Perang Suriah
Bandar bin Sultan Ancam Hancurkan Kawasan
http://www.islamtimes.org/vdcaaanea49nuo1.h8k4.html
Islam
Times- Menurutnya, semua analis politik percaya bahwa kekalahan Bandar
menambah kekecewaan kerajaan Saudi dan menambahkan, kepala intelijen
Saudi kini mengancam seluruh wilayah tanpa mempertimbangkan konsekuensi
dari gerakannya tersebut.
Bos Teroris
Seorang ahli dan strategi militer percaya bahwa Kepala Intelijen Saudi Arabia Bandar bin Sultan terbentur kebuntuan dengan rencananya di Suriah setelah pasukan binaanya selalu menelan kekalahan berat di berbagai perang di Suriah, khususnya di Ghouta Timur.
"Wilayah Ghouta Timur kini benar-benar jatuh ke tangan tentara Suriah, dan ini merupakan pukulan berat bagi Bandar yang telah menginvestasikan terlalu banyak dan merekrut ribuan teroris untuk menggeser kekuasaan dalam perang di Suriah," kata analis dan strategi militer Mohammad Farid Issa kepada FNA pada hari Senin, 09/12/13.
Menurutnya, semua analis politik percaya bahwa kekalahan Bandar menambah kekecewaan kerajaan Saudi dan menambahkan, kepala intelijen Saudi kini mengancam seluruh wilayah tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari gerakannya tersebut.
"Mengakhiri perang di Suriah untuk kepentingan pemberontak bersenjata kini telah berubah menjadi sebuah misi mustahil, karena itu, satu-satunya cara yang tersisa bagi Bandar adalah ... mencoba melemahkan pemerintah Suriah sebanyak mungkin," kata Issa.
Bulan lalu, informasi baru menunjukkan bahwa Pangeran Bandar akan memimpin kekuatan militer ekstrateritorial negaranya dalam upaya untuk melakukan operasi teroris di Suriah dan Yaman. [IT/Onh/Ass]
Gerakan Takfiri Internasional
Bulan lalu, informasi baru menunjukkan bahwa Pangeran Bandar akan memimpin kekuatan militer ekstrateritorial negaranya dalam upaya untuk melakukan operasi teroris di Suriah dan Yaman.
Kekuatan ekstrateritorial Saudi itu diberi nama "Muhammad Army" yang saat sedang dibentuk dan sebagian besar pasukannya telah menjalani pelatihan khusus dengan dilengkapi berbagai macam ketrampilan perang, demikian situs berita berbahasa Arab al-Rai al-Aam melaporkan, Senin, 09/12/13.
Bandar yang terlahir dari ibu mantan budak kakeknya bersama saudaranya yang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Saudi Salman bin Sultan mengawasi pembentukan milisi "Muhammad Army". Pembentukan milisi khusus itu didukung penuh oleh pemerintah Saudi dan mengalokasikan miliaran dolar untuk pembentukan Tentara Muhammad tersebut dan melakukan pelatihan di Yordania.
Menurut analis dan strategi militer Mohammad Farid Issa, "Muhammad Army" akan menjadi pasukan tempur Arab Saudi di Suriah dan mungkin juga akan dikerahkan untuk perang melawan gerakan al-Houthi Yaman yang sekarang dalam pertempuran melawan kelompok Salafi Takfiri di wilayah Damaj di utara Yaman, mengingat kenyataan al-Saud adalah pendukung setia kelompok Salafi Takfiri Yaman, termasuk di Indonesia.
Sementara itu, sumber-sumber militer di London mengatakan, Angkatan Darat "Muhammad Army" terdiri dari 50.000 laki-laki dan mungkin akan memperluas kekuatannya menjadi 250.000 personil yang siap pakai. Laporan itu juga menambahkan, markas utama Angkatan Darat "Muhammad Army" berada di Yordania.
Laporan itu diperkuat oleh pernyataan Kepala Koalisi Nasional Suriah (SNC) Ahmed al-Jarba yang mengekspos rencana Arab Saudi itu dalam sebuah pernyataan pada tanggal 8 Agustus yang mengatakan bahwa Saud Arabua akan membentuk tentara nasional di luar Suriah. [IT/Onh/Ass]
Bandar bin Sultan Bentuk Mesin Pembunuh "Muhammad Army"
http://www.islamtimes.org/vdcdnj0szyt0xn6.lp2y.html
Islam
Times- Bandar yang terlahir dari ibu mantan budak kakeknya bersama
saudaranya yang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Saudi Salman
bin Sultan mengawasi pembentukan milisi "Muhammad Army".
Bandar anak zina
Bulan lalu, informasi baru menunjukkan bahwa Pangeran Bandar akan memimpin kekuatan militer ekstrateritorial negaranya dalam upaya untuk melakukan operasi teroris di Suriah dan Yaman.
Kekuatan ekstrateritorial Saudi itu diberi nama "Muhammad Army" yang saat sedang dibentuk dan sebagian besar pasukannya telah menjalani pelatihan khusus dengan dilengkapi berbagai macam ketrampilan perang, demikian situs berita berbahasa Arab al-Rai al-Aam melaporkan, Senin, 09/12/13.
Bandar yang terlahir dari ibu mantan budak kakeknya bersama saudaranya yang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan Saudi Salman bin Sultan mengawasi pembentukan milisi "Muhammad Army". Pembentukan milisi khusus itu didukung penuh oleh pemerintah Saudi dan mengalokasikan miliaran dolar untuk pembentukan Tentara Muhammad tersebut dan melakukan pelatihan di Yordania.
Menurut analis dan strategi militer Mohammad Farid Issa, "Muhammad Army" akan menjadi pasukan tempur Arab Saudi di Suriah dan mungkin juga akan dikerahkan untuk perang melawan gerakan al-Houthi Yaman yang sekarang dalam pertempuran melawan kelompok Salafi Takfiri di wilayah Damaj di utara Yaman, mengingat kenyataan al-Saud adalah pendukung setia kelompok Salafi Takfiri Yaman, termasuk di Indonesia.
Sementara itu, sumber-sumber militer di London mengatakan, Angkatan Darat "Muhammad Army" terdiri dari 50.000 laki-laki dan mungkin akan memperluas kekuatannya menjadi 250.000 personil yang siap pakai. Laporan itu juga menambahkan, markas utama Angkatan Darat "Muhammad Army" berada di Yordania.
Laporan itu diperkuat oleh pernyataan Kepala Koalisi Nasional Suriah (SNC) Ahmed al-Jarba yang mengekspos rencana Arab Saudi itu dalam sebuah pernyataan pada tanggal 8 Agustus yang mengatakan bahwa Saud Arabua akan membentuk tentara nasional di luar Suriah. [IT/Onh/Ass]
Lobi Hagel dan Pangeran Salman bin Abdulaziz
Pangeran
Mahkota Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz menerima kunjungan Menteri
Pertahanan Amerika Serikat, Chuck Hagel di istana pribadinya di Riyadh.
Pertemuan petinggi kedua negara tersebut membicarakan hubungan bilateral
Riyadh-Washington di berbagai sektor.
Pertemuan ini digelar di saat Hagel pada hari Jumat (6/12) di Konferensi Keamanan Bahrain memberikan jaminan kepada sekutu kawasannya bahwa militer Amerika Serikat akan tetap ditempatkan di kawasan Timur Tengah. Ia menandaskan, Washington tidak berencana mengurangi penjualan senjatanya di negara-negara kawasan selatan Teluk Persia dan kehadiran pasukannya di kawasan ini.
Washington selama beberapa tahun terakhir gencar melontarkan isu-isu parsial dan menebar ketakutan palsu di antara negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC). Alasan utama Washington dalam hal ini adalah menciptakan pasar penjualan senjata produk mereka.
Sekitar dua bulan lalu Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) menyatakan tengah berencana menjual senjata kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab senilai 11 miliar dolar. Pentagon saat itu mengumumka berencana mengajukan draf kepada Kongres. Draf tersebut akan mengijinkan Washington menjual seribu bom anti bunker ke Arab Saudi dan 5000 bom sejenis kepada Uni Emirat Arab. Kontrak ini juga mencakup rudal balistik.
Poin yang patut dicermati adalah penekanan Pentagon bahwa kontrak tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh keamanan nasional dan internasional Amerika Serikat, karena senjata yang terjual akan membantu pengokohan sisten keamanan negara-negara sahabat Washington di Teluk Persia.
Namun pertanyaan yang selalu muncul adalah apakah negara-negara Arab selatan Teluk Persia sebenarnya membutuhkan senjata-senjata Amerika Serikat yang menyerbu negara mereka melalui berbagai kontrak militer? Apakah penimbunan sebagai besar senjata di kawasan Timur Tengah dan Teluk Persia bukannya malah membantu terciptanya instabilitas?
Tak diragukan lagi bahwa Amerika sebenarnya hanya mengejar kepentingan pribadinya di kawasan strategis Timur Tengah. Negara-negara Arab dan kaya minyak di selatan Teluk Persia sejatinya menjadi alat bagi kepentingan Amerika Serikat. Negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) termasuk Arab Saudi, Qatar, Bahrain dan Uni Emirat Arab tercatat sebagai pelayan serta pelaksana kebijakan Washington di kawasan.
Terkait krisis Suriah, dengan jelas hal ini dapat disaksikan dari sikap negara-negara Arab Teluk Persia. Dalam tiga tahun lalu, Arab Saudi dan Qatar bersama Amerika Serikat tercatat sebagai pengobar krisis di Suriah. Kini ketika konferensi Jenewa 2 untuk menyelesaikan krisis Damaskus tengah digulirkan, sepertinya berbagai lobi antara petinggi Washingto dan Riyadh serta Doha semakin meningkat.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa AS dan Rusia telah mencapai kesepakatan terkait list negara yang diundang untuk menghadiri Konferensi Jenewa 2. Berita ini dirilis di saat sejumlah laporan menyebutkan bahwa undangan terhadap Arab Saudi masih belum jelas.
Arab Saudi saat ini bukan saja menabuh genderang perang terkait krisis Suriah, bahkan Riyadh juga aktif memusnahkan kesepakatan nuklir terbaru antara Iran dan Kelompok 5+1 di Jenewa.
Mengingat sikap tersebut, pertemuan Hagel dan petinggi politik serta keamanan Arab Saudi di Riyadh, khususnya pasca Konferensi Keamanan Manama, mustahil tidak berkaitan dengan isu perundingan nuklir Iran. Apalagi berbagai berita menyebutkan, pasca penandatanganan kesepakatan Jenewa oleh Iran dan negara anggota Kelompok 5+1, timbul pertengkaran kecil antara Riyadh dan Washington.
Menyaksikan kondisi seperti ini, Amerika yang masih ingin mempertahankan sekutunya di kawasan akhirnya mengirim Hagel untuk melakukan safari ke Timur Tengah guna menghibur negara-negara Arab di selatan Teluk Persia. Dalam koridor ini, Hagel juga dijadwalkan mengunjungi Doha guna memberikan jaminan kepada Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani bahwa Washington masih tetap setia kepada sekutu Arabnya. (IRIB Indonesia/MF/NA)
Pertemuan ini digelar di saat Hagel pada hari Jumat (6/12) di Konferensi Keamanan Bahrain memberikan jaminan kepada sekutu kawasannya bahwa militer Amerika Serikat akan tetap ditempatkan di kawasan Timur Tengah. Ia menandaskan, Washington tidak berencana mengurangi penjualan senjatanya di negara-negara kawasan selatan Teluk Persia dan kehadiran pasukannya di kawasan ini.
Washington selama beberapa tahun terakhir gencar melontarkan isu-isu parsial dan menebar ketakutan palsu di antara negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC). Alasan utama Washington dalam hal ini adalah menciptakan pasar penjualan senjata produk mereka.
Sekitar dua bulan lalu Departemen Pertahanan Amerika (Pentagon) menyatakan tengah berencana menjual senjata kepada Arab Saudi dan Uni Emirat Arab senilai 11 miliar dolar. Pentagon saat itu mengumumka berencana mengajukan draf kepada Kongres. Draf tersebut akan mengijinkan Washington menjual seribu bom anti bunker ke Arab Saudi dan 5000 bom sejenis kepada Uni Emirat Arab. Kontrak ini juga mencakup rudal balistik.
Poin yang patut dicermati adalah penekanan Pentagon bahwa kontrak tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh keamanan nasional dan internasional Amerika Serikat, karena senjata yang terjual akan membantu pengokohan sisten keamanan negara-negara sahabat Washington di Teluk Persia.
Namun pertanyaan yang selalu muncul adalah apakah negara-negara Arab selatan Teluk Persia sebenarnya membutuhkan senjata-senjata Amerika Serikat yang menyerbu negara mereka melalui berbagai kontrak militer? Apakah penimbunan sebagai besar senjata di kawasan Timur Tengah dan Teluk Persia bukannya malah membantu terciptanya instabilitas?
Tak diragukan lagi bahwa Amerika sebenarnya hanya mengejar kepentingan pribadinya di kawasan strategis Timur Tengah. Negara-negara Arab dan kaya minyak di selatan Teluk Persia sejatinya menjadi alat bagi kepentingan Amerika Serikat. Negara-negara anggota Dewan Kerjasama Teluk Persia (P-GCC) termasuk Arab Saudi, Qatar, Bahrain dan Uni Emirat Arab tercatat sebagai pelayan serta pelaksana kebijakan Washington di kawasan.
Terkait krisis Suriah, dengan jelas hal ini dapat disaksikan dari sikap negara-negara Arab Teluk Persia. Dalam tiga tahun lalu, Arab Saudi dan Qatar bersama Amerika Serikat tercatat sebagai pengobar krisis di Suriah. Kini ketika konferensi Jenewa 2 untuk menyelesaikan krisis Damaskus tengah digulirkan, sepertinya berbagai lobi antara petinggi Washingto dan Riyadh serta Doha semakin meningkat.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa AS dan Rusia telah mencapai kesepakatan terkait list negara yang diundang untuk menghadiri Konferensi Jenewa 2. Berita ini dirilis di saat sejumlah laporan menyebutkan bahwa undangan terhadap Arab Saudi masih belum jelas.
Arab Saudi saat ini bukan saja menabuh genderang perang terkait krisis Suriah, bahkan Riyadh juga aktif memusnahkan kesepakatan nuklir terbaru antara Iran dan Kelompok 5+1 di Jenewa.
Mengingat sikap tersebut, pertemuan Hagel dan petinggi politik serta keamanan Arab Saudi di Riyadh, khususnya pasca Konferensi Keamanan Manama, mustahil tidak berkaitan dengan isu perundingan nuklir Iran. Apalagi berbagai berita menyebutkan, pasca penandatanganan kesepakatan Jenewa oleh Iran dan negara anggota Kelompok 5+1, timbul pertengkaran kecil antara Riyadh dan Washington.
Menyaksikan kondisi seperti ini, Amerika yang masih ingin mempertahankan sekutunya di kawasan akhirnya mengirim Hagel untuk melakukan safari ke Timur Tengah guna menghibur negara-negara Arab di selatan Teluk Persia. Dalam koridor ini, Hagel juga dijadwalkan mengunjungi Doha guna memberikan jaminan kepada Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani bahwa Washington masih tetap setia kepada sekutu Arabnya. (IRIB Indonesia/MF/NA)
BAGAIMANA SETELAH SYAHIDNYA LAQQIS?
http://cahyono-adi.blogspot.com/2013/12/bagaimana-setelah-syahidnya-laqqis.html#more
Dunia menantikan apa yang akan dilakukan Hizbollah setelah salah seorang
komandan terpentingnya, Hassan Hawlo al-Lakiss, tewas dalam aksi
penembakan minggu lalu. Namun dari cara bagaimana Hizbollah
memperlakukan jenazah pahlawannya yang serba cepat dan terbuka, kita
bisa berharap pembalasan Hizbollah akan dilakukan secara cepat dan
"terbuka" juga.
Siapa yang berkepentingan dengan pembunuhan Laqqis? Saudi atau mungkin kelompok-kelompok Sunni Lebanon tentu sangat senang dengan pembunuhan Laqqis. Namun mereka tentu saja tidak memiliki kemampuan, apalagi keberanian untuk melakukannya. Hanya Israel yang paling mungkin sebagai pelaku pembunuhan itu, meski menlu Israel telah membantah keterlibatan Israel dalam pembunuhan itu.
Paska "rujuknya" Amerika dengan Iran yang ditandai dengan percakapan telepon Barack Obama dengan Rouhani dan disusul dengan ditanda tanganinya Perjanjian Nuklir Iran oleh Iran dengan negara-negara anggota tetap DK PBB plus Jerman baru-baru ini, para pejabat Israel dan Saudi meningkatkan intensitas pertemuan antar mereka untuk menyatukan "front" dalam menghadapi Iran. Terakhir dikabarkan Saudi dan Israel tengah mendesak Amerika untuk menyetujui rencana baru atas Syria, yaitu offensif militer besar-besaran dengan menggunakan kekuatan Islamic Front, kelompok baru gabungan beberapa kelompok pemberontak yang terdiri dari kelompok-kelompok sekuler Free Syrian Army dengan kelompok pemberontak Islam non-Al Qaida seperti Ikhwanul Muslimin.
Saudi dan Israel meyakinkan Amerika bahwa proyek baru ini hanya membutuhkan dana $6 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan proyek perang Amerika di Irak dan Afghanistan yang mencapai triliunan dollar. Meski belum ada kepastian dukungan Amerika yang telah terikat komitmen dengan Rusia untuk menggelar perundingan Genewa II untuk menyelesaikan konflik Syria, proyek ini telah diperkuat dengan adanya kesepakatan penjualan 16.000 rudal anti-tank Amerika kepada Saudi baru-baru ini. Jika terlaksana, ribuan rudal itu dipastikan akan mengalir ke tangan pemberontak Syria.
Untuk sementara, sembari menunggu kepastian dukungan Amerika, Israel pun memerlukan diri untuk menunjukkan keseriusannya kepada Saudi dan sekutu-sekutu regionalnya, yaitu dengan membunuh Laqqis.
"Kami bersamamu di medan perang, tidak hanya retorika," demikian pesan Israel kepada Saudi melalui pembunuhan itu. Pembunuhan itu sekaligus memberi pesan kepada Amerika bahwa Israel tidak akan pernah bisa menerima adanya perdamaian dengan Iran dan gerakan "Perlawanan". Adapun kepada Hizbollah dan Iran, Israel ingin memberi pesan bahwa mereka masih bisa melakukan "pukulan keras" mesti tanpa didukung Amerika.
Kini kita hanya bisa menunggu, balasan apa yang akan dilakukan Hizbollah. Saya lebih suka Hizbollah membalasnya dengan cara elegan, bukan pengecut seperti dilakukan Israel dan cecere-nya. Misalnya, menyerang pangkalan militer Israel dengan drone siluman buatan Iran.
REF:
"Lebanon: Hezbollah Will Respond to Assassination"; Ibrahim al-Amin; AL-AKHBAR; 5 Desember 2013
Siapa yang berkepentingan dengan pembunuhan Laqqis? Saudi atau mungkin kelompok-kelompok Sunni Lebanon tentu sangat senang dengan pembunuhan Laqqis. Namun mereka tentu saja tidak memiliki kemampuan, apalagi keberanian untuk melakukannya. Hanya Israel yang paling mungkin sebagai pelaku pembunuhan itu, meski menlu Israel telah membantah keterlibatan Israel dalam pembunuhan itu.
Paska "rujuknya" Amerika dengan Iran yang ditandai dengan percakapan telepon Barack Obama dengan Rouhani dan disusul dengan ditanda tanganinya Perjanjian Nuklir Iran oleh Iran dengan negara-negara anggota tetap DK PBB plus Jerman baru-baru ini, para pejabat Israel dan Saudi meningkatkan intensitas pertemuan antar mereka untuk menyatukan "front" dalam menghadapi Iran. Terakhir dikabarkan Saudi dan Israel tengah mendesak Amerika untuk menyetujui rencana baru atas Syria, yaitu offensif militer besar-besaran dengan menggunakan kekuatan Islamic Front, kelompok baru gabungan beberapa kelompok pemberontak yang terdiri dari kelompok-kelompok sekuler Free Syrian Army dengan kelompok pemberontak Islam non-Al Qaida seperti Ikhwanul Muslimin.
Saudi dan Israel meyakinkan Amerika bahwa proyek baru ini hanya membutuhkan dana $6 miliar, jauh lebih kecil dibandingkan proyek perang Amerika di Irak dan Afghanistan yang mencapai triliunan dollar. Meski belum ada kepastian dukungan Amerika yang telah terikat komitmen dengan Rusia untuk menggelar perundingan Genewa II untuk menyelesaikan konflik Syria, proyek ini telah diperkuat dengan adanya kesepakatan penjualan 16.000 rudal anti-tank Amerika kepada Saudi baru-baru ini. Jika terlaksana, ribuan rudal itu dipastikan akan mengalir ke tangan pemberontak Syria.
Untuk sementara, sembari menunggu kepastian dukungan Amerika, Israel pun memerlukan diri untuk menunjukkan keseriusannya kepada Saudi dan sekutu-sekutu regionalnya, yaitu dengan membunuh Laqqis.
"Kami bersamamu di medan perang, tidak hanya retorika," demikian pesan Israel kepada Saudi melalui pembunuhan itu. Pembunuhan itu sekaligus memberi pesan kepada Amerika bahwa Israel tidak akan pernah bisa menerima adanya perdamaian dengan Iran dan gerakan "Perlawanan". Adapun kepada Hizbollah dan Iran, Israel ingin memberi pesan bahwa mereka masih bisa melakukan "pukulan keras" mesti tanpa didukung Amerika.
Kini kita hanya bisa menunggu, balasan apa yang akan dilakukan Hizbollah. Saya lebih suka Hizbollah membalasnya dengan cara elegan, bukan pengecut seperti dilakukan Israel dan cecere-nya. Misalnya, menyerang pangkalan militer Israel dengan drone siluman buatan Iran.
REF:
"Lebanon: Hezbollah Will Respond to Assassination"; Ibrahim al-Amin; AL-AKHBAR; 5 Desember 2013
1 komentar:
-
saya etuju sekali apa yang disarankan oleh mas cahyono adi, hizbullah
melakukan serangan kejantungnya israel dengan cara mengunakan
drone(pesawat tanpa awak) atau dengan segala cara untuk memusnahkan
negara zionist israel dari peta dunia. israel takut apabila hizbullah
langsung melakukan penyerangan ke kota-kota diisrael. karena israel
adalah bangsa PENGECUT.
HIZBOLLAH KEMBALI KEHILANGAN KOMANDANNYA
Siapa bilang perang antara Hizbollah dengan Israel sudah berakhir?
Menyusul syahidnya beberapa komandan tempur Hizbollah sebelumnya
termasuk Ghalib Awali tahun 2004 dan Imad Mughniyeh tahun 2008, yang
diyakini karena aksi inteligen Israel dengan kaki-tangan Arab-nya,
Hizbollah kembali harus kehilangan salah seorang komandan tempurnya,
Hassan al-Laqqis. Adapun pelaku pembunuhan diyakini sama, yaitu
inteligen Israel dan kaki tangan Arab-nya.
Pada Rabu tengah malam (4/12) penduduk dan penjaga keamanan kompleks perumahan "Shaheen" di distrik St. Therese yang berada di kawasan Hadath di tenggara Beirut, dikejutkan oleh suara kaca pecah yang cukup keras. Beberapa orang langsung menuju ke lokasi munculnya suara dan beberapa di antara mereka sempat melihat 2 orang melarikan diri dari lokasi. Beberapa saat kemudian mereka melihat seseorang tergeletak di belakang kemudi mobilnya bergelimang darah oleh 5 tembakan pistol berperedam suara. Namun mereka tidak mengetahui bahwa orang itu adalah orang yang paling berperan membuat Hizbollah berhasil mengalahkan Israel dalam perang tahun 2006.
Laqqis adalah komandan "pertahanan udara" Hizbollah dan salah seorang yang paling berjasa mengembangkan kemampuan "perang elektronik" Hizbollah yang terbukti mampu mengimbangi dan bahkan mengalahkan kemampuan Israel yang telah diakui kehandalannya di seluruh dunia. Selain rudal-rudal yang sulit diketahui Israel, berkat Laqqis Hizbollah juga berhasil membangun jaringan komunikasi sendiri yang tidak bisa disadap Israel. Karena peran yang dimilikinya itulah maka Laqqis menjadi target utama pembunuhan oleh inteligen Israel setelah Imad Mughniyeh yang tewas dibunuh agen-agen Israel di Damaskus tahun 2008. Beberapa upaya pembunuhan oleh Israel tentu saja sudah dialami oleh Laqqis.
Menurut beberapa laporan Israel telah berulangkali melakukan usaha pembunuhan yang gagal terhadap Laqqis, termasuk pemboman langsung terhadap kompleks perumahan di Jalan al-Hajjaj di Chiyah, tempat dimana diyakini Laqqis berada ketika perang tahun 2006 tengah berlangsung. Namun pembunuhan kali berbeda dengan pembunuhan-pembunuhan pemimin Hizbollah sebelumnya yang dilakukan secara "tersamar" dan tidak langsung seperti menggunakan bom mobil atau serangan udara, namun kali ini sangat "kasar", yaitu ditembak langsung.
Sebagai catatan, dalam aksi pemboman di Chiyah tersebut di atas seorang anak Laqqis tewas bersama 40 orang lainnya. Adapun Laqqis hanya mengalami luka-luka setelah mobil yang dikendarainya diserang pesawat-pesawat Israel di jalan bebas hambatan Camille Chamoun.
Berdasar pada sikap kehati-hatian dan standar keamanan yang selalu diterapkan Hizbollah terhadap para pejabatnya, kemungkinan hanya inteligen Israel yang memiliki informasi tentang keberadaan Laqqis. Namun dari sifatnya yang mengindikasikan operasi pembunuhan itu sebagai operasi bunuh diri, kemungkinan Israel menggunakan "pasukan berani mati", dan siapa lagi bila bukan orang-orang ekstremis binaannya seperti Al Qaida atau kelompok-kelompok takfiri yang kini tengah berperang di Syria.
“Bisa jadi terdapat koordinasi tidak langsung antara Israel dan agen-agennya, namun bisa jadi juga koordinasi langsung," kata seorang pejabat keamanan Lebanon tentang operasi pembunuhan itu.
Beberapa jam setelah syahidnya Laqqis, Hizbollah secara resmi mengumumkan kematiannya.
"Komandan syuhada Hassan al-Laqqis menghabiskan hidupnya bersama "Perlawanan", sejak masih kecil hingga saat kematiannya. Ia adalah pejuang kreatif yang telah banyak berkorban, seorang pemimpin dan pecinta kesyahidan. Ia adalah ayah dari seorang suhada yang tewas bersama suhada-suhada lainnya dalam perang tahun 2006.”
Hezbollah pun menuduh Israel sebagai pembunuh utama Laqqis.
"Israel telah berusaha membunuhnya berkali-kali di berbagai tempat, dan gagal."
REF:
"Lebanon: Resistance Air Defense Commander Assassinated"; Radwan Mortada; al Akhbar; 5 Desember 2013
Pada Rabu tengah malam (4/12) penduduk dan penjaga keamanan kompleks perumahan "Shaheen" di distrik St. Therese yang berada di kawasan Hadath di tenggara Beirut, dikejutkan oleh suara kaca pecah yang cukup keras. Beberapa orang langsung menuju ke lokasi munculnya suara dan beberapa di antara mereka sempat melihat 2 orang melarikan diri dari lokasi. Beberapa saat kemudian mereka melihat seseorang tergeletak di belakang kemudi mobilnya bergelimang darah oleh 5 tembakan pistol berperedam suara. Namun mereka tidak mengetahui bahwa orang itu adalah orang yang paling berperan membuat Hizbollah berhasil mengalahkan Israel dalam perang tahun 2006.
Laqqis adalah komandan "pertahanan udara" Hizbollah dan salah seorang yang paling berjasa mengembangkan kemampuan "perang elektronik" Hizbollah yang terbukti mampu mengimbangi dan bahkan mengalahkan kemampuan Israel yang telah diakui kehandalannya di seluruh dunia. Selain rudal-rudal yang sulit diketahui Israel, berkat Laqqis Hizbollah juga berhasil membangun jaringan komunikasi sendiri yang tidak bisa disadap Israel. Karena peran yang dimilikinya itulah maka Laqqis menjadi target utama pembunuhan oleh inteligen Israel setelah Imad Mughniyeh yang tewas dibunuh agen-agen Israel di Damaskus tahun 2008. Beberapa upaya pembunuhan oleh Israel tentu saja sudah dialami oleh Laqqis.
Menurut beberapa laporan Israel telah berulangkali melakukan usaha pembunuhan yang gagal terhadap Laqqis, termasuk pemboman langsung terhadap kompleks perumahan di Jalan al-Hajjaj di Chiyah, tempat dimana diyakini Laqqis berada ketika perang tahun 2006 tengah berlangsung. Namun pembunuhan kali berbeda dengan pembunuhan-pembunuhan pemimin Hizbollah sebelumnya yang dilakukan secara "tersamar" dan tidak langsung seperti menggunakan bom mobil atau serangan udara, namun kali ini sangat "kasar", yaitu ditembak langsung.
Sebagai catatan, dalam aksi pemboman di Chiyah tersebut di atas seorang anak Laqqis tewas bersama 40 orang lainnya. Adapun Laqqis hanya mengalami luka-luka setelah mobil yang dikendarainya diserang pesawat-pesawat Israel di jalan bebas hambatan Camille Chamoun.
Berdasar pada sikap kehati-hatian dan standar keamanan yang selalu diterapkan Hizbollah terhadap para pejabatnya, kemungkinan hanya inteligen Israel yang memiliki informasi tentang keberadaan Laqqis. Namun dari sifatnya yang mengindikasikan operasi pembunuhan itu sebagai operasi bunuh diri, kemungkinan Israel menggunakan "pasukan berani mati", dan siapa lagi bila bukan orang-orang ekstremis binaannya seperti Al Qaida atau kelompok-kelompok takfiri yang kini tengah berperang di Syria.
“Bisa jadi terdapat koordinasi tidak langsung antara Israel dan agen-agennya, namun bisa jadi juga koordinasi langsung," kata seorang pejabat keamanan Lebanon tentang operasi pembunuhan itu.
Beberapa jam setelah syahidnya Laqqis, Hizbollah secara resmi mengumumkan kematiannya.
"Komandan syuhada Hassan al-Laqqis menghabiskan hidupnya bersama "Perlawanan", sejak masih kecil hingga saat kematiannya. Ia adalah pejuang kreatif yang telah banyak berkorban, seorang pemimpin dan pecinta kesyahidan. Ia adalah ayah dari seorang suhada yang tewas bersama suhada-suhada lainnya dalam perang tahun 2006.”
Hezbollah pun menuduh Israel sebagai pembunuh utama Laqqis.
"Israel telah berusaha membunuhnya berkali-kali di berbagai tempat, dan gagal."
REF:
"Lebanon: Resistance Air Defense Commander Assassinated"; Radwan Mortada; al Akhbar; 5 Desember 2013
5 komentar:
-
Inna Lillahi Wa Inna Ilahi Roji'un.....!
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ آلِ مُحَمَّدٍ
-
hilang satu tumbuh seribu itu tetap berlaku dan ada pemimpin yang baik
adalah pemimpin yang selalu siap mengkader bawahannya apalagi seperti
hizbullah yang jelas semakin diancam semakin siap kader kadernya
semakin ditekan semakin siap bangkit kita lihat iran di embargo
sedemikian justru iran menikmati perimbangan dengan rusia dan china
.semakin ditekan semakin amerika dan erofa lelah karena mengluarkan
energi yang sia sia bahkan merugi .jaman rafsanjani dan hatami infestor
iran di dominasi erofa katakanlah barat karena yang berani infestasi di
iran hanya barat yang banyak duit dan iran kerisis akibat perang lawan
irak.dan iran bisa mandiri.ahmad dinejat politik konfrontasi dengan
barat karena iran ingin perimbangan infestasi walau barat pergi iran
sudah sanggup menggantikan .rusia dan china mulai masuk .jelas secara
ekonomi barat rugi karena investasi nilainya triliyunan dolar apalagi
membangun negara yang hancur lebur oleh perang bukan hal yang mudah
.posisi strategis iran dan dominasi iran di timur tengah dan asia tengah
aliansi strategis iran rusia dan china.yang jelas erofa dan amerika
sudah lelah.apalagi krisis tak kunjung ada penyelesaaian yang jelas
pendapatan terus merosot beban semakin meninggkat dan kebijakan semakin
tidak rasional dan haus perang .kalau dulu perang merupakan penyelesaian
krisis.habis perang dapat sumber daya alam dan negara yang kalah
menanggung biaya sekarang tak bisa lagi .karena persenjataan canggih
bukan cuma barat yang menguasai dan perang tak bisa di prediksi kapan
berahirnya contoh irak dan afganistan .selagi iran mendukung penuh
hisbullah tak perlu khawatir .menjadi suhada adalah dambaan setiap
insan yang beriman .Inna Lillahi Wa inna lillaihi Roji'un
-
inna lillahi wa inna llahi roji"un. alfatiha ma"alisalawat 3x. ya SYAED
HASAN NASRULLAH tuntut balas atas syuhadanya HASAN AL-LAGGIS. MUSNAHKAN
ZIONIST ISRAEL DARI MUKA BUMI ALLAH SWT.
- Komentar ini telah dihapus oleh penulis.
-
LABBAIKA YA IMAM HUSSEN AS. INNA LILAHI WA INNA ILAHI ROJI'UN. ALFATIHA
MA'ALISHALAWAT 3X. YA.... SYAED HASAN NASRULLAH TUNTUT BALAS ATAS
SYUHADANYA TENTERA ALLAH HASAN AL-LAGGI DAN HANCURKAN NEGARA ZIONIST
ISRAEL DARI MUKA BUMINYA ALLAH SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar