BISAKAH IRAN MENGALAHKAN AL AMERIKA?
http://cahyono-adi.blogspot.com/2012/01/bisakah-iran-mengalahkan-al-amerika.html#.Up1t4SeN6So
Carrier
Strike Group (CSG), satu gugus kekuatan laut Amerika yang dipimpin oleh
sebuah kapal induk, merupakan satu kekuatan militer yang luar biasa
besar, nyaris tidak tertandingi seluruh kekuatan laut negara besar
sekalipun. Dengan kekuatan nuklirnya yang diluncurkan dari
kapal-kapalnya, termasuk kapal-kapal selam, satu CSG bahkan bisa
menghancurkan satu benua. Dan dengan sistem pertahanan udara super
canggih, AEGIS, satuan ini nyaris mustahil untuk bisa dilumpuhkan.
Namun menghadapi Iran, satu armada Amerika (terdiri dari 1 atau lebih CSG), bisa hancur lebur dalam 2 hari. Hal ini bukan bualan semata. Setidaknya hal ini telah menjadi pertimbangan serius Amerika setelah sebuah analisis militer canggih menunjukkan skenario tersebut.
Meski memiliki kekuatan besar, hal itu menjadi kurang berarti saat sebuah armada Amerika (Amerika memiliki pangkalan Armada V di Bahrain, tidak jauh dari Iran) harus beroperasi di Teluk Persia, terlebih lagi di Selat Hormuz. Dengan wilayah yang sempit dan dekat dengan daratan Iran, Iran memiliki keuntungan besar dalam konfrontasinya melawan armada laut Amerika. Iran dengan mudah mengincar kapal-kapal Amerika dengan rudal-rudal dan torpedo canggihnya yang diluncurkan tidak saja dari kapal perang, juga pesawat, kapal selam, dan battere-battere pertahanan laut.
Iran bahkan telah melengkapi diri dengan puluhan bahkan mungkin ratusan kapal patroli super cepat yang dipersenjatai rudal anti-kapal. Tampang bisa mengecoh, meski kecil, kapal-kapal patroli cepat itu memiliki daya hancur tinggi selain kelebihan para kelincahan dan kecepatan manuver serta sulitnya radar musuh mendeteksi. Hanya sedikit negara yang mengembangkan sistem senjata semacam ini selain Iran.
Iran, sebagaimana Cina dan Rusia yang menganggap Amerika sebagai musuh potensial, menyadari bahwa melawan Amerika dengan kekuatan laut sangat mustahil. Maka mereka mengembangkan rudal-rudal anti-kapal canggih. Sebagai contohnya mengembangkan rudal anti kapal "Sunburn" Rusia dan Cina dengan rudal "Dong Feng"-nya. Keduanya mampu terbang dengan kecepatan sangat tinggi, beberapa kali kecepatan suara. Dong Feng bahkan bisa menengelamkan kapal induk Amerika dari jarak 1.000 km. Iran juga telah memiliki senjata-senjata semacam itu yang telah dibuktikan dengan keberhasilan sekutunya, Hizbollah, menghancurkan sebuah kapal destroyer Israel dalam Perang Lebanon II tahun 2006. Iran bahkan memiliki torpedo berkecepatan tinggi yang mampu melaju hingga kecepatan suara di bawah permukaan laut.
Pada tgl 24 Juli hingga 15 Agustus 2002 Amerika mengadakan latihan perang laut bersandi Millennium Challenge 2002 (MC02) yang digelar di Teluk Parsi. Latihan perang besar-besaran yang membutuhkan waktu 2 tahun untuk persiapannya, menjadi latihan perang terbesar dan terlama yang digelar Amerika. Latihan ditujukan untuk meningkatkan kesiapan Amerika menghadapi tantangan milium baru menegakkan supremasi Amerika di dunia. Latihan ditujukan untuk "menaklukkan" negara-negara yang sudah lama dianggap tidak bersahabat terhadap Amerika setelah Afghanistan diduduki Amerika setahun sebelumnya, yaitu Iraq, Somalia, Sudan, Libya, Lebanon, Syria, dan Iran.
Setelah latihan berakhir, Amerika secara resmi menyatakan bahwa latihan tersebut ditujukan kepada Irak, negara yang pada tahun 2003 diserang Amerika. Namun sebenarnya latihan itu ditujukan untuk Iran, berdasar fakta bahwa Irak tidak memiliki kekuatan laut yang harus dihadapi dengan kekuatan besar oleh Amerika. Setelah menyerang Irak, yang diwujudkan tahun 2003, Amerika sebenarnya juga sudah mempertimbangkan untuk menyerang Iran.
Dalam latihan perang tahun 2002 itu diskenariokan pada tahun 2007 terjadi insiden yang membuat Amerika mengultimatum Irak (sebenarnya dimaksukan Iran) untuk menyerah. (Harap dicatat bahwa skenario ini sebenarnya akan diwujudkan setahun setelah Israel menyerang Lebanon tahun 2006 untuk menghancurkan Hizbollah, selanjutnya Syria juga akan diserang. Namun rencana dibatalkan setelah Hizbollah berhasil mengalahkan Israel). Irak (sebenarnya Iran) bereaksi dengan melancarkan serangan rudal besar-besaran yang berhasil menghancurkan 16 kapal perang Amerika: 1 kapal induk, 10 kapal penjelajah (cruiser), dan 5 kapal ampibi, dan menewaskan 20.000 prajurit Amerika, hanya dalam waktu 1 hari.
Pada hari kedua diskenariokan Iran menghancurkan sisa-sisa Armada V Amerika dengan mengerahkan kapal-kapal patroli cepatnya, memburu dan menenggelamkan kapal-kapal Amerika yang tersisa. Armada V Amerika pun tumpas dalam waktu 2 hari.
KONSORSIUM VETERAN PEJABAT INTELIGEN TOLAK PERANG
Entah apa yang ada di kepala para pemimpin Amerika. Mereka baru saja kalah memalukan dan menyakitkan di Irak, dan kini mereka akan memerangi Iran, negara yang lebih besar wilayahnya, lebih besar jumlah penduduknya, lebih modern persenjataan militernya, dan lebih utama lagi lebih solid rakyat dan pemerintahannya, daripada Irak.
Tidak heran jika orang-orang yang masih memiliki akal sehat, seperti para veteran pejabat inteligen Amerika yang tergabung dalam "Veteran Intelligence Professionals for Sanity (VIPS)", mempertanyakan kebijakan Amerika terhadap Iran.
"Kita tidak boleh melakukan satu lagi "perang bodoh" melawan negara yang hampir 3 kali lebih besar daripada Irak, yang akan memicu perang regional dan menciptakan beberapa generasi jihadis. Perang semacam itu, berbeda dengan yang digaung-gaungkan, tidak akan membuat Amerika menjadi lebih aman," tulis VIPS dalam surat terbukanya yang ditujukan pada presiden Barack Obama baru-baru ini. Dan alih-alih menyalahkan Iran sebagai pemicu ketidak-amanan dunia, VIPS justru menyalahkan Israel yang dianggap sebagai provokator dengan Amerika sebagai pendukungnya.
Di antara anggota VIPS adalah Phil Giraldi (mantan Direktur Operasi CIA), Ray McGovern (mantan Direktur Inteligen CIA), Coleen Rowley (mantan agen khusus FBI), Ann Wright (mantan Foreign Service Officer Deplu AS), Tom Maertens (mantan Direktur NSC), Elizabeth Murray (mantan Deputy National Intelligence Officer NIC), dan David MacMichael (profesor sejarah dan mantan analis CIA).
Sumber:
"The Geo-Politics of the Strait of Hormuz: Could the U.S. Navy be defeated by Iran in the Persian Gulf?"; Mahdi Darius Nazemroaya; Global Research; 8 Januari 2012
"Avoiding Another Long War"; Veteran Intelligence Professionals for Sanity – Consortium News; 4 Januari 2012
Namun menghadapi Iran, satu armada Amerika (terdiri dari 1 atau lebih CSG), bisa hancur lebur dalam 2 hari. Hal ini bukan bualan semata. Setidaknya hal ini telah menjadi pertimbangan serius Amerika setelah sebuah analisis militer canggih menunjukkan skenario tersebut.
Meski memiliki kekuatan besar, hal itu menjadi kurang berarti saat sebuah armada Amerika (Amerika memiliki pangkalan Armada V di Bahrain, tidak jauh dari Iran) harus beroperasi di Teluk Persia, terlebih lagi di Selat Hormuz. Dengan wilayah yang sempit dan dekat dengan daratan Iran, Iran memiliki keuntungan besar dalam konfrontasinya melawan armada laut Amerika. Iran dengan mudah mengincar kapal-kapal Amerika dengan rudal-rudal dan torpedo canggihnya yang diluncurkan tidak saja dari kapal perang, juga pesawat, kapal selam, dan battere-battere pertahanan laut.
Iran bahkan telah melengkapi diri dengan puluhan bahkan mungkin ratusan kapal patroli super cepat yang dipersenjatai rudal anti-kapal. Tampang bisa mengecoh, meski kecil, kapal-kapal patroli cepat itu memiliki daya hancur tinggi selain kelebihan para kelincahan dan kecepatan manuver serta sulitnya radar musuh mendeteksi. Hanya sedikit negara yang mengembangkan sistem senjata semacam ini selain Iran.
Iran, sebagaimana Cina dan Rusia yang menganggap Amerika sebagai musuh potensial, menyadari bahwa melawan Amerika dengan kekuatan laut sangat mustahil. Maka mereka mengembangkan rudal-rudal anti-kapal canggih. Sebagai contohnya mengembangkan rudal anti kapal "Sunburn" Rusia dan Cina dengan rudal "Dong Feng"-nya. Keduanya mampu terbang dengan kecepatan sangat tinggi, beberapa kali kecepatan suara. Dong Feng bahkan bisa menengelamkan kapal induk Amerika dari jarak 1.000 km. Iran juga telah memiliki senjata-senjata semacam itu yang telah dibuktikan dengan keberhasilan sekutunya, Hizbollah, menghancurkan sebuah kapal destroyer Israel dalam Perang Lebanon II tahun 2006. Iran bahkan memiliki torpedo berkecepatan tinggi yang mampu melaju hingga kecepatan suara di bawah permukaan laut.
Pada tgl 24 Juli hingga 15 Agustus 2002 Amerika mengadakan latihan perang laut bersandi Millennium Challenge 2002 (MC02) yang digelar di Teluk Parsi. Latihan perang besar-besaran yang membutuhkan waktu 2 tahun untuk persiapannya, menjadi latihan perang terbesar dan terlama yang digelar Amerika. Latihan ditujukan untuk meningkatkan kesiapan Amerika menghadapi tantangan milium baru menegakkan supremasi Amerika di dunia. Latihan ditujukan untuk "menaklukkan" negara-negara yang sudah lama dianggap tidak bersahabat terhadap Amerika setelah Afghanistan diduduki Amerika setahun sebelumnya, yaitu Iraq, Somalia, Sudan, Libya, Lebanon, Syria, dan Iran.
Setelah latihan berakhir, Amerika secara resmi menyatakan bahwa latihan tersebut ditujukan kepada Irak, negara yang pada tahun 2003 diserang Amerika. Namun sebenarnya latihan itu ditujukan untuk Iran, berdasar fakta bahwa Irak tidak memiliki kekuatan laut yang harus dihadapi dengan kekuatan besar oleh Amerika. Setelah menyerang Irak, yang diwujudkan tahun 2003, Amerika sebenarnya juga sudah mempertimbangkan untuk menyerang Iran.
Dalam latihan perang tahun 2002 itu diskenariokan pada tahun 2007 terjadi insiden yang membuat Amerika mengultimatum Irak (sebenarnya dimaksukan Iran) untuk menyerah. (Harap dicatat bahwa skenario ini sebenarnya akan diwujudkan setahun setelah Israel menyerang Lebanon tahun 2006 untuk menghancurkan Hizbollah, selanjutnya Syria juga akan diserang. Namun rencana dibatalkan setelah Hizbollah berhasil mengalahkan Israel). Irak (sebenarnya Iran) bereaksi dengan melancarkan serangan rudal besar-besaran yang berhasil menghancurkan 16 kapal perang Amerika: 1 kapal induk, 10 kapal penjelajah (cruiser), dan 5 kapal ampibi, dan menewaskan 20.000 prajurit Amerika, hanya dalam waktu 1 hari.
Pada hari kedua diskenariokan Iran menghancurkan sisa-sisa Armada V Amerika dengan mengerahkan kapal-kapal patroli cepatnya, memburu dan menenggelamkan kapal-kapal Amerika yang tersisa. Armada V Amerika pun tumpas dalam waktu 2 hari.
KONSORSIUM VETERAN PEJABAT INTELIGEN TOLAK PERANG
Entah apa yang ada di kepala para pemimpin Amerika. Mereka baru saja kalah memalukan dan menyakitkan di Irak, dan kini mereka akan memerangi Iran, negara yang lebih besar wilayahnya, lebih besar jumlah penduduknya, lebih modern persenjataan militernya, dan lebih utama lagi lebih solid rakyat dan pemerintahannya, daripada Irak.
Tidak heran jika orang-orang yang masih memiliki akal sehat, seperti para veteran pejabat inteligen Amerika yang tergabung dalam "Veteran Intelligence Professionals for Sanity (VIPS)", mempertanyakan kebijakan Amerika terhadap Iran.
"Kita tidak boleh melakukan satu lagi "perang bodoh" melawan negara yang hampir 3 kali lebih besar daripada Irak, yang akan memicu perang regional dan menciptakan beberapa generasi jihadis. Perang semacam itu, berbeda dengan yang digaung-gaungkan, tidak akan membuat Amerika menjadi lebih aman," tulis VIPS dalam surat terbukanya yang ditujukan pada presiden Barack Obama baru-baru ini. Dan alih-alih menyalahkan Iran sebagai pemicu ketidak-amanan dunia, VIPS justru menyalahkan Israel yang dianggap sebagai provokator dengan Amerika sebagai pendukungnya.
Di antara anggota VIPS adalah Phil Giraldi (mantan Direktur Operasi CIA), Ray McGovern (mantan Direktur Inteligen CIA), Coleen Rowley (mantan agen khusus FBI), Ann Wright (mantan Foreign Service Officer Deplu AS), Tom Maertens (mantan Direktur NSC), Elizabeth Murray (mantan Deputy National Intelligence Officer NIC), dan David MacMichael (profesor sejarah dan mantan analis CIA).
Sumber:
"The Geo-Politics of the Strait of Hormuz: Could the U.S. Navy be defeated by Iran in the Persian Gulf?"; Mahdi Darius Nazemroaya; Global Research; 8 Januari 2012
"Avoiding Another Long War"; Veteran Intelligence Professionals for Sanity – Consortium News; 4 Januari 2012
The Sunburn Missile: The Weapon That Could Defeat The US In The Gulf
Sunday, September 16, 2012 19:00
“The Sunburn – Iran’s Awesome Nuclear Anti-Ship Missile
The Weapon That Could Defeat The US In The Gulf”
By Mark GaffneyThe Weapon That Could Defeat The US In The Gulf”
“A word to the reader: The following paper is so shocking that, after preparing the initial draft, I didn’t want to believe it myself, and resolved to disprove it with more research. However, I only succeeded in turning up more evidence in support of my thesis. And I repeated this cycle of discovery and denial several more times before finally deciding to go with the article. I believe that a serious writer must follow the trail of evidence, no matter where it leads, and report back. So here is my story. Don’t be surprised if it causes you to squirm. Its purpose is not to make predictions history makes fools of those who claim to know the future but simply to describe the peril that awaits us in the Persian Gulf. By awakening to the extent of that danger, perhaps we can still find a way to save our nation and the world from disaster. If we are very lucky, we might even create an alternative future that holds some promise of resolving the monumental conflicts of our time. – MG
In July, 2004, they dubbed it operation Summer Pulse: a
simultaneous mustering of US Naval forces, world wide, that was
unprecedented. According to the Navy, it was the first exercise of its
new Fleet Response Plan (FRP), the purpose of which was to enable the
Navy to respond quickly to an international crisis. The Navy wanted to
show its increased force readiness, that is, its capacity to rapidly
move combat power to any global hot spot. Never in the history of the US
Navy had so many carrier battle groups been involved in a single
operation. Even the US fleet massed in the Gulf and eastern
Mediterranean during operation Desert Storm in 1991, and in the recent
invasion of Iraq, never exceeded six battle groups. But last July and
August there were seven of them on the move, each battle group
consisting of a Nimitz-class aircraft carrier with its full complement
of 7-8 supporting ships, and 70 or more assorted aircraft. Most of the
activity, according to various reports, was in the Pacific, where the
fleet participated in joint exercises with the Taiwanese navy.
But why so much naval power underway at the same time? What potential world crisis could possibly require more battle groups than were deployed during the recent invasion of Iraq? In past years, when the US has seen fit to “show the flag” or flex its naval muscle, one or two carrier groups have sufficed. Why this global show of power? The news headlines about the joint-maneuvers in the South China Sea read: “Saber Rattling Unnerves China”, and: “Huge Show of Force Worries Chinese.” But the reality was quite different, and, as we shall see, has grave ramifications for the continuing US military presence in the Persian Gulf; because operation Summer Pulse reflected a high-level Pentagon decision that an unprecedented show of strength was needed to counter what is viewed as a growing threat in the particular case of China, because of Peking’s newest Sovremenny-class destroyers recently acquired from Russia.
“Nonsense!” you are probably thinking. That’s impossible. How could a few picayune destroyers threaten the US Pacific fleet?” Here is where the story thickens: Summer Pulse amounted to a tacit acknowledgement, obvious to anyone paying attention, that the United States has been eclipsed in an important area of military technology, and that this qualitative edge is now being wielded by others, including the Chinese; because those otherwise very ordinary destroyers were, in fact, launching platforms for Russian-made 3M-82 Moskit anti-ship cruise missiles (NATO designation: SS-N-22 Sunburn), a weapon for which the US Navy currently has no defense. Here I am not suggesting that the US status of lone world Superpower has been surpassed. I am simply saying that a new global balance of power is emerging, in which other individual states may, on occasion, achieve “an asymmetric advantage” over the US.
But why so much naval power underway at the same time? What potential world crisis could possibly require more battle groups than were deployed during the recent invasion of Iraq? In past years, when the US has seen fit to “show the flag” or flex its naval muscle, one or two carrier groups have sufficed. Why this global show of power? The news headlines about the joint-maneuvers in the South China Sea read: “Saber Rattling Unnerves China”, and: “Huge Show of Force Worries Chinese.” But the reality was quite different, and, as we shall see, has grave ramifications for the continuing US military presence in the Persian Gulf; because operation Summer Pulse reflected a high-level Pentagon decision that an unprecedented show of strength was needed to counter what is viewed as a growing threat in the particular case of China, because of Peking’s newest Sovremenny-class destroyers recently acquired from Russia.
“Nonsense!” you are probably thinking. That’s impossible. How could a few picayune destroyers threaten the US Pacific fleet?” Here is where the story thickens: Summer Pulse amounted to a tacit acknowledgement, obvious to anyone paying attention, that the United States has been eclipsed in an important area of military technology, and that this qualitative edge is now being wielded by others, including the Chinese; because those otherwise very ordinary destroyers were, in fact, launching platforms for Russian-made 3M-82 Moskit anti-ship cruise missiles (NATO designation: SS-N-22 Sunburn), a weapon for which the US Navy currently has no defense. Here I am not suggesting that the US status of lone world Superpower has been surpassed. I am simply saying that a new global balance of power is emerging, in which other individual states may, on occasion, achieve “an asymmetric advantage” over the US.
The Sunburn Missile: I was shocked when I learned the facts about these Russian-made cruise missiles. The problem is that so many of us suffer from two common misperceptions. The first follows from our assumption that Russia is militarily weak, as a result of the breakup of the old Soviet system. Actually, this is accurate, but it does not reflect the complexities. Although the Russian navy continues to rust in port, and the Russian army is in disarray, in certain key areas Russian technology is actually superior to our own. And nowhere is this truer than in the vital area of anti-ship cruise missile technology, where the Russians hold at least a ten-year lead over the US. The second misperception has to do with our complacency in general about missiles-as-weapons probably attributable to the pathetic performance of Saddam Hussein’s Scuds during the first Gulf war: a dangerous illusion that I will now attempt to rectify.
Many years ago, Soviet planners gave up trying to match the US Navy
ship for ship, gun for gun, and dollar for dollar. The Soviets simply
could not compete with the high levels of US spending required to build
up and maintain a huge naval armada. They shrewdly adopted an
alternative approach based on strategic defense. They searched for
weaknesses, and sought relatively inexpensive ways to exploit those
weaknesses. The Soviets succeeded: by developing several supersonic
anti-ship missiles, one of which, the SS-N-22 Sunburn, has been called
“the most lethal missile in the world today.”
After the collapse of the Soviet Union the old military establishment fell upon hard times. But in the late1990s Moscow awakened to the under-utilized potential of its missile technology to generate desperately needed foreign exchange. A decision was made to resuscitate selected programs, and, very soon, Russian missile technology became a hot export commodity. Today, Russian missiles are a growth industry generating much-needed cash for Russia, with many billions in combined sales to India, China, Viet Nam, Cuba, and also Iran. In the near future this dissemination of advanced technology is likely to present serious challenges to the US. Some have even warned that the US Navy’s largest ships, the massive carriers, have now become floating death traps, and should for this reason be mothballed.
The Sunburn missile has never seen use in combat, to my knowledge, which probably explains why its fearsome capabilities are not more widely recognized. Other cruise missiles have been used, of course, on several occasions, and with devastating results. During the Falklands War, French-made Exocet missiles, fired from Argentine fighters, sunk the HMS Sheffield and another ship. And, in 1987, during the Iran-Iraq war, the USS Stark was nearly cut in half by a pair of Exocets while on patrol in the Persian Gulf. On that occasion US Aegis radar picked up the incoming Iraqi fighter (a French-made Mirage), and tracked its approach to within 50 miles. The radar also “saw” the Iraqi plane turn about and return to its base. But radar never detected the pilot launch his weapons. The sea-skimming Exocets came smoking in under radar and were only sighted by human eyes moments before they ripped into the Stark, crippling the ship and killing 37 US sailors.
The 1987 surprise attack on the Stark exemplifies the dangers posed by anti-ship cruise missiles. And the dangers are much more serious in the case of the Sunburn, whose specs leave the sub-sonic Exocet in the dust. Not only is the Sunburn much larger and faster, it has far greater range and a superior guidance system. Those who have witnessed its performance trials invariably come away stunned. According to one report, when the Iranian Defense Minister Ali Shamkhani visited Moscow in October 2001 he requested a test firing of the Sunburn, which the Russians were only too happy to arrange. So impressed was Ali Shamkhani that he placed an order for an undisclosed number of the missiles.
The Sunburn can deliver a 200-kiloton nuclear payload or a 750-pound conventional warhead, within a range of 100 miles, more than twice the range of the Exocet. The Sunburn combines a Mach 2.1 speed (two times the speed of sound) with a flight pattern that hugs the deck and includes “violent end maneuvers” to elude enemy defenses. The missile was specifically designed to defeat the US Aegis radar defense system. Should a US Navy Phalanx point defense somehow manage to detect an incoming Sunburn missile, the system has only seconds to calculate a fire solution not enough time to take out the intruding missile. The US Phalanx defense employs a six-barreled gun that fires 3,000 depleted-uranium rounds a minute, but the gun must have precise coordinates to destroy an intruder “just in time.”
The Sunburn’s combined supersonic speed and payload size produce tremendous kinetic energy on impact, with devastating consequences for ship and crew. A single one of these missiles can sink a large warship, yet costs considerably less than a fighter jet. Although the Navy has been phasing out the older Phalanx defense system, its replacement, known as the Rolling Action Missile (RAM) has never been tested against the weapon it seems destined to one day face in combat. Implications For US Forces in the Gulf
The US Navy’s only plausible defense against a robust weapon like the Sunburn missile is to detect the enemy’s approach well ahead of time, whether destroyers, subs, or fighter-bombers, and defeat them before they can get in range and launch their deadly cargo. For this purpose US AWACs radar planes assigned to each naval battle group are kept aloft on a rotating schedule. The planes “see” everything within two hundred miles of the fleet, and are complemented with intelligence from orbiting satellites.
“Kapal-kapal terbesar Amerika, kapal-kapal induk yang megah, saat ini telah menjadi jebakan terapung yang mematikan. Di Teluk Parsia yang dangkal dan sempit, manuver-manuver ekstrem sulit dilakukan dan melarikan diri tidak akan mungkin. Teluk Parsia akan berwarna merah oleh darah pelaut-pelaut Amerika.” (Mark Gaffney, military specialist)
Ketegangan merasuki ribuan awak kapal induk USS Abraham Lincoln dan 2 kapal pengiringnya, ketika melintasi Selat Hormuz, 14 Februari lalu. Dan ketegangan itu semakin memuncak ketika di kejauhan tampak satu titik hitam yang tidak lama kemudian berhasil diidentifikasi sebagai sebuah kapal cepat AL Iran. Halikopter-helikopter pun diperintahkan memberi peringatan kepada kapal cepat itu untuk menjauh. Dan pesawat-pesawat tempur siap-siaga untuk langsung mengudara begitu diberikan komando. Akhirnya kapal cepat itu pun bergerak menjauh dan ketegangan pun berangsur-angsur mereda.
Mengkhawatirkan satu kapal cepat bertonase hanya beberapa puluh ton dibandingkan kapal USS Abraham Lincoln yang berbobot sekitar 80 ribu ton, pasti dianggap berlebihan. Kapal cepat itu pasti bahkan masih kalah berat dibandingkan jangkar kapal USS Abraham Lincoln. Namun mengkhawatirkan kapal cepat Iran yang lebih mirip kapal superboat yang digunakan untuk lomba perahu cepat itu adalah tindakan bijaksana, karena kapal "liliput" itu bisa menenggelamkan raksasa seperti USS Abraham Lincoln.
Ya, benar. Dengan inovasi yang dilakukan Iran berhasil mengembangkan kapal-kapal patroli cepat yang dilengkapi dengan rudal-rudal jelajah anti-kapal canggih. Sebut saja rudal "Sunburn" buatan Rusia.
"Sunburn" mungkin adalah rudal anti-kapal paling canggih di dunia saat ini dan Iran diyakini telah memiliki ratusan rudal ini. Terbang rendah 3 meter di atas permukaan laut dengan kecepatan 2,5 x kecepatan suara serta manuver yang mampu mengecoh sistem pertahanan udara tercanggih lawan, rudal ini bisa membuat lubang sebesar ruangan di lambung kapal yang cukup untuk menenggelamkan kapal induk sekalipun. Dan dengan tenggelamnya sebuah kapal induk, dipastikan ribuan awaknya akan ikut tenggelam. Rata-rata tiap kapal induk Amerika diawaki oleh setidaknya 6.000 personil atau hampir satu divisi tentara darat.
Selain murah, dibanding kerugian yang ditimbulkannya pada pihak musuh, rudal ini juga mudah digunakan. Bisa ditembakkan dari segala kendaraan peluncur roket, termasuk truk dan kapal cepat yang didisain Iran. Rudal ini mampu menjangkau sasaran hingga sejauh 160 km, lebih dari cukup untuk menjangkau seluruh kawasan Selat Hormuz yang lebar terpendeknya hanya 60 km.
Dibandingkan rudal anti kapal "Exocet" yang terkenal selama Perang Malvinas dan Perang Iran-Irak tahun 1980-an, "Sunburn" jauh lebih canggih: lebih cepat, lebih akurat dan lebih jauh daya jangkaunya. "Sunburn" memang dirancang untuk menembus sistem pertahanan laut Amerika "Aegis" yang terpasang di seluruh armada laut Amerika. "Aegis" bahkan bisa ditembus oleh "Exocet" yang terbang di bawah kecepatan suara sebagaimana terjadi pada kapal USS Stark yang tertembak rudal "Exocet" dalam Perang Iran-Irak.
Dalam sebuah demonstrasi keakurasian yang dilakukan Cina, rudal ini berhasil tepat menembak tanda "X" yang ditempatkan pada sebuah kapal sasaran.
Tidak mengherankan jika Mark Gaffney, seorang pakar militer pada tahun 2004 menulis sebuah artikel: "Kapal-kapal perang Amerika berada dalam jangkauan rudal "Sunburn" dan juga rudal yang lebih canggih lainnya SS-NX-26 "Yakhont" (juga buatan Rusia, lebih cepat dan lebih jauh daya jangkaunya), yang digelar Iran di sepanjang pantai Teluk Parsia. Setiap kapal Amerika menjadi terbuka dan riskan. Saat Iran menjatuhkan jebakan, seluruh kawasan laut akan menjadi ladang pembantaian."
"Anda tidak perlu menjadi Hannibal yang menghadapi Perang Cannae," tulis ahli militer Russ Winter tentang kondisi Selat Hormuz yang akan menjadi "kuburan" para pelaut Amerika.
Benar, dengan ratusan pulau-pulau kecil, puluhan pelabuhan-pelabuhan dan perkampungan nelayan, Selat Hormuz menjadi tempat yang ideal untuk melakukan perang gerilya laut bagi kapal-kapal cepat Iran yang mematikan. Dan Iran masih memiliki senjata-senjata anti-kapal yang mematikan lainnya: artileri yang dikendalikan laser, ranjau laut, kapal-kapal selam, pesawat torpedo dan rudal-rudal jelajah anti-kapal lainnya yang tidak kalah canggih dari "Sunburn" dan "Yakhont" seperti "Silworm" dan "Dong Feng" buatan Cina, "Onyx", serta "Zafar" buatan Iran sendiri.
"Dong Feng" adalah rudal anti-kapal yang paling ditakuti Amerika, bukan saja karena keakurasian dan kecepatannya, melainkan daya jelajahnya yang mencapai 1.000 km hingga tidak ada satu tempat pun di Teluk Persia dan Laut Oman yang aman dari rudal ini. Sementara "Zafar" diklaim Iran sebagai rudal jelajah tercepat di dunia dan karenanya paling sulit dideteksi sistem pertahanan musuh. Kecepatan yang tinggi ini dimungkinkan karena rudal ini tidak memerlukan sirip sebagai alat kendali.
"Zafar adalah rudal yang dikendalikan radar, rudal jelajah anti kapal yang mampu menghancurkan kepal-kapal ukuran kecil hingga menengah dengan keakurasian tinggi," kata Menhan Iran Brigadier General Ahmad Vahidi saat mengumumkan dimulainya produksi massal rudal "Zafar" awal Februari lalu.
Selain memiliki sifat mobil, karena mudah dipindah-pindahkan ke berbagai alat peluncur termasuk kapal-kapal cepat, rudal ini dirancang mampu mengatasi perang elektronik.
Pada tahun 2002 lalu Amerika mengadakan simulasi perang laut melawan Iran di Teluk Parsia dengan sandi "New Millenium Challenge". Dengan menggunakan parameter-paramater yang sesuai kekuatan Iran kala itu, simulasi tersebut memberikan hasil yang mengagetkan para ahli militer Amerika. Diperkirakan 16 kapal perang Amerika, termasuk 1 kapal induknya, tenggelam pada hari pertama perang besar-besaran melawan Iran. Korban tewas di pihak Amerika diperkirakan mencapai 20.000 personil. Maka Amerika buru-buru mengganti paramater-parameternya untuk memberi kemenangan bagi mereka dan sedikit menghibur mereka.
Dengan kemajuan militer Iran yang mengesankan beberapa tahun terakhir, mimpi buruk Amerika tentang tewasnya ribuan personil militernya dalam pertempuran laut di Teluk Persia, sangat boleh jadi akan menjadi kenyataan.
After the collapse of the Soviet Union the old military establishment fell upon hard times. But in the late1990s Moscow awakened to the under-utilized potential of its missile technology to generate desperately needed foreign exchange. A decision was made to resuscitate selected programs, and, very soon, Russian missile technology became a hot export commodity. Today, Russian missiles are a growth industry generating much-needed cash for Russia, with many billions in combined sales to India, China, Viet Nam, Cuba, and also Iran. In the near future this dissemination of advanced technology is likely to present serious challenges to the US. Some have even warned that the US Navy’s largest ships, the massive carriers, have now become floating death traps, and should for this reason be mothballed.
The Sunburn missile has never seen use in combat, to my knowledge, which probably explains why its fearsome capabilities are not more widely recognized. Other cruise missiles have been used, of course, on several occasions, and with devastating results. During the Falklands War, French-made Exocet missiles, fired from Argentine fighters, sunk the HMS Sheffield and another ship. And, in 1987, during the Iran-Iraq war, the USS Stark was nearly cut in half by a pair of Exocets while on patrol in the Persian Gulf. On that occasion US Aegis radar picked up the incoming Iraqi fighter (a French-made Mirage), and tracked its approach to within 50 miles. The radar also “saw” the Iraqi plane turn about and return to its base. But radar never detected the pilot launch his weapons. The sea-skimming Exocets came smoking in under radar and were only sighted by human eyes moments before they ripped into the Stark, crippling the ship and killing 37 US sailors.
The 1987 surprise attack on the Stark exemplifies the dangers posed by anti-ship cruise missiles. And the dangers are much more serious in the case of the Sunburn, whose specs leave the sub-sonic Exocet in the dust. Not only is the Sunburn much larger and faster, it has far greater range and a superior guidance system. Those who have witnessed its performance trials invariably come away stunned. According to one report, when the Iranian Defense Minister Ali Shamkhani visited Moscow in October 2001 he requested a test firing of the Sunburn, which the Russians were only too happy to arrange. So impressed was Ali Shamkhani that he placed an order for an undisclosed number of the missiles.
The Sunburn can deliver a 200-kiloton nuclear payload or a 750-pound conventional warhead, within a range of 100 miles, more than twice the range of the Exocet. The Sunburn combines a Mach 2.1 speed (two times the speed of sound) with a flight pattern that hugs the deck and includes “violent end maneuvers” to elude enemy defenses. The missile was specifically designed to defeat the US Aegis radar defense system. Should a US Navy Phalanx point defense somehow manage to detect an incoming Sunburn missile, the system has only seconds to calculate a fire solution not enough time to take out the intruding missile. The US Phalanx defense employs a six-barreled gun that fires 3,000 depleted-uranium rounds a minute, but the gun must have precise coordinates to destroy an intruder “just in time.”
The Sunburn’s combined supersonic speed and payload size produce tremendous kinetic energy on impact, with devastating consequences for ship and crew. A single one of these missiles can sink a large warship, yet costs considerably less than a fighter jet. Although the Navy has been phasing out the older Phalanx defense system, its replacement, known as the Rolling Action Missile (RAM) has never been tested against the weapon it seems destined to one day face in combat. Implications For US Forces in the Gulf
The US Navy’s only plausible defense against a robust weapon like the Sunburn missile is to detect the enemy’s approach well ahead of time, whether destroyers, subs, or fighter-bombers, and defeat them before they can get in range and launch their deadly cargo. For this purpose US AWACs radar planes assigned to each naval battle group are kept aloft on a rotating schedule. The planes “see” everything within two hundred miles of the fleet, and are complemented with intelligence from orbiting satellites.
BAGAIMANA IRAN MENGALAHKAN AL AMERIKA (2)
http://cahyono-adi.blogspot.com/2012/02/bagaimana-iran-mengalahkan-al-amerika-2.html#.Up1nVCeN6So
“Kapal-kapal terbesar Amerika, kapal-kapal induk yang megah, saat ini telah menjadi jebakan terapung yang mematikan. Di Teluk Parsia yang dangkal dan sempit, manuver-manuver ekstrem sulit dilakukan dan melarikan diri tidak akan mungkin. Teluk Parsia akan berwarna merah oleh darah pelaut-pelaut Amerika.” (Mark Gaffney, military specialist)
Ketegangan merasuki ribuan awak kapal induk USS Abraham Lincoln dan 2 kapal pengiringnya, ketika melintasi Selat Hormuz, 14 Februari lalu. Dan ketegangan itu semakin memuncak ketika di kejauhan tampak satu titik hitam yang tidak lama kemudian berhasil diidentifikasi sebagai sebuah kapal cepat AL Iran. Halikopter-helikopter pun diperintahkan memberi peringatan kepada kapal cepat itu untuk menjauh. Dan pesawat-pesawat tempur siap-siaga untuk langsung mengudara begitu diberikan komando. Akhirnya kapal cepat itu pun bergerak menjauh dan ketegangan pun berangsur-angsur mereda.
Mengkhawatirkan satu kapal cepat bertonase hanya beberapa puluh ton dibandingkan kapal USS Abraham Lincoln yang berbobot sekitar 80 ribu ton, pasti dianggap berlebihan. Kapal cepat itu pasti bahkan masih kalah berat dibandingkan jangkar kapal USS Abraham Lincoln. Namun mengkhawatirkan kapal cepat Iran yang lebih mirip kapal superboat yang digunakan untuk lomba perahu cepat itu adalah tindakan bijaksana, karena kapal "liliput" itu bisa menenggelamkan raksasa seperti USS Abraham Lincoln.
Ya, benar. Dengan inovasi yang dilakukan Iran berhasil mengembangkan kapal-kapal patroli cepat yang dilengkapi dengan rudal-rudal jelajah anti-kapal canggih. Sebut saja rudal "Sunburn" buatan Rusia.
"Sunburn" mungkin adalah rudal anti-kapal paling canggih di dunia saat ini dan Iran diyakini telah memiliki ratusan rudal ini. Terbang rendah 3 meter di atas permukaan laut dengan kecepatan 2,5 x kecepatan suara serta manuver yang mampu mengecoh sistem pertahanan udara tercanggih lawan, rudal ini bisa membuat lubang sebesar ruangan di lambung kapal yang cukup untuk menenggelamkan kapal induk sekalipun. Dan dengan tenggelamnya sebuah kapal induk, dipastikan ribuan awaknya akan ikut tenggelam. Rata-rata tiap kapal induk Amerika diawaki oleh setidaknya 6.000 personil atau hampir satu divisi tentara darat.
Selain murah, dibanding kerugian yang ditimbulkannya pada pihak musuh, rudal ini juga mudah digunakan. Bisa ditembakkan dari segala kendaraan peluncur roket, termasuk truk dan kapal cepat yang didisain Iran. Rudal ini mampu menjangkau sasaran hingga sejauh 160 km, lebih dari cukup untuk menjangkau seluruh kawasan Selat Hormuz yang lebar terpendeknya hanya 60 km.
Dibandingkan rudal anti kapal "Exocet" yang terkenal selama Perang Malvinas dan Perang Iran-Irak tahun 1980-an, "Sunburn" jauh lebih canggih: lebih cepat, lebih akurat dan lebih jauh daya jangkaunya. "Sunburn" memang dirancang untuk menembus sistem pertahanan laut Amerika "Aegis" yang terpasang di seluruh armada laut Amerika. "Aegis" bahkan bisa ditembus oleh "Exocet" yang terbang di bawah kecepatan suara sebagaimana terjadi pada kapal USS Stark yang tertembak rudal "Exocet" dalam Perang Iran-Irak.
Dalam sebuah demonstrasi keakurasian yang dilakukan Cina, rudal ini berhasil tepat menembak tanda "X" yang ditempatkan pada sebuah kapal sasaran.
Tidak mengherankan jika Mark Gaffney, seorang pakar militer pada tahun 2004 menulis sebuah artikel: "Kapal-kapal perang Amerika berada dalam jangkauan rudal "Sunburn" dan juga rudal yang lebih canggih lainnya SS-NX-26 "Yakhont" (juga buatan Rusia, lebih cepat dan lebih jauh daya jangkaunya), yang digelar Iran di sepanjang pantai Teluk Parsia. Setiap kapal Amerika menjadi terbuka dan riskan. Saat Iran menjatuhkan jebakan, seluruh kawasan laut akan menjadi ladang pembantaian."
"Anda tidak perlu menjadi Hannibal yang menghadapi Perang Cannae," tulis ahli militer Russ Winter tentang kondisi Selat Hormuz yang akan menjadi "kuburan" para pelaut Amerika.
Benar, dengan ratusan pulau-pulau kecil, puluhan pelabuhan-pelabuhan dan perkampungan nelayan, Selat Hormuz menjadi tempat yang ideal untuk melakukan perang gerilya laut bagi kapal-kapal cepat Iran yang mematikan. Dan Iran masih memiliki senjata-senjata anti-kapal yang mematikan lainnya: artileri yang dikendalikan laser, ranjau laut, kapal-kapal selam, pesawat torpedo dan rudal-rudal jelajah anti-kapal lainnya yang tidak kalah canggih dari "Sunburn" dan "Yakhont" seperti "Silworm" dan "Dong Feng" buatan Cina, "Onyx", serta "Zafar" buatan Iran sendiri.
"Dong Feng" adalah rudal anti-kapal yang paling ditakuti Amerika, bukan saja karena keakurasian dan kecepatannya, melainkan daya jelajahnya yang mencapai 1.000 km hingga tidak ada satu tempat pun di Teluk Persia dan Laut Oman yang aman dari rudal ini. Sementara "Zafar" diklaim Iran sebagai rudal jelajah tercepat di dunia dan karenanya paling sulit dideteksi sistem pertahanan musuh. Kecepatan yang tinggi ini dimungkinkan karena rudal ini tidak memerlukan sirip sebagai alat kendali.
"Zafar adalah rudal yang dikendalikan radar, rudal jelajah anti kapal yang mampu menghancurkan kepal-kapal ukuran kecil hingga menengah dengan keakurasian tinggi," kata Menhan Iran Brigadier General Ahmad Vahidi saat mengumumkan dimulainya produksi massal rudal "Zafar" awal Februari lalu.
Selain memiliki sifat mobil, karena mudah dipindah-pindahkan ke berbagai alat peluncur termasuk kapal-kapal cepat, rudal ini dirancang mampu mengatasi perang elektronik.
Pada tahun 2002 lalu Amerika mengadakan simulasi perang laut melawan Iran di Teluk Parsia dengan sandi "New Millenium Challenge". Dengan menggunakan parameter-paramater yang sesuai kekuatan Iran kala itu, simulasi tersebut memberikan hasil yang mengagetkan para ahli militer Amerika. Diperkirakan 16 kapal perang Amerika, termasuk 1 kapal induknya, tenggelam pada hari pertama perang besar-besaran melawan Iran. Korban tewas di pihak Amerika diperkirakan mencapai 20.000 personil. Maka Amerika buru-buru mengganti paramater-parameternya untuk memberi kemenangan bagi mereka dan sedikit menghibur mereka.
Dengan kemajuan militer Iran yang mengesankan beberapa tahun terakhir, mimpi buruk Amerika tentang tewasnya ribuan personil militernya dalam pertempuran laut di Teluk Persia, sangat boleh jadi akan menjadi kenyataan.
20 komentar:
-
Iran punya sunburn sama yakhnot ya, bukannya Rusia terikat perjanjian
untuk tidak menjual persenjataan ke Iran, Dong feng bukannya masih dalam
tahap ujicoba ama Cina.
Mas Cahyo iran beli lisensinya ga?
Kalau benar arsenal Iran secanggih itu pantasan saja amerika sama israel cuman banyak ngomong no aksi.
Hidup Iran. Forza Iran -
Rusia memang batal menjual S-300 ke Iran karena sanksi PBB namun
diam-diam justru mengirim s-400 yg lebih canggih, begitu rumornya.
ADapun sunburn dan yakhnot sama sekali tidak ada halangan, bahkan sudal
lama rudal sunburn diketahui telah dijual ke Iran sebelum kasus s-300
terjadi. Dong Feng sudah operasional dan kabarnya Iran sudah
mendapatkannya sebagai imbalan atas akses yg diberikan Iran untuk drone
Amerika yang dijatuhkan Iran.
Yg pasti Cina dan Rusia akan mati-matian membela Iran karena mereka sadar, suatu saat mereka pun akan jadi sasaran Amerika jika tidak dihentikan. - mas mau tanya nih, benar gak Iran itu kaum syiah, dan menurut ceritanya orang yahudi juga banyak di Iran, mas ada info gak tentang sejarah perjuangan tentang syiah, dan mengapa mereka hanya mengagungkan Ali bin Abu Thalib. dan tidak mengenal sahabat nabi yang lain seperti Abu Bakar, Umar dan Ustman, mungkinkan Iran juga main mata dengan Israel
-
Iran mmg pusat mahzab syiah. mengenai syiah menurut Said Aqil Siraj
(Ketua umum Nahdatul Ulama) tidak sesat, menurut Gusdur syiah adalah
NU+Imamah, sedang NU adalah Syiah-Imamah. Tetapi ada jg syiah yg sesat,
begitu juga ada Suni yg sesat. Semua mahzab ada penyimpanganya.
Yahudi belum tentu zionis. Zionisme sendiri adalah penyimpangan dari ajaran yahudi yang melegalkan pendudukan palestina. Banyaknya kaum yahudi di iran seperti juga banyaknya penganut non muslim di indonesia. mereka taat dan dilindungi undang2 sbg warga minoritas.
Kaum syiah tetap menghormati sahabat2 nabi. tetapi sahabat nabi bukan termasuk imam maksum yang 12 jumlahnya yg kesemuanya keturunan nabi saw yg suci dari garis fatimah az zahra dan saidina ali, dan ali adalah imam pertama penerus perjuangan nabi saw atas dasar hadis ghadir khumm sebagai wasiat nabi saw.
Adalah mustahil iran main mata dengan Israel, Apa untungnya? Iran adalah negara besar dengan kekayaan alam yg melimpah, sdm yang cerdas serta militer yg disegani. sedangkan israel adalah negara ilegal yg merampas palestina dan salah satu misi iran adalah penghapusan israel dari peta dunia.
hal ini dibuktikan dengan bantuan teknologi rudal fajr5 iran terhadap pejuang palestina yg berakibat menyerahnya israel dalam perang 8 hari Nov. 2012 - luar biasa nih analisanya mas adi
- Maaf mas.. sepertinya berlebihan bahwa sunburn missile bisa menenggelamkan kapal induk sekelas Abraham Lincoln . Sunburn missile hanya berhulu ledak 320 KG saja . Sebuah exocet atau Harpoon punya hulu ledak +-110 kg dan untuk menenggelamkan kapal seberat 5000-10000 ton saja dgn hulu ledak segitu belum bisa . Sunburn sekelas dgn Yakhont dan uji coba terakhir di Indonesia baru bisa menenggelamkan kapal yg dah terpakai sekelas LST Teluk Berau seberat 2000 ton .. sedang USS Abraham Lincoln seberat hampir 100,000 ton . Belum di kapal2 induk itu ada CIWS dan missile anti missile . Itu bukan ketakutan mas .. Sikap kewaspadaan terhadap ancaman adalah standar prosedur di Kapal Perang manapun dan bukan ketakutan
-
Trims mas Anton. Mungkin sy terbawa oleh eforia kehancuran Amerika yg
sudah dekat. Betul sunburn tidak akan menenggelamkan kapal induk namun
cukup untuk membuat kerusakan hebat, apalagi jika kena pada titik yang
vital seperti tempat penyimpanan amunisi. Dan bila ada beberapa rudal
yang mengena, bisa saja menenggelamkannya. Kapal-kapal induk yg
tenggelam dalam Perang Pasifik adalah karena hantaman bom-bom yang
lebih kecil, namun dengan kuantitas besar.
Lagipula Iran juga telah memiliki rudal balistik anti-kapal yg lebih canggih dan mematikan, "Khalij Fars" yg sulit ditangkal karena jatuh hampir tegak lurus dari angkasa. Rudal seperti ini bahkan belum dimiliki Amerika dan Rusia. - Sori mas Anton sy ralat lagi. Berdasar informasi terbaru yg sy dapatkan, Sunburn bisa menenggelamkan kapal induk. Rudal ini terbang dengan kecepatan supersonik dan mampu membawa hulu ledak nuklir 200 kiloton atau 750 pound konvensional. Kombinasi energi kinetik dan ledakannya bisa menenggelamkan kapal induk. Silakan lihat di sini: http://beforeitsnews.com/alternative/2012/09/the-sunburn-missile-the-weapon-that-could-defeat-the-us-in-the-gulf-2467754.html
-
Sistem pertahanan antirudal tercanggih Amerika, Aegis, sangat rapuh.
Buktinya rudal Exocet Irak saja bisa menghantam kapal USS Stark dalam
Perang Teluk. Padahal Exocet terbang di bawah kecepatan suara.
Anyway thanks for comment. - benar..satu sunburn gak tenggelam. Tapi klu tiga atau empat aku yakin si induk pasti nyungsep.
- Belum ada buktinya bisa nenggelamin kapal induk, gua mau liat bukti kapalnya ditenggelamin atau sebaliknya yang mau nenggelamin yang tenggelam sebelum ditenggelamin pengen liat bukti gue. Jangan jangan teropong yang dipakai liat kapal induknya juga habis dimusnahkan sebelum bilang tembak....
- kalau israel hilang dari peta dunia...... 1000% bumi juga hilang dari peta sistem tata surya ini. karena semua itu sudah tertulis.
- semua negara berlomba mengembangkan rudal2 mereka.... tetapi amerika menyorotinya dengan biasa saja saat ini. sudah tahu senjata terbaru Angkatan laut amerika yang terbaru yang sudah ditanamkan di kapal perang USS Ponce. Rudal tercanggih dan tercepat baru di klaim milik rusia dengan kecepatan Hypersonic. tetapi yang ini berbeda USS Ponce memiliki (LaWS)laser pencegat dan penyerang berkecepatan cahaya. kecepatan hypersonic 6.500km/jam. kecepatan cahaya 300.000km/detik.
-
Sinar senter sy juga berkecepatan 300.000 km/detik. Masalahnya senjata itu belum terbukti keampuhannya.
Anything you say. Btw kami meyakini bahwa sebelum bumi hancur, umat Islam akan memburu orang-orang yahudi seperti memburu tikus di lubang-lubang. Dan pada saat itu bahkan pohon dan batu akan berpihak pada kami.
Jadi takutlah dengan masa kedatangan itu. -
Dear Mas Cahyono Adi,,
kadang anda tdk konsisten thdp pembedaan antara Yahudi & Israel. Islam anti Yahudi atau Israel? Sy sdh mendengar pidato Ahmadinejad dmn dia sngt menghormati Yahudi & mengutuk Israel. Saya sangat setuju itu. Kita berbicara Islam sbg rahmatan Lil Alamin, itu artinya tatanan baru dunia yg setara dan tdk saling melecehkan. Salam
Paox Iben -
To rumah arus:
Islam dan juga blog ini mengecam orang-orang yahudi pada umumnya, namun tidak per-pribadi atau kelompok karena banyak juga pribadi dan kelompok yahudi yg baik.
Terima kasih atas kritikannya. - yahudi memang akan hancur.. itu sudah tertulis dalam ajaran islam . jika orang islam yang solat subuh berjamaah di masjid sama dengan orang yang solat jum'at itulah waktu yahudi hancur! ALLAHUAKBAR.. sesungguhnya yahudi telah merampas tanah palestin,, dan membunuh warga sipil
- Hehe aneh? Indonesia wktu dijajah belanda mggunakan bambu runcing ngejar pesawat belanda bisa merdeka sampai saat ni,merdeka sih merdeka tapi sampai skrg wrganya 90% melarat miskin beli kolornya j susah duitnye.tpi yg lebih aneh lagi Umat islamnya yg pandai menafsir dan menjengkali agama lain,lebih pandai dari nabi2,tapi knyataannya talking big only alias 0 besar.Alkitab dan sejarah mgatakan org filistin ("palistina) adlah kaum perampok dan perampas tanah israel.saya rasa palestina yg harus dihanguskan dri muka bumi.baca sejarah "MUSA",bangsa israel keluar dari perbudakan tanah mesir ke tanah kanaan (holy land/tanah perjanjian).syaloooom...
- Om adi mantan wartawan mana?sekali lg jgn buat blog yg terlalu berpihak,tak baik.klo gak ada amerika dciptakan Tuhan yg canggih tu mustahil kita bisa mengecap tehnologi skrg ini.taunya bikin ondel2.haha
- mas yang susah ente beli kolor kalo ane yakin ente tak pake kolor tapi yang lain tidak merasa beli kolor susah makanya beli yang 50 ribu dapet 5 kalo ane selaku orang islam tentu terasa sepak terjang amerika terbunuhnya rakyat sipil hampir satu juta belum lagi kena boom uranium yang diperlemah mengakibatkan kangker di felujah dan bom fosfor mau nuntut kemana irak ke pbb yg punya pbb amerika kok kami merasa tak pake technologi amerika rusia china bisa buat emangnya gua pikirin amerika .mampus amerika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar