Senin, 13 Desember 2010

MUI se-Jawa dan Lampung Rekomendasikan Hapus Pilkada Langsung

MUI se-Jawa dan Lampung Rekomendasikan Hapus Pilkada Langsung

Empat pasang Calon Walikota Tangerang Selatan dan wakilnya yang akan bertarung pada 13 November 2010. ANTARA/Muhammad Iqbal
TEMPO Interaktif, Semarang - Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat yang dilaksanakan selama ini dinilai lebih banyak mudaratnya. Penilaian itu datang dari Majelis Ulama Indonesia se-Jawa dan Lampung. Bahkan, MUI se-Jawa dan Lampung menyimpulkan bahwa pilkada langsung membuat masyarakat saat ini lebih bersifat pragmatis, karena suara mereka mudah dibeli oleh calon kepala daerah. Pilkada juga mengakibatkan moralitas masyarakat tergerus karena politik uang yang dilakukan para calon kepala daerah.

Untuk itu, MUI Jawa dan Lampung merekomendasikan agar pembuat kebijakan, dalam hal ini pemerintah, menghapus pelaksanaan pilkada langsung. Penentuan pilihan kepala daerah lebih baik dikembalikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Demikian hasil rapat kerja MUI se-Jawa dan Lampung yang digelar di Hotel Semesta Semarang, Sabtu 11 Desember hingga Senin 13 Desember 2010.

Ketua MUI Jawa Tengah Ahmad Darodji mengatakan akibat adanya pilkada langsung yang penuh dengan praktik politik uang, mengakibatkan masyarakat menjadi pragmatis. Nilai-nilai idealisme yang sebelumnya ada kini justru hilang akibat pilkada. Selain itu pelaksanaan pilkada langsung juga menelan biaya besar. "Padahal, pemimpin yang dihasilkan dari pilkada langsung masih sangat buruk. Memang ada yang baik tapi hanya satu dua," kata Ahmad Darodji usai penutupan rapat kerja tersebut, hari ini Senin 13 Desember 2010.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi. Dia menyebut, dari 33 gubernur ada 17 gubernur yang tersangkut korupsi. Sedangkan di kabupaten/kota sudah ada 150 bupati/walikota yang juga tersandung kasus korupsi. MUI mengakui bahwa pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa saja menimbulkan politik uang dan politik transaksional. Namun, kata Darodji, unsur kemudaratannya lebih kecil karena yang terlibat hanya anggota DPRD. "Kalau pilkada langsung kemudaratannya luas," kata dia.

Selain itu, pemilihan kepala daerah melalui DPRD memungkinkan adanya saringan yang lebih baik. Sebab, yang memilih lebih sedikit sehingga akan lebih ketat. Berbeda dengan pilkada langsung dimana seluruh warga memiliki hak suara yang sama. "Seorang jenderal atau seorang profesor suaranya akan sama dengan tukang tambal ban," kata dia.

Bagi MUI, saat ini DPRD merupakan orang pilihan sehingga yang dipilih sebagai kepala daerah tentu juga akan berkualitas. Rekomendasi rapat kerja tersebut selanjutnya akan diserahkan kepada pemerintah pusat.

ROFIUDDIN
http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/12/13/brk,20101213-298614,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar