjalin komunikasi dengan kelompok-kelompok kecil yang ditugaskan melakukan serangan-serangan terhadap Hezbollah dan tentara Lebanon di seluruh negeri. Orang ini kemungkinan mengetahui segala informasi tentang database target-target sasaran serangan teroris yang telah ditetapkan. Namun lebih daripada itu ia memegang rahasia-rahasia paling penting tentang hubungannya dengan negara-negara Arab dan barat dan lembaga-lembaga inteligen, khususnya agen-agen Saudi yang berada di Lebanon dan Irak," tulis wartawan senior Lebanon Ibrahim al-Amin di Al Akhbar hari Sabtu (4/1).
REF:
"Ailing Saudi jihadist dies in Lebanese custody: army"; al Akhbar; 4 Januari 2014
"Detained Abdullah Azzam Brigades chief "in poor health""; al Akhbar; 3 Januari 2014
"Iranian MP Accuses Saudi of Murdering Al-Majed"; almanar.com.lb; 4 Januari 2014"Iran Says Suspect Death Would Not Disparage IR from Legal Action"; almanar.com.lb; 4 Januari 2014
PRESIDEN LEBANON "KEDER" UNTUK SINGKIRKAN HIZBOLLAH
http://cahyono-adi.blogspot.com/2014/01/presiden-lebanon-keder-untuk-singkirkan.html#more
Masih ada orang-orang "waras" di Lebanon yang membuat Lebanon untuk
sementara selamat dari rencana jahat untuk menghancur-leburkan negeri
itu demi kepentingan zionis internasional. Dan orang-orang waras itu
adalah Patriah (pemimpin tertinggi umat Kristen Lebanon) Bechara Boutros
al-Rai dan Walid Jumblatt (pemimpin kaum Druze, satu sekte dalam Islam
yang mencampurkan ajaran Islam dengan Kristen, banyak terdapat di
Lebanon dan Syria serta Israel).
Kedua tokoh tersebut menunjukkan sikap tegas menolak rencana Presiden Lebanon Michel Suleiman untuk membentuk pemerintahan eksklusif yang tidak melibatkan kelompok-kelompok Shiah, Hizbollah dan Gerakan Amal. Akibat penolakan tersebut, keputusan presiden yang bisa memicu perang saudara itu pun batal diumumkan hari ini (7/1).
Mungkin bagi pembaca akan sedikit bingung, mengapa hanya karena tanpa keterlibatan Hizbollah dan Amal, Lebanon bisa terlibat dalam perang saudara? Bukankah sudah sewajarnya di dalam satu negara terdapat satu kelompok yang menguasai pemerintahan dan kelompok lainnya menjadi oposisi?
Lebanon memang istimewa. Rakyatnya terbagi dalam beberapa kelompok agama dan kelompok politik dengan fanatisme kelompok masing-masing yang sangat kuat. Itulah sebabnya di Lebanon sering terjadi perselisihan antar kelompok yang sangat merugikan seluruh rakyat. Untuk mengatasi hal tersebut maka rakyat Lebanon mengembangkan sistem politik yang berbeda dengan negara-negara lain. Selain berdasarkan wilayah, pemilu di Lebanon juga berdasarkan pada kelompok etnis dengan pembagian kekuasaan yang telah ditetapkan. Misalnya saja jabatan Presiden dan Panglima AB menjadi jatahnya kelompok Kristen, Perdana Menteri dan kepala inteligen jatahnya kelompok Islam Suni, dan Ketua Parlemen jatahnya kelompok Shiah. Selanjutnya untuk masing-masing kelompok agama mendapat jatah kursi parlemen dalam jumlah tertentu. Selain itu, sejak tahun 2008 atau paska terjadinya "kudeta" oleh Hizbollah terhadap perdana menteri Fuad Siniora, semua kelompok sepakat untuk membentuk pemerintahan persatuan yang melibatkan 2 kubu yang berlawanan: kubu "Perlawanan" yang anti-Amerika/Saudi dan kubu anti-"Perlawanan" yang pro-Amerika/Saudi.
Rencana Presiden Suleiman membentuk pemerintahan baru tanpa menyertakan kelompok Shiah, Hizbollah dan Gerakan Amal, merupakan pengkhianatan terhadap konsensus tahun 2008 dan kembali membuka ancaman terjadinya konflik-konflik sektarian yang tidak berujung. Tidak mengherankan jika rencana tersebut menuai kecaman dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk Patriach Al-Rai dan Walid Jumblatt.
Perlu menjadi catatan juga bahwa dalam kubu "Perlawanan" selain terdapat Hizbollah dan Gerakan Amal, juga terdapat kelompok-kelompok Kristen (Gerakan Patriot Bebas dan Gerakan Marada) hingga kelompok sosialis-sekuler Syria Socialist Party.
Mudah saja untuk menebak alasan Suleiman melakukan langkah kontroversial tersebut di atas karena disampaikan tidak lama setelah terjadinya pertemuan segitiga antara Suleiman, Raja Saudi dan Presiden Perancis akhir tahun lalu. Tidak lama setelah pertemuan itu Suleiman mengumumkan rencana bantuan Saudi untuk militer Lebanon senilai $3 miliar, atau 2 kali lipat anggaran pertahanan Lebanon, dengan Perancis sebagai pemasok senjatanya. Media-media massa Lebanon juga menyebutkan, sebagaimana juga telah dituliskan di blog ini, bahwa dalam pertemuan antara Suleiman dan Raja Saudi, pihak yang terakhir sempat mendesak Suleiman untuk menggunakan militer Lebanon sebagai penekan terhadap Hizbollah untuk menghentikan keterlibatannya di Syria.
Memojokkan Hizbollah sebenarnya mengandung risiko sangat serius sebagaimana dialami mantan PM Fuad Siniora tahun 2008. Saat itu, meski telah mendapat dukungan besar-besaran dari Saudi yang menggelontorkan ratusan juta dollar membentuk milisi-milisi bersenjata pendukung Siniora, nasib siniora berakhir sebagai tahanan rumah di kediaman resminya yang terkepung oleh milisi-milisi Hizbollah dan sekutu-sekutunya. Namun saat ini kubu anti-"Perlawanan" merasa di atas angin. Selain keberadaan seorang presiden yang pro mereka (pada tahun 2008 Presiden Emile Lahoud justru pendukung Hizbollah), Hizbollah juga tengah terlibat dalam perang Syria.
"Hizbollah tidak mungkin berani membuka front baru di dalam negeri," kata para politisi anti-Hizbollah. Namun pada saat bersamaan pemimpin Hizbollah Sayyed Nasrallah mengingatkan lawan-lawan politiknya untuk "tidak bermain-main dengan Hizbollah". Nasrallah juga menyatakan keterlibatan Hizbollah di Syria merupakan kewajiban yang tidak bisa ditukar dengan apapun, termasuk kekuasaan.
Sementara itu, di tengah-tengah ketidak pastian sikap Suleiman terhadap rencananya, kelompok-kelompok anti-Hizbollah justru terlibat "saling sikut" sendiri. Lebanon Force dan Phalangis (2 dari beberapa kelompok Kristen) menyatakan mundur dari ide mendukung pemerintahan eksklusif bentukan presiden. Di antara kelompok Gerakan Masa Depan (al Muqtabal, kelompok Suni) juga terjadi perbedaan antara kubu mantan PM Fuad Siniora dengan kubu mantan PM Saad Hariri di mana yang pertama cenderung menginginkan dialog sementara yang kedua ngotot pada pembentukan pemerintahan eksklusif.
Seorang politisi pendukung Fuad Siniora mengatakan, "membentuk pemerintahan eksklusif saat ini adalah mustahil. Presiden harus berhati-hati karena saat ini tidaklah tepat membuat keputusan seperti itu pada saat para korban pemboman belum sembuh dari lukanya."
REF:
"Lebanon: March 14 Upset as Suleiman Backs Down"; Maysam Rizk; Al Akhbar; 4 Januari 2014
Kedua tokoh tersebut menunjukkan sikap tegas menolak rencana Presiden Lebanon Michel Suleiman untuk membentuk pemerintahan eksklusif yang tidak melibatkan kelompok-kelompok Shiah, Hizbollah dan Gerakan Amal. Akibat penolakan tersebut, keputusan presiden yang bisa memicu perang saudara itu pun batal diumumkan hari ini (7/1).
Mungkin bagi pembaca akan sedikit bingung, mengapa hanya karena tanpa keterlibatan Hizbollah dan Amal, Lebanon bisa terlibat dalam perang saudara? Bukankah sudah sewajarnya di dalam satu negara terdapat satu kelompok yang menguasai pemerintahan dan kelompok lainnya menjadi oposisi?
Lebanon memang istimewa. Rakyatnya terbagi dalam beberapa kelompok agama dan kelompok politik dengan fanatisme kelompok masing-masing yang sangat kuat. Itulah sebabnya di Lebanon sering terjadi perselisihan antar kelompok yang sangat merugikan seluruh rakyat. Untuk mengatasi hal tersebut maka rakyat Lebanon mengembangkan sistem politik yang berbeda dengan negara-negara lain. Selain berdasarkan wilayah, pemilu di Lebanon juga berdasarkan pada kelompok etnis dengan pembagian kekuasaan yang telah ditetapkan. Misalnya saja jabatan Presiden dan Panglima AB menjadi jatahnya kelompok Kristen, Perdana Menteri dan kepala inteligen jatahnya kelompok Islam Suni, dan Ketua Parlemen jatahnya kelompok Shiah. Selanjutnya untuk masing-masing kelompok agama mendapat jatah kursi parlemen dalam jumlah tertentu. Selain itu, sejak tahun 2008 atau paska terjadinya "kudeta" oleh Hizbollah terhadap perdana menteri Fuad Siniora, semua kelompok sepakat untuk membentuk pemerintahan persatuan yang melibatkan 2 kubu yang berlawanan: kubu "Perlawanan" yang anti-Amerika/Saudi dan kubu anti-"Perlawanan" yang pro-Amerika/Saudi.
Rencana Presiden Suleiman membentuk pemerintahan baru tanpa menyertakan kelompok Shiah, Hizbollah dan Gerakan Amal, merupakan pengkhianatan terhadap konsensus tahun 2008 dan kembali membuka ancaman terjadinya konflik-konflik sektarian yang tidak berujung. Tidak mengherankan jika rencana tersebut menuai kecaman dan penolakan dari berbagai pihak, termasuk Patriach Al-Rai dan Walid Jumblatt.
Perlu menjadi catatan juga bahwa dalam kubu "Perlawanan" selain terdapat Hizbollah dan Gerakan Amal, juga terdapat kelompok-kelompok Kristen (Gerakan Patriot Bebas dan Gerakan Marada) hingga kelompok sosialis-sekuler Syria Socialist Party.
Mudah saja untuk menebak alasan Suleiman melakukan langkah kontroversial tersebut di atas karena disampaikan tidak lama setelah terjadinya pertemuan segitiga antara Suleiman, Raja Saudi dan Presiden Perancis akhir tahun lalu. Tidak lama setelah pertemuan itu Suleiman mengumumkan rencana bantuan Saudi untuk militer Lebanon senilai $3 miliar, atau 2 kali lipat anggaran pertahanan Lebanon, dengan Perancis sebagai pemasok senjatanya. Media-media massa Lebanon juga menyebutkan, sebagaimana juga telah dituliskan di blog ini, bahwa dalam pertemuan antara Suleiman dan Raja Saudi, pihak yang terakhir sempat mendesak Suleiman untuk menggunakan militer Lebanon sebagai penekan terhadap Hizbollah untuk menghentikan keterlibatannya di Syria.
Memojokkan Hizbollah sebenarnya mengandung risiko sangat serius sebagaimana dialami mantan PM Fuad Siniora tahun 2008. Saat itu, meski telah mendapat dukungan besar-besaran dari Saudi yang menggelontorkan ratusan juta dollar membentuk milisi-milisi bersenjata pendukung Siniora, nasib siniora berakhir sebagai tahanan rumah di kediaman resminya yang terkepung oleh milisi-milisi Hizbollah dan sekutu-sekutunya. Namun saat ini kubu anti-"Perlawanan" merasa di atas angin. Selain keberadaan seorang presiden yang pro mereka (pada tahun 2008 Presiden Emile Lahoud justru pendukung Hizbollah), Hizbollah juga tengah terlibat dalam perang Syria.
"Hizbollah tidak mungkin berani membuka front baru di dalam negeri," kata para politisi anti-Hizbollah. Namun pada saat bersamaan pemimpin Hizbollah Sayyed Nasrallah mengingatkan lawan-lawan politiknya untuk "tidak bermain-main dengan Hizbollah". Nasrallah juga menyatakan keterlibatan Hizbollah di Syria merupakan kewajiban yang tidak bisa ditukar dengan apapun, termasuk kekuasaan.
Sementara itu, di tengah-tengah ketidak pastian sikap Suleiman terhadap rencananya, kelompok-kelompok anti-Hizbollah justru terlibat "saling sikut" sendiri. Lebanon Force dan Phalangis (2 dari beberapa kelompok Kristen) menyatakan mundur dari ide mendukung pemerintahan eksklusif bentukan presiden. Di antara kelompok Gerakan Masa Depan (al Muqtabal, kelompok Suni) juga terjadi perbedaan antara kubu mantan PM Fuad Siniora dengan kubu mantan PM Saad Hariri di mana yang pertama cenderung menginginkan dialog sementara yang kedua ngotot pada pembentukan pemerintahan eksklusif.
Seorang politisi pendukung Fuad Siniora mengatakan, "membentuk pemerintahan eksklusif saat ini adalah mustahil. Presiden harus berhati-hati karena saat ini tidaklah tepat membuat keputusan seperti itu pada saat para korban pemboman belum sembuh dari lukanya."
REF:
"Lebanon: March 14 Upset as Suleiman Backs Down"; Maysam Rizk; Al Akhbar; 4 Januari 2014
Label:
politik
IRAN SIAP BANTU IRAK TUMPAS PEMBERONTAKAN TERORIS DI ANBAR
http://cahyono-adi.blogspot.com/2014/01/iran-siap-bantu-irak-tumpas.html#.Us5JBfuN6So
Iran menyatakan kesiapannya membantu Irak dalam upayanya menumpas
pemberontakan para teroris yang saat ini telah menduduki kota Falujjah
dan kota Ramadi, 2 kota di Provinsi Anbar yang dilanda kerusuhan hebat
dalam beberapa hari terakhir.
Pernyataan kesiapan Iran tersebut disampaikan oleh Wakil Kastaf Angkatan Bersenjata Iran Brigjen Mohammad Hejazi, di Teheran, Minggu (5/1), menanggapi berbagai laporan media yang menyebutkan bahwa Iran telah membantu pemerintah Irak untuk menumpas pemberontakan di Anbar, provinsi terbesar Irak yang berbatasan dengan Syria dan Jordania.
"Belum ada diskusi tentang operasi bersama antara Iran dan Irak melawan para teroris takfiri, namun jika pemerintah Irak membutuhkan peralatan dan konsultasi, kami akan membantu mereka," kata Hejazi.
Beberapa media Irak sebelumnya menyebutkan bahwa Iran dan Amerika telah mengirimkan tentaranya untuk membantu penumpasan pemberontak kelompok-kelompok takfiri yang berafiliasi dengan Al Qaida.
Kerusuhan di Anbar bermula setelah aparat keamanan Irak membubarkan aksi duduk para pendemo anti pemerintah di Ramadi pada tgl 30 Desember lalu, yang oleh pemerintah dituduh telah menjadi markas kelompok-kelompok Al Qaida. Dalam aksi pembersihan terpisah yang dilakukan sebelumnya, aparat keamanan juga menangkap beberapa politisi oposisi pendukung aksi demonstrasi dan menghancurkan beberapa markas teroris takfiri di Anbar.
Aksi pembubaran demonstrasi tersebut langsung saja menyulut terjadinya pemberontakan bersenjata oleh ribuan personil militan yang terafiliasi dengan Al Qaida seperti kelompok ISIL dan Al Nusra yang juga aktif terlibat dalam pemberontakan di Syria.
Untuk meredakan ketegangan, personil militer Irak pun ditarik dari Falujah dan Ramadi dan menyerahkan keamanannya kepada polisi dan milisi-milisi dari suku-suku yang pro-pemerintah. Namun penarikan tersebut justru memancing pemberontakan yang lebih besar. Setelah melalui pertempuran sengit yang menewaskan lebih dari 100 orang para hari Jumat (3/1), kota Falujah dan Ramadi pun dinyatakan jatuh ke tangan pemberontak.
Sementara itu pemerintah Irak menyatakan kesiapan operasi militer besar-besaran untuk merebut kembali Falujah dan wilayah-wilayah lain yang dikuasai pemberontak.
"Militer Irak tengah bersiap untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap Fallujah," kata seorang pejabat senior Irak kepada media Perancis AFP.
Selain persiapan tersebut, pejabat yang sama menyebutkan bahwa pasukan-pasukan khusus Irak telah melakukan operasinya di Fallujah.
Pendudukan Fallujah dan Ramadi (ibukota Provinsi Anbar yang terletak lebih jauh di sebelah barat ibukota Baghdad. Fallujah berjarak sekitar 60 km dari Baghdad) merupakan pendudukan kota besar yang pertama dilakukan para militan sejak invasi pasukan Amerika tahun 2003 dan penarikan mereka akhir tahun 2011. Saat ini tentara Irak telah berada di sekitar Fallujah dan membiarkan penduduk untuk meninggalkan kota sebelum dimulainya serangan.
Pada hari Minggu (5/1) Menlu Amerika menyatakan niatnya untuk memberikan bantuan kepada Irak, namun membantah rumor yang menyebutkan keberadaan militer Amerika di Irak atau keinginan Amerika untuk kembali ke Irak.
"Kami tidak pernah tergoda untuk kembali, kami tidak tergoda untuk menempatkan kembali pasukan kami di sana. Ini adalah peperangan mereka (Irak)," kata Kerry kepada wartawan di sela-sela kunjungannya ke Jerussalem untuk bertemu para pejabat Israel.
"Namun kami akan membantu mereka dalam peperangan. Kami akan melakukan apapun untuk membantu mereka (melawan teroris)," tambah Kerry.
REF:
"Iran ready to help Iraq fight al-Qaeda: Iranian cmdr"; Press TV; 5 Januari 2014
"Iraqi Army Prepares for ’Major Attack’ to Retake Fallujah"; ALMANAR.COM.LB; 5 Januari 2014
Pernyataan kesiapan Iran tersebut disampaikan oleh Wakil Kastaf Angkatan Bersenjata Iran Brigjen Mohammad Hejazi, di Teheran, Minggu (5/1), menanggapi berbagai laporan media yang menyebutkan bahwa Iran telah membantu pemerintah Irak untuk menumpas pemberontakan di Anbar, provinsi terbesar Irak yang berbatasan dengan Syria dan Jordania.
"Belum ada diskusi tentang operasi bersama antara Iran dan Irak melawan para teroris takfiri, namun jika pemerintah Irak membutuhkan peralatan dan konsultasi, kami akan membantu mereka," kata Hejazi.
Beberapa media Irak sebelumnya menyebutkan bahwa Iran dan Amerika telah mengirimkan tentaranya untuk membantu penumpasan pemberontak kelompok-kelompok takfiri yang berafiliasi dengan Al Qaida.
Kerusuhan di Anbar bermula setelah aparat keamanan Irak membubarkan aksi duduk para pendemo anti pemerintah di Ramadi pada tgl 30 Desember lalu, yang oleh pemerintah dituduh telah menjadi markas kelompok-kelompok Al Qaida. Dalam aksi pembersihan terpisah yang dilakukan sebelumnya, aparat keamanan juga menangkap beberapa politisi oposisi pendukung aksi demonstrasi dan menghancurkan beberapa markas teroris takfiri di Anbar.
Aksi pembubaran demonstrasi tersebut langsung saja menyulut terjadinya pemberontakan bersenjata oleh ribuan personil militan yang terafiliasi dengan Al Qaida seperti kelompok ISIL dan Al Nusra yang juga aktif terlibat dalam pemberontakan di Syria.
Untuk meredakan ketegangan, personil militer Irak pun ditarik dari Falujah dan Ramadi dan menyerahkan keamanannya kepada polisi dan milisi-milisi dari suku-suku yang pro-pemerintah. Namun penarikan tersebut justru memancing pemberontakan yang lebih besar. Setelah melalui pertempuran sengit yang menewaskan lebih dari 100 orang para hari Jumat (3/1), kota Falujah dan Ramadi pun dinyatakan jatuh ke tangan pemberontak.
MILITER IRAK SIAP REBUT KEMBALI FALUJAH
Sementara itu pemerintah Irak menyatakan kesiapan operasi militer besar-besaran untuk merebut kembali Falujah dan wilayah-wilayah lain yang dikuasai pemberontak.
"Militer Irak tengah bersiap untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap Fallujah," kata seorang pejabat senior Irak kepada media Perancis AFP.
Selain persiapan tersebut, pejabat yang sama menyebutkan bahwa pasukan-pasukan khusus Irak telah melakukan operasinya di Fallujah.
Pendudukan Fallujah dan Ramadi (ibukota Provinsi Anbar yang terletak lebih jauh di sebelah barat ibukota Baghdad. Fallujah berjarak sekitar 60 km dari Baghdad) merupakan pendudukan kota besar yang pertama dilakukan para militan sejak invasi pasukan Amerika tahun 2003 dan penarikan mereka akhir tahun 2011. Saat ini tentara Irak telah berada di sekitar Fallujah dan membiarkan penduduk untuk meninggalkan kota sebelum dimulainya serangan.
Pada hari Minggu (5/1) Menlu Amerika menyatakan niatnya untuk memberikan bantuan kepada Irak, namun membantah rumor yang menyebutkan keberadaan militer Amerika di Irak atau keinginan Amerika untuk kembali ke Irak.
"Kami tidak pernah tergoda untuk kembali, kami tidak tergoda untuk menempatkan kembali pasukan kami di sana. Ini adalah peperangan mereka (Irak)," kata Kerry kepada wartawan di sela-sela kunjungannya ke Jerussalem untuk bertemu para pejabat Israel.
"Namun kami akan membantu mereka dalam peperangan. Kami akan melakukan apapun untuk membantu mereka (melawan teroris)," tambah Kerry.
REF:
"Iran ready to help Iraq fight al-Qaeda: Iranian cmdr"; Press TV; 5 Januari 2014
"Iraqi Army Prepares for ’Major Attack’ to Retake Fallujah"; ALMANAR.COM.LB; 5 Januari 2014
1 komentar:
- abu bakar mengatakan...
-
berbahagialah orang iraq yang berjuang menumpaskan khawarij...bukankan
imam Ali telah diperintahkan sedemikian memerangi mereka di
Nahrawan,,namun kaun ini masi dalam sulbi sulbi yang tak henti henti
mengobar kekacauan..zaman berzaman
- 7 Januari 2014 05.12
Hipokritas Para Presiden AS
Coba perhatikan foto ini (karya White House photographer Pete Souza, foto-foto lain bisa lihat di sini).Orang yang mudah terkagum-kagum, sangat mungkin berkomentar “Subhanallah ya… Di AS itu meskipun saling berseteru dalam politik tapi mereka tetap rukun…”
Tapi hakikatnya sebenarnya tidak demikian. Foto-foto ini menunjukkan bukti bahwa para presiden AS itu, baik dari Republik atau Demokrat, sebenarnya dari ‘jenis’ yang sama. Perseteruan mereka saat kampanye hanya demi kursi saja. Setelah dapat kursi jabatan, model pemerintahannya sama saja, hanya gaya yang berbeda.
Perhatikan saja apa yang mereka lakukan saat berkampanye:
1. Menggelontorkan jutaan dollar untuk pencitraan lewat media massa (dan sumbernya, darimana lagi kalau bukan dari para pengusaha Zionis)2. Datang ke komunitas-komunitas Yahudi untuk menyatakan dukungan kepada Israel dengana argumen, “AS dan Israel memiliki kepentingan yang sama”
3. Saat menjabat selalu melancarkan perang. Bahkan Obama yang saat kampanye pada periode pertama kepresidenannya mengkritik habis-habisan kebijakan perang Bush (dan Partai Republik) di Irak dan Afghanistan, hanya beberapa hari setelah dilantik langsung mengumumkan akan memperpanjang perang.
Berikut ini sepak terjang beberapa presiden AS yang menunjukkan dukungan mereka pada Israel (dikutip dari buku Obama Revealed):
Presiden AS ke-28, Wodrow Wilson, pada tahun 1919 menyatakan dukungannya pada Deklarasi Balfour, “Aliansi Bangsa-Bangsa dengan dukungan penuh dari pemerintah dan rakyat kami menyetujui bahwa Palestina harus menjadi tempat berdirinya Persemakmuran (commonwealth) Yahudi.”
Presiden ke-32, Franklin D Roosevelt berjasa meraih persetujuan Raja Saud terhadap proses imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina.
Presiden ke-33, Harry S. Truman, pada tanggal 15 Mei 1948, mengambil keputusan yang sangat krusial bagi Israel: mengakui negara Israel. Hanya sebelas menit setelah Ben Gurion mendeklarasikan berdirinya negara Israel, Presiden AS ke-33, Harry Truman membacakan deklarasi berikut ini, “Pemerintahan ini telah menerima informasi bahwa sebuah negara Yahudi telah diproklamasikan di Palestina dan pemerintahan sementara telah meminta pengakuan [atas pendirian negara itu]. Amerika Serikat mengakui pemerintahan sementara itu sebagai otoritas de facto dari Negara Israel.”
Presiden AS ke-35, John F Kennedy, pernah menyatakan, “Bangsa ini, sejak era Presiden Woodrow Wilson, telah menciptakan dan melanjutkan sebuah tradisi persahabatan dengan Israel karena kami berkomitmen pada semua komunitas bebas yang mencari jalur perdamaian dan penghormatan pada hak individu…”
Tapi, tahun ketiga masa jabatannya, Kennedy dibunuh. Ada penulis (M. Piper) yang menyebut bahwa Kennedy dibunuh Mossad karena dia menentang proyek nuklir Israel.
Presiden AS ke-36 adalah Lyndon B. Johnson. Sebelumnya dia adalah wakil presiden Kennedy. Karena Kennedy meninggal sebelum masa jabatannya habis, Johnson secara otomatis diangkat sebagai presiden. Segera setelah disumpah sebagai presiden, Johnson mengatakan kepada seorang diplomat Israel, “Anda telah kehilangan seorang teman yang sangat luar biasa [Kennedy], namun sekarang Anda menemukan yang lebih baik.”
Salah satu kejadian besar pada era Johnson adalah pengeboman kapal perang USS Liberty oleh Israel pada tahun 1967, yang menewaskan 34 pasukan AS dan melukai 200 lainnya. Anehnya, Presiden Johnson tidak memberikan reaksi yang semestinya dilakukan seorang presiden bilamana ada kapal perangnya yang tak bersalah (tak melakukan provokasi apapun), dihancurkan oleh kekuatan militer negara lain.
Prof (em) James Petras dalam bukunya, The Power of Israel in USA, mengomentari kejadian ini, “Johnson dalam sebuah gerakan bersejarah yang tidak pernah terjadi sebelumnya, menolak untuk membalas. Pemerintahan Johnson juga membungkam mereka yang selamat dari serangan tanpa provokasi tersebut [AS tidak memprovokasi] dengan ancaman ’persidangan militer’. Pemerintahan berikutnya tidak ada yang pernah mengangkat isu tersebut, apalagi melakukan penyelidikan resmi di Kongres.Bahkan mereka meningkatkan bantuan untuk Israel. Mereka juga menyiapkan penggunaan senjata nuklir ketika negara itu tampaknya akan kalah dalam Perang Yom Kippur 1972.
Presiden AS ke-38, Richard Nixon, menunjukkan dukungannya kepada Israel dalam banyak hal, di antaranya dalam proyek nuklir Israel. Sejak era Kennedy, AS mengizinkan Israel membangun reaktor nuklir dengan syarat reaktor itu tidak bertujuan militer. Namun, ternyata Israel secara diam-diam berhasil membuat bom atom. Nixon mengetahui fakta ini tapi diam saja. Nixon juga tidak melakukan tindakan apapun ketika Israel memutuskan tidak akan menandatangani NPT (Perjanjian Non-proliferasi Nuklir—perjanjian larangan membuat senjata nuklir).
Tahun 1986, fakta bahwa Israel memiliki 200 hulu ledak nuklir diungkapkan kepada dunia internasional oleh koran London Sunday Times, berdasarkan pengakuan (lengkap dengan foto-foto) yang diberikan Mordechai Vanunu, mantan karyawan di proyek nuklir Dimona. Vanunu kemudian diciduk oleh Mossad, dipulangkan ke Israel, dan dijatuhi hukuman penjara 18 tahun .
Presiden AS ke-39, Jimmy Carter, akhir-akhir ini, sekitar seperempat abad setelah lengser dari jabatannya, dikenal sebagai ‘pejuang’ perdamaian Israel-Palestina. Namun sayangnya, sikap tegas Carter di hadapan Israel tidak tampak saat dia menjabat sebagai Presiden AS. Pada era kepresidenannya, Carter menjadi mediator antara Israel-Mesir di Camp David yang disebut-sebut sebagai tonggak pertama dalam upaya mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. Berkat Camp David Accord, Carter mendapat hadiah Nobel Perdamaian. Padahal, dalam perjanjian Camp David yang ditandatangani Anwar Sadat (Presiden Mesir) dan Menachem Begin (PM Israel) itu, suara bangsa Palestina tidak terakomodasi. Dan bahkan, Perjanjian Camp David membuka ruang bagi Israel untuk berkonsentrasi penuh menghadapi Palestina, karena melalui perjanjian ini, Mesir mengakui eksistensi Israel dan sebagai imbalannya, Gurun Sinai yang direbut Israel saat Perang 6 Hari tahun 1967 dikembalikan kepada Mesir.
Presiden AS ke-41, George Bush Sr (ayah dari George W. Bush) dan Presiden ke-42, Bill Clinton, berasal dari partai yang berbeda. Bush Sr (berkuasa 1989-1993) dari Partai Republik; Clinton (1993-2001) dari Partai Demokrat. Namun keduanya bersatu menjadi tim pelaksana operasi penaklukan Irak, demi Israel.
Pada 2 Agustus 1990, Irak menyerang Kuwait setelah sekian lama sakit hati atas berbagai ulah negara tetangganya itu (antara lain perebutan ladang minyak). Untuk ‘membela Kuwait’ dan ‘mencegah Irak meneruskan aneksasinya ke Arab Saudi’, Bush Sr. mengambil langkah cepat, mengirimkan jet tempur dan kapal-kapal perangnya ke Arab Saudi serta menggalang koalisi internasional untuk menyerang Irak. Hanya dalam 6 bulan, Bush Sr. berhasil menggiring hampir satu juta tentara koalisi ke Teluk (70%-nya adalah tentara AS) dan meletuslah Perang Teluk pada tanggal 16 Januari 1991.
Selama Perang Teluk berlangsung (16 Januari-6 April 1991) tentara koalisi menghujani Irak dengan 88.000 ton bom cluster, napalm, dan fragmentation bomb, dan membunuh 1,2 juta warga Irak. Pembunuhan massal di Irak dilanjutkan dengan sanksi ekonomi terhadap Irak, yang terus berlanjut hingga era Presiden Clinton. Akibat sanksi itu, perekonomian Irak lumpuh dan 4500 anak-anak Irak mati setiap bulan akibat kelaparan atau sakit tanpa ada obat.
Presiden AS ke-43, George W Bush, bertugas menjadi panglima perang untuk penaklukan total Irak. Setelah Irak dihajar beramai-ramai oleh pasukan koalisi internasional, lalu 13 tahun dibiarkan kelaparan dalam embargo, pada tahun 2003, George W. Bush Jr mengirim pasukan perangnya ke Irak dengan dalih: melucuti senjata pemusnah massal yang disembunyikan Saddam.
Hanya dalam sebulan, Saddam tumbang dan tentara AS bercokol di Irak hingga hari ini. Pemerintahan Bush sudah mengakui bahwa senjata massal Irak ternyata fiktif, namun pendudukan Irak terus dilanjutkan. Setelah Saddam terguling, minyak dari Irak dengan bebas mengalir ke Israel.
Lalu bagaimana dengan Obama? Selain terus mempertahankan pasukanya di Afghan dan Irak, Obama juga rajin mengirim drone (pesawat tanpa awak) ke Pakistan dan Yaman. Selain itu, Obama melancarkan perang proxy (menggunakan pihak ketiga/kaki tangan) untuk menggulingkan Qaddafi dan Assad. Siapa pihak ketiga itu? Sayangnya, mereka adalah kaum muslim yang merasa sedang berjihad dan menyebut diri mujahidin. Artikel-artikel di blog ini tentang Suriah dan Libya bisa memberi penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dan selengkapnya bisa dibaca di buku Prahara Suriah.
Sekedar intermezzo… bagaimana dengan foto yang sedang dihebohkan ini?
Benarkah Michelle cemburu? Benarkah Obama berlaku tidak sopan
karena tertawa-tawa saat acara pemakaman? Ternyata tidak demikian
ceritanya. Bisa dibaca penuturan sang photografer di sini.
Ini sekedar untuk menunjukkan bahwa meski anti pada seseorang,
tetap saja kita perlu check dan re-chek dalam menggunakan data. Jangan
meniru situs-situs berlabel “Islam” yang sering sekali menggunakan foto-foto palsu untuk ‘membuktikan’ kekejaman Assad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar