Damascus: Yarmouk Starves as Relief Convoys Attacked
In Damascus’ Yarmouk Palestinian refugee camp, the specter of
death from hunger continues to threaten lives. Today, the Palestine
Liberation Organization will try again to bring in a convoy of
humanitarian aid to the camp, after five previous attempts were foiled
by militants.
Damascus Countryside – Starvation deaths in the
Yarmouk Palestinian refugee camp near Damascus have increased
dramatically. As of January 1, 10 people had died. The number rose to 15
over the next 10 days and jumped to 44 in the past two. The latest
victim was baby Israa al-Masry.
Militants inside the camp have blocked the efforts of the Palestine
Liberation Organization (PLO) to bring food to the besieged residents.
Today, the PLO will try to break the siege with six trucks of relief
aid, following negotiations between Palestinian factions and camp
militants.
One negotiator expressed concern that “the aid might not make it to
its destination at the UN Relief and Works Agency (UNRWA) schools
because militants might confiscate it.” He added, if this aid “crosses a
distance of five kilometers on the street controlled by the militants,
it will be distributed by UNRWA staff.”
Palestinian ambassador to Syria, Anwar Abdul-Hadi, told Al-Akhbar,
“We will try for the sixth time to deliver aid to the people under
siege. In previous attempts, militants created problems and prevented
the trucks from entering. Two days ago, militants prevented us from
pulling the wounded ... out of the camp.”
On another note, a delegation from the PLO’s executive committee
visited the Syrian authorities in an attempt to find a solution to the
siege of Yarmouk. One delegation member said, “The Syrian government
asked that foreign fighters be taken out of the camp in order to lift
the siege.” The Syrian authorities told the Palestinian delegation, “If
the militants want to fight us, let them do so outside the camp.”
The parties are considering a new initiative, similar to the
last initiative, which calls for the ouster of foreign fighters from
Yarmouk; returning the Syrian police to their positions inside the camp;
and coming to a settlement with anti-regime Palestinian fighters.
A field commander from the Popular Front for the Liberation of Palestine-General Command (PFLP-GC) told Al-Akhbar,
“The initiative came as a result of the worsening humanitarian
situation in the camp. The number of deaths is expected to exceed a
hundred in the coming days if food and medicine are not delivered.”
Previous attempts to bring relief envoys into the camp were subjected
to heavy gunfire and mortar shells. The last such attempt took place on
January 8, with the convoy unable to go beyond the area controlled by
the state.
An activist who participated in the convoy told Al-Akhbar,
“Opposition fighters prevented the convoy from entering. They blocked an
attempt to reach comprehensive reconciliation in the camp at the last
meeting on January 3.”
He believes militants block food and medicine in order to hold the
Syrian government responsible for the starvation, and accuse Palestinian
factions of failing to help the camp residents. “After refusing to
allow aid to enter Yarmouk, they spread rumors that the militants fed
the starving people in the Palestine Hospital,” he said.
However, the opposition accuses security checkpoints and PFLP-GC of
“fabricating security incidents that prevent the convoy from entering
the camp.” Abu Dayeh, a Palestinian opponent of the regime, told Al-Akhbarr,
“The security checkpoints adjacent to al-Regi Square and Palestine
Street create, with the help of members of the PFLP-GC, tension in the
days preceding the arrival of the relief convoys, and terrorize
residents and prevent them from approaching the convoys by carrying out
fake clashes right before they arrive.”
This article is an edited translation from the Arabic Edition.
Konferensi Jenewa II dan Hambatannya
Jadwal
penyelenggaraan Konferensi Jenewa II untuk membantu menyelesaikan
krisis Suriah semakin dekat. Pembahasan mengenai kehadiran Republik
Islam Iran dalam konferensi tersebut juga berlanjut.
Konferensi Jenewa II dijadwalkan akan digelar pada tanggal 22 Januari
2014 di kota Montreux, Swiss, sebagai kelanjutan dari pembicaraan Jenewa
I yang digelar pada tanggal 30 Juni 2012. Perwakilan pemerintah
Damaskus dan oposisi akan duduk bersama dan berunding mengenai
penyelesain krisis di Suriah. Menurut rencana, jalannya konferensi
tersebut akan di awasai langsung oleh Lakhdar Brahimi, Utusan Khusus PBB
dan Liga Arab untuk Suriah.
Dikatakan bahwa masalah
kehadiran Iran di Konferensi Jenewa II akan menjadi jelas setelah
pertemuan antara Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan sejawatnya
dari Amerika Serikat, John Kerry di Paris, ibukota Perancis.
Kerry pada Sabtu (11/1) petang bertolak ke Paris untuk berpartisipasi
dalam pertemuan kelompok yang disebut sebagai "Friends of Syria" yang
dibuka pada hari ini, Ahad, di Kementerian Luar Negeri Perancis.
Oposisi Suriah yang pekan ini telah menggelar pembicaraan intensif di
kota Istanbul, menunda keputusan tentang partisipasi mereka di
Konferensi Jenewa II. Keputusan pasti mengenai partisipasi mereka di
konferensi tersebut akan diambil pada Jumat (17/1).
Sementara itu, Iran berulang kali menegaskan bahwa solusi politik adalah
satu-satunya jalan untuk menyelesaikan krisis Suriah. Atas dasar itu,
Tehran mengumumkan kesiapannya untuk hadir dalam Konferensi Jenewa II.
Namun AS memberikan pra-syarat untuk kehadiran Iran dalam konferensi
internasional tersebut. Tehran menegaskan bahwa pihaknya tidak akan
menerima pra-syarat apapun untuk hadir di Konferensi Jenewa II.
Salah satu faktor penentangan AS terhadap kehadiran Iran di Jenewa II
adalah lobi-lobi rezim Zionis Israel dan penentangan sejumlah negara
regional termasuk Qatar dan Arab Saudi.
Iran menentang
tegas intervensi militer di Suriah dan menekankan bahwa perdamaian di
negara Arab itu akan tercipta jika dukungan terhadap kelompok-kelompok
teroris di Suriah dihentikan.
Presiden Iran, Hassan
Rohani dalam percakapan telepon dengan mitranya dari Rusia, Vladimir
Putin pada Kamis menyinggung berbagai bantuan militer sebagian negara
kepada kelompok-kelompok terors di Suriah. Ia mengatakan, setiap
pertemuan trans-regional yang tidak mengikutkan negara berpengaruh di
dalamnya, tidak akan dapat menyelesaikan krisis Suriah. Oleh karenanya,
Konferensi Internasional Jenewa II sudah gagal sebelum diselenggarakan.
Menurut pandangan Iran, penyelesaikan krisis Suriah memerlukan dialog
Suriah-Suriah dan segala bentuk keputusan yang keluar dari kerangka
tersebut tidak akan membantu penyelesaian krisis tersebut. Konferensi
Jenewa II dengan pendekatan yang dilakukan oleh AS dalam konferensi ini,
pada dasarnya telah berjalan menjauh dari jalur dan tujuannya. Jika
situasi itu tidak berubah, maka pembicaraan tersebut tidak akan
menghasilkan apapun kecuali kegagalan. (IRIB Indonesia/RA/NA)
Peta Perang di Aleppo Setelah Pembebasan al-Naqqarin
Islam
Times- http://www.islamtimes.org/vdcf1xdmmw6djja.,8iw.html
Sebab ISIS adalah anak haram yang kelahirannya tidak diharapkan
oleh al-Qaeda. Perselisihan kedua Takfiri itu memuncak setelah mantan
pemimpin ISIS membelot dan bergabung dengan Front al-Nusra.
Peta Aleppo
Berikut ini adalah peta perang di Aleppo yang diperbarui sejak 1/12/2013. Perbaruan peta ini, Senin, 13/01/14, karena wilayah al-Naqqarin secara resmi dibebaskan Tentara Arab Suriah dari cengkraman zombie-zombie Takfiri hari Sabtu malam kemarin, dan kini Tentara Arab Suriah terus bergerak maju menuju pusat Industrial City di Aleppo.
Sebagai catatan, peta ini tidak lengkap, karena Tentara Arab Suriah belum menguasai wilayah Sheikh Maqsood dan Ashraiyyeh sepenuhnya. Dan dua wilayah ini masih dalam perebutan antara Tentara dan Takfiri.
Jika Tentara Arab Suriah mengontrol bagian timur dan barat yang saat ini juga dikuasai oleh pejuang Kurdi, maka semua bantuan logistik Takfiri dari Turki dan Irak akan tersumbat, apalagi jika perbatasan al-Yarubuiyah dikuasai oleh suku Kurdi.
Ada tiga bendera Takfiri didalam peta, yang masing-masing dari mereka saling bunuh dan saling tikam, terutama Front Islam, ISIS dan Front-al-Nusra. Sebab ISIS adalah anak haram yang kelahirannya tidak diharapkan oleh al-Qaeda. Perselisihan kedua Takfiri itu memuncak setelah mantan pemimpin ISIS membelot dan bergabung dengan Front al-Nusra.
Kisah ini menceritakan informasi penting mengenai pembentukan Front al-Nusra dan rahasia di balik konflik yang berkepanjangan dengan ISIS.
Di wilayah itu juga terdapat wilayah yang dikuasai oleh Pejuang Kurdi, tapi agak sulit menggabungkan bendera Kurdi pada peta masa depan. Misalnya dalam wilayah al-Hasakah, Tentara Arab Suriah dan People's Protection Units (YPG) atau Front al-Akrad kadang saling menyerang dan kadang saling membantu, YPG sejauh ini masih independen.
Dalam pembebasan wilayah Tal-Hassel, YPG dan Tentara Arab Suriah bekerja sama untuk membebaskannya, namun ini tidak berarti YPG dan Tentara Suriah tidak terlibat dalam pertempuran, dan YPG secara khusus hanya melindungi daerah-daerah Kurdi dimana pemerintah Suriah tidak memiliki masalah dengannya. [IT/Onh/Ass]
Perang Antar Takfiri: ISIL VS Front al-Nusra VS Ahrar al-Sham
Islam
Times-
Kelompok-kelompok Takfiri saling bertentangan dalam berbagai
ideologi dan sama-sama mengklaim paling mewakili Ahli Sunnah, dan mereka
semua melakukan banyak kekejaman terhadap rakyat Suriah.
Takfiri
Kelompok takfiri al-Qaeda mengekskusi sekitar 100 anggota Takfiri
saingan di kota Raqqa, ketika salah satu basis utama ISIS di negara Arab
itu diserang, dan merebut kembali sebagian besar wilayah yang direbut
Front al-Nusra.
Para aktivis dengan kondisi anonimitas mengatakan, sekitar 100 Takfiri dari Front al- Nusra, -yang merupakan kekuatan utama al- Qaeda di Suriah- dan brigade Ahrar al-Sham dipenggal oleh Takfiri dari Negara Islam Irak dan Levant (ISIL).
ISIL memasuki perang Suriah sebagai cabang utama al-Qaeda, namun, kemudian pemimpin al- Qaeda Aymen Zawahiri membubarkan kelompok itu dan memilih Front al-Nusra sebagai wakil mereka di Suriah.
Serangan terakhir ISIL dilakukan di kota Tel Abyad di perbatasan dengan Turki, daerah terdekat dari Qantari dan ibukota provinsi Raqqa.
Tidak ada konfirmasi independen mengenai laporan itu.
"Sekitar 70 mayat, sebagian besar ditembak di kepala. Saat ini dikumpulkan dan dikirim ke rumah sakit National Raqqa," kata salah seorang aktivis mengatakan.
"Banyak dari mereka yang dieksekusi mengalami luka-luka dalam pertempuran itu. Front al-Nusra dan Ahrar al-Sham mempunyai ideologis mirip dengan ISIL dan tidak bermasalah," tambahnya.
Pertempuran semakin meningkat dalam beberapa minggu terakhir antara fraksi saingan utama yang memimpin pemberontakan mematikan di Suriah.
Rivalitas dan pertikaian bukan hal baru di antara kelompok-kelompok Takfiri ini. Namun, pertempuran terbaru berlangsung dalam skala yang lebih besar.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan pada hari Minggu, 12/01/14, bahwa sekitar 700 Takfiri tewas dalam pertempuran hanya dalam sembilan hari terakhir.
Kelompok-kelompok Takfiri saling bertentangan dalam berbagai ideologi dan sama-sama mengklaim paling mewakili Ahli Sunnah, dan mereka semua melakukan banyak kekejaman terhadap rakyat Suriah.
Anehnya, lantaran rebutan wilayah paling Nyunnah, mereka berbalik melawan satu sama lain, menggorok leher satu sama lain untuk menanam saham mendirikan apa yang mereka sebut sebagai negara "Islam" di Suriah.
Di antara mereka dilaporkan dieksekusi pada akhir pekan adalah Abu Saad al-Hadram, komandan Front al-Nusra di provinsi Raqqa yang ditangkap ISIL beberapa bulan lalu karena rivalitas antara ISIL dan al-Nusra, kata sumber-sumber oposisi.
Raqqa terletak di Sungai Efrat, 385 km (240 mil) timur laut dari Damaskus, merupakan kota yang paling signifikan dan sepenuhnya jatuh ke tangan Takfiri sejak perang dimulai di Suriah.
Sebuah pernyataan ISIL meminta suku-suku di Raqqa untuk menarik anggotanya supaya tidak anti-ISIL, dan mengatakan serangan terhadap kelompok itu dirancang untuk menghancurkan inti kekhalifahan, dan mempromosikan sistem kafir sebagai alternatif.
ISIL ditarik keluar dari Raqqa dan kota-kota lain di Suriah utara bulan ini setelah aliansi Takfiri ekstremis menyerang benteng, mengambil alih wilayah dan meningkatnya kebencian populer terhadap komandan kelompok itu.
Pembantaian ISIL terhadap Takfiri lain dan pemaksaan interpretasi yang ketat dari hukum mereka membuat kebencian masyarakat dan kelompok Takfiri lain.
Tapi ISIL kembali merebut Raqqa dalam beberapa hari terakhir dengan mengerahkan kekuatan termasuk para penembak jitu, unit komando truk-mount dan pelaku bom bunuh diri.
Para aktivis dengan kondisi anonimitas mengatakan, sekitar 100 Takfiri dari Front al- Nusra, -yang merupakan kekuatan utama al- Qaeda di Suriah- dan brigade Ahrar al-Sham dipenggal oleh Takfiri dari Negara Islam Irak dan Levant (ISIL).
ISIL memasuki perang Suriah sebagai cabang utama al-Qaeda, namun, kemudian pemimpin al- Qaeda Aymen Zawahiri membubarkan kelompok itu dan memilih Front al-Nusra sebagai wakil mereka di Suriah.
Serangan terakhir ISIL dilakukan di kota Tel Abyad di perbatasan dengan Turki, daerah terdekat dari Qantari dan ibukota provinsi Raqqa.
Tidak ada konfirmasi independen mengenai laporan itu.
"Sekitar 70 mayat, sebagian besar ditembak di kepala. Saat ini dikumpulkan dan dikirim ke rumah sakit National Raqqa," kata salah seorang aktivis mengatakan.
"Banyak dari mereka yang dieksekusi mengalami luka-luka dalam pertempuran itu. Front al-Nusra dan Ahrar al-Sham mempunyai ideologis mirip dengan ISIL dan tidak bermasalah," tambahnya.
Pertempuran semakin meningkat dalam beberapa minggu terakhir antara fraksi saingan utama yang memimpin pemberontakan mematikan di Suriah.
Rivalitas dan pertikaian bukan hal baru di antara kelompok-kelompok Takfiri ini. Namun, pertempuran terbaru berlangsung dalam skala yang lebih besar.
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan pada hari Minggu, 12/01/14, bahwa sekitar 700 Takfiri tewas dalam pertempuran hanya dalam sembilan hari terakhir.
Kelompok-kelompok Takfiri saling bertentangan dalam berbagai ideologi dan sama-sama mengklaim paling mewakili Ahli Sunnah, dan mereka semua melakukan banyak kekejaman terhadap rakyat Suriah.
Anehnya, lantaran rebutan wilayah paling Nyunnah, mereka berbalik melawan satu sama lain, menggorok leher satu sama lain untuk menanam saham mendirikan apa yang mereka sebut sebagai negara "Islam" di Suriah.
Di antara mereka dilaporkan dieksekusi pada akhir pekan adalah Abu Saad al-Hadram, komandan Front al-Nusra di provinsi Raqqa yang ditangkap ISIL beberapa bulan lalu karena rivalitas antara ISIL dan al-Nusra, kata sumber-sumber oposisi.
Raqqa terletak di Sungai Efrat, 385 km (240 mil) timur laut dari Damaskus, merupakan kota yang paling signifikan dan sepenuhnya jatuh ke tangan Takfiri sejak perang dimulai di Suriah.
Sebuah pernyataan ISIL meminta suku-suku di Raqqa untuk menarik anggotanya supaya tidak anti-ISIL, dan mengatakan serangan terhadap kelompok itu dirancang untuk menghancurkan inti kekhalifahan, dan mempromosikan sistem kafir sebagai alternatif.
ISIL ditarik keluar dari Raqqa dan kota-kota lain di Suriah utara bulan ini setelah aliansi Takfiri ekstremis menyerang benteng, mengambil alih wilayah dan meningkatnya kebencian populer terhadap komandan kelompok itu.
Pembantaian ISIL terhadap Takfiri lain dan pemaksaan interpretasi yang ketat dari hukum mereka membuat kebencian masyarakat dan kelompok Takfiri lain.
Tapi ISIL kembali merebut Raqqa dalam beberapa hari terakhir dengan mengerahkan kekuatan termasuk para penembak jitu, unit komando truk-mount dan pelaku bom bunuh diri.
Sumber-sumber
oposisi mengatakan, keahlian komandan asing, termasuk tokoh senior yang
dikenal sebagai Omar al-Shishani sangat berpengaruh atas kemajuan ISIL.
Di provinsi Aleppo barat dari Raqqa, para aktivis mengatakan, ISIL telah kembali merebut beberapa pedesaan, termasuk Hreitan dan Basraton, di mana ISIL menewaskan seorang komandan senior dari Brigade Nour al-Din Zanki, unit kunci dalam Tentara Mujahidin yang baru dibentuk, yang memerangi ISIL di Aleppo. [IT/Onh/Ass]
Di provinsi Aleppo barat dari Raqqa, para aktivis mengatakan, ISIL telah kembali merebut beberapa pedesaan, termasuk Hreitan dan Basraton, di mana ISIL menewaskan seorang komandan senior dari Brigade Nour al-Din Zanki, unit kunci dalam Tentara Mujahidin yang baru dibentuk, yang memerangi ISIL di Aleppo. [IT/Onh/Ass]
Perang dan Kondisi Tragis Pengungsi Suriah
http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/perang-dan-kondisi-tragis-pengungsi-suriah
Kekerasan
dan konflik di Suriah selain merampas nyawa ribuan orang, juga
menyisakan jutaan pengungsi, yang sekarang menghadapi kondisi tragis dan
hidup tanpa masa depan.
Krisis Suriah hampir
mendekati tahun ketiga dan selama masa itu, terlepas dari perang dan
konfrontasi antara pasukan pemerintah dan oposisi bersenjata, ada kisah
lain yang jauh lebih pilu, yaitu dimensi kemanusiaan krisis tersebut,
mulai dari kematian dan korban luka hingga eksodus jutaan warga sipil.
Suriah adalah sebuah negara yang terletak di pantai timur Laut
Mediterania. Negara itu berbatasan dengan Turki, Irak, Lebanon,
Yordania, dan Palestina Pendudukan. Suriah dengan jumlah populasi lebih
dari 22 juta jiwa, menempati posisi strategis di wilayah Timur Tengah,
karena negara itu menjadi jembatan penghubung tiga benua Asia, Afrika,
dan Eropa.
Berdasarkan data PBB, konflik di Suriah
telah menelan hampir 120 ribu korban jiwa, dan hampir sepertiga dari
populasi Suriah baik di dalam maupun luar negeri berstatus sebagai
pengungsi. Mereka sekarang hidup dengan kondisi yang mengenaskan dan
memikul penderitaan panjang.
Komisaris Tinggi PBB
untuk Pengungsi, Antonio Guterres mengatakan, Suriah telah menjadi
bencana kemanusiaan yang memalukan dengan penderitaan dan arus
pengungsian yang tak tertandingi dalam sejarah. Mereka sangat memerlukan
dukungan internasional besar-besaran untuk membantu menangani krisis.
Dengan rata-rata hampir 5.000 warga Suriah melarikan diri ke
negara-negara tetangga setiap hari, maka kebutuhan untuk secara
signifikan meningkatkan bantuan kemanusiaan telah mencapai tahap kritis.
Menurut UNHCR, lebih dari tiga juta pengungsi Suriah tersebar di
sejumlah negara Timur Tengah, termasuk Lebanon, Irak, Yordania, Mesir,
dan Turki. Para pengungsi juga ada yang memilih melarikan diri ke Eropa
atau Afrika dan mereka tidak terdata di PBB. Berdasarkan sejumlah
laporan, negara-negara Eropa membatasi akses lintas perbatasan untuk
mencegah masuknya pengungsi Suriah ke benua Eropa.
Antonio Guterres mengatakan bahwa krisis kemanusiaan di Suriah lebih
buruk dari genosida di Rwanda dan jumlah pengungsi akibat perang
mencapai angka yang belum pernah terjadi sejak genosida Rwanda pada
tahun 1994.
Kondisi tempat penampungan yang tidak
mendukung, khususnya di musim dingin telah membuat para pengungsi
kesulitan. Menurut sejumlah laporan, para pengungsi Suriah menghadapi
kekurangan pangan dan kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan mereka
di kamp-kamp penampungan.
UNICEF dalam satu
pernyataannya mengumumkan bahwa suhu dingin telah mengancam nyawa jutaan
anak-anak Suriah. Suhu dingin yang melanda Timur Tengah dan ketiadaan
alat pemanas mengancam keselamatan bocah-bocah tak berdosa.
Negara-negara tetangga juga mulai kesulitan dalam menghadapi arus
eksodus besar-besaran dari Suriah. Mereka mulai mengeluhkan kekurangan
pangan dan tempat penampungan untuk menerima kehadiran pengungsi Suriah.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh pengungsi Suriah adalah
tidak adanya keamanan yang cukup di kamp pengungsian. Kriminalitas dan
kasus pemerkosaan telah menambah derita mereka sebagai warga yang
terusir dari tanah kelahiran.
Perempuan-perempuan
pengungsi kini menjadi mangsa pemerkosa yang berkeliaran bebas di kamp
penampungan. Kasus pemerkosaan dengan korban para perempuan pengungsi
kerap terjadi di kamp Zaatari di Yordania yang berbatasan dengan Suriah.
Keluarga yang khawatir anaknya menjadi korban terpaksa menikahkan
putri-putri mereka, meskipun masih belia. Tidak ada pilihan lain kecuali
menikahkan mereka.
Kasus kesehatan juga merupakan
tantangan lain yang dihadapi oleh para pengungsi Suriah. Wakil
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Suriah, Elizabeth Hoff mengatakan,
penyakit yang ditularkan melalui air sedang meningkat di tengah para
pengungsi Suriah. Tifoid – infeksi yang disebabkan oleh bakteri
salmonella – hepatitis A, dan penyakit lain telah menyebar luas di
tengah mereka.
Jaminan kebutuhan air bersih, kematian
akibat kekurangan gizi, depresi, dan kekurangan obat-obatan dan dokter,
termasuk di antara masalah kesehatan serius yang mengancam pengungsi
Suriah.
Sejumlah pengamat percaya bahwa satu-satunya
cara untuk menyelamatkan Suriah dari perang dan pertumpahan darah adalah
dialog yang melibatkan semua pihak berpengaruh. Berlanjutnya perang
tentu saja tidak akan menguntungkan siapa pun dan akan menciptakan
tragedi yang lebih besar di Timur Tengah.
Konferensi
Jenewa II diharapkan dapat menjadi peluang yang tepat untuk menemukan
solusi politik guna mengakhiri krisis berkepanjangan di Suriah. (IRIB
Indonesia/RM)
Arab Saudi dan Operasi Teror di Irak
Ali
al-Shalah, anggota parlemen Irak Senin (13/1) menyatakan pemerintah
Baghdad akan menyerahkan bukti dan dokumen keterlibatan Arab Saudi dalam
kejahatan terorisme kepada negara-negara Arab serta Islam. Anggota
parlemen Iran ini mengatakan, salah satu pangeran Arab Saudi menjadi
instruktur operasi terorisme di Provinsi al-Anbar.
Irak dalam beberapa tahun terakhir dihadapkan pada eskalasi aksi
terorisme di berbagai wilayahnya. Tahun 2013, kasus terorisme dan
peledakan bom serta jumlah korban baik tewas maupun terluka akibat aksi
ini lebih besar ketimbang tahun sebelumnya.
Pemerintah
Nouri al-Maliki dalam beberapa tahun terakhir berulang kali menyatakan
bahwa sejumlah negara kawasan terlibat dalam operasi teror di negaranya.
Arab Saudi merupakan salah satu negara yang memainkan peran utama dalam
berbagai operasi teror di Irak.
Rezim al-Saud dengan
beragam cara terlibat dalam pengobaran instabilitas dan operasi teror di
Irak. Salah satu metode yang ditempuh Riyadh dalam memuluskan ambisinya
ini adalah menjalin hubungan dengan tokoh dan elit politik Irak yang
anti Nouri al-Maliki.
Tariq al-Hashimi, mantan wakil
presiden Irak yang kini melarikan diri ke luar negeri, termasuk salah
satu tokoh penting yang didakwa terlibat dalam berbagai operasi teror di
negara ini serta mendapat dukungan dari Arab Saudi. Ahmad al-Alwani,
anggota parlemen dari List al-Iraqiya yang didakwa terlibat dalam aksi
terorisme dan mogok massal anti pemerintah juga termasuk tokoh yang
didukung Riyadh.
Dalam dokumen yang diserahkan
pemerintah Baghdad kepada negara-negara Arab dan Islam, terdapat bukti
yang menunjukkan bahwa kubu anti pemerintah yang berusaha mengobarkan
instabilitas di Irak mendapat sokongan dana dari Arab Saudi. Dukungan
terhadap kelompok teroris juga termasuk salah satu strategi rezim
al-Saud untuk mengintervensi dan mengobarkan instabilitas di berbagai
wilayah Irak. Pangeran Bandar bin Sultan, kepala Dinas Intelijen Arab
Saudi memainkan peran vitan dalam mendukung kelompok teroris di Irak.
Ali al-Shalah juga membongkar dukungan finansial Arab Saudi kepada
kelompok teroris dan menyatakan sejumlah oknum yang terlibat dalam kasus
ini telah ditangkap dan selain pengakuan dari mereka, juga ditemukan
bukti lain berupa rekaman percakapan telepon. Strategi lain rezim
al-Saud dalam melancarkan intervensinya di Irak adalah mengirim tentara
bayaran dan melatih mereka untuk melakukan operasi teror.
Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki Kamis lalu di depan para duta
besar dan wakil sejumlah negara asing di Baghdad mengatakan, sejumlah
teroris memasuki Irak dengan menggunakan paspor Arab dan kemudian
melakukan aksi teror, namun negara-negara pendukung terorisme harus
menyadari bahwa api terorisme juga akan membakar mereka sendiri.
Irak bukan satu-satunya negara yang menuding Arab Saudi terlibat dalam
berbagai operasi teror dan peledakan bom. Vladimir Putin, presiden Rusia
baru-baru ini juga menyebut Arab Saudi sebagai mitra teroris dan
meminta Dewan Keamanan PBB mencantumkan Riyadh dalam deretan para
pendukung terorisme. Para tokoh dan sejumlah petinggi pemerintah Lebanon
juga menuding Riyadh terlibat dalam berbagai operasi teror di sejumlah
wilayah negara ini.
Mengingat berbagai statemen ini
serta perilisan dokumen oleh pemerintah Baghdad, kini berbagai
organisasi internasional khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
harus mengambil langkah serius menyikapi peran Arab Saudi dalam berbagai
operasi terorisme di berbagai negara dunia. (IRIB Indonesia/MF)
Pemakamannya Sepi, Bukti Bangsa-Bangsa Dunia Lupakan Sharon
AP PHOTO
http://www.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/14/01/14/mzcjc9-pemakamannya-sepi-bukti-bangsabangsa-dunia-lupakan-sharon
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV — Jasad mantan Perdana Menteri Israel,
Ariel Sharon, akhirnya dimakamkan di samping kuburan istrinya di Gurun
Negev, Senin (13/1). Namun, ternyata tak banyak pemimpin dunia yang
menghadiri pemakaman yang dilangsungkan secara militer itu. Kementerian
Luar Negeri Israel mengatakan, pejabat yang datang menyaksikan prosesi
penguburan Sharon hanya dari 21 negara.
“Terutama dari Eropa. Tetapi tidak ada satu pun delegasi dari Timur Tengah, Afrika, atau pun Amerika Latin yang masuk dalam daftar tamu,” kata pernyataan Kemenlu Israel, seperti dilansir World Bulletin, Senin (13/1).
Sharon meninggal pada usia 85 pada Sabtu (11/1) lalu, setelah menghabiskan delapan tahun terakhir sisa hidupnya dalam kondisi koma akibat stroke yang dideritanya.Bagi ratusan jutaan penduduk di dunia, terutama di Arab, Sharon adalah seorang ‘pembunuh massal’.
Ia juga menjadi penyebab meletusnya perlawanan rakyat Palestina yang dikenal dengan Intifada II pada 2000, setelah kunjungannya yang provokatif ke Masjid Al Aqsa , tempat paling suci ketiga dalam Islam.
Berbeda dengan Sharon, lebih dari 70 pemimpin dunia terbang ke Afrika Selatan untuk menghadiri pemakaman Nelson Mandela di Johannesburg, beberapa waktu lalu.
Mulai dari Presiden AS Barack Obama, Pemimpin Kuba Raul Castro, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, PM Inggris David Cameron, hingga Pemimpin Iran Hassan Rouhani.“Sepinya pamakaman Ariel Sharon ini menunjukkan, bangsa-bangsa di dunia memang melupakan lelaki yang mendapat julukan ‘The Butcher of Beirut’ ini,” tulis World Bulletin lagi.
“Terutama dari Eropa. Tetapi tidak ada satu pun delegasi dari Timur Tengah, Afrika, atau pun Amerika Latin yang masuk dalam daftar tamu,” kata pernyataan Kemenlu Israel, seperti dilansir World Bulletin, Senin (13/1).
Sharon meninggal pada usia 85 pada Sabtu (11/1) lalu, setelah menghabiskan delapan tahun terakhir sisa hidupnya dalam kondisi koma akibat stroke yang dideritanya.Bagi ratusan jutaan penduduk di dunia, terutama di Arab, Sharon adalah seorang ‘pembunuh massal’.
Ia juga menjadi penyebab meletusnya perlawanan rakyat Palestina yang dikenal dengan Intifada II pada 2000, setelah kunjungannya yang provokatif ke Masjid Al Aqsa , tempat paling suci ketiga dalam Islam.
Berbeda dengan Sharon, lebih dari 70 pemimpin dunia terbang ke Afrika Selatan untuk menghadiri pemakaman Nelson Mandela di Johannesburg, beberapa waktu lalu.
Mulai dari Presiden AS Barack Obama, Pemimpin Kuba Raul Castro, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, PM Inggris David Cameron, hingga Pemimpin Iran Hassan Rouhani.“Sepinya pamakaman Ariel Sharon ini menunjukkan, bangsa-bangsa di dunia memang melupakan lelaki yang mendapat julukan ‘The Butcher of Beirut’ ini,” tulis World Bulletin lagi.
ARIEL SHARON TINGGALKAN HUTANG KEADILAN
http://cahyono-adi.blogspot.com/2014/01/ariel-sharon-tinggalkan-hutang-keadilan.html#more
Ariel Sharon, pemimpin senior Israel yang bertanggungjawab atas
kejahatan kemanusiaan Tragedi Pembantaian Kamp Sabra-Shatilla tahun 1982
dan kejahatan-kejahatan lainnya, meninggal dengan meninggalkan hutang
keadilan. Demikian keterangan lembaga HAM Human Rights Watch (HRW).
"Adalah menyedihkan bahwa Sharon telah pergi tanpa menghadapi keadilan atas peranannya di Sabra dan Shatilla dan pelanggaran-pelanggaran lainnya,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur HRW untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara baru-baru ini.
Selain Sabra dan Shatilla, Sharon juga dianggap bertanggungjawab atas pengembangan pemukiman-pemukiman ilegal yahudi di wilayah pendudukan meski ia sempat memerintahkan penghentian pembangunan pemukiman-pemukiman ilegal tahun 2005.
Menurut Whitson, kepergian Sharon menunjukkan bahwa kekebalan hukum yang dimilikinya tidak memberikan dampak positif bagi perdamaian Palestina-Israel.
Berdasarkan hasil penyidikan yang diadakan pemerintah Israel atas desakan dunia internasional menyangkut insiden Shabra dan Shatilla, Sharon dinyatakan bertanggungjawab secara pribadi (“personal responsibility”) atas insiden tersebut dengan mengirimkan milisi-milisi Falangis (Kristen) ke kedua kamp yang berada di bawah pengawasan Israel saat invasi Israel terhadap Lebanon tahun 1982. Setelah masuk ke dalam kamp, milisi-milisi itu kemudian melakukan pembantaian massal terhadap para pengungsi Palestina antara tgl 16-18 September 1982. Menurut Israel korban pembantian tersebut mencapai 700-800 orang, namun sumber-sumber lain memperkirakan mencapai ribuan orang. Sebagian korban adalah wanita dan anak-anak hingga bayi dengan kondisi tubuh termutilasi. Itu semua belum termasuk ribuan rakyat Lebanon dan Palestina lain yang tewas akibat serangan Israel tahun 1982.
"Adalah menyedihkan bahwa Sharon telah pergi tanpa menghadapi keadilan atas peranannya di Sabra dan Shatilla dan pelanggaran-pelanggaran lainnya,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur HRW untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara baru-baru ini.
Selain Sabra dan Shatilla, Sharon juga dianggap bertanggungjawab atas pengembangan pemukiman-pemukiman ilegal yahudi di wilayah pendudukan meski ia sempat memerintahkan penghentian pembangunan pemukiman-pemukiman ilegal tahun 2005.
Menurut Whitson, kepergian Sharon menunjukkan bahwa kekebalan hukum yang dimilikinya tidak memberikan dampak positif bagi perdamaian Palestina-Israel.
Berdasarkan hasil penyidikan yang diadakan pemerintah Israel atas desakan dunia internasional menyangkut insiden Shabra dan Shatilla, Sharon dinyatakan bertanggungjawab secara pribadi (“personal responsibility”) atas insiden tersebut dengan mengirimkan milisi-milisi Falangis (Kristen) ke kedua kamp yang berada di bawah pengawasan Israel saat invasi Israel terhadap Lebanon tahun 1982. Setelah masuk ke dalam kamp, milisi-milisi itu kemudian melakukan pembantaian massal terhadap para pengungsi Palestina antara tgl 16-18 September 1982. Menurut Israel korban pembantian tersebut mencapai 700-800 orang, namun sumber-sumber lain memperkirakan mencapai ribuan orang. Sebagian korban adalah wanita dan anak-anak hingga bayi dengan kondisi tubuh termutilasi. Itu semua belum termasuk ribuan rakyat Lebanon dan Palestina lain yang tewas akibat serangan Israel tahun 1982.
Setelah
dinyatakan bersalah oleh Komisi Kahan yang dibentuk Israel tahun 1983,
Sharon dicopot jabatannya sebagai menteri pertahanan namun tetap sebagai
menteri tanpa portofolio. Pada tahun 2001 ia bahkan terpilih sebagai
perdana menteri yang disandangnya sampai ia jatuh koma tahun 2006.
Setelah Komisi Kahan, Israel tidak pernah menindaklanjutinya dengan proses pengadilan atas salah satu peristiwa tragedi kemanusiaan terbesar itu. Pada tahun 2001, seorang korban selamat dalam pembantaian mengajukan tuntutan hukum melalui pengadilan Belgia. Namun karena tekanan lobi yahudi, pada bulan April 2003 parlemen Belgia mengamandemen undang-undang yang memungkinkan Sharon diadili di Belgia.
Selama kepemimpinan Sharon, Israel melakukan pembangunan pemukiman ilegan yahudi besar-besaran, meski pada tahun 2005, untuk menaikkan citranya, Sharon memerintahkan pengusiran 8.000 pemukim yahudi ilegal. Jika sebelum pemerintahannya jumlah pemukim yahudi ilegal di wilayah Palestina yang diduduki hanya mencapai 388.000 orang, pada masa pemerintahannya angkanya mencapai 461.000. Selain itu Sharon juga bertanggungjawab penuh atas pembangunan tembok pemisah di Tepi Barat yang melanggar HAM warga Palestina yang menjadi kesulitan hidupnya dengan adanya tembok itu.
Selama pemerintahan Sharon pasukan Israel telah membunuh setidaknya 1430 warga sipil Palestina sebagaimana laporan lembaga HAM Israel B’Tselem. Selama itu juga ribuan rumah penduduk Palestina digusur secara ilegal oleh Israel.
Sumber: al akhbar; 13 Januari 2014
Setelah Komisi Kahan, Israel tidak pernah menindaklanjutinya dengan proses pengadilan atas salah satu peristiwa tragedi kemanusiaan terbesar itu. Pada tahun 2001, seorang korban selamat dalam pembantaian mengajukan tuntutan hukum melalui pengadilan Belgia. Namun karena tekanan lobi yahudi, pada bulan April 2003 parlemen Belgia mengamandemen undang-undang yang memungkinkan Sharon diadili di Belgia.
Selama kepemimpinan Sharon, Israel melakukan pembangunan pemukiman ilegan yahudi besar-besaran, meski pada tahun 2005, untuk menaikkan citranya, Sharon memerintahkan pengusiran 8.000 pemukim yahudi ilegal. Jika sebelum pemerintahannya jumlah pemukim yahudi ilegal di wilayah Palestina yang diduduki hanya mencapai 388.000 orang, pada masa pemerintahannya angkanya mencapai 461.000. Selain itu Sharon juga bertanggungjawab penuh atas pembangunan tembok pemisah di Tepi Barat yang melanggar HAM warga Palestina yang menjadi kesulitan hidupnya dengan adanya tembok itu.
Selama pemerintahan Sharon pasukan Israel telah membunuh setidaknya 1430 warga sipil Palestina sebagaimana laporan lembaga HAM Israel B’Tselem. Selama itu juga ribuan rumah penduduk Palestina digusur secara ilegal oleh Israel.
Sumber: al akhbar; 13 Januari 2014
Dua Diplomat Jerman Ditembak di Saudi
Selasa, 14 Januari 2014, 11:40 WIB
http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/01/14/mzdh7f-dua-diplomat-jerman-ditembak-di-saudi
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- http://www.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/01/14/mzdh7f-dua-diplomat-jerman-ditembak-di-saudi
Dua diplomat Jerman lolos dari maut
setelah pasukan tidak dikenal menembaki mobil mereka saat berkunjung ke
Kota Awamiya, bagian timur Arab Saudi, Senin (13/1) waktu setemoat.
Kantor berita negara SPA, melaporkan, polisi Saudi sedang menyelidiki insiden yang membuat kendaraan kedua diplomat Jerman itu terbakar. Polisi belum merinci penembakan tersebut, lapor Reuters.
Di Berlin, juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan, "Saya bisa mengkonfirmasi bahwa ada sebuah insiden saat berkendara di negara itu. Mobil itu ditembak dan terbakar. Tidak ada yang cedera. Kedutaan di Riyadh telah meluncurkan sebuah investigasi."
Awamiya dan bagian-bagian lain dari Kabupaten Qatif di pantai Teluk telah mengalami kerusuhan sejak 2011. Dua puluh orang meninggal saat pemuda umat Syiah turun ke jalan untuk menuntut perlakuan yang sama dari pemerintah yang didominasi Muslim Sunni.
Umat Syi'ah menuduh Pemerintah Saudi melakukan diskriminasi terhadap mereka dan berkata beberapa pengunjuk rasa telah ditembak. Saudi, sekutu dekat AS dan eksportir utama minyak dunia, membantah pihaknya melakukan diskriminasi terhadap umat Syiah.
Pemerintah mengatakan, semua pembunuhan itu diakibatkan baku-tembak setelah polisi diserang. Pada 2012, Saudi memerintahkan penangkapan 23 umat Syi'ah di Provinsi Timur, di mana banyak dari minoritas Syi'ah tinggal di kerajaan, dan mengatakan mereka bertanggung jawab atas kerusuhan.
Media Saudi mengatakan dari semula 23, hanya sembilan orang yang masih buron. Sisanya telah ditangkap, dibunuh atau menyerahkan diri.
Pada Juli, Arab Saudi mengatakan telah menangkap seorang pria yang digambarkan masuk pada daftar setelah tembak-menembak dengan pasukan keamanan.
Kantor berita negara SPA, melaporkan, polisi Saudi sedang menyelidiki insiden yang membuat kendaraan kedua diplomat Jerman itu terbakar. Polisi belum merinci penembakan tersebut, lapor Reuters.
Di Berlin, juru bicara Kementerian Luar Negeri mengatakan, "Saya bisa mengkonfirmasi bahwa ada sebuah insiden saat berkendara di negara itu. Mobil itu ditembak dan terbakar. Tidak ada yang cedera. Kedutaan di Riyadh telah meluncurkan sebuah investigasi."
Awamiya dan bagian-bagian lain dari Kabupaten Qatif di pantai Teluk telah mengalami kerusuhan sejak 2011. Dua puluh orang meninggal saat pemuda umat Syiah turun ke jalan untuk menuntut perlakuan yang sama dari pemerintah yang didominasi Muslim Sunni.
Umat Syi'ah menuduh Pemerintah Saudi melakukan diskriminasi terhadap mereka dan berkata beberapa pengunjuk rasa telah ditembak. Saudi, sekutu dekat AS dan eksportir utama minyak dunia, membantah pihaknya melakukan diskriminasi terhadap umat Syiah.
Pemerintah mengatakan, semua pembunuhan itu diakibatkan baku-tembak setelah polisi diserang. Pada 2012, Saudi memerintahkan penangkapan 23 umat Syi'ah di Provinsi Timur, di mana banyak dari minoritas Syi'ah tinggal di kerajaan, dan mengatakan mereka bertanggung jawab atas kerusuhan.
Media Saudi mengatakan dari semula 23, hanya sembilan orang yang masih buron. Sisanya telah ditangkap, dibunuh atau menyerahkan diri.
Pada Juli, Arab Saudi mengatakan telah menangkap seorang pria yang digambarkan masuk pada daftar setelah tembak-menembak dengan pasukan keamanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar