Membeli Masa Depan di Laut China Selatan
Sebuah laporan rahasia tak sengaja ter-posting ke internet oleh staf
inteligen laut Amerika Serikat yang menyatakan Angkatan Laut China (PLA
Navy) telah membuat perkembangan cepat terhadap berbagai platform
persenjataan modern. Strategi Angkatan laut China sedang difokuskan
untuk menjelajahi daerah yang disebut first island chain, yang meliputi Laut China Selatan hingga Selat Malaka, Laut Philipina hingga Laut Jepang.
Adapun strategi second island chain
lebih mengerikan lagi, yakni penyatuan/reunifikasi dengan Taiwan serta
membuat garis pertahanan di jalur perdagangan laut. Menurut laporan
intelijen yang bocor, Angkatan Laut China sedang memperkuat kemampuan
mereka apabila pada masa depan harus berkonflik dengan Amerika Serikat
atas Kasus Taiwan. Angkatan laut China melakukan program anti-access and
anti-surface warfare dan secara simultan menyusun struktur “the
command, control, communications, computers, intelligence, surveillance,
and reconnaissance (C4ISR)” untuk keperluan joint operation.
Laporan intelijen AS beberapa tahun lalu mulai terbukti.
Secara tersamar, anti-acces mulai diterapkan China dengan membentuk Zona Identifikasi Pertahanan Udara (Air Defense Identification Zone / ADIZ)
di Wilayah Laut China Timur. Setiap pesawat yang lewat di wilayah itu,
harus melapor kepada China dan yang mengabaikan terancam tindakan
militer. Pesan yang ditangkap sangat jelas. Zona yang dilakukan secara
sepihak ini menunjukkan China mulai memperkuat pengaruh dan
cengkeramannya di wilayah itu.
Meski mendapatkan penentangan dari AS, Jepang dan Korea Selatan,
China tetap memberlakukannya. Anehnya,Presiden Obama akhirnya meminta
maskapai penerbangan sipil AS mematuhi aturan China tersebut. Secara
perlahan tapi pasti, situasi ini bisa dimanfaatkan China, sebagai klaim
de facto atas wilayah tersebut.
Dalam waktu hampir bersamaan, China juga memperkuat eksistensinya di
wilayah Laut China Selatan (LCS) yang mereka klaim, dengan mengirim
Kapal Induk Liaoning berlayar menuju Selat Taiwan. Liaoning meninggalkan
pangkalannya di Pelabuhan Qingdao, Provinsi Shandong, China Utara,
dikawal dua destroyer Shenyang dan Shijiazhuang, serta dua frigat Yantai
dan Weifang. Menurut China, keberangkatan pelayaran kapal induk Lioning
merupakan bagian dari latihan militer.
Tentulah gerakan Angkatan Laut China ini dipantau oleh Jepang dan
Amerika Serikat. China yang cerdik tidak berlayar ke Laut China Timur
tempat pulau sengketa China-Jepang, Senkaku/ Diaoyu, melainkan langsung ke Laut China Selatan.
China bermain halus terhadap Jepang dan AS, karena di saat bersamaan,
Kelompok Tempur yang dipimpin kapal induk USS George Washington juga
terlibat latihan bersama Maritime Self-Defense Force Jepang dari
Okinawa. AS juga mengirim kapal selamnya dari Guam, untuk memantau
pergerakan kapal induk Liaoning.
Untuk sementara Jepang aman, tapi bagaimana dengan negara-negara
Asean yang sejumlah anggotannya bersengketa dengan China di wilayah di
Laut China Selatan ?
Tindakan China ini dianggap sebagai ambisi mereka untuk menciptakan
blue navy dan telah menjadi fokus kampanye di dalam negeri untuk
membangkitkan patriotisme. Angkatan Laut China mengatakan misi ini akan
rutin dilakukan dan apa yang dilakukan kapal induk Liaoning masih dalam
tahap uji coba.
Pengamat militer menilai apa yang dilakukan pemerintah China
berindikasi bahwa mereka akan menempatkan kapal induk di Laut China
Selatan secara permanen, menyusul semakin tingginya ketegangan dengan
Filiphina dan Vietnam, serta negara lain yang mencoba meng-klaim Laut
China Selatan.
Di saat yang bersamaan, di Front Laut China Timur, People’s
Liberation Army Navy Air Force melakukan latihan peperangan, pasca
melintasnya bomber AS B-52 di air defense identification zone China.
Lusinan pesawat tempur J-10 yang terbagi ke dalam tim biru dan merah,
saling beradu keahlian bertempur. Skadron dari kedua tim ini juga
mendapatkan bantuan dari Kapal Perang Permukaan dari PLA Navy.
Menurut CCTV pilot-pilot J-10 tidak hanya melakukan simulasi saling
menembak tapi juga berlatih menenggelamkan kapal permukaan dari kelompok
lain. Salah seorang pilot yang ikut latihan mengatakan dia menghabiskan
waktu 10 jam bersama pesawat J-10 dan begitu juga pilot-pilot lainnya,
untuk hal melihat kesiapan para pilot tempur dan kru di darat serta
kapal permukaan. Latihan dilakukan untuk menghadapi konflik dengan
Jepang di laut China Timur, sehingga para pilot sudah terbiasa dengan
medan yang sesungguhnya.
Di bagian lain Kapal induk Liaoning beserta kapal pengawalnya terus
belayar menuju Laut China Selatan, menuju wilayah yang disengketakan. Di
LCS ini kapal induk Liaoning berlatih perang, termasuk menyesuaikan
diri dengan kondisi laut yang berbeda.
Kementerian Pertahanan China menegaskan, untuk pertama kalinya
Angkatan Laut China memiliki kemampuan dermaga dan layanan kapal induk
di Pelabuhan Sanya, Provinsi Hainan Cina Selatan. “Dengan dibangunnya
pelabuhan kapal induk di Sanya, China telah memperluas jangkauan
operator di Laut Cina Selatan”, ujar Wakil Direktur Naval Military
Studies Research Institute, Zhang Junshe. Pelabuhan asal kapal induk
Lioning adalah Qingdao, di Provinsi Shandong, China Utara. Ke depannya
China akan menempatkan kapal induknya di Laut China Selatan secara
permanen di dukung logistik dari Pelabuhan Sanya Provinsi Hainan.
Ketergantungann China yang semakin meningkat terhadap energi yang
dimpor menciptakan kepentingan strategis yang global dari China.
Ketergantungan itu pada gilirannya memerlukan pengembangan kapasitas
dari profil Angkatan Laut China. Untuk merespon kebutuhan yang mendesak
itu, PLA Navy mulai membangun kapal tambahan untuk proyeksi ‘laut biru’
yang dapat mendukung operasi Angkatan Laut meski jauh dari daratan
China. Hal ini termasuk pengadaan Kapal Rumah Sakit Anwei Class serta
Kapal pengisian ulang bahan bakar Fuchi Class.
Liaoning merupakan kapal induk untuk latihan. China menargetkan kapal
induk buatan mereka selesai pada tahun 2015. Pemerintah Cina pun mulai
mengajukan pembelian Su-33 Rusia carrier-borne fighter, untuk memulai
program penerbangan kapal induk. China membutuhkan kapal induk dan
armada pendukungnya untuk menerapkan proyeksi angkatan laut dan kontrol
terhadap “second island chain”.
Saat ini Angkatan laut China mulai menunjukkan perkembangan yang
nyata dan bergerak dari segi kuantiti ke kualiti dengan cara membangun
struktur C4ISR dan pasukan profesional, untuk mendukung efektifnya
peluncuran joint operation. Operasi kapal-kapal selam China pun mulai
meluas layaknya operasi kapal kapal besar.
Fatalnya negara-negara ASEAN tidak bisa menemukan kata sepakat atas
sikap mereka terhadap konflik Laut China Selatan. Bahkan joint public
statement pun tidak dilakukan usai pertemuan tahunan ASEAN 2013. Code of
Conduct tahun 2002 yang ditandatangani anggota ASEAN untuk
menyelesaikan sengketa di LCS dengan cara damai, terus menerus diabaikan
oleh beberapa negara yang bersaing atas kayanya sumber daya alam di
LCS.
Kekosongan kekuatan di LCS pasca AS menutup pangkalan militernya di
Filiphina, mulai dimanfaatkan dan diisi oleh China. Kini China mengklaim
hampir seluruh Laut China Selatan, menabrak batas-batas laut negara
tetangganya dan mengangkangi norma-norma internasional.
Berbeda dengan di Laut China Timur, langkah Amerika Serikat di LCS
lebih hati-hati dan tidak mengarah kepada konfrontasi militer dengan
China. Hal ini dimanfaatkan oleh China, untuk terus memperkuat
cengkeramannya di LCS.
Bulan Juni 2013, Presiden Filiphina Aquino meminta jaminan dari AS
bahwa jika Filiphina diserang, AS akan terlibat dalam peperangan. Namun
permintaan itu ditolak. AS menolak untuk berpihak dalam sengketa wilayah
namun hanya menawarkan bilateral Mutual Defense Treaty, yang berarti
tidak otomatis terlibat dalam aksi militer.
Sikap yang berbeda ditunjukkan AS saat China memberlakukan Zona
Identifikasi Pertahanan Udara di Laut China Timur yang membuat Jepang
meradang. Dengan gamblang AS mengatakan akan berada di pihak Jepang jika
terjadi konlik militer dengan China. Di mata AS, ASEAN belum sepenting
Jepang, sehingga sikap AS pun berbeda. Negara-negara ASEAN harus tahu
diri.
Namun menyatukan sikap ASEAN terlihat masih susah. Vietnam meski
bersengketa wilayah dengan China, tetap menjaga hubungan baik dengan
China karena tingginya ketergantungan ekonomi. Sementara negara-negara
yang tidak terlibat sengketa wilayah seperti Thailand, Singapura,
Kamboja, Indonesia dan Laos, juga tidak berani bersikap keras menentang
tindakan China yang mengklaim hampir seluruh laut China Selatan. Bahkan
ketika Filipina bersitegang dengan China soal kepulauan Scarborough, Malaysia mengatakan, jika negara tetangganya berperang, tidak otomastis mereka ikut berperang.
Negara negara Asia Tenggara jangan berpikir jika konflik dengan China
meletus, Amerika Serikat dengan serta merta melindungi mereka. Negara
Asean harus membangun kekuatannya sendiri sambil menjalin kerjasama
militer regional yang lebih besar. Jika hal ini tidak terjadi maka, masa
depan Asean tinggalah sejarah, terpecah dan terkoyak-koyak kekuatan
besar. Kehadiran kapal induk China di Laut China Selatan, tinggal
menunggu waktu. (JKGR).
You might also like:
AMERIKA CINA SALING UNJUK GIGI DI PASIFIK
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/12/amerika-cina-saling-unjuk-gigi-di.html#more
Pada tahun 1940-an dunia menyaksikan perang laut terbesar sepanjang
sejarah manusia antara angkatan laut Jepang melawan Amerika dan
sekutu-sekutunya. Perang laut itu kemudian dicatat dalam sejarah sebagai
Perang Pasifik.
Sekedar penggambaran hebatnya perang itu bisa dilihat dari ukuran-ukuran kapal yang terlibat dan diameter meriamnya. Kala itu Jepang memiliki 2 kapal tempur utama (battleship) terbesar di dunia, "Yamato" dan "Musashi", yang berbobot 70.000 ton dengan diameter meriamnya mencapai 18 inchi. Bobot sebesar itu masih lebih besar daripada bobot sebagian besar kapal induk modern. Namun sebaliknya Amerika memiliki jumlah kapal perang yang lebih banyak. Perang ini menjadi pengubah paradigma perang laut modern dimana negara-negara superpower tidak lagi mengandalkan kapal tempur, melainkan kapal induk (carrier).
Apakah Perang Pasifik akan kembali terulang?
Pertanyaan menarik ini kembali mengemuka di kalangan pengamat militer dan ahli sejarah, terutama setelah munculnya ketegangan antara Amerika dan Cina terkait dengan penetapan wilayah pertahanan udara Cina yang baru yang ditolak Amerika. Menyusul pengumuman wilayah pertahanan udara itu telah terjadi beberapa kali perselisihan wilayah antara Cina dengan Amerika dan sekutu-sekutunya di Asia Timur: Jepang dan Korea. Perselisihan terbaru bahkan hampir mengakibatkan sebuah kapal perang Amerika bertabrakan dengan kapal perang Cina.
Keseriusan konflik Amerika-Cina yang bisa memicu Perang Pasifik II ini terlihat dari langkah Cina mengirimkan satu-satunya kapal induknya ke Laut Cina Selatan, akhir November lalu. Langkah Cina ini menyusul pelanggaran wilayah pertahanan udara Cina oleh pesawat-pesawat pembom Amerika selang 2 hari setelah pengumuman wilayah pertahanan udara tersebut.
Kapal induk Cina bernama "Liaoning" ini meninggalkan pelabuhan Qingdao tgl 26 November lalu dengan dikawal oleh 2 kapal destroyer peluru kendali "Shenyang" dan "Shijiazhuang", serta 2 frigat peluru kendali "Yantai" dan "Weifang". Menurut media-media Cina ini merupakan misi latihan lintas laut, untuk tidak menyebutnya sebagai misi tempur, yang pertama kalinya bagi "Liaoning".
Cina mengumumkan wilayah baru pertahanan udaranya pada tgl 23 November. 2 hari kemudian 2 pesawat pembom strategis B-52 Amerika terbang di atas wilayah kepulauan yang menjadi sengketa antara Cina dengan Jepang, yang termasuk ke dalam wilayah pertahanan udara Cina.
Amerika sendiri secara tegas menolak klaim wilayah udara Cina tersebut. Melu Amerika John Kerry menyebut langkah Cina tersebut sebagai "tindakan mengeskalasi ketegangan di kawasan dan menciptkan risiko terjadinya insiden."
Cina mengingatkan militernya akan mengambil langkah "langkah pertahanan darurat untuk merespons pesawat-pesawat asing yang tidak bekerjasama dengan memberikan identifikasi dan menolak instruksi yang diberikan."
Tentang 2 pesawat B-52 yang terang-terangan melanggar peringatan tersebut, kemenhan Cina mengatakan bahwa pihaknya telah memonitor kedua pesawat tersebut meski tidak melakukan tindakan apapun.
"Militer Cina memonitor seluruh proses yang terjadi, melakukan identifikasi pada saat yang tepat dan memastikan tipe pesawat Amerika itu. Cina memiliki kemampuan melakukan kontrol yang efektif atas wilayah kami," kata jubir kemenhan Cina Geng Yansheng perihal insiden pesawat B-52.
Menurut Tang Siew Mun dari ISIS (Institute of Strategic and International Studies) kemungkinan Cina menganggap wilayah Laut Cina Selatan lebih penting untuk dijaga daripada Laut Cina Timur, sehingga harus mengirimkan kapal induknya ke sana.
Kapal induk "Liaoning" merupakan kapal bekas milik Rusia "Varyag" yang dihentikan operasinya setelah tumbangnya regim Uni Sovyet. Sempat nyaris dibesi-tuakan atau dijadikan hotel terapung, oleh Cina kapal ini direvitalisasi kembali dan siap beroperasi kembali sebagai kapal perang.
Meski tengah membangun sendiri beberapa kapal induk baru, Cina lebih mengandalkan kekuatan rudal-rudal balistik anti-kapal Dong Feng untuk menetralisir keunggulan laut Amerika. Memiliki daya jangkau hingga 1.000 km dari lepas pantai dan dengan kecepatan serta keakuratan yang tinggi, Dong Feng merupakan satu-satunya senjata rudal balistik anti-kapal di dunia selain versi Iran yang lebih kecil "Khalij Fars".
Sekedar penggambaran hebatnya perang itu bisa dilihat dari ukuran-ukuran kapal yang terlibat dan diameter meriamnya. Kala itu Jepang memiliki 2 kapal tempur utama (battleship) terbesar di dunia, "Yamato" dan "Musashi", yang berbobot 70.000 ton dengan diameter meriamnya mencapai 18 inchi. Bobot sebesar itu masih lebih besar daripada bobot sebagian besar kapal induk modern. Namun sebaliknya Amerika memiliki jumlah kapal perang yang lebih banyak. Perang ini menjadi pengubah paradigma perang laut modern dimana negara-negara superpower tidak lagi mengandalkan kapal tempur, melainkan kapal induk (carrier).
Apakah Perang Pasifik akan kembali terulang?
Pertanyaan menarik ini kembali mengemuka di kalangan pengamat militer dan ahli sejarah, terutama setelah munculnya ketegangan antara Amerika dan Cina terkait dengan penetapan wilayah pertahanan udara Cina yang baru yang ditolak Amerika. Menyusul pengumuman wilayah pertahanan udara itu telah terjadi beberapa kali perselisihan wilayah antara Cina dengan Amerika dan sekutu-sekutunya di Asia Timur: Jepang dan Korea. Perselisihan terbaru bahkan hampir mengakibatkan sebuah kapal perang Amerika bertabrakan dengan kapal perang Cina.
Keseriusan konflik Amerika-Cina yang bisa memicu Perang Pasifik II ini terlihat dari langkah Cina mengirimkan satu-satunya kapal induknya ke Laut Cina Selatan, akhir November lalu. Langkah Cina ini menyusul pelanggaran wilayah pertahanan udara Cina oleh pesawat-pesawat pembom Amerika selang 2 hari setelah pengumuman wilayah pertahanan udara tersebut.
Kapal induk Cina bernama "Liaoning" ini meninggalkan pelabuhan Qingdao tgl 26 November lalu dengan dikawal oleh 2 kapal destroyer peluru kendali "Shenyang" dan "Shijiazhuang", serta 2 frigat peluru kendali "Yantai" dan "Weifang". Menurut media-media Cina ini merupakan misi latihan lintas laut, untuk tidak menyebutnya sebagai misi tempur, yang pertama kalinya bagi "Liaoning".
Cina mengumumkan wilayah baru pertahanan udaranya pada tgl 23 November. 2 hari kemudian 2 pesawat pembom strategis B-52 Amerika terbang di atas wilayah kepulauan yang menjadi sengketa antara Cina dengan Jepang, yang termasuk ke dalam wilayah pertahanan udara Cina.
Amerika sendiri secara tegas menolak klaim wilayah udara Cina tersebut. Melu Amerika John Kerry menyebut langkah Cina tersebut sebagai "tindakan mengeskalasi ketegangan di kawasan dan menciptkan risiko terjadinya insiden."
Cina mengingatkan militernya akan mengambil langkah "langkah pertahanan darurat untuk merespons pesawat-pesawat asing yang tidak bekerjasama dengan memberikan identifikasi dan menolak instruksi yang diberikan."
Tentang 2 pesawat B-52 yang terang-terangan melanggar peringatan tersebut, kemenhan Cina mengatakan bahwa pihaknya telah memonitor kedua pesawat tersebut meski tidak melakukan tindakan apapun.
"Militer Cina memonitor seluruh proses yang terjadi, melakukan identifikasi pada saat yang tepat dan memastikan tipe pesawat Amerika itu. Cina memiliki kemampuan melakukan kontrol yang efektif atas wilayah kami," kata jubir kemenhan Cina Geng Yansheng perihal insiden pesawat B-52.
Menurut Tang Siew Mun dari ISIS (Institute of Strategic and International Studies) kemungkinan Cina menganggap wilayah Laut Cina Selatan lebih penting untuk dijaga daripada Laut Cina Timur, sehingga harus mengirimkan kapal induknya ke sana.
Kapal induk "Liaoning" merupakan kapal bekas milik Rusia "Varyag" yang dihentikan operasinya setelah tumbangnya regim Uni Sovyet. Sempat nyaris dibesi-tuakan atau dijadikan hotel terapung, oleh Cina kapal ini direvitalisasi kembali dan siap beroperasi kembali sebagai kapal perang.
Meski tengah membangun sendiri beberapa kapal induk baru, Cina lebih mengandalkan kekuatan rudal-rudal balistik anti-kapal Dong Feng untuk menetralisir keunggulan laut Amerika. Memiliki daya jangkau hingga 1.000 km dari lepas pantai dan dengan kecepatan serta keakuratan yang tinggi, Dong Feng merupakan satu-satunya senjata rudal balistik anti-kapal di dunia selain versi Iran yang lebih kecil "Khalij Fars".
REF:
"US, China flexing muscles in Pacific"; Russia Today; 27 November 2013
2 komentar:
-
Semoga amerika tidak lagi menjadi negara super power di dunia setelah runtuhnya uni sovyet..
-
semoga peperangan antara cina dan amerika akn terjdi.kt jd penonton.!
US, China flexing muscles in Pacific
Date and Time:27 November 2013 - 18:54 -
http://www.islamicinvitationturkey.com/2013/11/27/us-china-flexing-muscles-in-pacific/
The United States and China embark upon a new military-power showdown
in the Pacific with Beijing sending its sole aircraft carrier to the
South China Sea after American bombers defied a Chinese no-fly zone in
the region.
The Chinese warship Liaoning, which left its home port of Qingdao on
Tuesday, was accompanied by two missile destroyers, the Shenyang and
Shijiazhuang, and two missile frigates, the Yantai and Weifang.
According to Chinese media reports, the cruise is on its first cross-sea training mission.
Beijing’s move came immediately after Washington flew two B-52
bombers over disputed islands in the East China Sea to challenge China’s
freshly declared Air Defense Identification Zone.
China established the defense zone over the weekend, urging airlines to inform the Chinese government upon entering the region.
The United States has said it will not recognize China’s new air defense zone.
“The United States does not apply that procedure to foreign
aircraft,” State Department spokeswoman Jennifer Psaki said Tuesday. “So
it certainly is one we don’t think others should apply.”
The two US bombers’ pilots did not identify themselves upon entering the disputed airspace, as China would have wanted.
US Secretary of State John Kerry also characterized China’s move as
an “escalatory action (that) will only increase tensions in the region
and create risks of an incident.”
China had warned that its military will take “defensive emergency
measures to respond to aircraft that do not cooperate in identification
or refuse to follow instructions.”
China’s defense ministry said it “monitored” the US bomber flights in its defense zone.
“The Chinese military monitored the entire process, carried out
identification in a timely manner, and ascertained the type of US
aircraft,” China’s defense spokesman Geng Yansheng said in a statement.
“China is capable of exercising effective control over this airspace,” he added.
Meanwhile, the Philippines warned on Wednesday that China’s deployment of the warship could aggravate tensions in the region.
“Its deployment does not contribute to collective efforts to
strengthen regional stability and instead serves to threaten the status
quo,” Philippine Foreign Affairs Department spokesman Raul Hernandez
said.
Tang Siew Mun, director of Foreign Policy and Security Studies at the
Institute of Strategic and International Studies, said it was “probably
very prudent” to hold the Chinese aircraft carriers in the South China
Sea rather than the East China Sea.
Tensions between the US and China have entered a new phase over the recent developments.
China is concerned about US militarism in the Asia-Pacific. Beijing
is considering the Pentagon’s focus to “pivot” increased US military
presence in the Pacific as a strategy to counter China’s increasing
global influence.
In a phone interview with Press TV, American military analyst Michael
Burns said China is testing the United States by declaring a no-fly
zone over the East China Sea.
China started to “realize that their economic power has to be matched
with military power based on the model that has existed in the past
century, which is the flag follows the fleet. Basically that is to say
the political power follows military power,” Burns said.
Related posts:
- China slams US, Japan over identification declaration
- US seeks military ties with China
- Great Satan US to deploy high-tech weapons to Asia-Pacific
- China, Russia launch first joint naval exercises in Yellow Sea
- China slams US growing military presence in Asia
- China slams US growing military presence in Asia
- US worried about China’s nuke bombers hitting military bases
- US encircling China with military bases
- China’s ships enter waters around disputed islands: Japan
- China ships spotted in waters near Japanese islan
US worried about China’s nuke bombers hitting military bases
Date and Time:20 November 2013 - 22:54 -
http://www.islamicinvitationturkey.com/2013/11/20/us-worried-about-chinas-nuke-bombers-hitting-military-bases/
The United States is gravely concerned about China’s new long-range nuclear bombers that can target previously unreachable US military bases in the Pacific, according to a new report.The US-China Economic and Security Review Commission warns in its annual report that China is “rapidly expanding and diversifying” its ability to strike US bases, ships and aircraft throughout the Pacific, even places like Guam that were previously out of reach, The Foreign Policy magazine reported on Wednesday.The House Armed Services Committee is set to discuss China’s Hongzha-6K bomber at a hearing on Wednesday when members of the commission will testify about their report.The US military has made Guam a key strategic military hub in the western Pacific as part of Washington’s new “pivot” strategy of realigning American forces toward Asia.The report warned that China has become increasingly aggressive in the way it handles issues with US allies such as the Philippines and Japan.“Although sovereignty disputes in the East and South China Seas are not new, China’s growing diplomatic, economic, and military clout is improving China’s ability to assert its interests,” according to the report.“It is increasingly clear that China does not intend to resolve the disputes through multilateral negotiations or the application of international laws and adjudicative processes but instead will use its growing power in support of coercive tactics that pressure its neighbors to concede to China’s claims,” it added.China’s new drone, which resembles the MQ-9 Reaper, can be armed with Hellfire missiles, bombs and other weapons.The commission also warned about the growth of the Chinese navy.“By 2020, barring a US naval renaissance, it is possible that China will become the world’s leading military shipbuilder in terms of the numbers of submarines, surface combatants and other naval surface vessels produced per year,” said the report, citing Chinese military experts Andrew Erickson and Gabe Collins.This is while the United States has planned to conduct more joint military exercises in western Pacific and encircle China with a chain of small air bases and military ports.China is considering the Pentagon’s focus on the “pivot” to the Asia-Pacific as a strategy to counter China’s increasing global influence.Beijing says American militarism in the region could endanger peace, urging Washington to abstain from flexing its muscles.Related posts:- US encircling China with military bases
- Great Satan United States is encircling China with a chain of small air bases and military ports
- US encircling China with military bases
- China slams US growing military presence in Asia
- US, India discuss China’s military power
Great Satan United States is encircling China with a chain of small air bases and military ports
Date and Time:22 August 2013 - 15:44 - http://www.islamicinvitationturkey.com/2013/08/22/great-satan-united-states-is-encircling-china-with-a-chain-of-small-air-bases-and-military-ports/
As part of a new strategy to “pivot” increased US military presence in the Asia-Pacific, the United States is encircling China with a chain of small air bases and military ports, a report says.The US Air Force is planning to lease 33 acres of land on the small Pacific island of Saipan for the next 50 years to build a “divert airfield” on an old World War II airbase there, according to the Foreign Policy magazine.American jets would use the small airstrip in case access to the US super-base at Guam “or other Western Pacific airfields is limited or denied,” according to an Air Force document on the project which was reviewed by the FP.The Air Force specifically wants to expand the existing Saipan International Airport – built on a military base and used by Japan, and later the US during the World War II – to carry out “periodic divert landings, joint military exercises, and joint and combined humanitarian assistance and disaster relief efforts,” according to the documents.This is in accordance with a new strategy called Air-Sea Battle, under which the Pentagon is combining air and naval forces to counter “the increasingly formidable defenses of nations like China or Iran,” the report said.Although large parts of the Air-Sea Battle are still in the “conceptual phase,” the strategy is currently being implemented in the Pacific region.An important component of the strategy is for the US military to operate “from small, bare bones bases” in the Pacific, providing its forces the opportunity to disperse if the main bases come under attack by Chinese ballistic missiles.China is involved in territorial disputes with US allies in the Asia-Pacific, namely the Philippines and Vietnam in the South China Sea, and Japan in the East China Sea.While the United States insists that its military’s “pivot” to Asia does not concern China, experts say the increased presence is a check against any future Chinese expansion into the Pacific Ocean.“China will be much more discreet throughout the entire region because U.S. power is already there, it’s visible; you’re not talking theory, you’re already there in practice,” said Anthony Cordesman of the Center for Strategic and International Studies.China sees the Pentagon’s focus on the Pacific as a strategy to counter China’s increasing global influence.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar